Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang
Kanker kandung kemih lebih sering ditemukan pada pasien-pasien
yang berusia di atas 50 tahun dan lebih banyak mengenai laki-laki
daripada

wanita

(3:1).Statistik

menunjukkan

bahwa

tumor

ini

menyebabkan hampir 1 dari 25 kasus kanker yang terdiagnosis di Amerika


Serikat. Ada dua bentuk kanker kandung kemih, yaitu: bentuk superfisial
(yang cenderung kambuhan) dan bentuk invasif. Sekitar 80% hingga 90 %
dari semua kanker kandung kemih merupakan sel transisional (yang berarti
bahwa tumor tersebut berasal dari sel-sel transisionala kandung kemih),
sementara tipe lainnya tumor tersebut adalah sel skuamosa dan
adenokarsinoma (Brunner & Suddarth 2001).
Neoplasma adalah suatu kelompok atau rumpun sel neoplastik.
Istilah ini biasanya sinonim dengan tumor serta kumpulan sel abnormal
yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh terus menerus secara terbatas,
tidak berkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi
tubuh. Kanker

adalah

Istilah

umum

yang

digunakan

untuk

menggambarkan gangguan pertumbuhan selular dan merupakan kelompok


penyakit dan bukan hanya penyakit tunggal (Tambayong 2000).
Kanker adalah pertumbuhan maligna disertai dengan pembelahan
sel abnormal, invasi jaringan sekitar, dan metastasis ke sisi yang jauh.
Istilah umum yang mencakup setiap pertumbuhan malignan dalam setiap
bagian tubuh. Pertumbuhan ini tidak bertujuan, bersifat parasit dan
berkembang dengan mengorbankan manusia yang menjadi hospesnya.
Sedangkan Carsinoma adalah pertumbuhan kanker pada jaringan epitel
(Tambayong 2000).
Bulibuli adalah tempat penampungan urine yang berasal dari
ginjal.Kanker buli-buli adalah tumor ganas yang didapatkan dalam bulibuli

(kandung

kemih). Dinding

vesika

urinaria

dilapisi

olehsel

transisional dan sel skuamosa. Lebih dari 90% kanker vesika urinaria
berasal dari sel transisional dan disebutkarsinoma sel transisional, sisanya
adalah karsinoma sel skuamosa.
Sebagai perawat kita perlu memahami proses terjadinya kanker
kandung kemih ini, sehingga kita bisa memberikan asuhan keperawatan
yang tepat bagi pasien dengan kanker kandung kemih
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana patofisiologi dari kanker kandung kemih?
1.2.2 Bagaimana penatalaksanaan kanker kandung kemih?
1.2.3 Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan kanker kandung
kemih?
1.2.4 Bagaimana mengaplikasikan asuhan keperawatan pada pasien
dengan kanker kandung kemih.?
1.3 Tujuan
1.3.1 Mahasiswa mampu memahami patofisiologi kanker kandung kemih.
1.3.2 Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan kanker kandung
kemih
1.3.3 Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan kanker kandung
kemih
1.3.4 Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada
pasien dengan kanker kandung kemih.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat bagi masyarakat
Masyarakat mengerti tentang kanker kandung kemih. Sehingga
masyarakat dapat melakukan pencegahan agar tidak mengalaminya,
serta bagi pasien yang telah mengidapnya untuk mencegah
kekambuhan.
1.4.2 Manfaat bagi tenaga kesehatan

Bagi tenaga kesehatan, dengan mengetahui konsep dan proses


keperawatan tentang kanker kandung kemih diharapkan dapat
mengaplikasikan dengan baik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Vesika Urinaria (Kandung Kemih)
2.1.1 Anatomi Vesika Urinaria
Vesika urinaria merupakan organ ekstra peritoneal mempunyai
bentuk seperti bagian depan perahu dengan empat sudut dan empat
permukaan masing-masing sudut melekat urachus pada apeks, kanan dan
kiri melekat pada ureter kea rah posteolateral dan uretra pada sudut
inferior atau leher. Fundus vesika urinaria merupakan permukaan atas
dan hanya permukaan ini yang dilapisi peritoneum. Karena organ ini
ekstra peritoneal, perdarahan atau kebocoran urin dari vesika urinaria
setelah bedah atau trauma umumnya tidak masuk ke ruang peritoneum.
(Applegate 2011)

Anatomi Kandung Kemih (Applegate 2011)

Vesika urinaria dewasa muda yang kosong mempunyai empat


fasies yaitu fasies superior, fasies posterior, dan dua fasies inferolateral
bertemu di sebelah ventral pada bagian yang disebut collum. Bagian
vesika urinaria, terletak di antara apeks di sebelah ventral dan basis di
sebelah dorsal disebut korpus. (Scanlon et all. 2006)
Fasies superior dan bagian kranial basis diliputi oleh peritoneum
yang merupakan refleksi dari peritoneum yang melapisi dinding lateral
pelvis dan dinding ventral abdomen tepat setinggi simfisis pubis jika
vesika urinaria dalam keadaan kosong. Apabila mulai terisi urin maka
vesika urinaria akan membesar dan fundus naik ke kavum abdomen
sehingga refleksi peritoneum juga ikut terangkat. (Scanlon et all. 2006)
Vesika urinaria difiksasi oleh beberapa struktur, yaitu sebagai
berikut:
a. Collum vesicae
Merupakan bagian dari vesika urinaria yang paling tidak
dapat bergerak dan melekat dengan erat pada diafragma
pelvis
b. Ligamen pubovesikal

Meletakkan collum vesicae ke dinding posterior korpus os


pubis
c. Ligamen vesikal lateral
Berjalan dari basis vesika urinaria ke arah posterolateraldan
melanjutkan diri pada plika rektouterin. Plika ini berisi
cabang-cabang visceral dari arteria iliaka interna, pleksus
nervosus vesikae, dan ureter.
Selain ligamen-ligamen yang memfiksasi vesika urinaria, ada
juga ligamen dari sisa perkembangan fetus dan berhubungan dengan
vesika urinaria yaitu ligamen umbikale mediale yang merupakan sisa
dari urakus yang berjalan dari apeks vesika urinaria menuju umbilikus,
dan ligamen umbilikal lateral yang merupakan sisa dari arteria
umbilikalis. (Scanlon et all. 2006)
Dinding vesika urinaria berisi lapisan otot yang tebal yang
dipisahkan dari epitel transisional oleh jaringan ikat longgar submukosa
yang menyebabkan mukosa dapat bergerak di atas otot. Dasar dari
vesika urinaria mempunyai kontak dengan vagina dan sering memiliki
bentuk seperti segitiga yang disebut sebagai trigonum yang terbentuk
dari otot tebal di antara dua muara uretra pada apeks.

( Linton 2007)
Suplai arteri ke kandung kemih berasal dari arteri vesikalis
superior dan inferior yang merupakan cabang arteri iliaka interna. Aliran
limfatik bersama dengan aliran yang menuju kelenjar getah bening
internal dan eksternal. Persarafan pada vesika urinaria terdiri atas saraf
simpatis dan parasimpatis. Daraf simpatis melalui nervus splanchnicus
minor, nervus splanchnicusimus, dan neervus splanchnicus lumballis L1L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui nervus splancnicus pelvicus
S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik. (Scanlon et all.
2006)
2.1.2 Proses Miksi
Distensi kandung kemih karena terisi oleh urin akan merangsang
stress reseptor yang terdapat pada dinding kandung kemih dengan
jumlah 250 cc akan merangsang terjadinya proses miksi. Hal ini
memicu terjadinya refleks kontraksi dinding kandung kemih, dan pada
saat yang sama akan terjadi sfingter interna, diikuti oleh relaksasi

sfingter eksterna, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.


