1.
2.
3.
4.
5.
Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersamasama suatu senyawa yang menghambat kerja enzim-enzim
metabolisme
dapat
meningkatkan
intensitas
efek
obat,memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga
meningkatkan efek samping dan toksisitas.
6.
Induksi enzim metabolisme
Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan
kecepatan metabolisme obat dan memperpendek masa kerja
obat.Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan
jumlah atau aktivitas enzim metabolisme dan bukan Karena
permeablelitas
mikrosom
atau
adanya
reaksi
penghambatan.Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obatobat tertentuatau proses induksi enzim mempercepat proses
metabolisme dan menurunkan kadar obat bebas dalam plasma
sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya
menjadi lebih singkat.
Induksi enzim juga mempengaruhi toksisitas beberapa obat
karena dapat meningkatkan metabolisme dan metabolit reaktif.
Tempat metabolisme obat
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada
jaringan-jaringan dan organ-organ seperti hati,ginjal,paru dan
saluran cerna.Hati merupakan organ tubuh tempat utama
metabolisme obat oleh karena mengandung enzim-enzim
metabolisme dibanding organ lain.Metabolisme obat di hati
terjadi pada membrane reticulum endoplasma sel.Retikulum
endoplasma terdiri dari dua tipe yang berbeda,baik bentuk
maupun fungsinya.Tipe 1 mempunyai permukaan membran yang
kasar,terdiri dari ribosom-ribosom yang tersusun secara khas dan
berfungsi mengatur susunan genetik asam aminoyang diperlukan
untuk sintesis protein.Tipe 2 mempunyai permukaan membran
yang halus tidak mengandung ribosom.Kedua tipe ini merupakan
tempat enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat.
Jalur umum metabolisme obat dan senyawa organik asing Reaksi
metabolisme obat dan dan senyawa organic asing ada dua tahap
yaitu:
1.
Reaksi fase I atau reaksi fungsionalisasi
2.
Reaksi fase II atau reaksi konjugasi.
III.
1.
2.
IV.
Yang
termasuk
reaksi
fase
I
adalah
reaksi-reaksi
oksidasi,reduksi,dan
hi
drolisis.tujuan
reaksi
ini
adalah
memasukkan gugus fungsional tertentu yang besifat polar.
Yang
termasuk
reaksi
fase
II
adalah
reaksi
konjugasi,metilasi dan asetilasi.Tujuan reaksi ini adalah mengikat
gugus fungsional hasil metabolit reaksi fase I dengan senyawa
endogen yamg mudah terionisasi dan bersifat polar,seperti asam
glukoronat,sulfat,glisin dan glutamine,menghasilkan konjugat
yang mudah larut dalam air.Hasil konjugasi yang terbentuk
(konjugat) kehilangan aktivias dan toksisitasnya,dan kemudian di
ekskresikan melalui urin.
Pada metabolisme obat,gambaran secara tepat system enzin
yang bertanggungjawab terhadap proses oksidasi,reduksi,masih
belum diketahui secara jelas.Secara umum diketahui bahwa
sebagian besar reaksi metabolik akan melibatkan prpses
oksidasi.Proses ini memerlukan enzim sebagai kofaktor,yaitu
bentuk tereduksi dari nikotinamid-adenin-dinukleotida fosfat
(NADPH) dan nikotinamid-adenin-dinukleotida
ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan
Jarum suntik oral (ujung tumpul)
Stopwatch
Induktor enzim : Phenobarbital
Inhibitor enzim : Simetidin
Hewan uji : Mencit
CARA KERJA
V. PEMBAHASAN
Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa senyawa
kimia terhadap enzim pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya.
Hewan uji yang digunakan adalah mencit, digunakan mencit yang mempunyai sistem
metabolisme menyerupai manusia, lebih ekonomis, dan mudah didapatkan. Organ
pemetabolisme terbesar adalah hati.
Obat yang digunakan pada pecobaan ini yaitu Phenobarbital yang mempunyai
dosis 80mg/kgBB. Phenobarbital memiliki efek hipnotik/sedatife sehingga lebih mudah
dilakukan pengamatan. Pemberian Phenobarbital dilakukan secara intraperitonial
agar efek yang ditimbulkan lebih cepat karena di dalam rongga perut memiliki atau
terdapat banyak pembuluh darah.
Senyawa kimia yang mempengaruhi enzim metabolisme antara lain, induktor
dan inhibitor. Induktor adalah senyawa kimia yang dapat mempercepat kerja dari
enzim metebolisme. Inhibitor adalah sentawa kimia yang dapat menghambat kerja dari
enzim metabolisme.
Pada kontrol, hewan uji hanya diberikan Phenobarbital 80mg/kgBB. Pada
inductor, hewan uji diberi Phenobarbital selama 3 hari berturut-turut tiap 24 jam dan
saat praktikum diberi lagi Phenobarbital 80mg/kgBB. Phenobarbital diberikan 3 hari
karena Phenobarbital dapat mengalami auto induksi akibat pemakaian selama 3 hari
sampai 7 hari dimana menginduksi dirinya sendiri, disini melibatkan enzim sitokrom
P450 dan glukoranil transferase untuk metabolisme Phenobarbital, kemudian setelah 3
hari sampai 7 hari akan terjadi toleransi yang yang nenberikan efek hewan uji tersebut
tidur. Pada inhibitor, 1 jam sebelumnya diberikan Simetidin setelah itu diberikan
Phenobarbital 80mg/kgBB karena kadar puncak Simetidin pada plasma dicapai setelah
1 jam. Simetidin mempunyai daya kerja menghambat enzim sitokrom P 450, maka
menghambat metabolisme Phenobarbital sehingga kerja Phenobarbital dalam hewan
uji lebih lama.
Parameter yang saling berpengaruh disini adalah durasi karena yang dilihat
adalah kadar obat di dalam plasma sehingga yang dilihat obat tersebut berefek sampai
obat tersebut tidak berefek. Jadi bukan onsetnya atau waktu mula kerja obat sampai
obat tersebut memberikan efek. Rata-rata durasi terbesar adalah kontrol, durasi
terkecil adalahn inhibitor. Menurut teori durasi yang tercepat adalah induktor,kontrol,
inhibitor.
Reaksi-reaksi selama proses metabolisme dibagi menjadi 2 yaitu reaksi fase I
(reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis) : reaksi-reaksi enzimatik yang berperan dalam
proses ini sebagian besar terjadi di hati. Mengalami hidroksilasi pada posisi para
dengan bantuan enzim sitokrom450. Reaksi fase II (konjugasi glukoronida, asilasi,
metilasi, pembentukan asam merkapturat, konjugasi sulfat).
Pemberian Phenobarbital pada hewan uji dapat menyebabkan hewan uji
tersebut tidur, bangun dan tidur kembali. Hal ini Phenobarbital memiliki efek
redistribusi.
Dilakukan uji anava untuk durasi. Menghasilkan data F hitung lebih besar dari
F tabel yang berarti ada perbedaan durasi antar kelompok sehingga dilanjutkan
dengan pasca anava. Dari pasca anava didapatkan kontrol vs induksi berbeda
signifikan, kontrol vs inhibisi berbeda signifikan dan induksi vs inhibisi tidak berbeda
signifikan. Berarti pemberian induktor atau inhibitor akan mempengaruhi metabolisme
obat (durasi obat) sehingga perlu diperhatikan pemberian obat secara bersama.
Pemberian obat secara bersamaan dengan inhibitor menyebabkan masa kerja obat
diperpanjang dan dapat menyebabkan efek toksis karena aktivitas enzim metabolisme
dihambat. Obat diberikan bersamaan induktor dapat mempercepat metabolisme obat
tersebut dengan meningkatkan aktivitas enzim metabolisme, ini menyebabkan kadar
obat bebas dalam plasma turun dan masa kerjanya lebih singkat.
VI. KESIMPULAN
OLEH
NAMA
: INTEN WIDURI WULANDARI
NIM
: F1F1 12 079
KELAS : B
KELOMPOK : V (LIMA )
ASISTEN
: LA ODE MUHAMMAD FITRAWAN, S. Farm., Apt.
Jurusan Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Halu Oleo
Kendari
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PERCOBAAN
C. MANFAAT PERCOBAAN
D. PRINSIP PERCOBAAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TEORI UMUM
B. URAIAN BAHAN
C. URAIAN OBAT
D. URAIAN HEWAN COBA
E. KARAKTERISTIK HEWAN COBA
BAB III
METODE KERJA
A. ALAT
B.
BAHAN
C. PROSEDUR KERJA
BAB IV
HASIL PRAKTIKUM
a.
No.
1.
2.
Perlakuan
Ranitidin + Fenobarbital
Onset
5 : 30
Durasi
5: 58
Fenobarbital
8 : 13
9: 12
I.M.
b. Perhitungan dosis
Dik : Berat mencit
= 28 gram dan 31 gram
Berat mencit terbesar = 31 gram
Dosis fenobarbital
= 100 mg
Dosis ranitidin
= 50 mg
Volume pemberian maksimal I.M. = 0,05 ml
Dit :
a. Dosis mencit = ?
b. Buat larutan stok 30 ml untuk fenobarbital
c. Buat larutan stok 30 ml untuk ranitidin
d. Volume pemberian untuk fenobarbital
e. Volume pemberian untuk ranitidin = .?
Penyelesaian :
a. Dosis mencit =
DM fenobarbital
DM ranitidin
b. Larutan stok =
=g
c.
Volume pemberian
Fenobarbital I. M.
= 0,05 ml
Ranitidin I. M.
= 0,04 ml
BAB V
PEMBAHASAN
Metabolisme obat adalah seluruh proses perubahan reaksi biokimia yang terjadi di
dalam tubuh makhluk hidup setelah obat tersebut diabsorpsi. Metabolisme disebut
juga biotransformasi. Namun, terdapat sedikit perbedaan yang metabolisme diartikan
sebagai reaksi yang terjadi pada senyawa endogen seperti enzim dan hormon,
sedangkan biotransformasi adalah reaksi kimia dalam tubuh sebagai respon terhadap
senyawa eksogen atau xenobiotik seperti obat dan makanan. Reaksi biotransformasi
dapat berupa oksidasi, hidrolisa dan konjugasi.
Praktikum ini bertujuan utnuk menentukan onset dan durasi terhadap pengaruh efek
metabolisme obat fenobarbital dan ranitidin terhadap hewan coba mencit. Terdapat
beberapa faktor farmakodinamik yang memengaruhi aktivitas metabolisme obat
antara lain sitokrom p-450 yang merupakan enzim pereduksi ; pembentukan
metabolit yang dapat memberikan efek farmakologinya yang lebih kompleks
dibanding obat awalnya; lokasi atau tempat kerja dari metabolit yang dihasilkan ; dan
perbedaan antara profil farmakokinetik dan farmakodinamik dari metabolit aktif dan
obat awal yang menyebabkan konsentrasi dan intensitas efek farmakologi metabolit
dan obat awal sulit dibedakan.
Kebanyakan obat akan mengalami biotransformasi dulu agar dapat dikeluarkan dari
badan dan pada dasarnya, setiap obat merupakan zat asing yang tidak diinginkan oleh
tubuh dan tubuh berusaha merombak zat tersebut menjadi metabolit yang bersifat
hidrofil agar lebih lancar diekskresikan melalui ginjal. Jadi, reaksi biotransformasi
adalah peristiwa detoksikasi. Singkatnya, tujuan metabolisme obat adalah pengubahan
yang sedemikian rupa hingga mudah diekskresi ginjal, dalam hal ini menjadikannya
lebih hidrofil.
Umumnya , obat dimetabolisme oleh enzim mikrosom endoplasma sel hati. Saat
proses metabolisme, molekul obat dapat berubah sifat antara lain menjadi lebih polar.
Metabolit yang lebih polar ini menjadi tidak larut dalam lemak sehingga mudah
diekskresi melalui ginjal. Metabolit obat dapat lebih aktif dari obat asal ( bioktivasi),
tidak atau berkurang aktif ( detoksifikasi atau bioinaktivasi ) atau sama aktifnya.
Dalam hati, dan sebelumnya juga disalurkan lambung - usus, seluruh atau sebagian
obat mengalami perubahan kimiawi secara enzimatis dan pada umumnya , hasil
perubahannya ( metabolit) menjadi tidak atau kurang aktif lagi. Proses ini juga disebut
proses detoksifikasi atau bioinaktivasi ( first pass effect ). Ada juga obat yang khasiat
farmakologinya justru diperkuat ( bio-aktivasi). Jadi, senyawa obat harus diubah
menjadi metabolit- metabolit agar strukturnya lebih sederhana sehingga dapat diubah
menjadi senyawa polar oleh enzim spesifik atau voa akskresi dengan menambahkan
gugus fungsi -OH, sehingga senyawa tersebut mudah diekskresikan karena tidak
segera diabsorpsi dari cairan tubuli ginjal.
Hewan coba yang digunakan pada praktikum ini adalah mencit. Penggunaan mencit
sebagai hewan coba dikarenakan mencit relatif mudah dalam penggunaannya, ukuran
yang relatif kecil, harganya yang relatif murah, jumlah peranakannya banyak banyak
yaitu sekali melahirkan bisa mencapai 16-18 ekor. Selain itu, mencit memiliki sistem
sirkulasi darah yang hampir sama dengan manusia serta tidak memiliki kemampuan
untuk muntah, karena memiliki katup di lambung, sehingga banyak digunakan untuk
penelitian obat.
Percobaan ini diawali dengan penimbangan mencit dan diperoleh berat mencit
pertama adalah 28 gram dan berat mencit kedua adalah 31 gram. Penimbangan ini
akan digunakan dalam perhitungan dosis dan volume pemberian obat pada mencit.
Obat yang digunakan pada percobaan ini adalah fenobarbital dan ranitidine injeksi.
Fenobarbital adalah obat yang berfungsi sebagai antikonvulsan atau antiepilepsi yang
berkhasiat mengurangi kejang dan epilepsi. Fenobarbital memiliki efek hipnotik dan
sedative. Ranitidine adalah obat yang bekerja pada saluran cerna dapat pula
digunakan sebagai obat maag. Fenobarbital dapat meningkatkan kerja sitokrom p-450
serta meningkatkan kecepatan beberapa reaksi metabolisme. Fungsi ini berkebalikan
dengan fungsi atau efek yang ditimbulkan oleh obat ranitidin, di mana ranitidin
merupakan antagonis reseptor-H2 yang dapat menghambat aktivitas enzim sitokrom P450 dalam memetabolisme obat- obat lain. Hal ini dapat menyebabkan metabolisme
obat lain terganggu. Jadi, alasan digunakan obat fenobarbital dan ranitidine pada
percobaan ini adalah karena efeknya yang berlawanan dalam proses metabolisme obat
dan akan diamati pengaruhnya jika kedua obat tersebut diberikan secara bersamaan.
