Anda di halaman 1dari 17

TUGAS STUDI KASUS FARMASI RUMAH SAKIT

“SUPERFICIAL FUNGAL INFECTION”

Dosen Pengampu:
apt. Meta Kartika Untari, M.Sc.
Disusun Oleh:
Kelas B5

Disusun Oleh:
Salma Fakhriyatulnikma (222043886)
Selin Diana Lete (2220434887)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2022
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) menyatakan terdapat sekitar
180 juta kasus baru infeksi saluran reproduksi setiap tahun. Salah satu
infeksi saluran reproduksi adalah kandidiasis vaginalis yang disebabkan
oleh Candida albicans
sebagai penyebab kedua terbanyak setelah vaginosis bakterial (Daili,
2014)
Candida albicans merupakan flora normal pada beberapa area
tubuh manusia, sebaliknya bisa menjadi oportunis apabila kondisi
mendukung, sehingga menjadi patogen (Ramali dan Werdani, 2001).
Candida dapat menjadi patogen jika terdapat faktor predisposisi, salah satu
di antaranya adalah diabetes melitus (DM).
Pasien DM berisiko lebih tinggi menderita kandidiasis
vulvovaginalis karena tingginya kadar glukosa darah yang menyebabkan
semakin tinggi kadar glukosa kulit pada pasien DM sehingga
mempermudah timbulnya manifestasi kulit berupa dermatitis, infeksi
bakterial, infeksi jamur, dan penyakit lain (Djuanda, 2008). Kondisi sel
epitel dan mukosa penderita DM juga mengalami peningkatan adhesi
terhadap beberapa mikroorganisme patogen seperti Candida albicans di
mulut dan sel mukosa vagina (Stoeckle, 2008). Kadar gula yang
meningkat pada darah dan urine akan mempermudah infeksi Candida
albicans yang memanfaatkan gula sebagai nutrisi untuk pertumbuhannya
(Marschalek, 2016).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definsi dari kandidiasis vulvovaginalis dan diabetes melitus?
2. Bagaimana etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, dan terapi
vulvovaginalis dan diabetes melitus?
3. Bagaimana terapi pengobatan yang tepat untuk kasus vulvovaginalis
dan diabetes melitus?
C. Tujuan
1. Mengetahui definsi dari kandidiasis vulvovaginalis dan diabetes
melitus.
2. Mengetahui etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, dan terapi
vulvovaginalis dan diabetes melitus.
3. Mengetahui terapi pengobatan yang tepat untuk kasus vulvovaginalis
dan diabetes melitus.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Infeksi Kandidiasis Vulvovaginalis


A. Pengertian
Kandidiasis vulvovaginalis merupakan suatu penyakit organ reproduksi
pada wanita dimana terjadinya infeksi pada mukosa vulva dan vagina ditandai
dengan adanya keputihan dan gatal dikarenakan pertumbuhan tidak terkendali dari
jamur Candida albicans. Penyebab terbanyak kandidiasis vulvovaginalis adalah
spesies Candida albicans (80-90%) disusul oleh Candida glabrata, Candida
tropicalis, Candida krusei, dan Candida parapsilosis. Infeksi Candida ditandai
keputihan pada wanita yang berwarna putih kekuningan, berbau, rasa terbakar,
dan gatal yang hebat pada organ vital. Jamur Candida pada manusia merupakan
jamur flora normal yang hidup pada organ reproduksi, namun dapat menjadi
patogen bila terdapat faktor pencetus yang menimbulkan perubahan pada daerah
vagina. Kandidiasis vulvovaginalis dikaitkan dengan banyak faktor pencetus
seperti penggunaan pembersih kewanitaan, penggunaan antibiotik, kurangnya
higiene kewanitaan. Kandidiasis vulvovaginalis juga bisa menyerang wanita
dengan riwayat penyakit diabetes dan pada kehamilan. Jamur Candida albicans
dapat bertumbuh pada daerah vagina dalam kondisi yang kurang bersih dan
lembab, sehingga wanita yang berpengetahuan kurang dalam hal pentingnya
menjaga kebersihan organ reproduksi akan memengaruhi perilaku mereka dalam
menjaga kebersihan organ reproduksi. Hal ini merupakan salah satu faktor
predisposisi yang menyebabkan timbulnya kandidiasis vulvovaginalis karena
kebersihan organ reproduksi yang buruk dapat menyebabkan perubahan
lingkungan pada vagina sehingga flora normal yang ada akan bertumbuh menjadi
patogen (Tasik et al., 2016).
B. Patofisiologi
Patofisiologi kandidiasis vulvovaginal ditandai dengan Candida sp.
berpenetrasi di mukosa vagina sehingga menyebabkan respon inflamasi. Sel
polimorfonuklear dan makrofag merupakan sel inflamasi yang muncul dominan.
Pada wanita usia reproduksi, flora normal pada vagina sehat juga mengandung
bakteri gram positif, gram negatif, aerob, dan anaerob. Bakteri yang mendominasi
adalah Lactobacillus dan Corynebacterium, jika dibandingkan dengan
Streptococcus, Bacteroides, Staphylococcus, dan Peptostreptococcus.
Lactobacillus dan Corynebacterium menghasilkan asam laktat dan asetat dari
glikogen, sehingga pH vagina tetap rendah. Bakteri komensal ini membantu
menjaga lingkungan yang asam agar bebas dari bakteri dan jamur patogen.
Keseimbangan flora normal yang terganggu dapat menyebabkan pertumbuhan
jamur dan bakteri patogen secara berlebihan, dan menyebabkan vulvitis maupun
vaginitis. Kondisi yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan itu di antaranya
perubahan hormon reproduksi, misalnya pada kehamilan atau penggunaan
kontrasepsi dengan hormon estrogen tinggi. Selain itu, karena gangguan respon
imun, seperti penderita HIV/AIDS, diabetes mellitus, atau penerima terapi
imunosupresif. Transmisi, penyebaran, dan kolonisasi asimptomatik umumnya
disebabkan oleh blastospora (blastoconidia) dari Candida sp (Bhagad et al.,
2014).
Pasien dengan kadar gula darah yang tinngi menyebabkan gula kulit
berkonsentrasi tinggi di daerah intertriginosa dan interdigitalis yang menyebabkan
timbulnya dermatitis, infeksi bakterial, dan infeksi jamur. Kondisi hiperglikemia
juga menyebabkan terjadinya gangguan mekanisme sistem imunoregulasi. Hal ini
menyebabkan menurunnya daya kemotaksis, fagositosis dan kemampuan
bakterisidal sel leukosit sehingga kulit lebih rentan terkena infeksi. Jamur pada
keadaan normal terdapat pada tubuh manusia, namun pada keadaan tertentu,
misalnya pada penderita DM pertumbuhannya menjadi berlebihan sehingga
menyebabkan infeksi. Infeksi biasanya menyerang kulit di daerah lipatan seperti
ketiak, bawah payudara, lipat paha atau sering juga pada wanita menyebabkan
gatal pada daerah kemaluan dan keputihan.
Kondisi gatal pada vagina yang terinfeksi jamur juga dapat mengakibatkan
infeksi dari bakteri, karena jika rasa gatal tidak diatasi akan mendorong kita untuk
menggaruk kondisi tersebut dan hal ini bisa melukai kulit yang bisa
mengakibatkan luka dan rawan di masuki bakteri. Maka untuk pengobatan infeksi
jamur vagina juga perlu pemberian antibiotik sebagai terapi tambahan bila dirasa
perlu untuk mengatasi infeksi dari bakteri.
C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis kandidiasis vulvovaginitis terdiri dari gejala subjektif dan
gejala objektif. Gejala subjektif umum ditandai gatal didaerah vulva, dan gejala
berat menyebabkan rasa panas, nyeri sesudah miksi, dan dispaneuria. Gejala
objektif ringan dapat berupa lesi eritema dan hiperemis dilabia mayora, introitus
vagina dan vagina 1/3 bawah. Sedang pada yang berat labia mayora dan minora
edema dengan ulkus-ulkus kecil bewarna merah disertai erosi serta sering
bertambah buruk oleh garukan dan terdapatnya infeksi sekunder. Tanda khasnya
adalah flour albus bewarna putih kekuningan disertai gumpalan–gumpalan seperti
kepala susu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis yaitu didapatkan
adanya rasa gatal dan panas pada vulva yang kadang-kadang diikuti nyeri sesudah
miksi dan dispaneuria serta adanya faktor predisposis seperti kegemukan, DM,
kehamilan, infeksi di servik dan vagina, kelembapan yang meningkat dan higyeni
yang buruk. Gambaran klinis berupa eritema dan hiperemis yang dapat disertai
edema pada labia mayora dan minora, adanya ulkus-ulkus dan daerah erosi serta
flour albus bewarna kekuningan. Diagnosis juga disertai dengan pemeriksaan
penunjang antara lain kerokan kulit atau usapan mukosa diperiksa dengan larutan
KOH 10% atau dengan pewarnaan gram. Pada pewarnaan gram terlihat sel lagi,
blastospora dan hifa semu. Bisa juga dengan pemeriksaan biakan yang
menggunakan media agar dekstrosa glukosa sabaroud yang ditumbuhi antibiotik
(kloramfenikol).
D. Terapi Farmakologi dan mekanisme kerja obat