(Applegate 2011)
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan
relaksasi

sfingter

interna

dihantarkan

melalui

serabut-serabut

parasimpatis. Kontraksi sfingter eksternus secara volunter bertujuan


untuk mencegah atau menghentikan miksi. Pusat saraf miksi berada pada
otak dan spinal cord, sebagian besar pengosongan di luar kendali tetapi
pengontrolan dapat dipelajari / dilatih. Sistem saraf simpatis bekerja
dengan menghambat kandung kemih dan gerak sfingter interna, sehingga
otot detrusor relaksasi dan sfingter interna konstriksi. Sistem saraf
parasimpatis meresponi impuls dengan konstriksi otot detrusor, dan
sfingter relaksasi.. Bila terjadi kerusakan pada saraf-saraf tersebut, maka
akan terjadi inkontinensia urin dan retensi urin. (Scanlon et all. 2006)
2.2 Definisi Kanker Kandung Kemih
Kanker kandung kemih adalah lesi ganas dari epitel kandung kemih.
(Wong 2006). Kanker kandung kemih merupakan penyakit ganas yang
terutama mengenai pria lanjut usia. Ada hubungan yang jelas antara tumor
jinak dan polip, yang juga disebut adenoma, dan kanker. Faktor-faktor
penyebab jelas memainkan peranan pada terjadinya karsinoma kandung
kemih. Merokok adalah salah satu faktor terpenting; konon pada tiga puluh
sampai empat puluh persen penderita kanker kandung kemih, merokok
merupakan faktor penyebab terpenting.
Selain itu, berbagai zat karsinogen lain memainkan peran; zat-zat yang
disaring ginjal dari darah, pada mulanya akan membasahi sel-sel selaput lendir
dari kandung kemih untuk waktu singkat sebelum akhirnya keluar dari tubuh.
Amina aromatis, khususnya beta-naftilamina, benzidin, dan aniline merupakan
zat yang terkenal jahat. Zat-zat ini selama tinggal di kandung kemih, dapat
menyebabkan iritasi dari selaput lender yang bila dalam jangka panjang terjadi
berulangkali akan menjadi iritasi kronis, yang merupakan dasar bagi
berkembangnya suatu keganasan. Dahulu, produksi karet, plastic, aluminium,
dan tekstil menggunakan zat-zat toksis. Oleh karena itu, industri tersebut
terkenal jahat. Jadi, apakah kita hanya dapat melihat dan mengharapkan agar

perlindungan berdasarkan peraturan atau undang-undang sedikit demi sedikit


mampu menyelesaikan masalah ini. (Grace 2006)

2.3 Klasifikasi
Kanker kandung kemih ini diklasifikasikan menurut metastasis simpul
tumor (TNM) sistem yang dikembangkan oleh International Union Against
Cancer (UICC) pada tahun 1997.
Tumor atau tahap T diberikan dengan pemeriksaan patologis dari
spesimen tumor diangkat melalui pembedahan. Hal ini mengacu pada
kedalaman penetrasi tumor dari lapisan terdalam ke lapisan lebih dalam dari
kandung kemih. Tahapan T adalah sebagai berikut:
a. Tx - tumor primer tidak dapat dievaluasi
b. T0 - Tidak ada tumor primer
c. Ta - Karsinoma papiler noninvasif (tumor terbatas pada lapisan
terdalam atau epitelium)
d. Tis - Karsinoma in situ (tumor datar)
e. T1 - Tumor menginvasi jaringan ikat di bawah epitel (lapisan
permukaan)
f. T2 - Tumor menginvasi otot kandung kemih
T2a - otot superfisial yang terkena dampak (setengah bagian dalam)
T2b - otot yang terkena Jauh (setengah luar)
g. T3 - Tumor menginvasi perivesical (sekitar kandung kemih) jaringan
lemak
T3a - mikroskopis (hanya terlihat pada pemeriksaan di bawah
mikroskop)
T3b - makroskopik (misalnya, tumor massa terlihat pada jaringan
kandung kemih luar)
h. T4 - Tumor menginvasi salah satu dari berikut: prostat, rahim, vagina,
dinding panggul, atau perut dinding
Node atau tahap N ditentukan oleh keberadaan dan tingkat keterlibatan
kelenjar getah bening di daerah pinggul tubuh di dekat kandung kemih.
Tahapan N adalah sebagai berikut:
a. Nx - kelenjar getah bening regional tidak dapat dievaluasi
b. N0 - Tidak ada metastasis simpul getah bening regional
c. N1 - Metastasis di kelenjar getah bening <2 cm
8

d. N2 - Metastasis di kelenjar getah bening> 2 cm, tapi <5 cm, atau


beberapa kelenjar getah bening <5 cm
e. N3 - Metastasis di kelenjar getah bening> 5 cm
Metastasis atau tahap M menandakan ada tidaknya penyebaran kanker
kandung kemih ke organ tubuh lainnya.
a. Mx - Jauh metastasis tidak dapat dievaluasi
b. M0 - Tidak ada metastasis jauh
c. M1 - metastasis Jauh
Klasifikasi yang tepat dari kanker kandung kemih merupakan langkah
penting yang memiliki pengaruh yang signifikan pada manajemen kondisi ini.
Implikasi dari tahap kandung kemih adalah sebagai berikut:
a. Ini membantu pemilihan pengobatan yang tepat untuk pasien. Kanker
superfisial (Ta/T1/Tis) umumnya dapat dikelola dengan perlakuan
yang kurang agresif dibandingkan dengan penyakit invasif (T2/T3/T4).
b. Tumor invasif memiliki kemungkinan lebih tinggi menyebar ke
kelenjar getah bening dan organ jauh dibandingkan dengan tumor
superfisial.
c. Kemungkinan penyembuhan dan kelangsungan hidup jangka panjang
secara progresif menurun dengan meningkatnya tahap kanker kandung
kemih.
d. Staging memungkinkan klasifikasi yang tepat dari pasien ke dalam
kelompok untuk studi penelitian dan studi perawatan yang terkini.
2.4 Etiologi
Etiologi utama kanker kandung kemih adalah kontak dengan celup
amilin (pewarna yang dipakai di pabrik tekstil). Rokok juga dikaitkan dengan
peningkatan kanker pada kandung kemih. Infeksi kronik dan batu pada
kandung empedu juga dikaitkan dengan kanker kandung kemih.(Baradero
2009)
Berikut ini adalah faktor predisposisi dari kanker kandung kemih:
1. Paparan karsinogen pada pabrik karet (I-naftilamin dan 2-naftilamin,
benzidin, dan aminobifenil).
2. Merokok, metabolit triptofan, fenasitan.

3. Skistosomiasis kandung kemih, dan batu kandung kemih kronis


(karsinoma skuamosa).
4. Kelainan kongenital (ekstrofi kandung kemih) (adenokarsinoma).
Di antara organ pada saluran kemih, kandung kemih yang paling sering
terkena kanker. Pria lebih banyak mengalami kanker daripada wanita (4:1).
Kasus kanker kandung kemih terjadi pada usia 50-70 tahun (pria). (Baradero
2009)
Tumor kandung kemih dapat berawal dari papiloma yang kecil dan
benigna sampai ke karsinoma yang besar dan malignan. Oleh karena itu,
semua papiloma pada kandung kemih harus dianggap pre-malignan dan harus
diangkat. Karsinoma sel skuamosa di kandung kemih jarang ditemukan
(sekitar 6-7%), tetapi prognosisnya jelek. Tumor yang lain adalah
adenokarsinoma yang sering kali tidak dapat dioperasi (tidak dapat dibedah
lagi). Tumor kandung kemih tahap I dan II adalah superficial, sedangkan tahap
III dan IV adalah invasif. (Baradero 2009)
2.5 Faktor Resiko
1. Host
a. Genetik
b. Lifestyle
c. Kopi, rokok,

konsumsi

makanan

yang

mengandung

4P

(pewarna,pengawet, pemanis, perasa).


d. Riwayat Penyakit Dahulu
SK, Ca Prostat, Ca Ginjal, Ca Kolon, Ca Rektum
e. Obat Siklofosfamid (Cytoxan) :
Dosis
: IV dosis bervariasi
PO: 1,5 mg/kg/hari
Fungsi
: untuk mengobati leukemia, penyakit Hodgkin, tumortumor padat tertentu. Salah satu dari obat-obat utama untuk terapi
kombinasi. Cairan harus diberikan sebanyak-banyaknya untuk
mencegah sistitis hemoragis. Pemakaian oral, dapat dipakai tanpa atau
bersama makanan. (Kee 1996)
Penggunaan cytoxan pada terapi radiasi dan kemoterapi (seperti untuk
kanker prostat atau kanker serviks) dapat meningkatkan resiko
perkembangan kanker kandung kemih. Selain itu juga dapat menunda
diagnosis kanker kandung kemih pada pasien yang menunjukkan

