Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

TREPEUTIC DRUG MONITORING

“ INDIVIDUALISASI DOSIS PADA KONDISI PATOLOGI KHUSUS DENGAN


TRERAPEUTIC DRUG MONITORING (KASUS GINJAL)”

Dosen Pengampu :

1. Apt. Emy Oktaviani M.Clin,Pharm


2. Apt. Nisa Najwa Rokhmah M.Farm
3. Apt. Emma Nilafita Putri Kusuma M.Farm
4. Apt. Dian Farida Ismayana M.Clin.Pharm
5. Apt. Oktaviana Zunnita M.Farm
6. Apt. NHadira Nhestricia MKM
7. Apt. Nyayu Siti Amina Lily Elfrida M.farm
8. Apt. Dewi Oktavia Gunawan M.Farm

Asisten Dosen : Yolanda Eka S.S

Disusun Oleh : Noor Afifah

Npm : 066118179

LAPORAN PRAKTIKUM

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PAKUAN

2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Therapeutic Drug Monitoring (TDM) sering juga disebut Drug Therapy Monitoring
Pada dasarnya, TDM merupakan salah satu upaya mengintegrasikan ilmu farmakinetika
dan farmakodinamika, dengan mengukur konsentrasi obat dalam plasma untuk
mengoptimalkan dan melakukan individualisasi dosissehingga sesuai untuk pasien
(Agrawal, 2011). Metode ini diperkenalkan pertama kali sekitar pada tahun 1970 dengan
asumsi bahwa konsentrasi obat dalam cairan tubuh (darah atau plasma) merupakan
prediktor yang lebih baik untuk memperkirakan efek obat daripada dosis obat (Touw et
al., 2007).
Dengan mengukur kadar obat dalam cairan tubuh ini,maka dapat dilakukan titrasi
dosis pada pasien secara individual,sehingga konsentrasi obat dalam tubuh memberikan
respon paling optimal dengan tolerabilitas dan risiko toksisitas yang paling rendah
(Hiemke et al., 2011). Hasil dari TDM ini dimanfaatkan untuk mengevaluasi derajat
respon terapi suatu obat, memberikan informasi yang bermanfaat mengenai kesesuaian
terapi obat, evaluasi kepatuhan pasien terhadap dosis yang diberikan, mendeteksi
kemungkinan efek samping dan toksisitas suatu obat, mengkonfirmasi kemungkinan
adanya interaksi obat, serta untuk penyesuaian dosis obat (Abdelrahim, 2008). Tidak
setiap obat memerlukan TDM.
Suatu obat perlu dilakukan TDM apabila kadarnya dalam plasma sangat
mempengaruhi efek yang ditimbulkan (terutama pada obat dengan indeks terapi sempit),
obat yang memberikan profil farmakokinetika yang sangat bervariasi, untuk menetapkan
target konsentrasi obat tertentu dalam plasma (Ghiculescu, 2008), atau adanya
keterkaitan erat antara konsentrasi dalamplasma dengan efek klinik yang ditimbulkan,
namun tidak tersedia parameter klinis yang memadai (Neef, 2011). Pengukuran biasanya
dilakukan terhadap kadar obat total dalam plasma, namun pada laboratorium tertentu
dapat dengan menetapkan kadar obat bebas atau bahkan dengan sampel dari saliva.
Beberapa obat mungkin saja tidak menunjukkan korelasi antara kadar obat dalam
plasma dengan aktivitasterapetiknya, dalamhal inimonitoring dilakukan untuk
mengidentifikasi kemungkinan ketidakpatuhan penderita dalam mengkonsumsi obat.
Dengan demikian TDM merupakan suatu sistem penjaminan kualitas manajemen
obat, yang bertujuan untuk memberikan obat yang tepat, pada pasien yang sesuai,
dalam dosis yang tepat, sehingga mencapai efek yang diharapkan (Neef, 2011)
1.2 Tujuan
a) Dapat memahami perubahan pemberian oral berulang hasil terapeutikdrug
monitoring
b) Dapat menghitung penyesuaian dosis pemberian oral berulang dalam rangka
individualisasi dosis
BAB II
RINGKASAN KEGIATAN PRAKTIKUM
2.1. Perubahan Farmakokinetik
Meliputi ADME pada kondisi ginjal kronik Perubahan farmakokinetik pada kondisi gagal
ginjal kronik (GGK) mempengaruhi Absorpsi, Distribusi, Metabolism dan Eliminasi
(ADME)
a) Absorpsi : Gagal ginjal kronik dapat mempengaruhi absorpsi obat, gangguan pada
saluran pencernaan atau perubahan pH lambung dapat mempengaruhi seberapa cepat
dan sejauh mana obat, diserap dalam tubuh
b) . Distribusi : Gagal ginjal kronik (GGK) dapat mengubah distribusi obat dalam
tubuh, karena perubahan pada konsentrasi pasien dalam darah, obat yang pada
konsentrasi protein dapat memiliki efek yang lebih kuat.
c) Metabolisme : Gagal ginjal Kronik (GGK) dapat mempengaruhi metabolisme obat,
biasanya banyak obat mengalami metabolism di hati. GGK dapat mengurangi
aktivitas enzim hati yang terlibat dalam metabolism obat
