Anda di halaman 1dari 15

FARMAKOLOGI DASAR SEMESTER 2

ONLINE 9 MARET 2020

MATERI KE-5 : METABOLISME OBAT

METABOLISME
Definisi Metabolisme adalah: Proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi di
dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Hinz, 2005)

Metabolisme obat mempunyai dua efek penting yaitu:

a. Obat menjadi lebih hidrofilik. Hal ini dapat mempercepat ekskresinya melalui
ginjal karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi
dalam tubulus ginjal.
b. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak
selalu seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif)
daripada obat asli (Mutschler, 1986).

Enzim yang berperan dalam dalam biotransformasi obat dapat dibedakan


berdasarkan letaknya di dalam sel, yaitu enzim mikrosom yang tedapat dalam
retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk kromosom) dan
enzim non mikrosom

Kedua enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat
dalam sel jaringan lain, misalnya: ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan plasma. Di
lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan oleh flora
usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi glukoronida, sebagian besar reaksi
oksidasi obat, serta reksi reduksi dan hidrolis is. Sedangkan enzim non mikrosom
mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan
hidrolisis (Gordon dan Skett,1991).

Metabolisme obat disebut juga biotransformasi meskipun antara keduanya juga sering
dibedakan. Sebagian ahli mengatakan bahwa istilah metabolisme hanya ditujukan
untuk perubahan-perubahan biokimiawi atau kimiawi yang dilakukan oleh tubuh
terhadap senyawa endogen sedang biotransformasi peristiwa yang sama bagi
senyawa eksogen (xenobiotika). Reaksi metabolisme obat tersebut sebagian besar
terjadi pada oragn hati khususnya pada sub-seluler retikulum endoplasma.

Organ-organ yang bertanggung jawab dalam metabolisme obat adalah hati, paru,
ginjal, mukosa dan darah merah. Tabel di bawah ini menjelaskan sel yang
mengandung enzim metabolisme obat pada berbagai organ:

Metabolisme obat adalah sangat komplek. Biasanya, metabolit obat adalah lebih
larut dalam air daripada obatnya karena mengandung gugus fungsional yang dapat
berkonjugasi dengan gugus hidrofilik. Meskipum metabolit biasanya larut dalam air
tetapi ada pengecualian pada p-asam klorofenaseturat (metabolit p-asam
klorofenilasetat) atau N-4-asetilsulfanilamid (metabolit sulfanilamid). Sering terjadi
bahwa metabolit obat lebih diionisasi pada pH fisiologi daripada obatnya sehingga
bentuk garam yang larut dalam air dapat menurunkan kelarutannya dalam lipid
sehingga mudah untuk diekskresikan (Gibson and Skett, 1986).

Pada proses biotransformasi atau metabolisme, konsentrasi enzim pada metabolit


obat dalam tubuh adalah konstan pada site tertentu dan konsentrasi obat (substrat)
dapat berbeda. Bila konsentrasi obat relatif rendah terhadap konsentrasi enzim, ada
enzim yang melimpah untuk mengkatalisa reaksi dan laju metabolis me merupakan
suatu proses orde ke satu. Kinetika enzim secara umum menganggap bahwa satu
molekul obat berinteraksi dengan satu molekul enzim untuk membent uk suau molekul
intermediet enzim-obat atau enzim-substrat. Enzim-substrat ini selanjutnya bereaksi
untuk menghasilkan produk yang disebut metabolit (Shargel,2012).
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau
mengurangi jumlah obat yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya.
Diantaranya interaksi pada metabolisme obat (BNF 58, 2009).

Interaksi pada metabolisme obat:

a. Perubahan pada metabolisme fase pertama


Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah dalam
urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi senyawa lipid kurang larut,
yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang
akan bertahan dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama.
Perubahan kimia ini disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau
kadang-kadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi didalam serum,
ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan
di membran retikulum endoplasma sel-sel hati (Stockley, 2008).

Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I
(melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang
lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain
(misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat
senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim
sitokrom P450 (Stockley, 2008).

b. Induksi Enzim
Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan
peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama,
alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga
meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya (Stockley, 2008).
c. Inhibisi enzim
Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat
terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin
memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang
sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga terjadi
perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolis me yang paling sering dihambat
adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak
interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika
serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara klinis
(Stockley, 2008).

d. Faktor genetik dalam metabolisme obat


Peningkatan pemahaman genetika telah menunjukkan bahwa beberapa isoenzim
sitokrom P450 memiliki polimorfisme genetik, yang berarti bahwa beberapa dari
populasi memiliki varian isoenzim yang berbeda aktivitas. Contoh yang paling
terkenal adalah CYP2D6, yang sebagian 28 kecil populasi memiliki varian aktivitas
rendah dan dikenal sebagai metabolisme lambat.

Sebagian lainnya memiliki isoenzim cepat atau metabolisme ekstensif. Kemampuan


yang berbeda dalam metabolisme obat-obatan tertentu dapat menjelaskan mengapa
beberapa pasien berkembang mengalami toksisitas ketika diberikan obat
sementara yang lain bebas dari gejala (Stockley, 2008).
e. Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi Siklosporin
dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim ini, sedangkan
ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak mengherankan bahwa rifamp is in
mengurangi efek siklosporin sementara ketokonazol meningkatka nnya (Stockley,
2008).
Kinetika Inhibisi Enzim
Beberapa obat dapat bekerja untuk menghambat enzim memetabolisme obat- obat
lain dalam tubuh. Suatu penghambatan dapat menurunkan laju metabolis me obat
melalui beberapa mekanisme yang berbeda. Penghambatan dapat berkombinasi
dengan suatu kofaktor seperti NADPH2 yang diperlukan untuk aktivitas enzim.
Penghambatan enzim dapat reversibel atau irreversible (Shargel,2012).
Penghambatan ini terbagi menjadi:
a. Inhibisi enzim kompetitif, penghambatan dan substrat obat berkompetisi untuk
pusat aktif yang sama pada enzim. Obat dan penghambatan dapat mempunya i
struktur kimia yang serupa. Suatu peningkatan konsentrasi obat (substrat) dapat
mendesak penghambatan dari enzim dan pengembalian pengahambatan secara
sebagian (parsial) atau secara penuh.
b. Inhibisi enzim nonkompetitif, penghambatan dapat menghambatan enzim
melalui kombinasi pada satu site pada enzim yang berbeda dari site aktif (suatu
site allosterik). Kasus ini didasarkan oleh konsentrasi peghambatan
(Shargel,2012).

Metabolisme Liver
Liver merupakan organ yang memiliki perananan penting dalam proses metabolisme.
Oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi merupak reaksi yang paling umum.
Metabolisme obat dalam liver bergantung aliran dan site. Beberapa enzim hanya
dicapai bila aliran darah berjalan dari arah tertentu. Jumlah enzim yang terlibat dalam
metabolisme obat tidak merata pada seluruh liver. Sebagai akibatnya, perubahan
aliran darah dapat sangat mempengaruhi fraksi obat termetabolisme. Secara klinis,
penyakit liver, seperti sirosis dapat menyebabkan fibrosis, nekrosis, dan hepatik shunt,
mengakibatkan perubahan aliran darah dan mengubah bioavaibilitas obat
(Shargel,2012).
Enzim liver yang telibat dalam metabolisme adalah MFO (Mixed Functions Oxidase).
Merupakan enzim structural yang merupakan seuatu sisterm transpor elektron yang
memerlukan NADPH tereduksi (NADPH2), oksigen molekuler, sitokrom P450,
NADPH-sitokrom, P450 reduktase, dan fospolipid (Shargel,2012).

Reaksi Biotransformasi Obat


Enzim biotransformasi hepatik memainkan peranan penting untuk inaktivasi dan
selanjutnya elimasi obat-obat yang tidak terbersihkan dengan mudah melalui ginja l.
Untuk obat-obat ini misalnya teofilin, fenitoin, asetamiofen dan lainnya ada hubungan
langsung antara laju metabolisme obat dan paruh waktu eliminasi. Untuk sebagian
besar reaksi biotransformasi, metabolit obat adalah lebih polar daripada senyawa
induk. pengubahan obat menjadi metabolit yang lebih polar memungkinkan obat
terelimasi lebih cepat dibandgkan jika obat larut dalam lemak. Obat-obat yang larut
dalam lemak melewati membran sel dan dengan mudah di reabsorpsi oleh sel-sel
tubula ginjal, sehingga cenderung tinggal lebih lama di dalam tubuh (Shargel,2012).
Sifat obat dan rute pemakaian dapat mempengaruhi tipe metabolit yang terbentuk.
Biotransformasi digolongkan menurut aktivitas farmakologis dari metabolit atau
menurut mekanisme biokimiauntuk setiap reaksi biofarmasi. Untuk sebagian besar
obat, biotransformasi menghasilkan bentuk metabolit yang lebih polar yang tidak aktif
secara farmakologis, dan dieleminasi lebh cepat daripada induknya. Untuk beberapa
obat, metabolit dapat aktif secara farmakologis atau menghasilkan efek toksik.
Prodrug adalah tidak aktif dan harus mengalami biotransformasi dalam tubuh untuk
menjadi metabolit yang mempunyai aktivitas farmakologi (Shargel,2012).

Jalur metabolisme obat


Telah disampaikan bahwa tempat metabolisme obat terutama pada hati. Enzim yang
berperan dalam metabolisme obat terdapat pada fraksi mitokondr ia l atau
mikrosomal. Bahkan metabolisme obat dapat terjadi manakala enzim metabolisme
diproduksi oleh sel-sel di sirkulasi sistemik. Obat kemungkina n dimetabolisme dalam
epitelium gastrointestinal selama absorpsi atau oleh hati sebelum mencapai sirkulasi
sistemik, proses terakhir ini dinamakan efek lintas pertama (first-pass effect) yang
mengakibatkan penurunan bioavailabilitas. Reaksi metabolisme obat atau
biotransformasi dibagi menjadi 2 :
1. Metabolisme obat fase I (fase non sintetik)
2. Metabolisme obat fase II (fase sintetik)

Reaksi Fase I
Reaksi metabolisme obat ini disebut juga fase non sintetik atau reaksi fungsional.
Reaksi metabolisme obat ini bukan reaksi sintesis atau pembentuka n suatu
senyawa yang baru tetapi menciptakan gugus fungsional reaktif bagi senyawa
tersebut. Enzim reaksi metabolisme obat fase I biasanya terdapat pada mikrosoma l
(retikulum endoplasma). Makna dari reaksi metabolisme fase I ini adalah
meningkatkan efek atau potensi bagi suatu senyawa dan memudahkan suatu
senyawa untuk bereaksi dengan enzim-enzim metabolisme obat fase II. Contoh
metabolisme obat fase I adalah reaksi oksidasi yang melibatkan sitokrom P-450,
oksidasi, reduksi, hidrolisis dan dehalogenasi. (Shargel,2012).

Sistem mono-oksigenase P-450


Enzim sitokrom P-450 merupakan suatu haem protein. Enzim tersebut mempunyai
sifat redoks yang khusus dalam fungsi sebagai pemetabolisme. Enzim P-450 juga
mempunyai sifat spektral yang khusus dan bentuk tereduksi dari enzim tersebut dapat
berkombinasi dengan karbon monooksida untuk membentuk senyawa