10

gejala hematuria karena seringkali dianggap iritasi kandung kemih


yang merupakan efek dari radioterapi atau kemoterapi. (Axelle 2011)
2. Environment
Faktor lingkungan juga diduga dapet meningkatkan resiko
terjadinya kanker kandung kemih, seperti kontak dengan bahan kimia
tertentu yang dapat mempengaruhi pembentukan kanker (Singhealth
2015). Hal ini dapat terjadi melalui :
a. Kontak akibat pekerjaan dengan pewarna aniline dalam karet, tekstil,
cat, kulit, logam, dan pewarna rambut.
b. Kemoterapi dengan cyclophospamide (obat kemoterapi yang biasanya
diberikan untuk mengobati limfoma, leukemia, kanker paru-paru, dan
kanker payudara).
c. Asupan kronis ramuan Cina dan obat penghilang rasa sakit tertentu
terutama phenacetin (obat sintetis pertama di dunia farmasi).
Lokasi kerja tertentu, terutama di lingkungan yang terpolusi udara
dan bahan-bahan kimia, sangat bisa menambah resiko kanker kandung
kemih. Pekerja medis yang bertugas mempersiapkan, menyimpan, atau
membuang obat-obatan antineoplastik untuk kemoterapi misalnya,
memiliki resiko tinggi terhadap penyakit ini (Singhealth 2015)
Paparan zat karsinogenik di lingkungan kerja seperti benzidine
yang menyebabkan kanker kandung kemih pada pekerja industri zat
warna. Golongan ini diaktifkan dulu oleh enzim dalam sel hati atau ginjal
atau sel tubuh lainnya menjadi karsinogen yang reaktif. Selain industry zat
warna, pada industry karet, kimia, kulit juga dapat menjadi factor resiko
terjadinya kanker kandung kemih. ( David 2007)
3. Agents
Salah satu faktor resiko yang memicu terjadinya kanker kandung
kemih adalah invasi kuman. Infeksi karena parasit hewani disebut
infestasi. Larvanya, semacam cacing pengisap dari schistosomiasis, parasit
dari siput air, dapat masuk ke dalam manusia lewat kulit. Di dalam tubuh,
larva ini berkembang menjadi cacing dewasa. Tergantung jenisnya,
akhirnya dapat bersarang di sekitar kandung kemih untuk bertelur disana.
Di kandung kemih ini, telur-telur tersebut menyebabkan radang kronis dan
samar-samar. Perangsangan bertahun-tahun dapat menjadi penyebab

11

penyimpangan ke pertumbuhan ganas. Kanker terjadi di dalam jaringan


yang meradang, di sekitar telur parasit di dalam panggul (kandung kemih
dan sekitarnya) dan saluran empedu Dewasa ini masih ada puluhan juta
orang muda di Asia dan Afrika yang menderita infeksi ini. Banyak diantara
mereka mengalami kanker kandung kemih. (Jong 2005)

2.6 Manifestasi Klinis


1. Hematuria. Hematuria dapat dibagi menjadi hematuria intermitten atau
penuh, dan dapat dinyatakan sebagai hematuria awal atau terminal
hematuria, sebagian dari pasien kanker kandung kemih akan terdapat
pembuangan gumpalan-gumpalan darah. (Baughman 2000)
2. Iritasi kandung kemih. Tumor terbentuk di trigonum kandung kemih,
lingkup patologi meluas atau saat terjadi infeksi dapat menstimulasi
sampai ke kandung kemih sehingga menyebabkan fenomena sering buang
air kecil dan urgent. (Baughman 2000)
3. Gejala obstruktif saluran kemih, tumor yang lebih besar, tumor pada leher,
kandung kemih dan penyumbatan gumpalan darah akan menyebabkan
buang air bahkan sampai retensi urin. Infiltrasi tumor ke dalam lubang
saluran kemih dapat menyebabkan obstruksi saluran kemih, sehingga
menimbulkan nyeri pinggang, hidronefrotis dan fungsi ginjal terganggu.
(Baughman 2000)
4. Gejala metastase, invasi tumor stadium lanjut sampai ke jaringan kandung
kemih sekitarnya, organ lain atau metastasis kelenjar getah panggul
simpul, akan menyebabkan nyeri di daerah kandung kemih, uretra fistula
vagina, dan edema ekstremitas bawah, metastasis sampai organ yang lebih
jauh, nyeri tulang dan cachexia. (Baughman 2000)
5. Disuria adalah kencing yang disertai nyeri. Pada Ca Bladder terjadi
kerusakan otot destrusor kandung kemih sehingga kandung kemih
mengalami kegagalan dalam pengosongan urin dan terjadi retensi urin.
Retensi urin adalah ketidakmampuan berkemih dan biasanya disertai rasa
nyeri, dan distensi kandung kemih. Akibatnya, seseorang dengan Ca
Bladder akan merasakan nyeri pada saat berkemih. (Davey 2002)

12

6. Peningkatan frekuensi berkemih. Pertumbuhan massa yang menekan


kandung kemih menyebabkan terjadi gangguan fungsi pada kandung
kemih. Urine dari ginjal terus mengalir ke kandung kemih dan urine yang
tertampung dalam kandung kemih semakin bertambah banyak tetapi
kandung kemih mengalami kegagalan dalam pengosongan urine sehingga
kandung kemih membesar dan mengalami retensi urine. Akibatnya, urin
yang keluar sedikit atau bahkan sulit untuk buang air kecil dan perasaan
berkemih yang tidak tuntas membuat seseorang tersebut akan sering buang
air kecil dan frekuensi kencing menjadi meningkat. (Davey 2002)
Menurut Diane dan JoAnn , manifestasi klinis kanker kandung kemih di
antaranya adalah
1. Gros hematuria yang tidak menimbulkan rasa sakit, merupakan
gejala yang paling umum.
2. Infeksi saluran perkemihan, urgensi, dan disuria.
3. Setiap perubahan dalam berkemih atau perubahan dalam urine
merupakan indikatif.
4. Nyeri pelvis atau nyeri punggung dapat merupakan indikasi
metastasis.
2.7 Patofisiologi
Kebanyakan kanker kandung kemih merupakan kanker urotel.
Perubahan (mutasi gen) pada kandung kemih melibatkan zat-zat karsinogen
yang didapat dari lingkungan

seperti tembakau, aromatik amina, arsen;

faktor resiko lain yang mempengaruhi proses pertumbuhan sel kanker pada
kandung kemih diantaranya : genetik dan riwayat penyakit kandung kemih
sebelumnya. Secara umum, karsinogenesis dapat terjadi melalui aktivasi
proto-onkogen dan rusaknya gen supresor tumor yang termasuk fosfatase
dan tensin homolog (PTEN) dan p53. Akibat dari mutasi ini terdapat
delesi dari kromosom 9 atau mengaktifkan mutasi dari reseptor faktor
pertumbuhan fibroblast 3 (FGFR 3) (Ching & Hansel 2010).
Perokok baik aktif maupun pasif dapat menghasilkan metabolisme
karsinogen yang dihasilkan oleh metabolisme tryptophan yang abnormal.
Kebanyakan kanker kandung kemih berasal dari papiloma yang berubah

13

menjadi ganas. Tumor noduler jarang terjadi tetapi dapat juga menginvasi
dinding kandung kemih. Proliferasi sel terdiri atas sel epitelium transisional
(90 %) , squmuosa

(6 %),dan adenokarsinoma ( 2%).