Mekanisme kerja obat golongan azol ini yaitu dengan mengganggu sintesis
ergosterol. Obat tersebut menghambat sitokrom P-450 dependen 14a-demetilasi
lanosterol, yang merupakan prekursor ergosterol pada fungi dan kolesterol pada
sel mamalia. Namun, sitokrom P-450 fungi kira-kira 100-1000 kali lebih sensitive
terhadap azol dari pada dalam system mamamlia.
Manifestasi klinis KVV merupakan hasil interaksi antara patogenitas
spesies Candida dengan mekanisme pertahanan hospes (host) yang berkaitan dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor predisposisi. Penyebab terbanyak KVV adalah
spesies Candida albicans (80-90%), diikuti spesies Candida nonalbicans seperti
Candida parapsilosis, Candida tropicalis, Candida krusei, dan Candida glabrata
yang juga sering menimbulkan KVV dan lebih banyak terjadi resistensi terhadap
terapi konvensional.
E. Terapi Non Farmakologi
- Menjaga kebersihan organ kewanitaan
- Minum air putih minimal 2 liter/hari
- Tidak memakai pakaian dalam terlalu ketat
- Memakai pakaian yang berbahan katun.
-
2. Diabetes militus
A. Pengertian
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronik yang terjadi diakibatkan
kegagalan pankreas memproduksiinsulin yang mencukupi atau tubuh tidak dapat
menggunakan secara efektif insulin yang diproduksi. Hiperglikemia, atau
peningkatan gula darah adalah efek utama pada DM tidak terkontrol dan pada
jangka waktu lama bisa mengakibatkan kerusakan serius pada syaraf dan
pembuluh darah. Diabetes Mellitus mempunyai sindroma klinik yang ditandai
adanya poliuria, polidipsia dan polifagia, disertai peningkatan kadar glukosa darah
atau hiperglikemia (kadar glukosa puasa ≥ 126 mg/dl atau postprandial ≥ 200
mg/dl atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dl). Diabetes mellitus diklasifikasikan
menjadi sebagai berikut:
a. Diabetes mellitus tipe 1
Terjadi destruksi sel β pankreas, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolute akibat proses imunologik maupun idiopatik.
b. Diabetes mellitus tipe 2
Penyebab spesifik dari tipe diabetes ini masih belum diketahui, terjadi
gangguan kerja insulin dan sekresi insulin, bisa predominan gangguan
sekresi insulin ataupun predominan resistensi insulin.
c. Diabetes mellitus tipe lain
Diabetes mellitus tipe lainnya disebabkan oleh berbagai macam
penyebab lainnya seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena
obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, dan sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM.
d. Diabetes mellitus gestational
Diabetes mellitus gestational yaitu diabetes yang terjadi pada kehamilan,
diduga disebabkan oleh karena resistensi insulin akibat hormon-hormon
seperti prolaktin, progesteron, estradiol, dan hormon plasenta.

