Anda di halaman 1dari 59

DASAR TEORI

Metabolisme atau biotransformasi adalah reaksi perubahan


zat kimia dalam jaringan biologi yang dikatalis oleh enzim
menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat berkurang
karena proses metabolisme dan ekskresi. Hati merupakan organ
utama tempat metabolisme obat. Ginjal tidak akan efektif
mengeksresi obat yang bersifat lipofil karena mereka akan
mengalami reabsorpsi di tubulus setelah melalui filtrasi
glomelurus.
Oleh
karena
itu,
obat
yang
lipofil
harus
dimetabolisme terlebih dahulu menjadi senyawa yang lebih polar
supaya reabsorpsinya berkurang sehingga mudah diekskresi.
Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I
merubah senyawa lipofil menjadi senyawa yang mempunyai
gugus fungsional seperti OH, NH 2, dan COOH. Ini bertujuan agar
senyawa lebih mudah mengalami proses perubahan selanjutnya.
Hasil metabolisme fase I mungkin mempengaruhi efek
farmakologinya. Metabolisme fase I kebanyakan menggunakan
enzim sitokrom P450 yang banyak terdapat di sel hepar dan GI.
Enzim ini juga berperan penting dalam memetabolisme zat
endogen seperti steroid, lemak dan detoksifikasi zat eksogen.
Namun demikian, ada juga metabolisme fase I yang tidak
menggunakan enzim sitokrom P450, seperti pada oksidasi
katekolamin, histamine dan etanol.
Reaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat
belumcukup polar setelah mengalami metabolisme fase I, ini
terutama terjadi pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi ialah
reaksi penggabungan antara obat dengan zat endogen seperti
asam glukoronat, asam sulfat, asam asetat dan asam amino. Hasil
reaksi konjugasi berupa zat yang sangat polar dan tidak aktif
secara farmakologi. Glukoronidasi adalah reaksi konjugasi yang
paling umum dan paling penting dalam ekskresi dan inaktifasi
obat.
Untuk obat yang sudah mempunyai gugus seperti OH,
NH2, SH dan COOH mungkin tidak perlu mengalami reaksi fase I
untuk dimetabolisme fase II. Dengan demikian tidak semua zat
mengalami reaksi fase I terlebih dahulu sebelum reaksi fase II.
Bahkan zat dapat mengalami metabolisme fase II terlebih dahulu
sebelum mengalami metabolisme fase I. (Mycek,2001)

Metabolisme obat terutama terjadi di hati,yakni di membran


endoplasmic
reticulum(mikrosom)dan
di
cytosol.Tempat
metabolisme yang lain (ekstra hepatik) adalah: dinding usus,
Ginjal, Paru, Darah, Otak dan Kulit,juga di lumen kolon(oleh flora
usus).
Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non
polar (larut lemak) menjadi polar (larut air)agar dapat
diekskresikan melalui ginjal atau empedu.dengan perubahan ini
obat aktif umumnya diubah menjadi inaktif.Tapi sebagian berubah
menjadi lebih aktif(jika asalnya prodrug),kurang aktif,atau
menjadi toksik.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim
cytocrome P450 (cyp)yang disebut juga enzim monooksigenase
atau MFO (Mixed Fungtion Oxidase) dalam endoplasmic reticulum
(mikrosom)hati.Interaksi dalam metabolisme obat berupa induksi
atau inhibisi enzim metabolisme,terutama enzim cyp.
Induksi berarti peningkatan sistem enzim metabolisme pada
tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan kecepatan
metabolisme
obat
yang
menjadi
substrat
enzim
yang
bersangkutan.
Inhibisi enzim metabolisme berarti hambatan yang terjadi
secara langsung dengan akibat peningkatan kadar substrat dari
enzim
yang
dihambat
juga
terjadi
secara
langsung.
(Mardjono,2007,hal 8)
Proses
metabolisme
dapat
mempengaruhi
aktivitas
biologis,masa
kerja,dan
toksisitas
obat.Oleh
karena
itu
pengetahuan
tentang
metabolisme
obat
penting
dalam
studi.suatu obat dapat menimbulkan suatu respon biologis
dengan melalui dua jalur,yaitu:
a.
Obat aktif setelah masuk melalui peredaran darah,langsuns
berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respon biologis.
b.
Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami
proses metabolisme menjadi obat aktif,berinteraksi dengan
reseptor dan menimbulkan respon biologis(bioaktivasi)
Secara umum tujuan metabolisme obat adalah mengubah
obat menjadi metabolit tidak aktif dan tidak toksik(bioinaktivasi
atau detoksifikasi),mudah larut dalam air dan kemudian
diekskresikan dari tubuh.Hasil metabolit obat bersifat lebih

1.

2.

3.

4.

5.

toksik dibanding dengan senyawa induk(biootoksifikasi)dan ada


pula hasilmetabolit obat yang mempunyai efek farmakologis
berbeda dengan senyawa induk.contoh:Iproniazid,suatu obat
perangsang system syaraf pusat,dalam tubuh di metabolis
menjadi isoniazid yang berkhasiat sebagai antituberkolosis.
Faktor-faktor yang mempengarui metabolisme obat:
Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu
proses kimiawi dan enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari
satu metabolit.Jumlah metabolit ditentukan oleh kadar dan
aktivitas
enzim
yang
berperan
dalam
proses
metabolisme.Kecepatan
metabolisme
dapat
menentukan
intensitas dan masa kerja obat.Kecepatan metabolisme ini
kemungkinan
berbeda-beda
pada
masing-masing
individu.Penurunan kecepatan metabolisme akan meningkatkan
intensitas dan memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan
meningkatkan toksisitas obat.Kenaikan kecepatan metabolisme
akan menurunkan intensitas dan memperpendek masa kerja obat
sehingga obat menjadi tidak efektif pada dosis normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antara lain:
Faktor Genetik atau keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat
kadang-kadang
terjadi
dalam
system
kehidupan.Hal
ini
menunjukkan bahwa factor genetic atau keturunan ikut berperan
terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat.
Perbedaan spesies dan galur
Pada proses metabolisme obat,perubahan kimia yang terjadi pada
spesies dan galur kemungkinan sama atau sedikit berbeda,tetapi
kadang-kadang ada perbedan uang cukup besar pada reaksi
metabolismenya.
Perbedaan jenis kelamin
Pada spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin
terhadap kecepatan metabolisme obat
Perbedaan umur
Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlah enzimenzim mikrosom hati yang diperlukan untuk memetabolisme obat
relatif masih sedikit sehingga sangat peka terhadap obat.
Penghambatan enzim metabolisme

Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersamasama suatu senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim
metabolisme
dapat
meningkatkan
intensitas
efek
obat,memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga
meningkatkan efek samping dan toksisitas.
6.
Induksi enzim metabolisme
Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan
kecepatan metabolisme obat dan memperpendek masa kerja
obat.Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan
jumlah atau aktivitas enzim metabolisme dan bukan Karena
permeablelitas
mikrosom
atau
adanya
reaksi
penghambatan.Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obatobat tertentuatau proses induksi enzim mempercepat proses
metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas dalam plasma
sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya
menjadi lebih singkat.
Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat
karena dapat meningkatkan metabolisme dan metabolit reaktif.
Tempat metabolisme obat
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada
jaringan-jaringan dan organ-organ seperti hati,ginjal,paru dan
saluran cerna.Hati merupakan organ tubuh tempat utama
metabolisme obat oleh karena mengandung enzim-enzim
metabolisme dibanding organ lain.Metabolisme obat di hati
terjadi pada membrane reticulum endoplasma sel.Retikulum
endoplasma terdiri dari dua tipe yang berbeda,baik bentuk
maupun fungsinya.Tipe 1 mempunyai permukaan membran yang
kasar,terdiri dari ribosom-ribosom yang tersusun secara khas dan
berfungsi mengatur susunan genetik asam aminoyang diperlukan
untuk sintesis protein.Tipe 2 mempunyai permukaan membran
yang halus tidak mengandung ribosom.Kedua tipe ini merupakan
tempat enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat.
Jalur umum metabolisme obat dan senyawa organik asing Reaksi
metabolisme obat dan dan senyawa organic asing ada dua tahap
yaitu:
1.
Reaksi fase I atau reaksi fungsionalisasi
2.
Reaksi fase II atau reaksi konjugasi.

III.
1.

2.
IV.

Yang
termasuk
reaksi
fase
I
adalah
reaksi-reaksi
oksidasi,reduksi,dan
hi
drolisis.tujuan
reaksi
ini
adalah
memasukkan gugus fungsional tertentu yang besifat polar.
Yang
termasuk
reaksi
fase
II
adalah
reaksi
konjugasi,metilasi dan asetilasi.Tujuan reaksi ini adalah mengikat
gugus fungsional hasil metabolit reaksi fase I dengan senyawa
endogen yamg mudah terionisasi dan bersifat polar,seperti asam
glukoronat,sulfat,glisin dan glutamine,menghasilkan konjugat
yang mudah larut dalam air.Hasil konjugasi yang terbentuk
(konjugat) kehilangan aktivias dan toksisitasnya,dan kemudian di
ekskresikan melalui urin.
Pada metabolisme obat,gambaran secara tepat system enzin
yang bertanggungjawab terhadap proses oksidasi,reduksi,masih
belum diketahui secara jelas.Secara umum diketahui bahwa
sebagian besar reaksi metabolik akan melibatkan prpses
oksidasi.Proses ini memerlukan enzim sebagai kofaktor,yaitu
bentuk tereduksi dari nikotinamid-adenin-dinukleotida fosfat
(NADPH) dan nikotinamid-adenin-dinukleotida
ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan
Jarum suntik oral (ujung tumpul)
Stopwatch
Induktor enzim : Phenobarbital
Inhibitor enzim : Simetidin
Hewan uji : Mencit
CARA KERJA

V. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa senyawa
kimia terhadap enzim pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya.
Hewan uji yang digunakan adalah mencit, digunakan mencit yang mempunyai sistem
metabolisme menyerupai manusia, lebih ekonomis, dan mudah didapatkan. Organ
pemetabolisme terbesar adalah hati.
Obat yang digunakan pada pecobaan ini yaitu Phenobarbital yang mempunyai
dosis 80mg/kgBB. Phenobarbital memiliki efek hipnotik/sedatife sehingga lebih mudah
dilakukan pengamatan. Pemberian Phenobarbital dilakukan secara intraperitonial
agar efek yang ditimbulkan lebih cepat karena di dalam rongga perut memiliki atau
terdapat banyak pembuluh darah.
Senyawa kimia yang mempengaruhi enzim metabolisme antara lain, induktor
dan inhibitor. Induktor adalah senyawa kimia yang dapat mempercepat kerja dari
enzim metebolisme. Inhibitor adalah sentawa kimia yang dapat menghambat kerja dari
enzim metabolisme.
Pada kontrol, hewan uji hanya diberikan Phenobarbital 80mg/kgBB. Pada
inductor, hewan uji diberi Phenobarbital selama 3 hari berturut-turut tiap 24 jam dan
saat praktikum diberi lagi Phenobarbital 80mg/kgBB. Phenobarbital diberikan 3 hari
karena Phenobarbital dapat mengalami auto induksi akibat pemakaian selama 3 hari
sampai 7 hari dimana menginduksi dirinya sendiri, disini melibatkan enzim sitokrom
P450 dan glukoranil transferase untuk metabolisme Phenobarbital, kemudian setelah 3
hari sampai 7 hari akan terjadi toleransi yang yang nenberikan efek hewan uji tersebut
tidur. Pada inhibitor, 1 jam sebelumnya diberikan Simetidin setelah itu diberikan

Phenobarbital 80mg/kgBB karena kadar puncak Simetidin pada plasma dicapai setelah
1 jam. Simetidin mempunyai daya kerja menghambat enzim sitokrom P 450, maka
menghambat metabolisme Phenobarbital sehingga kerja Phenobarbital dalam hewan
uji lebih lama.
Parameter yang saling berpengaruh disini adalah durasi karena yang dilihat
adalah kadar obat di dalam plasma sehingga yang dilihat obat tersebut berefek sampai
obat tersebut tidak berefek. Jadi bukan onsetnya atau waktu mula kerja obat sampai
obat tersebut memberikan efek. Rata-rata durasi terbesar adalah kontrol, durasi
terkecil adalahn inhibitor. Menurut teori durasi yang tercepat adalah induktor,kontrol,
inhibitor.
Reaksi-reaksi selama proses metabolisme dibagi menjadi 2 yaitu reaksi fase I
(reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis) : reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam
proses ini sebagian besar terjadi di hati. Mengalami hidroksilasi pada posisi para
dengan bantuan enzim sitokrom450. Reaksi fase II (konjugasi glukoronida, asilasi,
metilasi, pembentukan asam merkapturat, konjugasi sulfat).
Pemberian Phenobarbital pada hewan uji dapat menyebabkan hewan uji
tersebut tidur, bangun dan tidur kembali. Hal ini Phenobarbital memiliki efek
redistribusi.
Dilakukan uji anava untuk durasi. Menghasilkan data F hitung lebih besar dari
F tabel yang berarti ada perbedaan durasi antar kelompok sehingga dilanjutkan
dengan pasca anava. Dari pasca anava didapatkan kontrol vs induksi berbeda
signifikan, kontrol vs inhibisi berbeda signifikan dan induksi vs inhibisi tidak berbeda
signifikan. Berarti pemberian induktor atau inhibitor akan mempengaruhi metabolisme
obat (durasi obat) sehingga perlu diperhatikan pemberian obat secara bersama.
Pemberian obat secara bersamaan dengan inhibitor menyebabkan masa kerja obat
diperpanjang dan dapat menyebabkan efek toksis karena aktivitas enzim metabolisme
dihambat. Obat diberikan bersamaan induktor dapat mempercepat metabolisme obat
tersebut dengan meningkatkan aktivitas enzim metabolisme, ini menyebabkan kadar
obat bebas dalam plasma turun dan masa kerjanya lebih singkat.
VI. KESIMPULAN

Disimpulkan bahwa pemberian obat bersamaan pemberian induktor atau


inhibitor dapat mempengaruhi kecepatan metabolisme obat dengan mempengaruhi
aktivitas enzim metabolisme. Induktor mempercepat kerja dari enzim metabolisme
sehingga memberikan durasi lebih cepat. Inhibitor menghambat kerja dari enzim
pemetabolisme sehingga durasinya lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA

Mardjono, Mahar, 2007, Farmakologi dan Terapi, Jakarta; Universitas


Indonesia Press.
Mycek, Mary J, 2001, Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2, Widya
Medika, Jakarta.
Siswandono, Soekardjo, 1995, Kimia Medisinal, Surabaya; Airlangga
University Press.
Pertanyaan Diskusi
1. Sebutkan senyawa penghambat dan penginduksi enzim yg berperan
dalam metabolisme obat?
a.
Penghambat enzim:

Dikumarol, kloramfenikol, sulfonamida & fenilbutazon dapat


menghambat enzim yg memetabolisme tolbutamid &
klorpopamid, sehingga meningkatkan respons glikemi.

