Anda di halaman 1dari 6

PRAKTIKUM FARMAKOLOGI : METABOLISME OBAT

I.TUJUAN

Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzimpemetabolisme obat dengan mengukue
efek farmakologi

II. DASAR TEORI

Metabolism atau biotransforma adalah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang
dikatalis oleh enzim menjadi metabolitnya. Jumlah obat dalam tubuh dapat berkurang karena proses
metabolism dan eksresi. Hati merupakan organ utama tempat metabolism obat. Gimjal tidak akna
efektif mengekresi obat yang bersifat lipofil karena mereka akan mengalami reabsorpsi di tubulus
setelah melalui filtrasi glomrlurus. Oleh karena itu, obat yang lipofil harus dimetabolisme terlebih dahulu
menjadi senyawa yang lebih polar supaya reabsorpsinya berkurang sehingga mudah dieksresi.

Proses metabolisme terbagi menjadi beberapa fase, fase I merubah senyawa lipofil menjadi senyawa
yang mempunyai gugus fungsional seperti OH, NH, dan COOH. Ini bertujuan agar senyawa lebih mudah
mengalami proses perubahan selanjutnya. Hasil metabolism fase I mungkin mempengaruhi efek
farmakologinya. Metabolisme fase I kebanyakan menggunakan enzim sitokrom P yang banyak
terdapat di sel hepar dn GI. Enzim ini jugaberperan penting dalam metabolism zat endogen seperti
steroid, lemak dan detoksifikasi zat eksogen.namun demikian, ada juga metabolism fase I yang tidak
menggunakan enzim sitokrom P, seperti pada oksidasi ketekolamin, histamine dan etanol.

Reaksi fase II atau reaksi konjugasi terjadi jika zat belum cukup polar setelah mengalami metaboliseme
fase I ,ini terutama terjadi pada zat yang sangat lipofil. Konjugasi ialah reaksi penggabungan antara obat
dengan zat endogen seperti asam glukronat, asam sulfat, asam asetatdan asam amino. Hasil reaksi
konjugasi berupa zat yang sangat polar dan tidak aktif secara farmakologi. Glukoronidasi adalah reaksi
konjugsi yang paling umum dan paling penting dan inaktifasi obat.

Untuk obat yang sudah mempunyai gugus seperti OH, NH, SH dan COOH mungkin tidak perlu
mengalami reaksi fase I untuk dimetabolisme fase II. Dengan demikian tidak semua zat mengalami
reaksi fase I terlebih dahulu sebelum reaksi fase II. Bahkan zat dapat mengalami metabolism fase II
terlebih dahulu sebelum mengalami metabolism fase I.

metabolisme obat terutama terjadi di hati. Yakni di membrane endoplasmic reticulum (mikrosom)dan
di cytosol. Tempat metabolism yang lain (ekstra hepatik) adalah: dinding usus,ginjal, paru, darah, otak
dan kulit, juga dilumen kolin (oleh flora usus).

Tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat yang non polar (larutan lemak) menjadi polar
(larutan air) agar dapat diekskresikan melalui ginjal atau empedu. Dengan perubahan ini obat aktif
umumnya diubah menjadi inaktif. Tapi sebagian berubah menjadi aktif ( jika alasanyaprodug) , kurang
aktif ,atau menjadi toksik.
Reaksi metabolisme yang terpenting adalah oksidasi oleh enzim cytochrome P (cyp) yang disebut
juga enzim monooksigenase atau MFO (Mixed Fungtion Oxidase) dalam endoplasmic reticulum
(mikrosom) hati. Interaksi dalam metabolism obat berupa induksi atau inhibisi enzim metabolism,
terutama enzim cyp.

Induksi berarti peningkatan system enzim metabolism ada tingkat trinkripsi sehingga terjadi
peningkatan kecepatan metabolisme obat yang menjadi susbstrat enzim yang bersangkutan.

Inhibisi enzim metabolism berarti hambatan yang terjadi secara langsung dengan akibat peningkatan
kadar substrat dari enzim yang dihambat juga terjadi secara langsung.

Proses metabolisme dapat mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja,dan toksisitas obat. Oleh
karena itu pengetahuan tentang metabolism obat penting dalam studi. Suatu obat dapat menimbulkan
suatu respon biologis dengan melalui dua jalur,yaitu:

A. Obat aktif setelah masuk melalui peredaran darah, langsung berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respon biologis.
B. Pra-obat setelah masuk ke perearan darah mengalami proses metabolisme menjadi obat aktif,
brintraksi dengan receptor dan menimbulkan respon biologis (bioaktivitas).

