Anda di halaman 1dari 6

Pembahasan Gel

Resep 9

R/ Asam Salisilat

Etanol qs

CMC Na 1,5

HPMC 0,5

Gliserin 2,5

Aqua ad 50

Sediaan Gel

Praktikum kali ini adalah pembuatan sediaan semisolid yaitu gel, salep dan krim
yang dilakukan pada tanggal 18 januari 2021. Tujuan dari praktikum ini adalah untuk
dapat melakukan teknik pembuatan beberapa jenis sediaan semisolid (gel, salep, krim),
melakukan beberapa uji fisik sediaan semisolid dan membandingkan cara pembuatan,
karakteristik fisik dan pelepasan obat dari berbagai jenis atau basis sediaan semisolid.

Pada Praktikum ini dibuat bentuk sediaan gel berdasarkan formula 9 yang
berisikan zat aktif asam salisilat, etanol, HPMC, CMC-Na, dan juga aquadest. Gel (dari
bahasa Latin gelu — membeku, dingin, es atau gelatus — membeku) adalah campuran
koloidal antara dua zat berbeda fase: padat dan cair. Penampilan gel seperti zat padat
yang lunak dan kenyal (seperti jelly), namun pada rentang suhu tertentu dapat berperilaku
seperti fluida (mengalir). Berdasarkan berat, kebanyakan gel seharusnya tergolong zat
cair, namun mereka juga memiliki sifat seperti benda padat. Contoh gel adalah gelatin,
agar-agar, dan gel rambut.
Gel merupakan sediaan semi padat yang terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik kecil atau molekul organik besar, terpenetrasi oleh suatu cairan. Jika
massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, digolongkan sebagai sistem
dua fase (gel aluminium hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari
fase terdispersi relatif besar itu disebut Magma (misalnya magma bentonit). Baik gel
maupun magma dapat bersifat tiksotropik, yaitu membentuk massa yang semipadat jika
dibiarkan dan menjadi cair pada pengocokan.
Bahan aktif yang digunakan pada pembuatan sediaan gel ini adalah asam salisilat,
dikenal juga dengan asam 2-hidroksi benzoat atau asam- ortohidrobenzoat yang memiliki
struktur kimia C7H6O3. Asam salisilat telah digunakan sebagai bahan terapi topikal lebih
dari 100 tahun yang lalu. Dalam bidang dermatologi, asam salisilat telah lama dikenal
dengan khasiat utamanya sebagai bahan keratolitik. Hingga saat ini asam salisilat masih
digunakan dalam terapi veruka, kalus, psoriasis, dermatitis seboroik pada kulit kepala,
dan iktiosis. Penggunaannya semakin berkembang sebagai bahan peeling dalam terapi
penuaan kulit, melasma, hiperpegmentasi pasca inflamasi, dan akne (Lee dan Kim, 2003;
Muhammad et al., 2016).
Adapun langkah pembuatan gel yaitu yang pertama, ditimbang bahan-bahan
seperti asam salisilat sebanyak 5 gram dan CMC-Na 1,5 gram sebelumnya CMC-Na
dikembangkan terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya praktikum dengan aquadest 30
ml, HPMC sebanyak 0,5 gram. Selanjutnya dilarutkan 0,5 gram HPMC tersebut dalam
beaker glass dengan 12,5 ml dan dihomogenkan. Aquadest yang tersisa ditambahkan
diakhir agar memenuhi ad Aquadest 50 mL. Aquadest yaitu air murni yang dapat
diperoleh melalui suatu tahap penyulingan. Aquadest merupakan suatu air yang bebas
terhadap kotoran maupun mikroba yang ada jika dibandingan dengan air biasa. Pada
sediaan yang mengandung air, air murni banyak 14 digunakan tetapi tidak pada sediaan
parenteral (Ansel, 1989). Pada sediaan farmasi aquadest dapat berfungsi sebagai pelarut
maupun medium pendispersi. HPMC berfungsi sebagai gelling agent yang merupakan
bahan pembentuk gel. Propilen glikol berfungsi sebagai humektan yang akan menjaga
kestabilan sediaan dengan cara mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi
penguapan air dari sediaan. Selain menjaga kestabilan sediaan, secara tidak langsung
humektan juga dapat mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak kering
(Martin et al., 1993; Barel et al., 2009). HPMC dapat membentuk gel yang jernih dan
bersifat netral serta memiliki viskositas yang stabil pada penyimpanan jangka panjang
(Rowe et al., 2009). Selain itu HPMC mengembang terbatas dalam air sehingga
merupakan bahan pembentuk hidrogel yang baik. Di mortir lainnya digerus 5 gram asam
salisilat dengan etanol 3-4 tetes sampai hilang kristal jarumnya. Penambahan etanol pada
pembuatan gel bertujuan agar kristal asam salisilat dapat digerus halus untuk mencegah
iritasi pada pemakaian. Kemudian kedua bahan tersebut dicampurkan secara geometris
dan dihomogenkan sampai terbentuk gel.
Terdapat beberapa uji yang perlu dilakukan untuk mengevaluasi kualitas dari
sediaan gel yang telah diformulasi. United States Pharmacopeia (USP)
merekomendasikan beberapa uji yaitu minimum pengisian, pH, viskositas, antimicrobial,
dan kandungan alkohol pada sediaan tertentu. Adapun uji lainnya yaitu uji homogenitas,
uji karakter reologi, uji daya lekat serta uji stabilitas (Gad, 2008) maupun uji
