Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS TABLET ALLOPURINOL

OLEH :
AHMAD MUFID
LUH PUTU AYU LAKSHEMINI OKA
NI PUTU ARI SUTRESNI

NIM. 1403051006
NIM. 1403051007
NIM. 1403051008

JURUSAN ANALIS KMIA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Obat adalah zat aktif berasal dari nabati, hewani, kimiawi maupun dalam
sintetis atau zat kimia tertentu yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit,
memperlambat proses rasa sakit, memulihkan dan menyembuhkan penyakit.
Namun zat aktif tersebut tidak dapat dipergunakan begitu saja sebagai obat,
terlebih dahulu harus dibuat dalam bentuk sediaan. obat dapat dibuat dalam
berbagai bentuk sediaan farmasi yaitu bisa dalam bentuk sediaan tablet, kapsul,
sirup, gel, salep, pil, supositoria, dan lain-lain.
Dari sediaan farmasi tersebut salah satu obat yang harus memenuhi
persyaratan buku-buku pedoman yang berlaku seperti farmakope yaitu sediaan
tablet. untuk mengetahui mutu suatu obat maka harus dilakukan beberapa
pengujian atau evaluasi sangat diperlukan disamping sebagai pengujian kualitas
juga untuk memenuhi patokan yang ada atau persyaratan farmakope-farmakope
resmi suatu negara sehingga dihasilkan obat yang memenuhi persyaratan yg
berlaku. Evaluasi tablet jadi adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui
mutu tablet agar keamanan dan khasiat tablet dapat terjamin.

1.2

Prinsip Percobaan
Melakukan evaluasi sediaan

farmasi

dalam

bentuk

sediaan

tablet, pengujian tablet dilakukan secara organoleptis, pengujian fisika-kimia


(keseragaman ukuran, kekerasan, friabilitas , keseragaman bobot, waktu hancur,
dan

penetapan

kadar)

pada

tablet dengan

menggunakan

instrumen

spektrofotometer ultraviolet visible.


1.3

Tujuan Percobaan
Praktikum ini bertujuan untuk mengevaluasi dan menguji mutu sediaan
farmasi dalam bentuk sediaan tabletAllopurinol 300 mg.

1.4

Manfaat Percobaan

Setelah melakukan praktikum evaluasi tablet Allopurinol diharapkan dapat


memberikan informasi apakah suatu sediaan farmasi telah memenuhi persyaratan
buku pedoman yang berlaku salah satunya Farmakope Indonesia. Selain itu untuk
mengetahui apakah tablet Allopurinol yang diuji sudah memenuhi persyaratan
sehingga dapat melindungi masyarakat dari sediaan tablet yang tidak memenuhi
persyaratan cara pembuatan obat yang baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam
bentuk

tabung

pipih

atau

okuler,

kedua

permukaannya

rata

atau

cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa zat
tambahan (Dirjen POM, 1995:4). Zat tambahan tablet dapat diproduksi secara
besar-besaran, sederhana, cepat, karena itu harapan manufakturnya lebih
rendah jika dibanding dengan bentuk sediaan lainnya.
Tablet-tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan,
ketebalan, daya hancurnya, dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara
pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Syarat syarat tablet menurut FI III
dan FI IV terdiri dari:
2.1.1 Keseragaman Ukuran
Diameter tablet tidak lebih dari tiga kali dan tidak kurang dari satu sampai
tiga kali tebal tablet (Dirjen POM, 1979:6).
2.1.2 Kekerasan Tablet
Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya,
agar tablet

tidak

terlalu

rapuh

atau

terlalu

keras.

