OLEH
1.1 Tujuan
Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan
biologi yang dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat
berkurang karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati merupakan organ utama tempat
metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif mengeksresi obat yang bersifat lipofil karena
mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi glomelurus. Oleh karena
itu, obat yang lipofil harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih polar
supaya reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.
Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I merubah senyawa lipofil
menjadi senyawa yang mempunyai gugus fungsional seperti OH, NH2, dan COOH. Ini
bertujuan agar senyawa lebih mudah mengalami proses perubahan selanjutnya. Hasil
metabolisme fase I mungkin mempengaruhi efek farmakologinya. Metabolisme fase I
kebanyakan menggunakan enzim sitokrom P450 yang banyak terdapat di sel hepar dan GI.
Enzim ini juga berperan penting dalam memetabolisme zat endogen seperti steroid, lemak
dan detoksifikasi zat eksogen. Namun demikian, ada juga metabolisme fase I yang tidak
menggunakan enzim sitokrom P450, seperti pada oksidasi katekolamin, histamine dan etanol.
Reaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belum cukup polar setelah mengalami
metabolisme fase I, ini terutama terjadi pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi ialah reaksi
penggabungan antara obat dengan zat endogen seperti asam glukoronat, asam sulfat, asam
asetat dan asam amino. Hasil reaksi konjugasi berupa zat yang sangat polar dan tidak aktif
secara farmakologi. Glukoronidasi adalah reaksi konjugasi yang paling umum dan paling
penting dalam ekskresi dan inaktifasi obat.
Untuk obat yang sudah mempunyai gugus seperti OH, NH 2, SH dan COOH mungkin
tidak perlu mengalami reaksi fase I untuk dimetabolisme fase II. Dengan demikian tidak
semua zat mengalami reaksi fase I terlebih dahulu sebelum reaksi fase II. Bahkan zat dapat
mengalami metabolisme fase II terlebih dahulu sebelum mengalami metabolisme fase I.
(Mycek,2001)
Metabolisme obat terutama terjadi di hati,yakni di membran endoplasmic
reticulum(mikrosom)dan di cytosol.Tempat metabolisme yang lain (ekstra hepatik) adalah:
dinding usus, Ginjal, Paru, Darah, Otak dan Kulit,juga di lumen kolon(oleh flora usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar (larut lemak) menjadi
polar (larut air)agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu.dengan perubahan ini
obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif.Tapi sebagian berubah menjadi lebih aktif(jika
asalnya prodrug),kurang aktif,atau menjadi toksik.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytocrome P450
(cyp)yang disebut juga enzim monooksigenase atau MFO (Mixed Fungtion Oxidase) dalam
endoplasmic reticulum (mikrosom)hati.Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi atau
inhibisi enzim metabolisme,terutama enzim cyp.
Induksi berarti peningkatan sistem enzim metabolisme pada tingkat transkripsi sehingga
terjadi peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang
bersangkutan.
Inhibisi enzim metabolisme berarti hambatan yang terjadi secara langsung dengan akibat
peningkatan kadar substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara langsung.
(Mardjono,2007,hal 8)
Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan induksi enzim
(menaikkan kecepatan sintesis enzim). Kenaikkan aktivitas enzim metabolisme ini
menyebabkan lebih cepatnya metabolisme dan yang pada umurnnya merupakan proses
deaktivasi obat sehingga mengurangi kadarnya di dalam plasma dan memperpendek waktu
paro obat. Karena itu intensitas dan durasi efek farmakologinya berkurang. Sekorbarbital,
pentobarbital, alobarbital dan fenobarbital menaikkan kadar sitokrom P-450, serta
meningkatkan kecepatan beberapa reaksi metabolisme seperti deetilasi fenasetin, demetilasi
aminopirin, 4 hidroksilasi bifenil dan hidroksilasi heksobarbital.
Pengaruh induksi dan penghambat enzim terhadap efek farmakologik dan toksisitas
cukup besar, sehingga perlu diperhatikan oleh para praktisi. Sehingga contoh pemberian
fenobarbital bersama-sama dengan warfarin akan mengurangi efek anti koagulansianya.
Demikian pula pemberian simetidina suatu antagonis reseptor H-2, akan menghambat
aktivitas sitokrom P-450 dalam memetabolisis obat-obat lain. Induksi enzim menunjukan
variasi yang besar antara spesies, dan bahkan antar keturunan dalarn satu spesies. Selain itu
variasi juga terjadi antara jaringan satu dengan yang lain di dalam tubuh binatang.
Pengetahuan tentang pengaruh induktor dan inhibitor enzim terhadap laju, metabolisme
obat akan sangat membantu dalarn memperkirakan perubahan-perubahan yang terjadi pada
efek farmakodinamikanya.
a. Reaksi Fase I
1) Oksidasi (sebagian besar di retikulum endoplasmik sel. Namun proses tersebut juga bisa
dikatalisir oleh enzim-enzim yang berada di dalam sitosol ataupun mitokondria)
Hidrolisasi
Dealkilasi
Pembentukan Oksida
Desulfurasi
Dehalogenasi
Deaminasi
2) Reduksi
Reduksi Aldehida
Reduksi Azo
Reduksi Nitro
3) Hidrolisis
Deesterifikasi
BAB II
METODOLOGI KERJA
1) fenobarbital
2) cimetidin
3) paracetamol
4) asam asetat
5) aquadest
6) Spuit injeksi
7) Jarum suntik oral (ujung tumpul)
8) Stop watch
9) Labu ukur
10) Kertas perkamen
11) Pipet tetes
12) Hewan uji (mencit)
C. Pembuatan larutan
1) Siapkan alat dan bahan
2) Buat larutan asam asetat 1%
3) Hitung dosis yang diberikan sesuai cara pemberian
4) Timbang zat aktif kemudian larutkan dalam labu ukur, lakukan pengenceran
5) Masukkan pada spuit 1 ml
D. Cara kerja
1) Hewan uji dibagi dalam 4 kelompok
2) Kelompok I (kontrol): hewan uji sebagai kontrol negative diinduksi dengan disuntik
intraperitonial larutan asam asetat 1% dengan dosis 300 mg/ kg BB, 5 menit
berikutnya diberikan analgesik (paracetamol 80 mg/Kg) secara peroral.
3) Kelompok II: perlakuan sama dengan kelompok I tetapi ½ jam sebelumnya diberikan
praperlakuan fenobarbital 80 mg/kg peroral.
4) Kelompok III : perlakuan sama dengan kelompok I tetapi 1/2 jam sebelumnya
diberikan praperlakuan cimetidin 80mg/kg peroral.
5) Amati mula kerja obat dengan melihat geliat mencit ( perut kejang dan kaki ditarik ke
belakang ) dan jumlah kumulatif geliat yang timbul setiap selang waktu 5 menit
selama 60 menit. Hitung daya analgesiknya.