Anda di halaman 1dari 7

1.

Pendahuluan
Berdasarkan UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Narkotika adalah zat atau obat yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kecanduan jika pemakaiannya berlebihan.
Pemanfaatan dari zat-zat itu adalah sebagai obat penghilang nyeri serta memberikan
ketenangan. Penyalahgunaannya bisa terkena sanksi hukum. Untuk mengetahui apa saja jenis
dan bahaya narkoba bagi kesehatan, simak ulasannya berikut ini.

2. Epidemiologi (ilmu yang mempelajari tentang pola penyebaran penyakit atau kejadian yang
berhubungan dengan kesehatan)
https://puslitdatin.bnn.go.id/portfolio/data-statistik-kasus-narkoba/
Diperkirakan ada sekitar 167 hingga 315 juta orang penyalahguna dari populasi
penduduk dunia yang berumur 15-64 tahun yang menggunakan narkoba minimal sekali dalam
setahun di tahun 2013 (UNODC, 2015). Berdasarkan pendataan dari aplikasi Sistem Informasi
Narkoba (SIN) jumlah kasus narkotika yang berhasil diungkap selama 5 tahun terakhir dari tahun
2012-2016 per tahun sebesar 76,53%. Kenaikan paling tinggi pada tahun 2013 ke tahun 2014
yaitu 161,22%.

3. Etiologi ( studi yang mempelajari tentang sebab dan asal muasal. )


Kalo loe gak pake narkoba, loe gak gaul!
Kalimat di atas merupakan salah satu pernyataan sebagai salah satu ajakan untuk
mengkonsumsi narkoba. Banyak yang menawarkan dan menipu si korban agar mau mencoba,
awalnya diberikan gratis dengan dalih pertemanan atau ingin menolong mengatasi masalah
yang sedang dihadapi. Narkoba juga mudah diperoleh baik di tempat umum seperti warung,
maupun di tempat-tempat tertentu seperti diskotik sehingga narkoba dapat dikonsumsi oleh
berbagai kalangan usia dan tidak memandang jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis
pekerjaan seperti terlihat pada data di bawah ini. Konsumsi narkoba juga diperburuk oleh tren
kehidupan yang cenderung individualistis saat ini, kepedulian di antara anggota masyarakat
terhadap anggota masyarakat lainnya menjadi sangat berkurang.
Infodatin. 2014. Situasi dan Analisis Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Kementerian RI.

4. Patofisiologi (studi yang mempelajari bagaimana suatu penyakit mempengauhu sistem tubuh)
Bagi tubuh pengguna, narkoba dapat mempengaruhi beberapa bagian tubuh, seperti jantung,
otak, tulang, pembuluh darah, paru-paru, sistem syaraf, dan sistem pencernaan. Selain itu
pengguna dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV/AIDS, Hepatitis, Herpes, dan
TBC.
Bagi mental pengguna, narkoba dapat menyebabkan depresi, gangguan jiwa berat/psikotik,
bunuh diri dan tindak kejahatan, serta kekerasan. Efek depresi bisa ditimbulkan akibat kegagalan
dalam berhenti memakai narkoba.
Namun orang normal yang depresi dapat menjadi pemakai narkoba karena mereka berpikir
bahwa narkoba dapat mengatasi dan melupakan masalah dirinya, akan tetapi semua itu tidak
benar.
Infodatin. 2017. Anti Narkoba Sedunia 26 Juni ’17. Jakarta: Kementerian RI.

5. Tanda & Gejala


Overdosis opioid dapat diidentifikasi dengan kombinasi tiga gejala: 1) pupil yang mengecil, 2)
tidak sadar, dan 3) depresi pernapasan (UNODC, 2016).
Tanda-tanda pengguna narkotika secara fisik: timbul ketergantungan, pernafasan terhambat,
sering muntah, muka selalu memerah, gatal pada bagian hidung, sembelit (kesulitan buang air
besar/ BAB), jumlah air seni dalam tubuh berkurang, sering terjadi gangguan haid pada wanita
pengguna narkotika, dapat menyebabkan impotensi, dan sering mengantuk.
Tanda-tanda perilaku pengguna napza: mudah kecewa, minder, selalu terburuburu, suka
berpetualangan yang beresiko, selalu merasa bosan, kurang ada semangat hidup, kurang
berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler (untuk pelajar), cenderung memiliki gangguan jiwa
(misal selalu cemas), potensi keterbelakangan mental, potensi penyimpangan (seksual, dropout,
anti sosial, agresif, kenakalan remaja, pembohong), tidak suka olahraga, protes sosial, merasa
dikucilkan dalam keluarga, potensi perokok, berteman akrab dengan sesama pengguna Napza,
dan jauh dari Tuhan (Chulaifah dan Hidayatullah, 2018).
6. Tujuan dan Sasaran http://vhasande.blogspot.com/2014/03.jenis-pelayanan-rehabilitasi.html
Tujuan:
Bebas dari ketergantungan Napza.
Dapat hidup kembali di tengah masyarakat.
Mampu memelihara diri sendiri.