Dikumarol, kloramfenikol & isoniazid dapat menghambat


enzim metabolisme dari fenitoin, sulfonamida, sikloserin & para
amino salisilat, sehingga kadar Obat dalam serum darah
meningkat dan toksisitasnya meningkat pula.

Fenilbutazon, secara stereoselektif dpt menghambat


metabolism (s)-warfarin, sehingga meningkatkan aktivitas
antikoagulannya (hipoprotombonemi). Bila luka terjadi
pendarahan yg hebat
b.
Penginduksi enzim:

Fenobarbital, dpr minduksi enzim mikrosom sehingga


meningkatkan metabolisme warfarin & menurunkan efek
antikoagulannya.

Rokok contain polisiklik aromatik hidrokarbon, warfarin harus


disesuaikan (diperbesar) seperti benzo(a)piren, yg dpt
menginduksi enzim mikrosom, yaitu sitokrom P-450, sehingga
meninkatkan oksidasi dari beberapa Obat seperti teofilin,
fenasetin, pentazosin & propoksifen.

Fenobarbital, dpt meningkatkan kecepatan metabolisme


griseofulvin, kumarin, fenitoin, hidrokortison, testosteron,
bilirubin, asetaminofen & Obat kontrasepsi oral

Fenitoin, dpt meningkatkan kecepatan metabolisme kortisol,


nortriptilin, & Obat kontrasepsi oral

Fenilbutazon, dpt meningkatkan kecepatan metabolisme


aminopirin & kortisol
2. Jelaskan mekanisme induksi dan inhibisi enzim?
a.
Mekanisme induksi, berdasarkan enzim yang diinduksi:
Induktor jenis fenobarbital akan menaikkan proliferasi RE dan
dengan demikian bekerja menaikkan dengan jelas bobot hati.
Induksi terutama pada sitokrom P450, dan juga pada glukuronil

transferase, glutation transferase, dan epoksida hidrolase.


Induksi yang terjadi relatif cepat dalam waktu beberapa hari.
Induktor metilkolantren yang termasuk disini khususnya,
karbohidrat
aromatik
(misalnya
benzpiren,
metilkolatren,
triklordibenodioksin,
fenantren)
dan
beberapa
herbisida,
terutama meningkatkan kerja sitokrom P450 dan sintetis glukuronil
transferase. Proliferasi RE dan dengan demikian kenaikan bobot
hati hanya sedkit.
Sebagai akibat dari induksi enzim, maka kapasitas penguraian
meningkat, sehingga laju metabolisme meningkat. Apabila
induktor dihentikan, kapasitas penguraian dalam waktu beberapa
minggu menurun hingga pada tingkat asalnya
b.
Mekanisme inhibisi:
Pada penambahan inhibitor enzim terjadi pula mekanisme inhibisi
enzim dengan cara sebagai berikut. Bahan obat yang
menyebabkan penurunan sintesis atau menaikkan penguraian
enzim RE atau antara 2 obat atau beberapa obat terdapat
persaingan tempat ikatan pada enzim. Akibatnya, terjadi
penghambatan penguraian secara kompetitif sehingga laju
metabolisme menurun.
3. Jelaskan hubungan antara induksi dan inhibisi enzim dengan
efek farmakologi dan toksisitasnya?
a. Hubungan induksi dengan efek farmakologi:
Induksi berarti peningkatan sintesis enzim metabolisme pada
tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan
kecepatan metabolisme obat yang menjadi substrat enzim yang
bersangkutan, akibatnya diperlukan peningkatan dosis obat
tersebut, berarti terjadi toleransi farmakokinetik karena
melibatkan sintesis enzim maka diperlukan waktu beberapa hari
(3 hari sampai1 minggu) sebelum dicapai efek yang
maksimal.
b. Hubungan inhibisi dengan efek farmakologi:
Inhibisi berarti hambatan terjadi langsung, dengan
akibat peningkatan kadar obat yang menjadi substrat dari enzim
yang dihambat juga terjadi secara langsung untuk mencegah
terjadi terjadinya toksisitas, diperlukan penurunan dosis
obat yang bersangkutan atau bahkan tidak boleh diberikan
bersamapenghambatnya (kontra indikasi) jika akibatnya

membahayakan. Hambatan pada umumnya bersifat


kompetitif (karena merupakan substrat dari enzim yang
sama), tetapi juga dapat bersifat non kompetitif (bukan substrat
dari enzim yangbersangkutan atau ikatannya irreversibel)
4. Jelaskan pengaruh kekurangan asam amino terhadap
kapasitas enzim yang bberperan dalam metabolisme obat?
tidak adanya pengikat logam penting yang diperlukan dalam
reaksi enzimatik.

mempengaruhi biotransformasi obat.


LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOLOGI DASAR
PERCOBAAN II
METABOLISME OBAT

OLEH

NAMA
: INTEN WIDURI WULANDARI
NIM
: F1F1 12 079
KELAS : B
KELOMPOK : V (LIMA )
ASISTEN
: LA ODE MUHAMMAD FITRAWAN, S. Farm., Apt.

Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Halu Oleo
Kendari
2013

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PERCOBAAN

adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah

C. MANFAAT PERCOBAAN

Adapun manfaat pada praktikum kali ini adalah

D. PRINSIP PERCOBAAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORI UMUM
B. URAIAN BAHAN
C. URAIAN OBAT
D. URAIAN HEWAN COBA
E. KARAKTERISTIK HEWAN COBA

BAB III

METODE KERJA
A. ALAT

Alat- alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah

B.

BAHAN

Bahan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah

C. PROSEDUR KERJA

BAB IV

HASIL PRAKTIKUM
a.
No.
1.

2.

Tabel Hasil Pengamatan


Mencit Rute pemberian
I
I.M.
II

Perlakuan
Ranitidin + Fenobarbital

Onset
5 : 30

Durasi
5: 58

Fenobarbital

8 : 13

9: 12

I.M.

b. Perhitungan dosis
Dik : Berat mencit
= 28 gram dan 31 gram
Berat mencit terbesar = 31 gram
Dosis fenobarbital
= 100 mg
Dosis ranitidin
= 50 mg
Volume pemberian maksimal I.M. = 0,05 ml
Dit :
a. Dosis mencit = ?
b. Buat larutan stok 30 ml untuk fenobarbital
c. Buat larutan stok 30 ml untuk ranitidin
d. Volume pemberian untuk fenobarbital
e. Volume pemberian untuk ranitidin = .?

Penyelesaian :
a. Dosis mencit =

DM fenobarbital

DM ranitidin

b. Larutan stok =

Larutan stok 30 ml fenobarbital I. M. = g

Larutan stok 30 ml ranitidin I. M.

=g

c.

Volume pemberian

Fenobarbital I. M.

= 0,05 ml

Ranitidin I. M.

= 0,04 ml

BAB V

PEMBAHASAN

Metabolisme obat adalah seluruh proses perubahan reaksi biokimia yang terjadi di
dalam tubuh makhluk hidup setelah obat tersebut diabsorpsi. Metabolisme disebut
juga biotransformasi. Namun, terdapat sedikit perbedaan yang metabolisme diartikan
sebagai reaksi yang terjadi pada senyawa endogen seperti enzim dan hormon,
sedangkan biotransformasi adalah reaksi kimia dalam tubuh sebagai respon terhadap
senyawa eksogen atau xenobiotik seperti obat dan makanan. Reaksi biotransformasi
dapat berupa oksidasi, hidrolisa dan konjugasi.
Praktikum ini bertujuan utnuk menentukan onset dan durasi terhadap pengaruh efek
metabolisme obat fenobarbital dan ranitidin terhadap hewan coba mencit. Terdapat
beberapa faktor farmakodinamik yang memengaruhi aktivitas metabolisme obat
antara lain sitokrom p-450 yang merupakan enzim pereduksi ; pembentukan
metabolit yang dapat memberikan efek farmakologinya yang lebih kompleks
dibanding obat awalnya; lokasi atau tempat kerja dari metabolit yang dihasilkan ; dan
perbedaan antara profil farmakokinetik dan farmakodinamik dari metabolit aktif dan
obat awal yang menyebabkan konsentrasi dan intensitas efek farmakologi metabolit
dan obat awal sulit dibedakan.
Kebanyakan obat akan mengalami biotransformasi dulu agar dapat dikeluarkan dari
badan dan pada dasarnya, setiap obat merupakan zat asing yang tidak diinginkan oleh
tubuh dan tubuh berusaha merombak zat tersebut menjadi metabolit yang bersifat
hidrofil agar lebih lancar diekskresikan melalui ginjal. Jadi, reaksi biotransformasi
adalah peristiwa detoksikasi. Singkatnya, tujuan metabolisme obat adalah pengubahan
yang sedemikian rupa hingga mudah diekskresi ginjal, dalam hal ini menjadikannya
lebih hidrofil.
Umumnya , obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom endoplasma sel hati. Saat
proses metabolisme, molekul obat dapat berubah sifat antara lain menjadi lebih polar.
Metabolit yang lebih polar ini menjadi tidak larut dalam lemak sehingga mudah
diekskresi melalui ginjal. Metabolit obat dapat lebih aktif dari obat asal ( bioktivasi),
tidak atau berkurang aktif ( detoksifikasi atau bioinaktivasi ) atau sama aktifnya.

Dalam hati, dan sebelumnya juga disalurkan lambung - usus, seluruh atau sebagian
obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan pada umumnya , hasil
perubahannya ( metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif lagi. Proses ini juga disebut
proses detoksifikasi atau bioinaktivasi ( first pass effect ). Ada juga obat yang khasiat
farmakologinya justru diperkuat ( bio-aktivasi). Jadi, senyawa obat harus diubah
menjadi metabolit- metabolit agar strukturnya lebih sederhana sehingga dapat diubah
menjadi senyawa polar oleh enzim spesifik atau voa akskresi dengan menambahkan
gugus fungsi -OH, sehingga senyawa tersebut mudah diekskresikan karena tidak
segera diabsorpsi dari cairan tubuli ginjal.
Hewan coba yang digunakan pada praktikum ini adalah mencit. Penggunaan mencit
sebagai hewan coba dikarenakan mencit relatif mudah dalam penggunaannya, ukuran
yang relatif kecil, harganya yang relatif murah, jumlah peranakannya banyak banyak
yaitu sekali melahirkan bisa mencapai 16-18 ekor. Selain itu, mencit memiliki sistem
sirkulasi darah yang hampir sama dengan manusia serta tidak memiliki kemampuan
untuk muntah, karena memiliki katup di lambung, sehingga banyak digunakan untuk
penelitian obat.
Percobaan ini diawali dengan penimbangan mencit dan diperoleh berat mencit
pertama adalah 28 gram dan berat mencit kedua adalah 31 gram. Penimbangan ini
akan digunakan dalam perhitungan dosis dan volume pemberian obat pada mencit.
Obat yang digunakan pada percobaan ini adalah fenobarbital dan ranitidine injeksi.
Fenobarbital adalah obat yang berfungsi sebagai antikonvulsan atau antiepilepsi yang
berkhasiat mengurangi kejang dan epilepsi. Fenobarbital memiliki efek hipnotik dan
sedative. Ranitidine adalah obat yang bekerja pada saluran cerna dapat pula
digunakan sebagai obat maag. Fenobarbital dapat meningkatkan kerja sitokrom p-450
serta meningkatkan kecepatan beberapa reaksi metabolisme. Fungsi ini berkebalikan
dengan fungsi atau efek yang ditimbulkan oleh obat ranitidin, di mana ranitidin
merupakan antagonis reseptor-H2 yang dapat menghambat aktivitas enzim sitokrom P450 dalam memetabolisme obat- obat lain. Hal ini dapat menyebabkan metabolisme
obat lain terganggu. Jadi, alasan digunakan obat fenobarbital dan ranitidine pada
percobaan ini adalah karena efeknya yang berlawanan dalam proses metabolisme obat
dan akan diamati pengaruhnya jika kedua obat tersebut diberikan secara bersamaan.
Tahap selanjutnya adalah perhitungan obat dan larutan stok serta volume pemberian
maksimal untuk masing- masing mencit. Larutan stok ynag dibuat harus diencerkan
terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk memperkecil konsentrasi kedua obat, sebab
konsentrasi obat yang digunakan merupakan dosis obat untuk manusia, sedangkan
yang akan diberikan obat pada percobaan kali ini adalah mencit, sehingga kadar obat
harus dikurangi mengikuti dosis mencit. Pengenceran dilakukan dengan
menambahkan aqua pro injeksi. Digunakan aqua pro injeksi karena aqua pro
injeksi merupakan suatu bahan yang dapat larut dalam jaringan lemak di dalam tubuh
hewan sehingga dapat mengurangi rasa perih ketika cairan di suntikkan di dalam
tubuh mencit. Disamping itu, aqua pro injeksi merupakan air yang dijernihkan dengan
cara destilasi atau dengan reserve osmosis sehingga bebas pirogen, steril, sehingga
dapat mencegah kontaminasi pada sediaan, zat aktif dalam fenobarbital dapat larut
dalam aqua pro injeksi.

