Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN CA COLON

DI RUANG BEDAH UMUM


RSUD ULIN BANJARMASIN

Untuk Menyelesaikan Tugas Profesi Keperawatan Medikal Bedah


Program Profesi Ners

Disusun Oleh:

Utari Ermawati
NIM: 11194692110125

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

JUDUL KASUS : Ca Colon


NAMA MAHASISWA : Utari Ermawati
NIM : 11194692110125

Banjarmasin, Oktober 2021

Menyetujui,

RSUD Ulin Banjarmasin Program Studi Profesi Ners


Preseptor Klinik(PK) Preseptor Akademik (PA)

Suci Kurniya S.Kep., Ns Onieqie Ayu Dhea Manto, Ns.,M.Kep


NIP.198709142014022004 NIK.1166012014063

1. Konsep Anatomi dan Fisiologi Sistem


A. Anatomi Sistem

Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus.
Panjangnya bervariasi sekitar 1.5 m. Ukuran Usus besar berbentuk
tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang
terbentang dari saekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah
pasti lebih besar dari pada usus kecil, yaitu sekitar 6.5 cm (2.5 inci).
Makin dekat anus diameternya akan semakin kecil. Usus besar terdiri dari
bagian yaitu caecum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden,
kolon sigmoid dan rektum.

B. Fisiologi Sistem
Struktur usus besar:
a. Caecum
Caecum merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada
usus besar. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm.
Saekum terletak pada fossa iliakakanan di atas setengah bagian
lateralis ligamentum inguinale. Biasanya saekum seluruhnya
dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak bebas, tetapi
tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di
sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plika
caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus
retrocaecalis.
b. Kolon asenden
Kolon asenden merupakan bagian memanjang dari saekum ke fossa
iliaka kanan sampai ke sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm,
terletak di bawah abdomen sebelah kanan dan di hati membelok ke
kiri. Lengkungan ini disebut fleksura hepatika (fleksura coli dextra) dan
dilanjutkan dengan kolon transversum.

c. Kolon Transversum
Kolon transversum merupakan bagian usus besar yang paling besar
dan paling dapat bergerak bebas karena tergantung pada mesokolon,
yang ikut membentuk omentum majus. Panjangnya antara 45-50 cm,
berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra sinistra yang
letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya tidak tepat
melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga
terletak di regio umbilikus.

d. Kolon desenden
Kolon desenden panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah
abdomen bagian kiri, dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis
sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid, dan
dibelakang peritoneum.

e. Kolon sigmoid
Kolon sigmoid Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang
lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari
apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rektum
di depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan
berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak + 15 cm di atas anus. Kolon
sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada dinding
belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile).

f. Rektum
Rektum merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid
dengan panjang sekitar 15 cm. Rektum memiliki tiga kurva lateral serta
kurva dorsoventral. Mukosa rektum lebih halus dibandingkan dengan
usus besar. Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial
kanan dan inferior kiri. 2/3 bagian distal rektum terletak di rongga
pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak dirongga
abdomen dan relatif mobile.Kedua bagian ini dipisahkan oleh
peritoneum reflektum dimana bagian anterior lebih panjang dibanding
bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih
proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal) serta
otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani
eksterna terdiri dari 3 sling: atas, medial dan depan.

2. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus
besar, yakni bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar
kasus kanker kolorektal dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil, dan
kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan Kanker Indonesia, 2018).
Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar,
terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

B. Etiologi
Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker
kolorektal. Beberapa faktor risiko tersebut ada yang tidak bisa diubah,
seperti usia lebih dari 50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat
menderita infeksi usus besar (colitis ulcerative atau penyakit Chron), dan
memiliki anggota keluarga yang mempunyai riwayat polip atau kanker
usus besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak sehat yang
dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal di usia muda dibawah 40
tahun. Salah satunya adalah mengonsumsi daging merah dan daging
olahan secara berlebihan.
Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal,
batasi makanan tinggi lemak termasuk daging merah. Merokok juga
merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolorektal. Diperkirakan, satu
dari lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat dihubungkan
dengan rokok. Merokok berhubungan dengan kenaikan risiko
terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan adenoma
menjadi kanker usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah
pengonsumsian alkohol. Usus mengubah alkohol menjadi asetildehida
yang meningkatkan risiko kanker kolorektal. Lebih baik konsumsi buah
dan sayur yang mengandung probiotik, karena kandungan seratnya akan
mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih berat sehingga mudah
dibuang (Kemenkes RI, 2019).