Sasaran:
Peningkatan kualitas hidup pasien.

7. Tatalaksana Terapi
8. SKENARIO
9. Soap

PER S/O ASSESSME PLAN


MAS NT
ALA (ANALISA
HAN & DRP)
Subjective Ketergantunga Rekomendasi
 Gejala: Pusing, men n morfin PTRM dengan syarat mendapatkan second
gantuk, mulut kering opinion dari profesional medis lain karena pasien
& berkeringat belum berusia 18 tahun.
 Riwayat:  Pemberian Dosis Awal
 Merokok (kelas 2  Dianjurkan 15-30 mg untuk tiga hari
SMP) pertama dengan observasi selama 45
 Alkohol dan obat- menit setelah pemberian dosis awal
obatan (kelas 1 untuk memantau tandatanda
MAN) toksisitas atau gejala putus obat.
 Narkotika (morfin) Jika terjadi, maka dosis akan
dengan suntik (usia dimodifikasi sesuai dengan keadaan.
17 tahun)  Metadon harus diberikan dalam bentuk 
 Riwayat obat lain: cair dan diencerkan sampai menjadi
tramadol 100cc.
Objective  Fase Stabilisasi
 Penggunaan morfin  Dosis awal dinaikkan 5-10 mg tiap 35 h
pada tahap sosial use ari untuk melihat efek dari dosis yang
sedang diberikan.
 Total kenaikan dosis tiap minggu
tidak boleh lebih 30 mg.
 Kriteria Penambahan Dosis
 Adanya tanda dan gejala putus opiat (o
byektif dan subyektif).
 Jumlah dan/atau frekuensi penggunaan
opiat tidak berkurang.
 Craving tetap masih ada.
 Fase Rumatan
 Dosis rumatan rata-rata adalah 60120 
mg per hari.
 Dosis rumatan harus dipantau dan
disesuaikan setiap hari secara
teratur tergantung keadaan pasien.
 Fase ini dapat berjalan selama
bertahuntahun sampai perilaku
stabil
 Fase Reduksi
Metadon dapat dihentikan secara
bertahap perlahan (tappering off).
Penghentian metadon dapat dilakukan pada
keadaan berikut:
 Pasien sudah dalam keadaan stabil.
 Minimal 6 bulan pasien dalam keadaan 
bebas heroin.
 Pasien dalam kondisi yang stabil untuk 
bekerja dan dalam lingkungan rumah
(stable working dan housing).
Penurunan dosis maksimal sebanyak
10%. Penurunan dosis yang
direkomendasikan adalah setiap 2 minggu.
Pemantauan perkembangan psikologis
pasien harus diperhatikan. Jika ada emosi
tidak stabil, dosis dapat dinaikkan kembali.
Monitoring:
Pasien diobservasi setiap hari setelah minum
dosis pertama terutama untuk tandatanda
intoksikasi dalam tiga hari pertama. Jika
terjadi gejala intoksikasi, dokter harus
menilai dosis berikut yang akan digunakan.
Dalam bulan pertama terapi, dokter melakukan
evaluasi ulang pada pasien minimal satu kali
seminggu.
Selanjutnya, dokter melakukan evaluasi ulang
pada pasien minimal setiap bulan. Penambahan
dosis, selalu harus didahului dengan evaluasi
ulang pada pasien.
Penilaian yang dilakukan terhadap pasien
meliputi:
1. derajat keparahan gejala putus obat
2. intoksikasi
3. penggunaan obat lain
4. efek samping
5. persepsi pasien terhadap kecukupan dosis
6. kepatuhan terhadap regimen obat yang
diberikan
7. kualitas tidur, nafsu makan,dll.