WHO telah mengklasifikasikan kanker kandung kemih sebagai low


grade (grade 1 dan 2) dan high grade (grade 3). Tumor ini juga
diklasifikasikan menurut bentuk pertumbuhannya, yaitu Papillary (70%),
sessile atau campuran (20%), dan nodular (10%).
Derajat tumor berdasarkan kedalaman penetrasi kedalam dinding buli
dan derajat metastase,penentuan derajat kanker harus ditegakan terlebih
dahulu sebelum dilakukan penatalaksanaan. Skema derajat CA buli adalah
sebagai berikut :
Derajat O ( To,No,Mo ) Tumor terbatas pada mukosa.
A. ( T1,No,Mo ) Tumor menembus mukosa.
B1. ( T2,No,Mo ) Tumor sudah melebihi dari lapisan mukosa.
B2. ( T3a,No,Mo ) Sel tumor menembus muscular tetapi tidak mencapai
lemak.
C. (T3,No.Mo ) Sel menembus seluruh lapisan muscular tetapi tidak
metastases jaga tidak menembus pada jaringan sekitarnya.
D1. ( T4a,N1-3,Mo ) bermetastase pada nodus limpe pelvic.
D2. ( T4a,Na,M1 ) Bermetastase pada pelvic.
Penyusupan (infiltrasi) ke dalam, menembus lapisan dinding kemih,
menentukan stadiumnya dan berkolerasi dengan kemungkinan adanya
penyebaran. Penyebaran limfogen menuju ke kelenjar limfe regional di dalam
panggul. Kanker biasa bermetastase ke liver,tulang dan paru-paru,lebih lanjut
tumor

menyebar

ke

rectum

,vagina,

jaringan

lunak

retroperitoneal. Tumor derajat C atau D memiliki prognosis

dan

struktur

yang buruk.

Tumor superficial memiliki peluang untuk disetabilkan atau dibuang,tetapi


angka kekambuhannya cukup tinggi. Kurang dari 25 % klien dengan invasi
tumor yang dalam memiliki rata-rata bertahan hidup sekitar 5 tahun,sedangkan
Adenokarsinoma sekitar 21 bulan. (Jong 2005)
2.8 WOC

14

(terlampir)

2.9 Pemeriksaan Diagnostik


Biopsi tumor dan mukosa yang berdekatan merupakan tindakan
definitive, tetapi prosedur berikut ini juga digunakan :
1. Urografi ekskretori
2. Pemindai CT, dapat ditemukan di kelenjar getah bening dan tumor
membesar, tingkat akurasi 80%.
3. Ultrasonografi
4. Sistoskopi, dapat melihat secara langsung tempat tumbuhnya tumor,
ukuran, jumlah, bentuk dan berbagai invasive, pada saat yang sama juga
lakukan tes biopsy.
5. Pemeriksaan bimanual di bawah anesthesia
6. Pemeriksaan kontras ray, dengan melalui pemeriksaan kontras ray dapat
mempelajari keseluruhan kondisi dalam kandung kemih, infiltrasi dan
kedalaman tumor, dari hasil radiografi dari renal pelvis dan saluran
kencing dapat diketahui apakah terjadi hidronefrosis dan infiltrasi saluran
kemih.
Jika kanker kandung kemih dicurigai, dokter akan mengatur
sistoskopi, pemeriksaan dimana tabung serat optic fleksibel dengan sumber
cahaya digunakan untuk melihat uretra dan kandung kemih. Ini dilakukan di
bawah bius lokal atau umum, dimana pengangkatan sejumlah kecil jaringan
dari lapisan kandung kemih dapat dilakukan. (Asiancancer 2015)
Scan dari panggul dan perut dapat diatur untuk melihat daerah lain
yang mungkin terkena kanker. Scan tulang mungkin dilakukan jika tulang
diduga terkena kanker.
2.10 Penatalaksanaan
1. Terapi Konservatif
Irigasi kandung kemih melalui kateter adalah pencucian kateter
urine untuk mempertahankan kepatenan kateter urine menetap dengan
larutan steril yang diprogramkan oleh dokter. Karena darah, pus, atau

15

sedimen dapat berkumpul di dalam selang dan menyebabkan distensi


kandung kemih serta menyebabkan urine tetap berada di tempatnya
(Berman 2009). Ada dua metode untuk irigasi kateter, yaitu :
a. Irigasi kandung kemih secara tertutup. Sistem ini memungkinkan
seringnya irigasi kontinu tanpa gangguan pada sitem kateter steril.
Sistem ini paling sering digunakan pada pasien yang menjalani bedah
genitourinaria dan yang kateternya berisiko mengalami penyumbatan
oleh fragmen lender dan bekuan darah.
b. Dengan membuka sistem drainase tertutup untuk menginstilasi irigasi
kandung kemih. Teknik ini menimbulkan resiko lebih besar untuk
terjadinya infeksi. Namun, demikian kateter ini diperlukan saat kateter
tersumbat dan kateter tidak ingin diganti (misalnya: setelah
pembedahan prostat).
Dokter dapat memprogramkan irigasi kandung kemih untuk klien
yang mengalami infeksi kandung kemih, yang larutannya terdiri dari
antiseptic atau antibiotik untuk membersihkan kandung kemih atau
mengobati infeksi local. Kedua irigasi tersebut menerapkan teknik asepsis
steril (Potter & Perry 2005).. Tujuan dari tindakan ini antara lain:
a. Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine
b. Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya
penyumbatan kateter urine, misalnya oleh darah dan pus
c. Untuk membersihkan kandung kemih
d. Untuk mengobati infeksi local
(Nursalam 2007)
2. Tindakan Invasif Minimal
Tindakan invasif minimal yang dapat dilakukan untuk mengatasi
kanker kandung kemih adalah dengan TURB (Transurethral Reseksi
Bladder). Prosedur ini, atau yang disebut dengan reseksi transurethral dari
tumor kandung kemih, umum untuk kanker kandung kemih tahap awal
atau mereka yang terbatasi pada lapisan superficial dari dinding kandung
kemih. TURB dilakukan berdasarkan hasil diagnose patologis dari pasien
kanker kandung kemih. Operasi kanker kandung kemih ini dilakukan di
bawah bius total dan dengan melewatkan instrument melalui uretra, yang
menghindari memotong melalui perut. Instrumen bedah yang digunakan
untuk operasi ini disebut resectoscope. Sebuah loop kawat di salah satu
16

ujung resectoscope digunakan untuk menghilangkan jaringan abnormal


atau tumor. Setelah prosedur ini, membakar dasar tumor (fulguration)
dapat membantu memastikan bahwa sel-sel kanker yang tersisa
dihancurkan. Atau laser energy tinggi dapat digunakan. Dan cystoscope
digunakan untuk melihat bagian dalam kandung kemih selama prosedur.
(Baughman 2000)
3. Pembedahan
a. Partial Cystectomy
Sistektomi parsial dilakukan apabila kanker telah menyerang
otot tetapi tidak terlalu besar dan hanya terdapat di satu tempat, kadangkadang dapat diangkat bersama dengan bagian dari dinding kandung
kemih tanpa mengambil seluruh kandung kemih. Lubang di dinding
kandung kemih kemudian ditutup. Kelenjar getah bening di dekatnya
juga diangkat dan diperiksa untuk penyebaran kanker. Hanya sebagian
kecil orang dengan kanker yang telah menyerang otot dapat melakukan
operasi ini.
Keuntungan utama dari operasi ini adalah kandung kemih dapat
dipertahankan dan tidak perlu operasi rekonstruksi.Tetapi kandung
kemih yang tersisa mungkin tidak banyak

menampung urin, yang

berarti orang tersebut harus buang air kecil lebih sering. Perhatian
utama dengan jenis operasi adalah bahwa kanker kandung kemih masih
bisa kambuh di bagian lain dari dinding kandung kemih. (American
Cancer Society 2013)
b.