Tahap selanjutnya adalah perhitungan obat dan larutan stok serta volume pemberian
maksimal untuk masing- masing mencit. Larutan stok ynag dibuat harus diencerkan
terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk memperkecil konsentrasi kedua obat, sebab
konsentrasi obat yang digunakan merupakan dosis obat untuk manusia, sedangkan
yang akan diberikan obat pada percobaan kali ini adalah mencit, sehingga kadar obat
harus dikurangi mengikuti dosis mencit. Pengenceran dilakukan dengan
menambahkan aqua pro injeksi. Digunakan aqua pro injeksi karena aqua pro
injeksi merupakan suatu bahan yang dapat larut dalam jaringan lemak di dalam tubuh
hewan sehingga dapat mengurangi rasa perih ketika cairan di suntikkan di dalam
tubuh mencit. Disamping itu, aqua pro injeksi merupakan air yang dijernihkan dengan
cara destilasi atau dengan reserve osmosis sehingga bebas pirogen, steril, sehingga
dapat mencegah kontaminasi pada sediaan, zat aktif dalam fenobarbital dapat larut
dalam aqua pro injeksi.
Tahap berikutnya adalah larutan obat ranitidine diinjeksikan pada mencit I. setelah
waktunya berselang 5 menit, disuntikkan pada mencit yang sama obat fenobarbital
sesuai volume pemberiannya yaitu 0,05 ml. Setelah obat diinjeksikan pada mencit I,
langsung dihitung onset dan urasinya. Mencit kedua diberikan obat fenobarbital saja.
kedua penginjeksian pada hewan mencit ini dilakukan secara intramuskular yaitu pada
pangkal otot paha mencit. Tujuan dibedakannya obat yang diinjeksikan pada kedua
mencit tersebut adalah untuk melihat pengaruh pemberian obat- obat tertentu yang
diinteraksikan dengan antagonisnya terhadap metabolisme obat di dalam tubuh
dengan menghitung onset dan durasinya.
Percobaan ini digunakan obat dengan bentuk sediaan injeksi dengan beberapa
pertimbangan diantaranya obat dalam bentuk larutan lebih mudah dan lebih cepat
diabsorpsi serta dimetabolisme oleh tubuh yang menjadikannya cepat berefek,
sehingga dapat mengefisienkan waktu praktikum.
Setelah dilakukan penghitungan onset dan durasinya,pada mencit pertama dengan
pemberian obat fenobarbital yang dikombinasikan dengan obat ranitidin yang
memiliki onset 5 menit 30 detik dan durasinya 5 menit 58 detik, sedangkan pada
mencit kedua dengan pemberian fenobarbital saja memiliki onset 8 menit 13 detik
dengan durasi selama 9 menit 12 detik. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut terlihat
bahwa pemberian obat ranitidin yang dikombinasikan dengan obat fenobarbital dapat
mempercepat onset obat dan memperpendek masa obat berefek. Hal tersebut
disebabkan karena obat ranitidin menghambat aktivitas enzim sitokrom P-450 yang
merupakan enzim yang berperan dalam proses metabolisme fenobarbital.
Terhambatnya aktivitas enzim tersebut menyebabkan metabolisme obat fenobarbital
terganggu sehingga efek terapeutik yang dihasilkanpun kurang optimal. Jadi, hasil
pengamatan praktikum ini sesuai dengan literatur yang ada, yaitu obat- obatan yang
memiliki kemampuan menghambat ( inhibitor ) akan mempercepat eliminasi obatobat lain sehingga kadar obat dalam darah lebih cepat hilang.
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa onset pada
mencit I dengan pemberian obat ranitidin yang dikombunasikan dengan obat
fenobarbital adalah 5 menit 30 detik dengan durasi 5 menit 58 detik, sedangkan onset
pada mencit II dengan pemberian obat fenobarbital secara intramuscular adalah 8
menit 13 detik dengan durasi 9 menit 12 detik.
B.
SARAN
Sebaiknya obat yang digunakan pada praktikum metabolism obat lebih bervariasi,
sehingga praktikan dapat lebih memahami mengenai obat- obat yang baik dikonsumsi
berdasarkan metabolisme dan interaksi obat tersebut di dalam tubuh.
BAB 1
PENDAHULUAN
5)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PENGERTIAN
Hipnotik dan sedatif merupakan golongan obat pendepresi susunan syaraf
pusat (SSP). Efeknya bergantung kepada dosis, mulai dari yang ringan yaitu
menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu
hilangnya kesadaran, keadaan anestesia, koma dan mati.
Pada dosis terapi, obat sedatif menekan aktivitas mental, menurunkan
respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Obat hipnotik
menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur
yang menyerupai tidur fisiologis.
Efek sedasi juga merupakan efek samping beberapa golongan obat lain yang
tidak termasuk obat golongan depresab SSP. Walaupun obat tersebut
memperkuat penekanan SSP, secara tersendiri obat tersebut memperlihatkan
efek yang lebih spesifik pada dosis yang jauh lebih kecil daripada dosis yang
dibutuhkan untuk mendepresi SSP secara umum.
Beberapa obat dalam golongan hipnotik dan sedatif, khususnya golongan
benzodiazepin diindikasikan juga sebagai pelemas otot, antiepilepsi,
antiansietas (anticemas), dan sebagai penginduksi anestesia.
2.2 PENGGOLONGAN OBAT SEDATIF-HIPNOTIK
Benzodiazepin: alprazopam, klordiazepoksid, klorazepat, diazepam,
flurazepam, lorazepam
2)
Barbiturat: amobarbital, pentobarbital, fenobarbital, sekobarbital,
tiopental
3)
Lain-lain: Propofol, Ketamin, Dekstromethorpan
1)
2.3
BENZODIAZEPIN
Farmakokinetik
Sifat fisikokimia dan farmakokinetik benzodiazepine sangat mempengaruhi
penggunaannya dalam klinik karena menentukan lama kerjanya. Semua
benzodiazepine dalam bentuk nonionic memiliki koefesien distribusi lemak
: air yang tinggi; namun sifat lipofiliknya daoat bervariasi lebih dari 50 kali,
bergantung kepada polaritas dan elektronegativitas berbagai senyawa
benzodiazepine.
Semua
benzodiazepin
pada
dasarnya
diabsorpsi
sempurna,
kecuali klorazepat; obat ini cepat mengalami dekarboksilasi dalam cairan
lambung menjadi N-desmetil-diazepam (nordazepam), yang kemudian
diabsorpsi sempurna. Setelah pemberian per oral, kadar puncak
benzodiazepin plasma dapat dicapai dalam waktu 0,5-8 jam. Kecuali
lorazepam, absorbsi benzodiazepin melalui suntikan IM tidak tratur.
Secara umum penggunaan terapi benzodiazepine bergantung kepada
waktu paruhnya, dan tidak selalu sesuia dengan indikasi yang dipasarkan.
Benzodiazepin yang bermanfaat sebagai antikonvulsi harus memiliki
waktu paruh yang panjang, dan dibutuhkan cepat masuk ke dalam otak
agar dapat mengatasi status epilepsi secara cepat. Benzodiazepin dengan
NAMA
OBAT,
BENZODIAZEPIN
Nama Obat
CARA
PEMBERIAN
&
DOSIS
BEBERAPA
Cara Pemberian
Dosis
Alprazolam (XANAX)
Oral
Klordiazepoksid
(LIBRIUM, DLL)
Oral, intramuscular,
intravena
Klonazepam (KLONOPIN)
Oral
Korazepat (TRANXENE,
dll)
Oral
Oral, intramuscular,
intravena, rectal
5 10 ; 3-4x/hari
Estazoyam (PROZOM)
Oral
1,0 2,0
Flurazepam (DALMANE)
Oral
15,0 30,0
Halazepam (PAXIPAM)
Oral
Lorazepam (ATIVAN)
Oral, intramuscular,
intravena,
2,0 4,0
Midazolam (VERSED)
intramuscular, intravena
Oksazepam (SERAX)
oral
Quazepam (DORAL)
Oral
7,5 15,0
(Nama Dagang)
Temazepam (RESTORIL)
Oral
0,75 30,0
Triazolam (HALCION)
Oral
0,125 0,25
2.4
BARBITURAT
Farmakokinetik
Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan
usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk
mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan
anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati
plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam
lemak.
Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan
metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan
lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan
otak turun dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya
aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam
BENTUK
SEDIAAN
&
DOSIS
BEBERAPA
OBAT
Nama Obat
Bentuk Sediaan
Amobarbital
Kapsul,tablet,injeksi,bubuk
30-50; 3x
Aprobarbital
Eliksir
40; 3x
Butabarbital
Kapsul,tablet,eliksir
15-30 ; 3-4x
Pentobarbital
Kapsul,eliksir,injeksi,suposito
ria
20 ; 3-4x
Sekobarbital
Kapsul,tablet,injeksi
30-50 ; 3-4x
Fenobarbital
Kapsul,tablet, eliksir,injeksi
15-40 ; 3x
2.5
1)
LAIN - LAIN
Propofol
2)
Ketamin
3)
Dekstromethorpan
4)
PARALDEHID
Obat ini pertama kali diperkenalkan sebagai antiansietas, namun saat ini juga
dipakai sebgai hipnotik sedative, dan digunakan pada pasien insomnia usia
lanjut. Sifat farmakologi obat ini dlam bebrapa hal menyerupai
benzodiazepine. Tidak dpat menimbulkan anestesi umum. Konsumsi obat ini
secra tunggal dengan dosis yang sangat besar dapat menyebabkan depresi
nafas yang berat hingga fatal, hipetensi, syok, dan gagal jamtung.
Meprobamat tampaknya memiliki efek analgesic ringan pada pasien nyeri
tulang otot, dan meningkatkan efek obat analgetik yang lain. Absorbsi peroral
baik. Kadar puncak dalam plasma, tercapai 1 - 3 jam. Sedikit terikat protein
plasma. Sebagian besar dimetabolisme di hati, terutama secra hidroksilasi,
kinetika eliminasi, dapat bergantung kepada dosis. Waktu paro miprobamat
dapat diperpanjang selama penggunaaan kronis, sebagian kecil obat
diekskreikan lewat urin. Pada dosis sedatif, efek samping utama ialah
ngantuk dan ataksia. Pada dosis yang lebih besar, sangat mengurangi
kemampuan belajar dan koordinasi gerak, dan memperlambat waktu reaksi.
Miprobamat meningkatkan efek depresi depresan SSP lain. Gejala efek
samping lain yang mugkin timbul antara lain : hipotensi, alergi pada kulit,
purpura nontrombositopenik akut, angioedema, dan bronkospasme.
Penyalahgunaaan meprobamat tetap terjadi walaupun penggunaannya
secara klinik telah menurun. Carisoprodol(SOMA), suatu perelaksasi otot
yang menghasilkan meprobamat sebagai metabolit aktifnya, juga banyak
disalahgunakan. Gejala putus obat terjadi bila obat dihentikan secara
mendadak setelah pemberian meprobamat jangka lama. Gejala yang timbul
meliputi : ansietas, insomnia, tremor, ganguan saluran cerna, dan sering kali
timbul halusinasi. Bangkitan umum sering terjadi pada kira kira 10 % kasus.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif adalah berbagai macam jenis obatobatan yang diproduksi untuk keperluan dunia medis untuk pengobatan.
Obat-obatan jenis hipnotik-sedatif dalam penggunaannya harus dengan
pengawasan dokter karena daya kerjanya obat-obatan jenis tersebut
sangatlah keras dan menimbulkan kematian apabila terdapat
penyalahgunaan.
3.2 Saran
Karena daya kerjanya obat-obatan tersebu sangatlah keras, sehingga
penggunaannyapun harus melalui resep dokter dan harus dalam
pengawasan dokter. Obat-obatan yang dimaksud tersebut jika disalah
gunakan akan berpengaruh dan merusak psikis maupun fisik dari si
pemakai
dan
mengakibatkan
ketergantungan,
jadi
hindari
penyalahgunaan obat-obatan jenis hipnotik sedatif karena termasuk obatobatan narkotik atau psikotropik.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan
sistem saraf lainnya didalam tubuh dimana bekerja dibawah kesadaran atau
kemauan. SSP biasa juga disebut sistem saraf sentral karena merupakan sentral
atau pusat dari saraf lainnya. Sistem saraf pusat ini dibagi menjadi dua yaitu otak
(ensevalon) dan sumsum tulang belakang (medula spinalis).
Sistem saraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf pusat yang tidak
spesifik misalnya hipnotik sedativ. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat
terbagi menjadi obat depresan saraf pusat yaitu anastetik umum, hipnotik sedativ,
psikotropik, antikonvulsi, analgetik, antipiretik, inflamasi, perangsang susunan saraf
pusat.
Dalam percobaan ini mahasiswa farmasi diharapkan mampu untuk mengetahui dan
memahami bagaimana efek farmakologi obat depresan saraf pusat dimana dalam
percobaan ini mahasiswa mengamati anastetik umum dan hipnotik sedativ yang
diujikan pada hewan coba mencit (Mus musculus). Obat yang digunakan untuk
anastetik umum yaitu eter, kloroform dan alkohol 96%, sedangkan untuk hipnotik
sedativ digunakan diazepam dan fenobarbital.
Adapun dalam bidang farmasi pengetahuan tentang sistem saraf pusat perlu untuk
diketahui khususnya dalam bidang ilmu farmakologi toksikologi karena mahasiswa
farmasi dapat mengetahui obat-obat apa saja yang perlu atau bekerja pada sistem
saraf pusat. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya percobaan ini.
1.
Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami efek anastesi,
hipnotik sedatif, stimulan dan depresan dari beberapa obat pada hewan coba
mencit ( Mus Musculus).
1.
Tujuan percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah:
1.
Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini adalah:
1.
Anastesi
Penentuan efektivitas pemberian obat anastesi yakni alkohol 96 % dan alkohol 70 %
terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan onset dan durasinya.
2.
Hipnotik-Sedatif
Penentuan efektivitas pemberian obat hipnotik sedatif yakni diazepam dan
fenobarbital terhadap hewan coba mencit (Mus Musculus) berdasarkan onset dan
durasinya.
3.
Antidepresan
Penentuan efektivitas pemberian obat antidepresan yakni amitriptilin berdasarkan
frekuensi dan durasi diam dari mencit (Mus Musculus) pada interval waktu 2 menit.
4.
Stimulan
Penentuan efektivitas pemberian obat stimulan yakni fenobarbital berdasarkan
frekuensi dan durasi diam dari mencit (Mus Musculus) pada interval waktu 2 menit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Teori umum
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan berkesinambungan serta
terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan
internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur. Susunan saraf terdiri dari
susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan saraf pusat terdiri dari otak
(ensevalon) dan medula spinalis (sumsum tulang belakang) (Gunawan, 2007).
Anastetik umum adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan anastesi (an=tanpa,
aesthesis=perasaan) atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum yang
bersifat reversible dari banyak pusat sistem saraf pusat, dimana seluruh perasaan
dan kesadaran ditiadakan, agak mirip dengan pingsan (Sloane, 2003).
Anastetik umum digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dan memblok reaksi
serta menimbulkan relaksasi pada pembedahan. Tahap-tahap anastesi antara lain
(Sloane, 2003) :
1.
Analgesia
Kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadi euphoria (rasa nyaman) yang
disertai impian-impian yang menyerupai halusinasi. Ester dan nitrogen monoksida
memberikan analgesia yang baik pada tahap ini sedangkan halotan dan thiopental
tahap berikutnya.
2.
Eksitasi
Kesadarn hilang dan terjadi kegelisahan (tahap edukasi).
3.
Anestesi
Pernapasan menjadi dangkal dan cepat, teratur seperti tidur (pernapasan perut),
gerakan bola mata dan reflex bola mata hilang, otot lemas.
4.
dosis yang lebih rendah pada siang hari dengan tujuan menenangkan, maka disebut
sedativa (obat pereda). Perbedaannya dengan psikotropika ialah hipnotik-sedativ
pada dosis yang benar akan menyebabkan pembiusan total sedangkan psikotropika
tidak. Persamaannya yaitu menyebabkan ketagihan (Mutscler, 1991).
Dalam mempengaruhi kemampuan mengatur suatu pembiusan perlu
dipertimbangkan bahwa dalam pembiusan yang ditimbulkan oleh suatu obat
pembius tertentu ditentukan oleh konsentrasinya dalam sistem saraf pusat dan
bahwa ini bergantung pada (Mutscler, 1991) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
Benzodiazepine
contohnya:
Klordiazepin
Klorozepat
Diazepam
Flurazepam
Lorazepam
Oksazepam
Temazepam
2.
Barbiturat
contohya:
Amobarbital
Aprobarbital
Barbital
Heksobarbital
Kemital
Mefobarbital
. Bupabarbital
3.
Hipnotik lainnya
contohnya:
. kloral hidrat
. etklorvinol
. glutetimid
. metiprilo
1.
Pada sebagian besar sinaps sistem saraf pusat, reseptor tergabung dalam saluran
ion, mengikat neurotransmitter ke reseptor membran postsinaptik sehingga dapat
membuka saluran ion secara cepat dan sesaat. Saluran yang terbuka ini
kemungkinan ion didalam dan luar membran sel mengalir kearah konsentrasi yang
lebih kecil. Perubahan komposisi dibalik membran neuron akan mengubah potensial
postsinaptik, menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi membran postsinaptik,
yang tergantung pada ion tertentu yang bergerak dan arah dari gerakan itu
(Departemen farmakologi dan teraupetik).
Gangguan neurotransmisi yang dapat diobati dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
yang disebabkan oleh terlalu banyaknya neurotransmisi dan oleh terlalu sedikitnya
neurotransmisi. Neurotransmisi yang terlalu banyak disebabkan oleh (Departemen
farmakologi dan teraupetik):
1.
Norepinefrin
Dopamin
5-Hidroksitriptamin
Asetilkolin
Asam gamma amino butirat (GABA)
Uraian Bahan
Na-CMC ( Ditjen POM 1979, hal 401)
Nama Resmi
Nama lain
Berat Molekul
: 90.000 700.000
Pemerian
: Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading; tidak
berbau atau hampir tidak berbau hidrofobik.
Kelarutan
: Mudah mendispersi dalam air, tidak larut dalam etanol (95%)
eter P dan pelarut organik lain.
Penyimpanan
Kegunaan
: Sebagai kontrol.
1.
2.
Uraian Obat
Na-CMC ( Ditjen POM 1979 Hal. 401)
Nama Resmi
Nama lain
Berat Molekul
: 90.000 700.000
Pemerian
: Serbuk atau butiran, putih atau putih kuning gading; tidak
berbau atau hampir tidak berbau hidrofobik.
Kelarutan
: Mudah mendispersi dalam air, tidak larut dalam etanol (95%)
eter P dan pelarut organik lain.
Penyimpanan
Kegunaan
: Sebagai kontrol.
1.
1.
Uraian Obat
Alkohol (Ganiswara, 1995)
Khasiat
Farmakodinamik
: Alkohol mendepresi susunan saraf pusat, efek langsung
terhadap sirkulasi sangat kecil, merangsang sekresi asam lambung dan saliva serta
menimbulkan efek teratogenik.
Farmakokinetik
: Absorbsinya dilambung, usus dan kolon berlangsung cepat.
Uapnya dapat diabsorbsi dari paru-paru. Dalam tubuh alkohol disebar agak merata
keseluruh jaringan dan cairan tubuh.
Efek samping
Indikasi
: Sebagai pelarut obat, mengatasi rasa nyeri, pengobatan
keracunan metal alkohol, mencegah partus prematur.
2.
Amitriptilyn ( P, 2002)
Indikasi
Kontra indikasi
: Pada pasien yang pernah mengalami reaksi
hipersensitivitas terhadap obat ini.
Efek samping
: Kardiovaskular, infark miokard, stroke, perubahan EKG
non spesifik, perubahan konduksi AV, blok jantung, aritmia, hipertensi, takikardia,
palpitasi, antikolinergik, alergi.
Dosis
: Dosis harus dimulai dengan dosis rendah dan
ditingkatkan secara bertahap, dengan memperhatikan secara seksama respon klinik
dan tanda-tanda timbulnya intoleransi.
Farmakodinamik
(Ganiswarna, 1995).
Farmakokinetik
: Resorpsi dari usus cepat dengan BA ca 40%, PP-nya
diatas 90%, plasma t -nya rata-rata 15 jam. Dalam hati sebagian besar zat
didemetilasi menjadi metabolit aktif nortriptilin dengan daya sedatif lebih ringan , t nya rata-rata 36 jam. Ekskresinya berlangsung terutama lewat kemih (Tan Hoan
Tjay, 2002)
3.
: Diazepam
: Antiepilepsi atau antikonvulsi
Indikasi
: Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia,
tambahan pada putus alkohol akut, status epileptikus, kejang demam, spasme otot.
Kontra indikasi
: Depresi pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis,
insufisiensi pulmoner akut, glaucoma sudut sempit akut, serangan asma akut,
trimester pertama k ehamilan, bayi premature, tidak boleh atau ansietas yang
disertai dengan depresi
Efek samping
:Susunan saraf pusat : rasa lelah, ataksia, rasa malas, fertigo,
sakit kepala, mimpi buruk, efek amnesia, gangguan pada saluran cerna
Farmakokinetik
: Tempat yang pasti dan mekanisme kerja benzodiazepin belum
diketahui pasti tapi efek obat disebabkan oleh penghambatan neurotransmitter gaminobutiryc acid ( GABA)
Farmakodinamik : Bekerja pada limbic, thalamus, hipotalamus, dan sistem saraf
pusat dan menghasilkan efek ansiolitik, sedatif, hipnotik
Interaksi obat
Dosis obat
: 2 mg 3 kali sehari jika perlu dapat dinaikkan menjadi 15-30 mg
sehari dalam dosis terbagi
4.
: Phenolbarbital
: Phavros
Indikasi
: Antikonvulsi umum, epilepsi tonik klonik tipe grandmal dan
parsial motorik (lokal) atau sensorik.
1.
1.
Kontra indikasi
Efek samping
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub phylum
: Vertebrata
Class
: Mamalia
Ordo
: Rodentia
Family
: Muridae
Genus
: Mus
Species
: Mus musculus
2.
Karakteristik Mencit (Mus musculus) (Jasin, 1992)
Bobot badan dewasa
Berat lahir
: 0.5 15 gr
: 20 gr : 36 cm2
: 36,50 38,00 C
: 15 ml / 100 gr perhari
Konsumsi makanan
: 15 mg
Mulai dikawinkan
Massa pubertas
: 35 hari
Massa hamil
Jumlah sekali lahir
: 19 20 hari
: 4 12 ekor
Lama hidup
: 2 3 tahun
Massa rumbuh
: 6 bulan
Massa laktasi
: 24 hari
Frekuensi kelahiran
: 4 tahun
Tekanan darah
: 147 / 106
Volume darah
: 7.5 % BB
1.
2.
PATOFISIOLOGI
Anestesia umum merupakan keadaan tidak terdapatnya sensasi
yang berhubungan dengan hilangnya kesadaran yang reversibel (Neal,
2006).
3.
Epilepsi merupakan penyakit kronis dimana terjadinya bangkitan
akibat lepasnya muatan abnormal dari neuron otak (Neal, 2006).
4.
Penyakit Parkinson adalah penyakit ganglia basalis dan ditandai
oleh minimnya gerakan, rigiditas, dan tremor. Penyakit ini progresif dan
menyebabkan peningkatan disabilitas kecuali bila diberikan terapi efektif
(Neal, 2006).
5.
Penyakit depresi mayor dan bipolar adalah penyakit alam perasaan
yang menyimpang, mengganggu energi, pola tidur, nafsu makan, libido
dan kemampuan kerja (Neal, 2006).
BAB III
METODE KERJA
1.
Alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu statif , spoit injeksi 1 ml, 3 ml, dan 5
ml, spoit oral (Kanula), kapas, stopwatch, kertas timbang, labu ukur, sendok tanduk,
timbangan analitik , dan toples.
1.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu Na-CMC, alkohol, amytriptilin,
benang godam, diazepam dan fenobarbital.
1.
Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan yaitu Mencit (Mus musculus)
1.
2.
Cara Kerja
Penyiapan hewan coba
3.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Diberi label
Diazepam :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.
2.
Obat
BB Mencit
Omset
Durasi
Alkohol 96 %
20 gram
00:11:10
00:06:24
Alkohol 70 %
16 gram
00:23:13
00:0610
Stimulan
Sebelum
Sesudah
Perlakuan
3.
perlakuan
Obat
BB
Mencit
V.P
Amitriptilin
27 g
0,9 ml
20
30
Depresan
Sebelum
Perlakuan
4.
Sesudah
perlakuan
Obat
BB
Mencit
V.P
fenobarbital
30g
1 ml
20
10
13
27
Hipnotif Sedatif
Obat
V.P
BB Mencit
Omset
Durasi
Diazepam
0,66 ml
20
00:18:52
00:01:02
Fenobarbital
0,76 ml
30
00:18:11
00:01:20
BAB V
PEMBAHASAN
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan saraf
lainnya didalam tubuh biasanya bekerja dibawah kesadaran atau kemauan.
Dalam percobaan ini praktikan dapat memahami obat-obat apa saja yang
merangsang atau bekerja pada sistem saraf pusat. Obat yang bekerja pada sistem
saraf pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat, yaitu anastetik umum
(memblokir rasa sakit), hipnotik sedativ (menyebabkan tidur), psikotropik
(menghilangkan rasa sakit), opioid. Analgetik antipiretik antiinflamasi dan
perangsang susunan saraf pusat. Anastetik umum merupakan depresan SSP,
dibedakan menjadi anastetik inhalasi yaitu anastetik gas, anastetik menguap dan
anestetik menguap dan anestetik parental. Pada percobaan hewan dalam
farmakologi yang digunakan hanya anastetik menguap dan anastetik parental.
Obat yang digunakan pada percobaan ini yaitu, fenobarbital, diazepam, amytriptilin
dan juga alkohol.
Mekanisme Kerja Amitriptilin, Amitriptilin merupakan antidepresi trisiklik. Amitriptilin
bekerja dengan menghambat pengambilan kembali neurotransmiter di otak.
Amitriptilin mempunyai 2 gugus metil, termasuk amin tersier sehingga lebih resposif
terhadap depresi akibat kekurangan serotonin. Senyawa ini juga mempunyai
aktivitas sedatif dan antikolinergik yang cukup kuat.
Mekanisme Kerja Diazepam, Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat
fungsi hambatan neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf
pusat, terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal
dan oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin
akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi
berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya
interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan
dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran
ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir
masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi
sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk dirangsang
berkurang.
BAB VI
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
1.
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Teori umum
Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan
berkesinambungan serta terutama terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme
sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan diatur.
Susunan saraf terdiri dari susunan saraf pusat dan susunan saraf tepi. Susunan
saraf pusat terdiri dari otak (ensevalon) dan medula spinalis (sumsum tulang
belakang) (1:68).
Anastetik umum adalah senyawa obat yang dapat menimbulkan anastesi
(an=tanpa, aesthesis=perasaan) atau narkosa, yakni suatu keadaan depresi umum
yang bersifat reversible dari banyak pusat sistem saraf pusat, dimana seluruh
perasaan dan kesadaran ditiadakan, agak mirip dengan pingsan (2:21).
Anastetik umum digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri dan memblok
reaksi serta menimbulkan relaksasi pada pembedahan. Tahap-tahap anastesi antara
lain (2:22):
1. Analgesia
Kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang, dan terjadi euphoria (rasa nyaman) yang disertai impianimpian yang menyerupai halusinasi. Ester dan nitrogen monoksida memberikan analgesia yang baik
pada tahap ini sedangkan halotan dan thiopental tahap berikutnya.
2. Eksitasi
Kesadarn hilang dan terjadi kegelisahan (=tahap edukasi).
3. Anestesi
Pernapasan menjadi dangkal dan cepat, teratur seperti tidur (pernapasan perut), gerakan bola mata
dan reflex bola mata hilang, otot lemas.
4. Pelumpuhan sumsum tulang
Kerja jantung dan pernapasan berhenti. Tahap ini harus dihindari.
Anastetik umum merupakan depresan sistem saraf pusat, dibedakan menjadi anastetik
inhalasi yaitu anastetik gas, anastetik menguap dan anastetik parenteral. Pada percobaan hewan
dalam farmakologi yang digunakan hanya anastetik menguap dan anastetik parenteral (2:23).
Efek anastetik ini pada mencit/tikus antara lain dapat dideteksi dengan Touch respon, yaitu
dengan menyentuh leher mencit atau tikus dengan suatu benda misalnya pensil. Jika mencit tidak
bereaksi maka mencit/tikus terpengaruh oleh anastetik. Selain itu pasivitas juga dapat
mengindikasikan pengaruh anastesi. Pasivitas yaitu mengukur respon mencit bila diletakkan pada
posisi yang tidak normal, misalnya mencit yang normal akan menggerakkan kepala dan anggota
badan lainnya dalam usaha melarikan diri, kemudian hal yang sama tetapi dalam posisi berdiri,
mencit normal akan meronta-ronta. Mencit yang diam kemungkinan karena terpengaruh oleh
senyawa anastetik. Uji neurologik yang lain berkaitan dengan anastetik ialah uji ringhting refles (2:23).
Mekanisme terjadinya anesthesia sampai sekarang belum jelas meskipun dalam bidang
fisiologi SSP dan susunan saraf perifer terdapat kemajuan hebat sehingga timbul berbagai teori
berdasarkan sifat obat anestetik,misalnya penurunan transmisi sinaps, penurunan konsumsi oksigen
dan penurunan aktivitas listrik SSP (2:110).
Hipnotik atau obat tidur (hypnos=tidur), adalah suatu senyawa yang bila diberikan pada malam
hari dalam dosis terapi, dapat mempertinggi keinginan fisiologis normal untuk tidur, mempermudah
dan menyebabkan tidur. Bila senyawa ini diberikan untuk dosis yang lebih rendah pada siang hari
dengan tujuan menenangkan, maka disebut sedativa (obat pereda). Perbedaannya dengan
psikotropika ialah hipnotik-sedativ pada dosis yang benar akan menyebabkan pembiusan total
sedangkan psikotropika tidak. Persamaannya yaitu menyebabkan ketagihan (2:24).
Tidur adalah kebutuhan suatu makhluk hidup untuk menghindarkan dari pengaruh yang
merugikan tubuh karena kurang tidur. Pusat tidur di otak mengatur fungsi fisiologis ini. Pada waktu
terjadi miosis, bronkokontriksi, sirkulasi darah lambat, stimulasi peristaltik dan sekresi saluran cerna
(2:24).
Tidur normal terdiri dari 2 jenis (2:25):
1. Tidur tenang : (Slow wafe, NREM = Non Rapid Eye Movement), (ortodoks) yang berciri irama jantung,
tekanan darah, pernapasan teratur, otot kendor tanpa gerakan otot muka atau mata.
2. Tidur REM (Rapid Eye Movement) atau paradoksal, cirinya otak memperlihatkan aktivitas listrik
(EEG=Electro encephalogram), seperti pada orang dalam keadaan bangun dan aktif, gerakan mata
cepat. Jantung, tekanan darah dan pernapasan naik turun naik, aliran darah ke otak bertambah,
ereksi, mimpi.
Istilah anesthesia dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada
rasa sakit. Anesthesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (3:109):
(1) anesthesia lokal, yaitu hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran;
(2) anesthesia umum, yaitu hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Anesthesia yang dilakukan
dahulu oleh orang Mesir menggunakan narkotik, orang Cina menggunakanCanabis indica, dan
pemukulan kepala dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran.
Dalam banyak hal, fungsi dasar neuron dalam sistem saraf pusat sama
dengan sistem saraf otonom. Misalnya transmisi informasi dalam sistem saraf pusat
dan perifer keduanya menyangkut lepasnya neurotransmitter yang melintas pada
celah sinaptik untuk kemudian terikat pada reseptor spesifik neuron postsinaptik.
Dalam pengenalan neurotransmitter oleh membran reseptor neuron postsinaptik
memberikan perubahan intraseluler (5:40).
Pada sebagian besar sinaps sistem saraf pusat, reseptor tergabung dalam
saluran ion, mengikat neurotransmitter ke reseptor membran postsinaptik sehingga
dapat membuka saluran ion secara cepat dan sesaat. Saluran yang terbuka ini
kemungkinan ion didalam dan luar membran sel mengalir kearah konsentrasi yang
lebih kecil. Perubahan komposisi dibalik membran neuron akan mengubah potensial
postsinaptik, menghasilkan depolarisasi atau hiperpolarisasi membran postsinaptik,
yang tergantung pada ion tertentu yang bergerak dan arah dari gerakan itu (6:81).
Gangguan neurotransmisi yang dapat diobati dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu yang disebabkan oleh terlalu banyaknya neurotransmisi dan oleh terlalu
sedikitnya neurotransmisi. Neurotransmisi yang terlalu banyak disebabkan
oleh (6:89):
Sekelompok neuron yang terlalu mudah dirangsang yang bekerja tanpa adanya
stimulus yang sesuai, misalnya gangguan kejang, terapi diarahkan pada
pengurangan otomatisitas sel sel ini.
Terlalu banyak molekul neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor
pascasinaptik. Terapi meliputi pemberian antagonis yang memblokir reseptor
reseptor pascasinaptik.
Terlalu sedikit molekul neurotransmitter yang berikatan dengan reseptor
pascasinaptik, misalnya parkinson. Beberapa strategi pengobatan yang
meningkatkan neurotransmisi, meliputi obat obatan yang menyebabkan pelepasan
neurotransmitter dari terminal prasinaptik, dan prekursor neurotransmitter yang
diambil kedalam neuron prasinaptik dan dimetabolisme menjadi molekul
neurotransmitter aktif.
Neurotransmitter otak terdiri dari (6:89):
Norepinefrin
Dopamin
5-Hidroksitriptamin
Asetilkolin
Asam gamma amino butirat (GABA)
: AQUA DESTILLATA
: Air suling
: H2O / 18,02 g/mol
: Cairan jernih, tidak berbau, tidak
berwarna dan tidak mempunyai rasa.
:-
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan
: Sebagai pelarut.
2. Eter (7:66)
a resmi
: AETHER ANAESTHETICUS
a lain
: Eter anestesi/etoksietana.
BM
: C4H1o0/74,12
: Cairan transparan; tidak berwarna; bau khas; rasa manis dan membakar. Sangat mudah menguap;
sangat mudah terbakar; campuran uapnya dengan oksigen, udara atau dinitrogenoksida pada kadar
tertentu dapat meledak.
: Larut dalam 10 bagian air; dapat bercampur dengan etanol(95%) P, dengan kloroform P, dengan minyak
lemak dan dengan minyak atsiri.
namik : Eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati
sehingga curah jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit
netik
: Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat
ing
: Iritasi saluran pernafasan, depresi nafas, mual, muntah, salivasi
nan
: Dalam wadah kering tertutup rapat, terlindung dari cahaya; di tempat sejuk.
iat
: Anastesi umum.
e kerja : eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati
sehingga curah jantung tidak berubah, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit. Eter
diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru, sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat.
3. Kloroform (7:151)
a resmi
: CHLOROFORMUM
a lain
: kloroform
BM
: CHCl3/119,38
: Cairan, mudah menguap; tidak berwarna; bau khas; rasa manis dan membakar.
: Larut dalam lebih kurang 200 bagian air; mudah larut dalametanol mutlak P, dalam eter P, dalam
sebagian besar pelarut organik, dalam minyak atsiri dan dalam minyak lemah.
namik
: Kloroform dapat menurunkan stabilitas kecepatan kontraksi obat, gelisah
netik
: diabsopsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna, konsentarasi tertinggi dalam plasma dicapai dalm
waktu jam dan masa paruh plasma antara 1-3 jam, obat ini tersebar keseluruh cairan tubuh.
Metabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian parasetamol dikonjugasi dengan asam glukoronat
dan sebagian kecil lainnya de ngan asam sulfat.(11;318)
samping
: Merusak hati dan bersifat karsinogenik
Penyimpanan
: Dalam wadah tertutup baik bersumbat kaca, terlindung dari cahaya.
naan
: Anastesi umum.
e kerja
: merusak sel hati melalui metabolik reaktif yaitu radikal triklorometil. Radikal ini secara kovalen mengikat
protein dan lipid jenuh sehingga terbentuk peroksidasi lipid pada membrane sel yang akan
menyebabkan kerusakan yang dapat mengakibatkan pecahnya membrane sel peroksidasi lipid yang
menyebabkan penekanan pompa Ca2+ mikrosom yang dapat menyebabkan gangguan awal
hemostatik Ca2+ sel hati yang dapat menyebabkan kematian sel.
4. Etanol (7:65)
a resmi
: AETHANOLUM
a lain
: alkohol
BM
: C2H60/46,07
: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah bergerak; bau khas; rasa panas. Mudah
terbakar dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P, dan dalam eter P.
namik : Depresi SSP, penggunaan pada saat tidur dapat mengurangi waktu tidur. Merangsang sekresi asam
lambung, dan salivasi
netik
: Absorpsi dalam lambung dan usus halus dan kolon berlangsung cepat,uap alkohol diabsorpsi lewat paruparu dan menimbulkan keracunan
ping
egunaan
ma resmi
ma lain
BM
NH
Pemerian
: Hablur atau serbuk hablur; putih tidak berbau; rasa agak pahit.
Kelarutan
: Sangat sukar larut dalam air; larut dalam etanol (95%) P, dalam eter P, dalam
larutan alkali hidroksida dan dalam larutan alkali karbonat.
Farmakodinamik : Efek utama adalah depresi SSP, semua tingkat depresinya dapat tercapai
mulai dari sedatif, hipnotik, berbagai tingkat anestesi, koma
Farmakokionetik
: Bentuk garam natrium lebih mudah diabsorpsi daripada bentuk asamnya,
masa kerja bervariasi antara 10-60 menit tergantung pada zat dan formulasinya
Indikasi
: Digunakan pada narkoakalisis dan narkoterapi di klinik psikistri dan sebagai
anestesi umum yang digunakan secara intravena
Efek samping
: Hang over, eksitasi, paradoksal, rasa nyeri, alergi
yimpanan
: Dalam wadah tertutup baik.
siat
: Hipnotikum, sedativum.