B. Patofisiologi
Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan di pecah menjadi
bahan dasar dari makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam
amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makan itu akan diserap oleh
usus dan kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan keseluruh
tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam tubuh sebagai bahan bakar.
Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke
dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makan terutama glukosa dibakar
melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi.
Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin memegang
peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel,
untuk selanjutnya dapat dipergunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah
suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas (Suyono, 2004).
Pada DM type II jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak
tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang.
Reseptor insulin ini dapat di ibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam
sel. Pada keadaan tadi lubang kuncinya yang kurang, hingga meskipun anak
kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka
glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Suyono, 2004).
Menurut Bogdan Mc Wright, MD. 2008, efek samping insulin adalah
penambahan berat badan yang mungkin diduga karena tiga penyebab: 1). Insulin
diketahui memiliki efek anabolik (pembentukan tubuh). 2). Ketika kontrol
terdapat glisemia yang baik mulai dicapai karena adanya terapi insulin, sedikit
gula yang hilang didalam urin. 3). Pengobatan insulin membuat orang merasa
lebih baik.

C. Manifestasi Klinis
Mekanisme Diabetes tipe 2 yaitu mekanisme yang bekerja pada 4 organ
tubuh. Organ tersebut yaitu: Hepar, Pankreas, sistem pencernaan dan sel-sel tubuh
sering terjadi bisa menjadi tanda dan gejala diabetes. Glukosa darah tinggi yang
tidak terkontrol dapat melemahkan sistem kekebalan tubuh dan membuatnya sulit
untuk melawan berbagai jenis infeksi, kadar gula yang tinggi dalam darah dan
organ membuat bakteri lebih mudah tumbuh dan infeksi berkembang lebih cepat.
Sindroma klinik yang sering dijumpai pada diabetes mellitus yakni
poliuria, polidipsia dan polifagia, disertai peningkatan kadar glukosa darah atau
hiperglikemia. Dalam keadaan normal, kira-kira 50% glukosa yang dikonsumsi
mengalami metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 5% diubah menjadi
glikogendan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Semua proses tersebut
terganggu pada DM, glukosa tidak dapat masuk ke sel hingga energi terutama
diperoleh dari metabolisme protein dan lemak. Sebenarnya hiperglikemia sendiri
relatif tidak berbahaya, kecuali bila kadarnya tinggi sekali sehingga darah menjadi
hiperosmotik terhadap cairan intrasel. Yang berbahaya adalah glikosuria yang
timbul, karena glukosa bersifat diuretik osmotik, sehingga diuresis meningkat
disertai hilangnya berbagai elektrolit (poliuria).
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya dehidrasi dan hilangnya elektrolit
pada pasien DM sehingga terjadi koma hiperglikemik hiperosmolar nonketosis.
Karena adanya dehidrasi, maka tubuh berusaha mengatasinya dengan banyak
minum (polidipsia). Selain itu, polifagia juga timbul karena adanya perangsangan
pusat nafsu makan di hipotalamus akibat kurangnya pemakaian glukosa di sel,
jaringan, dan hati. Normalnya lemak yang berada dalam aliran darah, melewati
hati dan dipecah menjadi gliserol dan asam lemak. Asam lemak kemudian diubah
menjadi senyawa keton (asam asetoaseat, aseton, asam betahidroksibutirat) dan
dilepaskan ke aliran darah kembali untuk disirkulasikan ke sel tubuh agar
dimetabolisme menjadi energi, CO2 dan air.
Pada saat terjadi gangguan metabolit, lipolisis bertambah dan lipogenesis
terhambat, akibatnya dalam jaringan terbentuk senyawa keton lebih cepat
daripada sel tubuh dapat memetabolismenya. Maka, terjadi akumulasi senyawa
keton dan asidemia (penurunan pH darah dan meningkatnya ion hidrogen dalam
darah). Sistem buffer tubuh berusaha untuk menetralkan perubahan pH yang
ditimbulkannya, tetapi bila ketosis yang timbul lebih hebat maka pH darah tidak
dapat dinetralisir dan terjadi diabetik ketoasidosis. Keadaan klinis ini ditandai
dengan nafas yang cepat dan dalam, disebut pernafasan kussmaul, disertai adanya
bau aseton.
D. Terapi Farmakologi
 Terapi dengan insulin
Insulin adalah agen lini pertama direkomendasikan untuk pengobatan
GDM di AS. Insulin diperlukan pada keadaan (Perkeni, 2015):
- HbA1c > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolik;
- Penurunan berat badan yang cepat;
- Hiperglikemia berat yang disertai ketosis;
- Krisis Hiperglikemia;
- Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal;
- Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke);
- Kehamilan dengan DM/Diabetes melitus gestasional yang tidak
terkendali dengan perencanaan makan;
- Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat;
- Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO; Kondisi perioperatif
sesuai dengan indikasi.
Kerja insulin Contoh Penggunaan
Rapid acting Humalog (insulin 5-15 menit sebelum
Lispro), Novolog makan
(insulin Aspart),
Apidra (Insulin
Gluisine)
Short acting Humulin R, Novolin 30 menit sebelum
R makan
Intermediate Humulin N, Novolin Umumnya 1x sehari
N
Long acting Lantus (insulin Umumnya 1 x
glargine), Levemir sehari di waktu
(insulin detemir) yang sama
Efek samping terapi insulin (Perkeni, 2015):
- Hipoglikemia
- Reaksi alergi terhadap insulin
 Terapi peroral
Digunakan pada penanganan DM tipe II. Beberapa OAD yang
lazim digunakan adalah sebagai berikut :
Golongan obat Cara kerja utama Efek samping Contoh
Sulfonilurea Meningkatkan BB naik, Glibenklamid
sekresi insulin hipoglikemia
Glinid Meningkatkan BB niak, Nateglinid,
sekresi insulin hipoglikemia repaglinide
Biguanid Menekan produksi Dyspepsia, Metformin
glukosa hati dan diare, asidosis
menambah laktat
sensitifitas terhadap
insulin
Penghambat Menghambat Flatulen, tinja Akarbose,
alfa- absorpsi glukosa lembek mannitol
glukosidase
Tiazolidindion Menambah Edema Pioglitazone
sensitifitas terhadap
insulin
Penghambat Modulator inkreatin, Sebah, muntah Vidagliptin,
DDP-IV meningkatkan sitagliptin
sekresi insulin yang
diperlukan saat
makan
Penghambat Menghambat Dehidrasi, Dapagliflozin,
SGLT-2 penyerapan kembali infeksi saluran propanediol
glukosa ditubuli kemih
distal ginjal
- Algoritma terapi untuk DM tipe 2

