Anda di halaman 1dari 14

PAPER

KIMIA MEDISINAL

Disusun Oleh :

Febby Marsyanti Geiner

(20501005)

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA, ILMU PENGETAHUAN ALAM, DAN KEBUMIAN

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

2023
HUBUNGAN STRUKTUR SENYAWA OBAT DENGAN PROSES METABOLISME

Proses metabolisme dapat memengaruhi aktivitas biologis, masa kerja dan toksisitas
obat, sehingga pengetahuan tentang metabolisme obat dan senyawa organik asing lain
(xenobiotika) sangat penting dalam bidang kimia medisinal. Studi metabolisme obat dan
senyawa organik asing lain telah berkembang pesat pada dekade terakhir ini.

Studi ini sangat penting oleh karena dapat digunakan untuk:

a. Menilai atau menaksir efikasi dan keamanan obat.


b. Merancang pengaturan dosis.
c. Menaksir kemungkinan terjadinya resiko atau bahaya dari zat pengotor.
d. Mengevaluasi toksisitas bahan kimia.
e. Mengembangkan bahan tambahan makanan, peptisida dan herbisida, dengan mengetahui
proses metabolismenya pada manusia, hewan dan tanaman.
f. Dasar penjelasan terjadinya proses toksik, seperti karsinogenik, teratogenik dan nekrosis
jaringan.

Suatu obat dapat menimbulkan respons biologis dengan melalui dua jalur, yaitu:

a. Obat aktif setelah masuk ke peredaran darah, langsung berinteraksi dengan reseptor dan
menimbulkan respons biologis.
b. Pra-obat setelah masuk ke peredaran darah mengalami proses metabolisme menjadi obat
aktif, berinteraksi dengan reseptor dan menimbulkan respons biologis (bioaktivasi).

Secara umum, tujuan metabolisme obat adalah mengubah obat menjadi metabolit tidak
aktif dan tidak toksik (bioinaktivasi atau detoksifikasi), mudah larut dalam air dan kemudian
dieksresikan dari tubuh.

Hasil metabolit beberapa obat bersifat lebih toksik disbanding dengan senyawa induk
(biotoksifikasi), dan ada pula hasil metabolit obat yang mempunyai efek farmakologis
berbeda dengan senyawa induk. Contoh:
1. Bioaktivasi dan Bioinaktivasi
Prontosil rubrum, suatu antibakteri turunan sulfonamida, dalam tubuh mengalami
reduksi menjadi sulfanilamid yang aktif sebagai antibakteri (bioaktivasi) dan
kemudian terasetilasi membentuk asetilsulfanilamid yang tidak aktif (bioinaktivasi).

2. Bioaktivasi dan Biotoksifikasi


Obat analgesic turunan p-aminofenol, seperti asetanilid dan fenasetin, di tubuh
mengalami metabolisme membentuk paracetamol (asetaminofen), yang aktif sebagai
analgesic (bioaktivasi). Senyawa-senyawa di atas kemudian dimetabolisis lebih lanjut
menjadi p-aminofenol, turunan-turunan anilin, N-oksida dan hidroksilamin, yang
diduga sebagai penyebab terjadinya methemoglobin (biotoksifikasi).
Mekanisme reaksi bioaktivasi dan biotoksifikassi turunan p-aminofenol dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Contoh obat tyang dihasilkkan metabolitnya mempunyai efek farmakologis berbeda
dengan senyawa induk adalah iproniazid.
Iproniazid, suatu obat perangsang system saraf pusat, dalam tubuh dimetabolisis
menjadi isoniazid yang berkhasiat sebagai antituberkulosis.

Beberapa senyawa tidak mengalami proses metabolisme dan diekskresikan dari tubuh
dalam bentuk tidak berubah. Contoh
a. Senyawa yang tidak larut dalam cairan tubuh, tidak diserap oleh saluran cerna
dan tahan terhadap pengaruh kimiawi dan enzimatik saluran cerna. Senyawa
ini langsung dikeluarkan melalui tinja, contoh: barium sulfat dan oleum ricini.
b. Senyawa yang mudah larut dalam cairan tubuh dan tahan terhadap pengaruh
kimiawi dan enzimatik. Senyawa ini relatif tidak toksik dan cepat dikeluarkan
melalui urin, contoh: asam mandelat, asam sulfonate alifatik dan aromatik.
Pengertian umum metabolisme obat adalah mengubah senyawa yang relatif non polar,
menjadi senyawa yang lebih polar sehingga mudah dikeluarkan dari tubuh.

