PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Obat adalah suatu bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
menetapkan diagnosa, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada
manusia atau hewan, memperelok badan
atau
bagian
badan
manusia
(Anief, 2006).
Dalam upaya meningkatkan kesehatan, penggunaan obat
digunakan
sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut, sebagai pelarut digunakan
air suling, kecuali dinyatakan lain (Anief, M, 2005).
Larutan terjadi apabila suatu zat padat bersinggungan dengan suatu cairan,
maka zat padat tadi terbagi secara molekuler dalam cairan tersebut. Pernyataan
kelarutan zat dalam bagian tertentu
kecuali dinyatakan lain menunjukan 1 bagian bobot zat padat atau 1 bagian
volume zat cair larut dalam bagian volume tertentu pelarut. Pernyataan kelarutan
zat dalam bagian tertentu pelarut adalah kelarutan pada suhu kamar
(Anief, M., 2005). Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara
merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan
jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik, jika larutan
diencerkan atau dicampur (Anonim, 1995).
Sistem koloid banyak digunakan pada kehidupan sehari-hari, terutama
dalam kehidupan sehari-hari.Hal ini disebabkan sifat karakteristik koloid yang
penting, yaitu dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak dapat saling
melarutkan secara homogen dan bersifat stabil untuk produksi dalam skala besar.
Salah satu sistem koloid yang ada dalam kehidupan sehari hari dan dalam
industri adalah jenis emulsi.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang
terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan
terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar
dan cairan non polar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
air salah satunya terdispersi baik menjadi tetesan - tetesan seragam dalam
bagian lain.
II.1.2. Pengertian Emulsi secara Umum
Emulsi adalah suatu dispersi dimana fase terdispers terdiri dari bulatan bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang tidak
bercampur. Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut
emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi m/a.
Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak disebut
emulsi air dalam minyak yang dikenal sebagai a/m. Fase luar dari suatu emulsi
bersifat kontinu, suatu emulsi minyak dalam air bisa diencerkan atau ditambah
dengan air. Untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga yaitu : zat
pengemulsi.
Secara umum, emulsi merupakan system yang terdiri dari dua fase cair
yang tidak bercampur, yaitu fase dalam (internal) dan fase luar (eksternal).
Komponen emulsi :
a. Fase dalam (internal)
b. Fase luar (eksternal)
c. Emulsifiying Agent (emulgator)
Flavour dan pengawet yang berada dalam fasa air yang mungkin larut
dalam minyak harus dalam kadar yang cukup untuk memenuhi yang diinginkan.
Emulgator merupakan komponen yang peting untuk memperoleh emulsi
yang stabil. Ada dua macam tipe emulsi yang terbentuk yaitu tipe M/A dimana
tetes minyak terdispersi ke dalam fase air, dan tipe A/M dimana fase intern air dan
fase ekstern adalah minyak. Fase intern disebut pula dase dispers atau fase
discontinue.
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkan. Tujuan dari penstabilan adalah
untuk mencegah pecahnya atau terpisahnya antara fase terdispersi dengan
pendispersinnya. Dengan penambahan emulgator berarti telah menurunkan
tegangan permukaan secara bertahap sehingga akan menurunkan energi bebas
pembentukan emulsi, artinya dengan semakin rendah energi bebas pembentukan
emulsi akan semakin mudah.
Fase dalam mempunyai ukuran partikel yang kecil dan sama besar
mendekati ukuran partikel koloid
Jika memisah antara minyak dan air jika dikocok akan membentuk emulsi
lagi.
cair
merupakan
emulsi
dengan
fase
terdispersinya
maupun
pendispersinnya berupa fase cairan yang tidak saling melarutkan karena kedua
fase bersifat polar dan non polar. Emulsi ini dapat digolongkan menjadi 2 jenis
yaitu emulsi minyak didalam air contoh susu terdiri dari lemak sebagai fase
terdispersi dalam air jadi butiran minyak didalam air atau emulsi air dalam
minyak contoh margarine terdispersi dalam minyak jadi butiran air dalam minyak.
c. Emulsi padat
Emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinya cair dengan fase
pendispersinya berupa fase padat. Contoh : Gel yang dibedakan menjadi gel
elastic dan gel non elastic dimana gel elastic ikatan antar partikelnya tidak kuat
sedangkan non elastic ikatan antar partikelnya membentuk ikatan kovalen yang
kuat. Gel elastic dapat dibuat dengan mendinginkan sol iofil yang pekat contoh
gel ini adalah gelatin dan sabun. Sedangkan gel non elastic dapat dibuat secara
kimia sebagai contoh gel silica yang terbentuk karena penambahan HCl pekat
dalam larutan natrium silikat sehingga molekul molekul asam silikat yang
10
terbentuk
akan
terpolimerisasi
dan
membentuk
gel
(http://www.freewebs.com/leosylvi/koloidemulsi.htm).