Tahap berikutnya adalah larutan obat ranitidine diinjeksikan pada mencit I. setelah
waktunya berselang 5 menit, disuntikkan pada mencit yang sama obat fenobarbital
sesuai volume pemberiannya yaitu 0,05 ml. Setelah obat diinjeksikan pada mencit I,
langsung dihitung onset dan urasinya. Mencit kedua diberikan obat fenobarbital saja.
kedua penginjeksian pada hewan mencit ini dilakukan secara intramuskular yaitu pada
pangkal otot paha mencit. Tujuan dibedakannya obat yang diinjeksikan pada kedua
mencit tersebut adalah untuk melihat pengaruh pemberian obat- obat tertentu yang
diinteraksikan dengan antagonisnya terhadap metabolisme obat di dalam tubuh
dengan menghitung onset dan durasinya.
Percobaan ini digunakan obat dengan bentuk sediaan injeksi dengan beberapa
pertimbangan diantaranya obat dalam bentuk larutan lebih mudah dan lebih cepat
diabsorpsi serta dimetabolisme oleh tubuh yang menjadikannya cepat berefek,
sehingga dapat mengefisienkan waktu praktikum.
Setelah dilakukan penghitungan onset dan durasinya,pada mencit pertama dengan
pemberian obat fenobarbital yang dikombinasikan dengan obat ranitidin yang
memiliki onset 5 menit 30 detik dan durasinya 5 menit 58 detik, sedangkan pada
mencit kedua dengan pemberian fenobarbital saja memiliki onset 8 menit 13 detik
dengan durasi selama 9 menit 12 detik. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut terlihat
bahwa pemberian obat ranitidin yang dikombinasikan dengan obat fenobarbital dapat
mempercepat onset obat dan memperpendek masa obat berefek. Hal tersebut
disebabkan karena obat ranitidin menghambat aktivitas enzim sitokrom P-450 yang
merupakan enzim yang berperan dalam proses metabolisme fenobarbital.
Terhambatnya aktivitas enzim tersebut menyebabkan metabolisme obat fenobarbital
terganggu sehingga efek terapeutik yang dihasilkanpun kurang optimal. Jadi, hasil
pengamatan praktikum ini sesuai dengan literatur yang ada, yaitu obat- obatan yang
memiliki kemampuan menghambat ( inhibitor ) akan mempercepat eliminasi obatobat lain sehingga kadar obat dalam darah lebih cepat hilang.

BAB VI

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa onset pada
mencit I dengan pemberian obat ranitidin yang dikombunasikan dengan obat
fenobarbital adalah 5 menit 30 detik dengan durasi 5 menit 58 detik, sedangkan onset
pada mencit II dengan pemberian obat fenobarbital secara intramuscular adalah 8
menit 13 detik dengan durasi 9 menit 12 detik.

B.

SARAN

Sebaiknya obat yang digunakan pada praktikum metabolism obat lebih bervariasi,
sehingga praktikan dapat lebih memahami mengenai obat- obat yang baik dikonsumsi
berdasarkan metabolisme dan interaksi obat tersebut di dalam tubuh.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Obat-obat yang berkerja pada sistem saraf pusat (SSP) merupakan salah
satu obat yang pertama ditemukan manusia primitif dan masih digunakan
secara luas sebagai zat farmakologi sampai sekarang. Disamping
penggunaannya dalam terapi, obat-obat SSP dipakai walaupun tanpa
resep untuk meningkatkan kesejahteraan seseorang.
Cara kerja berbagai obat pada SSP tidak selalu dapat dijelaskan. Walaupun
demikian,dalam 30 tahun terakhir, banyak kemajuaan yang diperoleh
dalam bidang metodologi farmakologi SSP. Saat ini telah dapat diteliti cara
kerja suatu obat pada sel-sel tertentu atau bahkan pada kanal ion tunggal
didalam sinaps. Informasi yang diperoleh dalam studi studi semacam ini
merupakan dasar dari sejumlah perkembangan yang utama dalam
penelitian SSP.
Pertama, telah jelas bahwa hampir semua obat SSP, bekerja pada reseptor
khusus yang mengatur transmisi sinaps. Sejumlah kecil obat seperti
anastesi umum dan alkhol dapat bekerja secara non spesifik pada
membran (meskipun perkecualian ini tidak sepenuhnya diterima), tetapi
bahkan kerja yang tidak diperantarai oleh reseptor inipun akan
menghasilkan perubahan dalam transmisi sinaps yang dapat dibuktikan.
Kedua, obat-obatan merupakan salah satu alat terpenting untuk
mempelajari seluruh aspek fisiologi SSP, mulai dari terjadinya bangkitan
sampai penyimpanan memori jangka panjang.
Ketiga, penguraian kerja obat-obat yang efikasi klinisnya diketahui telah
menghasilkan beberapa hipotesis yang sangat berguna berkaitan dengan
berbagai mekanisme penyakit. Misalnya, informasi tentang kerja obat
antipsikotik pada reseptor dopamin memberikan dasar hipotesis yang
penting mengenai patofisiologi skizoprenia.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1)
Apa pengertian sedatif dan hipnotik?
2)
Apa saja obat obat yang termasuk golongan sedatif dan hipnotik?
3)
Bagaimana mekanisme kerja, farmakokinetik, dan farmakodinamik
obat sedatif dan hipnotik?
1.3 TUJUAN
Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
1) Untuk memahami pengertian sedatif dan hipnotik.
2) Untuk mengetahui obat obat yang termasuk golongan sedatif dan
hipnotik.
3) Untuk
mengetahui
mekanisme
kerja,
farmakokinetik,
dan
farmakodinamik obat sedatif dan hipnotik.
4) Untuk menambah pengetahuan penulis.

5)

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi II.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1
PENGERTIAN
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf
pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu
hilangnya kesadaran, keadaan anestesia, koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan
respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur
yang menyerupai tidur fisiologis.
Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang
tidak termasuk obat golongan depresab SSP. Walaupun obat tersebut
memperkuat penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan
efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil daripada dosis yang
dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan
benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi,
antiansietas (anticemas), dan sebagai penginduksi anestesia.
2.2 PENGGOLONGAN OBAT SEDATIF-HIPNOTIK
Benzodiazepin: alprazopam, klordiazepoksid, klorazepat, diazepam,
flurazepam, lorazepam
2)
Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital,
tiopental
3)
Lain-lain: Propofol, Ketamin, Dekstromethorpan
1)

2.3

BENZODIAZEPIN

Pengertian dan Sejarah


Benzodiazepin
adalah
sekelompok obat golongan psikotropika yang
mempunyai efek antiansietas atau dikenal sebagai minor tranquilizer, dan
psikoleptika. Benzodiazepin memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yaitu
anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medula spinalis, dan
amnesia retrograde.
Benzodiazepin dikembangkan pertama kali pada akhir tahun 1940-an
dengan derivat pertama kali yang dipasarkan adalah klordiazepoksid
(semula dinamakan methaminodiazepokside) pada tahun 1960, kemudian
dilakukan biotransformasi menjadi diazepam (1963), nitrazepam (1965),
oksazepam (1966), medazepam (1971), lorazepam (1972), klorazepat
(1973), flurazepam (1974), temazepam (1977), triazolam dan clobazam
(1979),
ketazolam
(1980),
lormetazepam
(1981),
flunirazepam,
bromazepam, prazepam (1982), dan alprazolam (1983).
Golongan Benzodiazepin menggantikan penggunaan golongan Barbiturat
yang mulai ditinggalkan, Keunggulan benzodiazepine dari barbiturate
yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang
rendah, margin dosis aman yang lebar, dan tidak menginduksi enzim
mikrosom di hati.Benzodiazepin telah banyak digunakan sebagai
pengganti barbiturat sebagai premedikasi dan menimbulkan sedasi pada
pasien dalam monitorng anestesi.
Penggolongan Benzodiazepin
Berdasarkan kecepatan metabolismenya dapat dibedakan menjadi 3
kelompok yaitu short acting, long acting, ultra short acting.
1)
Long acting.
Obat-obat ini dirombak dengan jalan demetilasi dan hidroksilasi menjadi
metabolit aktif (sehingga memperpanjang waktu kerja) yang kemudian
dirombak kembali menjadi oksazepam yang dikonjugasi menjadi
glukoronida tak aktif.
2)
Short acting
Obat-obat ini dimetabolisme tanpa menghasilkan zat aktif. Sehingga
waktu kerjanya tidak diperpanjang. Obat-obat ini jarang menghasilkan
efek sisa karena tidak terakumulasi pada penggunaan berulang.
3)
Ultra short acting
Lama kerjanya sangat kurang dari short acting. Hanya kurang dari 5,5
jam. Efek abstinensia lebih besar terjadi pada obat-obatan jenis ini. Selain
sisa metabolit aktif menentukan untuk perpanjangan waktu kerja, afinitas
terhadap reseptor juga sangant menentukan lamanya efek yang terjadi
saat penggunaan
Rumus Kimia Benzodiazepin
Benzodiazepin adalah obat hipnotik-sedatif terpenting. Semua struktur
yang ada pada benzodiazepine menunjukkan 1,4-benzodiazepin.
Kebanyakan mengandung gugusan karboksamid dalam dalam struktur

cincin heterosiklik beranggota 7. Substituen pada posisi 7 ini sangat


penting dalam aktivitas hipnotik-sedatif.

Mekanisme Kerja Golongan Benzodiazepin


Efek farmakologi benzodiazepine
merupakan
akibat
aksi
gammaaminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat di otak.
Benzodiazepine tidak mengaktifkan reseptor GABA A melainkan
meningkatkan kepekaan reseptor GABA A terhadap neurotransmitter
penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi
sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membran sel tidak
dapat dieksitasi. BDZs tidak menggantikan GABA, yang mengikat pada
alpha sub-unit, tetapi meningkatkan frekuensi pembukaan saluran yang
mengarah ke peningkatan konduktansi ion klorida dan penghambatan
potensial aksi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia
retrograde, potensiasi alkohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja golongan ini
pada SSP dengan efek utama : sedasi, hypnosis, pengurangan terhadap
rangsangan emosi/ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Hanya dua
efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer :
vasodilatasi koroner (setelah pemberian dosis terapi golongan
benzodiazepine tertentu secara iv), dan blokade neuromuskular (yang
hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi).

Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua
benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak
: air yang tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali,
bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa
benzodiazepine.
Semua
benzodiazepin
pada
dasarnya
diabsorpsi
sempurna,
kecuali klorazepat; obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan
lambung menjadi N-desmetil-diazepam (nordazepam), yang kemudian
diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per oral, kadar puncak
benzodiazepin plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam. Kecuali
lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak tratur.
Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada
waktu paruhnya, dan tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan.
Benzodiazepin yang bermanfaat sebagai antikonvulsi harus memiliki
waktu paruh yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk ke dalam otak
agar dapat mengatasi status epilepsi secara cepat. Benzodiazepin dengan

waktu paruh yang pendek diperlukan sebagai hipnotik, walaupun memiliki


kelemahan yaitu peningkatan penyalahgunaan dan dan berat gejala
putus obat setelah penggunaannya secara kronik. Sebagai ansietas,
benzodiazepine harus memiliki waktu paruh yang panjang, meskipun
disertai risiko neuropsikologik disebabkan akumulasi obat.

NAMA
OBAT,
BENZODIAZEPIN
Nama Obat

CARA

PEMBERIAN

&

DOSIS

BEBERAPA

Cara Pemberian

Dosis

Alprazolam (XANAX)

Oral

Klordiazepoksid
(LIBRIUM, DLL)

Oral, intramuscular,
intravena

5,0 100,0 ; 1-3x/hari

Klonazepam (KLONOPIN)

Oral

Korazepat (TRANXENE,
dll)

Oral

3,75 20,00 ; 2-4x/hari

Diazepam (VALIUM, dll)

Oral, intramuscular,
intravena, rectal

5 10 ; 3-4x/hari

Estazoyam (PROZOM)

Oral

1,0 2,0

Flurazepam (DALMANE)

Oral

15,0 30,0

Halazepam (PAXIPAM)

Oral

Lorazepam (ATIVAN)

Oral, intramuscular,
intravena,

2,0 4,0

Midazolam (VERSED)

intramuscular, intravena

Oksazepam (SERAX)

oral

15,0 30,0 ; 3- 4x/hari

Quazepam (DORAL)

Oral

7,5 15,0

(Nama Dagang)

Temazepam (RESTORIL)

Oral

0,75 30,0

Triazolam (HALCION)

Oral

0,125 0,25

2.4

BARBITURAT

Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai


hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa
penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan
benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki
anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate.
Asam barbiturate (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil
reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat.
Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi
dapat dicapai, mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian.
Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang
dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60
menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak
disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan
oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum.
Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang
mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital. Fase tidur REM
dipersingkat. Barbiturat sedikit menyebabkan sikap masa bodoh terhadap
rangsangan luar.
Barbiturat tidak dapat mengurangi nyeri tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian obat
barbiturat yang hampir menyebabkan tidur, dapat meningkatkan 20% ambang nyeri,
sedangkan ambang rasa lainnya (raba, vibrasi dan sebagainya) tidak dipengaruhi. Pada
beberapa individu dan dalam keadaan tertentu, misalnya adanya rasa nyeri, barbiturat tidak
menyebabkan sedasi melainkan malah menimbulkan eksitasi (kegelisahan dan delirium). Hal
ini mungkin disebabkan adanya depresi pusat penghambatan.

Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan
usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk
mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan
anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati
plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam
lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan
metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan
lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan
otak turun dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya
aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam

hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada


fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital
diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah
tertentu (20-30%) pada manusia.
Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat
dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati
sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan
kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir
pada semua obat golongan barbiturat.
Kontraindikasi
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate,
penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga
tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat
menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia
lanjut.
NAMA OBAT,
BARBITURAT

BENTUK

SEDIAAN

&

DOSIS

BEBERAPA

OBAT

Nama Obat

Bentuk Sediaan

Dosis Dewasa (mg)

Amobarbital

Kapsul,tablet,injeksi,bubuk

30-50; 3x

Aprobarbital

Eliksir

40; 3x

Butabarbital

Kapsul,tablet,eliksir

15-30 ; 3-4x

Pentobarbital

Kapsul,eliksir,injeksi,suposito
ria

20 ; 3-4x

Sekobarbital

Kapsul,tablet,injeksi

30-50 ; 3-4x

Fenobarbital

Kapsul,tablet, eliksir,injeksi

15-40 ; 3x

2.5

1)

LAIN - LAIN
Propofol

Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara


intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta
mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg
phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik
yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5
mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital
1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan
turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan
sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain
yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran,
propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada

tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh


darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan pemilihan
tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan
lidokain 1%.
Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya
tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap
memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor
GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP.
Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran
meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps
dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk
barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor
GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA
meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride
channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.
Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh
cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi
hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan
lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara
metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol
membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang
berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk
4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis
obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam.