Radical Cystectomy
Apabila kanker lebih besar atau lebih dari satu bagian dari
kandung kemih, sebuah sistektomi radikal ini akan dibutuhkan.
Operasi ini menghilangkan seluruh kandung kemih dan kelenjar getah
bening di dekatnya. Pada pria, prostat juga diangkat. Pada wanita,
ovarium, saluran tuba (tabung yang menghubungkan ovarium dan
uterus), uterus (rahim), dan sebagian kecil dari vagina sering diangkat

bersama dengan kandung kemih. (American Cancer Society 2013)


4. Diversi Urin
Diversi urinarius adalah stoma urinarius untukmengalihkan aliran
urin dari ginjal secaralangsung ke permukaan abdomen dilakukankarena

17

beberapa alasan. ( Potter & Perry 2006 ). Diversi urine umunya


dipertimbangkan sebagai pilihan terakhir pada pasien yang bukan calon
yang baik untuk rekonstruksi traktus urinearius bawah dan dapat diobati
dengan bentuk terapi lain. Dua tipe diversi urine adalah diversi urine yang
kontinen dan yang tidak kontinen, yang pertama membutuhkan alat
pengumpul eksterna. Bricker mempubliksikan pipa ileus sebagai metode
untuk diversi urine yang nonkontinen pada tahun 1950. Tehnik terkini
mengikitkan isolasi 15-20 cm ileum terminal, 10-15 cm dari anastomosis
ileocaecal. Ureter ditranseksi 3-4 cm dari kandung kemih dan
dianastomosiskan baik ke perbatasan antimesenterik loop ileal atau akhir
proksimal loop ileal. Usus yang tersisa kemudian dianastomosiskan
kembali dan sebuah lubang dibuat pada diniding anterior abdomen dengan
menggunakan loop ileum. Komplikasi prosedur ini adalah adanya infeksi
luka, kebocoran uretroileal, obstruksi intestinal, stenosis, retraksi, dan
hernia. Kompliksi yang jarang terjadi adalah urolithiasis termasuk adanya
pipa dan transformsi maligna dari loop ileum ( Potter & Perry 2006 ).
Keuntungan utama dari diversi urine kontinen daripada yang
nonkontinen adalah dihilangkannya peralatan pengumpul urine eksterna.
Beberapa penampung dirancang dengan berbagi kombinasi berbeda dari
ileum, caecum, kolon, sigmoid dan rektum untuk menggantungkannya.
Penampung yang ideal harus mempunyai tekanan intrinsik yang rendah
dan juga kapasitas adekuat untuk menyediakan kontinensia dan mencegah
refluks. Biasanya 40 cm ileum atau 20 cm usus besar atau kombinasinya
dibutuhkan untuk menciptakan penampung dengan kapasitas yang adekuat
( Potter & Perry 2006 ).
5. Kemoterapi
Kemoterapi adalah penggunaan obat yang membunuh sel kanker.
Beberapa obat-obatan kemoterapi dapat disuntikkan langsung ke dalam
kandung kemih untuk pasien dengan kanker kandung kemih awal, untuk
mencegah kanker berulang. Obat kemoterapi juga dapat disuntikkan ke
dalam pembuluh darah untuk membunuh sel kanker kandung kemih yang
telah menyebar ke seluruh tubuh, dengan tujuan memperlambat
pertumbuhan canver. Efek samping dari kemoterapi yang disuntikkan ke

18

dalam pembuluh darah termasuk mual dan muntah sementara, ulkus mulut,
rambut rontok, kehilangan nafsu makan dan kelelahan. (Baughman 2000)
6. Imunoterapi
Imunoterapi dapat digunakan untuk meningkatkan sistem
kekebalan tubuh. Vaksin anti-tuberkulosis, BCG, disuntikkan di dalam
kandung kemih, telah efektif dalam mengobati kanker kandung kemih
superficial beresiko tinggi. (Baughman 2000)
7. Radioterapi
Terapi radiasi dapat menjadi alternative untuk pembedahan untuk
lokalisasi penyakit. Ini juga dapat digunakan jika pasien memiliki penyakit
lain yang menghalangi operasi. Pengobatan kandung kemih hemat
termasuk penggunaan kombinasi kemoterapi dan radioterapi. Radiasi
melibatkan konsentrasi sinar energy tinggi ke daerah dimana kanker
berada. Efek samping, yang biasanya sementara, termasuk kemerahan
kulit, nyeri saat buang air kecil, sering buang air kecil sedikit-sedikit, dan
kehilangan rambut pada tempat radiasi. (Baughman 2000)
2.11 Komplikasi
Kanker kandung kemih dapat menyebar ke organ terdekat. sel kanker
juga dapat melakukan perjalanan ke kelenjar getah bening panggul dan
menyebar ke hati , paru-paru , dan tulang (Baughman 2000). Selain itu
kanker kandung kemih juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi
berikut:
a.
b.
c.
d.

Anemia
Radang ureter ( hidronefrosis )
Striktur uretra
Inkontinensia urin dan berbagai penyakit lainnya.

2.12 Prognosis
Tingkat rekurensi dari kanker kandung kemih superfisial tergolong
tinggi. Sebanyak 80% dari pasien setidaknya ada 1 rekurensi. Faktor
prognosis yang paling signifikan dari kanker kandung kemih adalah grade,
kedalaman invasi, dan adanya karsinoma in situ. Pada pasien yang menjalani
sistektomi radikal untuk kanker yang invasive pada jaringan otot kandung
kemih, adanya nodul menjadi faktor prognosis yang penting. Sampai saat ini
19

belum ada pembuktian bahwa faktor genetik mempengaruhi hasil. (WHO


2014)
Ta, T1, CIS 82-100%
T2 63-83%
T3a 67-71%
T3b 17-57%
T4 0-22%
Prognosis pada pasien dengan metastasis urothelial cancer sangatlah
buruk, hanya 5-10% dari pasien bertahan hidup 2 tahun setelah didiagnosis.
Resiko progresifitas ditentukan oleh peningkatan grade, yaitu:
Grade I 2-4%
Grade II 5-7%
Grade III 33-64%

20

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Biodata /identitas klien
- Usia :
Kanker bladder lebih sering terjadi pada orang dewasa berusia 50
sampai 70 tahun, usia rata-rata pada saat diagnosis adalah 65 tahun, dan
pada periode tersebut sekitar 75% dari kanker kandung kemih
terlokalisasi pada kandung kemih, 25% telah menyebar ke kelenjar getah
bening regional atau tempat yang jauh (Brunner & Suddarth 2004).
- Jenis Kelamin :
Pria memiliki resiko 3 kali lipat lebih besar dibanding dengan wanita
(Brunner & Suddarth 2004).
- Pekerjaan

Pajanan terhadap lingkungan pekerjaan tercatat dalam 15-35% kasus


pada pria dan 1-6% pada wanita (Matanoski and Elliot 1981). Pekerja di
pabrik bahan kimia, pewarna, karet, minyak bumi, industri kulit, dan
percetakan memiliki risiko lebih tinggi. Karsinogenik yang spesifik
meliputi

benzidin,

betanaphthylamine,

dan

4-aminobiphenyl.

Perkembangan tumor dapat berlangsung lama (Emil dan Jack W 2007).


- Tempat Tinggal:
Terdapat insiden kanker kandung kemih yang tinggi di banyak negara
di Afrika, terutama Mesir, terkait paparan parasit Schistosoma
haematobium, yang dapat ditemukan dalam kandungan air di negaranegara ini (Connie et al 2010).
b. Keluhan Utama : Hematuria namun tidak disertai rasa sakit. Hematuria
dapat bersifat macroscopic (Gross) atau microscopic, lebih bersifat
berselang daripada konstan. Pada pasien yang telah terdiagnosa kanker
21

bladder, 80-90% mengalami Gross Hematuria. Hematuria tidak hanya


terjadi pada kasus kanker bladder saja, namun juga dapat mengindikasikan
adanya gangguan di tempat lain, misalnya ureter atau ginjal, sehingga
diperlukan pemeriksaan lebih lanjut (Connie et al 2010).
c. Riwayat penyakit sekarang : Adanya darah saat berkemih. Pada stadium
lanjut nyeri saat berkemih dapat terjadi. Nyeri pada panggul, dubur atau
tulang, anoreksia, kelelahan, penurunan berat badan, dan edema
ekstremitas bawah dapat menunjukkan metastasis kanker (Connie et al
2010).
d. Riwayat kesehatan sebelumnya
Menanyakan kepada klien apakah pernah mengalami penyakit keganasan
yang lain atau trauma fisik pada urothelium. Trauma yang dipicu oleh
iritasi kronis berulang pada lapisan urothelial akibat infeksi, calculi (batu
ginjal), suntikan siklofosfamid atau ifosphamide terutama dengan riwayat
sistitis hemoragik, dan trauma akibat penggunaan kateter jangka panjang
dapat meningkatkan resiko keganasan (Hicks 1982).
e. Pola hidup atau kebiasaan
Menanyakan kepada klien apakah pernah atau masih mengkonsumsi
rokok. Merokok adalah faktor risiko eksogen paling penting pencetus
kanker kandung kemih. Diperkirakan bahwa riwayat merokok hadir pada
50% dari mereka yang didiagnosis dengan penyakit ini (Connie et al
2010).
f. Riwayat kesehatan keluarga
Menanyakan kepada klien apakah ada anggota keluarga yang pernah
menderita penyakit yang sama dengan klien, atau penyakit keganasan yang
lain (Emil dan Jack W 2007).
g. Pengkajian Psikososial
Kanker bladder lebih umum terjadi pada pasien berusia 50 sampai 70
tahun yang mengarah pada golongan usia dewasa tua menuju lansia.
Orang-orang lanjut usia biasanya khawatir mengenai hal-hal keuangan,
berkurangnya rasa kemandirian dan merasa menjadi beban bagi keluarga
serta lingkungannya, serta mengalami penurunan fungsi intelektual
sehingga memerlukan pendekatan dan perhatian khusus (Shirley 2005)
h. Pemeriksaan fisik : Review of System (ROS)
a. B1 (breathing)
Sesak nafas

