PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah penyalahgunaan NAPZA semakin banyak dibicarakan baik di kota
besar maupun kota kecil di seluruh wilayah Republik Indonesia. Peredaran NAPZA
sudah sangat mengkhawatirkan sehingga cepat atau lambat penyalahgunaan NAPZA
akan menghancurkan generasi bangsa atau disebut dengan lost generation (Joewana,
2005).
Penyalahgunaan dan ketergantungan zat yang termasuk dalam katagori
NAPZA pada akhir-akhir ini makin marak dapat disaksikan dari media cetak koran
dan majalah serta media elektrolit seperti TV dan radio. Kecenderungannya semakin
banyak masyarakat yang memakai zat tergolong kelompok NAPZA tersebut,
khususnya anak remaja (15-24 tahun) sepertinya menjadi suatu model perilaku baru
bagi kalangan remaja (DepKes, 2001).
Penyebab banyaknya pemakaian zat tersebut antara lain karena kurangnya
pengetahuan masyarakat akan dampak pemakaian zat tersebut serta kemudahan untuk
mendapatkannya. Kurangnya pengetahuan masyarakat bukan karena pendidikan yang
rendah tetapi kadangkala disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga dan
faktor lingkungan.
Faktor individu yang tampak lebih pada kepribadian individu tersebut; faktor
keluarga lebih pada hubungan individu dengan keluarga; faktor lingkungan lebih pada
kurang positif sikap masyarakat terhadap masalah tersebut misalnya ketidakpedulian
masyarakat tentang NAPZA (Hawari, 2000). Dampak yang terjadi dari faktor-faktor
di atas adalah individu mulai melakukan penyalahgunaan dan ketergantungan. Hal ini
ditunjukkan dengan makin banyaknya individu yang dirawat di rumah sakit karena
penyalahgunaan dan ketergantungan zat yaitu mengalami intoksikasi zat dan
withdrawal.
Peran penting tenaga kesehatan dalam upaya menanggulangi penyalahgunaan
dan ketergantungan NAPZA di rumah sakit khususnya upaya terapi dan rehabilitasi
sering tidak disadari, kecuali mereka yang berminat pada penanggulangan NAPZA
(DepKes, 2001). Berdasarkan permasalahan yang terjadi di atas, maka perlunya peran
serta tenaga kesehatan khususnya tenaga keperawatan dalam membantu masyarakat
yang di rawat di rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat. Untuk itu dirasakan perlu perawat meningkatkan kemampuan merawat
klien
dengan
menggunakan
pendekatan
proses
keperawatan
yaitu
asuhan
2.
3.
4.
5.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai
setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan
sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku
psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi
karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat
untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan
tanda ketergantungan fisik (Stuart & Sundeen, 1998).
Respon
Maladaptif
Tinggi alamiah
Penggunaan jarang
Penggunaann sering
Ketergantungan
aktivitas fisik,
penyalahgunaan,
meditasi
diresepkan, obat
diresepkan, obat
toleransi
terlarang
terlarang
Respon adaptif - maladaptif dari rentang respon penggunaan zat kimiawi sebagai
kopingadalah sebagai berikut :
Eksperimental Rekreasional
Keterangan :
a. Eksperimental
Situasional
Peyalahgunaan
Ketergantungan
Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tau dari remaja.
Sesuai kebutuhan pada masa tubuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari
pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba.
b. Rekreasional
Penggunaan zat aditif pada waktu berkumpil dengan teman sebaya, misalnya
pada waktu pertemuan malam mingguan, acar ulang tahun. Penggunaan ini
mempunyai tujuan rekreasi bersama teman-temannya.
c. Situasional
Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi
dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan
diri atu mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan
zat pada saat sedang mempunyai masalah, stres, dan frustasi.
d. Penyalahgunaan
Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara
rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku
mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan
pekerjaan.
e. Ketergantungan
Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan
psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan
sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan
zat adiktif secara rutin pada dosis tertyentu menurunkan jumlah zat yang
digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpilan gejala
sesuai dengan macam zat yang digunakan). Sedangkan toleransi adalah suatu
kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk
mencapai tujuan yang bisa diinginkannya.
Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang
dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi
hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan
ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang
terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain.
Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya
yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi
sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Wresniwiro dkk. 1999).
Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:
1) Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai
sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan
proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan
sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh
digunakan
untuk
terapi
pengobatan
secara
langsung
karena
2.Psikotropika
Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika
adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang
tergolong dalam psikotropika (Hawari, 2006) adalah: stimulansia yang
membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf
simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy
(metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan speed,
shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen
yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat
terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan benzodiazepine
merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat
dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan
dalam waktu lama.
3. Zat Adiktif Lainnya
Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup
secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik,
teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahanbahan berbahaya ini adalah
zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi
mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan
(Wresniwiro dkk. 1999). Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain:
minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras
golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman
keras golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur
malaga; dan minuman keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai
55%) seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir
biologik,
penyalahgunaan
Meliputi:
alkohol
dan
kecenderungan
perubahan
keluarga,
metabolisme
terutama
alkohol
yang
emosi
yang
terhambat,
dengan
ditandai
oleh
a. Keluarga
Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang
menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma
Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat
beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat
penyalahgunaan narkoba, yaitu:
1) Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami
ketergantungan narkoba.
2) Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan
aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah
bilang ya, ibu bilang tidak).
3) Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya
penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik
dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun
antar saudara.
4) Keluarga dengan orang tua yang otoriter.
5) Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya
mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai
dalam banyak hal.
6) Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan
alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan
dalam menanggapi sesuatu.
b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group)
Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara
teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar
berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam
delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktorfaktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan
seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan
timbulnya ketergantungan fisik dan psikologis.
c. Faktor Kesempatan
juga
sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang
dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada
jenis zat yang berbeda.
Tanda dan Gejala Intoksikasi
Opiate
1. Eforia
2. mengantuk
3. bicara cadel
4. konstipasi
5. penurunan
kesadaran
Ganja
1. eforia
2. mata merah
3. mulut kering
4. banyak
Sedative-hipnotik
1. pengendalian
diri berkurang
2. jalan
Alcohol
1. mata merah
2. bicara cadel
3. jalan
sempoyongan
4. perubahan
sempoyongan
3. mengantuk
4. memperpanjang
persepsi
tidur
5. penurunan
nafsu makan
5. hilang
kemampuan
meningkat
kesadaran
menilai
5. gangguan
persepsi
bicara
dan tertawa
Anfetamine
1. selalu
terdorong
untuk
bergerak
2. berkeringat
3. gemetar
4. cemas
5. depresi
6. paranoid
Ganja
Sedative-hipnotik
Alcohol
Anfetamin
1. nyeri
2. mata dan
hidung berair
3. perasaan
panas dingin
4. diare
5. gelisah
6. tidak bisa
tidur
jarang
ditemu
kan
1. cemas
2. tangan gemetar
3. perubahan
persepsi
4. gangguan
daya ingat
5. tidak bisa tidur
1.
2.
3.
4.
5.
cemas
depresi
muka merah
mudah marah
tangan
gemetar
6. mual muntah
7. tidak bisa
tidur
1.
2.
3.
4.
cemas
depresi
kelelahan
energi
berkurang
5. kebutuhan
tidur
meningkat
masalah
NAPZA terdiri
dari
pengobatan
dan pemulihan
(rehabilitasi).
1. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi.
Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus
zat, dengan dua cara yaitu:
a. Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang
mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala
putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat
tersebut berhenti sendiri.
b. Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis
opiat
2. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna
NAPZA
yang
menderita
sindroma
ketergantungan
dapat
mencapai
baik
5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan
dengan lingkungannya.
Bagan tipe rehabilitasi
Psikososial
Kejiwaan
Komunitas
Program rehabilitasi Dengan menjalani Berupa
psikososial
rehabilitasi
merupakan
diharapkan
persiapan
untuk klien
kembali
ke
Keagamaan
program Pendalaman,
terstruktur
yang penghayatan,
yang
menumbuhkan
Oleh maladaptif
karena
klien berubah
perlu
itu,
dilengkapi
dan
keterampilan lain
misalnya
berbagai
yang
dinyatakan power)
menjadi memenuhi
adaptif
(spiritual
pada
sikap
setelah
mampu
mengikuti menekan
dan pendidikan
diri
seseorang
risiko
dan seminimal
dan
terlibat
mungkin
kembali
hanya
klien
demikian
diharapkan
klien
dengan
sesama keterampilan
ibadah,
risiko
kekambuhan
hanya
yang
perilakunya
mengasuhnya
secara kadang
dalam
risiko
bila
kadang-
beribadah
kekambuhan
melanjutkan
kembali
mengatasi keinginan
sekolah/kuliah atau
bekerja
lagi
atau
(craving)
mencegah relaps.
sama
sekali
menjalankan
agama
risiko
Rehabilitasi dalam hal ini yang akan dibahas adalah modalitas terapi Therapeutic
Community (TC) yang menggunakan pendekatan perubahan perilaku. Therapeutic
Community direkomendasikan bagi pasien yang sudah mengalami masalah
penggunaan NAPZA dalam waktu lama dan berulang kali kambuh atau sulit untuk
berada dalam kondisi abstinen atau bebas dari NAPZA. TC dapat digambarkan
sebagai model yang cocok atau sesuai dengan pasien yang membutuhkan lingkungan
yang mendukung dan dukungan lain yang bermakna dalam mempertahankan kondisi
bebas NAPZA atau abstinen.
Gambaran dari TC adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
Program ini mempunyai suatu aturan yang tertulis maupun tidak tertulis yang
diistilahkan dengan cardinal rules dan five pilars yang sangat mengikat setiap residen
untuk menjalankan dan siap menerima sanksi bila melanggar aturan tersebut ( pasien
peserta TC lazim disebut residen ).
Tahapan program TC yang harus dijalani oleh setiap residen adalah sebagai berikut:
a) Proses Intake dan Orientasi (2-4 minggu);
1. Wawancara awal
2. Informed consent
3. Pemeriksaan fisik
4. Pengisian formulir
5. Orientasi program (walking paper}
6. Pengenalan program dan fasilitas layanan
b) Untuk Younger Member (anggota termuda 1-3 bulan)
1. Aktif mengikuti program
2. Penerapan sanksi (reward and punishment)
3. Dikunjungi keluarga
4. Kegiatan Family Support Group
5. Kegiatan Kelompok
c) Untuk Middle Member (anggota menengah 4-6 bulan)
1. Mulai bertanggungjawab terhadap sebagian operational fasilitas/rumah
2. Menjadi buddy bagi younger member
3. Sudah dapat keluar fasilitas TC dengan pendamping
4. Kegiatan dalam kelompok
5. Dilakukan Family Support Group (FSG)
d) Untuk Older member (anggota lama 6-8 bulan)
1. Sudah bertanggungjawab penuh terhadap rumah/fasilitas.
2. Pelaksanaan reward dan punishment secara penuh
3. Boleh meninggalkan fasilitas/rumah
4. Dilakukan kegiatan FSQ
5. Mengikuti kegiatan kelompok
6. Dinyatakan graduate/lulus
e) Tahapan Re-Entry (3 sampai 6 bulan):
a.Fase Orientasi (2 minggu);
1.
Pengenalan program re-entry
2.
Didampingi buddy
3.
Tidak boleh dikunjungi keluarga
4.
Tidak boleh meninggalkan fasilitas TC
5.
Sanksi berupa tugas-tugas mengurus fasilitas
6.
Mengikuti kegiatan kelompok
b.
Fase A (1,5 - 2 bulan);
1.
Mengikuti kegiatan kelompok
2.
Dapat dikunjungi keluarga setiap waktu
3.
Diberi ijin menginap 1 malam setiap 2 minggu sekali
4.
Boleh menerima uang jajansetiap minggu secara teratur
5.
Boleh melakukan aktifitas di luar fasilitas TC
c.Fase B (2 bulan);
1.
Mengikuti kegiatan kelompok
2.
Dapat dikunjungi setiap waktu
3.
Diberi ijin pulang menginap 2 malam setiap 2 minggu
4.
Boleh meminta tambahan uang jajan
5.
Boleh melakukan aktifitas di luar fasilitas TC
d.