Kekerasan

tablet

erat hubungannya dengan ketebalan tablet, bobot tablet, dan waktu hancur
tablet(Khopkar, 1990).
2.1.3 Keregasan Tablet (friability)
Friability adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang.
Penentuan keregasan atau kerapuhan tablet dilakukan terutama pada waktu tablet
akan dilapis (coating) (Rhoihana, 2008).
2.1.4 Keragaman Bobot
Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang
ditetapkan dengan cara menimbang 20 tablet dan menghitung bobot rata-rata tiap
tabletnya. Jika tablet tersebut ditimbang satu persatu maka tidak boleh lebih dari 2
tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih

besar dari harga yang telah ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet-pun yang
bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga yang ditetapkan
kolom B. Jika tidak mencukupi 20 tablet maka dapat digunakan 10 tablet tetapi
dengan ketentuan tidak satu tablet-pun yang bobotnya menyimpang lebih besar
dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tablet-pun yang
bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan kolom B
(Dirjen POM, 1979).
2.1.5 Waktu Hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali
tablet yang harus dikunyah sebelum ditelan dan beberapa jenis tablet lepas lambat
dan lepas tunda. Untuk obat yang larutannya dalam air terbatas uji disolusi akan
lebih berarti daripada uji waktu hancur (Dirjen POM, 1995:1086).
2.1.6 Keseragaman Sediaan
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan
bagian terbesar dari tablet dan jika uji keseragaman bobot cukup mewakili
keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan merupakan indikasi yang
cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan bagian kecil dari
tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya Farmakope
mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang mengandung zat aktif 50 mg atau
kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50% bobot sediaan, harus memenuhi
syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap
tablet (Dirjen POM, 1979:7).
2.1.7 Uji Disolusi
Disolusi adalah persyaratan utama untuk dapat melewati dinding usus pada
tahap pertama. Disolusi yang tidak sempurna atau metabolisme pada lumen usus
atau oleh enzim pada dinding usus adalah penyebab absorbsi yang buruk.
Menentukan kecepaan disolusi instrinsik obat pada rentang pH cairan fisiologis
sangat penting karena dapat digunakan untuk memprediksi absorbsi dan sifat

fisikokimia. Uji disolusi menggunakan media cair yang dibuat kondisinya sama
dengan pH cairan fisiologis tubuh (Dirjen POM, 1995:1083-1084).
2.2 Uraian Allopurinol
2.2.1 Monografi
Sinonim

: ALLOPURINOLUM
Alopurinol

Nama kimia

: 1H-Pirazolol

Rumus molekul

: C5H4N4O

Rumus bangun

Berat Molekul

: 136,11

Melting Point

: dibawah 300C

Stabilitas

: Stabil pada suhu tinggi (105C) dan pada pH 3,1-3,4.

Inkompatibilitas

: Adanya interaksi dengan prednisolone dan zat asam.

Kandungan

: Allopurinol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak


lebih dari 101,0 % C5H4N4O dihitung terhadap zat yang
telah dikeringkan.

Pemerian

: Serbuk halus putih hingga hamper putih; berbau lemah.

Kelarutan

: Sangat sukar larut dalam air dan etanol; larut dalam larutan
kalium dan natrium hidroksida; praktis tidak larut dalam
kloroform dan dalam eter.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

(Dirjen POM, 1995:73-74 ; The Pharmaceutical Press, 1994:716)


2.2.2 Komposisi
Tiap tablet mengandung Allopurinol 300 mg.

2.2.3 Indikasi
Hiperuresimia primer : gout.
Hiperuresimia Sekunder : mencegah pengendapan asam urat dan kalsium
oksalat. Produksi berlebihan asam urat antara lain padika keganasan,
polisitemia vera, terapi sitostatik.
2.2.4 Kontra Indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap allopurinol.
Keadaan serangan akut gout.
2.2.5 Cara Kerja Obat
Allopurinol adalah derivat pirimidin yang efektif sekali untuk menormalkan
kadar urat dalam darah dan kemih yang meningkat. Berdaya mengurangi sintesa
urat atas dasar persaingan substrat dengan zat-zat purin berlandasan enzim
xanthinoxydase (XO) (Tjay dan Rahardja, 2002: 342).
2.2.6 Dosis
Dewasa: Dosis 100 - 300 mg perhari.
Dosis pemeliharaan 200 - 600 mg perhari
Dosis tunggal maksimum 300 mg.
Kondisi ringan 2 - 10 mg/kg BB perhari atau 100 - 200 mg perhari.
Kondisi sedang 300 - 600 mg sehari.
Kondisi berat 700 - 900 mg sehari.
Anak : 10 - 20 mg sehari atau 100 - 400 mg sehari.
2.2.7 Efek Samping