E. Terapi Non Farmakologi


 Pengaturan Diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan
kecukupan gizi baik (Karbohidrat: 60-70%; Protein: 10-15%; Lemak: 20-
25%).
Jumlah kalori disesuaikan dengan status gizi, pertumbuhan, umur,
stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk
mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan
telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki
respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian
dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar
HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM),
dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan
tambahan waktu harapan hidup.
Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya
diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi
300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan
nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh
dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya
diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena
tidak banyak mengandung lemak.
 Olah Raga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap norml. Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan
asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi
kesehatan., disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita.
Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau lari pagi,
bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini paling
tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan
pemanasan 5-10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah
raga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor
insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa.
F. Mekanisme kerja obat
 Antifungi
- Nystatin merupakan obat antijamur yang bekerja dengan cara
merusak membran sel jamur. Akibatnya sel jamur akan berhenti
tumbuh dan berkembang. Nystatin efektif untuk
mengatasi candidiasis, yaitu infeksi jamur yang disebabkan
oleh Candida. Obat ini tersedia dalam beberapa bentuk, yaitu cairan
suspensi, tablet minum, tablet vagina, salep, dan krim.
Nistatin sangat sedikit diabsorpsi dalam saluran pencernaan
menyebabkna nystatin tidak banyak digunakan sebagai antifungi
sistemik (kecuali untuk kandidas esofagus, nystatin digunkan
sistemik tetapi tidak diinginkan terabsorpsi di saluran cerna,
segingga tetap berada padaa mukosa esofagus) Nistatin juga tidak
diabsorpsi signifikasi pada kulit dan membrane mukosa sehingga
nystatin memiliki sedikit toksisitas (Sheppard and Lmapiris, 2015)
 Mual muntah
- Ondansetron merupakan obat yang digunakan untuk mencegah serta
mengobati mual dan muntah yang bisa disebabkan oleh efek
samping kemoterapi, radioterapi, atau operasi. Obat ini hanya
boleh dikonsumsi dengan resep dokter. Ondansetron bekerja dengan
menghambat ikatan serotonin pada reseptor 5HT 3, sehingga membuat
penggunanya tidak mual dan berhenti muntah.
Ondansetron bekerja dengan cara menghalangi salah satu zat alami
tubuh (serotonin) yang menyebabkan muntah. Apabila serotonin
dihambat maka dapat menekan mual dan muntah pada sistem saraf
pusat.