Fase C (2 bulan);
1. Mengikuti kegiatan kelompok
2. Dapat dikunjungi setiap waktu
3. Diberi ijin pulang
4. Boleh meminta tambahan uang jajan
5. Boleh melakukan kegiatan di luar fasilitas TC
6. Konseling final bagi residen maupun keluarga untuk persiapan pulang
Aftercare Program
a. Program yang ditujukan bagi mantan residen/alumni TC, Program ini
dilaksanakan di luar fasilitas TC dan dikuti oleh semua angkatan dibawah
supervisi staf re-entry. Tempat pelaksanaan disepakati bersama
b. Program ini bertujuan agar alumni TC mempunyai tempat/kelompok yang
sehat dan mengerti tentang dirinya serta mempunyai lingkungan hidup yang
positif
c. Bentuk kegiatan yang dilakukan adalah :
1. Sharing dalam kelompok tanpa ditanggapi
2. Meminta anggota untuk menanggapi suatu topik
3. Waktu dan tempat pelaksanaan disepakati bersama
Intervensi Psikososial, suatu pendekatan yang mengutamakan pada masalah
psikologis dan sosial yang disandang oleh pasien dengan tujuan untuk meningkatkan
kemampuan pasien menghadapi setiap masalah (Coping Mechanism).
1. Intervensi psikososial merupakan komponen kunci untuk terapi gangguan
penggunaan NAPZA yang komprehensif baik secara individu maupun
kelompok
2. Intervensi ini dapat diberikan pada setiap tahapan terapi baik dalam keadaan
intoksikasi sampai pada saat fase rehabilitasi yang disesuaikan dengan
kondisi pasien khususnya pasien dengan kesadaran penuh
3. Untuk melaksanakan intervensi ini diperlukan pelatihan ketrampilan yang
khusus dan memenuhi kriteria tertentu sesuai dengan jenis intervensi
4. Pendekatan psikososial saja bukan yang superior, program terapi harus
didesain sesuai kebutuhan pasien dengan mempertimbangkan faktor budaya,
umur, gender serta komorbiditas
PENCEGAHAN KEKAMBUHAN
Kambuh merupakan pengalaman yang sering terjadi dalam proses pemulihan pasien
gangguan penggunaan NAPZA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang
dapat diprediksi dalam kekambuhan adalah sistem keyakinan yang salah dan menetap
(....'Saya seorang pecandu dan saya tidak bisa berhenti menggunakan NAPZA...'). Di
bawah ini beberapa strategi yang digunakan dalam pencegahan kekambuhan :
1.
memotivasi)
2.
Identifikasi situasi resiko tinggi yang menimbulkan kekambuhan
(Kapan, dimana, dengan siapa dan bagaimana penggunaan Napza bisa terjadi)
3.
Mengajarkan kamampuan masing hadapi masalah (coping skill),
misalnya: ketrampilan sosial, ketrampilan manajemen diri, monitoring diri
dari penggunaan NAPZA,
4.
Mengembangkan strategi untuk menghadapi situasi yang dapat
menyebabkan terjadinya kekambuhan :
1.
apa yang harus dilakukan pasien dalam suatu kejadian yang dapat
menimbulkan kambuh?
2.
Dimana pasien mendapatkan dukungan?
3.
Apa peran yang dapat diberikan dari teman atau keluarga?
4.
Seberapa cepat pasien harus membuat perjanjian untuk kembali
ketempat praktek?
Program 12 Langkah
Fokus dari Program 12 Langkah adalah penerapan langkah-langkah itu dalam
kehidupan sehari-hari. Disinilah penggunaan istilah falsafah menjadi lebih relevan,
karena langkah-langkah ini menjadi panduan untuk menjalani kehidupan sebagai
seorang pecandu yang ingin mempertahankan kebersihannya dan membina perjalanan
spiritualnya. Jadi, lebih dari sekedar peraturan 12 Langkah menjadi "Falsafah Hidup"
seorang pecandu untuk diamalkan ketika menjalani kehidupan kesehariannya. Dan
berdasarkan paradigma Disease Model of Addiction, penyakit kecanduan mempunyai
potensi untuk kambuh sewaktu-waktu apabila tidak diredam oleh program pemulihan
yang berkesinambungan. Dengan pengamalan atau praktek dari langkah-langkah
inilah para pecandu akan dapat meredam penyakitnya agar tidak kambuh sepanjang
hayatnya. Pada penjelasan ini, setiap langkah akan diuraikan secara singkat
maknanya dan karena setiap langkah di targetkan untuk mengatasi setiap aspek
spesifik dalam penyakit kecanduan, uraian ini akan mencakup fungsi klinikal yang
dapat diterapkan baik dalam kondisi di dalam atau diluar institusi/panti rehabilitasi.