Gejala hipersensitifitas.

Reaksi kulit.
gangguan grastointestinal, mual diare.
Sakit kepada, vertigon, mengantuk, gangguan mata dan rasa.
Gangguan darah.

2.2.8 Peringatan dan Perhatian


Efek allopurinol dapat diturunkan oleh golongan silisilat dan urikosurik.
Hentikan kemerahan jika terjadi gejala kemerahan pada kulit atau alergi.
Hentikan penggunaan pada pasien yang mederita kelainan fungsi ginjal
atau hiperurisemia asimptomatik.
Pada penderita kelainan fungsi hati dianjurkan melakukan tes fungsi hati
berkala selama tahap awal perawatan.
Keuntungan dan kerugian harus dipertimbangkan terhadap ibu hamil dan
menyusui terhadap bayi dan janin.
Meningkatkan pemberian cairan selama penggunaan allopurinol untuk
menghhindari terjadinya batu ginjal.
2.2.9 Cara Penyimpanan
Simpan dalam wadahh tertutup rapat, terlindung dari cahaya, pada suhu 15'
C - 30'C.
2.2.10 Absorpsi
Allopurinol kira-kira 80% diserap setelah pemakaian oral. Seperti uric
acid, allopurinol sendiri dimetabolisme oleh xanthine oxidase. Persenyawaan
hasilnya, alloxanthine, mempertahankan

kemampuannya

untuk

menghambat

xanthine oxidase dan mempunyai durasi kerja yang cukup panjang sehingga
allopurinol cukup diberikan satu kali sehari (Tjay dan Rahardja, 2002: 343)
2.2.11 Resorpsi
Dari usus baik (k.l 80%) dan cepat, tidak terikat pada protein darah.
Di dalam hati, obat ini dioksidasi oleh XO menjadi oksipurinol aktif, yang
terutama diekskresi dengan kemih. Plasma t1/2-nya 2-8 jam, dari oksipurinol
melebihi 20 jam berhubung adanya resorpsi kembali di tubuh (Tjay dan Rahardja,
2002: 342).
2.3 Spektrofotometer UV-Visual

Spektrofotometer serapan merupakan pengukuran suatu interaksi antara


radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang
sering digunakan dalam analisis farmasi. Spektrofotometer dapat dibayangkan
sebagai suatu perpanjangan dari penilaian visual dimana studi yang lebih terinci
mengenai pengabsorpsian energi cahaya oleh spesies kimia memungkinkan
kecermatan yang lebih besar dalam pencirian dan pengukuran kuantitatif. Dengan
mengganti mata manusia dengan detektor-detektor radiasi lain, dimungkinkan
studi absorpsi di luar daerah spektrum tampak, dan seringkali eksperimen
spektrofotometer dilakukan secara automatik.
Sebuah spektrofotometer suatu instrumen untuk mengukur suatu transmitan
atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang, pengukuran
terhadap sederetan sampel pada suatu panjang gelombang tunggal dapat pula
dilakukan. Instrumen semacam itu dapat dikelompokkan secara manual atau
merekam atau sebagai berkas-tunggal atau berkas-rangkap. Dalam praktik,
instrumen berkas-tunggal biasanya dilakukan secara manual, dan instrumen
berkas-rangkap

umumnya

mencirikan

perekaman

automatik

terhadap

spektraabsorpsi, namun dimungkinkan untuk merekam suatu spektrum dengan


instrumen berkas-tunggal. Pengelompokkan cara lain didasarkan pada daerah
spektral, dan kita menyebut spektrofotometer inframerah, ultraviolet dan
sebagainya.
Unsur -unsur terpenting suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:
1.

Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada


panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau lampu
tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara 350- 900
nm.

2.

Monokromotor: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis.


Alatnya dapat berupa prisma untuk mengarahkan sinar monokromatis yang
diinginkan dari hasil penguraian.

3.

Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke dalam
berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan energi radiasi
dalam dearah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran didaerah tampak,

kuvet kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada
daerah ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus
cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai
ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan ketebalan yang sangat beraneka,
mulai dari ketebalan kurang dari 1 mm sampai 10 cm bahkan lebih.
4.

Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya


pada berbagai panjang gelombang.

5.

Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat
listrik itu dapat dibaca.

10

BAB III
METODE
3.1 Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Batang pengaduk, Beaker
glass 500 ml ;100 ml, Botol semprot, Corong, Disintegrator, Friabilator, Hardness
tester, Instrument spektrofotometri, Jangka sorong, Kertas perkamen,

labu

ukur 10 ml; 25 ml ; 50 ml ; 100 ml ; 500 ml; 1000 ml, lap, Pipet tetes, Pipet
volume 5 ml, Spatel logam, Timbangan analitik.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Aquadest, Baku
Pembanding Allopurinol, Natrium Hidroksida, Tablet Allopurinol 300 mg.

3.3 Lokasi pengambilan sampel


Lokasi pengambilan sampel obat terfokuskan pada Toko Obat dan Apotek
yang berada di sekitaran Kota Singaraja. Lokasi Toko Obat dan Apotek terbagi
menjadi empat titik yang ditentukan berdasarkan batas wilayah kota Singaraja.
Pembagian Lokasi tersebut tedapat dibawah ini :
No.

Daerah

Nama Apotek atau Toko Obat

Singaraja bagian timur

Apotek Mulia Farma

Singaraja bagian barat

Apotek Wijaya Farma

Singaraja

Apotek Sukasada

bagian

11

selatan
4

Pusat Kota

Kimia Farma Ahmad Yani dan Toko Obat


Sumber Waras

3.4 Lokasi Pengujian sampel


Lokasi pengujian sampel di lakukan di Laboratorium Teknis D3 Analis
Kimia UNDIKSHA dan Laboratorium Instrumen Jurusan D3 Analis Kimia
UNDIKSHA

12

BAB IV
PROSEDUR PERCOBAAN

4.1 Pengamatan Organoleptik


Pengamatan ini meliputi warna, bau, dan rasa. Tablet diamati secara visual,
dilihat apakah ada ketidak homogenan bentuk tablet, permukaan cacat atau tidak
dan harus bebas dari noda atau bintik-bintik.
4.2 Pengamatan Kuantitatif
4.2.1 Uji Keseragaman Ukuran
Ukuran yang diamati adalah ukuran tebal dan diameter tablet. Diambil
secara acak 20 tablet, lalu diukur diameter dan tebalnya menggunakan jangka
sorong. Menurut FI III diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari
1 1/3 tebal tablet.
4.2.2 Uji Kekerasan
Dilakukan menggunakan hardness tester terhadap 20 tablet yang diambil
secara acak. Kekerasan diukur berdasarkan luas permukaan tablet dengan
menggunakan beban yang dinyatakan dalam kg. Satuan kekerasan adalah kg/cm 2.
Syarat uji kekerasan tablet besar adalah sebesar 7-10 kg/cm 2 dan tablet kecil
sebesar 4-6 kg/cm2
4.2.3 Uji Friabilitas
Uji friabilitas atau uji kerapuhan tablet dilakukan dengan menggunakan
friabilator terhadap 20 atau 40 tablet yang diambil secara acak. Parameter yang
diuji adalah kerapuhan tablet terhadap gesekan atau bantingan selama waktu
tertentu. Friabilitas dipengaruhi oleh sudut tablet yang kasar, kurang daya ikat
serbuk, terlalu banyak serbuk halus, pemakaian bahan yang tidak tepat, massa
cetak terlalu kering. Tablet uji 40 tablet jika bobot kurang 250 mg dan 20 tablet
jika bobot tablet lebih dari 250 mg.