d) Eliminasi : Kondisi gagal ginjal (GGK) memiliki dampak besar pada eliminasi obat.
Ginjal berperan penting dalam mengeluarkan obat-obatan dari tubuh melalui filtrasi
glomelurus dan sekresi tubular.
2.1.1 Perubahan Farmakokinetik meliputi ADME pada kondisi hemodialisis.
Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien dalam keadaan sakit
akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek (beberapa hari hingga beberapa minggu)
atau pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir atau End Stage Renal Disease (ESRD) yang
memerlukan terapi jangka panjang atau permanen (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Perubahan farmakokinetik pada kondisi hemodialisis mempengaruhi Absorpsi,
Distribusi, Metabolisme dan Eliminasi
a) . Absorpsi : Hemodialis umumnya tidak mempengaruhi absorpsi obat karena
prosedur ini fokus pada penyaringan darah dan tidak mempengaruhi saluran
pencernaan dalam tubuh.
b) Distribusi : Hemedialisis dapat mempengaruhi distribusi obat dalam tubuh
selama sesi hemodialisis, volume darah pasien menurun secara signifikan. Hal ini
dapat mempengaruhi distribusi obat kedalam jaringan dan organ-organ tubuh.
c) Metabolisme : Hemodialis dapat mempengaruhi metabolisme obat, terutama
untuk obat -obatan yang secara signifikan termodialisis di hati. Perubahan volume
darah dan perubahan dalam komponen darah selama hemodialisis dapat
mempengaruhi aktivitas enzim hati yang terlibat dalam metabolism obat
d) Eliminasi : Kondisi gagal ginjal (GGK) memiliki dampak besar pada eliminasi
obat. Ginjal berperan penting dalam mengeluarkan obatobatan dari tubuh melalui
filtrasi glomelurus dan sekresi tubular.Hemodialisis merupakan metode utama
untuk mengeluarkan obat-obatan dari tubuh dengan gagal ginjal kronik yang
parah, selama sesi hemodialisis, obat-obatan yang larut dalam air dapat dialirkan
keluar dari tubuh melali membrane dialsis.
2.1.2 Daftar Obat Yang Bersifat Netfrotoksik
Obat-obatan netfrotoksik merupakan obat-obatan yang dapat merusak ginjal jika
digunakan dalam dosis tinggi atau dalam jangka waktu yang lama. Berikut adalah daftar obat-
obatan yang dikenal bersifat netfrotoksik :
a. NSAIDS ( Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs) Penggunaan jangka Panjang
atau dosis tinggi dapat merusak ginjal dan menyebabkan sindrom netritis
interstatial. Contohnya yaitu Ibuprofen, Naproxen dan Aspirin.
b. Ace Inhibitors dan ARBS (Angiostensin) Obat-obatan ini digunakan untuk
mengontrol tekanan darah dan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal pada
beberapa beberapa individu.
Gagal ginjal kronis (PGK)
Dosis obat perlu diperhatikan : eliminasi dan metabolit
1. Fungsi ginjal tahap berapa
Menimbulkan masalah efek toksik pada obat fungsi ginjal dapat dianalisis dengan indikator
- Insulin,creatin serum
Urea didalam tubuh banyak konsentrasinya didalam tubuh agar diperoleh efek maksimal
dengan metode klirens.
2.1.3 Perubahan farmakokinetika dan farmakodinamika
1. Absorbsi obat
- Gangguan ginjal mempengaruhi ph mual muntah
- Perubahan ph gangguan pencernaan , ureanya lebih banyak diplasma darah
sehingga mual muntah Obat sifat basa dapat menurunkan ph konsentrasi
obat.Obat yang tidak terionisasi tidak bermuatan , tidak mengikat ion
2. Distribusi obat
Volume bisa mengikat ataupun tidak berubah
- Penurunan ikatan obat dengan protein lebih banyak apabila tidak sesuai target
maka menimbulkan efek
- Terkait akumulasi pasien, obat yang diterima lebih dari 5 sehingga obat akan
terakumulasi sehingga konsentrasi obat terhadap pasien harus diturunkan
dosisnya , penumpukan cairan tubuh akan meningkat
2.1.4 Perubahan farmakodinamika
1. Perubahan metabolit dan eksresi obat
Beberapa obat akan menurun akibat aliran darah ke hati. Sehingga efeksi mempengaruhi nilai
klirens. Pada pasien gangguan ginjal kita fokuskan obat yang terakumulasi diutamakan dan
mencegah efek toksik. Diakibatkan perubahan biokimia atau fisiologi dapat dioptimalkan
terhadap pasien dapat disesuaikan fungsi ginjal pasien
- Pendekatan TDM
- Pendekatan praktis fungsi ginjal diedline penurunan dosis teradap pasien
Antibiotika terhadap TDM :
a. Karakteristik obat
b. Memiliki paruh obat singkat
c. Korelasi antara obat dan respon sulit