2)

Ketamin

Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative


anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan
sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol
dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan
analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya
menyebabkan delirium.
Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D
Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk
reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal
kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan
etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi
inflamasi juga dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang
dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin
mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan peningkatan
aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan
efek analgesia.
Farmakokinetik

Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja


singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang
tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak
ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5
menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat
dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan
misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di
plasma.

3)

Dekstromethorpan

Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang


paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral.
Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif
tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak
menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP
memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala
penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia,
somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma, penurunan
suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP
dan asetaminofen.

4)

PARALDEHID

Paraldehid merupakan polimer dari asetaldehid. Secara oral, paraldehid


diabsorbsi cepat dan didistribusi secara meluas; tidur dapat dicapai 10 15
menit setelah pemberian dosis hipnotik. Cara pemberiannya oral dan rectal.
Nama dagang Paral untuk pengobatan delirium tremens pada pasien yang
dirawat di rumah sakit; eliminasi lewat metabolisme di hati (75%) dan lewat
pernafasan (25%), gejala toksik meliputi asidosis, hepatitis, dan nefrosis.
5) KLORALHIDRAT
Kloralhidrat merupakan derivat monohidrat dari kloral. Trokloroetanol
terutama dikonjugasi oleh asam glukuronat dan konjugatnya(asam uroklorat)
di ekskresikan sebagian besar lewat urin. Cara pemberiannya oral, rectal.
Cepat diubah jadi trikloroetanol oleh alcohol dehidrogenase di hati.
Penggunaan kronik menyebabkan kerusakan di hati, gejala putus obatnya
berat. Efek samping dan intoksikasi, kloralhidrat mengiritasi kulit dan mukosa
membrane. Efek iritasi ini menimbulkan rasa tidak enak, nyeri epigantrik,
mual, dan kadang kadang muntah. Efek samping pada SSP meliputi pusing,
lesu, ataksia, dan mimpi buruk. Hang over juga dapat terjadi, keracunan akut
obat ini dapat menyebabkan ikterus. Penghentian mendadak dari
penggunaan kronik dpat mengakibatkan delirium dan bangkitan, yang sering
fatal.
6) ETKLORVINOL
Digunakan sebagai hipnotik jangka pendek, untuk mengatasi insomnia.
Secara oral, diabsorbsi cepat (bekerja dalam waktu 15 -30 menit), kadar
puncak dalam darah dicapai dalam 1- 1,5 jam, dan didistribusi secra meluas.
Waktu paruh eliminasi 10 -20 jm. Sekitar 90% obat dirusak di hati. Etklorfvinol
dapat memacu metabolism hati obat obat seperti antikoagulan oral. Efek
samping yang paling umum adalah aftertaste sperti mint, pusing, mual,
mntah, hipotensi, dan rasa kebal (numbness) di daerah muka. Reaksi
idiosinkrasi dpat merupakan rangsangan ringan hingga sampai kuat, dan
hysteria. Reaksi hipersensitifitas meliputi urikaria. Intoksikasi akut menyerupai
barbiturate.
7) MEPROBAMAT

Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini juga
dipakai sebgai hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia
lanjut. Sifat farmakologi obat ini dlam bebrapa hal menyerupai
benzodiazepine. Tidak dpat menimbulkan anestesi umum. Konsumsi obat ini
secra tunggal dengan dosis yang sangat besar dapat menyebabkan depresi
nafas yang berat hingga fatal, hipetensi, syok, dan gagal jamtung.
Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesic ringan pada pasien nyeri
tulang otot, dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain. Absorbsi peroral
baik. Kadar puncak dalam plasma, tercapai 1 - 3 jam. Sedikit terikat protein
plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati, terutama secra hidroksilasi,
kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis. Waktu paro miprobamat
dapat diperpanjang selama penggunaaan kronis, sebagian kecil obat
diekskreikan lewat urin. Pada dosis sedatif, efek samping utama ialah
ngantuk dan ataksia. Pada dosis yang lebih besar, sangat mengurangi
kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan memperlambat waktu reaksi.
Miprobamat meningkatkan efek depresi depresan SSP lain. Gejala efek
samping lain yang mugkin timbul antara lain : hipotensi, alergi pada kulit,
purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan bronkospasme.
Penyalahgunaaan meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya
secara klinik telah menurun. Carisoprodol(SOMA), suatu perelaksasi otot
yang menghasilkan meprobamat sebagai metabolit aktifnya, juga banyak
disalahgunakan. Gejala putus obat terjadi bila obat dihentikan secara
mendadak setelah pemberian meprobamat jangka lama. Gejala yang timbul
meliputi : ansietas, insomnia, tremor, ganguan saluran cerna, dan sering kali
timbul halusinasi. Bangkitan umum sering terjadi pada kira kira 10 % kasus.

BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif adalah berbagai macam jenis obatobatan yang diproduksi untuk keperluan dunia medis untuk pengobatan.
Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif dalam penggunaannya harus dengan
pengawasan dokter karena daya kerjanya obat-obatan jenis tersebut
sangatlah keras dan menimbulkan kematian apabila terdapat
penyalahgunaan.
3.2 Saran
Karena daya kerjanya obat-obatan tersebu sangatlah keras, sehingga
penggunaannyapun harus melalui resep dokter dan harus dalam
pengawasan dokter. Obat-obatan yang dimaksud tersebut jika disalah
gunakan akan berpengaruh dan merusak psikis maupun fisik dari si
pemakai
dan
mengakibatkan
ketergantungan,
jadi
hindari
penyalahgunaan obat-obatan jenis hipnotik sedatif karena termasuk obatobatan narkotik atau psikotropik.

DAFTAR PUSTAKA

Harvey, Richard A., Pamela C. Champe. 2013. Farmakologi Ulasan


Bergambar. Jakarta: EGC.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: EGC.
Syarif, Amir, Ari Estuningtyas, dkk. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Windy.2011. MAKALAH FARMAKOLOGI sedatif hipnotik dan psikotropi
file:///I:/windy%20%20MAKALAH%20FARMAKOLOGI%20sedatif%20hipnotik
%20dan%20psikotropi.htm (diakses tanggal 8 maret 2015)

BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan
sistem saraf lainnya didalam tubuh dimana bekerja dibawah kesadaran atau
kemauan. SSP biasa juga disebut sistem saraf sentral karena merupakan sentral

atau pusat dari saraf lainnya. Sistem saraf pusat ini dibagi menjadi dua yaitu otak
(ensevalon) dan sumsum tulang belakang (medula spinalis).
Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak
spesifik misalnya hipnotik sedativ. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat
terbagi menjadi obat depresan saraf pusat yaitu anastetik umum, hipnotik sedativ,
psikotropik, antikonvulsi, analgetik, antipiretik, inflamasi, perangsang susunan saraf
pusat.
Dalam percobaan ini mahasiswa farmasi diharapkan mampu untuk mengetahui dan
memahami bagaimana efek farmakologi obat depresan saraf pusat dimana dalam
percobaan ini mahasiswa mengamati anastetik umum dan hipnotik sedativ yang
diujikan pada hewan coba mencit (Mus musculus). Obat yang digunakan untuk
anastetik umum yaitu eter, kloroform dan alkohol 96%, sedangkan untuk hipnotik
sedativ digunakan diazepam dan fenobarbital.
Adapun dalam bidang farmasi pengetahuan tentang sistem saraf pusat perlu untuk
diketahui khususnya dalam bidang ilmu farmakologi toksikologi karena mahasiswa
farmasi dapat mengetahui obat-obat apa saja yang perlu atau bekerja pada sistem
saraf pusat. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
1.

Maksud Percobaan

Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami efek anastesi,
hipnotik sedatif, stimulan dan depresan dari beberapa obat pada hewan coba
mencit ( Mus Musculus).
1.
Tujuan percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1.

Menentukan efektifitas pemberian obat anastesi yakni alkohol 70 %


dan alkohol 96 % terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus).
2.
Menentukan efektifitas pemberian obat hipnotik-sedatif yakni
diazepam dan fenobarbital terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus).
3.
Menentukan efektifitas pemberian obat antidepresan yakni
amitriptilin terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus).
4.
Menentukan efektifitas pemberian obat stimulan yakni fenobarbital
terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus).
1.

Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah:

1.

Anastesi
Penentuan efektivitas pemberian obat anastesi yakni alkohol 96 % dan alkohol 70 %
terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan onset dan durasinya.

2.

Hipnotik-Sedatif
Penentuan efektivitas pemberian obat hipnotik sedatif yakni diazepam dan
fenobarbital terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan onset dan
durasinya.

3.

Antidepresan
Penentuan efektivitas pemberian obat antidepresan yakni amitriptilin berdasarkan
frekuensi dan durasi diam dari mencit (Mus Musculus) pada interval waktu 2 menit.

4.

Stimulan
Penentuan efektivitas pemberian obat stimulan yakni fenobarbital berdasarkan
frekuensi dan durasi diam dari mencit (Mus Musculus) pada interval waktu 2 menit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Teori umum
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan berkesinambungan serta
terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan
internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Susunan saraf terdiri dari
susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan saraf pusat terdiri dari otak
(ensevalon) dan medula spinalis (sumsum tulang belakang) (Gunawan, 2007).
Anastetik umum adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan anastesi (an=tanpa,
aesthesis=perasaan) atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum yang
bersifat reversible dari banyak pusat sistem saraf pusat, dimana seluruh perasaan
dan kesadaran ditiadakan, agak mirip dengan pingsan (Sloane, 2003).
Anastetik umum digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dan memblok reaksi
serta menimbulkan relaksasi pada pembedahan. Tahap-tahap anastesi antara lain
(Sloane, 2003) :
1.

Analgesia
Kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadi euphoria (rasa nyaman) yang
disertai impian-impian yang menyerupai halusinasi. Ester dan nitrogen monoksida

memberikan analgesia yang baik pada tahap ini sedangkan halotan dan thiopental
tahap berikutnya.
2.

Eksitasi
Kesadarn hilang dan terjadi kegelisahan (tahap edukasi).

3.

Anestesi
Pernapasan menjadi dangkal dan cepat, teratur seperti tidur (pernapasan perut),
gerakan bola mata dan reflex bola mata hilang, otot lemas.

4.

Pelumpuhan sumsum tulang


Kerja jantung dan pernapasan berhenti. Tahap ini harus dihindari.
Anastetik umum merupakan depresan sistem saraf pusat, dibedakan menjadi
anastetik inhalasi yaitu anastetik gas, anastetik menguap dan anastetik parenteral.
Pada percobaan hewan dalam farmakologi yang digunakan hanya anastetik
menguap dan anastetik parenteral (Alwi, 2004).
Efek anastetik ini pada mencit/tikus antara lain dapat dideteksi dengan Touch
respon, yaitu dengan menyentuh leher mencit atau tikus dengan suatu benda
misalnya pensil. Jika mencit tidak bereaksi maka mencit/tikus terpengaruh oleh
anastetik. Selain itu pasivitas juga dapat mengindikasikan pengaruh anastesi.
Pasivitas yaitu mengukur respon mencit bila diletakkan pada posisi yang tidak
normal, misalnya mencit yang normal akan menggerakkan kepala dan anggota
badan lainnya dalam usaha melarikan diri, kemudian hal yang sama tetapi dalam
posisi berdiri, mencit normal akan meronta-ronta. Mencit yang diam kemungkinan
karena terpengaruh oleh senyawa anastetik. Uji neurologik yang lain berkaitan
dengan anastetik ialah uji ringhting refles (Ganiswarna, 1995).
Mekanisme terjadinya anesthesia sampai sekarang belum jelas meskipun dalam
bidang fisiologi SSP dan susunan saraf perifer terdapat kemajuan hebat sehingga
timbul berbagai teori berdasarkan sifat obat anestetik,misalnya penurunan transmisi
sinaps, penurunan konsumsi oksigen dan penurunan aktivitas listrik SSP (Tan Hoan
Tjay, dkk 2002).
Hipnotik atau obat tidur (hypnos=tidur), adalah suatu senyawa yang bila diberikan
pada malam hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan fisiologis normal
untuk tidur, mempermudah dan menyebabkan tidur. Bila senyawa ini diberikan untuk

dosis yang lebih rendah pada siang hari dengan tujuan menenangkan, maka disebut
sedativa (obat pereda). Perbedaannya dengan psikotropika ialah hipnotik-sedativ
pada dosis yang benar akan menyebabkan pembiusan total sedangkan psikotropika
tidak. Persamaannya yaitu menyebabkan ketagihan (Mutscler, 1991).
Dalam mempengaruhi kemampuan mengatur suatu pembiusan perlu
dipertimbangkan bahwa dalam pembiusan yang ditimbulkan oleh suatu obat
pembius tertentu ditentukan oleh konsentrasinya dalam sistem saraf pusat dan
bahwa ini bergantung pada (Mutscler, 1991) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Konsentrasi obat pembius dalam udara inspirasi


Frekuensi pernapasan dalam pernapasan
Ketetapan membran alveoli-kapiler
Pasokan darah pada paru-paru dan otak
Kelarutan obat pembius dalam darah
Koefisien distribusinya antara darah dan jaringan dalam otak.
Tidur adalah kebutuhan suatu makhluk hidup untuk menghindarkan dari pengaruh
yang merugikan tubuh karena kurang tidur. Pusat tidur di otak mengatur fungsi
fisiologis ini. Pada waktu terjadi miosis, bronkokontriksi, sirkulasi darah lambat,
stimulasi peristaltik dan sekresi saluran cerna (Sulistia 2007).
Tidur normal terdiri dari 2 jenis (Ganiswarna, 1995):

1.