22

b. B2 (blood)
Kulit terlihat pucat
Konjungtiva anemis
Suhu tubuh meningkat
c. B3 (brain)
Nyeri saat berkemih, nyeri pada perut, panggul, dubur atau tulang
d. B4 (bladder)
Hematuria
Retensi Urin
e. B5 (bowel)
Nafsu makan menurun
Berat badan menurun
f. B6 (bone)
Adanya masa yang teraba saat palpasi abdomen
Malaise
3.2 Analisa Data
DATA
DS:
Pasien mengeluh Sakit kepala
ketika bangun, dypnea
DO:
- Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
- Penurunan tekanan udara
per menit
Menggunakan otot pernafasan
tambahan
- Penurunan kapasitas vital
- Respirasi : <11-24 x/menit

DS :
- Pasien mengeluh nyeri pada
daerah perut, panggul, dubur
atau tulang, serta pada saat
berkemih
DO:
- Wajah pasien tampak

ETIOLOGI

MASALAH
KEPERAWATAN

Hematuria

Hb menurun

jumlah O2 yang diangkut ke


paru-paru menurun

Sesak nafas

Gangguan pertukaran gas

Pembelahan sel pada jaringan


buli-buli meningkat cepat

Gangguan pertukaran
gas

Nyeri akut

Inflamasi buli-buli

Mediator inflamasi

23

meringis
- Skala nyeri
-N
- Kaji PQRST
DS:
- Klien atau keluarga klien
mengatakan badan klien
panas
DO:
- Suhu: >37.5C
- Klien tampak lemas
- Akral teraba hangat

Nyeri Akut

Pembelahan sel pada jaringan


buli-buli meningkat cepat

Respon tubuh terhadap sel


kanker

Hipertermi

Proses inflamasi

Suhu tubuh meningkat

Hipertermi
DS :
- Pasien mengatakan tidak
nafsu makan
- Pasien merasa mual
DO :
- Kurang nafsu makan
- Bising usus berlebih
- Konjungtiva pucat
- Denyut nadi lemah

DS:
- Pasien mengeluh tidak
nyaman di area luka
pembedahan

Hidronefrosis

Ureum kembali ke pembuluh


darah

Uremia

BUN meningkat

Mual

Intake tidak adekuat

BB menurun
Kelainan struktur fungsional
buli-buli

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Resiko gangguan
integritas kulit

Diversi Urin

DO:

24

- Luka daerah pembedahan


tampak kemerahan

Stoma

Resiko gangguan integritas kulit

3.3Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
2. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan pada jaringan saraf
3. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah
5. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi

3.4 Intervensi
a.

Dx : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


perfusi ventilasi
NOC
1.
2.
3.
4.

NIC

Status Respiratori : Pertukaran Gas


Keseimbangan asam basa , elektrolit
Status Respiratori : Ventilasi
Status TTV

Setelah dilakukan tindakan keperawatan


selama

........

pasien

menunjukkan

keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan


kriteria hasil :
1. Mendemonstrasikan
ventilasi

dan

peningkatan

oksigenasi

yang

adekuat
2. Tanda-tanda vital dalam rentang
normal
3. AGD dalam batas normal

1. Posisikan

pasien

untuk

memaksimalkan ventilasi
2. Auskultasi suara nafas,
adanya suara tambahan
3. Atur
intake

catat
untuk

mengoptimalkan keseimbangan
4. Monitor respirasi dan status O2
5. Monitor Suara nafas, seperti
dengkur
6. Monitor pola nafas : bradipnea,
takipnea, kussmaul, hiperventilasi
7. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan/tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
8. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan
status mental
9. Auskultasi bunyi jantung, jumlah,

25

irama, dan denyut jantung

b.

Dx :Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan


NOC

NIC
6. Lakukan pengkajian nyeri secara

1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama ...... pasien tidak mengalami
nyeri, dengan kriteria hasil

1. Klien mampu mengontrol nyeri


2. Klien mampu mengenali nyeri
3. Klien menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
4. TTV dalam rentang normal
5. Tidak mengalami gangguan

komprehensif

termasuk

karakteristik,

durasi,

lokasi,
frekuensi,

kualitas dan faktor presipitasi


7. Observasi reaksi nonverbal dan
ketidaknyamanan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
ruangan,

pencahayaan

dan

kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
11. Ajarkan tentang teknik

tidur

farmakologi:
relaksasi,

napas
distraksi,

non
dalam,

kompres

hangat/dingin
12. Berikan
analgesik

untuk

mengurangi nyeri
13. Tingkatkan istirahat

c.

Dx : Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

NOC
Thermoregulasi

NIC
1. Monitor suhu sesering mungkin
26

Setelah

dilakukan

keperawatan

selama

tindakan
.....

2. Monitor warna dan suhu kulit


pasein 3. Monitor tekanan darah, nadi, dan

menunjukkan kriteria Hasil :


RR
1. Suhu 36-37
4. Monitor
penurunan
tingkat
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
kesadaran
3.Tidak ada perubahan warna kulit dan
5. Monitor intake dan output
tidak ada pusing, merasa nyaman
6. Berikan anti piretik
7. Berikan cairan intravena
8. Kompres pasien pada lipat paha
dan aksila
9. Monitor hidrasi seperti turgor kulit,
keleembapan membran mukosa

d.

Dx : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan


muntah
NOC
1. Status

nutrisi

NIC
:

masukan Nutrition Management

makanan dan cairan


2. Kontrol BB
Setelah

1. Kaji adanya alergi makanan


2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

dilakukan

tindakan

menentukan jumlah kalori dan

keperawatan selama ..... nutrisi kurang

nutrisi yang dibutuhkan klien


3. Kaji kemampuan klien untuk

teratasi dengan kriteria hasil :

mendapatkan
1. Adanya peningkatan BB sesuai
tujuan
2. Tidak

ada

tanda-tanda

malnutrisi
3. Tidak terjadi penurunan BB

nutrisi

dibutuhkan
4. Berikan
informasi
kebutuhan nutrisi
5. Monitor jumlah

yang
tentang

nutrisi

dan

kandungan kalori

yang berarti
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan

27

4. Monitor turgor kulit


5. Monitor mual dan muntah
Monitor kalori dan intake nutrisi
e. Dx : Resiko gangguan integritas kulitberhubungan dengan luka post operasi
NOC

NIC

- Status nutrisi
- Perfusi jaringan perifer
Setelah
dilakukan
keperawatan

selama

tindakan
.....