C. Patofisiologi 
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang
berkembang dari polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan
meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon
sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat, sebagian besar tumbuh dalam
waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip membesar,
polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi dinding usus.
Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta
menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri
bermula sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada suplai darah
(Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke
dalam lapisan lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang
berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke
sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur
yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum,
usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding
abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar
getah bening regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini
tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun
kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat
juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area
sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian”
dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor
meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan (Black &
Hawks, 2014).
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area
rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker
kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus)
sebanyak 95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan
daripada pada transversum (dua kali lebih banyak). Tumor bowel maligna
menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):
1. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara
langsung misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran
secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ
reproduksi.
2. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa
mengenai paru-paru, ginjal dan tulang.
3. Tertanam ke rongga abdomen.
Pathway

Faktor predisposisi: genetik,


usia, merokok, penyakit Perubahan metaplasia
kronik obesitas, konsumsi pada epitel dinding
makanan, yang rendah kolon
serat, tinggi lemak dan
protein
Terjadi hiperplasia
pada sel kanker

Efek kompresi tumor


pada dinding kolon Karsinoma colon

Kerusakan jaringan Kompresi Anoreksia Intervensi bedah


pembuluh darah pada ujung saraf kolostomi
dinding kolon dinding kolon
Asupan nutrisi
tidak adekuat Pasca bedah
Pecahnya pembuluh Nyeri abdominal
darah dinding kolon
Defisit Nutrisi
Luka pasca
Nyeri kronis bedah
Perdarahan
intestinal feses
bercampur darah Risiko
infeksi

Anemia

Keletihan

Pajong, 2019
D. Klasifikasi
Klasifikasi ca colon menurut American Joint Committee on Cancer 2010
dalam (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)
Tabel 2.1 Penilaian tumor primer (T) pada ca colon
T Penilaian Tumor
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada ditemukan tumor primer
Tis Carsinoma in situ : intraepitelial atau invasi lamina propria
T1 Tumor invasi sub mukosa
T2 Tumor invasi muscularis propria
T3 Tumor invasi sepanjang muscularis propria
hingga jaringan perikolorektal
T4a Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum visceral
T4b Tumor secara langsung menginvasi atau melengket
ke
organ lain

Tabel 2.2 Penilaian penyebaran kelenjar getah bening (N) Pada CA


Colon
N Kelenjar Getah Bening
NX Kelenjar Getah Bening regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis KGB
N1 Metastasis pada 1 – 3 KGB regional
N1a Metastasis pada 1 KGB regional
N1b Metastasis pada 1 KGB regional
N1c Metastasis pada 2 – 3 KGB regional
N2 Deposit tumor pada subserosa, mesentrium, atau pericolic non
peritoneal atau jaringan perirektal tanpa metastasis KGB
N2a Metastasis pada ≥4 KGB regional
N2b Metastasis pada 4 – 6 KGB regional

Tabel 2.3 Penilaian metastasis jauh (M) pada ca colon


M Penilaian Metastasis
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Metastasis jauh
Metastasis terjadi pada satu organ atau sisi (hati, paru,

Sumber : Brunner & Suddart (2012)


M1a ovarium, KGB non regional)
M1 Metastasis terjadi pada >1 organ / sisi atau di
b peritoneum