Tidur tenang : (Slow wafe, NREM = Non Rapid Eye Movement),


(ortodoks) yang berciri irama jantung, tekanan darah, pernapasan teratur,
otot kendor tanpa gerakan otot muka atau mata.
2.
Tidur REM (Rapid Eye Movement) atau paradoksal, cirinya otak
memperlihatkan aktivitas listrik (EEG=Electro encephalogram), seperti
pada orang dalam keadaan bangun dan aktif, gerakan mata cepat.
Jantung, tekanan darah dan pernapasan naik turun naik, aliran darah ke
otak bertambah, ereksi, mimpi.
Istilah anesthesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak
ada rasa sakit. Anesthesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (Sulistia, 2007):
1.

Anesthesia lokal, yaitu hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang


kesadaran;
2 Anesthesia umum, yaitu hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Anesthesia
yang dilakukan dahulu oleh orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina

menggunakanCanabis indica, dan pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk


menghilangkan kesadaran.
Anastetik umum diperlukan untuk pembedahan karena dapat menyebabkan
penderita mengalami analgesia, amnesia dan tidak sadar sedangkan otot-otot
mengalami relaksasi dan penekanan refleks yang tak dikehendaki. Sehingga untuk
mengurangi bahaya narkose dan untuk menghemat anastetika dalam rangka
persiapan untuk narkose, diberikan pramedikasi. Dalam hal ini digunakan terutama
(Ebel, 1992) :
1.

Anastetika inhalasi yang diberikan sebagai uap melalui saluran


pernapasan. Keuntungan adalah resorbsi yang cepat melalui paru-paru
seperti juga ekskresinya melalui gelembung-gelembung paru (alveoli),
biasanya dalam keadaan tidak berubah.
2.
Anastetika injeksi, diazepam, barbital-barbital ultra short acting
(thiopental dan heksobarbiturat), propanida dan hidrosidin. Obat-obat ini
juga dapat diberikan dalam suppositoria secara rektal tetapi
reabsorbsinya kurang teratur.
Golongan obat hipnotik-sedatif yaitu (Ganiswarna, 1995):
1.

Benzodiazepine
contohnya:

Klordiazepin
Klorozepat
Diazepam
Flurazepam
Lorazepam
Oksazepam
Temazepam

2.

Barbiturat
contohya:

Amobarbital
Aprobarbital
Barbital
Heksobarbital
Kemital
Mefobarbital

. Bupabarbital
3.

Hipnotik lainnya
contohnya:
. kloral hidrat
. etklorvinol
. glutetimid
. metiprilo

Hipnotik dan Sedatif


Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan saraf pusat
(SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya
kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati (Gunawan, 2007).
Hipnotika atau obat tidur (hypnos = tidur) adalah zat-zat yang dalam dosis terapi
diperuntukkan meningkatkan kenginginan faali untuk tidur dan mempermudah atau
menyebabkan tidur. Lazimnya obat ini diberikan pada malam hari. Bila mana zat-zat
ini diberikan pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan
menenangkan, maka dinamakan sedativa (obat-obat pereda) (Gunawan. 2007).
Kebutuhan akan tidur dapat dianggap sebagai suatu perlindungan dari organisme
untuk menghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang tidur. Tidur yang
baik, cukup dalam dan lama, adalah mutlak untuk regenerasi sel-sel tubuh dan
memungkinkan pelaksnanaan aktivitas pada siang hari dengan baik. Pada umumnya
selama satu malam dapat dibedakan 4 sampai 5 siklus tidur dari kira-kira 1,5 jam.
Setiap siklus terdiri dari dua stadia, yakni (Tan Hoan Tjay, dkk 2002):

1.

Tidur-non-REM juga disebut Slow Wave Sleep (SWS), berdasarkan


registrasi aktivitas otak. Non-REM bercirikan denyutan jantung, tekanan
darah dan pernapasan yang teratur serta relaksasi otot tanpa gerakan
otot muka atau mata.
2.
Tidur-REM (Rapid Eye Movementi) atau tidur-paradoksal, dengan
aktivitas EEG yang mirip keadaan sadar dan aktif, bercirikan gerakan
mata cepat ke satu arah. Di samping itu, jantung, tekanan darah dan

pernapasan turun-naik, aliran darah ke otak bertambah dan otot-otot


sangat relaks. Selama tidur-REM yang pada kedua siklus pertama
berlangsung 5-15 menit lamanya, timbul banyak impian, sehingga disebut
juga tidur mimpi.
Hipnotika dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yakni (Gunawan, 2007):
1.

Barbiturat: fenobarbital, butobarbital, siklobarb dll. Penggunaan-nya


sebagai sedativa-hipnotika kini praktis sudah ditinggalkan berhubung
adanya zat-zat benzodiazepin yang jauh lebih aman. Dewasa ini hanya
beberapa barbiturat masih digunakan untuk indikasi tertentu.
2.
Benzodiazepin: temzepam, nitrazepam, flurazepam, flunitrazepam,
triazolam, estazolam, dan midazolam. Obat-obat ini pada umumnya kini
dianggap sebagai obat tidur pilihan pertama karena toksisitas dan efek
sampingnya yang relatif paling ringan.
Mekanisme kerja dari benzodiazepin: pengikatan GABA (asam gama aminonutirat)
ke reseptornya pada membran sel akan membuka saluran klorida, meningkatkan
efek konduksi klorida. Aliran ion klorida yang masuk menyebabkan hiperpolarisasi
lemah menurunkan potensi postsinaptik dari ambang letup dan meniadakan
pembentukan kerja-potensial. Benzodiazepin terikat pada sisi spesifik dan
berafinitas tinggi dari membran sel, yang terpisah tetapi dekat reseptor GABA.
Reseptor benzodiazepin terdapat hanya pada SSP dan lokasinya sejajar dengan
neuron GABA. Pengikatan benzodiazepin memacu afinitas reseptor GABA untuk
neuro-transmiter yang bersangkutan, sehingga saluran klorida yang berdekatan
lebih sering terbuka. Keadaan tersbut akan memacu hiperpolarisasi dan
menghambat letupan neuron (Mycek, dkk 2001).
Mekanisme kerja berbiturat: berbiturat barangkali mengganggu transpor natrium dan
kalium melewati membran sel. Ini mengakibatkan inhibisi aktivitas sistem retikular
mesenseflik. Transmisi polisinaptik SSP dihambat. Barbiturat juga meningkatkan
fungsi GABA memasukkan klorida ke dalam neuron, meskipun obatnya tidak terikat
pada reseptor benzodiazepin (Mycek, dkk 2001).
Dalam banyak hal, fungsi dasar neuron dalam sistem saraf pusat sama dengan
sistem saraf otonom. Misalnya transmisi informasi dalam sistem saraf pusat dan
perifer keduanya menyangkut lepasnya neurotransmitter yang melintas pada celah
sinaptik untuk kemudian terikat pada reseptor spesifik neuron postsinaptik. Dalam
pengenalan neurotransmitter oleh membran reseptor neuron postsinaptik
memberikan perubahan intraseluler (Mycek, 2001).

Pada sebagian besar sinaps sistem saraf pusat, reseptor tergabung dalam saluran
ion, mengikat neurotransmitter ke reseptor membran postsinaptik sehingga dapat
membuka saluran ion secara cepat dan sesaat. Saluran yang terbuka ini
kemungkinan ion didalam dan luar membran sel mengalir kearah konsentrasi yang
lebih kecil. Perubahan komposisi dibalik membran neuron akan mengubah potensial
postsinaptik, menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi membran postsinaptik,
yang tergantung pada ion tertentu yang bergerak dan arah dari gerakan itu
(Departemen farmakologi dan teraupetik).
Gangguan neurotransmisi yang dapat diobati dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
yang disebabkan oleh terlalu banyaknya neurotransmisi dan oleh terlalu sedikitnya
neurotransmisi. Neurotransmisi yang terlalu banyak disebabkan oleh (Departemen
farmakologi dan teraupetik):
1.

Sekelompok neuron yang terlalu mudah dirangsang yang bekerja


tanpa adanya stimulus yang sesuai, misalnya gangguan kejang, terapi
diarahkan pada pengurangan otomatisitas sel sel ini.
2.
Terlalu banyak molekul neurotransmitter yang berikatan dengan
reseptor pascasinaptik. Terapi meliputi pemberian antagonis yang
memblokir reseptor reseptor pascasinaptik.
3.
Terlalu sedikit molekul neurotransmitter yang berikatan dengan
reseptor pascasinaptik, misalnya parkinson. Beberapa strategi
pengobatan yang meningkatkan neurotransmisi, meliputi obat obatan
yang menyebabkan pelepasan neurotransmitter dari terminal prasinaptik,
dan prekursor neurotransmitter yang diambil kedalam neuron prasinaptik
dan dimetabolisme menjadi molekul neurotransmitter aktif.
Neurotransmitter otak terdiri dari (Departemen farmakologi dan teraupetik):
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Norepinefrin
Dopamin
5-Hidroksitriptamin
Asetilkolin
Asam gamma amino butirat (GABA)
Uraian Bahan
Na-CMC ( Ditjen POM 1979, hal 401)
Nama Resmi

: NATRII CARBOXYMETHYL CELLULOSUM

Nama lain

: Natrium karboksimetil selullosa

Berat Molekul

: 90.000 700.000

Pemerian
: Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading; tidak
berbau atau hampir tidak berbau hidrofobik.
Kelarutan
: Mudah mendispersi dalam air, tidak larut dalam etanol (95%)
eter P dan pelarut organik lain.
Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan

: Sebagai kontrol.

1.
2.

Uraian Obat
Na-CMC ( Ditjen POM 1979 Hal. 401)
Nama Resmi

: NATRII CARBOXYMETHYL CELLULOSUM

Nama lain

: Natrium karboksimetil selullosa

Berat Molekul

: 90.000 700.000

Pemerian
: Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading; tidak
berbau atau hampir tidak berbau hidrofobik.
Kelarutan
: Mudah mendispersi dalam air, tidak larut dalam etanol (95%)
eter P dan pelarut organik lain.
Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan

: Sebagai kontrol.

1.
1.

Uraian Obat
Alkohol (Ganiswara, 1995)

Khasiat

: Sebagai antiseptik, anestetik, inhalasi

Farmakodinamik
: Alkohol mendepresi susunan saraf pusat, efek langsung
terhadap sirkulasi sangat kecil, merangsang sekresi asam lambung dan saliva serta
menimbulkan efek teratogenik.

Farmakokinetik
: Absorbsinya dilambung, usus dan kolon berlangsung cepat.
Uapnya dapat diabsorbsi dari paru-paru. Dalam tubuh alkohol disebar agak merata
keseluruh jaringan dan cairan tubuh.
Efek samping

: Merusak ginjal dan hati

Indikasi
: Sebagai pelarut obat, mengatasi rasa nyeri, pengobatan
keracunan metal alkohol, mencegah partus prematur.
2.

Amitriptilyn ( P, 2002)
Indikasi

: Untuk menghilangkan gejala depresi.

Kontra indikasi
: Pada pasien yang pernah mengalami reaksi
hipersensitivitas terhadap obat ini.
Efek samping
: Kardiovaskular, infark miokard, stroke, perubahan EKG
non spesifik, perubahan konduksi AV, blok jantung, aritmia, hipertensi, takikardia,
palpitasi, antikolinergik, alergi.
Dosis
: Dosis harus dimulai dengan dosis rendah dan
ditingkatkan secara bertahap, dengan memperhatikan secara seksama respon klinik
dan tanda-tanda timbulnya intoleransi.
Farmakodinamik
(Ganiswarna, 1995).

: Sebagian efek antidepresi trisiklik mirip efek promazin

Farmakokinetik
: Resorpsi dari usus cepat dengan BA ca 40%, PP-nya
diatas 90%, plasma t -nya rata-rata 15 jam. Dalam hati sebagian besar zat
didemetilasi menjadi metabolit aktif nortriptilin dengan daya sedatif lebih ringan , t nya rata-rata 36 jam. Ekskresinya berlangsung terutama lewat kemih (Tan Hoan
Tjay, 2002)
3.

Diazepam (Ganiswara, 1995)


Zat aktif
Golongan Obat

: Diazepam
: Antiepilepsi atau antikonvulsi

Indikasi
: Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia,
tambahan pada putus alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot.
Kontra indikasi
: Depresi pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis,
insufisiensi pulmoner akut, glaucoma sudut sempit akut, serangan asma akut,
trimester pertama k ehamilan, bayi premature, tidak boleh atau ansietas yang
disertai dengan depresi
Efek samping
:Susunan saraf pusat : rasa lelah, ataksia, rasa malas, fertigo,
sakit kepala, mimpi buruk, efek amnesia, gangguan pada saluran cerna
Farmakokinetik
: Tempat yang pasti dan mekanisme kerja benzodiazepin belum
diketahui pasti tapi efek obat disebabkan oleh penghambatan neurotransmitter gaminobutiryc acid ( GABA)
Farmakodinamik : Bekerja pada limbic, thalamus, hipotalamus, dan sistem saraf
pusat dan menghasilkan efek ansiolitik, sedatif, hipnotik
Interaksi obat

Interaksi dengan obat lain

Dosis obat
: 2 mg 3 kali sehari jika perlu dapat dinaikkan menjadi 15-30 mg
sehari dalam dosis terbagi
4.

Fenobarbital (ISO Indonesia)


Nama produk
Nama produksi

: Phenolbarbital
: Phavros

Indikasi
: Antikonvulsi umum, epilepsi tonik klonik tipe grandmal dan
parsial motorik (lokal) atau sensorik.

1.
1.

Kontra indikasi

: Hipersensitivitas terhadap barbiturate porfiris, intermitten akut.

Efek samping

: Hang over, eksitasi paradoksal rasa nyeri dan alergi.