13

Tablet yang diambil secara acak dibersihkan satu-satu dengan sikat halus
untuk menghilangkan debu lalu ditimbang, masukkan semua tablet ke dalam alat,
lalu diputar sebanyak dengan kecepatan 25 rpm selama 4 menit (100 putaran).
Lalu tablet dibersihkan lagi dan ditimbang. Tablet yang baik memiliki friabilitas
kurang

dari

1%.

4.2.4 Uji Keragaman Bobot


Diambil 20 tablet secara acak lalu ditimbang masing-masing tablet. Hitung
bobot rata-rata dan penyimpangan terhadap bobot rata-rata. Tidak boleh ada 2
tablet yang masing-masing menyimpang dari bobot rata-rata lebih besar dari harga
yang ditetapkan pada kolom A dan tidak boleh satu pun yang menyimpang dari
bobot rata-rata lebih dari harga pada kolom B.
Tabel IV.1 Persyaratan Keragaman Bobot Tablet
Bobot rata-rata
< 25 mg

Penyimpangan bobot rata-rata (%)


A
B
15%

30%

26 mg - 150 mg

10%

20%

150 mg - 300 mg

7,5%

15%

>300 mg

5%

10%

4.2.5 Uji Waktu Hancur


Tablet yang akan di uji sebanyak 6 tablet dimasukkan dalam tiap tube,
ditutup dengan penutup dan keranjang tersebut dinaik-turunkan dalam medium air
dengan suhu 370oC. Dalam monografi yang lain disebutkan mediumnya
merupakan simulasi larutan gastrik (gastric fluid). Waktu hancur dihitung
berdasarkan tablet yang paling terakhir hancur.
Kecuali dinyatakan lain, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan
tablet untuk tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit dan tidak lebih dari 60
menit untuk tablet bersalut gula atau bersalut selaput. Semakin kecil waktu
hancur, akan semakin cepat pelepasan bahan berkhasiat sehingga akan lebih cepat
memberikan efek.

14

4.2.6 Uji Keseragaman Sediaan


Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode,
yaitu keseragaman bobot atau keseragaman kandungan. Persyaratan keragaman
bobot dapat diterapkan pada produk kapsul lunak berisi cairan atau pada produk
yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih dari bobot satuan sediaan.
Keseragaman dari zat aktif lain, jika ada dalam jumlah lebih kecil, ditetapkan
dengan persyaratan keseragaman kandungan. Jadi uji keseragaman sediaan yang
dilakukan pada percobaan ini adalah dengan uji keseragaman bobot.
Prosedur Uji Keseragaman Bobot :
Diambil 30 satuan tablet dan dilakukan prosedur dengan cara ditimbang
seksama 10 tablet satu persatu dan dihitung bobot rata-ratanya. Dari hasil
penetapan kadar, yang diperoleh seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi, dihitung jumlah zat aktif dari masing-masing 10 tablet dengan
anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Syarat dimana jumlah zat aktif dalam
masing-masing 10 satuan sediaan terletak antara 85,0% hingga 115,0%
Penetapan kadar zat aktif di dalam tablet Allopurinol
1.

Pembuatan Larutan Baku Allopurinol


a. Disiapkan alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan proses
pembakuan.
b. Ditimbang 100 mg Baku Allopurinol ad NaOH 0,1 N 100,0 mL.
c. Dilakukan pengenceran hingga menjadi beberapa konsentrasi yang berbeda
yaitu 8 ppm; 10 ppm; 12 ppm; 14 ppm; 16 ppm; 18 ppm.
d. Diukur serapannya dan dibuat kurva kalibrasi.