2.2 SOAL MATERI


1. INDIVIDUALISASI DOSIS PADA KONDISI PATOLOGI KHUSUS DENGAN
TDM (KASUS GINJAL)
Waktu paro eliminasi Tobramisin menurut Pustaka pada populasi normal adalah 3,9
jam dengan volume distribusi 24,5%BB. Untuk terapi pneumonia, kadar minimal yang
dibutuhkan berkisar antara 0,5-2 mg/L, dan kadar puncak 6-10 mg/L. Seorang penderita
dewasa 34 tahun dan 56 kg positif terhadap Pseudomonas aeruginosa yang dirawat di RS
akan diterapi dengan obat tersebut secara intravena bolus. Dosis pada kondisi normal
adalah 2-3 mg/KgBB/hari dan data lab menunjukkan pasien uremia setelah pemberian dosis
ke-4 (Kadar kreatinin dilaporkan 2,4 mg%). Fraksi tobramisin yang diekskresikan melalui
ginjal sebesar 98%. Dilakukan TDM dan diambil sample darah pasien pada 4 jam dan 10
jam setelah pemberian dosis ke-4. Pada 4 jam setelah dosis ke-4, kadar terlaporkan 10,51
mg/L dan pada 10 jam setelah dosis ke-4 terlaporkan 6,65 mg/L. Interpretasikan hasil TDM
tersebut dan hitung penyesuaian dosisnya
Dik = t1/2 = 3,9 jam
Vd = 24.5%
BB Cpmm = 0.5-2 mg/L
Cp maks = 6-10 mg/L
Penderita Dewasa = 34 tahun dan 56 kg
DPO = 2-3 mg/kg BB /hari Uremia pemberian dosis ke-4
Kadar kreatinin =2,4 mg% f= 98%
Diambil sampel darah = 4 jam – 10 jam pemberian dosis ke-4
Dit = interpretasikan hasil TDM tersebut dan hitung penyesuaian dosisnya
Jawaban :
Penyesuaian dosis
𝐶𝑙𝑐𝑟 = 100−12 = 36.66 𝑚𝑔
24

Metode Cochruff and


𝐶𝑙𝑐𝑟 [146 − 𝑢𝑚𝑢𝑟]𝑥𝐵𝐵 𝐶𝑙𝑐𝑟 = [146 − 34]𝑥56 = 5936 = 34.35 𝑚𝑔
72𝑥𝐶𝑙𝑟 72𝑥2.4 172.8
Tobramisin = 98% dalam ginjal menjadi F=0.48 klirens
𝐶𝑜 = 1 − 𝐹 [1 𝐶𝑙𝑐𝑟 ]
𝐶𝑙𝑐𝑟
34.35
𝐶𝑙 = 1 − 0.98 [1 – 98
𝐶𝑙 = 0.02𝑥0.35
𝐶𝑙 = 0.007
4𝑗𝑎𝑚 𝐷𝑂° = 10.51𝑥0.007 = 0.07𝑚𝑔/𝐿
10𝑗𝑎𝑚𝐷𝑂° = 6𝑥65𝑥0.007 = 0.04𝑚𝑔/L
BAB III
PORTOPOLIO

PORTOFOLIO PRAKTIKUM THERAPEUTIC DRUG MONITORING

Nama : Noor Afifah


NPM : 066118179
Judul Artikel : Dapagliflozin in Patients with Chronic Kidney Disease
Nama Obat yang di TDM : Dapagliflozin
Latar Belakang/Alasan dilakukannya
: Patients with chronic kidney disease have a high risk of
TDM berdasarkan informasi dari
adverse kidney and cardiovascular outcomes. The effect of
artikel
dapagliflozin in patients with chronic kidney disease, with or
without type 2 diabetes, is not known (Pasien dengan
penyakit ginjal kronis memiliki risiko tinggi terhadap
dampak buruk pada ginjal dan kardiovaskular. Efek
dapagliflozin pada pasien penyakit ginjal kronis, dengan atau
tanpa diabetes tipe 2, belum diketahui)
Metode TDM
a. Karakteristik subyek/pasien yang : Orang dewasa Perempuan
terlibat
b. Metode sampling darah :
c. Waktu sampling darah :
d. Lamanya sampling darah :
e. Volume darah yang diambil :
f. Regimen dosis obat yang di TDM : 10 mg sekali sehari
g. Rentang terapeutik obat :
Metode Analisis Darah :