Uraian Hewan Coba


Klasifikasi Mencit (Mus musculus) (Jasin, 1992)
Kingdom

: Animalia

Phylum

: Chordata

Sub phylum

: Vertebrata

Class

: Mamalia

Ordo

: Rodentia

Family

: Muridae

Genus

: Mus

Species
: Mus musculus
2.
Karakteristik Mencit (Mus musculus) (Jasin, 1992)
Bobot badan dewasa

: 20 40 gr (jantan), 25 -40 gr (betina)

Berat lahir

: 0.5 15 gr

Luas permukaan tubuh


Temperature tubuh
Konsumsi minuman

: 20 gr : 36 cm2
: 36,50 38,00 C
: 15 ml / 100 gr perhari

Konsumsi makanan

: 15 mg

Mulai dikawinkan

: 50 hari (jantan), 50 60 hari (betina)

Massa pubertas

: 35 hari

Massa hamil
Jumlah sekali lahir

: 19 20 hari
: 4 12 ekor

Lama hidup

: 2 3 tahun

Massa rumbuh

: 6 bulan

Massa laktasi

: 24 hari

Frekuensi kelahiran

: 4 tahun

Tekanan darah

: 147 / 106

Volume darah

: 7.5 % BB

1.
2.

PATOFISIOLOGI
Anestesia umum merupakan keadaan tidak terdapatnya sensasi
yang berhubungan dengan hilangnya kesadaran yang reversibel (Neal,
2006).
3.
Epilepsi merupakan penyakit kronis dimana terjadinya bangkitan
akibat lepasnya muatan abnormal dari neuron otak (Neal, 2006).
4.
Penyakit Parkinson adalah penyakit ganglia basalis dan ditandai
oleh minimnya gerakan, rigiditas, dan tremor. Penyakit ini progresif dan
menyebabkan peningkatan disabilitas kecuali bila diberikan terapi efektif
(Neal, 2006).
5.
Penyakit depresi mayor dan bipolar adalah penyakit alam perasaan
yang menyimpang, mengganggu energi, pola tidur, nafsu makan, libido
dan kemampuan kerja (Neal, 2006).

BAB III
METODE KERJA
1.
Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu statif , spoit injeksi 1 ml, 3 ml, dan 5
ml, spoit oral (Kanula), kapas, stopwatch, kertas timbang, labu ukur, sendok tanduk,
timbangan analitik , dan toples.
1.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu Na-CMC, alkohol, amytriptilin,
benang godam, diazepam dan fenobarbital.

1.

Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan yaitu Mencit (Mus musculus)

1.
2.

Cara Kerja
Penyiapan hewan coba

3.

Pilih hewan coba Mencit (Mus Musculus) yang sehat (jantan)


kemudian ditimbang.
4.
Dihitung dosis dan volume pemberian obat hewan coba sebelum
praktikum.
2.
Penyiapan bahan

Pembuatan Na CMC 1% b/v


1.
2.
3.
4.

Ditimbang Na CMC sebanyak 1 gr


Dilarutkan dalam 100 ml air suling, dipanaskan hingga 700C
Dimasukkan NaCMC sedikit demi sedikit sambil di aduk.
Larutan NaCMC di masukkan dalam wadah dan di simpan dalam
lemari
Amitriptilin :

1.
2.
3.
4.
5.

Disiapkan alat dan bahan


Ditimbang Amitriptilin sebanyak : 4,04 mg
Dimasukkan ke dalam kertas perkamen
Dilarutkan dalam 10 ml Na-CMC 1%
Dimasukkan ke dalam vial 10 ml yang telah dicuci dengan
alkohol

6.

Diberi label
Diazepam :

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Disiapkan alat dan bahan


Ditimbang Diazepam sebanyak 2,4609 mg
Dimasukkan ke dalam kertas perkamen
Dilarutkan dalam 10 ml Na-CMC 1%
Dimasukkan ke dalam vial 10 ml yang telah dicuci dengan
Diberi label
Fenobarbital :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Disiapkan alat dan bahan


Ditimbang Fenobarbital sebanyak 3,80 mg
Dimasukkan ke dalam kertas perkamen
Dilarutkan dalam 10 ml Na-CMC 1%
Dimasukkan ke dalam vial 10 ml yang telah dicuci dengan alkohol
Diberi label
Perlakuan Hewan Coba
Percobaan anestesi
Disiapkan alat dan bahan serta hewan yang telah ditimbang.
Mencit dikelompokkan menjadi 2 kelompok.

1.
2.

3.

Mencit 1 dimasukkan ke dalam toples yang berisi alkohol 96


%.

4.

Mencit 2 dimasukkan ke dalam toples yang berisi alcohol 70


%.

5.

Diamati onset dan durasi mencit tersebut.


1.
Percobaan hipnotik-sedatif
2.
Di siapkan alat dan bahan serta hewan coba yang sudah ditimbang.
3.
Disiapkan 2 ekor mencit.
4.
Mencit 1 disuntikkan dengan Fenobarbital sebanyak 0,66 ml, dan
mencit 2 disuntikkan dengan diazepam sebanyak 0,76 ml secara oral.
5.
Dicatat onset dan durasinya.
6.
Percobaan depresan
1.
Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba yang telah
ditimbang.
2.
Digantung ekor mencit di statif selama 30 menit kemudian
dihitung frekuensi dan durasinya.
3.
Mencit disuntikkan amytriptilin sebanyak 0,9 ml secara
intraperitoneal lalu dihitung kembali frekuensi dan durasinya.
7.
Percobaan stimulan
8.
Disiapkan alat dan bahan serta hewan coba yang telah ditimbang.
9.
Mencit dimasukkan ke dalam toples yang berisi air, kemudian hitung
frekuensi diam dan durasinya selama 30 menit.
10.
Disuntikkan fenobarbital sebanyak 1 ml secara intraperitoneal
kemudian dihitung kembali frekuensi diam dan durasinya.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
1.
Tabel hasil Pengamatan
2.
ANASTESI

2.

Obat

BB Mencit

Omset

Durasi

Alkohol 96 %

20 gram

00:11:10

00:06:24

Alkohol 70 %

16 gram

00:23:13

00:0610

Stimulan
Sebelum

Sesudah

Perlakuan

3.

perlakuan

Obat

BB
Mencit

V.P

Amitriptilin

27 g

0,9 ml

20

30

Depresan
Sebelum
Perlakuan

4.

Sesudah
perlakuan

Obat

BB
Mencit

V.P

fenobarbital

30g

1 ml

20

10

13

27

Hipnotif Sedatif
Obat

V.P

BB Mencit

Omset

Durasi

Diazepam

0,66 ml

20

00:18:52

00:01:02

Fenobarbital

0,76 ml

30

00:18:11

00:01:20

BAB V
PEMBAHASAN
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan saraf
lainnya didalam tubuh biasanya bekerja dibawah kesadaran atau kemauan.
Dalam percobaan ini praktikan dapat memahami obat-obat apa saja yang
merangsang atau bekerja pada sistem saraf pusat. Obat yang bekerja pada sistem
saraf pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat, yaitu anastetik umum
(memblokir rasa sakit), hipnotik sedativ (menyebabkan tidur), psikotropik
(menghilangkan rasa sakit), opioid. Analgetik antipiretik antiinflamasi dan
perangsang susunan saraf pusat. Anastetik umum merupakan depresan SSP,
dibedakan menjadi anastetik inhalasi yaitu anastetik gas, anastetik menguap dan
anestetik menguap dan anestetik parental. Pada percobaan hewan dalam
farmakologi yang digunakan hanya anastetik menguap dan anastetik parental.
Obat yang digunakan pada percobaan ini yaitu, fenobarbital, diazepam, amytriptilin
dan juga alkohol.
Mekanisme Kerja Amitriptilin, Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin
bekerja dengan menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak.
Amitriptilin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga lebih resposif
terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa ini juga mempunyai
aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat.
Mekanisme Kerja Diazepam, Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat
fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf
pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal
dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin
akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi
berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya
interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan
dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran
ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir
masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi
sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang
berkurang.

Mekanisme kerja Fenobarbital, Fenobarbital adalah antikonvulsan turunan barbiturat


yang efektif dalam mengatasi epilepsi pada dosis subhipnotis. Mekanisme kerja
menghambat kejang kemungkinan melibatkan potensiasi penghambatan sinaps
melalui suatu kerja pada reseptor GABA, rekaman intrasel neuron korteks atau
spinalis kordata mencit menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan respons
terhadap GABA yang diberikan secara iontoforetik. Efek ini telah teramati pada
konsentrasi fenobarbital yang sesuai secara terapeutik. Analisis saluran tunggal
pada out patch bagian luar yang diisolasi dari neuron spinalis kordata mencit
menunjukkan bahwa fenobarbital meningkatkan arus yang diperantarai reseptor
GABA dengan meningkatkan durasi ledakan arus yang diperantarai reseptor GABA
tanpa merubah frekuensi ledakan. Pada kadar yang melebihi konsentrasi terapeutik,
fenobarbital juga membatasi perangsangan berulang terus menerus, ini mendasari
beberapa efek kejang fenobarbital pada konsentrasi yang lebih tinggi yang tercapai
selama terapi status epileptikus.
Percobaan kali ini ingin diketahui bagaimana kerja dan efek suatu obat pada sistem
saraf pusat. Mekanisme kerja dari anestetik umum adalah bahwa anestetik umum
merupakan keadaan depresi umum yang sifatnya reversible dari banyak pusat SSP,
dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan yang agak mirip dengan
pingsan. Anastetik umum ini digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dan
memblok reaksi serta menimbulkan relaksasi pada pembedahan.
Tujuan dari percobaan ini yaitu Menentukan efektifitas pemberian obat anastesi
yakni alkohol 70 % dan alcohol 96 % terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus),
Menentukan efektifitas pemberian obat hipnotik-sedatif yakni diazepam dan
fenobarbital terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus), Menentukan efektifitas
pemberian obat antidepresan yakni amitriptilin terhadap hewan coba mencit (Mus
Musculus), dan Menentukan efektifitas pemberian obat stimulan yakni fenobarbital
terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus).
Pada percobaan ini dilakukan 4 percobaan yaitu, percobaan anestesi, hipnotik
sedative, stimulan dan depressan. Pada percobaan anastesi menggunakan 2
mencit, dimana Mencit 1 dimasukkan ke dalam toples yang berisi alkohol 96 % dan
Mencit 2 dimasukkan ke dalam toples yang berisi alkohol 70 % kemudian diamati
onset dan durasinya. Dan dari percobaan ini diperoleh hasil onset pemberian alkohol
96% yaitu 00:11:10 dan durasinya yaitu 00:06:24 sedangkan onset pemberian
alkohol 70% yaitu 00:23:13 dan durasinya yaitu 00:06:10

Pada percobaan hipnotik-sedatif juga menggunakan 2 ekor mencit. Mencit 1


disuntikkan dengan Fenobarbital sebanyak 0,66 ml, dan mencit 2 disuntikkan
dengan diazepam sebanyak 0,76 ml secara oral kemudian dicatat onset dan
durasinya. Dan dari percobaan ini diperoleh hasil onset dari pemberian diazepam
dengan berat mencit 20 g yaitu 00:18:52 sedangkan durasinya yaitu 00:01:02, onset
dari pemberian fenobarbital dengan berat mencit 30 g yaitu 00:18:11 dan durasinya
yaitu 00:01:02
Pada percobaan depresan menggunakan 1 ekor mencit dimana ekor mencit di ikat
dengan benang godam dan digantung di statif selama 30 menit kemudian dihitung
frekuensi dan durasinya, setelah itu Mencit disuntikkan amitriptilin sebanyak 0,9 ml
secara intraperitoneal lalu dihitung kembali frekuensi dan durasinya. Dan dari
percobaan ini diperoleh hasil frekuensi sebelum diberikan amitriptilin yaitu 6 dan
setelah diberi amitriplin yaitu 4 sedangkan durasi diam sebelum diberikan amitriptilin
yaitu 20 dan setelah diberi amitriptilin yaitu 30.
Pada percobaan stimulan Mencit dimasukkan ke dalam toples yang berisi air,
kemudian hitung frekuensi diam dan durasinya selama 30 menit, setelah itu
disuntikkan fenobarbital sebanyak 1 ml secara intraperitoneal kemudian dihitung
kembali frekuensi diam dan durasinya. Dan dari percobaan ini diperoleh hasil
frekuensi sebelum diberikan fenobarbital yaitu 20 dan setelah diberikan yaitu 13
sedangkan durasi diam sebelum diberikan fenobarbital yaitu 10 dan setelah diberi
fenobarbital yaitu 27.

BAB VI
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
1.

Pada percobaan hipnotik sedative yaitu onset dari pemberian


diazepam dengan berat mencit 20 g yaitu 00:18:52 sedangkan durasinya
yaitu 00:01:02, onset dari pemberian fenobarbital dengan berat mencit 30
g yaitu 00:18:11 dan durasinya yaitu 00:01:02.
2.
Pada percobaan anestesi onset pemberian alcohol 96% yaitu
00:11:10 dan durasinya yaitu 00:06:24, onset pemberian alcohol 70%
yaitu 00:23:13 dan durasinya yaitu 00:06:10.

3.

