Anda di halaman 1dari 10

JURNAL PENGARUH INDUKSI DAN INHIBISI METABOLISME OBAT

Untuk memenuhi sebagian persyaratan praktikum


dalam menempuh Mata Kuliah Pr. Farmakologi Dasar
yang dibina oleh Tim Mata Kuliah Pr. Farmakologi Dasar

OLEH

PRADIKA HANDIWIANTA NIM 14149

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG


2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan

Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim


pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya

1.2 Latar Belakang dan Dasar Teori

Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan
biologi yang dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat
berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati merupakan organ utama tempat
metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif mengeksresi obat yang bersifat lipofil karena
mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi glomelurus. Oleh karena
itu, obat yang lipofil harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih polar
supaya reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.
Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I merubah senyawa lipofil
menjadi senyawa yang mempunyai gugus fungsional seperti OH, NH2, dan COOH. Ini
bertujuan agar senyawa lebih mudah mengalami proses perubahan selanjutnya. Hasil
metabolisme fase I mungkin mempengaruhi efek farmakologinya. Metabolisme fase I
kebanyakan menggunakan enzim sitokrom P450 yang banyak terdapat di sel hepar dan GI.
Enzim ini juga berperan penting dalam memetabolisme zat endogen seperti steroid, lemak
dan detoksifikasi zat eksogen. Namun demikian, ada juga metabolisme fase I yang tidak
menggunakan enzim sitokrom P450, seperti pada oksidasi katekolamin, histamine dan etanol.
Reaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belum cukup polar setelah mengalami
metabolisme fase I, ini terutama terjadi pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi ialah reaksi
penggabungan antara obat dengan zat endogen seperti asam glukoronat, asam sulfat, asam
asetat dan asam amino. Hasil reaksi konjugasi berupa zat yang sangat polar dan tidak aktif
secara farmakologi. Glukoronidasi adalah reaksi konjugasi yang paling umum dan paling
penting dalam ekskresi dan inaktifasi obat.
Untuk obat yang sudah mempunyai gugus seperti OH, NH 2, SH dan COOH mungkin
tidak perlu mengalami reaksi fase I untuk dimetabolisme fase II. Dengan demikian tidak
semua zat mengalami reaksi fase I terlebih dahulu sebelum reaksi fase II. Bahkan zat dapat
mengalami metabolisme fase II terlebih dahulu sebelum mengalami metabolisme fase I.
(Mycek,2001)
Metabolisme obat terutama terjadi di hati,yakni di membran endoplasmic
reticulum(mikrosom)dan di cytosol.Tempat metabolisme yang lain (ekstra hepatik) adalah:
dinding usus, Ginjal, Paru, Darah, Otak dan Kulit,juga di lumen kolon(oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi
polar (larut air)agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu.dengan perubahan ini
obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif.Tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif(jika
asalnya prodrug),kurang aktif,atau menjadi toksik.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytocrome P450
(cyp)yang disebut juga enzim monooksigenase atau MFO (Mixed Fungtion Oxidase) dalam
endoplasmic reticulum (mikrosom)hati.Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau
inhibisi enzim metabolisme,terutama enzim cyp.
Induksi berarti peningkatan sistem enzim metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga
terjadi peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang
bersangkutan.
Inhibisi enzim metabolisme berarti hambatan yang terjadi secara langsung dengan akibat
peningkatan kadar substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara langsung.
(Mardjono,2007,hal 8)
Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan induksi enzim
(menaikkan kecepatan sintesis enzim). Kenaikkan aktivitas enzim metabolisme ini
menyebabkan lebih cepatnya metabolisme dan yang pada umurnnya merupakan proses
deaktivasi obat sehingga mengurangi kadarnya di dalam plasma dan memperpendek waktu
paro obat. Karena itu intensitas dan durasi efek farmakologinya berkurang. Sekorbarbital,
pentobarbital, alobarbital dan fenobarbital menaikkan kadar sitokrom P-450, serta
meningkatkan kecepatan beberapa reaksi metabolisme seperti deetilasi fenasetin, demetilasi
aminopirin, 4 hidroksilasi bifenil dan hidroksilasi heksobarbital.
Pengaruh induksi dan penghambat enzim terhadap efek farmakologik dan toksisitas
cukup besar, sehingga perlu diperhatikan oleh para praktisi. Sehingga contoh pemberian
fenobarbital bersama-sama dengan warfarin akan mengurangi efek anti koagulansianya.
Demikian pula pemberian simetidina suatu antagonis reseptor H-2, akan menghambat
aktivitas sitokrom P-450 dalam memetabolisis obat-obat lain. Induksi enzim menunjukan
variasi yang besar antara spesies, dan bahkan antar keturunan dalarn satu spesies. Selain itu
variasi juga terjadi antara jaringan satu dengan yang lain di dalam tubuh binatang.
Pengetahuan tentang pengaruh induktor dan inhibitor enzim terhadap laju, metabolisme
obat akan sangat membantu dalarn memperkirakan perubahan-perubahan yang terjadi pada
efek farmakodinamikanya.

Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis,masa kerja,dan toksisitas


obat.Oleh karena itu pengetahuan tentang metabolisme obat penting dalam studi.suatu obat
dapat menimbulkan suatu respon biologis dengan melalui dua jalur,yaitu:
a.       Obat aktif setelah masuk melalui peredaran darah,langsuns berinteraksi dengan reseptor
dan menimbulkan respon biologis.
b.      Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah  mengalami proses metabolisme menjadi
obat aktif,berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis(bioaktivasi)
Secara umum tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak
aktif dan tidak toksik(bioinaktivasi atau detoksifikasi),mudah larut dalam air dan kemudian
diekskresikan dari tubuh.Hasil metabolit obat bersifat lebih toksik dibanding dengan senyawa
induk(biootoksifikasi)dan ada pula hasilmetabolit obat yang mempunyai efek farmakologis
berbeda dengan senyawa induk.contoh:Iproniazid,suatu obat perangsang system syaraf
pusat,dalam tubuh di metabolis menjadi isoniazid yang berkhasiat sebagai antituberkolosis.

Faktor-faktor yang mempengarui metabolisme obat:


Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawi dan
enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit.Jumlah metabolit ditentukan oleh
kadar dan aktivitas enzim yang berperan dalam proses metabolisme.Kecepatan metabolisme
dapat menentukan intensitas dan masa kerja obat.Kecepatan metabolisme ini kemungkinan
berbeda-beda pada masing-masing individu.Penurunan kecepatan metabolisme akan
meningkatkan intensitas dan memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan
meningkatkan toksisitas obat.Kenaikan kecepatan metabolisme akan menurunkan intensitas
dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak efektif pada dosis normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain:
1.    Faktor Genetik atau keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang terjadi dalam
system kehidupan.Hal ini menunjukkan bahwa factor genetic atau keturunan ikut
berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat.
2.    Perbedaan spesies dan galur
Pada proses metabolisme obat,perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur
kemungkinan sama atau sedikit berbeda,tetapi kadang-kadang ada perbedan ruang cukup
besar pada reaksi metabolismenya.
3.    Perbedaan jenis kelamin
Pada spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan
metabolisme obat
4.    Perbedaan umur
Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom hati
yang diperlukan untuk memetabolisme obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka
terhadap obat.
5.    Penghambatan enzim metabolisme
Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa
yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan intensitas efek
obat,memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek samping
dan toksisitas.
6.    Induksi enzim metabolisme
Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan metabolisme
obat dan memperpendek masa kerja obat.Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat
meningkatkan jumlah atau aktivitas enzim metabolisme dan bukan Karena
permeablelitas mikrosom atau adanya reaksi penghambatan.Peningkatan aktivitas enzim
metabolisme obat-obat tertentuatau proses induksi enzim mempercepat proses
metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas dalam plasma sehingga efek
farmakologis obat menurun dan masa kerjanya menjadi lebih singkat.
Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat karena dapat meningkatkan
metabolisme dan metabolit reaktif.