II.4. Macam Macam Emulsi
a. Oral
Umumnya emulsi tipe o/w, karena rasa dan bau minyak yang tidak enak dapat
tertutupi, minyak bila dalam jumlah kecil dan terbagi dalam tetesan-tetesan
kecil lebih mudah dicerna.
b. Topikal
Umumnya emulsi tipe o/w atau w/o tergantung banyak faktor misalnya sifat
zatnya atau jenis efek terapi yang dikehendaki. Sediaan yang penggunaannya
di kulit dengan tujuan menghasilkan efek lokal.
c. Injeksi
Sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang
disuntikkan secara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau
selaput lendir.Contoh : Vit. A diserap cepat melalui jaringan, bila diinjeksi
dalam bentuk emulsi.
(Syamsuni, A. 2006)
II.5. Tipe Tipe Emulsi
Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase internal ataupun external,
maka emulsi digolongkan menjadi dua tipe yaitu :
a. Emulsi tipe O/W ( oil in water ) atau M/A ( minyak dalam air ),
yaitu emulsi yang terdiri atas butiran minyak yang tersebar atau terdispersi
ke dalam air. Minyak sebagai fase internal, air sebagai fase eksternal.
11
Butiran butiran air terdispersi dalam minyak yaitu pada emulsi ini
butiran butiran air yang hidrofilik stabil dalam minyak yang hidrofobik.
b. Emulsi tipe W/O ( water in oil ) atau A/M ( air dalam Minyak ),
yaitu emulsi yang terdiri atas butiran air yang tersebar atau terdispersi ke
dalam minyak. Air sebagai fase internal, minyak sebagai fase eksternal.
Butiran butiran minyak terdispersi dalam air yaitu
butiran butiran
12
pemanasan,
pendinginan,
penyaringan,
pengadukan.
c) Peristiwa biologi : fermentasi bakteri, jamur, ragi
c. Creaming : terpisahnya emulsi menjadi dua lapisan, yaitu nagian
mengandung fase dispersi lebih banyak dari pada lapisan yang lain.
Creaming bersifat reversibel artinya jika dikocok perlahan akan terdispersi
kembali.
d. Inversi massa ( pembalikan massa ), yang terjadi karena adannya
perubahan viskositas.
e. Inversi fase peristiwa berubahnya tipe emulsi o/w menjadi w/o secara tibatiba atau sebaliknya sifatnya irreversible.
f. Penggumpalan, yaitu proses bertumbuh, dimana partikel partikel
teremulsi bergabung membentuk partikel yang lebih besar. Faktor utama
yang mencegah penggumpalan dalam emulsi terflokulasi dan tidak
terflokulasi adalah kekuatan mekanis dari pembatas antarmuka.
g. Pembentukan krim, yaitu meliputi gerakan sejumlah tetesan heterodispers,
dan gerakan tersebut saling mengganggu satu sama lain dan bisa
menyebabkan rusaknya tetesan. Jika terjadi flokulasi kriteria bulat hilang
dan koreksi kompleks variasi variasi ini harus dibuat sebelum hukum
stokes dapat digunakan secara kuantitatif ke sifat emulsi. Terbukti bahwa
laju pembentukan krim merupakan suatu fungsi kuadrat dari jari jari
13
tetesan. Jadi pertikel partikel yang lebih besar mebentuk krim jauh lebih
cepat dibandingkan dengan partikel partikel yang lebih kecil.
Emulsi
dapat
mengalami
kestabilan
namun
juga
dapat
mengalami
14
2. Pengenceran
Dengan menambahkan sejumlah medium pendispersinya, emulsi dapat
diencerkan. Sebaliknya, fase terdispersi yang dicampurkan akan dengan spontan
membentuk lapisan terpisah. Sifat ini dapat dimanfaatkan untuk menentukan jenis
emulsi.
II.9. Emulgator (Bahan Pengemulsi)
II.9.1 Pengertian emulgator
Pharmaceutical Technology (Parrot, 1971 ; 358)
Emulgator adalah sebuah surfaktan yang dapat menurunkan tegangan
permukaan dan membentuk film dari bulatan terdispersi.
II.9.2 Mekanisme kerja emulgator
a. Farmasi fisik II (Martin, dkk., 1993:1147)
Terbagi atas 3 yaitu:
1) Zat-zat yang aktif pada permukaan yang teradsorbsi pada antarmuka
minyak / air membentuk lapisan monomolekuler & mengurangi tegangan
antarmuka.
