Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada
manusia atau hewan, memperelok badan

atau

bagian

badan

manusia

(Anief, 2006).
Dalam upaya meningkatkan kesehatan, penggunaan obat

digunakan

sebagai realisasi dari tindakan pencegahan (preventive), pengobatan (kurative),


dan pemulihan (rehabilitative). Bermacam-macam bentuk sediaan obat telah kita
ketahui, misalnya: potio, tablet, pulveres, kapsul, pil, suppositoria, suspensi,
emulsi, sirup, aerosol, dan masih banyak bentuk sediaan lainnya. Teknologi
farmasi adalah suatu ilmu yang digunakan untuk membuat berbagai bentuk
sediaan guna memperoleh sediaan yang memenuhi standart sesuai dengan sifat
zat aktif yang terkandung dan sediaan jadi yang diinginkan. Homogenitas sediaan
akan menentukan besarnya dosis yang diberikan pada setiap pemakaian. Salah
satu sediaan yang lebih disukai pasien adalah bentuk sediaan cair, karena lebih
cepat diabsorpsi, mudah diberikan untuk pasien pada kondisi khusus dan lanjut
usia, serta mudah ditelan. Salah satu sediaan tersebut adalah emulsi, emulsi lebih
stabil dari pada larutan.
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia
yang terlarut, misal terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau
campuran pelarut yang saling bercampur (Anonim, 2004). Larutan merupakan

sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai pelarut digunakan
air suling, kecuali dinyatakan lain (Anief, M, 2005).
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan,
maka zat padat tadi terbagi secara molekuler dalam cairan tersebut. Pernyataan
kelarutan zat dalam bagian tertentu

pelarut adalah kelarutan pada suhu 20o,

kecuali dinyatakan lain menunjukan 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian
volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan
zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu kamar
(Anief, M., 2005). Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara
merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan
jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik, jika larutan
diencerkan atau dicampur (Anonim, 1995).
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama
dalam kehidupan sehari-hari.Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang
penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling
melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.
Salah satu sistem koloid yang ada dalam kehidupan sehari hari dan dalam
industri adalah jenis emulsi.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang
terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan
terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar
dan cairan non polar.

Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase


cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun
gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak
stabil, butir butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan yaitu air
dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi (emulgator) yang
merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang
stabil. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting
agar memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan,
gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat
dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang
biasanya merupakan zat seperti putih telur (Anief, 2000).
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang
hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu
tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan
menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak
diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal
yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau
krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya 15%. Sifat
setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal
setengah padat (Anonim, 1995).

Polimer hidrofilik alam, semisintetik dan sintetik dapat digunakan bersama


surfaktan pada emulsi minyak dalam air karena akan terakumulasi pada antar
permukaan dan juga meningkatkan kekentalan fase air, sehingga mengurangi
kecepatan pembentukan agregat tetesan. Agregasi biasanya diikuti dengan
pemisahan emulsi yang relatif cepat menjadi fase yang kaya akan butiran dan
yang miskin akan tetesan. Secara normal kerapatan minyak lebih rendah daripada
kerapatan air, sehingga jika tetesan minyak dan agregat tetesan meningkat,
terbentuk krim. Makin besar agregasi, makin besar ukuran tetesan dan makin
besar pula kecepatan pembentukan krim (Anonim, 1995).
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting
untuk emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi.
Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan
yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan
bahan pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi
alam seperti tragakan dan gom (Anonim, 1995).
Dari hal tersebut diatas maka sangatlah penting untuk mempelajari sistem
emulsi karena dengan tahu banyak tentang sistem emulsi ini maka akan lebih
mudah juga untuk mengetahui zat zat pengemulsi apa saja yang cocok untuk
menstabilkan emulsi selain itu juga dapat diketahui faktor faktor yang
menentukan stabilnya emulsi tersebut karena selain faktor zat pengemulsi tersebut
juga dipengaruhi gaya sebagai penstabil emulsi.

I.2 Prinsip Percobaan


Untuk membuat sediaan larutan yaitu emulsi dengan menggunakan
bahan obat oleum jecoris aselli, oleum cinnamon, pulvis gummi arabici
(PGA), natrium hypophospat, gliserin dan dengan bahan pembawa
yaitu aquadest.
I.3 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.3.1. Maksud percobaan
Agar mahasiswa mengenal, mengetahui dan memahami tentang sediaan
larutan khususnya emulsi.
I.3.2. Tujuan Percobaan
-

Untuk mengetahui bentuk sediaan emulsi


Untuk mengetahui metode pembuatan sediaan emulsi
Untuk mengetahui cara mengevaluasi sediaan emulsi
Untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan sediaan emulsi
Untuk mengetahui macam-macam golongan sediaan emulsi
Untuk mengetahui bahan yang baik untuk sediaan emulsi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Sediaan Emulsi


II.1.1. Menurut buku referensi
a. Ansel, Howard. 2005. hal 376
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersinya terdiri dari bulatan bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak
bercampur.
b. Sistem Dispersi, Formulasi Suspensi Dan Emulsi, hal 56
Emulsi adalah sediaan yang mengandung dua zat cair yang tidak tercampur,
biasanya air dan minyak, cairan yang satu terdispersi menjadi butir-butir kecil
dalam cairan yang lain.
c. Menurut FI III ( Dirjen POM, 1979 hal 9 )
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok.
d. Menurut FI IV ( Dirjen POM, hal 6 )
Emulsi adalah sistem dua fase yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
e. Menurut Teori dan Praktik Farmasi Industri ( Lachman, 1994 : 1029 )
Emulsi adalah suatu campuran yang tidak stabil secara termodinamis, dari
dua cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur.
f. Menurut Farfis II ( Martin, dkk.., 1993, hal 1143 )
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
mengandung paling sedikit 2 fase cair yang tidak bercampur, dimana satu
diantaranya didispersikan sebagai bola-bola dalam fase cair lain.
g. Menurut RPS ( Gennaro, 1990, hal 298 )
Emulsi adalah sistem penyebaran yang berisi kurang dari dua fase cair
yang tidak bercampur. Mayoritas emulsi konfensional dalam farmasi
digunakan partikel terdispersi dengan ukuran dari 0,1 - 100 m.
h. Menurut Buku Pelajaran Teknologi Farmasi ( Voigh, 1995, hal 398 )