Banyak molekul senyawa organik yang mudah larut dalam lemak, diserap oleh
saluran cerna dan masuk ke peredaran darah. Molekul tersebut kemudian menembus
membran biologis secara difusi pasif, mencapai organ sasaran dan menimbulkan efek
farmakologis. Karena ada proses absorpsi kembali di tubulus ginjal, sangat sedikit molekul
lipofil yang diekskresikan melalui urin. Bila obat yang bersifat lipofil tersebut tidak
mengalami proses metabolisme, obat tetap berada dalam peredaran darah atau pada jaringan,
dan akan menunjukkan efek biologis yang tidak terbatas. Karena ada usaha-usaha tubuh
untuk mengeliminasi senyawa asing, maka sebagian besar obat mengalami metabolisme,
diubah menjadi senyawa yang bersifat lebih polar, secara farmakologis tidak aktif dan relatif
tidak toksik, kemudian dikeluarkan melalui urin atau tinja.

Secara keseluruhan proses metabolisme molekul obat dan senyawa endogen, seperti
protein, lemak dan steroid, hanya melibatkan sejumlah kecil tipe-tipe reaksi kimia dan relatif
melibatkan sejumlah besar system enzim, baik yang khas maupun tidak khas.

A. Factor-Faktor Yang Mempengaruhi Metabolisme Obat


Metabolisme obat secara normal melibatkan lebih dari satu proses kimiawi dan
enzimatik sehingga menghasilkan lebih dari satu metabolit. Jumlah metabolit ditentukan
oleh kadar dan aktivitas enzim yang berperan pada proses metabolisme. Kecepatan
metabolisme dapat menentukan intensitas dan masa kerja obat. Kecepatan metabolisme
ini kemungkinan berbeda-beda pada masing-masing individu. Penurunan kecepatan
metabolisme akan meningkatkan intensitas dan memperpanjang masa kerja obat, dan
kemungkinan meningkatkan toksisitas obat. Kenaikan kecepatan metabolisme akan
menurunkan intensitas dan memperpendek masa kerja obat sehingga obat menjadi tidak
efektif pada dosis normal.
Faktor-faktor yang memengaruhi metabolisme obat antara lain adalah faktor genetik
atau keturunan, perbedaan spesies dan galur, perbedaan jenis kelamin, perbedaan umur,
penghambatan enzim metabolisme, induksi enzim metabolisme dan faktor lain-lain.
1) Factor Genetik atau Keturunan
Perbedaan individu pada proses metabolisme sejumlah obat kadang-kadang terjadi
dalam sistem kehidupan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor genetik atau keturunan
ikut berperan terhadap adanya perbedaan kecepatan metabolisme obat.
2) Perbedaan Spesies dan Galur
Pada proses metabolisme obat, perubahan kimia yang terjadi pada spesies dan galur
kemungkinan sama atau sedikit berbeda, tetapi kadang-kadang ada perbedaan yang
cukup besar pada reaksi metabolismenya. Pengamatan pengaruh perbedaan spesies
dan galur terhadap metabolisme obat sudah banyak dilakukan, yaitu pada tipe reaksi
metabolik atau perbedaan kualitatif dan pada kecepatan metabolisme atau perbedaan
kuantitatif.
3) Perbedaan Jenis Kelamin
Pada beberapa spesies binatang menunjukkan ada pengaruh jenis kelamin terhadap
kecepatan metabolisme obat. Banyak obat dimetabolisis dengan kecepatan yang sama
baik pada tikus betina maupun tikus jantan. Tikus betina dewasa ternyata
memetabolisis beberapa obat dengan kecepatan yang lebih rendah dibanding tikus
jantan.
4) Perbedaan Umur
Bayi dalam kandungan dan bayi yang baru lahir jumlah enzim-enzim mikrosom hati
yang diperlukan untuk memetabolisis obat relatif masih sedikit sehingga sangat peka
terhadap obat.
5) Penghambat Enzim Metaboliisme
Kadang-kadang, pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa
yang menghambat kerja enzim-enzim metabolisme dapat meningkatkan intensitas
efek obat, memperpanjang masa kerja obat dan kemungkinan juga meningkatkan efek
samping dan toksisitas.
6) Induksi Enzim Metabolisme
Kadang-kadang pemberian terlebih dahulu atau secara bersama-sama suatu senyawa
dapat meningkatkan kecepatan metabolisme obat dan memperpendek masa kerja obat.
Hal ini disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan aktivitas atau jumlah enzim
metabolisme dan bukan karena perubahan permeabilitas mikrosom atau oleh adanya
reaksi penghambatan.Peningkatan aktivitas enzim metabolisme obat-obat tertentu atau