2.

Pembuatan Larutan Uji Tablet Allopurinol


a. Diambil 10 tablet Allopurinol 300 mg secara acak, lalu masing-masing
tablet ditimbang dan ditentukan bobot rata-rata tablet tersebut.
b. Tablet tersebut digerus sampai homogen, lalu ditimbang serbuk tablet
sebanyak 100 mg.
c. Dilarutkan serbuk tersebut dalam NaOH 0,1 N pada labu ukur 100 ml,
dikocok hingga larut.

15

d. Dilakukan pengenceran hingga konsentrasi larutan menghasilkan serapan


yang mendekati serapan larutan bakuAllopurinol.
e. Diukur serapannya dan ditentukan konsentrasinya dengan persamaan kurva
kalibrasi.
f. Kriteria penerimaan kadar untuk tablet Allopurinol yaitu tidak kurang dari
93,0% dan tidak lebih dari 107,0%(Lachman, L., Lieberman, H.A.,
Schwartz J.B., 1990:148-152;195-203 & Cartensen J.T., 1973:221-224)
4.3 Uji Kualitatif

4.3.1 Preparasi Sampel


Digerus,

ditimbang

setara

dengan

300

mg

Allopurinol
Ditriturasi dengan 10 mL NaOH dan disaring
Filtrat ditambahkan asam asetat (~60 g/L)
Endapan dicuci dengan 3 mL Etanol 99% diuapkan
di udara terbuka selama 5 menit
Dikeringkan pada suhu 105 C selama 3 jam
Sampel di bagi 6 bagian untuk uji identifikasi
selanjutnya.
4.3.2 Identifikasi Sampel
Dilarutkan 1 bagian ke 5 mL NaOH (~80 g/L) + 1 mL
kalium-raksa
iodide-basa,
dipanaskan
sampai
mendidih dan didiamkan beberapa waktu flokulat
berwarna kuning
Dilarutkan 4 bagian ke 2 mL NaOH (~80 g/L) + 2
mL akuades + 3 mL asam sitrat (90~ g/L) lakukan
pengocokan endapan putih
Dilarutkan 1 bagian ke 25 mL akuades hangat
didinginkandisaring 5 mL filtrat + 1 mL amonia
(~100 g/L) + 1 mL AgNO3 (40 g/L)endapan putih

16

5 mL sisa filtrat dari uji 3 + 0.5 mL Tembaga(II) sulfat


(160 g/L)endapan berwarna biru

17

DAFTAR PUSTAKA
Cartensen, J.T., (1973). Theory of Pharmaceutical Systems, Volume II-Heterogenous
Systems, Academic Press, New York,. 221-224.
Council of The Royal Pharmaceutical Social Great Britain, (1994).

The

Pharmaceutical Codex. Twelfh Ed., The Pharmaceutical Press., London:716.


Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, (1979). Farmakope Indonesia III. Jakarta: 6, 7.
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, (1995). Farmakope Indonesia IV. Jakarta: 1086, 1083-1084, 73-74, 4,
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerjemah A.Saptorahardjo,
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Lachman, L., Lieberman, H.A., Schwartz J.B., (1990). Pharmaceutical Dosage Form,
Volume 1&3, 2nd ed, Marcell Dekker Inc., New York: 148-152;195-203.
Rhoihana, D.M. (2008). Perbandingan availabilitas in vitro tablet metronidazol produl
generik dan produk dagang. (Skripsi). Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Tjay, T.H. dan Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting ed.6, Elex Media Komputindo,
Jakarta.
(http://www.farmasiku.com/index.php?target=products&product_id=35098,
Maret 2012)

18

diakses 18

Anda mungkin juga menyukai