Secara umum tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak aktif dan
tidak toksin (bioinaktivasi atau detoksifikasi), mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan dari
tubuh. Hasil metabolit obat bersifat lebih tosik dibandingkan dengan senyawa induk (biootoksifikasi) dan
ada pula hasil metabolit obat yang mempunyai efek farmakologis berbeda dengan senyawa induk.
Contoh : iproniazid, suatu obat perangsang system syaraf pusta, dalam tubuh di metabolis menjadi
isoniazid yang berkhasiat sebagai antituberkolosis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat :

Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawi dan enzimatik sehingga
menghasilkan lebih dari satu metabolit. Jumlah metabolit ditentukan oleh kadar dan aktivitas enzim
yamg berperan dalam proses metabolisme. Kecepatan metabolisme dapat menetukan intensitas dan
masa kerja obat. Kecepatan metabolisme ini kemungkinanan berbeda-beda pada masing-masing
individu. Penurunan kecepatan metabolisme akan meningkatan intensitas dan memperpanjang masa
kerja obat dan kemungkinan meningkatkan toksitas obat. Kenaikan kecepatan metabolisme akan
menurunkan intensitas dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak efektif pada
dosis normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat antar lain :

1. Faktor Genetik atau Keturunan

Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang terjadi dalam system
kehidupan. Hal ini menunjukan bahwa factor genetic atau keturunan ikut berperan terhadap adanya
perbedaan kecepatan metabolisme obat.

2. Perbedaan spesies dan galur

Pada proses metabolism obat,perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur kemungkinan
sama atau sedikit brbeda, tetapi kadang-kadang ada perbedaan uang cukup besar pada reaksi
metabolismenya.

3. Perbedaan jenis kelamin

Pada spesies binatang menunjukan ada pengaruh jenis kelamin terhadap kecepatan metabolism
obat.

4. Perbedaan umur

Bayi dalam kandungan atau bayi yang baru lahir jumlahh enzim-enzim mikrosom hati yang
diperlukan untuk metabolisme obat relative masih sedikit sehingga sngat peka terhadap obat

5. Penghambatan enzim metabolisme

Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau bersama-sama suatu senyawa yang menghambat
kerja enzim metabolisme dapat meningkatkan intensitas efek obat, memperpanjang masa kerja
obat dan kemungkinan masa kerjajuga meningkatkan efek samping dan toksitas

6. Induksi enzim metabolisme

Pemberian bersama-sama suatu senyawa dapat meningkatkan kecepatan metabolisme obat dan
memperpendek masa kerja obat. Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan jumlah
atau aktivitas enzim metabolisme dan bukan karena mermeablelitas mikrosom atau adanya reaksi
penghambatan. Obat-obat tertentu proses induksi enzim mempercepat proses metabolism dan
menurunya kadar obat bebas dalam plasma hingga efek farmakologis obat menurun dan mas kerja
menjadi lebih sinngkat.

Induksi enzim juga mempengarudi toksisitas beberapa obat karena dapat meningkatkan metabolisme
dan metabolit reaktif
Tempat metabolism obat

Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan-jaringan dan organ-organ seperti
hati,ginja,paru,dan saluran cerna.hati merupakan organ tubuh tempat utama metabolism obat karena
menggandung enzim-enzim metabolism disbanding organ lain. Metabolisme obat di hati terjadi pada
membrane reticulum endoplasma sel. Reticulum endoplasma sel terdiri dari 2 tipe yang berbeda baik
bentuk maupun fungsinya.

Tife 1 : mempunyai permukaan membrane yang keras, terdiri dari ribosom ribosom yang tersusun
secara khas dan perpungsi mengatur susunan genetic asam amino yang diprlukan untuk system protein

Tife 2 : mempunyai permukaan membrane yang halus tidak mengandung ribosom.

Kedua tipe ini merupakan tempat enzim-enzim yang diperlukan untuk metabolism obat. Jalur umum
metabolisme obat dan senyawa organik asing reaksi metabolism obat dan senyawa organic asing ada 2
tahap yaitu.

1. Reaksi fase I atau reaksi fungsionalisasi


2. Reaksi fase II atau reaksi konjugasi

Yang termasuk reaksi fase I adalah reaks-reaksi oksidasi, reduksi dan hidrolisis. Tujuan reaksi ini adalah
memasukakn gugus fungsional tertentu yang bersifat polar.

Yang termasuk reaksi fase II adalah reaksi konjugasi metilasii dan asetilasi.tujuan reaksi ini adalah
mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fase I dengan senyawa endogen yang mudah
terionisasi dan bersifat polar,seperti asam glukoronat,sulfat,glisin dan glutamine, menghasilkan konjugat
yang mudah larut dalam air.hasil konjugasi yang terbentuk
(konjugat) kehilangan aktifitas dan toksisitasnya dan kemudian diekresikan melalui urine.

Pada metabolisme obat gambaran secara tepat system enzim yang beranggung jawab terhadap proses
oksidasi,reduksi,masih belum diketahui secara jelas.secara umum diketauhui bahw sebagian besar
reaksii metabolit akan melibatkan proses oksidasi. Proses ini memerlukan enzim sebagai kofaktor, yaitu
bentuk tereduksi dari nikotinamid-adenin-dinukleotida fosfat (NADPH) dan nikotinamid-adenin-
dinukleotida.