Berikut ini adalah contoh 12 langkah seperti yang tertera dalam program Narcotic
Anonymous (NA).
12 LANGKAH NARCOTIC ANONYMOUS
1. Kita mengakui bahwa kita tidak berdaya terhadap adiksi kita sehingga hidup
kita menjadi tidak terkendali.
2. Kita menjadi yakin bahwa ada kekuatan yang lebih besar dari kita sendiri
yang dapat mengembatikan kita kepada kewarasan.
3. Kita membuat keputusan untuk menyerahkan kemauan dan arah kehidupan
kita kepada kasih Tuhan sebagaimana kita mamahamiNya.
4. Kita membuat inventaris moral diri kita sendiri secara penuh, menyeluruh dan
tanpa rasa gentar.
5. Kita mengakui kepada Tuhan, kepada diri kita sendiri dan kepada seorang
manusia lainnya, setepat mungkin sifat dari kesalahan-kesalahan kita.
6. Kita siap sepenuhnya agar Tuhan menyingkirkan semua kecacatan karakte
kita.
7. Kita dengan rendah hati memohon kepadaNya untuk menyingkirkan semua
kekurangan-kekurangan kita.
8. Kita membuat daftar orang-orang yang telah kita sakiti dan menyiapkan diri
untuk meminta maaf kepada mereka semua.
9. Kita menebus kesalahan kita secara langsung kepada orang-orang tersebut bila
mana memungkinkan, kecuali bila melakukannya akan justru melukai mereka
atau orang lain.
10. Kita secara terus menerus melakukan inventarisasi pribadi kita dan bila mana
kita bersalah, segera mengakui kesalahan kita.
11. Kita melakukan pencarian melalui doa dan meditasi untuk memperbaiki
kontak sadar kita dengan Tuhan sebagaimana kita memahamiNya, berdoa
hanya untuk mengetahui kehendakNya atas diri kita dan kekuatan untuk
melaksanakannya.
12. Setelah mengalami pencerahan spiritual sebagai hasil dari langkah-langkah
ini, kita mencoba menyampaikan pesan ini kepada para pecandu dan untuk
menerapkan prinsip-prinsip ini dalam segala hal yang kita lakukan.
karena paksaan dari orang tua atau merasa malu kepada temannya tetapi ada
keinginaan dalam diri sendiri untuk kembali sehat tanpa menggunakan
NAPZA lagi.
2. Motif ekstrinsik, yaitu motif yang disebabkan oleh pengaruh rangsangan dari
luar. Misalnya, seorang penyalahguna NAPZA dibawa untuk mengikuti
program rehabilitasi oleh keluarga. Peran keluarga dan tempat penyelenggara
program rehabilitasi menjadi kekuatan utama penderita (korban) keluar dari
problem yang dihadapi.
Disini keluarga menjadi bagian dari kekuatan motif ekstrinsik. Keluarga memberikan
rangsangan, dorongan, dan dukungan serta mempunyai pengaruh terhadap
perubahan-perubahan perikaku yang positif pada diri korban penyalahgunaan
NAPZA. Sentuhan hangat keluarga seperti: perhatian, kasih sayang dan empati
merupakan bentuk rangsangan atau motivasi yang membuat korban penyalahgunaan
NAPZA dapat berubah menjadi lebih baik
dengan mulai rasa kesadaran untuk tidak mengkonsumsi NAPZA lagi dan dapat
kembali menjalani hidup sehat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
2.1 Pengkajian
Kaji situasi kondisi penggunaan zat
a. Kapan zat digunakan
b. Kapan zat menjadi lebih sering digunakan/mulai menjadi masalah
c. Kapan zat dikurangi/dihentikan, sekalipun hanya sementara
Kaji risiko yang berkaitan dengan penggunaan zat
a. Berbagi peralatan suntik
b. Perilaku seks yang tidak nyaman
c. Menyetir sambil mabuk
d. Riwayat over dosis
e. Riwayat serangan (kejang) selama putus zat
Kaji pola penggunaan
a. Waktu penggunaan dalam sehari (pada waktu menyiapkan makan
malam)
b. Penggunaan selama seminggu
c. Tipe situasi (setelah berdebat atau bersantai di depan TV)
d. Lokasi (timbul keinginan untuk menggunakan NAPZA setelah
berjalan melalui rumah bandar)
e. Kehadiran atau bertemu dengan orang-orang tertentu (mantan
pacar, teman pakai)
f. Adanya pikiran-pikiran tertentu (Ah, sekali nggak bakal ngerusak
atau Saya udah nggak tahan lagi nih, saya harus make)
g. Adanya emosi-emosi tertentu (cemas atau bosan)
h. Adanya faktor-faktor pencetus (jika capek, labil, lapar, tidak dapat
tidur atau stres yang berkepanjangan)
Kaji hal baik/buruk tentang penggunaan zat maupun tentang kondisi
bila tidak menggunakan.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Masalah yang mungkin muncul pada klien dengan penyalah gunaan
NAPZA antara lain:
Overdosis
a.