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):
1. Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi
atau perubahan pada lamanya saat buang air besar, dimana pola ini
berlangsung selama beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang
perubahan pola itu terjadi sebagai perubahan bentuk dari feses atau
kotoran dari hari ke hari (kadang- kadang keras, lalu lunak, dan
seterusnya)
2. Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses,
seringkali hanya dapat dideteksi di laboratorium
3. Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas
atau rasa sakit yang berulang
4. Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah buang
air besar
5. Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih
6. Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan
sebabnya

F. Komplikasi
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan (obstruksi)
saluran cerna. Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor yang memenuhi
saluran usus. Adanya sumbatan tersebut menyebabkan penderitanya
mengalami konstipasi dan nyeri perut. Selain obstruksi, tumor juga dapat
menyebabkan usus mengalami kebocoran (perforasi). Perforasi usus dapat
menimbulkan gejala yang berat seperti nyeri perut hebat, perut terlihat
membesar dan tegang, muntah, serta infeksi berat. Tak berhenti di situ,
kanker usus juga dapat menimbulkan perdarahan. Hal tersebut dapat
terjadi bila tumor berada di sekitar rektum, salah satu bagian terakhir usus
besar. Perdarahan tumor dapat menyebabkan penderitanya kehilangan
darah yang cukup banyak, sehingga menimbulkan anemia (kekurangan sel
darah merah).
Komplikasi lain dari kanker usus adalah penyebaran sel tumor ke
organ yang lain. Proses yang disebut metastasis ini lazim terjadi pada
berbagai jenis kanker, terutama yang sifatnya ganas. Organ tubuh yang
paling sering menjadi sasaran metastasis sel kanker usus adalah kelenjar
getah bening, paru, dan selaput rongga perut. Metastasis dapat
menimbulkan gejala sesuai organ yang terkena, misalnya benjolan di
sekitar leher, sesak napas, dan nyeri perut serta perut yang semakin
membesar (Timurtini, 2019).

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker
kolorektal adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)
1) Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa
untuk menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau
kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain
pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang
merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan
ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan
tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan
rutin diatas, dalam menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal
dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma
Embrionic Antigen merupakan pertanda serum terhadap adanya
karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma Embrionic Antigen adalah
sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke
dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk
memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini
dan metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif
dan nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker
kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun
berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA
berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit
dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi CEA
serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru
dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah
pembedahan.
2) Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker
kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat
kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil
histopatologi yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan
histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker
maupun karsinoma di kolorektal ini.
3) Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos
abdomen atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan
adalah dengan memakai double kontras barium enema, yang
sensitifitasnya mencapai 90% dalam mendeteksi polip yang berukuran
>1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi,
merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti
kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada
pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi.
Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema sangat rendah,
yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka
sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema.
Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging
(MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik
pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut
pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining
tes.
4) Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran
seluruh mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan
saluran pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu
selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan
kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat
menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari
pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium
enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga
dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan
dilatasi dari striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat
aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan
perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi
merupakan cara yang sangat berguna untuk mendiagnosis dan
manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis,
sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,
striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada
kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan
merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan
perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi diagnostik.

H. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil
pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien,
membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang
respons kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau
menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada
identifikasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh
dari data subyektif melalui wawancara dan dari data obyektif melalui
observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Dinarti & Yuli
Muryanti, 2017):
1. Pengumpulan Data
a. Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan,
alamat, tempat tinggal
b. Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji
adanya keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran
c. Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang
diderita pasien dengan timbulnya kanker kolon.
d. Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota
keluarga yang mengalami penyakit kronis lainnya
e. Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien
dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum
maupun saat sakit, apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit,
karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana pasien
menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapinya.
2. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual
a. Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan
apa saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai,
frekwensi makanannya
b. Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar
darah atau tidak, keras, lembek, cair ?
c. Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun
atau tidak, menyikat gigi.
d. Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam? Kebiasaan – kebiasaan
sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
e. Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar
kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan
sekitarnya.
f. Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,
ketergantungan dengan obat-obatan (narkoba).
g. Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman-
teman sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat?
h. Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga,
kebersamaan dengan keluarga.
i. Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap
agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan
patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
j. Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan
keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher: Dengan tehnik inspeksi dan palpasi
b. Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan,
penekanan
c. Telinga: Perlukaan, darah, cairan, bau?
d. Mata: Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata,
adanya benda asing, skelera putih?
e. Hidung: Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi
akibat trauma?
f. Mulut: Benda asing, gigi, sianosis, kering?
g. Bibir: Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering?
h. Rahang: Perlukaan, stabilitas ?
i. Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid
4. Pemeriksaan dada
a. Inspeksi: Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi
pernapasan, irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas
tambahan.
b. Palpasi: Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara
kanan kiri dinding dada.
c. Perkusi: Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup
pada batas paru dan hepar.
d. Auskultasi: Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru,
suara ronchi dan wheezing
5. Kardiovaskuler
a. Inspeksi: Bentuk dada simetris
b. Palpasi: Frekuensi nadi,
c. Parkusi: Suara pekak
d. Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur
6. System pencernaan / abdomen
a. Inspeksi: Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen
membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus
menonjol atau tidak, apakah ada benjolan benjolan /massa.
b. Palpasi: Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses)
turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah
tupar teraba, apakah lien teraba?
c. Perkusi: Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair
akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinaria,
tumor).
d. Auskultasi: Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali
permenit.
7. Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:
a. Warna dan suhu kulit
b. Perabaan nadi distal
c. Depornitas extremitas alus
d. Gerakan extremitas secara aktif dan pasif
e. Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
f. Derajat nyeri bagian yang cidera
g. Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
h. Reflek patella
8. Pemeriksaan pelvis/genitalia
a. Kebersihan, pertumbuhan rambut
b. Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat
lesi atau tidak.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri kronis berhubungan dengan infiltrasi tumor
2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan kanker
3. Keletihan berhubungan dengan anemia