- Omeprazol merupakan obat maag jenis PPI bekerja dengan cara


menghambat reaksi kimia antara hidrogen, kalium, serta enzim
adenosin trifosfatase. Sistem yang dikenal sebagai pompa proton ini
terdapat pada sel-sel penyusun dinding lambung yang memproduksi
asam.
Omeprazole yang masuk ke dalam tubuh merupakan bentuk obat
yang tidak aktif. Obat ini kemudian akan diaktifkan melalui proses
protonasi dalam suasana asam di lambung. Bentuk aktif tersebut
kemudian akan secara ireversibel berikatan dengan H+/K+-ATPase
dalam sel parietal lambung. Hal ini akan mengaktifkan sistein pada
pompa asam di lambung sehingga terjadi penekanan sekresi asam
lambung, baik basal maupun terstimulasi
 Obat antidiabetik oral
Metformin bekerja adalah menurunkan kadar glukosa guna
menimbulkan penurunan glukoneogenesesis hati. Efek samping tersering
dalam penggunaan metformin adalah gangguan saluran cerna
Obat lini pertama yang diberikan sebagai monoterapi adalah
metformin apabila pasien tidak memmiliki kontraindikasi dengan
metformin tujuan terapi penurunan HbA1c pasien kurang dari 7,5% maka
diberikan terapi lini kedua dengan kombinasi terapi golongan
sulfonylurea.

DAFTAR PUSTAKA

Bhagat BP, Desai PB. Vulvovaginal Candidiasis: Isolation and Identification of


Candida from Reproductive Age Group Women. Res J Recent Sci.
2014;3:30.
Bogdan Mc. Wright. 2008. Panduan Bagi Penderita Diabetes. Jakarta: Prestasi
Pustaka.
Daili S.F. 2014. Infeksi Menular Seksual. Ilmu Kebidanan 4th edisi. Jakarta: P.T.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: 921-23
Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M.
2017. Pharmacotherapy. McGraw-Hill Education: United States.
Garna, H. 2016. Patofisiologi Infeksi Bakteri pada Kulit. Sari Pediatri, 2(4), 205-
9.
Lacy, C.,F. et al. 2010, Drug Information Handbook, 18th editionlexi-comp,
USA.
Marschalek, J., Farr, A., Kiss, H., Hagmann, M., Göbl, C.S., Trofaier, M.L.,
Kueronya, V. dan Petricevic, L., 2016. Risk of vaginal infections at early
gestation in patients with diabetic conditions during pregnancy: a retrospective
cohort study. Plos one, 11(5), p.e0155182.
Perkeni. 2015. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
Di Indonesia 2015. PB Perkeni: Jakarta.
Ramali, L.M. and Werdani, S., 2001. Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dalam:
Dermatomikosis Superficialis. Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit FakultasKedokteran
Universitas Indonesia. pp, pp.55-65.
Sanjaya, D. M. R., Darmada, I. G. K., & Rusyati, L. M. M. Kandidiasis Vagina
Yang Mendapat Terapi Sistemik Dan Topikal: Sebuah Laporan Kasus.
Semaradana,W.G.P., 2014. Infeksi Saluran Kemih akibat Pemasangan Kateter –
Diagnosis dan Penatalaksanaan, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
Denpasar, Bali. CDK-221. volume 41. Nomor 10.
Stoeckle, M., Kaech, C., Trampuz, A. and Zimmerli, W. 2008. The role of
diabetes mellitus in patients with bloodstream infections. Swiss medical
weekly, 138(35), p.512.
Tasik, N. L., Kapantow, G. M., & Kandou, R. T. 2016. Profil kandidiasis
vulvovaginalis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. RD Kandou
Manado periode Januari–Desember 2013. e-CliniC, 4(1).
Tjokroprawiro, A. 2006. THE MetS: One Of The Major Threat To Human
Health. Folia Medica Indonesiana, 42(1), 71-76.
World Health Organitation. Global Report on Diabetes. 2016.

Anda mungkin juga menyukai