Emulsi adalah sistem dispersi kasar yang secara termodinamik tidak


stabil, terdiri dari dua atau lebih cairan yang tidak bercampur satu sama
lain, dimana cairan yang satu terdispersi di dalam cairan yang lain dan
untuk memantapkannya diperlukan penambahan emulgator.
i. Menurut Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi ( Ansel, 1989, hal 376 )
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispersi terdiri dari bulatan bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak
bercampur.
j. Pharmaceutical Technology ( Parrot, 1971, hal 334 )
Emulsi adalah sistem polifase dari dua cairan yang tidak tercampur,
dimana salah satunya didispersi oleh zat pembantu dari suatu agen
pengemulsi ke cairan lain dengan jarak diameter partikel dari 0.2 sampai
50 m. Ketika dua cairan yang tidak saling bercampur membentuk agitasi
secara bersama - sama, cairan berubah menjadi tetes - tetes kecil dengan
peningkatan tegangan permukaan total dari setiap cairan.
k. The Art of compounding ( Jenkins et al, 1957, hal 314 )
Emulsi merupakan satu jenis sediaan penting dalam kefarmasian. Emulsi
yang digunakan dalam farmasi yaitu sediaan yang mengandung dua cairan
yang tidak bercampur, salah satu cairan terdispersi seragam sebagai globul
di dalam cairan lain.
l. DOM ( Martin E.W, 1971, hal 508 )
Emulsi adalah suatu sistem heterogen yang terdiri dari paling sedikit satu
cairan yang secara intim terdispersi ke dalam cairan lain dalam bentuk
tetes - tetes yang mempunyai diameter secara umum lebih besar dari
0.1 m.
m. Encyclopedia of pharmaceutical technology (Swarbrick, 2007 : 1548)
Emulsi adalah sebuah campuran heterogen yang tersusun dari cairan yang
tidak saling campur secara konvensional digambarkan sebagai minyak dan

air salah satunya terdispersi baik menjadi tetesan - tetesan seragam dalam
bagian lain.
II.1.2. Pengertian Emulsi secara Umum
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak
bercampur. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut
emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi m/a.
Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut
emulsi air dalam minyak yang dikenal sebagai a/m. Fase luar dari suatu emulsi
bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air bisa diencerkan atau ditambah
dengan air. Untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga yaitu : zat
pengemulsi.
Secara umum, emulsi merupakan system yang terdiri dari dua fase cair
yang tidak bercampur, yaitu fase dalam (internal) dan fase luar (eksternal).
Komponen emulsi :
a. Fase dalam (internal)
b. Fase luar (eksternal)
c. Emulsifiying Agent (emulgator)
Flavour dan pengawet yang berada dalam fasa air yang mungkin larut
dalam minyak harus dalam kadar yang cukup untuk memenuhi yang diinginkan.
Emulgator merupakan komponen yang peting untuk memperoleh emulsi
yang stabil. Ada dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana
tetes minyak terdispersi ke dalam fase air, dan tipe A/M dimana fase intern air dan
fase ekstern adalah minyak. Fase intern disebut pula dase dispers atau fase
discontinue.

Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan. Tujuan dari penstabilan adalah
untuk mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase terdispersi dengan
pendispersinnya. Dengan penambahan emulgator berarti telah menurunkan
tegangan permukaan secara bertahap sehingga akan menurunkan energi bebas
pembentukan emulsi, artinya dengan semakin rendah energi bebas pembentukan
emulsi akan semakin mudah.

II.2 Persyaratan sediaan emulsi


-

Stabil dan homogen

Fase dalam mempunyai ukuran partikel yang kecil dan sama besar
mendekati ukuran partikel koloid

Tidak terjadi creaming atau cracking

Warna, bau, dan rasa menarik

Jika didiamkan tidak membentuk agregat

Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi
lagi.

Jika terbentuk gregat, jika dikocok akan homogen kembali.

Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas emulsi.

Karakteristik emulsi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari


emulsi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama.

II.3. Jenis Jenis Emulsi

Masing masing emulsi dengan medium pendipersi yang berbeda juga


mempunyai nama yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
a. Emulsi gas (aerosol cair )
Emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinnya berupa fase cair dan
medium pendispersinnya berupa gas. Salah satu contohnya hairspray, dimana
dapat membentuk emulsi gas yang diinginkan karena adanya bantuan bahan
pendorong atau propelan aerosol.
b. Emulsi cair
Emulsi

cair

merupakan

emulsi

dengan

fase

terdispersinya

maupun

pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena kedua
fase bersifat polar dan non polar. Emulsi ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis
yaitu emulsi minyak didalam air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase
terdispersi dalam air jadi butiran minyak didalam air atau emulsi air dalam
minyak contoh margarine terdispersi dalam minyak jadi butiran air dalam minyak.
c. Emulsi padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinya cair dengan fase
pendispersinya berupa fase padat. Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel
elastic dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan antar partikelnya tidak kuat
sedangkan non elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang
kuat. Gel elastic dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang pekat contoh
gel ini adalah gelatin dan sabun. Sedangkan gel non elastic dapat dibuat secara
kimia sebagai contoh gel silica yang terbentuk karena penambahan HCl pekat
dalam larutan natrium silikat sehingga molekul molekul asam silikat yang

10

terbentuk

akan

terpolimerisasi

dan

membentuk

gel

(http://www.freewebs.com/leosylvi/koloidemulsi.htm).
II.4. Macam Macam Emulsi
a. Oral
Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat
tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-tetesan
kecil lebih mudah dicerna.
b. Topikal
Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat
zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya
di kulit dengan tujuan menghasilkan efek lokal.
c. Injeksi
Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir.Contoh : Vit. A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi
dalam bentuk emulsi.
(Syamsuni, A. 2006)
II.5. Tipe Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external,
maka emulsi digolongkan menjadi dua tipe yaitu :
a. Emulsi tipe O/W ( oil in water ) atau M/A ( minyak dalam air ),
yaitu emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi
ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal.

11

Butiran butiran air terdispersi dalam minyak yaitu pada emulsi ini
butiran butiran air yang hidrofilik stabil dalam minyak yang hidrofobik.
b. Emulsi tipe W/O ( water in oil ) atau A/M ( air dalam Minyak ),
yaitu emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke
dalam minyak. Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal.
Butiran butiran minyak terdispersi dalam air yaitu

butiran butiran

minyak yang hidrofobik stabil dalam air yang hidrofilik.