Pressure Management
1. Anjurkan
pasien

untuk

menggunakan pakaian yang longgar


resiko 2. Jaga kebersihan kulit agar tetap

gangguan integritas kulit tidak terjadi

bersih dan kering


3.
Monitor kulit adanya kemerahan
dengan kriteria hasil:
4.
Monitor aktivitas dan mobilisasi
1. Integritas kulit yang baik bisa
pasien
dipertahankan
5.
Monitor status nutrisi pasien
2. Melaporkan adanya gangguan
6. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
sensasi atau nyeri pada daerah kulit
pemberian tinggi protein, mineral
yang mengalami gangguan
dan vitamin
3. Status nutrisi adekuat
7. Monitor serum albumin dan
transferin
3.6 Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah
sebagai berikut.
1. Eliminasi urine dapat optimal sesuai toleransi individu
2. Penurunan skala nyeri
3. Perfusi jaringan ginjal adekuat
4. Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas.
5. Tidak terjadi infeksi pada luka pasca bedah.
6. Informasi kesehatan terpenuhi

28

BAB IV
STUDI KASUS
4.1 Kasus
Tn F 59 tahun dirawat di ruang Pandan RSDS sejak 28 februari 2015 dengan
diagnosa Ca Buli T3NxM0. Pendidikan SMA, pekerjaan sopir busway. Keluhan utama
klien adalah hematuria. Pengkajian yang didapatkan adalah RR: 28x/menit, vesikuler, alat
bantu napas +, N: 96x/menit, TD: 160/80 mmHg BB:54 kg Akral hangat CRT<2, GCS
456.Konjungtiva anemis. T=37,3C.Riwayat penyakit sekarang kencing darah kurang
lebih 5 hari SMRS.Buang air kecil mulai tidak lancar 1 hari SMRS.Nyeri pada perut
region bawah.Pasien sudah mengetahui didiagnosa Ca Buli sejak 5 bulan yang lalu.Alergi
obat aspirin.Sudah pernah operasi TURB.Riwayat penyakit keluarga tidak ada yang
menderita penyakit yang sama.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium:
BUN

= 8,5

Albumin = 2,7

SGPT =23

LED =13.000

CRP =55,3

Hb

Kreatinin = 0,8

SGOT = 17

Kalium

Kalsium = 101

= 3,9

Na

=12,5

= 135

Hasil Pemeriksaan Urin:


a.
b.
c.
d.

Glukosa(-)
Eritrosit(+)lebihdari100/lapangpandang
Leukosit20/lapangpandang
kristal(+).

Terapi yang didapat klien:


a.
b.
c.
d.
e.
f.

Asamtrasenamat 3x500 gr
Merop 3x1 gr
Metamizo l3x1 gr
Antrain 3x1 gr
Dulcolax 1x
Diet TKTP ekstra putih telur.

4.2 Pengkajian
1. Anamnesa
a. Identitas Klien
29

Nama klien
: Tn. F
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 59 tahun
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Sopir Busway
Suku/bangsa
: Jawa/ Indonesia
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan klien mengalami hematuria (kencing darah)
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien mengalami kencing darah kurang lebih 5 hari SMRS.Buang air kecil
mulai tidak lancar 1 hari SMRS.Nyeri pada perut region bawah.
Skala nyeri PQRST yaitu :
P (palliative/provocative)
: Sakitnya bertambah berat ketika kurang
minum, kurang beraktivitas (sering duduk ) yang menyebabkan distensi
bladder.
Q (quality/quantity)

: Klien merasa panas saat berkemih dan nyeri pada

pelvis yang dirasakan bersifat tumpul


R (region)
: Terdapat pada bagian pelvis
S (scale)
: Skala nyeri 7 (1-10)
T (time)
: Nyeri dirasakan pada saat berkemih
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien telah didiagnosa Ca Buli sejak 5 bulan yang lalu, mengalami alergi obat
aspirin dan sudah pernah operasi TURB
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama
2. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem pernafasan (B1:Breathing) :
1) Irama nafas
: tidak teratur (28 kali/menit)
2) Suara nafas
: vesikuler
3) Alat bantu nafas
: ada, menggunakan masker 2 lpm/menit
b. Sistem kardiovaskuler (B2 : Bleeding)
1) Akral
: hangat
2) CRT
: <2 detik
3) TD
: 160/80 mmHg
4) N
: 96x/menit
5) Suhu
: 37,3C
c. Sistem Persarafan (B3 : Brain)
1) GCS
: E=4, V=5, M=6
2) Konjungtiva
: Anemis
3) Nyeri pada perut region bawah
4) Skala nyeri dalam rentan 1-10 adalah 7
d. Sistem Perkemihan (B4 : Bladder)
Kencing merah, alat bantu kateter three way, irigasi cairan 40 tetes/menit.
Produksi urin warna merah. Stunsel +. Kandung kemih nyeri tekan +
Intake oral 1250-1400 ml/hari BB = 54 kg
30

Output = 50cc/jam
IWL klien = 15 x BB 15x54 = 810 cc/24 jam
Balance cairan = Intake output
Balance cairan intake = output
1400 = (50x24) + IWL
1400 = 1200 + 810
1400 = 2010
Balance cairan = -610 cc
1) Keluhan kencing : Hematuria (kencing merah).
2) Intake cairan
: oral 1000 cc/ hari, parenteral 400 cc/hari
3) Alat bantu kateter : ada (three way)
e. Sistem Pencernaan (B5 : Bowel)
1) BB MRS : 55 kg (BB SMRS : 68 kg)
TB
: 173 cm
IMT = BB / (TB)2
IMT = 55 / (1,73)2 IMT = 55/2,99 = 18,39 kurus
2) Nafsu makan
: menurun (frekuensi makan 2 kali/hari, porsi makan
tidak habis, hanya habis 1/4 porsi)
3) BAB
: belum BAB selama 4 hari
4) Lain-lain
: mengeluh mual muntah sebelum makan
f. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6 )
Muskulo tidak ada masalah.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan :
BUN
= 8,5
Albumin
= 2,7 g/dl
Kreatinin
= 0,8 mg/dl
Kalium
= 3,9 mEq/L
Kalsium
= 101 mEq/L
CRP
=55,3
SGOT
= 17 U/L
SGPT
= 23 U/L
LED
=13.000
Hb
= 12,5
Na

= 135 mEq/L

b. Pemeriksaan Urine
1) Glukosa
2) Keton
3) Eritrosit
4) Leukosit
5) Kristal

=()
=()
= lebih dari 100/lapang pindah
= 20/lapang pandang
=(+)

c. Pemeriksaan Radiologi :
Invasi urotheal karsinoma hygrade
Tumor infiltrating sampai lapisan muskularis

31

4.3 Analisa Data


Data
DS

Etiologi
Ca buli

Masalah Keperawatan
Nyeri Kronis

Tn. F mengeluh nyeri pada


perut bagian bawah

Oklusi uretery pelvic renal

DO :
Nyeri tekan pada kandung

Refluks

kemih Tn. F
P :Sakitnya bertambah berat

Hidronephrosis

ketika kurang minum, kurang


beraktivitas (sering duduk )

MK : Nyeri Kronis

yang menyebabkan distensi


bladder.
Q : Klien merasa panas saat
berkemih dan nyeri pada
pelvis

yang

dirasakan

bersifat tumpul
R : Terdapat pada bagian
pelvis
S : Skala nyeri 7 (1-10)
T : Nyeri dirasakan pada saat
berkemih
TTV:
a. RR: 28x/menit,
b. N: 96x/menit,
c. TD: 160/80 mmHg,
d. T: 37,3C
DS :

Ca Buli

Gangguan pertukaran gas

Tn. F mengeluhkan sesak


saat bernafas.

Hematuria

DO :
RR = 28x/menit,

Hb menurun

Suara napas = vesikuler,


alat bantu napas = masker 2
lpm/menit,

Pengangkutan O2 ke seluruh
tubuh kurang
32

Hb = 8,8
Pasokan O2 tidak adekuat
Sesak nafas
MK : Gangguan pertukaran
gas
Ca Buli

DS :
Klien mengeluh tidak nafsu
makan, porsi makan tidak

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh

Hipermetabolik

habis, hanya habis 1/4 porsi.


Belum BAB selama 4 hari.

Mual muntah

Mual +, muntah +.
Tidah nafsu makan
DO :
BB

sekarang:

55

kg(BB

BB turun

SMRS= 68 kg)
Albumin = 2,7

MK : Ketidakseimbangan

IMT= 18,39

nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh
Ca Buli

DS :
Tn.

PK : Perdarahan

mengatakan

kencingnya berwarna merah

Bermetastasis

(hematuria) dan terasa nyeri


DO:

Kontraksi otot buli saat

Tn. F menggunakan alat


bantu

kateter

Invasi

urotheal

three

berkemih

way,

karsinoma

Tumor tertekan

hygrade, Tumor infiltrating


sampai lapisan muskularis,

Terjadi perdarahan

Hb 8,8
MK : PK perdarahan

33

DS :

Ca Buli

Resiko Infeksi

Tn. F mengeluhkan nyeri


DO :

Bermetastasis

Kencing merah (hematuria),


alat bantu kateter three way,
ada

nyeri

tekan

Invasi

pada

kandung kemih.

