Anda di halaman 1dari 5

Nama : Waffa Nabillah Ramadhina

Kelas : 2D Farmasi
Nim : 31118177
Mata kuliah : METABOLISME OBAT

RESUME
FAKTOR FAKTOR YANG BERDAMPAK PADA
METABOLISME OBAT DIDALAM TUBUH

A. Pengertian Metabolisme Obat


Metabolisme obat adalah suatu proses modifikasi biokimia dari
senyawa obat oleh organisme hidup, pada umumnya dilakukan melalui
proses enzimatik. Dalam hal ini oksidasi enzimatik di hati oleh enzim
mikrosomal oksidase adalah salah satu dari proses-proses penting dalam
disposisi obat dan bahan bahan kimia lain dalam tubuh manusia. Kecepatan
metabolisme ini sering merupakan tahapan penentu atau rate limiting step
pada eliminasi obat, atau pada pembentukan metabolit-metabolit yang aktif.
Metabolisme mempunyai tiga tujuan utama, yaitu memberikan
energi pada tubuh, untuk memecah suatu senyawa menjadi lbih sederhana
atau biosintesa senyawa-senyawa yang lebih kompleks, dan untuk
biotransformasi senyawa-senyawa asing menjadi senyawa yang lebih polar,
larut dalam air dan dalam struktur yang terionisasi, sehingga dapat
dieliminasi dengan mudah oleh tubuh.
Metabolisme obat adalah satu satunya proses biotransformasi obat
oleh oleh lingkungan biologis. Metabolisme obat sering juga disebut
sebagai proses detokasi atau detoksifikasi. Tetapi istilah ini tidak dapat
dipakai pada semua keadaan. Karena metabolit yang terbentuk kadang
kdang lebih toksik dari obat induknya. Contoh: metabolisme dari fenasetin,
piridin dan asetaminofen. Metabolit yang reaktif ini berkaitan dengan asam
nukleat atau protein sehingga menyebabkan efek toksik pada sel dan
nekrosis pada jaringan.
B. Faktor Faktor yang Berdampak Pada Metabolisme Obat Didalam Tubuh
Adapun faktor faktor yang dapat mempengaruhi atau berdampak
pada metabolisme suatu obat didalam tubuh, yang terdiri dari :
 Faktor klinis
Faktor klinis terbagi menjadi dua, yaitu faktor klinis yang di pengaruhi oleh
pasien, dan juga yang dipengaruhi oleh terapi. Faktor klinis yang dipengaruhi
oleh pasien menyangkut beberapa hal, seperti faktor umur, jenis kelamin dan
juga genetik. Karena kebanyakan obat digunakan oleh banyak orang dari
berbagai tingkatan umur, dan perbedaan jenis kelamin. Hal ini akan
mempengaruhi regimen dosis.
1. Faktor genetik atau keturunan
Adanya variasi genetik yang mempengaruhi tingkat aktivitas enzim
akan memberikan pula variasi dalam kecepatan metabolism obat.
Variasi genetik ini bisa dalam bentuk variasi enzim yang berperan
penting dalam ikatan atau transport obat. Succiniicholine sebagai
contoh, hanya dimetabolisme setengah kali orang normal pada orang
yang secara genetic kekurangan enzim pseudocholinesterase. Perbedaan
dalam kecepatan metabolism juga tampak pada asetilasi dari isoniazid,
dimana terjadi perbedaan dalam proses asetilasi pada orang-orang
Jepang, Eskimo, Amerika Latin dan Amerika negro. Penelitian yang
dilakukan oleh Branch membuktikan adanya pengaruh genetik dan
lingkungan dalam disposisi obat. Hal ini ditunjukkan oleh adanya
perbedaan yang bermakna pada waktu peruh eliminasi dan klirens
antipirin pada orang Inggris dan orang Sudan. Pada orang Sudan, harga
paruh waktu eliminasi antipirin hampir dua kali orang Inggris.
2. Perbedaan spesies dan galur
Pengamatan pengaruh perbedaan spesies dan galur terhadap
metabolisme obat sudah banyak dilakukan yaitu pada tipe reaksi
metabolit atau perbedaan kualitatif dan pada kecepatan metabolisme
atau perbedaan kuantitatif.
Contohnya, Fenilasetat pada manusia terkonjugasi dengan glisin dan
glutamin, sedangkan pada kelici dan tkus terkojugasi pada glisin saja.
3. Perbedaan umur dan jenis kelamin
Beberapa penelitian membuktikan adanya pengaruh kecepatan
metabolisme obat karena pengaruh umur dan jenis kelamin. Pada orang
tua (rata-rata 77tahun) waktu paruh antipirin dan phenilbutazon masing-
masing 45% dan 29%lebih besar dibanding control (rata-rata 26 tahun).
Oleh Alvares ditunjukkan bahwa kecepatan metabolism obat pada anak-
anak hampir dua kali lebih besardibanding orang dewasa. Alasan yang
dipakai untuk menjelaskan keadaan ini adalah adanya perbedaan pada
perbandingan berat hati terhadap berat badan. Pada anak-anak umur 2
tahun, harga rasio harga rasio ini (40-50%) lebih besar, sedang pada
anak-anak umur 6 tahun 30% lebih besar dibanding orang dewasa.
Studi efek hormon androgen, seperti testeron, pada sistem mikrosom
hati menunujukkan bahwa rangsangan enzim oksidasi pada tikus jantan
ternyata berhubungan dengan aktivitas anabolik dan tidak berhubungan
dengan efek androgenik. Dan walaupun pengaruh jenis kelamin
terhadap kecepatan metabolism baru dilaporkan terjadi pada tikus, tetapi
oleh O’ Malley ditunjukkan bahwa kecepatan metabolism obat pada
wanita lebih besar dibanding pria.
4. Faktor interaksi obat
Beberapa obat disebabkan oleh sifat lipofiliknya yang sangat tinggi,
tidak saja diterima oleh enzim pada tempat aktifnya tetapi secara tidak
spesifik berikatan dengan membrane lipofil pada reticulum
endoplasma. Pada keadaani ini mereka dapat menginduksi enzim
mikrosom, atau secara kompetitif dapat menghambat metabolisme obat
lain yang diberikan bersama-sama. Hal ini dapatmenyebabkan efek
terapi suatu obat menjadi menurun, atau menyebabkan efektoksik pada
obat-obat dengan indeks terapi yang sempit.
5. Induksi enzim metabolisme
Peningktan aktivitas enzim metabolisme obat obat tertentu atau
proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan
menurunkan kadar obat bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis
obat menurun dan masa kerjanya menjadi lebih singkat.
Sebagai contoh phenobarbital, dapat meningkatkan enzim
mikrosom sehingga meningkatkan metabolisme warfarin dan
menurunkan efek antikoagulannya.
6. Adanya keberadaan penyakit lain
Hal ini juga akan mempengaruhi regimen dosis. Sebagai contoh
pengobatan pada orang yang memiliki gangguan pada ginjal berbeda
dengan pengobatan pada orang normal, hal ini dikarenakan gangguan
ginjal menyebabkan penurunan fungsi ginjal, sehingga dapat
menurunkan kliren metabolit obat dalam tubuh. Oleh karena itu perlu
adanya penyesuaian dosis, sehingga tidak terjadi efek toksik, karena
peningkatan kadar obat dalam darah. Selain itu pada orang yang
memiliki kelainan pada hepar, juga perlu adanya penyesuaian dosis
obat. Hal ini dikarenakan fungsi utama hepar sebagai organ
pemetabolisme mengalami penurunan, sehingga apabila tidak
disesuaikan dosisnya, dapat menimbulkan toksisitas atau ketidak
tercapaianefek terapi yang diinginkan.