II.6. Tujuan Pemakaian Emulsi


Emulsi dibuat untuk diperoleh suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran
dua cairan yang saling tidak bisa bercampur.
Tujuan pemakaian emulsi adalah :
1. Dipergunakan sebagai obat dalam / per oral.
Umumnya emulsi tipe o/w.
2. Dipergunakan sebagai obat luar.
Bisa tipe o/w maupun w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat zat atau
jenis efek terapi yang dikehendaki.
II.7. Kestabilan Emulsi
Emulsi dikatakan tidak stabil bila mengalami hal-hal seperti dibawah ini :

12

a. Flokulasi, karena kurangnya zat pengemulsi sehingga kedua fase tidak


tertutupi oleh lapisan pelindung sehingga terbentuklah flok flok atau
sebuah agregat.
b. Koalesan dan cracking ( breaking ), yaitu pecahnya emulsi karena film
yang meliputi partikel rusak dan butir minyak akan koalesan ( menyatu ).
Sifatnya irreversible ( tidak bisa diperbaiki ). Hal ini dapat terjadi karena :
a) Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan
CaO / CaCl2 exicatus.
b) Peristiwa fisika :

pemanasan,

pendinginan,

penyaringan,

pengadukan.
c) Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi
c. Creaming : terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu nagian
mengandung fase dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain.
Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan akan terdispersi
kembali.
d. Inversi massa ( pembalikan massa ), yang terjadi karena adannya
perubahan viskositas.
e. Inversi fase peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tibatiba atau sebaliknya sifatnya irreversible.
f. Penggumpalan, yaitu proses bertumbuh, dimana partikel partikel
teremulsi bergabung membentuk partikel yang lebih besar. Faktor utama
yang mencegah penggumpalan dalam emulsi terflokulasi dan tidak
terflokulasi adalah kekuatan mekanis dari pembatas antarmuka.
g. Pembentukan krim, yaitu meliputi gerakan sejumlah tetesan heterodispers,
dan gerakan tersebut saling mengganggu satu sama lain dan bisa
menyebabkan rusaknya tetesan. Jika terjadi flokulasi kriteria bulat hilang
dan koreksi kompleks variasi variasi ini harus dibuat sebelum hukum
stokes dapat digunakan secara kuantitatif ke sifat emulsi. Terbukti bahwa
laju pembentukan krim merupakan suatu fungsi kuadrat dari jari jari

13

tetesan. Jadi pertikel partikel yang lebih besar mebentuk krim jauh lebih
cepat dibandingkan dengan partikel partikel yang lebih kecil.
Emulsi

dapat

mengalami

kestabilan

namun

juga

dapat

mengalami

kerusakan (demulsifikasi) dimana rusaknya emulsi ini disebabkan faktor suhu,


rusaknya emulgator sendiri, penambahan elektrolit sehingga semua ini akan dapat
menyebabkan timbulnya endapan atau terjadi sedimentasi atau membentuk krim.
Contoh penggunaan proses demulsifikasi dengan menambahkan elektrolit guna
pemisahan karet dalam lateks yaitu menambahkan asam format asam asetat
(Nuranimahabah, 2009).
Namun kesetabilan emulsi juga dipengaruhi beberapa faktor lain yaitu,
ditentukan gaya gaya:
a. Gaya tarik menarik yang dikenal gaya Van der walss. Gaya ini
menyebabkan partikel partikel koloid membentuk gumpalan lalu
mengendap.
b. Gaya tolak menolak yang terjadi karena adanya lapisan ganda elektrik
yang muatannya sama saling bertumpukan.
II.8. Sifat Emulsi
1. Demulsifikasi
Kestabilan emulsi cair dapat rusak apabila terjadi pemanasan, proses
sentrifugasi, pendinginan, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengemulsi.
Krim atau creaming atau sedimentasi dapat terbentuk pada proses ini.
Pembentukan krim dapat kita jumpai pada emulsi minyak dalam air, apabila
kestabilan emulsi ini rusak, maka pertikel partikel minyak akan naik ke atas
membentuk krim. Sedangkan sedimentasi yang terjadi pada emulsi air dalam
minyak; apabila kestabilan emulsi ini rusak, maka partikel-partikel air akan turun

14

ke bawah. Contoh penggunaan proses ini adalah: penggunaan proses


demulsifikasi dengan penmabahan elektrolit untukmemisahkan karet dalam lateks
yang dilakukan dengan penambahan asam format (CHOOH) atau asam asetat
(CH3COOH).

2. Pengenceran
Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi dapat
diencerkan. Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan dengan spontan
membentuk lapisan terpisah. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan jenis
emulsi.
II.9. Emulgator (Bahan Pengemulsi)
II.9.1 Pengertian emulgator
Pharmaceutical Technology (Parrot, 1971 ; 358)
Emulgator adalah sebuah surfaktan yang dapat menurunkan tegangan
permukaan dan membentuk film dari bulatan terdispersi.
II.9.2 Mekanisme kerja emulgator
a. Farmasi fisik II (Martin, dkk., 1993:1147)
Terbagi atas 3 yaitu:
1) Zat-zat yang aktif pada permukaan yang teradsorbsi pada antarmuka
minyak / air membentuk lapisan monomolekuler & mengurangi tegangan
antarmuka.
2) Koloida hidrofilik yang membentuk suatu lapisan multimolekular sekitar
tetesan-tetesan terdispers dari minyak dalam suatu emulsi o/w.
3) Partikel - partikel padat yang terbagi halus, yang diadsorbsi pada batas
antarmuka dua fase cair yang tidak bercampur & membentuk suatu lapisan
partikel disekitar bola-bola terdisper.

15

b. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi (Voight,1995:402)


Jika emulgator dimasukkan dalam air, maka molekul-molekulnya akan
berkumpul pada permukaan cairan, dengan menunjukkan efek orientasinya.
Emulgator berorientasi sedemikian rupa, sehingga bagian hidrofilnya masuk
kedalam cairan, sebaliknya bagian hidrofob terbaik terhadap fase batasnya (dalam
kasus ini yang dimaksud adalah udara atau dinding wadah).
II.9.3 Pembagian Emulgator
a. Buku pelajaran teknologi farmasi (Voight, 1995: 410-411)
Emulgator dapat dikelompokkan menjadi emulgator ionik, termaksud ke
dalamnya adalah emulgator anion aktif (anionik) dan kation aktif (kationik),
emulgator bukan ionik dan emulgator amfoter. Kelompok lain adalah emulgator
berbentuk serbuk dan kuasi emulgator. Yang terakhir adalah emulgator kompleks.
Emulgator dapat berasal dari alam (tumbuhan dan hewan), dan yang semakin
berkembang adalah produk parsial sintetis dan sintetis.
b. Pharmaceutical Technology (Parrot, 1971; 358)
Emulgator dapat diklasifikasikan sebagai yang berasal dari alam contohnya dari
hewan, mineral dan tumbuhan. Dan sintetik contohnya kationik, anionik dan non
ionik.
II.9.4 Jenis jenis Emulgator
A. Emulgator Alam
Yaitu emulgator yang diperoleh dari alam tanpa proses yang rumit. Dapat
digolongkan menjadi tiga golongan yaitu :
a. Emulgator alam dari tumbuh-tumbuhan

16

Pada umumnya termasuk karbohydrat dan merupakan emulgator tipe o/w, sangat
peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggi, juga dapat dirusak oleh bakteri.
Oleh sebab itu pada pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu
ditambah bahan pengawet.
1. Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan untuk obat minum. Kestabilan emulsi
yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor yaitu :
-

Kerja gom sebagai koloid pelindung ( teori plastic film )


Terbentuknya cairan yang cukup kental sehingga laju pengendapan cukup
kecil sedangkan masa mudah dituang ( tiksotropi )

Bila tidak dikatakan lain maka emulsi dengan gom arab, jumlah gom arab yang
digunakan dari jumlah minyak. Untuk membuat corpus emulsi diperlukan air
1,5 x berat gom, diaduk keras dan cepat sampai berwarna putih, lalu diencerkan
sisa airnya. Selain itu dapat disebutkan :
-

Lemak - lemak padat

: PGA sama banyak dengan lemak padat.

Cara pembuatan
Lemak padat dilebur lalu ditambahkan gom, buat corpus emulsi dengan air panas
1,5 x berat gom. Dinginkan dan encerkan emulsi dengan air dingin. Contohnya
cera, oleum cacao, dan paraffin solid.
-

Minyak atsiri
Minyak lemak

: PGA sama banyak dengan minyak atsiri.


: PGA kali berat minyak.

Kecuali oleum ricini hanya 1/3 nya saja. Contoh : Oleum amygdalarum.
-

Minyak lemak + minyak atsiri + zat padat larut dalam minyak lemak.

Kedua minyak dicampur dulu, zat padat dilarutkan dalam minyaknya, tambahkan
gom( x minyak lemak + aa x minyak asiri + aa x zat padat ).

17

Bahan obat cair BJ tinggi seperti cloroform dan bromoform.

Ditambah minyak lemak 10 x beratnya, maka BJ campuran mendekati satu. Gom


yang digunakan x bahan obat cair.
-

Balsam balsam

Jumlah gom 2 x jumlah bahan.


-

Oleum lecoris aseli

Menurut Fornas dipakai gom 30 % dari berat minyak.


2.

Tragacanth

: Cara Pembuatan air 20 kali bobot tragacanth

3.

Agar-agar

: Cara Pembuatan 1-2% agar - agar yang digunakan

4.

Chondrus

: Cara Pembuatan 1-2% condrus yang digunakan

5.

Emulgator lain

Pektin, metil selulosa, CMC 1-2 %.


-

CMC-Na
: Cara Pembuatan 1-2% cmc-na yang dihunakan
b. Emulgator alam dari hewan
1. Kuning telur

Zat ini mampu mengemulsikan minyak lemak 4 x beratnya dan minyak


menguap 2 x beratnya.
Cara pembuatan emulsi dengan kuning telur dalam mortir luas dan digerus
dengan stamper kuat - kuat, setelah itu dimasukkan minyaknya sedikit demi
sedikit, lalu diencerkan dengan air dan disaring dengan kasa.
2. Adeps Lanae
Dalam keadaan kering dapat menyerap air 2 x beratnya.
c. Emulgator alam dari tanah mineral
1. Magnesium Alumunium Silikat (Veegum)
Pemakaian yang lazim yaitu sebanyak 1%. Emulsi ini khusus untuk
pemakaian luar.

18

2. Bentonit : Cara Pembuatan 5% bentonit yang digunakan


B. Emulgator buatan / sintesis
1. Sabun
Sangat banyak dipakai untuk tujuan luar, sangat peka terhadap elektrolit.
2. Tween
: Ester dari sorbitan dengan asam lemak disamping
mengandung ikatan eter dengan oksi etilen.
Berikut jenis jenis tween :
a. Tween 20
: Polioksi etilen sorbitan monolaurat, cairan seperti
minyak.
b. Tween 40

: Polioksi etilen sorbitan monopalmitat, cairan

seperti minyak.
c. Tween 60
: Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat
seperti minyak.
d. Tween 80
: Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti
minyak.
3. Span : Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span :
a. Span 20
: Sorbitan monobiurat, cairan
b. Span 40
: Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam
c. Span 60
: Sorbitan monooleat, cair seperti minyak
C. Emulgator golongan surfaktan
- Anionik
: sabun alkali, natrium lauryl sulfat
- Kationik
: senyawa ammonium kuartener
- Non Ionik
: tween dan span
- Amfoter
: protein, lesitin
II.10. Komponen Emulsi
A. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di
dalam emulsi, terdiri atas :
a. Fase dispersi / fase internal / fase dalam / fase discontinue
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair
lainnya.
b. Fase pendispersi / fase external / fase luar / fase continue

19

Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar ( bahan
pendukung ) emulsi tersebut.
c. Emulgator : bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
B. Komponen tambahan yaitu bahan tambahan yang sering ditambahkan ke
dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Misalnya corrigen saporis, corrigen odoris, corrigen colouris, preservative
(pengawet) dan anti oksidan. Preservative yang digunakan antara lain
metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol, dan
klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetas, dll. Antioksidan
yang digunakan antara lain asam askorbat, a-tocopherol, asam sitrat, propil
gallat, asam gallat.