extrudability, uji iritasi dan uji homogenitas (Kaur dan Guleri, 2013). Adapun uji yang
dilakukan pada praktikum ini yaitu uji daya sebar, uji daya rekat, uji daya proteksi dan uji
homogenitas fisik.
Uji yang pertama yaitu uji daya proteksi. Uji daya proteksi dilakukan untuk
mengetahui sejauh mana gel dapat memberikan efek proteksi terhadap iritasi mekanik,
panas dan kimia. Semakin lama terbentuk warna merah muda maka gel mampu
memberikan perlindungan pada kulit dari pengaruh luar. Langkah kerja uji daya proteksi
dilakukan dengan membasahi kertas saring dengan fenolftalein, dikeringkan, dipasangkan
alat ujinya lalu dioleskan dengan gel. Dibuat area 2,5 cm pada kertas saring lain yang
nantinya akan ditutup pinggirnya dengan paraffin yang dicairkan. Kertas ditetesi dengan
KOH 0,1 N secukupnya dan diamati berapa detik muncul warna pink atau merah muda
dengan maksimal waktu 5 menit. Syarat dari uji ini adalah kuat dan tidak timbul warna
pink atau merah muda selama 5 menit. Dari hasil percobaan didapatkan hasil berupa
warna pink pada 3 detik setelah ditetesi. Hal ini dapat disebabkan karena pengolesan gel
yang kurang merata pada kertas dan kertas yang ditetesi fenolftalein belum kering
sempurna.
Uji kedua yaitu uji daya sebar. Pengujian daya sebar bertujuan untuk mengetahui
daya penyebaran gel pada kulit yang sedang diobati. Daya sebar gel yang baik yaitu
antara 5 sampai 7 cm (Garg et al., 2002). Semakin meningkat konsentrasi gelling agent
yang digunakan maka akan terjadi penurunan nilai daya sebar pada masing-masing
formula. Penurunan nilai daya sebar ini disebabkan karena perbedaan konsentrasi HPMC
pada masingmasing formula menyebabkan perbedaan viskositas gel yang dihasilkan,
dimana viskositas gel berbanding terbalik dengan daya sebar yang dihasilkan. Semakin
tinggi konsentrasi gelling agent yang digunakan maka akan meningkatnya tahanan gel
untuk mengalir dan menyebar (Martin et al., 1993). Adapun langkah pengujiannya adalah
yang pertama diambil sedikit sediaan gel yang sudah dibuat tadi lalu diletakan diantara
dua cawan peteri tepat ditengah dan ditimpa dengan beban yang telah ditentukan yaitu
tanpa beban; 100gr;200gr;300gr;400gr;500gr. Uji ini dilakukan dengan replikasi 3 kali
kemudian dihitung luas sebaran rata-ratanya. Dari uji tersebut didapatkan hasil rata-rata
dari replikasi 1 yaitu 12,83 cm; replikasi 2 yaitu 10,38 cm; dan replikasi 3 yaitu 11,183
cm.
Uji yang ketiga dilakukan yaitu uji homogenitas fisik. Uji ini dilakukan dengan
cara mengoleskan gel pada gelas objek dan dilihat secara fisik ada tidaknya zat/partikel
yang belum tercampur secara merata. Uji homogenitas bertujuan untuk melihat
keseragaman partikel dalam sediaan gel sehingga memberikan kualitas yang maksimal
ketika digunakan. Dari hasil pengamatan, didapatkan bahwa masih terdapat partikel kasar
dan putih yang belum tercampur secara sempurna. Hal ini dapat dipengaruhi dengan
kecepatan pengadukan selama proses formulasi sediaan gel. Kecepatan pengadukan
bertujuan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga disetiap partikel mempunyai
kesempatan yang sama untuk berada pada setiap bagian dalam gel. Pengadukan yang
terlalu cepat dan kuat akan merusak sistem rantai polimer dan terjadi gelembung udara di
dalam formula sehingga mengakibatkan sedian tidak homogen.
Uji yang terakhir yaitu uji daya rekat atau lekat. Pengujian daya lekat bertujuan
untuk mengetahui kemampuan gel melekat pada kulit. Gel yang baik memiliki daya lekat
yang tinggi (Carter, 1975). Seiring meningkatnya konsentrasi HPMC dan CMC-Na maka
daya lekat akan semakin meningkat pada masing-masing formula. Semakin tinggi
konsentrasi gelling agent yang digunakan maka akan meningkatkan konsistensi gel dan
daya lekat menjadi lebih besar (Nurlaela dkk., 2012). Kemampuan daya lekat gel akan
mempengaruhi efek terapi. Semakin lama kemampuan gel melekat pada kulit, maka gel
dapat memberikan efek terapi yang lebih lama (Ansel, 1989). Adapun Langkah
pengujiannya dengan cara mengoleskan gel dikertas saring pada area 2 x 2 cm, diletakkan
objek gelas lain pada alat uji daya rekat dengan posisi sedikit bergeser, kemudian timpa
dengan beban 1 kg selama 5 menit dan dipasang alat uji. Selanjutnya dilepaskan beban 80
gram dan dihitung waktu hingga rekatannya terlepas. Semakin lama waktu yang
diperlukan kedua kaca objek terlepas, maka semakin tinggi daya rekatnya, sehingga daya
rekat gel pada kulit dan efek zat aktifnya akan semakin lama. Kemudian direplikasi
sebanyak 3 kali, hasil yang diperoleh dari uji dara rekat ini yaitu replikasi 1 selama 2,82
detik, replikasi 2 selama 1 menit 14 detik; replikasi 3 selama 2 menit 15 detik. Dan
diperoleh hasil rata-rata sebesar 1 menit 1 detik. Hal ini belum sesuai standar uji daya
lekat yang telah ditetapkan yaitu 2,00-300,00 detik.

DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., 2002, The Art, Science and Technology of Pharmaceutical
Compounding,
Second Edition, 170-173, 183, 187, American Pharmaceutical Association,
Washington
D.C.
Anief, M, 1987, Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktek, Penerbit University Press.
Anief, Moh. 2005. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Ansel,H. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Diterjemahkan oleh Farida
Ibrahim. US press : Jakarta
Barel A.O., Paye M. and Maibach H.I., 2009, Handbook of Cosmetic Science and
Technology, 3rd Editio., Informa Healthcare USA, Inc., New York.
Engelina, Ng.,2013. Optimasi Krim Sarang Burung Walet Putih (Aerodramus
fuciphagus) Tipe M/A dengan Variasi Emulgator sebagai Pencerah Kulit
menggunakan Simplex Lattice Design. Skripsi. Sarjana Farmasi. Universitas
Tanjungpura. Pontianak
Erugan, A.C,S.Purwaningsih dan S.B.Anita.2009.Aplikasi Karaginan dalam
Pembuatan skin Lotion. J Teknologi Hasil Perikanan Indonesia
Marlina.2007. Optimasi Komposisi Propilen Glikol dan Sorbitol sebagai
Humektan
dalam formula Krim Anti Hersol Extra SAW palmetto (Serenoa Repens:
Aplikasi Design Factorial. Skripsi.49. Universitas Sanata Dharma
Rowe, et al. 2009. Handbook of Pharmaceutical Ecipient, sixth edition. London :
The
Pharmaceutical Press
Sumardjo, Damin, 2006. Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata 1 Fakultas Bioeksata. Jakarta : EGC
Voigt,R.,1994.Buku Pengantar Teknologi Farmasi 572 – 574, diterjemahkan oleh
Soedani Edisi 5. Yogyakarta :UGM Press

Anda mungkin juga menyukai