Tempat metabolisme obat


Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan-jaringan dan organ-
organ seperti hati,ginjal,paru dan saluran cerna.Hati merupakan  organ tubuh tempat utama
metabolisme obat oleh karena mengandung enzim-enzim metabolisme dibanding organ
lain.Metabolisme obat di hati terjadi pada membrane reticulum endoplasma sel.Retikulum
endoplasma terdiri dari dua tipe yang berbeda,baik bentuk maupun fungsinya.Tipe 1
mempunyai permukaan membran yang kasar,terdiri dari ribosom-ribosom yang tersusun
secara khas dan berfungsi mengatur susunan genetik asam aminoyang diperlukan untuk
sintesis protein.Tipe 2 mempunyai permukaan membran yang halus tidak mengandung
ribosom.Kedua tipe ini merupakan tempat enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme
obat. Jalur umum metabolisme obat dan senyawa organik asing Reaksi metabolisme obat dan
dan senyawa organic asing ada dua tahap yaitu:
1.      Reaksi fase I atau reaksi fungsionalisasi tujuan reaksi ini adalah memasukkan gugus 
fungsional tertentu yang besifat polar.
2.      Reaksi fase II atau reaksi konjugasi. Tujuan reaksi ini adalah mengikat gugus
fungsional hasil metabolit reaksi fase I dengan senyawa endogen yamg mudah terionisasi
dan bersifat polar,seperti asam glukoronat,sulfat,glisin dan glutamine,menghasilkan
konjugat yang mudah larut dalam air.Hasil konjugasi yang terbentuk (konjugat)
kehilangan aktivias dan toksisitasnya,dan kemudian di ekskresikan melalui urin.

a. Reaksi Fase I
1) Oksidasi (sebagian besar di retikulum endoplasmik sel. Namun proses tersebut juga bisa
dikatalisir oleh enzim-enzim yang berada di dalam sitosol ataupun mitokondria)
 Hidrolisasi
 Dealkilasi
 Pembentukan Oksida
 Desulfurasi
 Dehalogenasi
 Deaminasi
2) Reduksi
 Reduksi Aldehida
 Reduksi Azo
 Reduksi Nitro
3) Hidrolisis
 Deesterifikasi

Reaksi Fase II (umumnya terjadi di dalam sitosol, kecuali reaksi glukuronidasi)


1) Konjugasi glukuronida
2) Asilasi (termasuk asetilasi)
3) Metilasi
4) Pembentukan asam merkapturat
5) Konjugasi sulfat

Pada metabolisme obat,gambaran secara tepat system enzin yang bertanggungjawab


terhadap proses oksidasi,reduksi,masih belum diketahui secara jelas.Secara umum diketahui
bahwa sebagian besar reaksi metabolik akan melibatkan prpses oksidasi.Proses ini
memerlukan enzim sebagai kofaktor,yaitu bentuk tereduksi dari nikotinamid-adenin-
dinukleotida fosfat (NADPH) dan nikotinamid-adenin-dinukleotida

BAB II
METODOLOGI KERJA

3.1 Bahan dan alat

1) fenobarbital
2) cimetidin
3) paracetamol
4) asam asetat
5) aquadest
6) Spuit injeksi
7) Jarum suntik oral (ujung tumpul)
8) Stop watch
9) Labu ukur
10) Kertas perkamen
11) Pipet tetes
12) Hewan uji (mencit)