II.11. Metode Pembuatan Emulsi


1. Metode GOM kering 4:2:1
a. GOM dicampur minyak sampai homogen
b. Setelah homogen ditambahkan 2 bagian air, campur sampai homogen
2. Metode GOM basah
- GOM dicampur dengan air sebagian
- Ditambahkan minyak secara perlahan, sisa air ditambahkan lagi
3. Metode botol
- GOM dimasukkan ke dalam botol + air, dikocok
- Sedikit demi sedikit minyak ditambahkan sambil terus dikocok.
(Ansel, Howard. 2005)
4. Metode Penyabunan In Situ
a. Sabun Kalsium
Emulsi a/m yang terdiri dari campuran minyak sayur dan air jeruk,yang
dibuat dengan sederhana yaitu mencampurkan minyak dan air dalam jumlah yang
sama dan dikocok kuat-kuat. Bahan pengemulsi, terutama kalsium oleat, dibentuk

20

secara in situ disiapkan dari minyak sayur alami yang mengandung asam lemak
bebas.
b. Sabun Lunak
Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam fase
minyak. Jika perlu, maka bahan dapat dilelehkan, komponen tersebut dapat
dipisahkan dalam dua gelas beker dan dipanaskan hingga meleleh, jika kedua fase
telah mencapai temperature yang sama, maka fase eksternal ditambahkan kedalam
fase internal dengan pengadukan.
c. Pengemulsi Sintetik
Beberapa pustaka memasukkannya dalam kategori metode tambahan (1).
Secara umum, metode ini sama dengan metode penyabunan in situ dengan
menggunakan sabun lunak dengan perbedaan bahwa bahan pengemulsi
ditambahkan pada fase dimana ia dapat lebih melarut. Dengan perbandingan
untuk emulsifier 2-5%. Emulsifikasi tidak terjadi secepat metode penyabunan.
Beberapa tipe peralatan mekanik biasanya dibutuhkan, seperti hand homogenizer.
II.12. Cara Pembuatan Emulsi
a. Dengan Mortir dan Stamfer
Sering digunakan untuk membuat minyak lemak dalam ukuran kecil.
b. Botol
Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam
botol pengocokan dilakukan terputus putus untuk memberi kesempatan
emulgator bekerja.
c. Mixer

21

Partikel fase dispersi dihaluskan dengan memasukkan kedalam ruangan yang


didalamnya terdapat pisau berputar denagn kecepatan tinggi.
d. Homogenizer
Dengan melewatkan partikel fase dispersi melewati celah sempit, sehingga
partikel mempunyai ukuran yang sama.

II.13. Teori Emulsifikasi


A. Adsorbsi multi molekuler
Emulgator koloid lyofil hidrat dapat dianggap surface active karena dapat
tampak pada antarmuka M/A dan perbedaannya dengan S.A.A sintetik ialah :
a. Emulgator koloid lyofil hidrat tidak menurunkan tegangan antar muka
b. Emulgator koloid lyofil membentuk milti molekuler film pada antarmuka
Aksinya sebagai emulgator adalah karena membentuk film multimolekuler yang
kuat dan mencegah terjadinya koalesensi. Efeknya sebagai tambahan yang
menambah stabilitas ialah menaikkan viskositas media dispers.
Tipe emulsi ditentukan oleh sifat emulgator dan dapat disusun sebagai berikut:
1) Emulgator yang larut atau lebih suka air (tween sabun natrium) maka akan
terbentuk tipe emulsi M/A dan emulgator akan larut atau suka minyak
(sabun kalsium, span) akan terbentuk tipe emulsi A/M.
2) Bagian polar molekul emulgator umumnya lebih baik untuk melindungi
kolesen. Maka itu memungkinkan membuat emulsi M/A volume fase

22

intern yang relative tinggi. Sebaliknya emulsi tipe A/M volume fase intern
akan terbatas, apabila air cukup banyak akan terjadi inverse.
3) Tipe emulsi juga dapat mempengaruhi viskositas tiap fase.
Tegangan antar muka dapat di bedakan dengan tiga cara:
a. Penambahan surfaktan yang menurunkan tekanan antar muka atau antara
dua cairan yang tak tercampur.
b. Penambahan substansi yang menyusun melintang diantara permukaan dari
c.

dua tetes cairan, jadi memegang bersama-sama dengan kekuatan.


Penambahan zat akan membentuk lapisan film disekeliling butir-butir dari
fase dispers, secara mekanis melindungi mereka dari penggabungan butir
tetes-tetes.

Teori tentang terbentuknya emulsi terdiri dari :


1. Teori tegangan permukaan
Teori ini dapat menjelaskan bahwa emulsi terjasi bila di tambah suatu substansi
yang menurunkan tegangan antar muka diantara dua cairan yang tak tercampur.
2. Teori orientasi bentuk baji
Teori ini menjelaskan fenomena terbentknya emulsi dengan dasar adanya
kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat suka air
atau mudah larut dalam air dan adanya bagian yang suka minyak atau mudah larut
dalam minyak.
3. Teori film plastic
Teori ini menjelaskan bahwa enulgator ini mengendap pada permukaan masing
masing butir tetesan fase dispers dalam bentuk film yang plastis. Lapisan ini
mencegah terjadninya kontak atau berkumpulnya butir-butir tetes cairan yang
sama. Efek emulgator disini adalah murni mekanis dan tidak tergantung adanya
tegangan permukaan.
23

B. Adsorbsi partikel padat


Partikel padat teabgi halus dibasahi sebagian oleh minyak sebagian oleh air dapat
bekerja sebagai emulgator. Serbuk yang suka di basahi oleh air akan membentuk
emulsi tipe M/A, sedangkan yang lebih mudah di basahi oleh minyak akan
membentuk emulsi tipe A/M.

II.14. Keuntungan dan Kerugian Emulsi :


1. Menurut FI IV (Dirjen POM, 1995 : 7)
Keuntungan:
-

Konsistensi emulsi sangat beragam mulai dari cairan yang mudah dituang

hingga cream setengah padat .


Tidak diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap fase

eksternal yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat.


Emulsi dapat distabilkan dengan penambahan bahan pengemulsi yang
mencegah koalesensi yaitu penyatuan tetesan kecil menjadi tetesan besar
dan akhirnya menjadi satu fase tunggal yang memisah.
Kerugian:
Semua

emulsi

memerlukan

bahan

antimikroba

karena

fase

air

mempermudah pertumbuhan mikroorganisme.