4. Risiko Infeksi berhubungan dengan faktor risiko penyakit kronis
J. Intervensi
DIAGNOSA
No SLKI SIKI
SDKI
1. Nyeri Kronis Tingkat Nyeri (L.08066)
Manajemen Nyeri ( I.08238)
(D.0078) Setelah dilakukan tindakan
Observasi
keperawatan selama 3 x 8
1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
jam diharapkan masalah
durasi, frekuensi, kualitas,
keperawatan nyeri dapat
intensitas nyeri
teratasi dengan kriteria
2. Identifikasi skala nyeri
hasil:
3. identifikasi respon nyeri non
1. Keluhan nyeri (1)
verbal
meningkat menjadi (3)
a. Terapeutik
sedang
4. Berikan teknik
2. Meringis (1) meningkat
nonfarmakologis untuk
menjadi (4) cukup
mengurangi rasa nyeri
menurun
5. fasilitasi istirahat dan tidur
3. Kesulitan tidur (2)
Edukasi
cukup meningkat
1. Anjurkan teknik
menjadi (4) cukup
nonfarmakologis untuk
menurun
mengurangi nyeri
4. Fungsi berkemih (2)
Kolaborasi
cukup meningkat
1. Pemberian analgetik
menjadi (4) cukup
menurun
5. Pola napas (2) cukup
meningkat menjadi (4)
cukup menurun
6. Tekanan darah (2)
cukup meningkat
menjadi (4) cukup
menurun
2. Defisit Nutrisi Status Nutrisi (L.06053) Manajemen Nutrisi (I.03119)
(D.0019) Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan selama 3x 8 1. Identifikasi status nutrisi
jam, pasien mau 2. Identifikasi makanan yang
meningkatkan porsi disukai
makannya, dan defisit 3. Identifikasi kebutuhan kalori
nutrisi tidak terjadi dengan dan jenis nutrien
kriteria hasil: 4. Monitor asupan makanan
1. Porsi makanan yang 5. Monitor hasil pemeriksaan
dihabiskan dari (1) laboratorium
menurun meningkat Terapeutik
menjadi (4) cukup 1. Lakukan oral hygiene sebelum
meningkat makan, jika perlu
2. Verbalisasi keingnan 2. Sajikan makanan secara
untuk meningkatkan menarik dengan suhu yang
nutrisi dari (1) menurun sesuai
menjadi (5) meningkat 3. Berikan makann tinggi kalori
3. Diare dari (1) dan tinggi protein
meningkat menjadi (5) Edukasi
menurun 1. Anjurkan makan sedikit tapi
4. Nafsu makan dari (2) sering
cukup memburuk 2. Anjurkan makan dengan
menjadi (5) membaik posisi duduk
Kolaborasi
1. Kolaborasikan pemberian
medikasi sebelum makan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan
3. Keletihan Tingkat Keletihan Manajemen Energi (I.05178)
(D.0057) (L.05046) Observasi
Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi gangguan fungsi
keperawatan selama 3x 8 tubuh yang mengakibatkan
jam, keletihan teratasi lelah
dengan kriteria hasil: 2. Monitor kelelahan fisik dan
1. Tenaga (1) menurun emosional
menjadi (3) cukup 3. Monitor pola dan jam tidur
meningkat 4. Monitor lokasi dan
2. Kemampuan melakukan ketidaknyamanan selama
aktivitas rutin (1) melakukan aktivitas
menurun menjadi (3) Terapeutik
cukup meningkat 1. Sediakan lingkungan yang
3. Motivasi (1) menurun nyaman dan rendah stimulus
menjadi (5) meningkat 2. Berikan aktivitas distraksi
4. Lesu (5) menurun yang menenangkan
menjadi (1) meningkat Edukasi
5. Frekuensi napas (5) 1. Anjurkan tirah baring
menurun menjadi (1) 2. Anjurkan melakukan aktivita
meningkat secara bertahap
6. Selera makan (1)
memburuk menjadi (3)
sedang
7. Pola istirahat (1)
memburuk menjadi (4)
cukup membaik
4. Risiko Infeksi Kontrol Resiko (L.14128) Pencegahan infeksi (l.14539)
Setelah diberikan asuhan Observasi
keperawatan selama 3x24 1. Monitor tanda dan gejala
jam diharapkan risiko infeksi local dan sistemik
infeksi tidak terjadi Terapeutik
Kriteria Hasil: 1. Berikan perawatan kulit pada
1. Kemampuan mencari area luka
informasi tentang 2. Pertahankan teknik aseptik
faktor risiko (Luka post Edukasi
operasi) 1. Jelaskan tanda dan gejala
2. Kemampuan infeksi
mengidentifikasi faktor 2. Ajarkan cara memeriksa
risiko (Luka post kondisi luka atau luka operasi
operasi) 3. Anjurkan meningkat asupan
3. Kemampuan nutrisi
melakukan strategi Kolaborasi
control resiko (Luka 1. Kolaborasi pemberian
post operasi) imunisasi, jika perlu,
4. Kemampuan
menghindari faktor
resiko (Luka post
operasi)
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. S. A., Rafli, R., & Zeffira, L. (2019). Profil dan Kesintasan Penderita
Kanker Kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Health & Medical
Journal, 1(1), 45–49. https://doi.org/10.33854/heme.v1i1.218

Bishehsari, F., Engen, P. A., Voigt, R. M., Swanson, G., Shaikh, M., Wilber,
S.,

Khazaie, K. (2019). Abnormal Eating Patterns Cause Circadian Disruption and


Promote Alcohol-Associated Colon Carcinogenesis. CMGH Cellular and
Molecular Gastroenterology and Hepatology, (November).
https://doi.org/10.1016/j.jcmgh.2019.10.011

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :


Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI..

Sayuti, M., & Nouva. (2018). Kanker Kolorektal. Yayasan Kanker Indonesia,
2(April), 60.

Timurtini, S. (2019). Komplikasi Kanker Kolon.

Yustinus Edang Pajong. (2019). Pathway Ca Colon.

Yayasan Kanker Indonesia. (2018). Harapan Terpadu World Cancer Day


2018. Buletin YKI, 2(April), 1–54.

Yusra, D. F. (2018). Efek Samping Kemoterapi Pada Pasien Kanker

Anda mungkin juga menyukai