Pada percobaan stimulan frekuensi sebelum diberikan fenobarbital


yaitu 20 setelah diberikan fenobarbital yaitu 13 dan durasi diam sebelum
diberikan febobarbital yaitu 10 sedangkan setelah diberikan fenobarbital
yaitu 27.
4.
Pada percobaan depresan frekuensi sebelum diberikan amytriptilin
yaitu 6 dan setelah diberikan yaitu 4 dan durasi diam sebelum diberikan
amytriptilin yaitu 20 sedangkan setelah diberi amytriptilin yaitu 30.
1.
Saran
Untuk laboratorium supaya memperhatikan alat yang sudah mulai mengalami
kerusakan seperti neraca timbangan supaya segera diganti.
DAFTAR PUSTAKA
Tim penyusun,. 2010. Buku Ajar Anatomi Umum Fakultas Kedokteran.
Makassar:UNHAS. P.68.
Tim penyusun,.2012. Penuntun praktikum Farmakologi Toksikologi I.
Makassar:STIFA.P.21,22,23,24,25.
Ganiswarna. G Sulistia,.1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4.Jakarta: Gaya
baru.P.109.
Olson, James, M D, 2002. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta:ECG.P.40.
Departemen farmakologi dan teraupetik. 2007. Farmakologi dan terapi edisi 5.
Jakarta:FK UI.P. 81,89.
Dirjen POM,. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Jakarta:DEPKES RI.
P.65,66,96,151,401,481.
Gunawan, Sulistia Gan. 2007. Farmakologi dan Terapi. Badan penerbit FKUI.
Jakarta
Mardjono, Mahar Prof. DR. 1988. Neurologi Klinis Dasar. PT. Dian Rakyat.
Jakarta
Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi Ulasan Bargambar. Widya Medika.
Jakarta
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. EGC. Jakarta
Alwy , Khidri, 2004 Biomedik Untuk FKM UMI- Press : Makassar
Ebel, Siegfried. 1992. Obat Sintetik. Gadja Mada Umiversity Press. Yogyakarta.
Mutschler, Ernst. 1999. Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan
Toksikologi. ITB. Bandung.
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang

Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat


mengendalikan sistem saraf lainnya didalam tubuh dimana bekerja dibawah
kesadaran atau kemauan. SSP biasa juga disebut sistem saraf sentral karena
merupakan sentral atau pusat dari saraf lainnya. Sistem saraf pusat ini dibagi
menjadi dua yaitu otak (ensevalon) dan sumsum tulang belakang (medula spinalis).
Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat
yang tidak spesifik misalnya hipnotik sedativ. Obat yang bekerja pada sistem saraf
pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat yaitu anastetik umum, hipnotik
sedativ, psikotropik, antikonvulsi, analgetik, antipiretik, inflamasi, perangsang
susunan saraf pusat.
Dalam percobaan ini mahasiswa farmasi diharapkan mampu untuk
mengetahui dan memahami bagaimana efek farmakologi obat depresan saraf pusat
dimana dalam percobaan ini mahasiswa mengamati anastetik umum dan hipnotik
sedativ yang diujikan pada hewan coba mencit (Mus musculus). Obat yang
digunakan untuk anastetik umum yaitu eter, kloroform dan alkohol 96%, sedangkan
untuk hipnotik sedativ digunakan tiopental dan fenobarbital.
Adapun dalam bidang farmasi pengetahuan tentang sistem saraf pusat
perlu untuk diketahui khususnya dalam bidang ilmu farmakologi toksikologi karena
mahasiswa farmasi dapat mengetahui obat-obat apa saja yang perlu atau bekerja
pada sistem saraf pusat. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan
ini.

I.2. Maksud dan tujuan percobaan


I.2.1. Maksud percobaan
Untuk mengetahui dan memahami efek farmakologi yang ditimbulkan oleh
obat yang bekerja pada sistem saraf pusat golongan anastetik umum dan barbiturat
pada hewan coba mencit (Mus musculus).
I.2.2. Tujuan percobaan
1. Untuk mengetahui dan memahami efek dari obat golongan barbiturat kerja panjangyaitu
fenobarbital pada hewan coba mencit (Mus musculus).
2. Untuk mengetahui dan memahami efek yang ditimbulkan dari pemberian obat anestesi umum yaitu
eter, kloroform dan alkohol 96 % pada hewan coba mencit (Mus musculus).

I.3. Prinsip percobaan


1. Anastesi umum
Penentuan efek dari pemberian obat anastesi umum yaitu eter, kloroform dan
alkohol 96% dengan melihat onset dan durasi dari efek yang ditimbulkan.
2. Hipnotik sedativ
Penentuan efek dari pemberian obat hipnotik sedativ yaitu fenobarbital dengan melihat onset dan
durasi dari efek yang ditimbulkan yaitu lamanya waktu tidur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teori umum
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan
berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme
sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur.
Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan
saraf pusat terdiri dari otak (ensevalon) dan medula spinalis (sumsum tulang
belakang) (1:68).
Anastetik umum adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan anastesi
(an=tanpa, aesthesis=perasaan) atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum
yang bersifat reversible dari banyak pusat sistem saraf pusat, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan, agak mirip dengan pingsan (2:21).
Anastetik umum digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dan memblok
reaksi serta menimbulkan relaksasi pada pembedahan. Tahap-tahap anastesi antara
lain (2:22):
1. Analgesia
Kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadi euphoria (rasa nyaman) yang disertai impianimpian yang menyerupai halusinasi. Ester dan nitrogen monoksida memberikan analgesia yang baik
pada tahap ini sedangkan halotan dan thiopental tahap berikutnya.
2. Eksitasi
Kesadarn hilang dan terjadi kegelisahan (=tahap edukasi).
3. Anestesi
Pernapasan menjadi dangkal dan cepat, teratur seperti tidur (pernapasan perut), gerakan bola mata
dan reflex bola mata hilang, otot lemas.
4. Pelumpuhan sumsum tulang
Kerja jantung dan pernapasan berhenti. Tahap ini harus dihindari.
Anastetik umum merupakan depresan sistem saraf pusat, dibedakan menjadi anastetik
inhalasi yaitu anastetik gas, anastetik menguap dan anastetik parenteral. Pada percobaan hewan
dalam farmakologi yang digunakan hanya anastetik menguap dan anastetik parenteral (2:23).
Efek anastetik ini pada mencit/tikus antara lain dapat dideteksi dengan Touch respon, yaitu
dengan menyentuh leher mencit atau tikus dengan suatu benda misalnya pensil. Jika mencit tidak
bereaksi maka mencit/tikus terpengaruh oleh anastetik. Selain itu pasivitas juga dapat
mengindikasikan pengaruh anastesi. Pasivitas yaitu mengukur respon mencit bila diletakkan pada
posisi yang tidak normal, misalnya mencit yang normal akan menggerakkan kepala dan anggota
badan lainnya dalam usaha melarikan diri, kemudian hal yang sama tetapi dalam posisi berdiri,
mencit normal akan meronta-ronta. Mencit yang diam kemungkinan karena terpengaruh oleh
senyawa anastetik. Uji neurologik yang lain berkaitan dengan anastetik ialah uji ringhting refles (2:23).
Mekanisme terjadinya anesthesia sampai sekarang belum jelas meskipun dalam bidang
fisiologi SSP dan susunan saraf perifer terdapat kemajuan hebat sehingga timbul berbagai teori
berdasarkan sifat obat anestetik,misalnya penurunan transmisi sinaps, penurunan konsumsi oksigen
dan penurunan aktivitas listrik SSP (2:110).
Hipnotik atau obat tidur (hypnos=tidur), adalah suatu senyawa yang bila diberikan pada malam
hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan fisiologis normal untuk tidur, mempermudah

dan menyebabkan tidur. Bila senyawa ini diberikan untuk dosis yang lebih rendah pada siang hari
dengan tujuan menenangkan, maka disebut sedativa (obat pereda). Perbedaannya dengan
psikotropika ialah hipnotik-sedativ pada dosis yang benar akan menyebabkan pembiusan total
sedangkan psikotropika tidak. Persamaannya yaitu menyebabkan ketagihan (2:24).
Tidur adalah kebutuhan suatu makhluk hidup untuk menghindarkan dari pengaruh yang
merugikan tubuh karena kurang tidur. Pusat tidur di otak mengatur fungsi fisiologis ini. Pada waktu
terjadi miosis, bronkokontriksi, sirkulasi darah lambat, stimulasi peristaltik dan sekresi saluran cerna
(2:24).
Tidur normal terdiri dari 2 jenis (2:25):
1. Tidur tenang : (Slow wafe, NREM = Non Rapid Eye Movement), (ortodoks) yang berciri irama jantung,
tekanan darah, pernapasan teratur, otot kendor tanpa gerakan otot muka atau mata.
2. Tidur REM (Rapid Eye Movement) atau paradoksal, cirinya otak memperlihatkan aktivitas listrik
(EEG=Electro encephalogram), seperti pada orang dalam keadaan bangun dan aktif, gerakan mata
cepat. Jantung, tekanan darah dan pernapasan naik turun naik, aliran darah ke otak bertambah,
ereksi, mimpi.
Istilah anesthesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada
rasa sakit. Anesthesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (3:109):
(1) anesthesia lokal, yaitu hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran;
(2) anesthesia umum, yaitu hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Anesthesia yang dilakukan
dahulu oleh orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakanCanabis indica, dan
pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran.

Golongan obat hipnotik-sedatif yaitu (4) :


1. Benzodiazepine
contohnya:
Klordiazepin
Klorozepat
Diazepam
Flurazepam
Lorazepam
Oksazepam
Temazepam
2. Barbiturat contohya:
Amobarbital
Aprobarbital
Barbital
Heksobarbital
Kemital
Mefobarbital
Bupabarbital
Hipnotik lainnya contohnya:
1. kloral hidrat
2. etklorvinol
3. glutetimid
4. metiprilon
5. meprobamat

Dalam banyak hal, fungsi dasar neuron dalam sistem saraf pusat sama
dengan sistem saraf otonom. Misalnya transmisi informasi dalam sistem saraf pusat
dan perifer keduanya menyangkut lepasnya neurotransmitter yang melintas pada

celah sinaptik untuk kemudian terikat pada reseptor spesifik neuron postsinaptik.
Dalam pengenalan neurotransmitter oleh membran reseptor neuron postsinaptik
memberikan perubahan intraseluler (5:40).
Pada sebagian besar sinaps sistem saraf pusat, reseptor tergabung dalam
saluran ion, mengikat neurotransmitter ke reseptor membran postsinaptik sehingga
dapat membuka saluran ion secara cepat dan sesaat. Saluran yang terbuka ini
kemungkinan ion didalam dan luar membran sel mengalir kearah konsentrasi yang
lebih kecil. Perubahan komposisi dibalik membran neuron akan mengubah potensial
postsinaptik, menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi membran postsinaptik,
yang tergantung pada ion tertentu yang bergerak dan arah dari gerakan itu (6:81).
Gangguan neurotransmisi yang dapat diobati dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu yang disebabkan oleh terlalu banyaknya neurotransmisi dan oleh terlalu
sedikitnya neurotransmisi. Neurotransmisi yang terlalu banyak disebabkan
oleh (6:89):
Sekelompok neuron yang terlalu mudah dirangsang yang bekerja tanpa adanya
stimulus yang sesuai, misalnya gangguan kejang, terapi diarahkan pada
pengurangan otomatisitas sel sel ini.
Terlalu banyak molekul neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor
pascasinaptik. Terapi meliputi pemberian antagonis yang memblokir reseptor
reseptor pascasinaptik.
Terlalu sedikit molekul neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor
pascasinaptik, misalnya parkinson. Beberapa strategi pengobatan yang
meningkatkan neurotransmisi, meliputi obat obatan yang menyebabkan pelepasan
neurotransmitter dari terminal prasinaptik, dan prekursor neurotransmitter yang
diambil kedalam neuron prasinaptik dan dimetabolisme menjadi molekul
neurotransmitter aktif.
Neurotransmitter otak terdiri dari (6:89):
Norepinefrin
Dopamin
5-Hidroksitriptamin
Asetilkolin
Asam gamma amino butirat (GABA)

II.2. Uraian bahan


II.2.1. Uraian bahan
1. Aquades (7:96)
Nama resmi
Nama lain
RM/BM
Pemerian
Kelarutan

: AQUA DESTILLATA
: Air suling
: H2O / 18,02 g/mol
: Cairan jernih, tidak berbau, tidak
berwarna dan tidak mempunyai rasa.
:-

Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan
: Sebagai pelarut.
2. Eter (7:66)
a resmi
: AETHER ANAESTHETICUS
a lain
: Eter anestesi/etoksietana.
BM
: C4H1o0/74,12
: Cairan transparan; tidak berwarna; bau khas; rasa manis dan membakar. Sangat mudah menguap;
sangat mudah terbakar; campuran uapnya dengan oksigen, udara atau dinitrogenoksida pada kadar
tertentu dapat meledak.
: Larut dalam 10 bagian air; dapat bercampur dengan etanol(95%) P, dengan kloroform P, dengan minyak
lemak dan dengan minyak atsiri.
namik : Eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati
sehingga curah jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit
netik
: Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat
ing
: Iritasi saluran pernafasan, depresi nafas, mual, muntah, salivasi
nan
: Dalam wadah kering tertutup rapat, terlindung dari cahaya; di tempat sejuk.
iat
: Anastesi umum.
e kerja : eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati
sehingga curah jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit. Eter
diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat.
3. Kloroform (7:151)
a resmi
: CHLOROFORMUM
a lain
: kloroform
BM
: CHCl3/119,38
: Cairan, mudah menguap; tidak berwarna; bau khas; rasa manis dan membakar.
: Larut dalam lebih kurang 200 bagian air; mudah larut dalametanol mutlak P, dalam eter P, dalam
sebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemah.
namik
: Kloroform dapat menurunkan stabilitas kecepatan kontraksi obat, gelisah
netik
: diabsopsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna, konsentarasi tertinggi dalam plasma dicapai dalm
waktu jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam, obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh.
Metabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol dikonjugasi dengan asam glukoronat
dan sebagian kecil lainnya de ngan asam sulfat.(11;318)
samping
: Merusak hati dan bersifat karsinogenik
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca, terlindung dari cahaya.
naan
: Anastesi umum.
e kerja
: merusak sel hati melalui metabolik reaktif yaitu radikal triklorometil. Radikal ini secara kovalen mengikat
protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk peroksidasi lipid pada membrane sel yang akan
menyebabkan kerusakan yang dapat mengakibatkan pecahnya membrane sel peroksidasi lipid yang
menyebabkan penekanan pompa Ca2+ mikrosom yang dapat menyebabkan gangguan awal
hemostatik Ca2+ sel hati yang dapat menyebabkan kematian sel.
4. Etanol (7:65)
a resmi
: AETHANOLUM
a lain
: alkohol
BM
: C2H60/46,07
: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P, dan dalam eter P.
namik : Depresi SSP, penggunaan pada saat tidur dapat mengurangi waktu tidur. Merangsang sekresi asam
lambung, dan salivasi
netik
: Absorpsi dalam lambung dan usus halus dan kolon berlangsung cepat,uap alkohol diabsorpsi lewat paruparu dan menimbulkan keracunan

ping

egunaan

ma resmi
ma lain

BM

: Kerusakan otot, gangguan tidur, gangguan mental


Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya; di tempat sejuk, jauh dari
nyala api.
: Anastesi umum.
Mekanisme kerja : merangsang sekresi asam lambung dan salivasi.
5. Fenobarbital (7:481)
: PHENOBARBITALUM
: Luminal
Komposisi
: Tiap 1 ml pentothalmengandung 25 mg Na. Tiopental
: C12H12N2O3/232,24 g/mol.
H
O
N
O
C2H5

NH

Pemerian
: Hablur atau serbuk hablur; putih tidak berbau; rasa agak pahit.
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P, dalam
larutan alkali hidroksida dan dalam larutan alkali karbonat.
Farmakodinamik : Efek utama adalah depresi SSP, semua tingkat depresinya dapat tercapai
mulai dari sedatif, hipnotik, berbagai tingkat anestesi, koma
Farmakokionetik
: Bentuk garam natrium lebih mudah diabsorpsi daripada bentuk asamnya,
masa kerja bervariasi antara 10-60 menit tergantung pada zat dan formulasinya
Indikasi
: Digunakan pada narkoakalisis dan narkoterapi di klinik psikistri dan sebagai
anestesi umum yang digunakan secara intravena
Efek samping
: Hang over, eksitasi, paradoksal, rasa nyeri, alergi
yimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
siat
: Hipnotikum, sedativum.
Mekanisme kerja : merangsang kontraksi jantung menurun, terjadi pernapasan perut, kecepatan
nafas naik hingga tertidur menyebabkan terjadinya miosis, bronkokontriksi, sirkulasi darah lambat,
stimulasi peristaltik dan sekresi saluran cerna.
6. Na.CMC (7: 401)
smi
: NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
inonim
: Natrium Karboksimetilselulosa
RM/BM
: C23H46N2O6.H2SO4.H2O/694,85
umus Bangun :
OH
OH
OH
CH2OCH2COONa
O
CH2OCH2COONa
O
O
n

: Serbuk atau butiran; putih atau putih kuning gading; tidak berbau atau hampir tidak berbau; higroskopik.
: Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal; tidak larut dalam etanol (95 %) P,
dalam eter Pdan dalam pelarut organik lain.
enyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat.
egunaan
: Sebagai kontrol.