 Faktor lain
1. Rute pemberian
Injeksi intravena tidak memerlukan absorpsi obat namun apabila
rute pemberian secara per oral, obat harus mengalami absorbsi,
distribusi,biotransformasi yang menyebabkan obat tersebut diperlukan
penyesuaian dosis agar efek terapetik yang diinginkan tercapai.
2. Bentuk sediaan
Formulasi sediaan obat juga berhubungan dengan rute pemberian
obat, apabila bentuk tablet yang digunakan per oral diperlukan perkiraan
dosis yangtepat karena panjangnya rute perjalanan obat yang dilalui
secara per oral dan terjadinya first pass pada hepar

C. Kesimpulan
Dengan adanya faktor faktor tersebut, maka efek farmakologis obat
dalam tubuh ada yang cepat terasa dan adapula yang terasa sangat lambat.
Jadi pada dasarnya respon obat didalam tubuh dapat berbeda-beda. Hal
tersebut tergantung dengan jumlah dosis yang diminum, jenis obat yang
diminum, serta faktor-faktor biologis yang dimiliki oleh tubuh. Dan didalam
tubuh sebelum obat dapat bekerja dengan baik dan menghasilkan efek
farmakologis yang diinginkan. Obat harus melalui tahap yang dilewati yaitu
absorption, distribution, metabolism, dan juga excretion. Pada setiap
tahapan tersebut terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau
lambatnya obat dalam menghasilkan efek farmakologisnya. Jadi dapat
dikatakan bahwa, terdapatnya faktor faktor yang dapat mempengaruhi
metabolisme obat didalam tubuh.

D. Daftar Pustaka
Ganiswara, dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi Obat. Jakarta : UI press.
Neal, M.J. 2005. Farmakologi Medis Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Gardon dan Paul Skett. 1991. Pengantar Metabolisme Obat. Jakarta: UI
press.
Katzung, Bertram. G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta:
Salemba Merdeka.
Artawan, I. W.B. 1989. “Studi Metabolisme Obat Pada Manusia Dengan
Eliminasi Antipirin Sebagai Indicator”. Surabaya: Skripsi
Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai