METABOLISME
Definisi Metabolisme adalah: Proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi di
dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Hinz, 2005)
a. Obat menjadi lebih hidrofilik. Hal ini dapat mempercepat ekskresinya melalui
ginjal karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi
dalam tubulus ginjal.
b. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak
selalu seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif)
daripada obat asli (Mutschler, 1986).
Kedua enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat
dalam sel jaringan lain, misalnya: ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan plasma. Di
lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan oleh flora
usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi glukoronida, sebagian besar reaksi
oksidasi obat, serta reksi reduksi dan hidrolis is. Sedangkan enzim non mikrosom
mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan
hidrolisis (Gordon dan Skett,1991).
Metabolisme obat disebut juga biotransformasi meskipun antara keduanya juga sering
dibedakan. Sebagian ahli mengatakan bahwa istilah metabolisme hanya ditujukan
untuk perubahan-perubahan biokimiawi atau kimiawi yang dilakukan oleh tubuh
terhadap senyawa endogen sedang biotransformasi peristiwa yang sama bagi
senyawa eksogen (xenobiotika). Reaksi metabolisme obat tersebut sebagian besar
terjadi pada oragn hati khususnya pada sub-seluler retikulum endoplasma.
Organ-organ yang bertanggung jawab dalam metabolisme obat adalah hati, paru,
ginjal, mukosa dan darah merah. Tabel di bawah ini menjelaskan sel yang
mengandung enzim metabolisme obat pada berbagai organ:
Metabolisme obat adalah sangat komplek. Biasanya, metabolit obat adalah lebih
larut dalam air daripada obatnya karena mengandung gugus fungsional yang dapat
berkonjugasi dengan gugus hidrofilik. Meskipum metabolit biasanya larut dalam air
tetapi ada pengecualian pada p-asam klorofenaseturat (metabolit p-asam
klorofenilasetat) atau N-4-asetilsulfanilamid (metabolit sulfanilamid). Sering terjadi
bahwa metabolit obat lebih diionisasi pada pH fisiologi daripada obatnya sehingga
bentuk garam yang larut dalam air dapat menurunkan kelarutannya dalam lipid
sehingga mudah untuk diekskresikan (Gibson and Skett, 1986).
Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I
(melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang
lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain
(misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat
senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim
sitokrom P450 (Stockley, 2008).
b. Induksi Enzim
Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan
peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama,
alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga
meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya (Stockley, 2008).
c. Inhibisi enzim
Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat
terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin
memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang
sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga terjadi
perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur metabolis me yang paling sering dihambat
adalah fase I oksidasi oleh isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak
interaksi inhibisi enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika
serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara klinis
(Stockley, 2008).
Metabolisme Liver
Liver merupakan organ yang memiliki perananan penting dalam proses metabolisme.
Oksidasi, reduksi, hidrolisis dan konjugasi merupak reaksi yang paling umum.
Metabolisme obat dalam liver bergantung aliran dan site. Beberapa enzim hanya
dicapai bila aliran darah berjalan dari arah tertentu. Jumlah enzim yang terlibat dalam
metabolisme obat tidak merata pada seluruh liver. Sebagai akibatnya, perubahan
aliran darah dapat sangat mempengaruhi fraksi obat termetabolisme. Secara klinis,
penyakit liver, seperti sirosis dapat menyebabkan fibrosis, nekrosis, dan hepatik shunt,
mengakibatkan perubahan aliran darah dan mengubah bioavaibilitas obat
(Shargel,2012).
Enzim liver yang telibat dalam metabolisme adalah MFO (Mixed Functions Oxidase).
Merupakan enzim structural yang merupakan seuatu sisterm transpor elektron yang
memerlukan NADPH tereduksi (NADPH2), oksigen molekuler, sitokrom P450,
NADPH-sitokrom, P450 reduktase, dan fospolipid (Shargel,2012).
Reaksi Fase I
Reaksi metabolisme obat ini disebut juga fase non sintetik atau reaksi fungsional.
Reaksi metabolisme obat ini bukan reaksi sintesis atau pembentuka n suatu
senyawa yang baru tetapi menciptakan gugus fungsional reaktif bagi senyawa
tersebut. Enzim reaksi metabolisme obat fase I biasanya terdapat pada mikrosoma l
(retikulum endoplasma). Makna dari reaksi metabolisme fase I ini adalah
meningkatkan efek atau potensi bagi suatu senyawa dan memudahkan suatu
senyawa untuk bereaksi dengan enzim-enzim metabolisme obat fase II. Contoh
metabolisme obat fase I adalah reaksi oksidasi yang melibatkan sitokrom P-450,
oksidasi, reduksi, hidrolisis dan dehalogenasi. (Shargel,2012).
berwarna merah muda (pink) sehingga disebut dengan " P " dengan absorsi
maksimum pada panjang gelombang 450 (berkisar 447-452). Pada perkembangan
selanjunya, observasi periakuan tikus dengan dengan 3- metil-kolantren (senyawa
penginduksi) mengakibatkan pergeseran pada enzim tersebut. Ini membuktika n
bahwa terdapat lebih dari satu bentuk enzim sitokrom P-450.
Sistem sitokrom P-450 hepatik merupakan suatu super familia yang luas yang
terdiri dari berbagai enzim yang dibedakan oleh susunan asam aminonya, pengaturan
suatu senyawa penginduksi atau pereduksi dan spesifikasi reaksi yang dikatalisnya.
Purifikasi enzim P-450 dan klonining cDNA dapat mengklasifikasi P- 450 menjadi
beberapa sub-familia. Sebanyak 74 gen familia telah diketahui dan dikelompokkan
menjadi 3 sub-familia yaitu CYP 1, 2 dan 3 yang tertibat dalam metabolisme hati pada
manusia. Sebagai contoh adalah CYP1A2, CYP2A6, CYP3A4 dan CYP2D6.
Sistem sitokrom P-450 terlibat pada reaksi metaoblisme obat oksidasi yang
membutuhkan molekul oksigen, NADPH dan flavoprotein (NADPH-P 450 reduktase).
Efek dari reaksi tersebut adalah penambahan satu atom oksigen (dari oksigen
rnolekular) terhadap obat untuk membentuk gugus hidroksi (D-OH). Lebih lanjut,
senyawa hasil reaksi ini akan bersifat lebih polar sehingga mudah diekskresikan dan
mudah bereaksi dengan enzim-enzim fase metabolisme obat fase II.
Reaksi Fase II
Reaksi metabolisme obat fase II disebut juga fase sintetik atau reaksi konjugasi.
Reaksi metabolisme obat fase II ini merupakan jalur detoksifikasi. Pada reaksi ini
menciptakan suatu senyawa yang baru dan biasanya metabolitnya berupa senyawa
tidak aktif yang mudah dieksresikan. Makna dari reaksi metabolisme fase II adalah
metabolit yang terbentuk umumnya bersifat polar atau mudah terionisas i pada pH
fisiologi sehingga lebih mudah diekskresikan dan mengubah molekui obat yang aktif
menjadi metabolit yang relatif kurang aktif. Contoh metabolisme obat
fase II adalah reaksi konjugasi sulfat, konjugasi glukuronat dan konjugasi
merkapturat.
Gugus yang sering terlibat dalam reaksi konjugasi adalah sulfat, metil, asetil, glisil dan
glukuronil. Pembentukan glukuronida melibatkan pembentukan senyawa fosfat energi
tinggi, uridin difosfat asam glukuronat (UDPGA), dari bagian asam glukuronat ditransfer
pada atom kaya elektron (N, O atau S) pada substrat membentuk suatu amida,
ester atau tiol. Reaksi tersebut dikatalis oleh enzim UDP glukuronil transferase yang
mempunyai spesifikasi substrat yang luas sehingga rekasi tersebut dapat terjadi
pada beberapa obat dan juga pada senyawa endogen seperti bilirubin dan
kortikosteroid adrenal. Reaksi asetilasi dan metilasi terjadi berturut-turut dengan asetil-
KoA dan S-adenosil metionin beraksi sebagai senyawa donor.
Terakhir beberapa reaksi konjugasi ini dapat berkurang atau rusak pada kesalahan
metabolisme bawaan lahir. Konjugasi glukuronat dan sulfat merupakan reaksi fase II
yang lazim menghasilkan metabolit larut air yang dieskresi secara cepat dalam
empedu (untuk beberapa glukuronida berat molekul tinggi) dan/atau urine.
Asetilasi dan sintesis asam merkapturat merupakan reaksi konjugasi yang sering
berimplikasi pada toksisitas obat (Shargel,2012).
1. Asetilasi
Untuk beberapa alasan reaksi asetilasi merupakan reaksi konjugasi yang penting.
Pertama, produk asetilasi umumnya kurang polar dibanding obat induk. Asetilasi
dari beberapa obat seperti sulfanilamid, sulfadiazin, dan sulfisoksazol menghasilkan
metabolit yang kurang larut dalam air, dan dalam konsentrasi yang cukup akan
mengendap dalam tubulus ginjal sehingga menyebabkan kerusakan ginjal dan
kristaluria. Di samping itu, metabolit yang kurang polar akan diabsorpsi kembali dalam
tubulus ginjal dan mempunya i waktu paruh eliminasi yang lebih panjang. Terdapat
dua populasi yang berbeda telah diamati yaitu inaktivasi lambat dan inaktivasi cepat.
Oleh karena itu, kelompok inaktivasi lambat lebih peka terhadap toksisitas obat
yang disebabkan waktu paruh eliminasi yang lebih panjang dan adanya akumulas i
obat (Shargel,2012).
FIRST-PASS EFFECTS
Untuk beberapa obat, rute pemakaian mempengaruhi kecepatan metabolis me.
Sebagai contoh, obat yang diberikan parenteral, transdermal atau inhalasi akan
mempunyai kemungkinan untuk terdistribusi dalam tubuh sebelum dimetabolis me
oleh hati. Sebaliknya bila obat diberikan per oral, maka availabilitas sistemik nya
kurang dari 1 dan besarnya bergantung pada jumlah obat yang dapat menembus
dinding saluran cerna (jumlah obat yang diabsorpsi) dan jumlah obat yang
mengalami eliminasi presistemik (metabolisme lintas pertama) di mukosa usus dan
dalam hepar (Setyawati, 2005).
Obat yang digunakan secara oral akan melalui liver (hepar) sebelum masuk
ke dalam darah menuju ke daerah lain dari tubuh (misalnya otak, jantung, paru-paru
dan jaringan lainnya). Di dalam liver terdapat enzim khusus yaitu sitokrom P-450
yang akan mengubah obat menjadi bentuk metabolitnya. Metabolit umumnya
menjadi lebih larut dalam air (polar) dan akan dengan cepat diekskresi ke luar tubuh
melalui urin, feses, keringat dan lain-lain. Hal ini akan secara
dramatik
mempengaruhi kadar obat dalam plasma dimana obat yang mengalami first pass
metabolism akan kurang bioavailabilitasnya sehingga efek yang di hasilkan juga
berkurang (Hinz, 2005)