b.
c.
Hipertermi
d.
Hipotermi
e.
Intoleransi aktivitas
f.
Risiko cedera
Putus Zat
a.
Nyeri akut
b.
Diare
c.
d.
e.
f.
g.
Ansietas
h.
Rehabilitasi
a.
b.
Distres spiritual
c.
d.
e.
f.
Ketidakberdayaan
masalah
yang
sama
seperti
ketika
klien
berada
pada
ruang
individu
tidak
efektif:
ketidakmampuan
menolak
keinginan
gejala,
penyebab,
akibat)
dan
tahapan
penyembuhan
klien
meningkatkan
motivasi
untuk
berhenti
menggunakan NAPZA
Klien mampu mengontrol kemampuan keinginan menggunakan NAPZA kembali
Klien dapat menyelesaikan masalahnya dengan koping yang adaptif
Klien dapat menerapkan cara hidup yang sehat
Klien mematuhi program pengobatan
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus
bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi
yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Peran perawat mempengaruhi
pada keberhasilan dalam mencapai tujuan dan hasil akhir yang diharapkan dalam
perawatan. Dimana asuhan keperawatan pada pasien penyalahgunaan NAPZA
ditekankan pada aspek psikososial, kejiwaan, komunitas dan keagamaan. Peran
keluarga dan lingkungan juga sangat diperlukan untuk mempercepat proses
Daftar Pustaka
(2001). Buku pedoman praktis bagi petugas kesehatan (puskesmas) mengenai
penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta:
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI Direktorat Jenderal Kesehatan
Masyarakat.
(2001). Buku pedoman tentang masalah medis yang dapat terjadi di tempat rehabilitasi
pada pasien ketergantungan NAPZA. Jakarta: Direktorat Kesehatan Jiwa Masyarakat
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial RI.
Carpenito, L.J. (1995). Buku saku diagnosa keperawatan. Edisi 6. (terjemahan). Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cokingting, P.S., Darst,E, dan Dancy, B. 1992. Mental Health and Psichiatric Nursing.
Chapter 8. Philadelpia : J.B.,Lippincott Company
Depkes. (2002). Keputusan Menteri kesehatan RI tentang pedoman penyelenggaraan
sarana pelayanan rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Gunawan, Weka.2006.Keren Tanpa Narkoba.Jakarta:Grasindo
Hawari, D. (2000). Penyalahgunaan dan ketergantungan NAZA (narkotik, alkohol dan
zat adiktif). Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Joewana, S. (2004). Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif.
Jakarta: EGC.
Marviana, dkk. (2000). Narkoba dan Remaja. Jakarta: Gramedia.
Partodihardjo,Subagyo.2010.Kenali
Narkoba
dan
Musuhi
Penyalahgunaannya.Jakarta:Esensi
Purba, Jenny Marlindawani. Et al. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan : USU Press
Stuart, Gail W. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3rd ed. Jakarta : EGC
Winarno, Heri. Et al. 2008. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Jarum
Suntik Bergantian Diantara Pengguna Napza Suntik di Semarang Jurnal Promosi
Kesehatan Indonesia. vol 3 no.2
Wresniwiro. (1999). Narkoba dan Pengaruhnya. Jakarta: Widya Medika.
http://usupress.usu.ac.id/files/Asuhan%20Keperawatan%20pada%20Klien%20dengan
%20Masalah%20Psikososial%20dan%20Gangguan%20Jiwa_Normal_bab%201.pdf.
diakses pada tanggal 9 Oktober 2013 pukul 14:00 WIB