3.2 Perhitungan dosis

Pembuatan larutan asam asetat 1%


1
Asam asetat : x 100 ml = 1 gram
100
99
Aquadest : x 100 ml = 99 ml
100

Dosis asam asetat 300 mg/kg BB


Dosis manusia (70kg) : 300 mg/kg x 70 kg = 21.000 mg
Nilai konversi manusia ke mencit adalah 0,0026
Dosis mencit 20 gram : 21.000 mg x 0,0026 = 54,6 mg
100 0 mg
Larutan stok : = 10 mg/ml
10 0 ml
Volume penyuntikan intraperitonial :
dosis mencit 54,6 mg
x volume maks yang diberikan = x 1 ml = 5,46 ml
larutan stok 10 mg/ml
Dosis Paracetamol , Fenobarbital, dan Cimetidin 80 mg/kg BB
Dosis manusia (70kg) : 80 mg/kg x 70 kg = 5600 mg
Nilai konversi manusia ke mencit adalah 0,0026
Dosis mencit 20 gram : 5600 mg x 0,0026 = 14,56 mg
200 mg
Larutan stok : = 20 mg/ml
10 ml
Volume per oral :
dosis mencit 14,56 mg
x volume maks yang diberikan = x 1 ml = 0,728 ml
larutan stok 20 mg/ml

3.3 Prosedur kerja

A. Penimbangan bobot hewan uji


1) Disiapkan timbangan
2) Dipegang ekor mencit, diangkat dan diletakkan di atas timbangan
3) Dicatat berat mencit

B. Penandaan pada hewan uji


1) Mencit diangkat kemudian diletakkan di atas kandang
2) Dipegang ujung ekor mencit dengan tangan kanan dan dibiarkan kaki depan perpaut
pada kawat kandang
3) Ditandai ekor mencit dengan spidol permanen sesuai nomor urut hewan uji

C. Pembuatan larutan
1) Siapkan alat dan bahan
2) Buat larutan asam asetat 1%
3) Hitung dosis yang diberikan sesuai cara pemberian
4) Timbang zat aktif kemudian larutkan dalam labu ukur, lakukan pengenceran
5) Masukkan pada spuit 1 ml

D. Cara kerja
1) Hewan uji dibagi dalam 4 kelompok
2) Kelompok I (kontrol): hewan uji sebagai kontrol negative diinduksi dengan disuntik
intraperitonial larutan asam asetat 1% dengan dosis 300 mg/ kg BB, 5 menit
berikutnya diberikan analgesik (paracetamol 80 mg/Kg) secara peroral.
3) Kelompok II: perlakuan sama dengan kelompok I tetapi ½ jam sebelumnya diberikan
praperlakuan fenobarbital 80 mg/kg peroral.
4) Kelompok III : perlakuan sama dengan kelompok I tetapi 1/2 jam sebelumnya
diberikan praperlakuan cimetidin 80mg/kg peroral.
5) Amati mula kerja obat dengan melihat geliat mencit ( perut kejang dan kaki ditarik ke
belakang ) dan jumlah kumulatif geliat yang timbul setiap selang waktu 5 menit
selama 60 menit. Hitung daya analgesiknya.

D. Cara Penyuntikan Intraperitoneal.


1.   Pemberian obat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik yang ujungnya runcing.
2.  Memegang mencit dengan menjepit bagian tekuk menggunakan ibu jari dan jari
telunjuk, dan ekornya dijepit diantara jari manis dan kelingking.
3.   Posisi hewan terbalik, kepala lebih rendah daripada abdomen.
4.   Posisi jarum suntik sepuluh derajat dari abdomen berlawanan arah dengan kepala
(arah jarum ke bagian perut.
5.   Lokasi suntikan pada bagian tengah abdomen, pada daerah yang sedikit menepi dari
garis tengah agar jarum suntik tidak terkena kandung kemih dan tidak terlalu tinggi
agar tidak terkena penyuntikan pada hati.
6.   Suntikan di bawah kulit dengan terlebih dahulu membersihkan lokasi suntikan dengan
alkohol 70%.

Anda mungkin juga menyukai