proses induksi enzim mempercepat proses metabolisme dan menurunkan kadar obat
bebas dalam plasma sehingga efek farmakologis obat menurun dan masa kerjanya
menjadi lebih singkat.
7) Faktor Lain-lain
Faktor lain-lain yang dapat memengaruhi metabolisme obat adalah diet makanan,
keadaan kekurangan gizi, gangguan keseimbangan hormon, kehamilan, pengikatan
obat oleh protein plasma, distribusi obat dalam jaringan dan keadaan patologis hati,
misal kanker hati.
B. Tempat Metabolisme Obat
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan dan organ-organ
seperti hati, ginjal, paru dan saluran cerna. Hati adalah organ tubuh yang merupakan
tempat utama metabolisme obat oleh karena mengandung lebih banyak enzim-enzim
metabolisme dibanding organ lain. Setelah pemberian secara oral, obat diserap oleh
saluran cerna, masuk ke peredaran darah dan kemudian ke hati melalui efek lintas
pertama. Aliran darah yang membawa obat atau senyawa organik asing melewati sel- sel
hati secara perlahan-lahan dan termetabolisis menjadi senyawa yang mudah larut dalam
air kemudian diekskresikan melalui urin.
Contoh obat yang dimetabolisis melalui efek lintas pertama antara lain adalah
isoproterenol, lidokain, meperidin, morfin, propoksifen, propranolol dan salisilamid. Hati
menghasilkan cairan empedu yang diekskresikan ke duodenum melalui saluran empedu.
Cairan empedu berfungsi membantu pencernaan lemak dan sebagai media untuk ekskresi
metabolit beberapa obat yang melalui tinja.
Metabolisme obat di hati terjadi pada membran retikulum endoplasma sel. Retikulum
endoplasma terdiri dari dua tipe yang berbeda, baik bentuk maupun fungsinya. Tipe 1
mempunyai permukaan membran yang kasar, terdiri ribosom-ribosom yang tersusun
secara khas dan berfungsi mengatur susunan genetik asam amino yang diperlukan untuk
sintesis protein. Tipe 2 mempunyai permukaan membran yang halus dan tidak
mengandung ribosom. Kedua tipe ini merupakan tempat enzim-enzim yang diperlukan
untuk metabolisme obat.
Sebagian besar obat diberikan secara oral. Usus ternyata juga mempunyai peran
penting dalam proses metabolisme obat. Adanya flora bakteri normal di usus halus dan
usus besar dapat memetabolisis obat dengan cara kerja yang sama dengan enzim- enzim
mikrosom hati. Sejumlah konjugat glukuronida diketahui dikeluarkan oleh empedu ke
usus. Di usus konjugat tersebut terhidrolisis oleh enzim ẞ-glukuronidase menghasilkan
obat bebas yang bersifat lipofil. Obat bebas ini diserap secara difusi pasif melalui dinding
usus, masuk peredaran darah dan kembali ke hati. Di hati terjadi konjugasi kembali
menghasilkan konjugat yang hidrofil, kemudian dikeluarkan lagi melalui empedu. Di
usus konjugat terhidrolisis lagi, demikian seterusnya sehingga merupakan suatu siklus.
Proses siklik ini disebut siklus enterohepatik. Konjugat obat yang tidak mengalami
hidrolisis langsung diekskresikan melalui tinja.
C. Jalur Umum Metabolisme Obat dan Senyawa Organic Asing
Reaksi metabolisme obat dan senyawa organic asing ada 2 tahap yaitu:
1. Reaksi fasa I atau reaksi fungsionalisasi
Yang termasuk reaksi fasa I adalah reaksi-reaksi oksidasi, reduksi dan
hidrolisis. Tujuan reaksi ini adalah memasukkan gugus fungsional tertentu yang
bersifat polar, seperti OH, COOH, NH2, atau SH, ke struktur molekul senyawa.
2. Reaksi fasa II atau reaksi konjugasi
Yang termasuk reaksi fasa II adalah reaksi konjugasi, metilasi dan asetilasi.
Tujuan reaksi ini adalah mengikat gugus fungsional hasil metabolit reaksi fasa I
dengan senyawa endogen yang mudah terionisasi dan bersifat polar, seperti asam
glukuronat, sulfat, glisin dan glutamin, menghasilkan konjugat yang mudah larut
dalam air. Selain itu senyawa induk yang sudah mengandung gugus-gugus fungsional,
seperti OH, COOH dan NH₂, secara langsung terkonjugasi oleh enzim-enzim pada
fasa II.
Konjugasi dengan glutation atau asam merkapturat bertujuan melindungi
tubuh dari senyawa atau metabolit reaktif yang bersifat toksik. Hasil konjugasi yang
terbentuk (konjugat) kehilangan aktivitas dan toksisitasnya, dan kemudian
diekskresikan melalui urin. Reaksi metilasi dan asetilasi bertujuan membuat senyawa
menjadi tidak aktif.