2) Koloida hidrofilik yang membentuk suatu lapisan multimolekular sekitar
tetesan-tetesan terdispers dari minyak dalam suatu emulsi o/w.
3) Partikel - partikel padat yang terbagi halus, yang diadsorbsi pada batas
antarmuka dua fase cair yang tidak bercampur & membentuk suatu lapisan
partikel disekitar bola-bola terdisper.
15
16
Pada umumnya termasuk karbohydrat dan merupakan emulgator tipe o/w, sangat
peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggi, juga dapat dirusak oleh bakteri.
Oleh sebab itu pada pembuatan emulsi dengan emulgator ini harus selalu
ditambah bahan pengawet.
1. Gom Arab
Sangat baik untuk emulgator tipe o/w dan untuk obat minum. Kestabilan emulsi
yang dibuat dengan gom arab berdasarkan 2 faktor yaitu :
-
Bila tidak dikatakan lain maka emulsi dengan gom arab, jumlah gom arab yang
digunakan dari jumlah minyak. Untuk membuat corpus emulsi diperlukan air
1,5 x berat gom, diaduk keras dan cepat sampai berwarna putih, lalu diencerkan
sisa airnya. Selain itu dapat disebutkan :
-
Cara pembuatan
Lemak padat dilebur lalu ditambahkan gom, buat corpus emulsi dengan air panas
1,5 x berat gom. Dinginkan dan encerkan emulsi dengan air dingin. Contohnya
cera, oleum cacao, dan paraffin solid.
-
Minyak atsiri
Minyak lemak
Kecuali oleum ricini hanya 1/3 nya saja. Contoh : Oleum amygdalarum.
-
Minyak lemak + minyak atsiri + zat padat larut dalam minyak lemak.
Kedua minyak dicampur dulu, zat padat dilarutkan dalam minyaknya, tambahkan
gom( x minyak lemak + aa x minyak asiri + aa x zat padat ).
17
Balsam balsam
Tragacanth
3.
Agar-agar
4.
Chondrus
5.
Emulgator lain
CMC-Na
: Cara Pembuatan 1-2% cmc-na yang dihunakan
b. Emulgator alam dari hewan
1. Kuning telur
18
seperti minyak.
c. Tween 60
: Polioksi etilen sorbitan monostearat, semi padat
seperti minyak.
d. Tween 80
: Polioksi etilen sorbitan monooleat, cairan seperti
minyak.
3. Span : Ester dari sorbitan dengan asam lemak. Berikut jenis span :
a. Span 20
: Sorbitan monobiurat, cairan
b. Span 40
: Sorbitan monopulmitat, padat seperti malam
c. Span 60
: Sorbitan monooleat, cair seperti minyak
C. Emulgator golongan surfaktan
- Anionik
: sabun alkali, natrium lauryl sulfat
- Kationik
: senyawa ammonium kuartener
- Non Ionik
: tween dan span
- Amfoter
: protein, lesitin
II.10. Komponen Emulsi
A. Komponen dasar yaitu bahan pembentuk emulsi yang harus terdapat di
dalam emulsi, terdiri atas :
a. Fase dispersi / fase internal / fase dalam / fase discontinue
Yaitu zat cair yang terbagi-bagi menjadi butiran kecil di dalam zat cair
lainnya.
b. Fase pendispersi / fase external / fase luar / fase continue
19
Yaitu zat cair dalam emulsi yang berfungsi sebagai bahan dasar ( bahan
pendukung ) emulsi tersebut.
c. Emulgator : bagian dari emulsi yang berfungsi untuk menstabilkan emulsi.
B. Komponen tambahan yaitu bahan tambahan yang sering ditambahkan ke
dalam emulsi untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Misalnya corrigen saporis, corrigen odoris, corrigen colouris, preservative
(pengawet) dan anti oksidan. Preservative yang digunakan antara lain
metil dan propil paraben, asam benzoat, asam sorbat, fenol, kresol, dan
klorbutanol, benzalkonium klorida, fenil merkuri asetas, dll. Antioksidan
yang digunakan antara lain asam askorbat, a-tocopherol, asam sitrat, propil
gallat, asam gallat.
20
secara in situ disiapkan dari minyak sayur alami yang mengandung asam lemak
bebas.
b. Sabun Lunak
Metode ini, basis di larutkan dalam fase air dan asam lemak dalam fase
minyak. Jika perlu, maka bahan dapat dilelehkan, komponen tersebut dapat
dipisahkan dalam dua gelas beker dan dipanaskan hingga meleleh, jika kedua fase
telah mencapai temperature yang sama, maka fase eksternal ditambahkan kedalam
fase internal dengan pengadukan.
c. Pengemulsi Sintetik
Beberapa pustaka memasukkannya dalam kategori metode tambahan (1).