berwarna merah muda (pink) sehingga disebut dengan " P " dengan absorsi
maksimum pada panjang gelombang 450 (berkisar 447-452). Pada perkembangan
selanjunya, observasi periakuan tikus dengan dengan 3- metil-kolantren (senyawa
penginduksi) mengakibatkan pergeseran pada enzim tersebut. Ini membuktika n
bahwa terdapat lebih dari satu bentuk enzim sitokrom P-450.
Sistem sitokrom P-450 hepatik merupakan suatu super familia yang luas yang
terdiri dari berbagai enzim yang dibedakan oleh susunan asam aminonya, pengaturan
suatu senyawa penginduksi atau pereduksi dan spesifikasi reaksi yang dikatalisnya.
Purifikasi enzim P-450 dan klonining cDNA dapat mengklasifikasi P- 450 menjadi
beberapa sub-familia. Sebanyak 74 gen familia telah diketahui dan dikelompokkan
menjadi 3 sub-familia yaitu CYP 1, 2 dan 3 yang tertibat dalam metabolisme hati pada
manusia. Sebagai contoh adalah CYP1A2, CYP2A6, CYP3A4 dan CYP2D6.
Sistem sitokrom P-450 terlibat pada reaksi metaoblisme obat oksidasi yang
membutuhkan molekul oksigen, NADPH dan flavoprotein (NADPH-P 450 reduktase).
Efek dari reaksi tersebut adalah penambahan satu atom oksigen (dari oksigen
rnolekular) terhadap obat untuk membentuk gugus hidroksi (D-OH). Lebih lanjut,
senyawa hasil reaksi ini akan bersifat lebih polar sehingga mudah diekskresikan dan
mudah bereaksi dengan enzim-enzim fase metabolisme obat fase II.

Reaksi Fase II
Reaksi metabolisme obat fase II disebut juga fase sintetik atau reaksi konjugasi.
Reaksi metabolisme obat fase II ini merupakan jalur detoksifikasi. Pada reaksi ini
menciptakan suatu senyawa yang baru dan biasanya metabolitnya berupa senyawa
tidak aktif yang mudah dieksresikan. Makna dari reaksi metabolisme fase II adalah
metabolit yang terbentuk umumnya bersifat polar atau mudah terionisas i pada pH
fisiologi sehingga lebih mudah diekskresikan dan mengubah molekui obat yang aktif
menjadi metabolit yang relatif kurang aktif. Contoh metabolisme obat
fase II adalah reaksi konjugasi sulfat, konjugasi glukuronat dan konjugasi
merkapturat.
Gugus yang sering terlibat dalam reaksi konjugasi adalah sulfat, metil, asetil, glisil dan
glukuronil. Pembentukan glukuronida melibatkan pembentukan senyawa fosfat energi
tinggi, uridin difosfat asam glukuronat (UDPGA), dari bagian asam glukuronat ditransfer
pada atom kaya elektron (N, O atau S) pada substrat membentuk suatu amida,
ester atau tiol. Reaksi tersebut dikatalis oleh enzim UDP glukuronil transferase yang
mempunyai spesifikasi substrat yang luas sehingga rekasi tersebut dapat terjadi
pada beberapa obat dan juga pada senyawa endogen seperti bilirubin dan
kortikosteroid adrenal. Reaksi asetilasi dan metilasi terjadi berturut-turut dengan asetil-
KoA dan S-adenosil metionin beraksi sebagai senyawa donor.

Reaksi konjugasi menggunakan reagen konjugat yang diperoleh dari senyawa


biokimia yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Reaksi ini
melibatkan suatu bentuk bahan pengkonjugasi aktif, kaya energi, seperti asam uridin
difosfoglukuronat (UDPGA), asetil koA, 3’fosfoadenosin 5’fosfosulfa t (PAPS), atau S-
adenosilmethionin (SAM), dengan adanya enzim transferase yang sesuai,
berkombinasi dengan obat membentuk konjugat. Sebaliknya, obat dapat diaktivasi
menjadi senyawa energi tinggi yang kemudian bereaksi dengan bahan pengkonjugasi
dengan adanya enzim transferase.
Selanjutnya, reaksi konjugasi N-asetilasi menunjukkan polimorfisme genetik: untuk
obat tertentu, populasi manusia dapat dibagi menjadi asetilator cepat dan lambat.

Terakhir beberapa reaksi konjugasi ini dapat berkurang atau rusak pada kesalahan
metabolisme bawaan lahir. Konjugasi glukuronat dan sulfat merupakan reaksi fase II
yang lazim menghasilkan metabolit larut air yang dieskresi secara cepat dalam
empedu (untuk beberapa glukuronida berat molekul tinggi) dan/atau urine.
Asetilasi dan sintesis asam merkapturat merupakan reaksi konjugasi yang sering
berimplikasi pada toksisitas obat (Shargel,2012).

1. Asetilasi
Untuk beberapa alasan reaksi asetilasi merupakan reaksi konjugasi yang penting.
Pertama, produk asetilasi umumnya kurang polar dibanding obat induk. Asetilasi
dari beberapa obat seperti sulfanilamid, sulfadiazin, dan sulfisoksazol menghasilkan
metabolit yang kurang larut dalam air, dan dalam konsentrasi yang cukup akan
mengendap dalam tubulus ginjal sehingga menyebabkan kerusakan ginjal dan
kristaluria. Di samping itu, metabolit yang kurang polar akan diabsorpsi kembali dalam
tubulus ginjal dan mempunya i waktu paruh eliminasi yang lebih panjang. Terdapat
dua populasi yang berbeda telah diamati yaitu inaktivasi lambat dan inaktivasi cepat.
Oleh karena itu, kelompok inaktivasi lambat lebih peka terhadap toksisitas obat
yang disebabkan waktu paruh eliminasi yang lebih panjang dan adanya akumulas i
obat (Shargel,2012).

2. Konjugasi Glutation dan Asam Merkapturat

Glutation (GSH) merupakan tripeptida dari glutamil-sistein-glisin yang terlibat dalam


berbagai reaksi biokimia penting. GSH penting dalam detoksifikasi oksigen
intermediet reaktif menjadi metabolit nonreaktif dan merupakan molekul intraseluler
utama untuk proteksi sel terhadap senyawa elektrofilik reaktif. Melalui gugus nukleofilik
sulfhidril dari resdu sistein, GSH bereaksi secara nonenzimatis dan enzimatis melalui
enzim glutation S- transferase, dengan intermediet oksigen elektrofilik reaktif dari
obat-obat tertentu, terutama hidrokarbon aromatis yang merupakan prekursor untuk
suatu gugus konjugat obat yang dikenal sebagai derivat asam merkapturat (N-
Asetilsistein). Pembentukan enzimatis konjugat GSH dapat jenuh. Dosis tinggi dari
obat- obat seperti asetaminofen (APAP) dapat membentuk intermediet elektrofilik dan
mendeplesi GSH dalam sel. Intermediet reaktif berikatan secara kovalen ke
makromolekul seluler hepatik, mengakibatkan kerusakan seluler dan nekrosis.
Antidotum yang diusulkan untuk intoksikasi (overdosis) asetaminofen adalah
pemberian N-asetilsistein (Mucomyst), suatu molekul obat yang mengandung gugus
sulfhidril (R-SH) (Shargel,2012).

FIRST-PASS EFFECTS
Untuk beberapa obat, rute pemakaian mempengaruhi kecepatan metabolis me.
Sebagai contoh, obat yang diberikan parenteral, transdermal atau inhalasi akan
mempunyai kemungkinan untuk terdistribusi dalam tubuh sebelum dimetabolis me
oleh hati. Sebaliknya bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemik nya
kurang dari 1 dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus
dinding saluran cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat yang
mengalami eliminasi presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa usus dan
dalam hepar (Setyawati, 2005).
Obat yang digunakan secara oral akan melalui liver (hepar) sebelum masuk
ke dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh (misalnya otak, jantung, paru-paru
dan jaringan lainnya). Di dalam liver terdapat enzim khusus yaitu sitokrom P-450
yang akan mengubah obat menjadi bentuk metabolitnya. Metabolit umumnya
menjadi lebih larut dalam air (polar) dan akan dengan cepat diekskresi ke luar tubuh
melalui urin, feses, keringat dan lain-lain. Hal ini akan secara
dramatik
mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang mengalami first pass
metabolism akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek yang di hasilkan juga
berkurang (Hinz, 2005)