Retensi urine
Pemasangan alat bantu
kateter three way
Higiene kurang
MK : Resiko Infeksi

4.4 Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan hemoglobin
2. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hipermetabolik akibat kanker
4. PK Perdarahan berhubungan dengan kontraksi otot buli saat berkemih
5. Resiko Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya higiene personal akibat
pemasangan alat bantu kateter three way.
4.5 Asuhan Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan proses penyakit
NOC :

NIC

Pain control

Manajemen Nyeri

Kriteria hasil :

1. Observasi reaksi non verbal dari

1. Klien mampu mengontrol nyeri


2. Klien mampu mengenali nyeri
3. Klien menyatakan rasa nyaman

2.

ketidaknyamanan
Gunakan
teknik

komunikasi

terapeutik

mengetahui

untuk

setelah nyeri berkurang


34

4. TTV dalam rentang normal


5. Tidak mengalami gangguan tidur

pengalaman nyeri pasien


3. Kontrol ruangan yang

dapat

mempengaruhi nyeri
4. Kurangi faktor presipitasi nyeri
5. Tingkatkan istirahat
6. Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri
tidak berhasil
7. Monitor penerimaan pasien tentang
manajemen nyeri
Analgetic Administration
1. Cek instruksi dokter tentang jenis,
dosis dan frekuensi obat
2. Cek riwayat alergi
3. Pilih analgetik yang diperlukan
tergantung tipe dan beratnya nyeri
4. Tentukan rute pemberian analgetik
(IV/IM)
5. Monitoring

TTV

sebelum

dan

sesudah pemberian anlgetik


6. Eveluasi efektifitas analgetik, tanda
dan gejala (efek samping)
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan hemoglobin
NOC
Respiratory status : gas exchange
Kriteria Hasil :
1. Peningkatan
ventilisasi
oksigenasi yang adekuat
2. Bebas dari tanda-tanda

NIC
1. Posisikan
dan
distress

pernafasan
3. Tidak ada sianosis dan dyspneu
4. Menunujukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan
dalan rentang normal)
5. TTV dalam rentang normal
6. AGD dalam batas normal
7. Status neurologi dalam batas normal

pasien

untuk

memaksimalkan ventilasi
2. Auskultasi suara nafas, catat area
penurunan/tidak adanya ventilisasi
dan suara nafas tambahan
3. Monitor respirasi dan status o2
4. Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan,
tambahan,

penggunaan
retraksi

otot
otot

supraclavicular dan intercostal


5. Monitor pola nafas : bradipnea,
takipnea, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
6. Monitor TTV, AGD, elektrolit dan

35

status mental
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
hipermetabolik yang berhubungan dengan kanker
NOC :

NIC :

Nutrional status : food and fluid Nutrition Management


intake

1. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk

Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
2. Tidak terjadi penurunan BB yang
berarti

menentukan jumlah kalori dan nutrisi


yang dibutuhkan klien
2. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi
3. Monitor

jumlah

nutrisi

kandungan kalori
4. Monitoring
pembatasan

dan
intake

kalium dan natrium


Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor turgor kulit
5. Monitor mual dan muntah
6. Monitor kalori dan intake nutrisi
4. PK Perdarahan berhubungan dengan kontraksi otot buli saat berkemih
NOC
Perdarahan berhenti

NIC
Pencegahan Sirkulasi

Kriteria hasil :

1. Lakukan

1. Luka sembuh, kering, tidak terdapat

tentang sirkulasi
2. Lakukan perawatan luka dengan hati-

pus, tidak meluas


2. HB 10 gr dl

penilaian

menyeluruh

hati dengan steril dan tutup luka


dengan teknik aseptic

5. Resiko Infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya higiene personal akibat


pemasangan alat bantu kateter three way
NOC
Pengendalian resiko

NIC
Pengendalian Infeksi
36

Kriteria hasil :
1. Tidak ada tanda atau gejala infeksi
2. Menunjukkan hygiene diri adekuat

1. Pantau tanda/gejala infeksi


2. Kaji faktor yang mempengaruhi
infeksi
3. Instruksikan untuk menjaga hygiene
diri
4. Berikan

terapi

antibiotic

(bila

diperlukan)

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kanker kandung kemih lebih sering ditemukan pada pasien-pasien yang
berusia di atas 50 tahun dan lebih banyak mengenai laki-laki daripada wanita
(3:1).Statistik menunjukkan bahwa tumor ini menyebabkan hampir 1 dari 25 kasus
kanker yang terdiagnosis di Amerika Serikat. Ada dua bentuk kanker kandung kemih,
yaitu: bentuk superfisial (yang cenderung kambuhan) dan bentuk invasif.
Kanker kandung kemih adalah lesi ganas dari epitel kandung kemih.
(Wong,2006). Kanker kandung kemih merupakan penyakit ganas yang terutama
mengenai pria lanjut usia. Ada hubungan yang jelas antara tumor jinak dan polip,
yang juga disebut adenoma, dan kanker. Faktor-faktor penyebab jelas memainkan
peranan pada terjadinya karsinoma kandung kemih. Merokok adalah salah satu faktor
terpenting; konon pada tiga puluh sampai empat puluh persen penderita kanker
kandung kemih, merokok merupakan faktor penyebab terpenting.
37

5.2

Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan bagi
perawat, sehingga dalam memberikan perawatan kepada pasien dengan kanker
kandung kemih dapat dilakukan secara maksimal sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Anonym.

2014.

Bladder

Cancer.

http://emedicine.medscape.com/article/438262-

overview#a0104. Di akses pada tanggal 3 Maret 2015 pukul 21.39 WIB


Anonim.

2014.

Kanker

Kandung

Kemih.

http://www.singhealth.com.sg/PatientCare/OverseasReferral/bh/Conditions/Pages/bladder-cancer-surgery.aspx. Diakses pada tanggal 3


Maret 2015 pukul 21.42 WIB
Applegate, Edith. 2011. The Anatomy and Physiology. USA : Elsevier
Archer MC. 1992. Chemical Carcinogenesis The Basic Science of oncology 2nd ed. New
York.
B.B Purnomo. 2003. Dasar-Dasar Urologi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya
Baradero, Mary dll. 2009. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC
Baughman, Diane C., JoAnn C. Hackley. 2000. Keperawatan Medikal-Bedah Buku Saku dari
Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC
Berman, Audrey. Et al. 2009. Kozier: Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta:
EGC
Carpenito,LyndaJuall& Moyet.2006.BukuSakuDiagnosaKeperawatan.Edisi10.Jakarta:EGC.
Davey, Patrick. 2002. At a Glance MEDICINE. Jakarta: EMS (Erlangga Medical Series)
38

Grace, A Pierce dan Borley, R Neil. 2006. At a Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta:
Penerbit Erlangga
http://m.asiancancer.com/index.php?s=Catalog/851 diakses pada hari Kamis, 5 Maret 2015
pukul 21.00 WIB
http://www.singhealth.com.sg/PatientCare/Overseas-Referral/bh/Conditions/Pages/bladdercancer.aspx diakses pada hari Kamis, 5 Maret 2015 pukul 20.00 WIB
Johnson, Joyce Young. (2005). Prosedur Perawatan di Rumah : Pedoman Untuk
Perawat. Jakarta : EGC
Jong, De Wim. 2005. Kanker, Apakah Itu? Pengobatan, Harapan Hidup, dan Dukungan
Keluarga. Jakarta: Arcan
Linton. 2007. Introduction to Medical-Surgical Nursing 5th Edition. USA : Elsevier
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC.
Nursalam. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika
Perry & Potter.2006.Fundamental Keperawatan Konsep,Proses, dan Praktik edisi 4 vol
2.Alih Bahasa : Anita Komalasari,S.Kp dkk.Jakarta:EGC
Rasjidi, Imam. 2008. Manual Histerektomi. Jakarta : EGC
S, David. 2007. Bladder Cancer. Merck Manual Home Health Handbook.

Scanlon, Valerie C dan Sanders Tina. 2006. Buku Ajar Anatomi & Fisiologi. Jakarta : EGC
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Wilkinson, Judith M.,Ahern, Nancy R. 2009. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:
EGC.

39

Anda mungkin juga menyukai