Secara umum, metode ini sama dengan metode penyabunan in situ dengan
menggunakan sabun lunak dengan perbedaan bahwa bahan pengemulsi
ditambahkan pada fase dimana ia dapat lebih melarut. Dengan perbandingan
untuk emulsifier 2-5%. Emulsifikasi tidak terjadi secepat metode penyabunan.
Beberapa tipe peralatan mekanik biasanya dibutuhkan, seperti hand homogenizer.
II.12. Cara Pembuatan Emulsi
a. Dengan Mortir dan Stamfer
Sering digunakan untuk membuat minyak lemak dalam ukuran kecil.
b. Botol
Minyak dengan viskositas rendah dapat dibuat dengan cara dikocok dalam
botol pengocokan dilakukan terputus putus untuk memberi kesempatan
emulgator bekerja.
c. Mixer
21
22
intern yang relative tinggi. Sebaliknya emulsi tipe A/M volume fase intern
akan terbatas, apabila air cukup banyak akan terjadi inverse.
3) Tipe emulsi juga dapat mempengaruhi viskositas tiap fase.
Tegangan antar muka dapat di bedakan dengan tiga cara:
a. Penambahan surfaktan yang menurunkan tekanan antar muka atau antara
dua cairan yang tak tercampur.
b. Penambahan substansi yang menyusun melintang diantara permukaan dari
c.
Konsistensi emulsi sangat beragam mulai dari cairan yang mudah dituang
emulsi
memerlukan
bahan
antimikroba
karena
fase
air
Untuk emulsi yang diberikan secara oral, tipe emulsi minyak dalam air
memungkinkan pemberian obat yang harus diamakan tersebut mempunyai
rasa yang lebih enak, walaupun yang diberikan sebenarnya minyak yang
tidak enak rasanya, dengan menambahkan pemanis dan pemberi rasa pada
24
lambung.
Ukuran partikel
yang
diperkecil
dari
bola-bola
minyak
dapat
Pemberian oral yang baik untuk cairan yang tidak larut dalam air terutama
jika fase terdispersi mempunyai rasa yang tidak enak. Beberapa senyawa
yang tidak larut dalam lemak seperti vitamin diabsorpsi lebih sempurna
jika diemulsikan dari pada jika diberi peroral dalam suatu larutan
berminyak.
Penggunaan emulsi intravena merupakan suatu cara merawat pasien lemah
yang digunakan
Digunakan dalam sediaan aerosol untuk menghasilkan busa.
25
diinginkan.
Pembuatan emulsi juga dapat memengontrol viskositas dan derajat
kekasaran (greasiness) dari emulsi dan kosmetik maupun emulsi
dermatologis.
Emulsi memiliki suatu keuntungan biaya yang lebih penting dari pada
26
b. Kekurangan :
a) Kurang praktis dan staabilits rendah dibanding tablet.
b) Takaran dosis kurang teliti.
27
; rasa khas.
: Sukar larut dalam etanol (95%) P; mudah larut dalam
cahaya.
: Sumber vitamin A & vitamin D.
28
Stabilitas
teroksidasi
Inkompatibilitas: Inkompatibel dengan amidopyrin, apomorfin, aerosol,
etanol 95 %, garam ferri, morfin, tanin, timol, banyak
kandungan garam menurunnya viskositas.
3. Gliserin
Rumus Molekul
: C3H8O3.
Berat Molekul
: 92,09
Pemerian
: Cairan jernih seperti sirup, tidak berwarna; rasa manis;
hanya boleh berbau khas lemah (tajam atau tidak enak).
Kelarutan
Titik Beku
Khasiat
Konsentrasi
Bj
OTT
Stabilitas
29
Stabilitas
OTT
30
BAB III
METODELOGI PERCOBAAN
III.1 Formula yang disetujui
31
20
Oleum cinnamon
0.1
15
Natrium Hypophospat
0.5
Gliserin
10
Aquadest
34
m.f.emulsi
S.3.dd.C
6. Sudip
2. Kertas perkamen
7. Botol 100 ml
3. Sendok tanduk
8. Kotak obat
4.Stamper/mortir
9. Kertas label
5. Gelas ukur
III.2.2. Bahan
1.
2.
3.
4.
5.