2. Menurut pengantar bentuk sediaan farmasi (Ansel, 1989 : 377)
Keuntungan:
-

Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air
memungkinkan pemberian obat yang harus diamakan tersebut mempunyai
rasa yang lebih enak, walaupun yang diberikan sebenarnya minyak yang
tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada

24

pembawa airnya, sehingga mudah dimakan dan ditelan sampai ke


-

lambung.
Ukuran partikel

yang

diperkecil

dari

bola-bola

minyak

dapat

mempertahannkan minyak tersebut agar lebih dapat dicernakan dan lebih


mudah diabsorbsi, atau jika bukan dimaksudkan untuk itu, tugasnya juga
akan lebih efektif, mislanya meningkatkan efikasi minyak mineral sebagai
katartik bila diberikan dalam bentuk emulsi.
Kerugian:
Kerusakan yang lebih besar dari pada creaming dari suatu emulsi adalah
penggabungan bulatan-bulatan fase dalam dan pemisahan fase menjadi suatu
lapisan.
3. Menurut Farfis II (Martin, dkk., 1993 : 1145)
Keuntungan:
-

Pemberian oral yang baik untuk cairan yang tidak larut dalam air terutama
jika fase terdispersi mempunyai rasa yang tidak enak. Beberapa senyawa
yang tidak larut dalam lemak seperti vitamin diabsorpsi lebih sempurna
jika diemulsikan dari pada jika diberi peroral dalam suatu larutan

berminyak.
Penggunaan emulsi intravena merupakan suatu cara merawat pasien lemah

yang tidak bisa menerima obat-obat yang diberi secara oral.


Pengguanaan emulsi pada sediaan topical contohnya kosmetik lebih baik
karena cepatdan mudah dalam penyebaranya dan sempurna pada area

yang digunakan
Digunakan dalam sediaan aerosol untuk menghasilkan busa.

25

4. Menurut Teori & praktik farmasi industri (Lachman, dkk., 1994 :


1032)
Keuntungan:
-

Beberapa bahan obat menjadi lebih mudah diabsorpsi bila obat-obat

tersebut diberikan secara oral dalam bentuk emulsi.


Emulsi memiliki derajat elegansi tertentu dan mudah dicuci bila

diinginkan.
Pembuatan emulsi juga dapat memengontrol viskositas dan derajat
kekasaran (greasiness) dari emulsi dan kosmetik maupun emulsi

dermatologis.
Emulsi memiliki suatu keuntungan biaya yang lebih penting dari pada

preparat fase tunggal.


5. Menurut buku pelajaran teknologi farmasi (Voight,1994 : 398)
Keuntungan:
Sebagai bentuk yang dapat bertahan lama atau bentuk yang mudah dan ringan
dibawa berpergian serta dapat digunakan baik untuk preparat obat kutan atau
peroral. Emulsi tersebut dapat menjadi pembawa bagi bahan obat larut air atau
larut minyak.
6. The Art of compounding (Jenkins et al, 1957: 314)
Kerugian:
Sepertinya emulsi dapat dikatakan memiliki cracked (pecahan) dan bagian
teredistribusi di dalam fase internal adalah bahan yangharus selalu dikocok dalam
mikstura.

26

7. Farfis II (Martin,dkk., 1993 : 1154)


Kerugian:
Suatu emulsi dapat mengalami flokulasi dan creaming, penggabungan dan
pemecahan, berbagai jenis perubahan kimia dan fisika dan perubahan fase.
8. Menurut Encyclopedi a of pharmaceuti cal technology (Swarbrick,
2007 : 1641)
Keuntungan:
Beberapa sediaan menyediakan suatu pendekatan efektif banyak masalah
dalam pelepasan obat, sering menunjukkan keuntungan yang jelas diatas bentuk
sediaan dalam hal memperbaiki bioavailabilitas dan mengurangi efek samping.
Kerugian:
Emulsi tidak digunakan secara extensif seperti bentuk sediaan oral atau
parenteral sebagai hal pokok masalah dari ketidakstabilan emulsi yang
menghasilkan profil pelepasan obat ynf tidak dapat diramaalkan dan kemungkinan
untuk toksik.
II.15. Kelebihan dan Kekurangan Emulsi
a. Kelebihan :
a) Dapat membentuk sediaan yang saling tidak bercampur menjadi dapat
bersatu menjadi sediaan yang homogen dan bersatu.
b) Mudah ditelan.
c) Dapat menutupi rasa yang tidak enak pada obat.

b. Kekurangan :
a) Kurang praktis dan staabilits rendah dibanding tablet.
b) Takaran dosis kurang teliti.

27

II.16.Pengemasan dan Penandaan Sediaan


Semua emulsi harus dikemas dalam wadah mulut lebar yang mempunyai
ruang udara diatas cairan sehingga dapat dikocok dan mudah dituang.
Kebanyakan emulsi harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat
dan terlindung dari pembekuan, panas yang berlebihan dan cahaya. Emulsi perlu
dikocok setiap kali sebelum digunakan untuk menjamin distribusi zat padat yang
merata dalam pembawa sehingga dosis yang diberikan setiap kali tepat dan
seragam. Pada etiket harus juga tertera "Kocok Dahulu".
II.17. Karakteristik Bahan
1. Minyak ikan (Depkes RI, hal 457)
Nama resmi : OLEUM LECORIS
Nama lain
: Minyak ikan
Pemerian
: Cairan ; kuning padat ; bau khas, agak manis, tidak tengik
Kelarutan

; rasa khas.
: Sukar larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam

kloroform P, dalam eter P, dan dalam minyak tanah P.


Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terisi penuh, berlindung dari
Khasiat

cahaya.
: Sumber vitamin A & vitamin D.

2. PGA (Pulvis Gummi Arabicum)


Pemerian
: putih, rasa tawar seperti lendir, hampir tidak berbau, butir,
Kelarutan

bentuk bulat (bulat telur)


: mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental

dan tembus cahaya, praktis tidak larut dalam etanol (95%)


Ukuran partikel: Penampang 0,5 cm sampai 6 cm

28

Stabilitas

: lebih mudah terurai dengan adanya udara dari luar,


mudah terurai oleh bakteri dan reaksi enzimatik, mudah

teroksidasi
Inkompatibilitas: Inkompatibel dengan amidopyrin, apomorfin, aerosol,
etanol 95 %, garam ferri, morfin, tanin, timol, banyak
kandungan garam menurunnya viskositas.
3. Gliserin
Rumus Molekul
: C3H8O3.
Berat Molekul
: 92,09
Pemerian
: Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis;
hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak).
Kelarutan

Higroskopis, netral terhadap lakmus.


: Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol; tidak larut
dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak, dan

Titik Beku
Khasiat
Konsentrasi
Bj

dalam minyak menguap.


: -1,60 C
: Pelarut
: < 50%
: Tidak kurang dari 1,249. 1,2620 g/cm3 pada suhu 250 C

OTT

: Gliserin bisa meledak jika bercampur dengan oksidator


kuat seperti kromium trioksida, potasium klorat atau
potasium permanganat. Adanya kontaminan besi bisa
menggelapkan warna dari campuran yang terdiri dari fenol,
salisilat dan tanin. Gliserin membentuk kompleks asam
borat, asam gliseroborat yang merupakan asam yang lebih
kuat dari asam borat.