II.2.2. Karakteristik hewan coba


Mencit (Mus musculus) (8 : 94-95)

Masa pubertas
: 35 hari
Masa beranak
: Sepanjang tahun
Masa hamil
: 19-20 hari
Jumlah sekali lahir : 4-12 ekor
Masa tumbuh
: 6 bulan
Masa menyusui
: 21 hari
Frekuensi kelahiran : 4 tiap tahun
Suhu tubuh
: 37,9oC-39,2oC
Laju respirasi
: 136-216 per menit
Tekanan darah
: 147 per 106 mmHg
Volume darah
: 7,3 % berat badan
Luas permukaan
: 92 K3g3 dimana,
K = 11,4 dan g = berat badan.
II. 2. 3. Klasifikasi Hewan Coba
Mencit (Mus musculus) (9)

Kingdom
Phylum
Sub Phylum
Class
Subclass
Ordo
Family
Genus
Spesies

: Animalia
: Chordata
: Vertebrata
: Mammalia
: Theria
: Rodentia
: Muridae
: Mus
: Mus musculus

BAB III
METODE KERJA
III.1. Alat dan bahan
III.1.1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan didalam percobaan ini yaitu alu, anak
timbangan, gelas kimia, hot plate, kanula, lap kasar, lumpang, neraca timbangan,
pinset, platform, spoit, stopwatch dan toples.
III.1.2. Bahan
Adapun
bahan-bahan yang
digunakan didalam
percobaan
ini
yaitu alkohol 96%, aquadest, eter, fenobarbital, kloroform, dan kapas.
III.2. Cara kerja
Pembuatan bahan

A. Pembuatan Na CMC 1 %
Na CMC ditimbang sebanyak 1 gram.
Air suling sebanyak 100 ml dipanaskan hingga 70oC.
Na CMC dimasukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan menggunakan lumping dan alu.

Sisa air sebanyak 100 ml ditambahkan.


Larutan Na CMC dimasukkan dalam wadah atau gelas kimia.
B. Pembuatan fenobarbital
Ditimbang masing-masing fenobarbital lima tablet lalu dicari bobot rata-ratanya.
Dilarutkan dengan Na CMC sedikit demi sedikit hingga homogen dalam lumpang.
Dicukupkan volumenya add 100 ml.
Larutan fenobarbital dimasukkan dalam wadah atau gelas kimia.

Perlakuan Hewan Coba

A. Golongan hipnotik-sedativ
Fenobarbital
1. Mencit yang telah diketahui bobotnya 20 gram masing masing diberikan fenobarbital secara peroral
sebanyak 0,67 ml.

2. Diamati onset dan durasi pada mencit.


B. Golongan anastetik umum
a. eter

1. Mencit yang telah diketahui bobotnya 20 gram dimasukkan ke dalam toples.


2. Diberi kapas yang telah dibasahi dengan eter lalu toples ditutupsampai mencit
teranastesi,.
3. Dicatat onset dan waktu tidur mencit.
4. Dijepit ekor mencit dengan pinset dan diamati refleks yang terjadi.
b. Alkohol 96 %

1. Mencit yang telah diketahui bobotnya 20 gram, dimasukkan ke dalam toples.


2. Diberi kapas yang telah dibasahi dengan alkohol 96 % lalu toples ditutup.
3. Dicatat onset dan waktu tidur mencit.
4. Dijepit ekor mencit dengan pinset dan diamati refleks yang terjadi.
c. Kloroform

1. Mencit yang telah diketahui bobotnya 20 gram dimasukkan ke dalam toples.


2. Diberi kapas yang telah dibasahi dengan kloroform lalu toples ditutup.
3. Dicatat onset dan waktu tidur mencit.
4. Dijepit ekor mencit dengan pinset dan diamati refleks yang terjadi.
III.3. Prosedur kerja
1. Hipnotik-sedativ
Mencit disuntik dengan fenobarbital secara per oral, kemudian dicatat waktu mulai tidur dan lama
tidur.
2. Anestesi umum
Mencit diletakkan dalam toples, kemudian dimasukkan kapas yang telah diberi masingmasing kloroform, eter dan alkohol, lalu toples ditutup dan ditunggu sampai beberapa menit kemudian
tutup toples dibuka. Onset dan durasinya dicatat serta diamati gejala yang timbul sebelum mencit
teranestesi. Mencit dikeluarkan dari toples dan ditest hilangnya rasa sakit dengan cara menjepit ekor
mencit dengan pinset.

No.
1.
2.
3.

Bobot mencit
20 g
20 g
20 g

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Zat uji
onset
durasi
Fenobarbital
04:51
02:20
Kloroform
00:32
Eter
00:32
00:32

gejala
Grooming
Tenang, grooming, tidur
sampai mati

4.
5.

20 g
20 g

Alkohol
Na CMC

09:21
04:35

09:27
-

Grooming, Vasokontriksi
Grooming, piloereksi

BAB V
PEMBAHASAN
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan saraf lainnya
didalam tubuh biasanya bekerja dibawah kesadaran atau kemauan.
Dalam percobaan ini praktikan dapat memahami obat-obat apa saja yang merangsang atau
bekerja pada sistem saraf pusat.
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat, yaitu
anastetik umum (memblokir rasa sakit), hipnotik sedativ (menyebabkan tidur), psikotropik
(menghilangkan rasa sakit), opioid. Analgetik antipiretik antiinflamasi dan perangsang susunan
saraf pusat. Anastetik umum merupakan depresan SSP, dibedakan menjadi anastetik inhalasi yaitu
anastetik gas, anastetik menguap dan anestetik menguap dan anestetik parental. Pada percobaan
hewan dalam farmakologi yang digunakan hanya anastetik menguap dan anastetik parental.
Percobaan kali ini ingin diketahui bagaimana kerja dan efek suatu obat pada sistem saraf
pusat. Mekanisme kerja dari anestetik umum adalah bahwa anestetik umum merupakan keadaan
depresi umum yang sifatnya reversible dari banyak pusat SSP, dimana seluruh perasaan dan
kesadaran ditiadakan yang agak mirip dengan pingsan. Anastetik umum ini digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri dan memblok reaksi serta menimbulkan relaksasi pada pembedahan.
Pada percobaan ini diamati dan dihitung onset serta durasi zat-zat anestesi. Zat uji yang
digunakan untuk anastesi umum didalam percobaan ini yaitu kloroform, eter dan alkohol 96%. Onset
adalah mula kerja obat, dihitung mulai waktu mencit diberi zat uji sampai mencit teranestesi, sedang
durasi adalah lama bekerja obat, dihitung mulai mencit teranestesi sampai mencit sadar.
Pada percobaan menggunakan eter, onset yang diperoleh yaitu 32 detik dan gejala yang
ditunjukkan pada mencit yaitu grooming, tenang hingga tertidur. Tetapi percobaan kali ini mencit
tertidur sampai mati, hal ini merupakan faktor kesalahan yang dilakukan oleh praktikan. Hal ini
disebabkan karena kurangnya ketelitian dan kesalahan praktikan dalam memberikan zat uji kepada
hewan coba. Mekanisme kerja dari eter yaitu eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in
vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati sehingga curah jantung tidak berubah, eter
menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit. Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru,

sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat. Efek sampingnya yaitu iritasi saluran
pernafasan, depresi nafas, mual, muntah, salivasi.

Percobaan menggunakan kloroform diperoleh onset 14 detik dan gejala


yang ditunjukkan pada mencit yaitu tidak ada. Mekanisme kerja kloroform, merusak
sel hati melalui metabolik reaktif yaitu radikal triklorometil. Radikal ini secara kovalen
mengikat protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk peroksidasi lipid pada membran
sel yang akan menyebabkan kerusakan yang dapat mengakibatkan pecahnya
membran sel peroksidasi lipid yang menyebabkan penekanan pompa Ca 2+ mikrosom
yang dapat menyebabkan gangguan awal hemostatik Ca 2+ sel hati yang dapat
menyebabkan kematian sel.
Percobaan menggunakan alkohol diperoleh onset 9 menit 21 detik
dandurasinya 9 menit 27 detik, kemudian gejala yang ditunjukkan pada mencit yaitu
grooming, vasokontriksi hingga tidur sampai sadar kembali.
Jika dibandingkan dengan literatur alkohol dapat mengurangi waktu
tidur,merangsang sekresi asam lambung dan salivasi, namun pada percobaan kali
ini hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang ada yang diperoleh hanya
gejala grooming. Selanjutnya penggunaan zat uji eter menghasilkan gejala
grooming, hal ini tidak sesuai dengan literatur dimana efek yang ditimbulkan pada
penggunaan eter harusnya depresi nafas, keringat, dan ekskresi urin. Pada
penggunaan zat uji kloroform, hasil yang didapat yaitu tidak ada dan menurut
literatur harusnya gejalanya mengalami grooming atau gelisah.
Adapun percobaan untuk obat hipnotik sedativ dengan menggunakan
fenobarbital. Pemberian fenobarbital sebanyak 0,67 ml secara per oral menimbulkan
gejala grooming dengan onset 4 menit 51 detik dan durasinya 2 menit 20 detik. Hal
ini tidak sesuai dengan literatur karena seharusnya onset dan durasinya
berlangsung lama yaitu bisa berlangsung antara 10-60 menit dikarenakan
fenobarbital adalah obat tidur jangka panjang. Hal ini tidak sesuai bisa dikarenakan
ketidaktelitian praktikan misalnya saat memberikan sediaan ke hewan coba yang
diberi dengan dosis berlebih ataupun kurang dan juga kesalahan bisa terjadi ketika
praktikan tidak memperhatikan waktu sebenarnya hewan coba mulai tertidur
ataupun sadar kembali. Kemudian menurut literatur efek yang ditimbulkan dari zat uji
fenobarbital ini yaitu merangsang waktu tidur, depresi dan rasa nyeri.
Percobaan menggunakan kontrol Na CMC didapatkan hasil pada mencit
dengan volume pemberian 0,67 ml didapatkan onset 4 menit 35 detik dan dihentikan
pengamatan saat 4 menit 50 detik yakni ketika mencit yang diberi fenobarbital sadar.
Gejala yang ditimbulkan dari kelompok kontrol yaitu grooming dan piloereksi,
kemudian tidak memberikan efek tidur berbeda dengan fenobarbital. Hal ini sesuai
dengan literatur.

BAB VI
PENUTUP
1.
2.
3.
4.

VI.1. Kesimpulan
Pemberian zat uji kloroform menimbulkan gejala tidak ada dengan onset 32 detik.
Pemberian zat uji eter menimbulkan gejala tenang dan grooming dengan onset 32 detik.
Pemberian zat uji alkohol 96% memberikan gejala grooming dan vasokontriksi dengan onset 9 menit
21 detik dan durasi 9 menit 27 detik.
Pemberian zat uji fenobarbital menimbulkan gejala grooming dengan onset 4 menit 51 detik dan
durasi 2 menit 20 detik. Sedangkan control Na CMC menimbulkan gejala grooming dan piloereksi
dengan onset 4 menit 35 detik.
VI.2. Saran
Untuk laboratorium supaya memperhatikan alat yang sudah mulai mengalami kerusakan
seperti neraca timbangan supaya segera diganti.

DAFTAR PUSTAKA
1. Tim penyusun,. 2010. Buku Ajar Anatomi Umum Fakultas Kedokteran.
Makassar:UNHAS. P.68.
2. Tim
penyusun,.2012. Penuntun
praktikum
Farmakologi
Toksikologi
I.
Makassar:STIFA.P.21,22,23,24,25.
3. Ganiswarna. G Sulistia,.1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4.Jakarta: Gaya baru.P.109.

4. Http:www.sugianto.ac.id/ Penggolongan obat-obat Saraf Pusat/pdf/ 16/10/12.


5. Olson, James, M D,.2002. Belajar Mudah Farmakologi. Jakarta:ECG.P.40.
6. Departemen farmakologi dan teraupetik. 2007. Farmakologi dan terapi edisi 5. Jakarta:FK UI.P.81,89.

7. Dirjen POM,. 1979. Farmakope Indonesia Edisi ketiga. Jakarta:DEPKES RI.


P.65,66,96,151,401,481.
8. Malole, M. B. M,. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium. Bandung:ITB. P.9495.
9. Http://www.scribd.com/doc/55450559/2/II-2-Uraian- Hewan- Coba /20/ 03 / 2012.
10. Boylan, C. James, dkk,. 1983. Pharmaceutical Excipient. London. Pharmaceutical Society of Britian.
P.88.

Anda mungkin juga menyukai