6. Aquadest
III.3 Perhitungan Bahan Obat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
: putih
Apotek Kelompok I-B
33
III.8 Evaluasi
1. Organoleptic
Bau
Warna
Rasa
: manis
2. Ph
:-
3. Viskositas
:-
4. Volume
: 100 mL
III.9 Swamedikasi
-
34
kuat.
Sehari tiga kali satu sendok makan
: One-Emulcion
Tanggal Produksi
: 19-06-2015
No.Reg
: DBL 1B19062015
Produksi
Bahan
Fungsi
Zat aktif
Ol. Cinnamon
Odoris
PGA
Emulsifying agent
Na. Hypophospat
Gliserin
Zat tambahan
Aqua
Pelarut
EMULSI ONE-EMULCION
Tgl Formula : 18-06-2015
Tgl Produksi : 19-06-2015
Formulator
: Kelompok I-B
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh sediaan emulsi berwarna
putih kental dan rasa manis dan dengan bau khas aroma kayu manis.
IV.2 PEMBAHASAN
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil, sehingga dibutuhkan zat
pengemulsi atau emulgator untuk menstabilkannya sehingga antara zat yang
terdispersi dengan pendispersinnya tidak akan pecah atau keduannya tidak akan
terpisah. Ditinjau dari segi kepolaran, emulsi merupakan campuran cairan polar
dan cairan non polar.
Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinnya berupa fase
cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun
gas. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak
stabil, butir butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan yaitu air
dan minyak yang terpisah yang dibantu oleh zat pengemulsi (emulgator) yang
merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsi yang
36
Dalam pembuatan sediaan emulsi ini kami menggunakan wadah (botol) 100 mL.
Zat aktif yang digunakan adalah oleum Lecoris Aselli, PGA sebagai emulsifying
37
38
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa:
1. Jumlah larutan emusi yang berhasil dibuat oleh kelompok I B sebanyak 1 botol
dengan volume 100 mL.
2. Bentuk sediaan emulsi yang dihasilkan berwarna putih kental, rasa manis, dan
beraroma khas kayu manis.
Dan
pada saat pembuatan kita harus lebih teliti dalam hal penimbangan,
39
semua sifat dan karakteristik zat aktif obat dan yang lainnya agar tidak terjadi
kesalahan dalam membuat sediaan emulsi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anief.Moch.2000.Ilmu Meracik Obat;Teori dan Praktik.Gadjah Mada Press.
Yogyakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.1979.Farmakope Indonesia.Edisi keIII.Departemen Kesehatan Republik Indonesia.Jakarta.
Lachman.L.1986.Teori dan Praktek Farmasi Industri.terjemahan Siti Suyatmi.UI
Press.Jakarta.
Departemen kesehatan republik indonesia.1995.Farmakope indonesia.edisi ke IV:
Jakarta.
Departemen kesehatan republik indonesia.2001.ilmu resep teori.jilid ke-1: Jakarta
Howard C. Ansel.1989.Pengantar bentuk sediaan farmasi.Jakarta:UI-Press.
Msc, Prof.Dr.Ssupriyatna.2009.Farmasetika dasar.jakarta:widia padjadjaran
Anggi.2008 19 Desember
40
ABSTRAK
Vitamin A merupakan salah satu zat gizi penting yang larut dalam lemak
dan disimpan dalam hati, tidak dapat dibuat oleh tubuh, sehingga harus dipenuhi
dari luar (esensial). Vitamin A berfungsi untuk meningkatkan fungsi penglihatan,
pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Jika balita atau
anak tidak mendapatkan vitamin A dengan cukup maka akan berisiko
mendapatkan penyakit kebutaan yang sebenarnya dapat dicegah dengan
pemberian vitamin A yang baik. Asupan vitamin A yang kurang pada anak bisa
disebabkan oleh banyak faktor, dan salah satu faktor terbesar adalah karena
kurangnya pengetahuan dan kepercayaan ibu terhadap pentingnya fungsi dari
vitamin A. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tingkat
pengetahuan ibu tentang vitamin A di posyandu di wilayah kerja puskesmas
Helvetia Sumatera Utara tahun 2010. Jenis penelitian yang dilakukan adalah
penelitian deskriptif. Jumlah sampel yang diperoleh sebanyak 96 orang dengan
tingkat ketepatan (d) sebesar 0,1. Metode pengambilan sampel dengan
menggunakan
metode
cosecutive
sampling.
Sampel
tersebut
kemudian
41
Vitamin A is one of the important nutrition that dissolved by fat and saved
in lever, and can not made in body, so it should get from outside (essensial). The
function of vitamin A is to increase our vision, growth and to develop our immune
towards to disease. If the child or baby under 5 years was not have vitamin A
completely, they can have risk for getting blindness that the truth it can be avoid
by give vitamin A well.
42