D. Peran Sitokrom P-450 dalam Metabolisme Obat


Pada metabolisme obat, Gambaran secara tepat sistem enzim yang bertanggungjawab
terhadap proses oksidasi dan reduksi, masih belum diketahui secara jelas. Secara umum
diketahui bahwa sebagian besar reaksi metabolik akan melibatkan proses oksidasi.
Proses ini memerlukan enzim sebagai kofaktor, yaitu bentuk tereduksi dari nikotinamid-
adenin-dinukleotida fosfat (NADPH) dan nikotinamid-adenin- dinukleotida (NADH).

Sistem oksidasi ini sangat kompleks, tidak hanya melibatkan NADPH saja tetapi juga
flavoprotein NADPH-sitokrom C reduktase, sitokrom B, dan feri heme-protein (feri
sitokrom P-450).
Substrat (RH) berkombinasi dengan oksigen (O2) membentuk metabolit teroksidasi
(ROH) dan air. Reaksi oksidasi substrat ini berlangsung karena bantuan sitokrom P-450.
Mekanisme reaksi oksidasi substrat dijelaskan sebagai berikut.

A = bentuk teroksidasi dari sitokrom P-450


Enzim sitokrom P-450 adalah suatu heme-protein. Dinamakan sitokrom P-450 karena
bentuk tereduksi enzim, yaitu (Fe).RH, dapat membentuk kompleks dengan karbon
monoksida (CO), yang bila absorbansinya diamati dengan spektrofotometer mempunyai
panjang gelombang maksimum 450 nm.
Tipe-tipe reaksi oksidasi oleh sitokrom P-450 dapat disederhanakan sebagai
berikut.
E. Reaksi metabolisme fasa I
 Oksidasi
 Oksidasi ikatan rangkap alifatik
Oksidasi metabolic ikatan rangkap akan menghasilkan epoksida yang lebih stabil
dibandingkan arena oksida. Contohnya : karbamazepin, stiren oksida, aflatoksin,
dietilstilbenstrol

 Oksidasi atom C benzilik


Mengoksidasi atom C yang berikatan langsung dengan benzene (benzyl).
Atom C→alkohol→asam alkanoat
 Oksidasi atom C alilik

 Oksidasi atom C karbonil

 Oksidasi atom C alifatik alisiklik

F. Reakssi metabolisme fase II


 Reaksi Konjugasi
Dapat merupah senyawa metabolit fase I menjadi :
- Lebih polar
- Mudah larut dalam air
- Tidak toksik
- Tidak aktif
- Diekskresikan melalui ginjal atau empedu
 Konjugasi asam glukoronat
Merupakan cara yang umum dalam metabolisme fase II. Hamper semua obat
mengalami konjugasi ini, dikarenakan :
- Sejumlah besar gugus fungsional obat dapat berkombinasi secara
enzimatik dengan asam glukoronat
- Tersedianya D-asam glukoronat dalam jumlah yang cukup dari
metabolisme glukosa

Pembentukan beta-glukoronida melalui 2 tahap :

- Sintesis asam uridin-5’-difosfo-a-D-glukoronat(UDPGA), suatu koenzim


aktif
- Pemindahan gugus glukoronil dari UDPGA ke substrat, dikatalisis oleh
enzim mikrosom UDP-glukoronil transferase

Tipe senyawa konjugasi asam glukoronat

 O-glukoronida
 N-glukoronida
 S-glukoronida
 C-glukoronida
 Konjugasi Sulfat
Terutama terjadi pada senyawa fenol. Umumnya untuk meningkatkan kelarutan
senyawa dalam air, membuat nin toksik. Jumlah sulfat dalam tubuh agak terbatas
sehingga hanya untuk beberapa senyawa endogen, seperti :
- Steroid
- Heparin
- Tiroksin

Proses konjugasi sulfat melalui 2 tahap:

 Aktivasi sulfat anorganik menjadi koenzim 3-fosfoadenosin-5 fosfosulfat


(PAPS)
 Pemindahan gugus sulfat darii PAPS ke substrat. Pemindahan ini
dikatalisis oleh enzim sulfotransferase terutama di hati

Tipe senyawa konjugasi sulfat

- Mengandung gugus fenol


 Metildopa
 Terbutaline
 Aseamininofen
- Mengandung gugus alkohool
 Etanol
 Dietiilglikol
- Mengandung gugus aromatik
 Fenasetin
 Reaksi asetilasi
Merupakan jalur metabolisme yang mengandung gugus amin primer. Hasil N-
asetilasi tidak hanya meningkatkan kelarutan dalam air. Fungsi utama reaksi
asetilasi adalah membuat senyawa menjadi tidak aktif untuk detoksifikasi.
Terkadang metabolit menjadi lebih aktif contoh : N-setilprokainamid lebiih toksi.
Senyawa asetil berasal dari asetil-KoA.

Anda mungkin juga menyukai