Hasil
a. Kadar obat di dalam darah : Hasil utamanya adalah gabungan dari penurunan
setelah dianalisis (jika ada, berkelanjutan pada perkiraan laju filtrasi glomerulus (GFR)
lampirkan kurva kadar obat minimal 50%, penyakit ginjal stadium akhir, atau kematian
terhadap waktu). Jelaskan pula akibat penyakit ginjal atau kardiovaskular (Panel A). Hasil
apakah kadar obat di dalam primer dan hasil sekunder gabungan dari penurunan
darah yang di analisis masuk ke berkelanjutan pada perkiraan GFR minimal 50%, penyakit
dalam rentang terapeutiknya ginjal stadium akhir, atau kematian akibat ginjal (Panel B),
atau tidak. gabungan kematian akibat penyakit kardiovaskular, atau
rawat inap selama gagal jantung (Panel C), dan kematian
karena sebab apa pun (Panel D) diperkirakan dengan
menggunakan metode Kaplan – Meier. Rasio bahaya,
interval kepercayaan, dan nilai P diperkirakan dengan
menggunakan model regresi bahaya proporsional Cox,
dikelompokkan berdasarkan faktor pengacakan (diagnosis
diabetes dan rasio albumin terhadap kreatinin urin) dan
disesuaikan dengan perkiraan GFR awal. Yang termasuk
dalam analisis ini adalah semua peserta yang telah menjalani
pengacakan dan menerima setidaknya satu dosis
dapagliflozin atau plasebo. Grafiknya terpotong pada 32
bulan
b. Interpretasi hasil : Komite pemantau data independen merekomendasikan
penghentian uji coba karena kemanjurannya. Selama rata-
rata 2,4 tahun, peristiwa hasil primer terjadi pada 197 dari
2152 peserta (9,2%) pada kelompok dapagliflozin dan 312
dari 2152 peserta (14,5%) pada kelompok plasebo (rasio
bahaya, 0,61; interval kepercayaan 95%). [CI], 0,51 hingga
0,72; ;
c. Hasil lainnya yang berhubungan : Yang ditampilkan adalah perubahan rata-rata kuadrat
dengan TDM atau kadar obat di terkecil dari data dasar dalam estimasi GFR, dihitung dengan
dalam plasma (misalnya terkait menggunakan analisis pengukuran berulang termasuk istilah
ESO atau Adverse Drug reaction, untuk kelompok uji, pengukuran awal, kunjungan, dan
atau Clinical Outcome) interaksi antara kelompok kunjungan dan kelompok uji.
Bilah I menunjukkan kesalahan standar. Perkiraan rata-rata
GFR pada awal adalah 43,2 ml per menit per 1,73 m2 luas
permukaan tubuh pada kelompok dapagliflozin dan 43,0 ml
per menit per 1,73 m2 pada kelompok plasebo. G
Kesimpulan hasil TDM obat tersebut : Di antara pasien dengan penyakit ginjal kronis, terlepas
(Anda dapat menjelaskan dari sisi perlu dari ada atau tidaknya diabetes, risiko gabungan penurunan
atau tidaknya penyesuaian dosis). perkiraan GFR minimal 50%, penyakit ginjal stadium akhir,
atau kematian akibat penyakit ginjal atau kardiovaskular
adalah signifikan. lebih rendah dengan dapagliflozin
dibandingkan dengan plasebo
DAFTAR PUSTAKA

Abdelrahim H.E.A., 2008, Therapeutic Drug Monitoring Service in Malaysia: Current

Practice and Cost Evaluation, Thesis, University Sains Malaysia.

Agrawal Y., 2011, Critical valuesfor therapeutic drug levels, www.clr‐online.com,

Diakses: 19 Oktober 2012.

Ghiculescu R.A 2008 Therapeutic drug monitoring ; which drug,who to do it. Austr Presc
31; 42-44

Touw D.J,Neef C., Thomson A.H., Vinks A.A., 2007, Cost‐effectiveness of therapeutic
drug monitoring: an update, EJHP Sci 13: 83‐91.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai