Anda di halaman 1dari 104

FORMULASI SERUM MYRICETIN DENGAN PENAMBAHAN

CARBOMER, VISCOLAM, DAN XANTHAN GUM TERHADAP MUTU


FISIK DAN UJI ANTIOKSIDAN

Diajukan Oleh :

Selin Diana Lete


21154513A

MA
Kepada
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021
FORMULA SERUM MYRICETIN DENGAN PENAMBAHAN
CARBOMER, VISCOLAM, DAN XANTHAN GUM TERHADAP MUTU
FISIK DAN UJI ANTIOKSIDAN

SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mencapai
derajat Sarjana Farmasi (S.F)
Program Studi Ilmu Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi

Oleh:

Selin Diana Lete


21154513A

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2021

ii
PENGESAHAN SKRIPSI

berjudul:

FORMULASI SERUM MYRICETIN DENGAN PENAMBAHAN


CARBOMER, VISCOLAM, DAN XANTHAN GUM TERHADAP MUTU
FISIK DAN UJI ANTIOKSIDAN

Oleh:

Selin Diana Lete


21154513A

Dipertahankan di hadapan panitia penguji skripsi Fakultas Farmasi Universitas


Setia Budi
Pada tanggal : 5 Juli 2021

Mengetahui, Fakultas Farmasi


Universitas Setia Budi Dekan,

Prof. Dr. R.A. Oetari, SU., MM., MSc., Apt

Pembimbing Pembimbing Pendamping

apt. Drs. Widodo Priyanto, M.M. apt. Muhammad Dzakwan, M.Si.

iii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa syukur saya naikan kepada Tuhan YME, karna berkat rahmat
dan kasih sayang-Nya karya ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dengan ini saya persembahkan karya kecil ini untuk,


Papah, mamah, kakak lita, kakak chris, dan adek sanda
TERIMA KASIH UNTUK TIDAK PERNAH BERHENTI MEMBERI SEMANGAT
DAN PERCAYA KEPADA SAYA.
Terimakasih karena kalian selalu sabar memberi semangat “selin pasti bisa, kita
semua disini selalu mendoakan selin.” dan segala bentuk dukungan lainnya baik
moril maupun materil. rasa terima kasih dalam bentuk apapun dari selin tidak
akan pernah bisa sebanding dengan yang sudah di lakukan papah, mamah, kakak
lita, kakak chris, dan adik sanda. Semoga Tuhan Yesus selalu melindungi kita
semua, agar bersama-sama kalian dapat melihat selin bertumbuh menjadi orang
yang sukses dan semakin baik lagi kedepannya, AAAMMIIIIN.

Kepada sahabat-sahabat saya setanah perantauan


Kak ekip, kak pita, kak ika, kak indah, kak mamud, kak angga, “Wanita Idaman”
Delva, Dita, Dhika, Dila, Ipepo, Pinah, Riana, Teman-teman Teori 6 & 3
angkatan 2015, Terimakasih sudah menjadi teman, sahabat, saudara, bahkan
pengganti orang tua saya selama saya di Solo. Tanpa disadari, satu persatu dari
diri kalian ikut berperan dalam membentuk diri saya yang sekarang ini,
terimakasih untuk semua hal yang sudah ditularkan kepada saya.

Kepada sahabat-sahabat saya dan segenap makhluk yang selalu bertanya:


“ko kapan selesia?”

Mercy, Runi, Tika, Rico, Fajar, Iwan, dan makhluk lainnya yang selalu bertanya
“kapan ko selesai?” “skripsi su sampe mana?”, terimakasih karna tetap selalu
bersama saya dalam jangka waktu yang lama, terimakasih untuk selalu
mendampingi saya meskipun terpisah jarak yang jauh.

iv
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil perkerjaan
saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan disuatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila skripsi ini merupakan jiplakan dari penelitian/ karya ilmiah/skripsi
orang lain, maka saya siap menerima sanksi, baik secara akademis maupun
hukum.

Surakarta, Juli 2021

Selin Diana Lete

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME yang telah melimpahkan
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
menyusun skripsi yang berjudul “FORMULASI SERUM MYRICETIN
DENGAN PENAMBAHAN CARBOMER, VISCOLAM, DAN XANTHAN
GUM TERHADAP MUTU FISIK DAN UJI ANTIOKSIDAN” sebagai salah
satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas
Setia Budi Surakarta.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penelitian skripsi ini tidak lepas dari
bantuan dan bimbingan dai banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Djoni Tarigan.,MBA, selaku Rektor Universitas Setia Budi Surakarta.
2. Prof. Dr. R.A. Oetari, SU., MM., M.Sc., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Setia Budi Surakarta.
3. apt. Drs. Widodo Priyanto, M.M. selaku pembimbing utama dan apt.
Muhammad Dzakwan, M.Si. selaku pembimbing pendamping yang telah
memberikan bimbingan, pengarahan dan dorongan semangat dari awal
pengerjaan proposal hingga penulisan skripsi ini selesai.
4. Dr. Wiwin Herdwiani, M.Sc.,Apt selaku pembimbing akademik yang telah
membimbing, membantu, dan memberi semangat kepada penulis dalam
menghadapi permasalahan akademik.
5. Tim penguji, dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi
Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama perkuliahan
kepada penulis serta saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.
6. Bapak/Ibu di perpustakaan dan Bapak/Ibu di Laboratorium Fitokimia, dan
Teknologi Farmasi yang telah banyak memberi bimbingan dan membantu
selama penelitian.

vi
7. Ibu, Bapak, dan keluarga besar yang selalu memberikan kasih sayang,
semangat baik moril maupun materil, dan doa yang tiada henti. Dukungan
serta kasih sayang yang kalian berikan sungguh tak ternilai.

vii
8. Segenap sahabat dan teman seperjuangan yang tidak bisa saya sebutkan satu
persatu yang selalu mendukung, menyemangati, dan memberikan doa yang
menjadi bagian atas kelancaran penulisan skripsi ini.
9. Teman-teman S1 Farmasi angkatan 2015 yang telah memberikan semangat,
bantuan, dan doa selama ini.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
tersusunnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Penulis berodoa semoga amal baik seluruh pihak yang terlibat serta membantu
penulis dalam pembuatan skripsi ini mendapat balasan dari Tuhan YME. Penulis
juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberi sumbangan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di Program Studi Fakultas Farmasi,
Universitas Setia Budi Surakarta dan pembaca pada umumnya.

Surakarta, Juli 2021

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL.................................................................................................i

PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN.........................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v

DAFTAR TABEL...................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................3
C. Tujuan...............................................................................................3
D. Manfaat.............................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................4

A. Myricetin..........................................................................................4
B. Radikal Bebas...................................................................................5
1. Pengertian..................................................................................5
2. Sumber radikal bebas................................................................6
C. Antioksidan.......................................................................................6
1. Uji antioksidan...........................................................................8
1.1. CUPRAC..........................................................................8
1.2. DPPH...............................................................................8
1.3. Metode FRAP..................................................................9
1.4. Metode Tiosianat..............................................................9
D. Kulit................................................................................................10
1. Struktur Kulit...........................................................................10
2. Fungsi Kulit.............................................................................12
3. Jenis-jenis kulit wajah.............................................................12
E. Penuaan Dini...................................................................................13
1. Proses penuaan dini.................................................................14
2. Penyebab penuaan dini............................................................14
F. Serum..............................................................................................15
G. Bahan Penstabil..............................................................................16
H. Tinjauan Bahan dalam Formulasi Serum.......................................17
1. Caprylyl Glycol.......................................................................17
2. Gliserin....................................................................................17
3. Xanthan Gum...........................................................................17
4. Sodium Hyaluronate................................................................18
5. Carbomer.................................................................................19
6. Aquades...................................................................................19
I. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH......................................19
J. Landasan Teori...............................................................................21
K. Hipotesis.........................................................................................22

BAB III METODE PENELITIAN......................................................................24

A. Populasi dan Sampel.......................................................................24


B. Variabel dalam penelitian...............................................................24
1. Identifikasi Variabel Utama....................................................24
2. Klasifikasi Variabel Utama.....................................................24
3. Definisi Operasional Variabel Utama.....................................25
C. Bahan dan Alat...............................................................................25
1. Bahan.......................................................................................25
2. Alat..........................................................................................25
D. Jalannya Penelitian.........................................................................26
1. Tempat Penelitian....................................................................26
2. Pembuatan Serum....................................................................26
3. Formula Serum........................................................................26
4. Pengujian sifat fisik sediaan serum.........................................26
4.1. Uji organoleptis serum...................................................27
4.2. Uji homogenitas.............................................................27
4.3. Uji viskositas..................................................................27
4.4. Uji pH.............................................................................27
4.5. Uji tipe emulsi................................................................27
5. Pengujian aktivitas antioksidan sediaan serum myricetin.......28
5.1. Pembuatan larutan stok baku DPPH 0,4mM.................28
5.2. Pembuatan stok baku myricetin.....................................28
5.3. Pembuatan larutan stok serum.......................................28
5.4. Penentuan panjang gekombang maksimum...................28
5.5. Penetapan operating time...............................................28
5.6. Uji aktivitas antioksidan.................................................29
5.7. Penentuan IC50................................................................29
E. Analisis Data...................................................................................30
F. Skema jalannya penelitian..............................................................31

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32
DAFTAR GAMBAR
Halaman

1. Struktur kimia myricetin..................................................................................13

2. Reaksi antioksidan dan DPPH.........................................................................18

3. Struktur gliserin................................................................................................26

4. Xanthan gum....................................................................................................27

5. Carbomer..........................................................................................................29

6. Reaksi antara DPPH dengan antioksidan membentuk DPPH-H.....................30

7. Pembuatan serum.............................................................................................31

8. Grafik hubungan viskositas dan lama penyimpanan 45

9. Grafik hubungan pH dan lama penyimpanan 46

10.Grafik hubungan volume terpindahkan dan lama penyimpanan 48

11.Grafik hubungan aktivitas antioksidan dan lama penyimpanan 50


DAFTAR TABEL
Halaman

1. Formulasi sediaan serum myricetin (Makingcosmetics,2018 ).................36


2. Uji organoleptis sediaan serum myricetin 41
3. Uji homogenitas sediaan serum myricetin 42
4. Uji stabilitas sediaan serum myricetin 43
5. Uji viskositas sediaan serum myricetin 43
6. Uji pH sediaan serum myricetin 45
7. Uji volume terpindahkan sediaan serum myricetin 47
8. Uji aktivitas antioksidan sediaan serum myricetin 49
INTISARI

LETE, SD., 2021 FORMULASI SEDIAAN SERUM MYRICETIN


DENGAN PENAMBAHAN CARBOMER, VISCOLAM, DAN
XANTHAN GUM SEBAGAI STABILISATOR DAN UJI
ANTIOKSIDAN, SKRIPSI, FAKULTAS FARMASI, UNIVERSITAS
SETIA BUDI, SURAKARTA

Antioksidan telah banyak dikembangkan dan dimodifikasi agar


dalam penggunaannya memberikan kenyamanan, baik untuk antioksidan
alami maupun sintetik. Salah satu kandungan yang memiliki aktivitas
antioksidan yaitu myricetin. Serum ialah sediaan dengan zat aktif tinggi
dan viskositas rendah, yang menghantarkan film tipis dari bahan aktif pada
permukaan kulit (Draelos, 2010).
Sediaan serum terdiri dari formula I, II, dan III tiap formula
dibedakan berdasarkan penggunaan penstabil. Formula I penstabil
carbomer, formula II penstabil viscolam, dan formula III penstabil xanthan
gum. Tiap formula juga berisi komponen lain yaitu gliserin, optiphen,
aquadest, serta serbuk myricetin. Evaluasi terhadap sediaan serum yaitu
meliputi uji organoleptis, uji homogenitas, uji viskositas, uji pH, uji
volume terpindahkan, uji aktivitas antioksidan, dan analisis menggunakan
SPSS.
Hasil evaluasi sediaan serum menunjukan formula II dan III
memiliki daya oles dan homogenitas yang baik, sedangkan formula I
memiliki daya oles dan homogenitas yang kurang baik, pH ketiga formula
berkisar 4,34-9,48. Setelah melewati penyimpanan selama 21 hari pada
suhu ruang hanya formula III yang berubah warna. Sedangkan pada
formula I mengalami penurunan aktivitas antioksidan menjadi kategori
lemah dengan nilai IC50 166,9694. Berdasarkan respon panulis dapat
ditarik kesimpulan bahwa dari ketiga formula dengan penstabil berbeda
menghasilkan serum myricetin dengan homogenitas dan aktivtitas
antioksidan yang berbeda-beda.

Kata kunci : Myricetin, Serum myricetin, Penstabil.

1
2

ABSTRACT

LETE, SD., 2021 FORMULATION OF MYRICETIN SERUM


PREPARATION WITH ADDITIONAL CARBOMER, VISCOLAM,
AND XANTHAN GUM AS STABILISATOR AND ANTIOXIDANT
TEST, THESIS, FACULTY OF PHARMACEUTICAL, SETIA BUDI
UNIVERSITY, SURAKARTA

Antioxidants have been developed and modified in order to


provide convenience in their use, both for natural and synthetic antioxidants.
One of the ingredients that have antioxidant activity is myricetin. Serum is a
preparation with a high active substance and low viscosity, which delivers a
thin film of the active ingredient on the skin surface (Draelos, 2010).
Serum preparations consist of formulas I, II, and III, each formula
is distinguished based on the use of stabilizers. Formula I stabilizer
carbomer, formula II stabilizer viscolam, and formula III stabilizer xanthan
gum. Each formula also contains other components, namely glycerin,
optiphen, aquadest, and myricetin powder. Evaluation of serum preparations
includes organoleptic test, homogeneity test, viscosity test, pH test,
transferred volume test, antioxidant activity test, and analysis using SPSS.
The results of the evaluation of serum preparations showed that
formulas II and III had good smearing power and homogeneity, while
formula I had poor smearing power and homogeneity, the pH of the three
formulas ranged from 4.34-9.48. After passing through storage for 21 days
at room temperature, only formula III changed color. While in formula I, the
antioxidant activity decreased to a weak category with an IC50 value of
166.9694. Based on the response of the authors, it can be concluded that the
three formulas with different stabilizers produced myricetin serum with
different homogeneity and antioxidant activity
Keyword: Myricetin, Serum Myricetin, Stabilizer
3

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Kecantikaan merupakan gaya hidup, bahkan hal tersebut sudah ada
sejak dulu, diamana teknik perawatan tubuh merupakan unsur kebudayaan
turun temurun seiring dengan perkembangan zaman (Kustanti et al., 2008).
Semakin bertumbuhnya perkembangan dari waktu ke waktu, sehingga
teknik perawatan pada tubuh juga ikut berkembang, dulunya orang hanya
menggunakan beberapa metode tradisional dalam merawat kulit, namun di
zaman sekarang orang memiliki banyak pilihan kosmetik yang dapat
digunakan untuk merawat kulit. Salah satu kosmetik yang digunakan yaitu
kosmetik anti-aging. Kosmetik anti aging adalah kosmetik perawatan yang
digunakan untuk mencegah tanda-tanda penuaan pada kulit
(Noormindhawati, 2013). Penggunaan bahan sintetis pada produk
kosmetik memiliki pengaruh besar dimana zat aktif yang digunakan dapat
memberi efek yang lebih cepat dibandingkan penggunaan bahan alam.
Penggunaan kosmetik anti-aging berfungsi untuk mengurangi penuaan dini
pada kulit. penuaan dapat terjadi akibat berbagai faktor kehidpuan salah
satunya radikal bebas.
Makhluk hidup pada akhirnya akan mengalami penuaan. Proses
penuaan dapat di tandai dengan timbulnya kerutan dan flek hitam pada
wajah serta kemunduran lainnya. Ada dua hal yang dapat menyebabkan
terjadinya penuaan yaitu penuaan akibat bertambahnya usia dan penuaan
akibat kerusakan anatomi atau fisiologi, mulai dari pembuluh darah, semua
organ tubuh hingga kulit. Hal tersebut dapat dipicu oleh aktivitas sehari-
hari. Kulit yang terpapar langsung oleh polusi udara, radiasi matahari,
serta penggunaan bahan-bahan kimia memicu munculnya penuaan dini
yang disebabkan radikal bebas (Prianto, 2014). Penuaan dini dapat
ditandai dengan berkurangnya kolagen yang dihasilkan, degenerasi
4

elastisitas kulit dan hilangnya kelembaban kulit. Pada keadaan normal, sel
memproduksi radikal bebas akibat reaksi biokimia.
Secara alami tubuh memiliki pertahanan pertama terhadap radikal
bebas yaitu antioksidan (Wirakusumah, 2007). Dewasa ini antioksidan
telah banyak dikembangkan dan dimodifikasi agar dalam penggunaannya
memberikan kenyamanan, baik untuk antioksidan alami maupun sintetik.
Salah satu kandungan yang memiliki aktivitas antioksidan yaitu myricetin.
Myricetin sendiri merupakan flavonoid yang alami, dan dapat di temukan
dalam beberapa tanaman seperti pada sayuran, buah-buahan, teh, dan pada
tanaman obat. Myricetin memiliki beberapa aktivitas yang bermanfaat bagi
makhluk hidup, diantaranya adalah sebagai antioksidan alami,
antiinflamasi, antialergi, dan antikanker (Gaber et al., 2017). Antoksidan
adalah senyawa pemberi elektron atau reduktan. Antioksdian diketahui
memiliki kemampuan untuk mencegah terbentuknya radikal bebas dengan
menginaktivasi perkembangan reaksi oksidasi. Energi disosiasi gugus
hidroksil (OH) dan momel dipol memperlihatkan bahwa myricetin
memeiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dengan mengikat radikal
seperti hidroksil (OH), azide (N3), dan peroxyl ROO (DU et al., 2008).
Hal tersebut dapat dibuktikan menurut Yuan X (2015) dengan hasil
penelitiannya yang menunjukan hasil IC50 dari myricetin sebesar 65,84
ppm angka tersebut dapat menunjukan bahwa myricetin memiliki aktivitas
antioksidan yang kuat. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik
untuk memformulasikan myricetin pada sediian serum.
Serum merupakan salah satu sediaan farmasi yang banyak di
gunakan di masyarakat. Serum ialah sediaan dengan zat aktif tinggi dan
viskositas rendah, yang menghantarkan film tipis dari bahan aktif pada
permukaan kulit (Draelos, 2010) serum mengandung lebih banyak zat aktif
di bandingkan sediaan topikal lainnya, sehingga serum dengan
viskositasnya yang tidak begitu tinggi dapat lebih mudah menyebar di
permukaan kulit dan nyaman digunakan. Serum yang memiliki tekstur
lebih pekat yang akan meresap ke lapisan terdalam kulit, dan dapat
5

melindungi kulit dari kerusakan sel yang di akibatkan oleh radikal bebas
(Basuki, 2007). Serum myricetin di formulasikan dengan penambahan
carbomer, viscolam, dan xanthan gum sebagai penstabil menggunakan
konsentrasi yang sama. Dengan konsentrasi yang sama diharapkan tiap
penstabil dapat memepertahankan stabilitas serum selama masa pengujian,
sehingga serum yang di hasilkan dapat cepat memeberikan efek, minim
terjadinya risiko efek samping dan nyaman ketika digunakan. Pemilihan
penstabil carbomer, viscolam, dan xanthan gum pada penelitian ini
dikarenakan ketiganya dapat digunakan secara luas pada berbagai bentuk
sediaan, selain itu bersifat tidak toksik (Rowe dkk, 2009). Penelitian ini
dilakukan dengan tujuan membuat formulasi serum dari zat myricetin serta
mengetahui aktivitas antioksidan dari zat aktif ketika di formulasikan
dalam sediaan serum.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pernyataan diatas maka dibuatlah rumusan masalah
sebagai berikut :
Pertama bagaimana pengaruh penambahan carbomer, viscolam,
dan xanthan gum terhadap mutu fisik sediaan serum myricetin ?
Kedua apakah sediaan serum myricetin yang dibuat mempunyai
aktivitas antioksidan ?
Ketiga manakah formula yang memberi mutu fisik sediaan serum,
dan aktivitas antioksidan yang terbaik?

3. Tujuan
Pertama mengetahui variasi basis memberikan pengaruh terhadap
mutu fisik sediaan serum myricetin.
Kedua mengetahui myricetin yang dibuat dalam bentuk serum
dengan berbagai variasi basis memiliki aktivitas antioksidan
6

Ketiga mencari formula sediaan serum yang terbaik dari variasi


basis carbomer, viscolam, dan xanthan gum.

4. Manfaat
Penelitian ini memberikan informasi kegunaan variasi stabilisator
carbomer yang dapat menghasilkan sediaan serum yang baik dan stabil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Myricetin

Gambar 1. Struktur kimia myricetin (Ross, 2002)


Myricetin merupakan anggota dari kelas flavonoid alami senyawa
polivenol, yang memiliki sifat antioksidan dan bioaktivitas sebagai obat
dengan berat molekul 318,2351 mg/mol. Myricetin mempunyai struktur
yang mirip dengan luteolin, quercetin, dan fisetin (Ross, 2002). Myricetin
dapat ditemukan pada sayur-sayuran seperti pada bayam, kembang kol,
wortel, lobak, kacang polong, selain pada sayuran myricetin juga dapat di
temukan pada buah-buahan yaitu seperti pada strawberry, plum, apel, yang
juga dapat ditemukan pada tanaman obat yaitu pada daun dan akar M
oleifera, Aloe vera, buah F religiosa, dan kulit kayu A nilotica (Sultan &
Anwar, 2008). Myricetin termasuk flavonol yang merupakan senyawa
golongan flavonoid yang di sintesis dalam jaringan tanaman dari cabang
dari jalur fenilpropanoid. Substituen hidroksil dan metoksil dapat terikat
pada cincin benzena dan heterosiklik flavonol, yang menghasilkan
beragam jenis flavonol. Selain memiliki aktifitas sebagai antioksidan,
myricetin juga dapat digunakan sebagai antiinflamasi, antikanker, dan
antialergi (Gaber et al,. 2017). Myricetin memiliki kelarutan yang dapat
larut pada larutan organik seperti acetone, methylene cloride, dioxane, dan

7
8

ethyl acetate, namun memiliki kelarutan yang rendah pada air (Comoglio
et al., 1995). Myricetin mempunyai kelarutan yang rendah yaitu 0,002
mg/ml dengan bioavailibilitas sistemik 10-44%, selain kelarutan yang
rendah, Dang et al (2014) dan Yao et al (2013) menambahkan bahwa
myricetin merupakan zat termolabil yaitu zat yang tidak stabil terhadap
suhu panas. Myricetin yang diketahui memiliki aktivitas antioksidan
mempunyai energi disosiasi gugus hidroksil (OH) dan momen dipol
mendukung bahwa myricetin mengandung aktivitas antioksidan tinggi
dengan mengikat radikal seperti azide (N3), hidroksil (OH), dan Peroxyl
(ROO). Myricetin dapat mengikat antar kepala polar dan ekor hidrofobik
dari fosfolipid pada permukaan fosfatidilkolin liposom (Khan et al., 2015).

2. Radikal Bebas

3. Pengertian
Proses pelepasan elektron dari suatu senyawa disebut oksidasi
sedangkan sebaliknya proses penangkapan elektron disebut reduksi. Suatu
senyawa yang dapat melepaskan atau memberikan elektron disebut
reduktan atau reduktor. Senyawa yang sifatnya bertolak belakang dengan
reduktan disebut oksidan atau oksidator yaitu senyawa yang dapat menarik
atau menerima elektron (Winarsi, 2007).
Menurut Winarti (2010) radikal bebas ialah senyawa yang
memiliki bentuk oksigen reaktif, yang diketahui memiliki senyawa
elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas ialah atom, molekul atau
senyawa yang dapat berdiri sendiri dan memiliki elektron yang tidak
berpasangan, sehingga menjadikan radikal bebas tidak stabil dan sangat
reaktif. Elektron pada radikal bebas yang tidak berpasangan akan berusaha
untuk mencari pasangan yang akan diikat, mengakibatkan radikal bebas
mudah bereaksi pada dengan zat lain dalam tubuh.
Dalam tubuh manusia mempunyai molekul oksigen yang stabil dan
tidak stabil. Sel didalam tubuh dapat bertahan karena adanya oksigen
9

stabil. radikal bebas sebenarnya diperlukan dalam tubuh namun hanya


dalam jumlah tertentu, radikal bebas dapat berperan dalam melawan
radang, membunuh bakteri dan mengatur tonus otot polos dalam organ dan
pembuluh darah, tetapi jika dalam jumlah berlebih radikal bebas dapat
berdampak sangat berbahaya (Giriwijoyo, 2004).
Radikal bebas di dalam tubuh dibentuk secara terus menerus, hal
ini dikarenakan proses dari metabolisme pada sel normal, proses
peradangan, kurang nutrisi, dan respon dari adanya radiasi sinar gama,
ultraviolet (UV), polusi lingkungan dan asap rokok (Wijaya, 1996). Selain
itu menurut Winarti (2010) radikal bebas ditimbulakan akibat sinar X, asap
mobil, bahan kimia dalam makanan (pengawet, pewarna sintetik, residu
peptisida, dan bahan tambahan makanan lainnya).

4. Sumber radikal bebas


Radikal bebas dapat bersumber dari luar tubuh dan juga dari dalam
tubuh. Eksogen adalah sebutan unutk radikal bebas yang bersumber dari
luar tubuh, sedangkan endogen adalah radikal bebas yang bersumber dari
dalam tubuh, dimana merupakan respon normal dari rantai peristiwa
biokimia dalam tubuh. Radikal bebas yang telah terbentuk berpengaruh di
dalam sel (intrasel) maupun ekstrasel. Radikal endogen yang telah
terbentuk sebagai sisa proses metabolisme protein, karbohidrat, dan lemak
pada mitokondria, proses inflamasi atau peradangan, reaksi antara besi
logam transisi dalam tubuh, fagosit, xantin oksidase, peroksisom, maupun
pada lomdisi iksemia.
Endogen merupakan radikal bebas yang diperoleh akibat polusi
yang berada diluar tubuh kemudia masuk ke dalam tubuh dengan melalui
makanan, pernafasan, injeksi, atau melalui penyerapan kulit. Kontaminasi
tersebut dapat berupa asap rokok, polusi udara, radiasi, pestisida, anastetik,
limbah industri, penipisan lapisan ozon, dan sinar ultraviolet (Langseth,
1995).
10

Eksogen ialah radikal bebas yang terjadi akibat pencemaran


lingkungan, asap kendaraan, bahan tambahan pada makanan, dan rokok.
Radikal bebas eksogen dapat berasal dari berbagai sumber antara lain
melalui polutan, makanan dan minuman, radiasi, penipisan lapisan ozon
dan pestisida. Para perokok memiliki resiko tinggi mengidap berbagai
penyakit akibat dari menghisap radikal bebas yang terdapat pada asap
rokok.

5. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa-senyawa yang mampu
menghilangkan, mebersihkan, menahan pembentukan atau memasukan
efek spesies oksigen reaktif. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil
tetapi mampu menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi dengan cara
mencegah terbentuknya radikal. Radikal bebas adalah senyawa kimia yang
mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan, sehingga tidak
stabil dan sangat reaktif. Salah satu penyebab timbulnya radikal bebas
adalah polusi lingkungan (Hassan, 2009). Antioksidan dibagi menjadi dua
yaitu antioksidan enzim (superoksida dismutase (SOD), katalase dan
glutation peroksidase (GSH.PRx) dan antioksidan vitamin (alfa tokoferol,
betakaroten, vitamin C) yang banyak terdapat dalam tanaman dan hewan.
Tubuh menghasilkan antioksidan tetapi jumlahnya sering kali tidak cukup
untuk menangkal radikal bebas yang masuk kedalam tubuh dan untuk
mengatasi hal tersbut dibutuhkan asupan dari luar tubuh.
Penggunaan antioksidan semakin meluas seiring dengan semakin
besarnya pemahaman masyarakat tentang perannya bagi kesehatan.
Antioksidan tidak hanya berfungsi dalam menghambat penyakit
degeneratif, namun juga dapat dimanfaatkan dalam dunia kosmetik. Pada
proses penuaan dini, radikal bebas juga berkontribusi dalam mempercepat
proses penuaan seseorang. Bahkan hasil penelitian menunjukkan radikal
bebas merupakan penyebab utama penuaan dini. Salah satu upaya
11

memperlambat penuaan dini akibat radikal bebas yaitu antioksidan.


Sebagai bahan aktif, antioksidan digunakan untuk melindungi kulit dari
kerusakan akibat oksidasi dan mencegah penuaan dini. Antioksidan yang
digunakan terutama vitamin C dan E, berfungsi untuk memperbaiki
kerusakan kulit akibat radikal bebas yang disebabkan radiasi ultraviolet
dan rokok (Aizah, 2016).
Selama proses pengeringan, aktivitas antioksidan mengalami
perubahan. Penguapan yang terjadi selama proses pengeringan
menyebabkan penurunan aktivitas antioksidan (Pokorny et al., 2001). Pada
suhu 50oC aktivitas antioksidan pada biji anggur cenderung menurun dan
tidak stabil, oleh karena itu suhu mempengaruhi aktivitas antioksidan.
Menurut Aikpokpodion & Dongo (2010), fermentasi juga dapat
mempengaruhi aktivitas antioksidan. Selama fermentasi katekin dan
epikatekin akan menurun disebabkan karena adanya difusi polifenol, dan
oksidasi. Selain itu, berbagai macam perlakuan sebelum fermentasi seperti
pasteurisasi akan menyebabkan polifenol menurun.
Selain faktor suhu dan fermentasi, aktivitas antioksidan juga dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain komposisi lemak, konsentrasi
antioksidan, keberadaan antioksidan lainnya dan komponen bahan makan
lainnya. Aktivitas antioksidan dapat hilang misal oleh enzim
(polifenoloksidase dan yang lainnya), atau terlarut ke dalam air yang
digunakan untuk memasak (Pokorny et al., 2001).

1. Uji antioksidan
Pengujian antioksidan dapat dilakukan dengan beberapa cara.
Menurut Widyastuti (2010) pengujian antioksidan dapat dilakukan dengan
CUPRAC, DPPH, FRAP, dan metode tiosianat.
1.1. CUPRAC. Metode ini dilakukan dengan menggunakan pereaksi
kromogenik seperti bis(neukuproin) tembaga (II) (Cu(Nc)22+). pereaksi
Cu(Nc)22+ dengan warna biru akan di reduksi sehingga berubah menjadi
Cu(Nc)2+ dengan membentuk waran kuning dengan reaksi :
12

n Cu(Nc)22+ + Ar (OH)n → n Cu(Nc)2+ + Ar (=O) n = n H+


metode ini bertujuan untuk melihat bagaimana kemampuan
antioksidan dalam mereduksi Cu2+-Nc menjadai bentuk kompleks yaitu
Cu+-Nc. Prinsip pengkuran aktivitas antioksidan pada metode CUPRAC
didasarkan pada kemampuan bahan dalam mereduksi Cu2+ menjadi Cu+
yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari biru menjadi kuning
pada daerah yang memiliki kandungan antioksidan (Apak et al, .2007).
1.2. DPPH. Metode pada DPPH menggunakan 1,1 difenil-2-
pikrihidrazil yang bertindaksebagai sumber radikal bebas. Prinsip ada
metode ini ialah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari zat
antioksidan
DPPH erupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan
sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa
senyawa atau ekstrak bahan alam. Mekanisme terjadinya reaksi DPPH ini
berlangsung melalui transfer elektron. Larutan DPPH yang berwarna ungu
memberikan serapam absorbans maksimum pada 515,5 nm. Larutan DPPH
ini akan mengoksidasi senyawa dalam ekstrak tanaman. Senyawa
antioksidan akan bereaksi dengan radikal bebas DPPH melalui mekanisme
donasi atom hidrogen dan menyebabkan terjadinya peluruhan warna
DPPH dari ungu ke kuning yang diukur pada panjang gelombang 517 nm
(Blois, 1958). Mekanisme reaksi diperlihatkan pada gambar berikut ini.

Gambar 2. Reaksi antioksidan dan DPPH (Maria. 2010)


1.3. Metode FRAP. Dalam metode ini menggunakan Fe(TPTZ)23+
kompleks besilingan yang mana yang berperan sebgai pereaksi ialah 2,3,6-
tripiridil-triazin. Fe(TPTZ)23+ dengan warna biru akan bekerja sebagai zat
13

yang mengoksidasi yang selanjutnya mengalami reduksi menjadi


Fe(TPTZ)22+ yang berwarna kuning, dengan reaksi sebagai berikut :
Fe(TPTZ)23+ + AgOH → Fe(TPTZ)22+ + H+ + Ag =O
Metode FRAP pada penerapannya sering digunakan sebagai
pengujian antioksidan pada tumbuh-tumbuhan. Kelebihan dari metode ini
yaitu biaya yang murah, cepat, dan reagen yang digunakan pada metode
ini sederhana selain itu tidak di perlukan alat khusu untuk menghitung
kadar antioksidan (Selawa, 2013).
1.4. Metode Tiosianat. Uji ini digunakan secara kualitatif sebagai
pengukur jumlah peroksida. Aktivitas antioksidan diukur dan dinyatakan
dengan periode induksi (waktu yang dibutuhkan untuk mencapai
absorbansi 0,3 pada panjang gelombang 500 nm) dan faktor kualitatif
(perbandingan periode induksi sampel (hari) dengan periode induksi
kontrol (hari)). Aktivitas antioksidan ditunjukan dengan kenaikan faktor
protektif, dimana semakin tinggi makan aktivitas antioksidan semakin
meningkat (Darmayanti, 2004).

2. Kulit
Pada tubuh manusia kulit sebagai pembatas antara manusia dan
lingkungannya dimana kulit terletak pada bagian paling luar tubuh. Kulit
dengan turunannya mulai dari rambut, kuku, kelenjar sebase, kelenjar
keringat, dan kelenjar mamma disebut juga dengan sebutan integumen.
Kulit memiliki fungsi spesifik tergantung dari sifat epidermis dari kulit itu
sendiri. Epitel yang ada pada epidermis berfungsi untuk membungkus utuh
seluruh bagian tubuh dan mempunyai kekhususan setempat sesuai dengan
terbentuknya turunan kulit yaitu rambut, kuku, dan kelenjar (Sonny, 2013).
Kulit sebagai pebungkus seluruh permukaan tubuh memiliki sifat sangat
kompleks, elastis, dan sensitif. Serta bervariasi pada keadaan iklim, umur,
seks, ras dan lokasi tubuh (Wasitaatmaja, 1997).

1. Struktur Kulit
14

Menurut Sonny (2013) kulit sebagai organ memiliki empat susunan


dasar. Kulit memiliki bermacam-macam jenis epitel, yang utama yaitu
epitel berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Endotel berfungsi melapisi
dermis pada pembuluh darah. Kelenjar-kelenjar kulit merupakan kelenjar
epitelial. Pada dermis terdapat jaringan ikat, seperti serat-serat kolagen dan
elastin, dan juga sel-sel lemak. Pada dermis juga dapat ditemukan jaringan
otot. Contoh, jaringan otot polos, yaitu otot penegak rambut (m. arrector
pili) dan pada dinding pembuluh darah, sedangkan jaringan otot bercorak
terdapat pada otot-otot ekspresi wajah. Jaringan saraf sebagai reseptor
sensoris yang dapat ditemukan pada kulit berupa ujung saraf bebas dan
berbagai badan akhir saraf. Contoh, badan Meissner dan badan Pacini.
Kulit memiliki 2 susunan utama yaitu epidermis dan dermis.
Epidermis adalah lapisan terluar kulit yang terdiri dari jaringan epitel
berlapis gepeng dengan lapisan tanduk. Pada bagian epidermis tidak
terdapat pembuluh darah karena pada epidermis hanya terdiri dari epitel,
hingga menyebabkan nutrien dan oksigen diperoleh dari kapiler pada
lapisan dermis. Epitel yang terdapat pada epidermis disusun oleh
keratinosit yaitu beberapa lapisan sel yang menyusun epitel. Sel-sel
tersebut mengalami perbaharuan tetap melalu mitosis sel-sel dalam lapisan
basal yang perlahan akan digeser menuju permukaan epitel. Selama terjadi
pergeseran, sel-sel tersebut mengalami diferensiasi, membesar, dan pada
sitoplasma terjadi pengumpulan filamen. Ketika lapisan-lapisan yang
tergeser semakin mendekati permukaan, maka akan terjadi kematian sel-
sel yang selanjutnya akan dilepaskan (terkelupas). Lapisan sel-sel yang
bergeser menuju permukaan membutuhkan waktu 20-30 hari untuk
mencapai permukaan kulit. Sitomorfosis merupakan sebutan untuk
perjalanan modifikasi struktur dari sel-sel epidermis. Perbedaan tingkan
perubahan bentukpada epitel memungkinkan pembagian dalam potongan
histologik tegak lurus terhadap permukaan kulit. terdapat 5 lapisan yang
menyusun epidermis dari dalam keluar diantaranya adalah, stratum basal,
15

stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum, dan stratum


korneum (Sonny, 2013)
Dermis yaitu lapisan yang terletak tepat dibawah lapisan epidermis
disebut juga sebagai lapisan jangat (Achroni, 2012). Pada lapisan ini
terdapat serat-serat kolagen yang tersusun dengan rapat. Dermis tersusun
dari stratum papilaris dan stratum retikularis, tidak terdapat batas yang
tegas pada lapisan tersebut, serta serat antaranya saling menjalin. Stratum
papilaris yaitu lapisan yang tersusun secara longgar, terdapat adanya papila
dermis yang memiliki jumlah bervariasi antara 50-250/mm 2. Papila
sebagian besar memiliki pembuluh-pembuluh kapilr yang berfungsi
memberi nutrisi pada lapisan di bagian atasnya yaitu epitel. Sedangkan
pada papila lainnya memiliki badan akhir saraf sensoris yaitu badan
meissner. Stratum retikularis merupakan lapisan yang lebih tebal dan
dalam. Daerah ini memiliki berkas-berkas kolagen kasar dan serat elastin
dengan jumlah kecil yang membentuk jalinan yang padat iregular.
Dibagian yang lebih dalam jalinan yang terbentuk lebih terbuka, sehingga
pada rongga-rongga yang terdapat jalinan tersebut terisi oleh jaringan
lemak, kelenjar keringat, dan sebase, serta folikel rambut. Kulit wajah dan
leher memiliki serat otot skelet yang menyusup di jaringan pada ikat pada
dermis. Otot-otot tersebut berguna sebagai pemberi ekspresi pada wajah
(Sonny, 2013)
Lapisan hipodermis yaitu lapisan yang terletak di bawah dermis
tepatnya di bawah stratum retikularis yang mengandung banyak jaringan
lemak, pembuluh darah dan serabut saraf. Hipodermis berupa jaringan ikat
yang lebih longgar dengan serat kolagen halus. Jumlah jaringan lemak
yang terdapat pada hipodermis lebih banyak dibandingkan yang ada pada
dermis. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dan keadaan
gizi. Lemak pada subkutan terkumpul pada daerah tertentu. Pada jaringan
subkutan kelopak mata dan penis bisa tidak terdapat atau mengandung
sedikit lemak, namun pada daerah seperti abdomen, paha, dan bokong
memiliki jaringan lemak yang lebih banyak hingga dapat mencapai 3 cm
16

atau lebih. Lapisan lemak tersebut disebut juga dengan sebutan pannikulus
adiposus.

2. Fungsi Kulit
Kulit sebagai organ terluar dari tubuh yang menjadi pembatas
antara tubuh dan lingkungannya, memiliki banyak fungsi yaitu melindungi
agar tidak terjadi kontak langsung dari paparan sinar matahari, polusi,
bakteri serta gesekan, dan tekenan yang dapat mengakibatkan terjadinya
kerusakan. Selain menjadi pembatas kulit juga berfungsi untuk
mengeluarkan zat-zat hasil metabolisme dari dalam tubuh, dimana hasil
metabolisme tersebut dikeluarkan bersamaan dengan keluarnya keringat
dari pori-pori kulit (Achroni, 2012). Sebagai pengontrol suhu tubuh, kulit
juga berfungsi untuk mengontrol suhu tubuh ketika terjadi perubahan suhu
panas ataupun suhu dingin, sehingga dengan seiringnya perubahan suhu
diluar, tubuh dapat menyeimbangkan perubahan suhu tersebut. Tidak
hanya menjadi pelindung tubuh kulit sebagai organ terluar, kulit memiliki
fungsi sebagai indra peraba, yang mana jaringan terluar kulit dapat
memberikan respon ke otak ketika merasakan rasa sakit, sentuhan,
tekanan, dan menahan panas atau dingin (Fauzi dan Nurmalina, 2012).

3. Jenis-jenis kulit wajah


Kulit Normal: pada kulit normal, wajah akan terlihat lebih lembut,
sehat, cerah, memiliki kelembaban yang cukup, tidak kering, berpori-pori
namun tidak dengan pori-pori yang besar.
Kulit Berminyak: kulit yang berminyak memili tingkat produksi
minyak lebih tinggi dibandingkan kulit normal sehingga kulit cenderung
berminyak ketika diraba, kulit berminyak terlihat mengkilat dan memiliki
pori-pori yang lebih besar dibanding kulit normal. Akibatnya sering terjadi
masalah kulit pada orang dengan jenis kulit ini yang umumnya memiliki
jerawat dan kulit tampak kusam.
Kulit Kering: kebalikan dan kulit berminyak, kulit kering
memproduksi lebih sedikit minyak sehingga kulit akan terasa kering dan
17

kencang, bahkan beberapa menjadi bersisik halus. Akibat kurangnya


minyak kulit berjenis ini akan lebih cepat berkerut dan bergaris-garis halus
karena kurangnya kelembaban.
Kulit Kombinasi: pada kulit ini terjadi kombinasi antara kulit
kering dan kulit berminyak, dimana pada kulit dengan daerah yang lebih
banyak memproduksi minyak akan terlihat berminyak dan timbul jerawat
seperti pada daerah T zone (dahi, hidung, dan dagu) sedangkan pada V
zone (pipi, sebelah kiri dan kanan dahi) akan lebih kering.

4. Penuaan Dini
Memiliki kulit bersih, cerah, kencang, dan sehat merupakan
dambaan setiap orang. Kulit yang memiliki kualitas demikian akan
memberi kesan bugar, awet muda, dan mendukung penampilan semakin
terlihat menawan. Namun, seperti organ tubuh lainnya, kulit juga
mengalami penurunan kondisi dan kualitas seiring dengan berjalannya
waktu. Semakin bertambahnya usia akan semakin menurunkan kualitas
kulit dan keremajaan kulit sehingga terjadi penuaan dini.
Penuaan yang terjadi pada makhluk hidup merupakan salah satu
proses dalam kehidupan yang tidak dapat di hindari. Penuaan dapat terjadi
pada seluruh bagian tubuh manusia. Kulit sebagai organ terluar dari tubuh
akan sangat memberi dampak ketika kulit mulai mengalami penuaan.
Penuaan tidak hanya proses seseorang menjadi tua. Tetapi penuaan
merupakan apa yang membuat “tua tidak sebaik baru” dan ketika tubuh
mengalami menurunnya kondisi kesehatan bersamaan dengan
bertambahnya usia, orang menjadi sakit, lemah, dan kadang sekarat.
Secara praktis penuaan dapat dilihat sebagai menurunnya fungsi biologik
dari usia seseorang. Penuuan kulit yang terjadi sebelum waktunya, dapat
terjadi ketika seseorang memasuki umur 20-30 tahun. Dalam usia yang
muda regenerasi sel terjadi setiap 28-30 hari. Namun ketika memasuki
umur 50 tahun regenerasi sel akan terjadi lebih lama yaitu sekitar 37 hari.
18

1. Proses penuaan dini


Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya penuaan dini baik itu
dari lingkungan maupun dari dalam tubuh seseorang. Penuaan yang terjadi
pada tubuh seseorang tidak hanya kulit namun seluruh organ tubuh
manusia. Proses penuaan dapat dibagi menjadi 2 konsep berbeda. Konsep
penuaan yang pertama yaitu konsep penuaan intrinsik dan yang kedua
konsep penuaan ekstrinsik. konsep penuaan intrinsik atau yang dikenal
dengan proses penuaan alamiah, merupakan proses penuaan yang terus
berlangsung, dimulai ketika memasuki umur 20-an. Penuaan secara ilmiah
terjadi akibat akumulasi kerusakan endogen yang disebabkan oleh
pembentukan senyawa oksigen reaktif selama proses metabolisme oksidasi
seluler. Diketahui salah satu penyebab terjadinya penuaan intrinsik kulit
akibat adanya pemendekan telomer pada pembelahan sel. Konsep kedua
ialah penuaan ekstrinsik (Photoaging) merupakan proses penuaanyang
terjadi akibat kerusakan kumulatif dari radiasi UV. Radiasi UV yang
memiliki panjang gelombang 100-400 nm ini merupakan 5% dari seluruh
kisaran radiasi matahari. Umumnya sinar uv di bagi menjdi 3, yaitu UV A
(320-400 nm), UV B (280-320 nm), dan UV C (100-280 nm). Dari
ketiganya hanya UV C yang terabsorbsi langsung oleh lapisan ozone di
atmosfer, sehingga hanya sinar UV A dan UV B yang sampai ke bumi.
RadiasI UV pada reseptor permukaan sel mengakibatkan terjadinya
aktivasi. Sehingga terbentuk propagasi sinyal intraseluler dan sintetis
faktor transkripsi, dimana protein inti yang berkaitan dengan DNA untuk
meningkatkan atau menekan gen transkripsi. Faktor transkripsi yang
secara cepat terinduksi oleh radiasi UV yaitu activator Protein-1 ( AP-1).
AP-1 tersebut dapat mempengaruhi fibrolas yaitu gen transkripsi kolagen,
menurunkan prokolagen I dan II, dan merangsang gen transkripsi yag
mengkode matrix-degrading enzyme. Kulit yang mengalami photoaging
menunjukan perubahan klinis dengan terjadinya permukaan kulit yang
kasar, bernodus, bercak kekuningan, dan talangieksatis.
19

2. Penyebab penuaan dini


Penuaan dini terjadi tidak hanyak di akbatkan oleh sinar UV saja
ataupun karena regenerasi sel. Ada beberapa penyebab yang dapat
mendukung terjadinya penuaan dini. Menurut (Beckman, 1998)
berdasarkan literature yang mereka ketahui, penuaan ekstrinsik
(photoaging) menjadi dasar pembahasan terjadinya penuaan kulit.
Pengaruh patobiologik sinar ultraviolet (UV-A dan UV-B) dapat
menghasilkan radikal bebas dan menimbulkan kerusakan pada DNA.
Radikal bebas ialah atom atau molekul yang memiliki satuatau lebih
elektron bebas pada orbitnya. Radikal bebas tidak hanya berasal akibat
sinar UV tetapi juga karena adanay proses alami dari dalam tubuh yaitu
metabolisme.
Radikal bebas diketahui bersifat reaktif dan tidak stabil, sehingga
untuk mencapai kestabilan, radikal bebas akan bereaksi dengan mengikat
molekul disekitarnya dengan mengikat elektron dari suatu molekul yang
ada disekitarnya. Dari hasil reaksi mengikat dengan molekul sekitar akan
terbentuk radikal bebas yang baru dan akan terus bertambah jumlahnya.
Reaksi ini bila terus dibiarkan berkembang di dalam tubuh dapat berakibat
merusak sel-sel penting dalam tubuh. Akibat dari kerusakan sel yang
terjaadi dapat menimbulkan penyakit seperti kanker jantung, penuaan dini,
dan penyakit degeneratif lainnya.
Cuaca dingin dan kering mengakibatkan kurangnya kelembaban
pada kulit, dimana ketika udara dingin maka air yang terkandung pada
kulit akan ikut tertarik keluar sehingga kulit menjadi kering, akibatnya
kulit lebih mudah berkeriput halus, dan bersisik (Wirakusumah, 2007)

3. Serum
Sediaan serum masuk kedalam jenis skin care cosmetics. Serum
merupakan sediaan dengan zat aktif konsentrasi tinggi dan viskositas
rendah, yang menghantarkan film tipis dari bahan aktif pada permukaan
20

kulit (Draelos, 2010). Serum dapat dibuat dengan 2 basis yaitu fase air dan
fase minyak. Serum diformulasikan dengan viskositas yang rendah dan
kurang jernih (semi-transparan), yang mengandung kadar bahan aktif yang
lebih tinggi dari sediaan topikal pada umumnya. Viskosits pada serum
yang rendah sehingga serum dapat dikategorikan sebagai emulsi. Serum
dapat menyebar dengan mudah pada permukaan kulit, dengan konsentrasi
zat aktif yang tinggi maka akan meningkatkan penyerapan zat aktif
(Basuki, 2007).
Serum kosmetik merupakan istilah komersil dalam dunia kosmetik.
Serum memiliki kelebihan dengan memberi efek yang lebih nyaman dan
mudah menyebar di permukaan kulit karena serum yang dirancang dengan
memiliki viskositas rendan dan tingginya zat aktif yang terkandung. Hal
tersebut dikarenakan bahan bioaktif pada serum yang lebih dominan
dibandingkan pelarutnya yang lebih sedikit.

4. Bahan Penstabil
Bahan penstabil adalah keseimbangan antara gaya tolak dan gaya
tarik menarik yang bekerja dalam sistem. Stabilitas pada emulsi akan
mencapai maksimum apabila gaya tolak antara globula-globula fase tidak
kontinyu mencapai maksimum. Gaya tolak menolak berasal dari lapisan
ganda dan gaya tarik menarik berasal dari gaya Van der Waals (Petrowski,
1976). Kestabilan koloid ini disebabkan karena adanya gerak emulsi.
Meskipun telah sampai ke dasar wadah, partikel koloid dapat naik kembali
dan terus bergerak dalam mediumnya. Penyebab lainnya karena umumnya
partikel koloid mengadsorpsi ion. Partikel koloid yang sama akan
mengadsorpsi ion-ion yang sejenis, sehingga partikel-partikel koloid itu
saling tolak-menolak karena pengaruh ion sejenis yang telah diadsorpsi
(Petrowski, 1976) Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami creaming,
koaleser dan eracking. Creaming yaitu terpisahnya emulsi menjadi dua
lapisan, dimana yang satu mengandung fase dispers lebih banyak daripada
21

lapisan yang lain. Creaming bersifat reversibel artinya bila dikocok


perlahan-lahan akan terdispersi kembali, Koaleser dan eracking (breaking)
yaitu pecahnya emulsi karena film yang meliputi partikel rusak dan butir
minyak akan koalesen (menyatu). Sifatnya irreversibel (tidak bisa
diperbaiki). Hal ini dapat terjadi karena peristiwa kimia, seperti
penambahan alkohol, perubahan pH, serta peristiwa fisika. Seperti
pemanasan, penyaringan, pendinginan dan pengadukan.

5. Tinjauan Bahan dalam Formulasi Serum

1. Gliserin

Gambar 3. Struktur gliserin (Rowe et al., 2009)


Gliserin memiliki bentuk cairan seperti sirup, tidak berwarna, tidak
berbau, jernih, dan memiliki rasa manis. Gliserin larut dalam aseton,
bemzen, etanol (95%), minyak, dan air. Gliserin bersifat higroskopis, tidak
dapat teroksidasi pada kondisi oenyimpanan suhu ruang, dapat
terdekomposisi saat pemanasaan membetuk akrolein. Gliserin berfungsi
sebagai humektan, emolien, antimikroba, plastisizer, pemanis, pemanis.
Aplikasi gliserin pada formulasi sediaan topikal adalah sebagai humektan
dan emolien. Gliserin berfungsi sebagai humektan dengan konsentrasi
<30% (Rowe et al., 2009).
2. Optiphen
Optiphen merupakan bahan pengawet yang bebas dari paraben dan
formaldehid yang berbentuk cair. Optiphen tidak memiliki bau yang khas
dan tidak berwarna, bentuk optiphen yang cair dan bening sehingga sangat
mudah ketika ditambahkan kedalam sediaan kosmetik. Optiphen terdiri
dari phenoxyethanol dan caprylyl glicol yang merupakan bahan pengawet.
22

3. Viscolam
Viscolam mengandung sodium polyacryloyldimethyl taurate,
hidrogeneted polidecene, dan tridecet 10. Ketiga kandungan tersebut
berfungsi sebagai emulgator. sodium polyacryloyldimethyl taurate adalah
bahan yang tidak berwarna atau berwarna putih kekuningan, berfungsi
sebagai pengikat viskositas dari fase air (Sari S, 2013). Viscolam memiliki
konsentrasi 0,5-10% dengan pH yang mendekati pH kulit.

4. Xanthan Gum

Gambar 4. Xanthan gum (Rowe et al., 2009)


Xanthan gum yang memiliki sinonim gula jagung dapat digunakan
pada pemakaian oral, topikal, kosmetik, makanan sebagai suspending
agent dan stabilitas agent, dengan kelarutan yang sangat tinggi dan dapat
larut pada air. Xanthan gum yang memiliki sifat nontoxic baik
penggunaannya pada berbagai formulasi sediaan. Xanthan gum yang
banyak digunakan pada sediaan farmasi, dan terbukti memiliki kestabilan
dan viskositas yang baik. Xanthan gum dapat bertahan pada ph 3-12
sehingga cocok apa bila di tambahkan kedalam sediaan kosmetik yang
pengaplikasiannya secara topikal (Rowe et al., 2009). Berdasarkan
penelitian Pudyastuti (2015) salah satu emulgator yang berpengaruh
terhadap kestabilan suatu sediaan yaitu xanthan gum. Sehingga pada
penelitian ini menggunakan xanthan gum sebagai stabilisator.
23

5. Carbomer

Gambar 5. Carbomer (Rowe et al., 2009)

Carbomer memiliki sinonim yaitu acrypo, acritamer, polimer asam


akrilat, carbomera, carbopol, polimetilen karboksi, asam poliakrilat,
polimer carboxyvinyl, pemule, tego carbomer. Carbomer berfungsi sebagai
bahan bioadhesif, agen pelepasan terkontrol, agen pengemulsi, penstabil
emulsi, pengubah reologi, zat penstabil, dan pengikat tablet. Carbomer
berbentuk serbuk putih, halus, dan bersifat asam, higroskopik, dan berbau
khas. Carbomer tidak dapat larut tetapi dapat mengembang, misalnya pada
air dan gliserin. Carbomer digunakan pada berbagai macam sediaan seperti
krim, gel, lotion, dan salep. Carbomer pada sediaan emulsi tipe M/A
digunakan sebagai emulgator dengan konsentrasi yang digunakan yaitu
0,1-0,5%. Penelitian sebelumnya mengklaim carbomer yang termasuk
senyawa asam akrilat dengan sifat hidrofilik dan stabil, sehingga
digunakan sebagai penstabil pada sediaan serum (Rowe et al., 2009).
Menurut Lu dan Jun (1998) pada sediaan kosmetik dan produk
pharmaceutical carbomer sering digunakan karena memiliki stabilitas
yang tinggi dan kompatibel dengan bahan lain. Selain itu carbomer
memiliki toksisitas yang rendah, sehingga aman bila di gunakan.

6. Aquades
24

Gambar 6. Carbomer (Rowe et al., 2009)


Aquades memiliki rumus molekul H2O dan beratmolekul 18,0153
g/mol . Aquadest adalah air murni yang diperole dengan penyulingan,
pertukaran ion dan kotoran, biasanya digunakan dalam sediaan-sediaan
yang membutuhkan air terkecuali parenteral (Rowe et al., 2009).

6. Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH


Metode DPPH merupakan analisis untuk mengetahui aktivitas
antioksidan menggunakan DPPH (1,1 –diphenyl-2- picylhydrazyl). DPPH
adalah komponen yang berwarna ungu yang tidak berdimerisasi dan
berbentuk kristalin. Dalam metode ini, DPPH akan mentransfer elektron
atau atom hidrogen ke radikal bebas sehingga menyebabkan karakter
radikal bebas ternetralisasi. Intensitas warna dari larutan uji diukur melalui
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang sekitar 517 nm.
Keuntungan metode DPPH adalah lebih sederhana dan waktu analisis yang
lebih cepat. Reaksi yang terjadi antara DPPH dan senyawa antioksidan
disajikan pada Gambar

Gambar 6. Reaksi antara DPPH dengan antioksidan membentuk DPPH-H


Berdasarkan nilai absorbansi yang dihasilkan maka dihitung % inhibisi
dengan rumus sebagai berikut:
% inhibisi : X 100%
Ablanko = Absorbansi pada DPPH tanpa sampel
Ablanko = Absorbansi pada DPPH setelah ditambah sampel
25

Hasil % inhibisi tersebut dimasukkan dalam persamaan linier dengan


persamaan Y= aX+b.
Y= % Inhibisi
a = Gradien
b = Konstanta.
X = konsentrasi (μg/ml). (Maria, 2010)
Larutan DPPH yang berisi sampel diukur serapan cahayanya dan
dihitung aktivitas antioksidannya dengan menghitung presentase inhibisi.
Persentase inhibisi yaitu banyaknya aktivitas senyawa antioksidan yang
menangkap radikal bebas DPPH. Parameter yang juga digunakan untuk
pengukuran aktivitas antioksidan dari sampel adalah IC50. IC50 merupakan
bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel yang mampu menghambat
aktivitas suatu radikal bebas sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 berarti
aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Suatu senyawa dikatakan sebagai
antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 50 μg/ml, kuat
apabila nilai IC50 antara 50-100 μg/ml, sedangkan apabila nilai IC50
berkisar antara 100-150 μg/ml, dan lemah apabila nilai IC50 berkisar antara
150-200 μg/ml (Adeng, 2010).

7. Landasan Teori
Myricetin merupakan flavonoid yang berasal dari tanaman yang
memiliki bioavaibilitas dengan aktivitas antioksidan yang tinggi. Struktur
myricetin tersusun dari 2 cincin benzen yang di hubungkan oleh cincin
pyrone heterosiklik. Myricetin yang telah diektahui sebagai flavonoid
alami memungkinkan myricetin dapat di peroleh dari sayur-sayuran, buah-
buahan, teh, dan tanaman obat. Selain sebagai antioksidan alami myricetin
memiliki aktivitas lain yaitu sebagai antinflamasi, antialergi, dan
antikanker (Gaber et al., 2017). Myricetin dengan kelartuan pada air yang
rendah (0,002 mg/ml) menjadikan myricetin mempunyai bioavaibilitas
sistemik yang sangat rendah yaitu 10-44% (Hong et al.2014). Namun
26

myricein dapat larut di beberapa pelarut organik seperti


dimethylformamide, dimethylacetamide, tetrahydrofuran dan aseton.
(Combrinck et al., 2016).
Hasil penelitian Yuan X (2015) menunjukan bahwa myricetin
memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dikarenakan nilai IC50 yang
diperoleh pada penelitian tersebut yaitu sebesar 65,84 ppm termasuk dalam
range antioksidan kuat (50 – 100 ppm) Namun, pada penelitian Yuvita
(2019) myricetin dibuat dalam bentuk nanofitosom dengan memperoleh
IC50 sebesar 119,7920 ppm sehingga masuk dalam aktivitas antioksidan
yang sedang (100 - 150 ppm). Penelitian kali ini myricetin akan di
formulasikan kedalam sediaan serum. Serum merupakan sediaan cair yang
sedikit kental dengan warna keruh atau jernih yang digunakan pada
permukaan kulit. Serum dengan kelebihan dalam pengaplikasiannya yang
nyaman dan mudah menyebar di permukaan kulit sehingga serum dipilih
sebagai sediaan yang cocok untuk dipakai pada penelitian ini. Menurut
Fatmawati (2014) Serum dengan konsentrasi zat aktif yang tinggi dan
viskositasnya yang rendah akan memungkinkan serum dengan cepat
menghantarkan zat aktif masuk kedalam permukaan kulit, sehingga akan
semakin cepat efek yang akan diberikan.
Formulasi kosmetik serum pada penelitian mengandung myricetin
yang memiliki aktivitas antioksidan. Sediaan dirancang untuk penggunaan
yang lebih mudah dan nyaman ketika diaplikasikan ke kulit khususnya
pada kulit wajah. Formulasi serum yang baik diperlukan penambahan basis
yang memberikan stabilitas dan bentuk sediaan yang baik, sehingga serum
dapat stabil pada suhu ruang dengan konsentrasi yang tepat.
Formulasi serum myricetin pada penelitian ini tersusun dari
aquadest, optiphen, glycerin, carbomer, viscolam, dan xanthan gum.
Formula yang terbaik maka membutuhkan pernstabil yang tepat, sehingga
dilakukan variasi penstabil untuk dapat mengetahui penstabil mana yang
memberi formula terbaik. Pada penelitian ini yang digunakan sebagai
penstabil yaitu carbomer, viscolam, dan xanthan gum dimana penambahan
27

ketiga penstabil diharapkan dapat memberi stabilitas yang baik pada


sediaan serum myricetin. Pemilihan carbomer berdasarkan pada penelitian
sebelumnya yang menunjukan carbomer sebagai stabilizer (Kumajayanti et
al 2019), begitu juga . Harapan dari variasi yang dibuat dapat menunjukan
formula mana yang terbaik. Selain itu dengan dibuat perbedaan variasi
diharapkan apakah dapat mempengaruhi terjadinya perbedaan konsentrasi
sediaan yang di hasilkan.
Aktivitas antioksidan pada sediaan serum myricetin diuji
menggunakan metode DPPH (1,1–diphenyl-2- picylhydrazyl) sebgaai
penangkap radikal bebas dan untuk mengetahui efektivitas antioksidan
serum myricetin.

8. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan di atas maka di buat beberapa hipotesis
dalam penelitian ini yaitu:
Pertama carbomer, viscolam, dan xanthan gum dapat memberi
pengaruh pada mutu fisik sediaan serum myricetin yang akan digunakan
sebagai stabilisator.
Kedua sediaan serum myricetin mempuyai aktivitas antioksidan.
Ketiga akan didapatkan diantara carbomer, viscolam, dan xanthan
gum sebagai stabilisator yang baik dalam sediaan serum myricetin,
sehingga memperoleh sediaan serum dengan mutu fisik yang paling baik.
28

9.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel


Populasi ialah semua objek yang menjadi sasaran untuk penelitian.
Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah formulasi serum
myricetin yang akan dilihat dari uji aktifitas antioksidan dan uji mutu fisik
sediaan serum.
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan di teliti yang
berdasarkan sifat, dan keberadaannya sehingga mampu mendeskripsikan
populasi. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah formulasi
sediaan serum myricetin dengan menggunakan perbandingan konsentrasi
stabilisator yang berbeda pada setiap formulasi.

2. Variabel dalam penelitian

1. Identifikasi Variabel Utama


Variabel utama dalam penelitian ini adalah carbomer dalam
formula serum myricetin.
Variabel utama kedua dalam penelitian ini adalah aktivitas
antioksidan sediaan serum myricetin terhadap DPPH (1,1 diphenyl-2-
pikrihidrazil).

2. Klasifikasi Variabel Utama


Variabel utama dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu
variabel bebas, variabel tergantung, dan variabel terkendali.
Variabel bebas adalah variabel yang dirancang sedemikian rupa
untuk dipelajari pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Variabel bebas
pada penelitian ini adalah konsentrasi carbomer serta variasi konsntrasi
sebagai bahan stabilisator dalam formula serum myricetin.

29
30

Variabel terkendali adalah variabel yang dikendalikan dengan


mempengaruhi variabel tergantung selain variabel bebas. Variabel
terkendali pada penelitian ini ialah peralatan yang digunakan untuk
penelitian, waktu yang digunakan untuk membuat serum anti-aging,
metode analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, kondisi didalam
pengujian seperti pengukuran panjang gelombang, kondisi penelitian,
bahan yang dgunakan dlam penelitian, aktivitas antioksidan DPPH (1,1
diphenyl-2-pikrihidrazil).
Variabel tergantung adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah stabilitas fisik serum
(organoleptis, viskositas, daya sebar, homogenitas, tipe emulsi, pH.)
berapa konsentrasi variasi stabilisator yang paling baik, faktor apa saja
yang berpengaruh terhadap pembuatan serum, apakah serum yang
dihasilkan memiliki aktivitas antoksidan.

3. Definisi Operasional Variabel Utama


Myricetin. Myricetin merupakan anggota dari kelas flavonoid alami
senyawa polivenol, yang memiliki sifat antioksidan.
Myricetin dengan variasi carbomer. Carbomer sebagai stabilisator
yang dapat mempengaruhi kestabilan sediaan serum dari berbaga formula.
Serum myricetin dengan berbagai variasi carbomer dilakukan uji
mutu fisik selama tiga minggu meliputi organoleptis, viskositas, daya
sebar, homogenitas, tipe emulsi, pH.
Analisis antioksidan digunakan untuk mengetahui kadar IC50 dari
sediaan serum myricetin. Analisis dilakukan dengan metode
Spektrofotometer UV-Vis.

4. Bahan dan Alat

1. Bahan
31

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain myricetin,


optiphen, glycerin, carbomer, viscolam, dan xanthan gum, aquades, etanol,
DPPH (1,1 diphenyl-2-pikrihidrazil) (Laboraturium 1 Universitas Setia
Budi), etanol p.a, (Bratacem).

2. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas
(Pyrex), batang pengaduk, Erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Pyrex), neraca
analitik (Ohaus PA213 ketelitian 1 mg dan Ohaus AV264 ketelitian 0,1
mg), pipet volume (Pyrex), beaker glass (Pyrex), Viskometer VT-04 E
Rion.,LTD, pH meter (Eutech Instrumen, Ecoscan, hand-held series,
Singapura) , spektrofotometer UV-Vis (Genesys 10s, Thermo scientifict)
(Zhongcheng et al. 2015), dan peralatan pendukung lainnya. Semua alat
yang disebutkan diperoleh dari Laboratorium Teknologi Farmasi
(Laboratorium 13), Laboraturium Instrumen (Laboraturium 1) Universitas
Setia Budi.

3. Jalannya Penelitian

1. Tempat Penelitian
Penelitian Ilmiah dilakukan di Laboratorium Teknologi Farmasi
(Laboratorium 13), Laboraturium Instrumen (Laboraturium 1) Universitas
Setia Budi.

2. Pembuatan Serum
Myricetin dilarutkan terlebih dahulu dengan optiphen. Kemudian
carbomer dikembangkan dengan air hangat lalu di tambahkan satu tetes
TEA, penambahan TEA diberikan juga kepada viscolam. Secara terpisah
ditambahkan pengental viscolam, carbomer, dan xanthan gum kedalam
myricetin yang sudah di larutkan dengan optiphen. Dilanjutkan dengan
32

menambahkan gliserin pada tiap formula. dilakukan pengadukan disetiap


penambahan bahan lalu dibagian akhir air di tambahkan sampai 50 mL.

Formula Serum
Tabel 1. Formulasi sediaan serum myricetin (Makingcosmetics,2018 )
Formula serum (gram)
Bahan
I II III
Optiphen 0,50 0,50 0,50
Myricetin 0,15 0,15 0,15
Carbomer 0,25
Viscolam 0,25
Xanthan gum 0,25
Gliserin 1,50 1,50 1,50
Aquadest ad 50 50 50 50

3. Pengujian sifat fisik sediaan serum


Pembuatan sedian serum dengan variasi konsentras basis yang
berbeda untuk mendapatkan bentuk sediaan serum. Sediaan serum anti-
aging yang dibuat dilakukan meliputi : uji organoleptis, uji homogenitas,
uji viskositas, uji daya, sebar, uji perpindahan volume, uji pH.
3.1 Uji organoleptis serum. Uji organoleptis merupakan pemeriksaan yang
meliputi warna, bau, dan konsistensi serum yang diamati perubahan-
perubahan sediaan dengan rentang waktu tertentu selama 28 hari.
3.2 Uji homogenitas. Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan plat
kaca, dengan cara mengambil sedikit sediaan dari masing-masing formula
serum kemudian dituangkan ke atas plat kaca yang telah disiapkan, di raba
33

dan dioleskan, sediaan serum harus menunjukkan massa yang homogen


dan tidak terasa adanya gumpalan pada kaca (Trilestari, 2002).
3.3 Uji viskositas. Uji viskositas dilakukan menggunakan viskometer brook
feld. Viskometer VT-04 E Rion.,LTD klemnya dipasang dengan arah
horizontal atau tegak lurus dengan arah klem. Rotor dipasang pada
viskometer dengan menguncinya berlawanan arah dengan jarum jam.
Wadah diisi dengan serum yang akan diuji setelah itu di tempatkan rotor
tepat berada ditengah wadah yang berisi serum, viskositas dibaca pada
skala dari rotor yang digunakan. Satuan yang digunakan menurut JLS
28809 standar viskositas yang telah dikalibrasi (dPass) setelah viskometer
dimatikan. Pengujian viskositas diulang sebanyak 3 kali tiap formulanya.
Sediaan serum diuji pada minggu berikutnya selama 1 bulan (Voigt 1994).
3.4 Uji pH. Elektroda dicelupkan ke dalam serum sampai pH meter
menunjukkan pembacaan yang tepat. Dicatat hasil pembacaan skala,
setelah selesai pengujian dibilas dengan aquades dan dikeringkan dengan
tisu (Nova, 2012). Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH
meter. Ditimbang sebanyak 0,5 gram serum dan dilarutkan dalam 50 mL
aquadest kemudian pH-nya diukur.
3.5 Uji volume terpindahkan. Sediaan yang sudah dibuat dipindahkan dari
dalam wadah ke gelas ukur yang sudah di siapkan. Setelah semua sediaan
masuk lalu di lihat berapa banyak sediaan yang berhasil di pindahkan ke
gelas ukur, dan di catat.

4. Pengujian aktivitas antioksidan sediaan serum myricetin


4.1 Pembuatan larutan stok baku DPPH 0,4mM. Serbuk DPPH (1,1
diphenyl-2-pikrihidrazil) ditimbang dengan seksama sebanyak 15,77 mg
dan dilarutkan dengan etanol p.a pada labu takar 100 mL sehingga
diperoleh konsentrasi 0,4mM. Konsentrasi 0,4 mM dihitung terhadap BM
DPPH sebesar 394,3 g/mol.
4.2 Pembuatan stok baku myricetin. Serbuk myricetin 5 mg kemudian
dilarutkan dengan etanol p.a pada labu takar 100 mL sehingga diperoleh
34

konsentrasi 50 ppm. Laruta myricetin konsentrasi 50 pp dibuat 4 seri


pengenceran 25 ppm, 6,5 ppm, dan 3,125 ppm.
4.3 Pembuatan larutan stok serum. Serum ditimbang 5 mg kemudian
dilarutkan dengan etanol p.a sampai batas labu takar 100,0 mL sehingga
diperoleh konsentrasi 50 ppm. Larutan serum myricetin konsentrasi 50
ppm dibuat 4 seri pengenceran 25 ppm, 12,5 ppm, 6,5 ppm, dan 3,125
ppm.
4.4 Penentuan panjang gekombang maksimum. Larutan DPPH (1,1
diphenyl-2-pikrihidrazil) 0,4 mM diambil sebanyak 1mL dimasukkan
kedalam labu takar 5,0 mL kemudian ditambah larutan uji sampai tanda
batas. Campuran di kocok ad homogen, diinkubasi pada operating time
dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 450-530 nm.
4.5 Penetapan operating time. Larutan stok DPPH (1,1 diphenyl-2-
pikrihidrazil) 0,4 mM dipipet sebanyak 1 mL dimasukkan kedalam labu
takar 5,0 mL kemudian ditambah larutan uji sampai tanda batas. Penentuan
operating time dilakukan pada panjang gelombang maksimum DPPH (1,1
diphenyl-2-pikrihidrazil) yang telah diperoleh sebelumnya. Interval waktu
penentuan operating time yaitu dari menit ke-0 sampai di dapat nilai
absorbansi yang stabil dan tidak terlihat adanya penurunan absorbansi.
4.6 Uji aktivitas antioksidan. Larutan stok yang telah dibuat 5 seri
pengenceran masing-masing diambil 1 mL, kemudian ditambahkan 1 mL
larutan DPPH (1,1 diphenyl-2-pikrihidrazil) 0,4 mM. Campuran larutan
diinkubasi selama operating time yang diperoleh sebelumnya dan dibaca
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum DPPH (1,1 diphenyl-
2-pikrihidrazil). Absorbansi blanko dapat diperoleh dengan mengukur
absorbansi campuran 1 mL larutan DPPH 0,4 mM dan 4 mL methanol
pada panjang gelombang maksimum DPPH (1,1 diphenyl-2-pikrihidrazil)
(Sharon et al, 2013).
4.7 Penentuan IC50. Untuk menentukan IC50 diperlukan persamaan kurva
standar daari % inhibisi sebagai sumbu y dan konsentrasi antioksidan
sebagai sumbu x. IC50 dihitung dengan cara dimasukan nilai 50%
35

kedalam persamaan kurva standar sebagai sumbu y kemudian di hitung


nilai x sebagai konsntrasi IC50. Semakin kecil nilai IC50 menunjukkan
semkain tinggi aktivitas antioksidannya (Molyneux, 2004). Penemuan
aktivitas antiradikal dilakukan perhitungan nilai IC50 (inhibitory
concertration) yaitu suatu nilai yang menggambarkan besarnya
konsentrasi myricitin yang dapat menangkap radikal bebas sebesar 50%
(Setyawan, 2011). IC50 dapat dihitung berdasarkan rumus:
(%) aktivitas antiradikal =¿ ¿ х 100%
Keterangan :
(%) aktivitas antiradikal atau (%) penangkapan radikal bebas
adalah suatu nilai yang menggambarkan besarnya konsentrasi ekstrak uji
yang dapat menangkap radikal bebas.
Absorbansi kontrol = absorbansi dari kontrol
Absorbandi sampel = absorbansi dari larutan uji
Nilai konsentrasi dari larutan sampel yang telah diencerkan dan
persen inhibisi diplotkan masing-masing pada sumbu x dan y. Kemudian
nilai IC50 dihitung dengan regresi linier menggunakan rumus y = a + b(x),
dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x sebagai IC50 (Asyhari,
2015).

5. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu, organoleptis,
homogenitas viskositas, daya sebar, perpindahan volume, pH. Data yang
diperoleh selanjutnya akan dianalisis menggunakan One Sample
Kolmogorov Smirnov dan One Way Anova dengan spss.
36

6. Skema jalannya penelitian

Myricetin, optiphen,
gliserin, carbomer, Myricetin, optiphen, gliserin, Myricetin, optiphen, gliserin,
aquadest viscolam, aquadest xanthan gum, aquadest

Semua bahan dicampurkan sesuai cara kerja lalu diaduk ad homogen,


kemudain sisa aquades ditambahkan aduk ad homogen. FI (carbomer
0,25), FII (Viscolam 0,25), FIII (Xanthan gum 0,25),

Uji mutu fisik :


- Uji organoleptis Uji aktivitas antioksidan
- Uji homogenitas menggunakan DPPH (1,1
- Uji viskositas diphenyl-2-pikrihidrazil)
- Uji pH
- Uji perpindahan volume

Analisis data : statistik

Gambar 7. Pembuatan serum


37

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Mutu Fisik


Uji mutu fisik serum myricetin dengan penstabil carbomer, viscolam,
xanthan gum meliputi organoleptis, homogenitas, stabilitas, viskositas, pH,
dan perpindahan volume.

1. Uji organoleptis. Uji organoleptis meliputi pemeriksaan bau, warna, dan


tekstur sediaan serum. Hasil dari pemeriksaan dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 2. Uji organoleptis sediaan serum myricetin

Formula Bau Warna Tekstur


Formula I Tidak berbau Kuning pucat Encer berbulir
Formula II Tidak berbau Kuning keemasan encer
Formula III Tidak berbau Kuning keruh Agak kental
Serum yang ditambahkan myricetin memberikan warna kuning, hal
ini di karenakan serbuk dari myricetin yang berwarna kuning. Penambahan
penstabil yang berbeda menghasilkan warna serum yang berbeda, pada
formula III menghasilkan warna kuning keruh dibandingkan dengan
formula I dan II yang menghasilkan warna kuning yang tidak keruh.
Pembentukan gel transparan pada viscolam dan carbomer mempengaruhi
warna kuning yang di hasilkan. Tekstur pada tiap penstabil juga berbeda,
viscolam memiliki tekstur yang encer dibandingkan dengan xanthan gum
dan carbomer hal ini di karenakan viscolam dan TEA dapat dengan cepat
tercampur pada aquadest. Pada formula I menghasilkan tekstur yang encer
namun terdapat bulir gel carbomer yang tidak larut pada sediaan, hal ini
dikarenakan konsentrasi yg digunakan besar dan sifat carbomer yang tidak
mudah larut melainkan mengembang, sehingga penstabil ini lebih sulit
38

larut. Formula III yang mengandung xanthan gum memiliki tekstur yang
kental namun semua bahan dapat tercampur merata. Setiap formula serum
tidak memberikan bau yang khas.

2. Uji Homogenitas. uji homogenitas dilakukan dengan cara mengoleskan


sedikit sediaan ke plat kaca transparan atau objek glass, sediaan harus
menunjukan masa yang homogen dan tidak terdapat gumpalan basis
ataupun zat aktif.
Tabel 3. Uji homogenitas sediaan serum myricetin

Formula Homogenitas
Formula I Tidak homogen
Formula II Homogen
Formula III Homogen
Keterangan :
Formula I : Sediaan dengan penambahan carbomer
Formula II : Sediaan dengan penambahan viscolam
Formula III : Sediaan dengan penambahan xanthan gum
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui tiap bahan yang
terkandung dalam serum myricetin dapat tercampur rata sehingga
memberikan efek yang maksimal, selain itu agar dapat mencapai sediaan
serum yang sesuai. Hasil pengamatan menunjukkan sediaan serum yang
homogen yaitu formula II dan formula III, sedangkan formula I
menunjukkan adanya bulir-bulir carbomer yang tidak tercampur pada
sediaan serum. Hal tersebut karena pencampuran carbomer yang
dikembangkan dengan air lalu ditambahkan TEA sehingga semakin
meningkatkan bentuk hydrogel dari carbomer dan mempersulit
pencampuran carbomer dengan basis yang lain. Selain itu carbomer
inkompatibilitas terhedap asam kuat, walaupun pH pada sediaan masuk
dalam rentang pH kulit, tetapi carbomer akan lebih netral pada pH 7,7.

3. Uji stabilitas. Uji stabilitas dilakukan dengan mengamati perubahan pada


sediaan serum selama waktu tertentu yaitu pada hari ke-0, hari ke-14, dan
39

hari ke -21 pada suhu 27oC, hal ini bertujuan untuk mengetahui kestabilan
sediaan serum selama penyimpanan.
Tabel 4. Uji stabilitas sediaan serum myricetin

Formula Hari ke-0 Hari ke-14 Hari ke-21


Formula I Stabil Stabil Stabil
Formula II Stabil Stabil Stabil
Formula III Stabil Tidak stabil Tidak stabil
Keterangan :
Formula I : Sediaan dengan penambahan carbomer
Formula II : Sediaan dengan penambahan viscolam
Formula III : Sediaan dengan penambahan xanthan gum
Uji stabilitas pada Formula I dan II yang mengandung penstabil
carbomer dan viscolam menunjukkan hasil yang stabil selama masa
penyimpanan, namun pada Formula III dengan penstabil xanthan gum
menunjukkan perubahan pada hari ke-14 sehingga dikatakan Formula III
tidak stabil selama masa pengujian. Perubahan warna bisa disebabkan
karena terjadi oksidasi pada zat aktif, hal ini karena sifat dari xanthan gum
yang tidak sama seperti carbomer dan viscolam yang merupakan pengental
hydrogel. Kemampuan pengental yang hydrogel dapat mempertahankan
kestabilan dari sediaan serum. Myricetin yg larut kedalam air akan diserap
oleh penstabil yang hydrogel sehingga dapat mempertahankan kestabilan
dari zat aktif.

4. Uji viskositas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kekentalan dari sediaan
serum myricetin, viskositas yang didapatkan dari sediaan serum
mempengaruhi terhadap mudah atau tidaknya sediaan di aplikasikan ke
kulit, viskositas juga berpengaruh terhadap organoleptis dan daya alir
sediaan serum. Semakin kecil nilai viskositas seiaan maka menunjukan
sediaan semakin encer, sebaliknya semakin besar nilai viskositas maka
semakin kental sediaan serum yang mengakibatkan sulitnya
pengaplikasian sediaan pada kulit.
Tabel 5. Uji viskositas sediaan serum myricetin
40

Formula Hari ke-0 Hari ke-14 Hari ke-21


Formula I 0,56 dPas 0,6 dPas 1,23 dPas
Formula II 0,23 dPas 0,2 dPas 0,34 dPas
Formula III 1,86 dPas 1,36 dPas 1,1 dPas
Keterangan :
Formula I : Sediaan dengan penambahan carbomer
Formula II : Sediaan dengan penambahan viscolam
Formula III : Sediaan dengan penambahan xanthan gum
Nilai viskositas yang dihasilkan menunjukkan nilai yang terkecil
sampai yang terbesar pada sediaan yang mengandung viscolam, carbomer,
dan xanthan gum. Selama masa pengamatan kekentalan ketiga formula
berubah. Formula I, II, dan III masing-masing mulai mengalami perubahan
di hari ke 14, dan 21. Antara ketiga formula, formula III memiliki nilai
yang paling besar. Hal ini dikarenakan bentuk dari Formula III yang lebih
kental, namun pengaplikasian sediaan pada kulit tetap mudah dan tidak
meninggalkan residu pada kulit.

Chart Title
2
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
hari ke-0 hari ke-14 hari ke-21

carbomer viscolam xantham gum

Gambar 8. Grafik hubungan viskositas dan lama penyimpanan


Grafik hasil penelitian menunjukan perubahan viskositas yang signifikan
dari formula I dan III. Menurut Allen, 2004 meningkatnya viskositas
sediaan dipengaruhi oleh penambahan carbomer. Sehingga peningkatan
viskositas yang terjadi pada formula I dikarenakan konsentrasi dari
penstabil carbomer yang digunakan cukup banyak untuk pembuatan
sediaan serum. Sebaliknya, formula III yang mengandung xanthan gum
41

mengalami penurunan viskosita, hal ini dapat dikarenakan kurangnya


konsentrasi xanthan gum yang digunakan. Menurut pudyastuti 2015
peningkatan viskositas dipengaruhi oleh konsentrasi xanthan gum,
semakin banyak xanthan gum di tambahkan maka viskositas sediaan akan
semakin meningkat.

Setelah melakukan analisis data menggunakan anova, nilai sig


diperoleh <0,05 menunjukkan bahwa perbedaan penstabi pada tiap
formula menyebabkan adanya perbedaan pada viskositas tiap serum.
Walaupun ketiga penstabil sering digunakan sebagai gelling agent dengan
konsentrasi yang sama, tiap penstabil memberika viskositas yang berbeda-
beda. Hal ini dapat terjadi karena respon tiap penstabil pada saat
pencampuran. Misalnya pada viscolam dan carbomer setelah di tambahkan
TEA dan di campurkan dengan bahan yang lain, memberikan bentuk yang
berbeda. Carbomer membentuk bulir-bulir transparan, sedangkan viscolam
dapat larut dengan bahan yang lain, sehingga membentuk sediaan yang
lebih encer di banding dengan 2 sediaan serum yang lain.

5. Uji pH. Pengujian dilakukan bertujuan untuk mendapatkan pH serum


yang sesuai dengan kulit wajah agar sediaan yang diaplikasikan ke kulit
lebih mudah diterima. Pengujian menggunakan alat pH meter yang
sebelumnya sudah dikalibrasi. pH kulit yaitu 4,5-7. Sediaan yang memiliki
nilai pH basa akan mengakibatkan kondisi kulit bersisik dan kerting,
sedangkan jika nilai pH sediaan asam maka kulit akan mengalami iritasi,
sehingga dibutuhkan pH sediaan yang sesuai dengan kulit wajah.
Tabel 6. Uji pH sediaan serum myricetin

Formula Hari ke-0 Hari ke-14 Hari ke-21


Formula I 4,91 4,71 4,43
Formula II 8,55 9,11 9,48
Formula III 7,53 6,82 6,54
Keterangan :
Formula I : Sediaan dengan penambahan carbomer
Formula II : Sediaan dengan penambahan viscolam
42

Formula III : Sediaan dengan penambahan xanthan gum

Chart Title
Formula I Formula II Formula III
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
h ar i k e-0 h ar i k e-1 4 h ar i k e-2 1

Gambar 9. Grafik hubungan pH dan lama penyimpanan


Hasil uji yang di peroleh dari tiap sediaan berfariasi, formula I di hari ke-0
dan 14 masih dalam rentang pH kulit, namun pada hari ke-21
menunjukkan nilai pH yang semakin menurun di bawa pH kulit yaitu 4,43.
Formula II memberi nilai pH yang basa dan semakin naik selama masa
pengujian. Nilai pH pada formula III lebih kecil dari Formula II dimana
pada hari ke 0 pH formula III yaitu 7,53 namun di hari ke 14 dan 21 pH
sediaan mengalami penurunan sehingga masih masuk dalam rentang pH
kulit.
Hasil grafik pengujian menunjukkan pH Formula II paling basa
dibandingkan formula I dan III, hal ini dapat disebabkan karena
penambahan TEA yang terlalu banyak kedalam formula II sehingga
mempengaruhi pH viscolam dalam sediaan. Sebaliknya peneurunan pH
pada formula I terjadi akibat penggunaan TEA yang terlalu sedikit
sehingga tidak dapat mempertahankan pH dari carbomer. TEA disini
digunakan sebagai neutralizing agent untuk menetralkan pH dari carbomer
dan viscolam dimana kedua penstabil tersebut memiliki pH rendah di
bawah rentang pH kulit.
Hasil analisis data menggunakan anova menunjukkan nilai sig
<0,05 yang artinya perbedaan penstabil menunjukkan adanya perbedaan
pada pH serum yang di buat. Perbedaan tersebut dapat disebabkan dari tiap
43

pH penstabil yang berbeda-beda. Selain itu penambahan TEA juga dapat


mempengaruhi kestabilan pH. terutama pada formula I dan II yang
masing-masing penstabil memiliki pH yang asam sehingga memerlukan
penambahan TEA untuk menetralkan, namun efek penambahan TEA
mempengaruhi tekstur dari tiap penstabil. TEA apabila digunakan trlalu
banyak pada carbomer maka akan semakin meningkatkan bentuk hydrogel
dari carbomer, maka diputuskan penggunaan TEA yang sedikit agar
menghindari bentuk hydrogel. Sebaliknya formula dengan viscolam
membutuhkan penambahan TEA yang lebih banyak agar membantu
viscolam untuk membentuk sediaan serum yang sesuai. Sehingga TEA
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil pH yang berbeda.

6. Uji volume terpindahkan. Pengujian dilakukan untuk melihat seberapa


banyak sediaan yang berhasil dipindahkan dari satu wadah ke wadah yang
lain, pengujian dilakukan selama hari ke-0, hari ke-14, dan hari ke-21
dengan menggunakan 2 gelas ukur 100 ml. semakin sama jumlah
perpindahan sebelum dan sesudah maka semakin encer sediaan, sehingga
dapat dipastikan semakin sedikit sediaan yang tertinggal di wadah sebelum
perpindahan dilakukan.
Tabel 7. Uji volume terpindahkan sediaan serum myricetin

Formula Hari ke-0 Hari ke-14 Hari ke-21


Formula I 49 mL 48,6 mL 48,3 mL
Formula II 49,5 mL 49,3 mL 49mL
Formula III 47,2 mL 47,5 mL 47,7 mL
Keterangan :
Formula I : Sediaan dengan penambahan carbomer
Formula II : Sediaan dengan penambahan viscolam
Formula III : Sediaan dengan penambahan xanthan gum
Hasil pengujian menunjukkan perubahan perpindahan volume pada
masing-masing formula berbeda. Formula I dan II di hari ke 0 sampai ke
hari 21 mengalami penurunan perpindahan volume, sedangkan pada
44

formula III mengalami peningkatan hal ini dipengaruhi oleh perubahan


viskositas yang terjadi pada tiap pengental dalam serum myricetin.

Chart Title
Formula I Formula II Formula III
50
49.5
49
48.5
48
47.5
47
46.5
46
h ar i k e-0 h ar i k e-1 4 h ar i k e-2 1

Gambar 10. Grafik hubungan volume terpindahkan dan lama penyimpanan


Grafik hasil pengujian menunjukkan volume terpindahkan pada tiap
formula. Hasil uji volume terpindahkan di pengaruhi oleh perubahan
viskositas yang terjadi pada tiap penstabil dalam serum myricetin. Dapat
di lihat pada uji viskositas formula II mengalami kenaikan yang signifika
namun tetap dapat mempengaruhi nilai dari uji yang di lakukan. Walaupun
perpindahan volume pada formula III semakin meningkat tiap minggunya,
namun nilai perpindahan yang dihasilkan masih lebih kecil dibandingkan
dengan formula I dan II. Formula III pada uji viskositas mengalami
penurunan kekentalan. Walaupun memiliki tekstur yang lebih kental dari
formula II, penurunan viskositas formula III memberi peningkatan
terhadap perpindahan volume sediaan serum. Perubahan kekentalan yang
terjadi pada tiap formula, apabila diamati langsung tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan.

B. Uji antioksidan pada sediaan serum myricetin


45

1. Penentuan panjang gelombang maksimum. Panjang gelombang


maksimum dilakukan untuk mengetahui pada serapan berapa zatk aktif
dapat dibaca spektrofotometer UV-vis secara optimal. Hasil penetapan
panjang gelombang maksimum dari DPPH yaitu 516 nm dengan
absorbansi

2. Operating time. Operating time berguna untuk mengetahui bagaiman


waktu pengukuran suatu senyawa dapat stabil ketika direaksikan dengan
DPPH. Pengukuran dilakukan selama 60 menit dengan panjang
gelombang 516 nm dan didapatkan hasil serapan yang stabil pada menit ke
39 – 45 dengan nilai absorbansi 0,121 Å.

3. Uji aktivitas penangkapan radikal bebas. Penentuan aktivitas


antioksidan dilakukan menggungakan metode DPPH (1,1 diphenyl-2-
pikrihidrazil). Uji aktivtias antioksidan pada metode ini di ukur dengan
cara mengamati hilangnya warna ungu yang disebabkan tereduksinya
DPPH oleh antioksidan. Melalui spektrofotometri UV-Vis dengan panjang
gelombang sekitar 515-520 nm warna larutan uji diukur. Hasil persen
inhibisi disubstitusikan dalam persamaan linear. IC50 diartikan sebagai
jumlah antioksdian yang mampu menurunkan konsentrasi DPPH sebesar
50%. Uji aktivitas antioksidan dilakukan agar mengetahui aktivitas
antioksdian pada sediaan serum myricetin.
Tabel 8. Uji aktivitas antioksidan sediaan serum myricetin

IC50
Formula
Hari ke-7 Hari ke-21
Formula I 44,273 166,9694
Formula II 52,8281 130,4158
Formula III 41,9827 110,1699
Keterangan :
Formula I : Sediaan dengan penambahan carbomer
Formula II : Sediaan dengan penambahan viscolam
Formula III : Sediaan dengan penambahan xanthan gum
46

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN IC50


180 166.9694
160
140 130.4158
120 110.1699
100
ppm

80
60 52.8281
44.273 41.9827
40
20
0
Carbomer VIscolam X.gum

Serum

Hari ke-7 Hari ke 21

Gambar 11. Grafik hubungan aktivitas antioksidan dan lama penyimpanan

Suatu senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan akan dilakukan uji,


kemudia hasil dari uji tersebut akan menentukan kekuatan antioksidan dari
suatu senyawa. Ada empat kategori yang di gunakan yaitu sangat kuat
dengan nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/mL (0-50 ppm), kuat jika IC 50 antara
0,05-0,10 mg/mL (50-100 ppm), sedang jik IC50 antara 0,10-0,15 mg/mL
(100-150 ppm), dan lemah jika nilai IC50 berkisar antara 0,15-0,20 mg/mL
(150-200 ppm) (Myloneux 2004).

Hasil penelitian menunjukkan aktivitas antioksidan dari myrcetin


yang digunakan sebagai senyawa utama dalam pembuatan serum masuk
dalam kategori sangat kuat dengan nilai IC50 sebesar 24,57 ppm.
Myricetin yang digunakan merupakan baku tunggal dan tidak dicampur
dengan basis serum dan tidak mengalami penyimpanan dalam waktu lama.
Tiap formula I, II, dan III yang mengandung penstabil carbomer, viscolam,
dan xanthan gum memberikan hasil yang berbeda, dimana tiap formula
menunjukkan adanya aktivitas antioksidan. Hari ke 7 formula I meiliki
nilai IC50 44,273 ppm, pada formula III di dapatkan nilai IC50 41,9827
ppm sehingga kedua formula tersebut masuk dalam kategori aktivitas
antioksidan yang sangat kuat. Formula II memiliki aktivitas antioksidan
47

yang kuat dengan nilai IC50 52,8281 ppm. ketiga formula tersebut tidak
berbeda signifikan sehingga tiap formula dapat menjaga kestabilan. Selain
itu tiap serum myricetin yang menggunakan penstabil carbomer, x.gum,
dan viscolam, dengan konsentrasi penggunaan penstabil yang sama, tidak
mempengaruhi kestabilan myricetin pada serum. Nilai IC50 tiap formula
masuk dalam antioksidan sangat kuat hingga kuat karena konsentrasi
myricetin yang digunakan sebesar 150mg. Aktivitas antioksidan ke 21
memperlihatkan penurunan. Dimulai dari sedang hingga lemah. Nilai IC50
formula III yaitu 110,1699 ppm, pada Formula II nilai IC50 sebesar
130,4158 ppm, dan pada Formula I memiliki nilai IC50 sebesar 166,9694
ppm, dimana tiap formula menunjukkan adanya penurunan aktivitas
antioksidan. Formula I dengan penstabil carbomer memberikan penurunan
aktivtias antioksidan yang paling besar dengan masuk dalam kategori
lemah di bandingkan dua penstabil lainnya, dari hasil yang diperoleh
menunjukkan bahwa carbomer tidak dapat mempertahankan kestabilan
dari myricetin. Hal ini dapat disebabkan karena pH dari formula I yang
asam dan bentuk sediaan yang tidak homogen. Terdapat bulir-bulir gel
pada sediaan formula I dikarenakan penambahan TEA yang banyak.
Penambahan TEA meningkatan bentuk hydrogel pada carbomer, dan
menyebabkan carbomer banyak mengikat air sehinggaa menjadi salah satu
penyebab carbomer tidak dapat mempertahankan kestabilan dari zat aktif.
Carbomer dapat stabil apabila di lakukan kombinasi denga HPMC seperti
pada penelitian Suryani, 2019, dengan kombinasi hpmc dan carbomer
dengan menggunakan TEA secukupnya sediaan tidak memperlihatkan
adanya butiran-butiran dan gumpalan-gumpalan, selain itu walaupun
terjadi kenaikan dan penurunan pH yang bervariasi namun kenaikan dan
penerunan ketiga formula masih masuk dalam rentang kulit manusia.
Sehingga dibutuhkan penambahan HPMC untuk memaksimalkan
kestabilan carbomer agar penambahan TEA tidak mempengaruhi stabilitas
carbomer. Di hari ke 21 formula II mengalami penurunan aktivitas
antioksidan namun penurunan aktivtias antioksidan formula II masih
48

masuk dalam kategori sedang dan jika dilihat dari bentuk sediaan formula
II memiliki bentuk sediaan yang paling stabil, sehingga dapat dikatakan
formula II lebih stabil di banding formula I dan formula III. Pada formula
III menunjukkan perubahan warna dari warna kuning keruh hingga
menjadi kuning kecoklatan. Hal tersebut terjadi karena zat aktif yang
mulai teroksidasi, dari hasil pengujian formula III menunjukkan
penurunan aktivitas antioksidan tetapi penurunan aktivitas antioksidan
yang terjadi masih masuk dalam kategori sedang. Dari hasil di atas dapat
di katakana bahwa bentuk hydrogel pada penstabil tidak menjamin dapat
menjaga stabilitas zat aktif yang terkandung. Penurunan aktivtias
antioksidan pada tiap formula juga dapat di sebabkan oleh wadah
penyimpanan serum, sehingga diperlukan penggunaan wadah yang gelap
agar sediaan tidak rusak ketika terkena cahaya. Dari hasil yang di peroleh
menunjukkan dengan konsentrasi yang sama memberikan efek sebagai
penstabil yang berbeda.
49

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulam
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dibuat
kesimpulan bahwa:
Pertama dengan dengan menggunakan carbomer, viscolam, dan
xanthan gum pada pembuatan serum myricetin dapat memepengaruhi
mutu fisik.
Kedua, aktivitas antioksidan formula II sebesar 130,4158 ppm, dan
formula III 110,1699 ppm dimana kedua formula tersebut masuk dalam
kategori sedang dan memiliki aktivtias antioksidan. Sedangkan pada
formula I memiliki aktivitas antioksidan namun masuk dalam kategori
lemah dengan nilai IC50 166,9694 ppm.
Ketiga, pada formula I, II, dan III tidak memberi efek yang baik
sebagai penstabil sehingga tidak di dapatkan formula dengan mutu fisik
terbaik. Namun dari ketiga formula dapat di simpulkan bahwa formula III
memiliki aktivtias antioksidan yang terbaik dibandingkan kedua formula
yang lain.

B. Saran
Pertama, di penelitian selanjutnya perlu penambahan HPMC untuk
meningkatkan kestabilan carbomer

Kedua, untuk penelitian selanjutnya perlu dilakukan uji iritasi


serum myricetin.

Ketiga, diperlukan pembuatan serum myricetin dalam bentuk nano


pada penelitian selanjutnya agar serum myricetin dapat memberikan efek
lebih cepat.
50

Keempat, pada penelitian selanjutnya perlu di perhatikan


penambahan TEA pada viscolam.

DAFTAR PUSTAKA

Achroni, Keen. 2012. Semua Rahasia Kulit Cantik dan Sehat Ada di sini.
Yogyakarta: Javalitera.

Adeng H. 2010 Uji Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak Air Bunga Kecombrang
(Etlingera elatior) Sebagai Pangan Fungsional Terhadap Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli, Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatuallah.

Aikpokpodion P.E & Dongo L.N. 2010. Effect of Fermentation Intensity on


Polyphenol and Antioxidant Capacity of Cocoa Beans. Academy.edu.
5(4):72-76.

Aizah S. 2016. Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Makan Pada Anak Usia Pra
Sekolah Di Dusun Pagut Desa Blabak. Jurnal Ilmu Kesehatan.

Apak R. Güçlü K, Demirata B, Ozyürek M, Celik SE, Bektaşoğlu B, Berker KI,


Ozyurt D. 2007. Comparative Evaluation of Various Total Antioxidant
Capacity Assays Applied to Phenolic Compounds With The CUPRAC
Assay.

Basuki K. 2007. Tampil Cantik Dengan Perawatan Sendiri. Jakarta. PT Gramedia


Pustaka Utama.

Beckman K.B, Bruce N. Amies. 1998. The Free Radical Theory of Aging
Matures. Physiol Rev. 78: 547-81.
51

Blois, M.S. 1958. Antioxidant determinations by the use of a stable free radical,
Nature, 181: 1199- 1200.

Combrinck S ,Semwal D.R, Semwal R.B, and Viljoen A. 2016. Myricetin: A


Dietary Molecule with Diverse Biological Activities. Journal MDPI.

Comoglio A, Tomasi A, Malandrino S, Poli G, Albano E. 1995. Scavenging effect


of silipide, a new silybin-phospholipid complex, on ethanol-derived free
radicals. Biochem Pharmacol. 50:1313-1316.

Damayanti, Maya. 2004. Sustaining Participation in Local Governance: Case of


PDPP (Participatory Medium Term Development Planning) in Indonesia.
A paper presented at 40th ISoCaRP Congress 2000.

Dang Y, Xie Y, Duan JZ, Ma P, Li GW, Ji G, et al. 2014. Quantitative


determination of myricetin in rat plasma by ultra performance liquid
chromatography tandem mass spectrometry and its absolute
bioavailability. Drug Res. 64: 516-522.

Draelos ZD. 2010. Nutrition and enchancing youthful appearing-skin. Journal


Elsevier. 28:400-408.

Du C, AJ Brown, H Yang. 2015. Novel mechanisms of intracellular cholesterol


transport: oxysterol-binding proteins and membrane contact sites. Current
Opinion in Cell Biology. 35:37-42.

Fauzi, R. A dan Nurmalina, R. 2012. Merawat Kulit dan Wajah. Jakarta. Elex
Media Komputindo. Halaman 60, 171-173.

Fatmawati M, Fikri I, Siswanti D.E,. 2014. Gambaran Kadar Kreatinin Serum


Dan Lama Rawatan Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau Januari 2012 - Desember 2014. Jurnal Ilmu
Kedokteran Universitas Riau.
52

Gaber DM, Nafee N, Abdallah OY. 2017. Myricetin solid lipid nanoparticels:
Stability assurance from system preparation to site of action. European
Journal of Pharmaceutical Sciences.

Giriwijoyo, S. (2004). Ilmu Faal Olahraga. Bandung: Fakultas Pendidikan


Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan Indonesia.

Hassan M. 2009. Ethnobotanically Important Plants of District Bannu, Pakistan.


University of Science and Technology. (2): 87-93

Hong C, Dang Y, Lin G, Yao Y, Li G, Ji G, Shen H, Xie Y, et al. 2014. Effects of


stabilizing agents on the development of myricetin nanosuspension and its
characterization: an in vitro and in vivo evaluation. International Journal
of Pharmaceutics. 477: 251–260.

Khan N, Deeba N. Syed, Nihal A, Hasan M. 2013. Fisetin: a dietary for health
promotion. Antioxidants and Redox Signaling. 19(2).

Kumajayanti B, Liana L, Meliana Y, Septiyanti M, Sutriningsih. 2019.


Formulation and Evaluation of Serum From Red, Brown and Green Algae
Extract for Anti-aging Base Material. AIP Conference Proceeding.

Kustanti H, Prihatin, Pipin T, Wiana W, 2008. Tata kecantikan kulit. Jakarta.


Jenderal Manajamen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen
Pendidikan.

Langseth L. 1995. Oxidants, Antioxidants, and Disease Prevention. Washington,


D.C: International Life Sciences Institute.

Maria B.2010. Biokimia: Teknik Penelitian. Jakarta: Erlangga.

Martin, A., Swarbrick, J., and Cammarta, A., 1993. Physical Pharmacy, Physical
Chemical Principles in The Pharmaceutical Science, diterjemahkan oleh
Yoshita, Edisi ketiga, Universitas Indonesia Press, Jakarta,1022.
53

Noormindhawati L. 2013. Jurus Ampuh Melawan Penuaan Dini. Jakarta. PT Elex


Media Komputindo.

Nova, G. D.2012. Formulasi Ekstrak Metanol Kulit Manggis(Garcinia


mangostana L) Pada Uji Iritasi Primer. Skripsi. Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Petrowski dan Gary E. 1976. Emulsion Stability and its Relation to Foods by
Carnation Research Laboratories Van Nuys. California.

Pokorny J, Yanishieva N, Gordon M. 2001. Antioxidant In Food. England.


Woodhead Publshing.

Prianto J. 2014. Cantik Lengkap Merawat Kulit Wajah. Jakarta. PT Gramedia


Pustaka Utama.

Ross JA. Kasum CM. 2002. Dietary flavonoids: bioavailabilty, metabolic effect,
and safety. Annual Review of Nutrition. 22: 19-34.

Rowe RC, Sheskey PJ, Owen SC. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipients
Fifth Edition. London: Pharmaceutical Press. hlm 182-184.

Selawa W, Runtuwene M.R.J, Citraningtyas G. 2013. Kandungan Flavonoid dan


Kapasitas Antiosidan Total Ekstrak Etanol Daun Binahong. Jurnal Ilmiah
Farmasi. Vol. 2 No. 01

Sonny V dkk. 2013. A multi-directional backlight for a wide-angle, glasses-free


three-dimensional display. Natureresearch Journal.

Sultan B, Anwar F. 2008. Flavonoid (kaempferol, quercetin, myricetin) content of


selected fruits, vegetabels, and medicinal plants. Food Chemistry.879-884.

Suryani N dkk. 2019. Pengembangan dan Evaluasi Stabilitas Formulasi Gel yang
Mengandung Etil p-metoksisinamat. Pharmaceutical and Biomedical
Sciences Journal
54

Trilestari. 2002. Hand and Body lotion: Pengaruh Penambahan Nipagin, Nipasol,
dan Campuran keduanya terhadap Stabilitas Fisika dan Efektivitasnya
sebagai Anti Jamur, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Diterjemahkan oleh Soendani


Noerrono, Edisi V, Cetakan Kedua. Universitas Gajah Mada Press.
Yogyakarta.

Wasitaatmaja S.M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit UI


press. 95-103.

Widyastuti N. 2012. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan Metode


CUPRAC, DPPH, FRAP serta Korelasinya dengan Fenol dan Flavonoid
pada Enam Tanaman. Institut Pertanian Bogor.

Wijaya A. 1996. Radikal bebas dan parameter status antioksidan. Forum


Diagnostikum Prodia. Diagnostics. Educational Cervices. 1-12.

Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta. Kanisus.

Winarti S. 2010. Makanan Fungsional. Yogyakarta. Graha Ilmu.

Wirakusumah E. 2007. Cantik Awet Muda Dengan Buah, Sayur, dan Herbal.
Jakarta. Penebar Plus.

Yao YS, Li GB, Xie Y, Ma P, Li GW, Meng QC, Wu T, et al. 2013.


Preformulation studies of myricetin; a natural antioxidant flavonoid.
Pharmazie. 69: 19-26.

Yuan X dkk. 2015. Myricetin ameliorates the symptoms of collagen-induced


arthritis in mice by inhibiting cathepsin K activity. Journal
Immunopharmacology and Immunotoxicology. 513-519.
55

Yuvita, D.W. 2019. Formulasi dan Karakterisasi Nanofitosom Myricetin dengan


Metode Hidrasi Lapis Tipis-Sonikasi. Skripsi. Fakultas Farmasi.
Universitas Setia Budi, Surakarta.

L
A
M
P
I
R
56

A
N

Lampiran 1. Hasil serum myricetin

Formula III Formula II Formula I


57

Lampiran 2. Data hasil uji viskositas serum myricetin hari ke 0,


14, dan 21
Hari Formula Replikasi Rata” SD
1 2 3
Hari 0 Formula 1 0,6 0,5 0,6 0,56
Formula 2 0,2 0,3 0,2 0,23
Formula 3 2 1,8 1,8 1,86

Hari 14 Formula 1 0,6 0,6 0,6 0,6


Formula 2 0,2 0,2 0,2 0,2
Formula 3 1,5 1,3 1,3 1,36
Hari 21 Formula 1 1,3 1,2 1,2 1,23
Formula 2 0,32 0,35 0,35 0,34
Formula 3 1,1 1,1 1,1 1,1

Lampiran 3. Data hasil uji pH serum myricetin hari ke 0, 14,


dan 21

Hari Formula Replikasi Rata” SD


1 2 3
Hari 0 Formula 1 5,00 4,92 4,83 4,91
Formula 2 8,60 8,52 8,53 8,55
Formula 3 7,55 7,57 7,49 7,53
Hari 14 Formula 1 4,58 4,62 4,93 4,71
Formula 2 8,95 9,00 9,4 9,11
Formula 3 6,80 6,78 6,88 6,82
Hari 21 Formula 1 4,47 4,45 4,39 4,43
Formula 2 9,43 9,49 9,53 9,48
Formula 3 6,50 6,54 6,59 6,54

Lampiran 4. Penentuan panjang gelombang maksimum DPPH


58

Lampiran 5. Penetapan operating time myricetin


59

Time ( Minute ) RawData …


0.000 0.183
1.000 0.159
2.000 0.145
3.000 0.135
4.000 0.131
5.000 0.128
6.000 0.127
7.000 0.125
8.000 0.125
9.000 0.124
10.000 0.124
11.000 0.124
12.000 0.124
13.000 0.125
14.000 0.124
15.000 0.124
16.000 0.124
17.000 0.123
18.000 0.123
19.000 0.123
20.000 0.123
21.000 0.122
22.000 0.123
23.000 0.122
24.000 0.122
25.000 0.122
26.000 0.122
27.000 0.122
28.000 0.121
29.000 0.122
30.000 0.121
31.000 0.122
32.000 0.121
33.000 0.121
34.000 0.121
35.000 0.121
36.000 0.121
37.000 0.121
38.000 0.122
39.000 0.121
40.000 0.121
41.000 0.121
42.000 0.121
43.000 0.121
44.000 0.121
60

45.000 0.121
46.000 0.120
47.000 0.121
48.000 0.120
49.000 0.121
50.000 0.120
51.000 0.120
52.000 0.120
53.000 0.120
54.000 0.119
55.000 0.120
56.000 0.119
57.000 0.120
58.000 0.119
59.000 0.119
60.000 0.119

Lampiran 6. Penetapan operating time Formula I Hari ke 7


Time ( Minute ) RawData …
0.000 0.558
1.000 0.559
2.000 0.558
3.000 0.559
4.000 0.559
5.000 0.559
6.000 0.559
7.000 0.559
8.000 0.560
9.000 0.559
10.000 0.560
11.000 0.561
12.000 0.560
13.000 0.560
14.000 0.560
15.000 0.560
16.000 0.561
17.000 0.560
18.000 0.561
19.000 0.561
20.000 0.561
21.000 0.562
22.000 0.562
23.000 0.562
24.000 0.562
61

25.000 0.562
26.000 0.562
27.000 0.562
28.000 0.562
29.000 0.562
30.000 0.562
31.000 0.563
32.000 0.562
33.000 0.563
34.000 0.563
35.000 0.564
36.000 0.563
37.000 0.564
38.000 0.563
39.000 0.564
40.000 0.563
41.000 0.563
42.000 0.564
43.000 0.564
44.000 0.564
45.000 0.565
46.000 0.564
47.000 0.565
48.000 0.565
49.000 0.565
50.000 0.565
51.000 0.565
52.000 0.566
53.000 0.565
54.000 0.565
55.000 0.566
56.000 0.565
57.000 0.566
58.000 0.566
59.000 0.566
60.000 0.566

Lampiran 7. Penetapan operating time Formula II Hari ke 7


Time ( Minute ) RawData …
0.000 0.585
1.000 0.586
2.000 0.586
3.000 0.586
4.000 0.586
62

5.000 0.585
6.000 0.585
7.000 0.585
8.000 0.586
9.000 0.586
10.000 0.586
11.000 0.585
12.000 0.586
13.000 0.586
14.000 0.586
15.000 0.586
16.000 0.586
17.000 0.586
18.000 0.586
19.000 0.586
20.000 0.586
21.000 0.587
22.000 0.587
23.000 0.587
24.000 0.587
25.000 0.587
26.000 0.587
27.000 0.587
28.000 0.587
29.000 0.587
30.000 0.588
31.000 0.587
32.000 0.587
33.000 0.588
34.000 0.588
35.000 0.588
36.000 0.588
37.000 0.588
38.000 0.588
39.000 0.588
40.000 0.588
41.000 0.589
42.000 0.589
43.000 0.589
44.000 0.589
45.000 0.589
46.000 0.589
47.000 0.590
48.000 0.590
49.000 0.590
50.000 0.590
63

51.000 0.590
52.000 0.591
53.000 0.591
54.000 0.591
55.000 0.591
56.000 0.591
57.000 0.591
58.000 0.591
59.000 0.591
60.000 0.591

Lampiran 8. Penetapan operating time Formula III Hari ke 7


Time ( Minute ) RawData …
0.000 0.631
1.000 0.632
2.000 0.634
3.000 0.634
4.000 0.635
5.000 0.635
6.000 0.635
7.000 0.635
8.000 0.636
9.000 0.637
10.000 0.636
11.000 0.637
12.000 0.637
13.000 0.637
14.000 0.638
15.000 0.638
16.000 0.638
17.000 0.638
18.000 0.638
19.000 0.639
20.000 0.640
21.000 0.639
22.000 0.640
23.000 0.640
24.000 0.640
25.000 0.640
26.000 0.641
27.000 0.641
28.000 0.641
29.000 0.641
30.000 0.642
64

31.000 0.642
32.000 0.643
33.000 0.643
34.000 0.643
35.000 0.643
36.000 0.644
37.000 0.644
38.000 0.644
39.000 0.645
40.000 0.645
41.000 0.645
42.000 0.645
43.000 0.646
44.000 0.646
45.000 0.647
46.000 0.647
47.000 0.647
48.000 0.647
49.000 0.648
50.000 0.648
51.000 0.648
52.000 0.648
53.000 0.649
54.000 0.649
55.000 0.649
56.000 0.649
57.000 0.649
58.000 0.650
59.000 0.650
60.000 0.650

Lampiran 9. Penetapan operating time Formula I Hari ke 21


Time ( Minute ) RawData …
0.000 0.741
1.000 0.742
2.000 0.744
3.000 0.744
4.000 0.745
5.000 0.745
6.000 0.745
7.000 0.745
8.000 0.746
9.000 0.747
10.000 0.746
65

11.000 0.747
12.000 0.747
13.000 0.747
14.000 0.748
15.000 0.748
16.000 0.748
17.000 0.748
18.000 0.748
19.000 0.749
20.000 0.750
21.000 0.749
22.000 0.750
23.000 0.750
24.000 0.750
25.000 0.750
26.000 0.751
27.000 0.751
28.000 0.751
29.000 0.751
30.000 0.752
31.000 0.752
32.000 0.753
33.000 0.753
34.000 0.753
35.000 0.753
36.000 0.754
37.000 0.754
38.000 0.754
39.000 0.755
40.000 0.755
41.000 0.755
42.000 0.755
43.000 0.755
44.000 0.756
45.000 0.756
46.000 0.757
47.000 0.757
48.000 0.757
49.000 0.757
50.000 0.758
51.000 0.758
52.000 0.758
53.000 0.758
54.000 0.759
55.000 0.759
56.000 0.759
66

57.000 0.759
58.000 0.760
59.000 0.760
60.000 0.760

Lampiran 10. Penetapan operating time Formula II Hari ke 21


Time ( Minute ) RawData …
0.000 0.755
1.000 0.756
2.000 0.756
3.000 0.756
4.000 0.756
5.000 0.755
6.000 0.755
7.000 0.755
8.000 0.756
9.000 0.756
10.000 0.756
11.000 0.755
12.000 0.756
13.000 0.756
14.000 0.756
15.000 0.756
16.000 0.756
17.000 0.756
18.000 0.756
19.000 0.756
20.000 0.756
21.000 0.757
22.000 0.757
23.000 0.757
24.000 0.757
25.000 0.757
26.000 0.757
27.000 0.757
28.000 0.757
29.000 0.757
30.000 0.758
31.000 0.757
32.000 0.757
33.000 0.758
34.000 0.758
35.000 0.758
36.000 0.758
67

37.000 0.758
38.000 0.758
39.000 0.758
40.000 0.758
41.000 0.759
42.000 0.759
43.000 0.759
44.000 0.759
45.000 0.759
46.000 0.759
47.000 0.760
48.000 0.760
49.000 0.760
50.000 0.760
51.000 0.760
52.000 0.760
53.000 0.760
54.000 0.760
55.000 0.761
56.000 0.761
57.000 0.761
58.000 0.761
59.000 0.761
60.000 0.761

Lampiran 11. Penetapan operating time Formula III Hari ke 21


Time ( Minute ) RawData …
0.000 0.768
1.000 0.769
2.000 0.768
3.000 0.769
4.000 0.769
5.000 0.769
6.000 0.769
7.000 0.769
8.000 0.770
9.000 0.769
10.000 0.770
11.000 0.771
12.000 0.770
13.000 0.770
14.000 0.770
15.000 0.770
16.000 0.771
68

17.000 0.770
18.000 0.771
19.000 0.771
20.000 0.771
21.000 0.772
22.000 0.72
23.000 0.772
24.000 0.772
25.000 0.772
26.000 0.772
27.000 0.772
28.000 0.772
29.000 0.772
30.000 0.772
31.000 0.773
32.000 0.772
33.000 0.773
34.000 0.773
35.000 0.774
36.000 0.773
37.000 0.774
38.000 0.773
39.000 0.774
40.000 0.773
41.000 0.773
42.000 0.774
43.000 0.774
44.000 0.774
45.000 0.775
46.000 0.774
47.000 0.774
48.000 0.775
49.000 0.775
50.000 0.775
51.000 0.775
52.000 0.776
53.000 0.775
54.000 0.775
55.000 0.775
56.000 0.776
57.000 0.776
58.000 0.776
59.000 0.776
60.000 0.776
69

Lampiran 12. Data penimbangan DPPH dan pembuatan larutan stok


Penimbangan DPPH
Serbuk DPPH untuk uji antioksidan ditimbang sesuai hasil perhitungan berikut:
Penimbangan DPPH = BM DPPH x Volume larutan x Molaritas DPPH
= 394,32 g/mol x 0,1 liter x 0,0004 M
= 0,015772 g = 15,77 mg = 15,8 mg
Pembuatan larutan DPPH
Serbuk DPPH ditimbang sebanyak 15,8 mg, kemudian dilarutkan dengan ethanol
p.a add hingga tanda batas labu takar 100,0 mL.
Lampiran 13. Data perhitungan dan pembuatan seri konsentrasi dari larutan
induk rutin Penimbangan larutan stok myricetin
dilakukan dengan cara ditimbang 5 mg dimasukkan dalam labu takar 100 mL
kemudian ditambahkan ethanol p.a sampai tanda batas, sehingga diperoleh
konsentrasi 50 ppm.
Konsentrasi myricetin = 5 mg/100 mL
= 50 mg/1000 mL
= 50 ppm
Larutan rutin konsentrasi 50 ppm diencerkan menjadi 4 seri konsentrasi, yaitu 25
ppm, 12,5 ppm, 6,25 ppm, dan 3,125 ppm.
70

Konsentrasi 25 ppm
V(larutan induk) x C(larutan induk) = V(larutan sampel) x C(larutan sampel)
V(larutan induk) x 50 ppm = 10 mL x 25 ppm V(larutan induk)
= 5 mL
Konsentrasi 12,5 ppm
V(larutan induk) x C(larutan induk) = V(larutan sampel) x C(larutan sampel)
V(larutan induk) x 50 ppm = 10 mL x 12,5 ppm V(larutan induk)
= 2,5 mL
Konsentrasi 6,25 ppm
V(larutan induk) x C(larutan induk) = V(larutan sampel) x C(larutan sampel)
V(larutan induk) x 50 ppm = 10 mL x 6,25 ppm V(larutan induk)
= 1,25 mL
Konsentrasi 3,125 ppm
V(larutan induk) x C(larutan induk) = V(larutan sampel) x C(larutan sampel)
V(larutan induk) x 50 ppm = 10 mL x 3,125 ppm105 105 V(larutan induk)
= 0,625 mL
Larutan induk dipipet 5 mL dimasukkan kedalam labu takar 10 mL dan di add
dengan ethanol p.a sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 25 ppm.
larutan konsentrasi 25 ppm dipipet sebanyak 2,5 mL dan di add dengan ethanol
p.a sampai tanda labu takar 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 12,5 ppm.
larutan konsentrasi 12,5 ppm dipipet sebanyak 1,25 mL dan di add dengan ethanol
p.a sampai tanda labu takar 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 6,25ppm.
larutan konsentrasi 6,25 ppm dipipet sebanyak 0,625 mL dan di add dengan
ethanol p.a sampai tanda labu takar 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 3,125
ppm.
Lampiran 14. Data perhitungan dan pembuatan seri konsentrasi dari larutan
induk formula 1, 2, dan 3 serum myricetin.
Penimbangan larutan stok formula dilakukan dengan cara ditimbang 5 mg
dimasukkan dalam labu takar 100 mL kemudian ditambahkan ethanol p.a sampai
tanda batas, sehingga diperoleh konsentrasi 50 ppm.
Konsentrasi formula = 5 mg/100 mL
= 50 mg/1000 mL
71

= 50 ppm
Larutan formula konsentrasi 50 ppm diencerkan menjadi 4 seri konsentrasi, yaitu
25 ppm, 12,5 ppm, 6,25 ppm, dan 3,125 ppm.
Konsentrasi 25 ppm
V(larutan induk) x C(larutan induk) = V(larutan sampel) x C(larutan sampel)
V(larutan induk) x 50 ppm = 10 mL x 25 ppm V(larutan induk)
= 5 mL
Konsentrasi 12,5 ppm
V(larutan induk) x C(larutan induk) = V(larutan sampel) x C(larutan sampel)
V(larutan induk) x 50 ppm = 10 mL x 12,5 ppm V(larutan induk)
= 2,5 mL
Konsentrasi 6,25 ppm
V(larutan induk) x C(larutan induk) = V(larutan sampel) x C(larutan sampel)
V(larutan induk) x 50 ppm = 10 mL x 6,25 ppm V(larutan induk)
= 1,25 mL
Konsentrasi 3,125 ppm
V(larutan induk) x C(larutan induk) = V(larutan sampel) x C(larutan sampel)
V(larutan induk) x 50 ppm = 10 mL x 3,125 ppm109 109 V(larutan induk)
= 0,625 mL
Larutan induk dipipet 5 mL dimasukkan kedalam labu takar 10 mL dan di add
dengan ethanol p.a sampai tanda batas sehingga diperoleh konsentrasi 25 ppm.
larutan konsentrasi 25 ppm dipipet sebanyak 2,5 mL dan di add dengan ethanol
p.a sampai tanda labu takar 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 12,5 ppm.
larutan konsentrasi 12,5 ppm dipipet sebanyak 1,25 mL dan di add dengan ethanol
p.a sampai tanda labu takar 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 6,25ppm.
larutan konsentrasi 6,25 ppm dipipet sebanyak 0,625 mL dan di add dengan
ethanol p.a sampai tanda labu takar 10 mL sehingga diperoleh konsentrasi 3,125
ppm.
Perhitungan aktivitas antioksidan dan IC50 myricetin
Absorbansi blanko = 0,8137
Perhitungan persentasen peredaman menggunakan rumus :
72

absorbansi kontrol−absorbansi sampel


Peredaman (%) = x 100%
absorbansi kontrol
0,8137−0,121
50 ppm = х 100% = 85,12%
0,8137
0,8137−0,171
25 ppm = х 100% = 78,98%
0,8137
0,8137−0,633
12,5 ppm = х 100% = 22,20%
0,8137
0,8137−0,736
6,25 ppm = х 100% = 9,54%
0,8137
0,8137−0,762
3,125 ppm = х 100% = 6,35%
0,8137
Konsentrasi Absorbansi sampel Peredaman (%)
50 ppm 0,121 85,12%
25 ppm 0,171 78,98%
12,5 ppm 0,633 22,20%
6,25 ppm 0,736 9,54%
3,125 ppm 0,762 6,35%

Hasil perhitungan regresi linier antara % peredaman vs konsentrasi

a=4,837
b=1,8374
r =0,9094
sehingga didapatkan persamaan : y = a + bx
50 = 4,837 + 1,8374x
x = 24,57
IC50 = 24,57 ppm
Perhitungan aktivitas antioksidan hari ke 7

Perhitungan aktivitas antioksidan dan IC50 Formula I


Absorbansi blanko = 0,8137
Perhitungan persentasen peredaman menggunakan rumus :
absorbansi kontrol−absorbansi sampel
Peredaman (%) = x 100%
absorbansi kontrol
73

0,8137−0,565
50 ppm = х 100% = 30,564%
0,8137
0,8137−0,626
25 ppm = х 100% = 23,06%
0,8137
0,8137−0,7606
12,5 ppm = х 100% = 6,5257%
0,8137
0,8137−0,8470
6,25 ppm = х 100% = -4,0924%
0,8137
0,8137−0,9346
3,125 ppm = х 100% = -14,8580%
0,8137
Konsentrasi Absorbansi sampel Peredaman (%)
50 ppm 0,565 30,564%
25 ppm 0,626 23,06%
12,5 ppm 0,7606 6,5257%
6,25 ppm 0,8470 -4,0924%
3,125 ppm 0,9346 -14,8580%

Hasil perhitungan regresi linier antara % peredaman vs konsentrasi

a= -9,3071
b= 0,9056
r = 0,9205
sehingga didapatkan persamaan : y = a + bx

50ppm = -9,3071 + 0,9205x


x= 44,2073
IC50 = 44,2073 ppm

Perhitungan aktivitas antioksidan dan IC50 formula II


Absorbansi blanko = 0,8137
Perhitungan persentasen peredaman menggunakan rumus :
absorbansi kontrol−absorbansi sampel
Peredaman (%) = x 100%
absorbansi kontrol
0,8137−0,591
50 ppm = х 100% = 27,3688%
0,8137
74

0,8137−0,62
25 ppm = х 100% = 23,8048%
0,8137
0,8137−0,7296
12,5 ppm = х 100% = 10,3355%
0,8137
0,8137−0,8416
6,25 ppm = х 100%= -3,4287%
0,8137
0,8137−0,84
3,125 ppm = х 100% = -3,2321%
0,8137
Konsentrasi Absorbansi sampel Peredaman (%)
50 ppm 0,591 27,3688%
25 ppm 0,62 23,8048%
12,5 ppm 0,7296 10,3355%
6,25 ppm 0,8416 -3,4287%
3,125 ppm 0,84 -3,2321%

Hasil perhitungan regresi linier antara % peredaman vs konsentrasi

a= -2.3437
b= 0,6871
r= 0,9021
sehingga didapatkan persamaan : y = a + bx

50ppm = -2,3437 + 0,6871x


x= 52,8281
IC50 = 52,8281 ppm

Perhitungan aktivitas antioksidan dan IC50 formula III


Absorbansi blanko = 0,8137
Perhitungan persentasen peredaman menggunakan rumus :
absorbansi kontrol−absorbansi sampel
Peredaman (%) = x 100%
absorbansi kontrol
0,8137−0,649
50 ppm = х 100% = 20,2408%
0,8137
0,8137−0,6816
25 ppm = х 100% = 16,2344%
0,8137
75

0,8137−0,7416
12,5 ppm = х 100% = 0,8607%
0,8137
0,8137−0,93
6,25 ppm = х 100%= -14,9227%
0,8137
0,8137−0,9646
3,125 ppm = х 100% = -18,5449%
0,8137
Konsentrasi Absorbansi sampel Peredaman (%)
50 ppm 0,649 20,2408%
25 ppm 0,6816 16,2344%
12,5 ppm 0,7416 0,8607%
6,25 ppm 0,93 -14,9227%
3,125 ppm 0,9646 -18,5449%

Hasil perhitungan regresi linier antara % peredaman vs konsentrasi

a= -15,2593
b=0,8275
r =0,8966
sehingga didapatkan persamaan : y = a + bx

50ppm = -15.2593 + 0,8275x


x= 41,9827
IC50 = 41,9827 ppm
Perhitungan aktivitas antioksidan hari ke 21

Perhitungan aktivitas antioksidan dan IC50 Formula I


Absorbansi blanko = 0,8137
Perhitungan persentasen peredaman menggunakan rumus :
absorbansi kontrol−absorbansi sampel
Peredaman (%) = x 100%
absorbansi kontrol
0,8137−0,755
50 ppm = х 100% = 7,2139%
0,8137
0,8137−0,7846
25 ppm = х 100% = 3,5762%
0,8137
0,8137−0,7853
12,5 ppm = х 100% = 3,4902%
0,8137
76

0,8137−0,839
6,25 ppm = х 100% = 3,1092%
0,8137
0,8137−0,882
3,125 ppm = х 100% = =-8,3937%
0,8137
Konsentrasi Absorbansi sampel Peredaman (%)
50 ppm 0,755 7,2139%
25 ppm 0,7846 3,5762%
12,5 ppm 0,7853 3,4902%
6,25 ppm 0,839 3,1092%
3,125 ppm 0,882 -8,3937%

Hasil perhitungan regresi linier antara % peredaman vs konsentrasi

a=-4,7012
b=0,2713
r=0,8291
sehingga didapatkan persamaan : y = a + bx

50ppm = -4.7012 + 0,2713x


x= 166,9694
IC50 = 166,9694 ppm

Perhitungan aktivitas antioksidan dan IC50 Formula II


Absorbansi blanko = 0,8137
Perhitungan persentasen peredaman menggunakan rumus :
absorbansi kontrol−absorbansi sampel
Peredaman (%) = x 100%
absorbansi kontrol
0,8137−0,760
50 ppm = х 100% = 6,5994%
0,8137
0,8137−0,8263
25 ppm = х 100% = -1,5484%
0,8137
0,8137−0,8573
12,5 ppm = х 100% = -5,3582%
0,8137
0,8137−0,871
6,25 ppm = х 100% = -7,0419%
0,8137
77

0,8137−0,88
3,125 ppm = х 100% = -8,1479%
0,8137
Konsentrasi Absorbansi sampel Peredaman (%)
50 ppm 0,760 6,5994%
25 ppm 0,8263 -1,5484%
12,5 ppm 0,8573 -5,3582%
6,25 ppm 0,871 -7,0419%
3,125 ppm 0,88 -8,1479%

Hasil perhitungan regresi linier antara % peredaman vs konsentrasi

a=-9,1668
b=0,3131
r=0,9996
X=130,4158ppm
sehingga didapatkan persamaan : y = a + bx

50ppm = -9,1668 + 0,3131x


x= 130,4158
IC50 = 130,4158 ppm

Perhitungan aktivitas antioksidan dan IC50 Formula III


Absorbansi blanko = 0,8137
Perhitungan persentasen peredaman menggunakan rumus :
absorbansi kontrol−absorbansi sampel
Peredaman (%) = x 100%
absorbansi kontrol
0,8137−0,776
50 ppm = х 100% = 4,6331%
0,8137
0,8137−0,794
25 ppm = х 100% = 2,2410%
0,8137
0,8137−0,8396
12,5 ppm = х 100% = -3,1829%
0,8137
0,8137−0,857
6,25 ppm = х 100% = -5,3213%
0,8137
0,8137−0,9503
3,125 ppm = х 100%= -16,7875%
0,8137
78

Konsentrasi Absorbansi sampel Peredaman (%)


50 ppm 0,776 4,6331%
25 ppm 0,794 2,2410%
12,5 ppm 0,8396 -3,1829%
6,25 ppm 0,857 -5,3213%
3,125 ppm 0,9503 -16,7875%

Hasil perhitungan regresi linier antara % peredaman vs konsentrasi

a=-10,5812
b=0,3578
r=0,8137
sehingga didapatkan persamaan : y = a + bx

50ppm = -10,5812 + 0,3578x


x= 110,1699
IC50 = 110,1699 ppm

Lampiran 15. Hasil statistic viskositas serum myricetin


Hari ke 0
NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

formula 9 .8889 .75074 .20 2.00

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

formula

N 9
Mean .8889
Normal Parametersa,b
Std. Deviation .75074
Absolute .316
Most Extreme Differences Positive .316
Negative -.221
79

Kolmogorov-Smirnov Z .949
Asymp. Sig. (2-tailed) .328

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Oneway
Notes

Output Created 18-DEC-2020 00:20:21


Comments
Active Dataset DataSet5
Filter <none>
Input Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 9
User-defined missing values are treated as
Definition of Missing
missing.
Missing Value Handling Statistics for each analysis are based on
Cases Used cases with no missing data for any variable
in the analysis.
ONEWAY formula BY replikasi
/STATISTICS DESCRIPTIVES
Syntax HOMOGENEITY
/MISSING ANALYSIS
/POSTHOC=TUKEY ALPHA(0.05).
Processor Time 00:00:00,05
Resources
Elapsed Time 00:00:00,05

[DataSet5]

Descriptives
formula

N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

1 3 .5667 .05774 .03333 .4232 .7101 .50 .60


2 3 .2333 .05774 .03333 .0899 .3768 .20 .30
3 3 1.8667 .11547 .06667 1.5798 2.1535 1.80 2.00
Total 9 .8889 .75074 .25025 .3118 1.4660 .20 2.00
80

Test of Homogeneity of Variances


formula

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.667 2 6 .148

ANOVA
formula

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4.469 2 2.234 335.167 .000


Within Groups .040 6 .007
Total 4.509 8

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Dependent Variable: formula
Tukey HSD

(I) replikasi (J) replikasi Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
(I-J) Lower Bound Upper Bound

2 .33333* .06667 .006 .1288 .5379


1
3 -1.30000* .06667 .000 -1.5046 -1.0954
1 -.33333 *
.06667 .006 -.5379 -.1288
2
3 -1.63333 *
.06667 .000 -1.8379 -1.4288
1 1.30000 *
.06667 .000 1.0954 1.5046
3
2 1.63333* .06667 .000 1.4288 1.8379

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
formula
Tukey HSDa

replikasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

2 3 .2333
81

1 3 .5667
3 3 1.8667
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Hari ke 14

NPar Tests

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

formula 9 .7222 .51667 .20 1.50

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

formula

N 9
Mean .7222
Normal Parametersa,b
Std. Deviation .51667
Absolute .260
Most Extreme Differences Positive .260
Negative -.202
Kolmogorov-Smirnov Z .781
Asymp. Sig. (2-tailed) .576

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Oneway
Descriptives
formula

N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
82

Lower Bound Upper Bound

1 3 .6000 .00000 .00000 .6000 .6000 .60 .60


2 3 .2000 .00000 .00000 .2000 .2000 .20 .20
3 3 1.3667 .11547 .06667 1.0798 1.6535 1.30 1.50
Total 9 .7222 .51667 .17222 .3251 1.1194 .20 1.50

Test of Homogeneity of Variances


formula

Levene Statistic df1 df2 Sig.

16.000 2 6 .004

ANOVA
formula

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 2.109 2 1.054 237.250 .000


Within Groups .027 6 .004
Total 2.136 8

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: formula
Tukey HSD

(I) replikasi (J) replikasi Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
(I-J) Lower Bound Upper Bound

2 .40000* .05443 .001 .2330 .5670


1
3 -.76667* .05443 .000 -.9337 -.5997
1 -.40000* .05443 .001 -.5670 -.2330
2
3 -1.16667* .05443 .000 -1.3337 -.9997
1 .76667* .05443 .000 .5997 .9337
3
2 1.16667* .05443 .000 .9997 1.3337
83

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
formula
Tukey HSDa

replikasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

2 3 .2000
1 3 .6000
3 3 1.3667
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Hari ke 21
NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

formula 9 1.9111 1.12188 1.10 3.50

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

formula

N 9
Mean 1.9111
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 1.12188
Absolute .374
Most Extreme Differences Positive .374
Negative -.235
Kolmogorov-Smirnov Z 1.121
Asymp. Sig. (2-tailed) .162

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Oneway
Descriptives
formula
84

N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

1 3 1.2333 .05774 .03333 1.0899 1.3768 1.20 1.30


2 3 3.4000 .17321 .10000 2.9697 3.8303 3.20 3.50
3 3 1.1000 .00000 .00000 1.1000 1.1000 1.10 1.10
Total 9 1.9111 1.12188 .37396 1.0488 2.7735 1.10 3.50

Test of Homogeneity of Variances


formula

Levene Statistic df1 df2 Sig.

11.200 2 6 .009

ANOVA
formula

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 10.002 2 5.001 450.100 .000


Within Groups .067 6 .011
Total 10.069 8

Post Hoc Tests

Multiple Comparisons
Dependent Variable: formula
Tukey HSD

(I) replikasi (J) replikasi Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
(I-J) Lower Bound Upper Bound

2 -2.16667* .08607 .000 -2.4307 -1.9026


1
3 .13333 .08607 .336 -.1307 .3974
1 2.16667 *
.08607 .000 1.9026 2.4307
2
3 2.30000 *
.08607 .000 2.0359 2.5641
3 1 -.13333 .08607 .336 -.3974 .1307
85

2 -2.30000* .08607 .000 -2.5641 -2.0359

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets

formula
Tukey HSD a

replikasi N Subset for alpha = 0.05

1 2

3 3 1.1000
1 3 1.2333
2 3 3.4000
Sig. .336 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are


displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
86

Lampiran 8. Hasil statistic pH serum myricetin


Hari ke 0
NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

formula 9 7.0067 1.63066 4.83 8.60

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

formula

N 9
Mean 7.0067
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 1.63066
Absolute .283
Most Extreme Differences Positive .224
Negative -.283
Kolmogorov-Smirnov Z .850
Asymp. Sig. (2-tailed) .466

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Oneway
Descriptives
formula

N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

1 3 4.9167 .08505 .04910 4.7054 5.1279 4.83 5.00


2 3 8.5667 .05774 .03333 8.4232 8.7101 8.50 8.60
3 3 7.5367 .04163 .02404 7.4332 7.6401 7.49 7.57
Total 9 7.0067 1.63066 .54355 5.7532 8.2601 4.83 8.60

Test of Homogeneity of Variances


formula
87

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.556 2 6 .600

ANOVA
formula

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 21.248 2 10.624 2591.195 .000


Within Groups .025 6 .004
Total 21.272 8

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Dependent Variable: formula
Tukey HSD

(I) replikasi (J) replikasi Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
(I-J) Lower Bound Upper Bound

2 -3.65000* .05228 .000 -3.8104 -3.4896


1
3 -2.62000* .05228 .000 -2.7804 -2.4596
1 3.65000 *
.05228 .000 3.4896 3.8104
2
3 1.03000 *
.05228 .000 .8696 1.1904
1 2.62000 *
.05228 .000 2.4596 2.7804
3
2 -1.03000* .05228 .000 -1.1904 -.8696

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
formula
Tukey HSDa

replikasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

1 3 4.9167
3 3 7.5367
2 3 8.5667
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Hari ke 14

NPar Tests
88

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

formula 9 6.8789 1.90809 4.65 9.20

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

formula

N 9
Mean 6.8789
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 1.90809
Absolute .200
Most Extreme Differences Positive .200
Negative -.194
Kolmogorov-Smirnov Z .600
Asymp. Sig. (2-tailed) .865

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Oneway
Descriptives
formula

N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

1 3 4.7100 .05568 .03215 4.5717 4.8483 4.65 4.76


2 3 9.1100 .13892 .08021 8.7649 9.4551 8.95 9.20
3 3 6.8167 .11015 .06360 6.5430 7.0903 6.71 6.93
Total 9 6.8789 1.90809 .63603 5.4122 8.3456 4.65 9.20

Test of Homogeneity of Variances


formula

Levene Statistic df1 df2 Sig.

1.540 2 6 .289
89

ANOVA
formula

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 29.057 2 14.529 1262.147 .000


Within Groups .069 6 .012
Total 29.126 8

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Dependent Variable: formula
Tukey HSD

(I) replikasi (J) replikasi Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
(I-J) Lower Bound Upper Bound

2 -4.40000* .08760 .000 -4.6688 -4.1312


1
3 -2.10667* .08760 .000 -2.3755 -1.8379
1 4.40000* .08760 .000 4.1312 4.6688
2
3 2.29333* .08760 .000 2.0245 2.5621
1 2.10667* .08760 .000 1.8379 2.3755
3
2 -2.29333* .08760 .000 -2.5621 -2.0245

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
formula
Tukey HSD a

replikasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

1 3 4.7100
3 3 6.8167
2 3 9.1100
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.
90

Hari ke 21
NPar Tests
Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

formula 9 6.8211 2.19554 4.39 9.53

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

formula

N 9
Mean 6.8211
Normal Parametersa,b
Std. Deviation 2.19554
Absolute .216
Most Extreme Differences Positive .209
Negative -.216
Kolmogorov-Smirnov Z .648
Asymp. Sig. (2-tailed) .795

a. Test distribution is Normal.


b. Calculated from data.

Oneway
Descriptives
formula
N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound Upper Bound

1 3 4.4367 .04163 .02404 4.3332 4.5401 4.39 4.47


2 3 9.4833 .05033 .02906 9.3583 9.6084 9.43 9.53
3 3 6.5433 .04509 .02603 6.4313 6.6553 6.50 6.59
Total 9 6.8211 2.19554 .73185 5.1335 8.5088 4.39 9.53

Test of Homogeneity of Variances


formula

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.040 2 6 .962
91

ANOVA
formula

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 38.550 2 19.275 9178.688 .000


Within Groups .013 6 .002
Total 38.563 8

Post Hoc Tests


Multiple Comparisons
Dependent Variable: formula
Tukey HSD

(I) replikasi (J) replikasi Mean Difference Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
(I-J) Lower Bound Upper Bound

2 -5.04667* .03742 .000 -5.1615 -4.9319


1
3 -2.10667* .03742 .000 -2.2215 -1.9919
1 5.04667* .03742 .000 4.9319 5.1615
2
3 2.94000* .03742 .000 2.8252 3.0548
1 2.10667* .03742 .000 1.9919 2.2215
3
2 -2.94000* .03742 .000 -3.0548 -2.8252

*. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Homogeneous Subsets
formula
Tukey HSD a

replikasi N Subset for alpha = 0.05

1 2 3

1 3 4.4367
3 3 6.5433
2 3 9.4833
Sig. 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.


a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 3,000.

Anda mungkin juga menyukai