III. ALAT DAN BAHAN

1. Alat dan bahan


-jarum suntik oral (ujung tumpul)
-stopwatch
-indikator enzim : phenobarbital
-inhibitor enzim : simetidin
2. Hewan uji : mencit
Percobaan kali ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim
pemetabolisme obat dengan mengukur efek farmakologinya. Hewan uji yang digunakan adalah mecit,
digunakan mencit yang mempunyai system metabolisme menyerupai manusia , lebih ekonomis, dan
mudah didapatkan. Organ pemetabolisme terbesar adalah hati.

Obat yang digunakan pada percobaan ini yaitu phenobarbital yang mempunyai dosis 80mg/kgBB.
Phenobarbital memiliki efek hipnotik atau sedatife sehingga lebih mudah dilakukan pengamatan.
Pemberan phenobarbital dilaukan secara interaperitonial agar efek yang ditimbulkan lebih cepat karena
di dalam organ perut memiliki atau terdapat bayak pembuluh darah.

Senyawa kimia yang mempengaruhi enzim metabolism antar lain indikator dan inhibitor.

Indokator adalah senyawa kimia yang dapat mempercepat kerja ari enzim metabolime

Inhibitor adalah senyawa kimia yang dapat menghambat kerja dari enzim metabolisme.

Pada control,hewan uji hanya diberikan phenobarbital 80mg/kgBB. Pada inductor,hewan uji diberi
phernobaebital selama 3 hari berturut-turut tiap 24 jam dan saat prektikum diberi lagi phernobarbital
80mg/kgBB. Pherno barbital diberikan 3 hari Karena pherno barbital dapat mengalami auto induksi
akibat pemakaian selama 3 hari sampai 7 hari dimana menginduksi sirinya sendiri,disini melibatkan
enzim sitokrom P dan glukrnil transferase untuk metabolism phernobarbital, kemudian setelah 3 hari
sampai 7 hari akan terjadi toleransi yang memberikan efek hewan uji tersebut tidur.pada inhibitir , 1jam
sebelumnya diberikan simetidin setelah itu diberikan phernobarbital 80mg/kgBB karena kadar puncak
simetidin pada plasma dicapai setelah 1 jam. Simetidin mempunyai daya kerja menghambat enzim
sitoprom P, maka menghambat metabolisme phernobarbital sehingga kerja phernobarbital dalam
hewan uji lebih lama.

Parameter yang saling berpengaruh disini adalah durasi karena ynag dilihat adalah kadar obat didalam
plasma shingga yang dilihat obat terebut berefek sampai obat tersebut tidak berefek . jadi bukan
konsenya atau waktu mula kerja sampai obat tersebut memberikan efek. Rata-rata durasi terbesar
adalah control,durasi terkecil adalah inhibitor. Menurut teori durasi yang tercepat adalah
inductor,control,inhibitor.

Reaksi-reaksi selama proses metabolisme dibagi menjadi 2 yaitu :

Reaksi fase I (reaksi oksidasi,reduksi,hidrolisasi) : reaksi reaksi enzimatik yang berperan dalam proses
ini sebagian besar terjadi di hati. Mengalami hidroksilasi pada posisi para dengan bantuan enzim
sitokrom.

Reaksi fase II (konjugasi glukromida asilasi,metilasi,pembentukan asam merkapturat, konjugasi sulfat.)

Pemberian phernobarbital pada hewan uji dapat menyebabkan hewan uji tersebut tidur, bangun dan
kembali tidur. Hal ini phernobarbital memiliki efek redistribusi.
Dilakukan uji anava untuk durasi. Menghasilkan data F hitung lebih besar dari F table yang berarti ada
perbedaan durasi atau kelompokk sehingga dilanjutkan dengan fasca anava. Dari fasca anava di
dapatkan control vs induksi perbedaain siknifikan, control vs inhibisi berbeda siknifikan dan induksi vs
inhibisi tidak berbeda dengan siknifikan. Berarti pemberian indicator atau inhibitor akan
mmempengaruhi metabolism obat( durasi obat) sehingga perlu diperhatikan pemberian obat secara
bersama. Pemberia obat secara bersama menyebabkan masa kerja obat diperppanjang dan dapat
menyebabkan efek toksin karena aktivitas enzim metabolisme dihambat. Obat diberikan bersamaan
inductor dapat mempercepat metabolism obat tersebut dengan meningkatkan aktifitas enzim
metabolisme, ini menyebabkan kadar obat bebas dalam plasma turun dan masa kerjanya lebih singkat.

IV. KESIMPULAN

Disimpulkan bahwa pemberian obat bersamaan pemberian induktor atau inhibitor dapat
mempengaruhi kecepatan metabolisme obat dengan mempengaruhi aktivitas enzim
metabolisme.indkator mempercepat kerja enzim metabolisme sehingga memberikan durasi lebih
cepat.inhibator menghambat kerja dari enzim pemetabolisme sehingga durasinnya lebih lama

V. DAFTAR PUSTAKA

Mardjono, Mahar, 2007, farmakologi dan terapi, Jakarta; universitas Indonesia Press.

Mycek, Mary, J, 2001, farmakologi ulasan bergambar edisi 2,Widya Medika, Jakarta.

Siswando,Suekardjo,1995, Kimia Medisinal,Surabaya;Airlangga University Press.

Anda mungkin juga menyukai