10. Monitoring
11. Program Terapi Rumatan Methadone
12. Lokasi ptrm di yogyakarta
13. EBM Terapi Metadon
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5880371/

14. Program/Protokol Terapi Untuk Ketergantungan Morfin


15. Tahapan Terapi

Fase Pemberian Fase Stabilisasi Fase Rumatan Fase Penghentian


atau Fase Reduksi
Dosis awal adalah Dosis awal dinaikkan Pasien mencapai Fase ini dilakukan
1530 mg untuk tiga 510 mg tiap 35 hari. dosis rumatan atau secara bertahap.
hari pertama. Dosis Hal ini bertujuan pemeliharan jika Dapat dimulai apabila
awal > 40 mg dapat untuk melihat efek dengan dosis klien telah dalam
menyebabkan dari dosis yang sedang hariannya pasien keadaan stabil,
kematian. Pasien diberikan. Total merasa stabil secara minimal 6 bulan
diobservasi 45 menit kenaikan dosis tiap emosional, dalam keadaan bebas
setelah pemberian minggu tidak boleh pekerjaan dan heroin, dan pasien
dosis awal untuk lebih 30 mg. kehidupan sosial. dalam keadaan stabil
memantau tanda Rata-rata untuk bekerja dan
tanda toksisitas. Kriteria Penambahan dosis rumatan dalam lingkungan
Jika terjadi, maka Dosis bervariasi antara 60- rumah.
dosis dimodifikasi  Adanya tanda dan 120 mg/hari. Fase Penurunan
sesuai dengan gejala putus opiat rumatan dapat dosis maksimal
keadaan. (obyektif dan berlangsung selama sebanyak 10 % dan
subyektif). bertahun-tahun penurunan dosis yang
 Jumlah dan/atau hingga klien merasa direkomendasikan
frekuensi benar-benar stabil. adalah setiap 2
penggunaanopiat minggu. Dalam
tidak berkurang. menjalani terapi klien
 Craving tetap masih akan secara berkala
ada. dipantau
kesehatannya dan
diberikan konseling.

Komponen dalam Program Terapi Metadon


Beberapa komponen dalam program terapi metadon adalah sebagai
berikut :
1. Pemberian metadon
2. Konseling, meliputi: konseling adiksi, metadon, keluarga, kepatuhan
minum obat, kelompok, dan VCT. Akses ke pelayanan konseling harus
di rumah sakit penyelenggara metadon. Pasien dapat mengikuti
konseling tersebut jika dianggap perlu oleh tim.
Konseling dapat dirancang untuk mencakup :
a. isu hukum.
b. ketrampilan hidup.
c. mengatasi stres.
d. mengidentifikasi dan mengobati gangguan mental lain yang terdapat
bersama.
e. isu tentang penyalahgunaan fisik, seksual, emosional.
f. menjadi orangtua dan konseling keluarga.
g. pendidikan tentang pengurangan dampak buruk.
h. berhenti menyalahgunakan narkoba atau psikotropika dan
pencegahan kambuh.
i. perubahan perilaku berisiko dan pemeriksaan HIV/AIDS.
j. isu tentang perjalanan lanjut penggunaan metadon, dan aspek yang
terkait dengannya.
k. Pemberi layanan konseling harus seorang konselor profesional yang
terlatih.
3. Pertemuan keluarga (PKMRS = Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Rumah Sakit).
4. Program pencegahan kekambuhan (relapse prevention program).
16. Konseling Terkait Terapi

Tahap Penerimaan/Awal Proses Inisiasi / Pemberian Proses Rumatan


Dosis Awal dan Stabilisasi
a. Informasi tentang a. Konseling adiksi a. Asesmen lanjutan,
metadon. b. Konseling HIV konseling kepatuhan
b. Asesmen dan minum obat
penyusunan rencana b. Konseling lain yg
terapi. dibutuhkan
c. Pemeriksaan
penunjang.
d. Penjelasan tentang
pentingnya keterlibatan
keluarga/wali dalam
PTRM.
17. Daftar pustaka
United Nations Office on Drugs and Crime. 2016. Standar Internasional untuk Rawatan
Gangguan Penyalahgunaan Napza. Jakarta: World Health Organization.
United Nations Office on Drugs and Crime. 2015. World Drug Report. New York: United Nations.
Sistem informasi narkoba. 2017. Data Statistik Penanganan Kasus Narkotika. Jakarta: badan
narkotika nasional.
Infodatin. 2017. Anti Narkoba Sedunia 26 Juni ’17. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Infodatin. 2014. Situasi dan Analisis Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
Chulaifah dan A. Nururrochman Hidayatullah. 2018. Persepsi Masyarakat terhadap Eksistensi
Institusi Penerima Wajib Lapor. Yogyakarta: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS) Kementerian Sosial RI.
Anonym. 2006. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
494/MENKES/SK/VII/2006 Tentang Penetapan Rumah Sakit dan Satelit Uji Coba
Pelayanan Terapi Rumatan Metadon Serta Pedoman Program Terapi Rumatan Metadon.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Indeed, with the exception of methadone maintenance and the 12-step approach, most
contemporary treatments for drug depend-ence are acute care episodes.

Anda mungkin juga menyukai