Stabilitas

: Gliserin bersifat higroskopis. Dapat terurai dengan


pemanasan yang bisa menghasilkan akrolein yang beracun.
Campuran gliserin dengan air, etanol 95 % dan propilena

29

glikol secara kimiawi stabil. Gliserin bisa mengkristal jika


disimpan pada suhu rendah yang perlu dihangatkan sampai
suhu 200 C untuk mencairkannya.
Penyimpanan : Wadah tertutup rapat.
4. Air suling (aquadest)
Berat Molekul
: 18,02
Rumus molekul
: H2O
Pemerian
: Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik.

Stabilitas

: Air adalah salah satu bahan kimia yang stabil


dalam bentuk Fisik (es , air , dan uap). Air harus
disimpan dalam wadah yang sesuai. Pada saat
penyimpanan dan penggunaannya harus terlindungi
dari kontaminasi partikel - pertikel ion dan bahan
organik yang dapat menaikan konduktivitas dan
jumlah karbon organik. Serta harus terlindungi dari
partikel - partikel lain dan mikroorganisme yang
dapat tumbuh dan merusak fungsi air.

OTT

: Dalam formula air dapat bereaksi dengan bahan


eksipient lainya yang mudah terhidrolisis.

30

BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
III.1 Formula yang disetujui

31

R/ Oleum lecoris aselli

20

Oleum cinnamon

0.1

Pulvis Gummi Arabici

15

Natrium Hypophospat

0.5

Gliserin

10

Aquadest

34
m.f.emulsi
S.3.dd.C

Pro : Khairani (10 tahun)

III.2 Alat dan Bahan


III.2.1. Alat
1. Neraca analitik

6. Sudip

2. Kertas perkamen

7. Botol 100 ml

3. Sendok tanduk

8. Kotak obat

4.Stamper/mortir

9. Kertas label

5. Gelas ukur

10. Pipet tetes

III.2.2. Bahan
1.
2.
3.
4.
5.

Oleum lecoris aselli


Oleum cinnamon
Pulvis Gummi Arabici (PGA)
Natrium Hypophospat
Gliserin
32

6. Aquadest
III.3 Perhitungan Bahan Obat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Oleum lecoris aselli = 20 gr = 20 mL


Oleum cinnamon
= 0.1 gr = 0.1 mL
Pulvis Gummi Arabici = 15 gr = 15000 mg
Air corpus (air inti) = 1.5 15 gr = 22,5 gr = 22.5 mL
Natrium Hypophospat = 0.5 gr = 500 mg
Gliserin
= 10 gr = 10 mL
Aquadest
= 34 gr = 34 mL

III.4 Penimbangan Bahan Obat


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Oleum lecoris aselli = 20 gr = 20 mL


Oleum cinnamon
= 0.1 gr = 0.1 mL
Pulvis Gummi Arabici = 15 gr = 15000 mg
Air corpus (air inti) = 22,5 gr = 22.5 mL
Natrium Hypophospat = 0.5 gr = 500 mg
Gliserin
= 10 gr = 10 mL
Aquadest
= 34 gr = 34 mL

III.5 Cara Kerja Pembuatan Emulsi


1. Timbang bahan obat yang diperlukan.
2. Dalam lumpang masukkan ol. Jecoris aselli dan PGA gerus, lalu tambahkan
air inti. Gerus cepat ringan dan searah sampai terbentuk inti emulsi.
Masukkan ke dalam botol.
3. Dalam lumpang masukkan natrium hypophospat gerus halus, tambahkan
gliserin gerus homogen. Masukkan kedalam botol.
4. Dalam cawan penguap timbang ol. Cinnamon lalu masukkan ke dalam
botol.
5. Cukupkan botol dengan aquades.
6. Beri etiket dan label tambahan.
III.6 Etiket dan Label tambahan
III.6.1 Etiket

: putih
Apotek Kelompok I-B

33

JL.Besar Delitua No 77 Deli Tua.Tlp:0814188085


Apoteker: Pipo Ginting
SIK: 141805519
No: 5

Tgl: 19 Juni 2015


Khairani (10 tahun)
Tiga kali sehari satu sendok makan

III.6.2 Label tambahan

: kocok terlebih dahulu

Kocok Terlebih Dahulu

III.8 Evaluasi
1. Organoleptic
Bau

: khas aroma kayu manis

Warna

: larutan putih, kental

Rasa

: manis

2. Ph

:-

3. Viskositas

:-

4. Volume

: 100 mL

III.9 Swamedikasi
-

Obat ini digunakan peroral (melalui mulut)


Digunakan untuk membantu meningkatkan dan memelihara ketahanan
tubuh serta memenuhi kebutuhan vitamin Adan D, memebantu

34

perkembangan kesehatan anak dan pertumbuhan tulang dan gigi yang


-

kuat.
Sehari tiga kali satu sendok makan

III.10 Master Formula


Nama Produk

: One-Emulcion

Tanggal Produksi

: 19-06-2015

No.Reg

: DBL 1B19062015

Produksi

: S1 FARMASI STIKES DHDT

Bahan

Fungsi

Ol. Lecoris Aselli

Zat aktif

Ol. Cinnamon

Odoris

PGA

Emulsifying agent

Na. Hypophospat
Gliserin

Zat tambahan

Aqua

Pelarut

EMULSI ONE-EMULCION
Tgl Formula : 18-06-2015
Tgl Produksi : 19-06-2015
Formulator

: Kelompok I-B

Disetujui oleh : Dosen pembimbing ESNAWATY MANIK S.Farm,Apt

35

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh sediaan emulsi berwarna
putih kental dan rasa manis dan dengan bau khas aroma kayu manis.
IV.2 PEMBAHASAN
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang
terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan
terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar
dan cairan non polar.
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase
cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun
gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak
stabil, butir butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan yaitu air
dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi (emulgator) yang
merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang

36

stabil. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling penting


agar memperoleh emulsi yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA, tragakan,
gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsi dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu
emulsi vera (emulsi alam) dan emulsi spuria (emulsi buatan). Emulsi vera dibuat
dari biji atau buah, dimana terdapat disamping minyak lemak juga emulgator yang
biasanya merupakan zat seperti putih telur.
Konsistensi emulsi sangat beragam, mulai dari cairan yang mudah dituang
hingga krim setengah padat. Umumnya krim minyak dalam air dibuat pada suhu
tinggi, berbentuk cair pada suhu ini, kemudian didinginkan pada suhu kamar, dan
menjadi padat akibat terjadinya solidifikasi fase internal. Dalam hal ini, tidak
diperlukan perbandingan volume fase internal terhadap volume fase eksternal
yang tinggi untuk menghasilkan sifat setengah padat, misalnya krim stearat atau
krim pembersih adalah setengah padat dengan fase internal hanya 15%. Sifat
setengah padat emulsi air dalam minyak, biasanya diakibatkan oleh fase eksternal
setengah padat.
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawetan sangat penting
untuk emulsi minyak dalam air karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi.
Karena jamur dan ragi lebih sering ditemukan daripada bakteri, lebih diperlukan
yang bersifat fungistatik atau bakteriostatik. Bakteri ternyata dapat menguraikan
bahan pengemulsi ionik dan nonionik, gliserin dan sejumlah bahan pengemulsi
alam seperti tragakan dan gom.
-

Dalam pembuatan sediaan emulsi ini kami menggunakan wadah (botol) 100 mL.
Zat aktif yang digunakan adalah oleum Lecoris Aselli, PGA sebagai emulsifying

37

agent, Oleum Cinnamon sebagai corrigen odoris, gliserin sebagai corrigen


saporis, dan dengan bahan pembawa yaitu aquadest. Indikasi sediaan ini adalah
untuk membantu meningkatkan dan memelihara ketahanan tubuh serta memenuhi
kebutuhan vitamin Adan D, memebantu perkembangan kesehatan anak dan
pertumbuhan tulang dan gigi yang kuat. Bentuk sediaan yang dihasilkan adalah
larutan berwarna putih kental, rasa manis dengan aroma khas kayu manis.
Adapun cara kerja yang kami lakukan adalah pertama-tama disiapkan alat
dan bahan yang akan digunakan. Kemudian ditimbang semua bahan yang
diperlukan. Dalam lumpang masukkan ol. Jecoris aselli dan PGA digerus, lalu
tambahkan air inti. Gerus cepat ringan dan searah sampai terbentuk inti emulsi.
Masukkan ke dalam botol. Kemudian di dalam lumpang masukkan natrium
hypophospat gerus halus, tambahkan gliserin gerus homogen lalu masukkan
kedalam botol. Dalam cawan penguap timbang ol. Cinnamon lalu masukkan ke
dalam botol. Kemudian cukupkan botol dengan aquades. Beri etiket dan label
tambahan.
Larutan yang dihasilkan berwarna putih kental, rasa manis dan beraroma
khas kayu manis.

38

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Jumlah larutan emusi yang berhasil dibuat oleh kelompok I B sebanyak 1 botol
dengan volume 100 mL.
2. Bentuk sediaan emulsi yang dihasilkan berwarna putih kental, rasa manis, dan
beraroma khas kayu manis.
Dan

pada saat pembuatan kita harus lebih teliti dalam hal penimbangan,

pengambilan bahan, pembuatan, pelarutan zat yang cocok, khususnya dalam


penimbangan emulsifying agent dan air inti karena apa bila terjadi kesalahan
sekecil apapun akan terjadi perubahan pada viskositas, Bj, dan volume
terpindahkan sehingga menuntut kita harus lebih hati-hati dan teliti lagi.
V.2 Saran
Kami menyarankan sebaiknya bahan-bahan yang akan digunakan dalam
praktikum disiapkan sebelum praktikum dilaksanakan, agar praktikum dapat
berjalan lancar dan jumlah sediaan yang dibuat dapat sesuai dengan jumlah
anggota dalam masing-masing kelompok. Kita harus mengetahui dengan baik

39

semua sifat dan karakteristik zat aktif obat dan yang lainnya agar tidak terjadi
kesalahan dalam membuat sediaan emulsi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anief.Moch.2000.Ilmu Meracik Obat;Teori dan Praktik.Gadjah Mada Press.
Yogyakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979.Farmakope Indonesia.Edisi keIII.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta.
Lachman.L.1986.Teori dan Praktek Farmasi Industri.terjemahan Siti Suyatmi.UI
Press.Jakarta.
Departemen kesehatan republik indonesia.1995.Farmakope indonesia.edisi ke IV:
Jakarta.
Departemen kesehatan republik indonesia.2001.ilmu resep teori.jilid ke-1: Jakarta
Howard C. Ansel.1989.Pengantar bentuk sediaan farmasi.Jakarta:UI-Press.
Msc, Prof.Dr.Ssupriyatna.2009.Farmasetika dasar.jakarta:widia padjadjaran
Anggi.2008 19 Desember

40

ABSTRAK
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak
dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi
dari luar (esensial). Vitamin A berfungsi untuk meningkatkan fungsi penglihatan,
pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Jika balita atau
anak tidak mendapatkan vitamin A dengan cukup maka akan berisiko
mendapatkan penyakit kebutaan yang sebenarnya dapat dicegah dengan
pemberian vitamin A yang baik. Asupan vitamin A yang kurang pada anak bisa
disebabkan oleh banyak faktor, dan salah satu faktor terbesar adalah karena
kurangnya pengetahuan dan kepercayaan ibu terhadap pentingnya fungsi dari
vitamin A. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tingkat
pengetahuan ibu tentang vitamin A di posyandu di wilayah kerja puskesmas
Helvetia Sumatera Utara tahun 2010. Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian deskriptif. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 96 orang dengan
tingkat ketepatan (d) sebesar 0,1. Metode pengambilan sampel dengan
menggunakan

metode

cosecutive

sampling.

Sampel

tersebut

kemudian

didistribusikan secara merata. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan


kuesioner. Analisa data dengan menggunakan program SPSS versi 17.0. Hasil uji
tingkat pengetahuan masyarakat awam tentang vitamin A di posyandu di wilayah
kerja puskesmas Helvetia Sumatera Utara sebesar 65,6% dikategorikan baik.

41

Vitamin A is one of the important nutrition that dissolved by fat and saved
in lever, and can not made in body, so it should get from outside (essensial). The
function of vitamin A is to increase our vision, growth and to develop our immune
towards to disease. If the child or baby under 5 years was not have vitamin A
completely, they can have risk for getting blindness that the truth it can be avoid
by give vitamin A well.

42

Anda mungkin juga menyukai