Mekanisme kerja : merangsang kontraksi jantung menurun, terjadi pernapasan perut, kecepatan
nafas naik hingga tertidur menyebabkan terjadinya miosis, bronkokontriksi, sirkulasi darah lambat,
stimulasi peristaltik dan sekresi saluran cerna.
6. Na.CMC (7: 401)
smi
: NATRII CARBOXYMETHYLCELLULOSUM
inonim
: Natrium Karboksimetilselulosa
RM/BM
: C23H46N2O6.H2SO4.H2O/694,85
umus Bangun :
OH
OH
OH
CH2OCH2COONa
O
CH2OCH2COONa
O
O
n
: Serbuk atau butiran; putih atau putih kuning gading; tidak berbau atau hampir tidak berbau; higroskopik.
: Mudah mendispersi dalam air, membentuk suspensi koloidal; tidak larut dalam etanol (95 %) P,
dalam eter Pdan dalam pelarut organik lain.
enyimpanan
: Dalam wadah tertutup rapat.
egunaan
: Sebagai kontrol.
Masa pubertas
: 35 hari
Masa beranak
: Sepanjang tahun
Masa hamil
: 19-20 hari
Jumlah sekali lahir : 4-12 ekor
Masa tumbuh
: 6 bulan
Masa menyusui
: 21 hari
Frekuensi kelahiran : 4 tiap tahun
Suhu tubuh
: 37,9oC-39,2oC
Laju respirasi
: 136-216 per menit
Tekanan darah
: 147 per 106 mmHg
Volume darah
: 7,3 % berat badan
Luas permukaan
: 92 K3g3 dimana,
K = 11,4 dan g = berat badan.
II. 2. 3. Klasifikasi Hewan Coba
Mencit (Mus musculus) (9)
Kingdom
Phylum
Sub Phylum
Class
Subclass
Ordo
Family
Genus
Spesies
: Animalia
: Chordata
: Vertebrata
: Mammalia
: Theria
: Rodentia
: Muridae
: Mus
: Mus musculus
BAB III
METODE KERJA
III.1. Alat dan bahan
III.1.1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan didalam percobaan ini yaitu alu, anak
timbangan, gelas kimia, hot plate, kanula, lap kasar, lumpang, neraca timbangan,
pinset, platform, spoit, stopwatch dan toples.
III.1.2. Bahan
Adapun
bahan-bahan yang
digunakan didalam
percobaan
ini
yaitu alkohol 96%, aquadest, eter, fenobarbital, kloroform, dan kapas.
III.2. Cara kerja
Pembuatan bahan
A. Pembuatan Na CMC 1 %
Na CMC ditimbang sebanyak 1 gram.
Air suling sebanyak 100 ml dipanaskan hingga 70oC.
Na CMC dimasukkan sedikit demi sedikit sambil diaduk dengan menggunakan lumping dan alu.
A. Golongan hipnotik-sedativ
Fenobarbital
1. Mencit yang telah diketahui bobotnya 20 gram masing masing diberikan fenobarbital secara peroral
sebanyak 0,67 ml.
No.
1.
2.
3.
Bobot mencit
20 g
20 g
20 g
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Zat uji
onset
durasi
Fenobarbital
04:51
02:20
Kloroform
00:32
Eter
00:32
00:32
gejala
Grooming
Tenang, grooming, tidur
sampai mati
4.
5.
20 g
20 g
Alkohol
Na CMC
09:21
04:35
09:27
-
Grooming, Vasokontriksi
Grooming, piloereksi
BAB V
PEMBAHASAN
Sistem saraf pusat (SSP) merupakan sistem saraf yang dapat mengendalikan saraf lainnya
didalam tubuh biasanya bekerja dibawah kesadaran atau kemauan.
Dalam percobaan ini praktikan dapat memahami obat-obat apa saja yang merangsang atau
bekerja pada sistem saraf pusat.
Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat terbagi menjadi obat depresan saraf pusat, yaitu
anastetik umum (memblokir rasa sakit), hipnotik sedativ (menyebabkan tidur), psikotropik
(menghilangkan rasa sakit), opioid. Analgetik antipiretik antiinflamasi dan perangsang susunan
saraf pusat. Anastetik umum merupakan depresan SSP, dibedakan menjadi anastetik inhalasi yaitu
anastetik gas, anastetik menguap dan anestetik menguap dan anestetik parental. Pada percobaan
hewan dalam farmakologi yang digunakan hanya anastetik menguap dan anastetik parental.
Percobaan kali ini ingin diketahui bagaimana kerja dan efek suatu obat pada sistem saraf
pusat. Mekanisme kerja dari anestetik umum adalah bahwa anestetik umum merupakan keadaan
depresi umum yang sifatnya reversible dari banyak pusat SSP, dimana seluruh perasaan dan
kesadaran ditiadakan yang agak mirip dengan pingsan. Anastetik umum ini digunakan untuk
menghilangkan rasa nyeri dan memblok reaksi serta menimbulkan relaksasi pada pembedahan.
Pada percobaan ini diamati dan dihitung onset serta durasi zat-zat anestesi. Zat uji yang
digunakan untuk anastesi umum didalam percobaan ini yaitu kloroform, eter dan alkohol 96%. Onset
adalah mula kerja obat, dihitung mulai waktu mencit diberi zat uji sampai mencit teranestesi, sedang
durasi adalah lama bekerja obat, dihitung mulai mencit teranestesi sampai mencit sadar.
Pada percobaan menggunakan eter, onset yang diperoleh yaitu 32 detik dan gejala yang
ditunjukkan pada mencit yaitu grooming, tenang hingga tertidur. Tetapi percobaan kali ini mencit
tertidur sampai mati, hal ini merupakan faktor kesalahan yang dilakukan oleh praktikan. Hal ini
disebabkan karena kurangnya ketelitian dan kesalahan praktikan dalam memberikan zat uji kepada
hewan coba. Mekanisme kerja dari eter yaitu eter melakukan kontraksi pada otot jantung, terapi in
vivo ini dilawan oleh meningginya aktivitas simpati sehingga curah jantung tidak berubah, eter
menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit. Eter diabsorpsi dan diekskresi melalui paru-paru,
sebagian kecil diekskresi urin, air susu, dan keringat. Efek sampingnya yaitu iritasi saluran
pernafasan, depresi nafas, mual, muntah, salivasi.
BAB VI
PENUTUP
1.
2.
3.
4.
VI.1. Kesimpulan
Pemberian zat uji kloroform menimbulkan gejala tidak ada dengan onset 32 detik.
Pemberian zat uji eter menimbulkan gejala tenang dan grooming dengan onset 32 detik.
Pemberian zat uji alkohol 96% memberikan gejala grooming dan vasokontriksi dengan onset 9 menit
21 detik dan durasi 9 menit 27 detik.
Pemberian zat uji fenobarbital menimbulkan gejala grooming dengan onset 4 menit 51 detik dan
durasi 2 menit 20 detik. Sedangkan control Na CMC menimbulkan gejala grooming dan piloereksi
dengan onset 4 menit 35 detik.
VI.2. Saran
Untuk laboratorium supaya memperhatikan alat yang sudah mulai mengalami kerusakan
seperti neraca timbangan supaya segera diganti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tim penyusun,. 2010. Buku Ajar Anatomi Umum Fakultas Kedokteran.
Makassar:UNHAS. P.68.
2. Tim
penyusun,.2012. Penuntun
praktikum
Farmakologi
Toksikologi
I.
Makassar:STIFA.P.21,22,23,24,25.
3. Ganiswarna. G Sulistia,.1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4.Jakarta: Gaya baru.P.109.