Faktor-faktor yang mempengaruhi metabolisme obat


Metabolisme obat di dalam tubuh dapat mengalami perubahan dan hal ini membawa
dampak pada perubahan efek farmakologi obat yang bersangkutan, Adapun faktor-
faktor yang mempengaruhi metabolisme obat adalah :
a. Intrinsik obat
Faktor intrinsik obat ini meliputi kelarutannya dalam lipid, ikatan protein plasma,
dosis yang digunakan dan cara pemberian.
b. Fisiologi organisme
Faktor fisiologi ini adalah jenis makhluk hidup, galur (ras), jenis kelamin, umur dan
kondisi kehamilan. Malation suatu jenis pestisida, pada mamalia dan manusia diubah
menjadi malation diasid dan mengalami dekarboksilasi dan dikonjugasikan dengan
enzim metabolisme fase II untuk diekskresikan, sedangkan pada insektisida malation
diubah menjadi malaokson yang bersifat toksik.
Proses asetilasi sulfonilamid pada tikus jantan lebih efektif dibandingka n betina.
Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan faktor hormonal dari kedua jenis kelamin
tersebut. Faktor perbedaan ras juga dapat mempengaruhi reaksi
metabolisme misalnya pada asetilasi beberapa obat antara lain sulfonamida dan
isoniasid. Perbedaan ras tersebut, proses metabolisme asetilasi pada manusia dibagi
menjadi dua tipe yaitu asetilator cepat, dimana proses metabolis me asetilasinya relatif
lebih cepat dan asetilastor lambat, sebaliknya(Mike, 2005).
c. Farmakologi
Faktor ini meliputi induksi dan inhibisi enzim metabolisme. Beberapa obat yang
dapat menginduksi senyawa lain misalnya fenobarbital, progesteron dan tolbutamid.
Obat tersebut dapat menginduksi enzim metabolisme obat sehingga keberadaan
obat dalam tubuh menjadi berkurang mengakibatkan penurunan efek klinik obat.
Sedangkan inhibitor enzim misalnya aspirin, kloramfeniko l, fenilbutason yang masing-
masing menghambat metabolisme fase I klorpropamid, heksobarbital dan
difenilhidantion. Adanya inhibitor tersebut akan menghambat reaksi metabolisme
obat sehingga keberadaan obat dalam tubuh meningkat dan sebagai konsekuensi
klinik adalah kenaikan efek farmakologinya (Mike, 2005).
d. Kondisi patologi
Kondisi patologi meliputi jenis dan tingkat penyakit dapat mempengar uhi metabolisme
suatu obat. Telah disampaikan bahwa hati merupakan organ utama bagi reaksi
metabolisme obat sehingga apabila terjadi kondisi patologi pada organ tersebut
misalnya nekrosis hepar atau hepatitis maka obat yang lebih dominan dimetabolisme
di hati seperti tolbutamid dapat mengalami gangguan metabolisme sehingga efek
farmakologinya dapat meningkat. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai penyesuaian
dosis pada penderita tersebut adalah penting bagi pada apoteker yang akan
berkerja di rumah sakit (Mike, 2005).
e. Susunan makanan
Unsur-unsur makanan meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin, unsur runutan
dan alkohol dapat mempengaruhi metabolisme obat. Ini terkait bahwa unsur makanan
tersebut dapat memacu kemampuan baik secara kualitas maupun kapasitas enzim
metabolisme obat khususnya P-450 untuk
mengkatalisis reaksi metabolisme obat. 6. Lingkungan Faktor lingkunga n meliputi
produk petroleum, logam berat dan insektisida yang berasal dari cemaran
lingkungan. Mekanisme dari faktor tersebut adalah juga terkait dengan
kemampuannya menginduksi atau menghambat enzim pemetabolisme (Mike, 2005).

Anda mungkin juga menyukai