Oleh:
Nama: Wahyu Artyningsih
Disusun Oleh :
Wahyu Artyningsih
Malang,
Pembimbing OK Digestif
( )
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar, yakni bagian akhir dari
sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil,
Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian
2. Anatomi Fisiologi
Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus. Panjangnya bervariasi sekitar 1.5
m. Ukuran Usus besar berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang
terbentang dari saekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus
6.5 cm (2.5 inci). Makin dekat anus diameternya akan semakin kecil.
Usus besar terdiri dari bagian yaitu caecum, kolon asenden, kolontransversum, kolon desenden, kolon
a. Caecum
Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar. Panjang dan lebarnya
kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada fossa iliakakanan di atas setengah bagian lateralis
ligamentum inguinale. Biasanya saekum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak
bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di sebelah medial dan
lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plika caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil,
recessus retrocaecalis.
b. Kolon asenden
Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke sebelah kanan abdomen.
Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan dan di hati membelok ke kiri. Lengkungan ini
disebut fleksura hepatika (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.
c. Kolon Transversum
Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena tergantung
letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit
d. Kolon desenden
Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari atas ke bawah, dari
depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.
e. Kolon sigmoid
Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf
S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rektum di
depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak
+15 cm di atas anus. Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada dinding belakang
f. Rektum
Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan panjang sekitar 15 cm.
Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Mukosa rektum lebih halus dibandingkan
dengan usus besar. Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3
bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak
dirongga abdomen dan relatif mobile.Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian
anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari
usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani
(eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna
Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker kolorektal. Beberapa faktor risiko
tersebut ada yang tidak bisa diubah, seperti usia lebih dari 50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat
menderita infeksi usus besar (colitis ulcerative atau penyakit Chron), dan memiliki anggota keluarga yang
mempunyai riwayat polip atau kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak sehat
yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal di usia muda dibawah 40 tahun. Salah satunya adalah
Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal, batasi makanan tinggi lemak termasuk
daging merah. Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolorektal. Diperkirakan, satu dari
lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan
dengan kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan adenoma menjadi kanker
usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah pengonsumsian alkohol. Usus mengubah alkohol menjadi
asetildehida yang meningkatkan risiko kanker kolorektal. Lebih baik konsumsi buah dan sayur yang
mengandung probiotik, karena kandungan seratnya akan mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih
4. Patofisiologi
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma. Insidensi
tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Polip
tumbuh dengan lambat, sebagian besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas.
Ketika polip membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi dinding usus. Tumor di usus
kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada
usus kiri bermula sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada suplai darah (Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari
jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung
ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar,
kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding
abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari
penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar
regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau
sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor
ke area lain dari rongga peritonealdapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid
dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak
95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak).
Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):
1) Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke abdomen dari kolon
transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
2) Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru, ginjal dan tulang.
1) Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi atau perubahan pada lamanya saat buang
air besar, dimana pola ini berlangsung selama beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang perubahan
pola itu terjadi sebagai perubahan bentuk dari feses atau kotoran dari hari ke hari (kadang- kadang keras,
2) Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses, seringkali hanya dapat dideteksi di
laboratorium
3) Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas atau rasa sakit yang berulang
4) Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah buang air besar
6) Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan sebabnya
7. Klasifikasi
Klasifikasi ca colon menurut American Joint Committee on Cancer 2010 dalam (Komite Penanggulangan
T Penilaian
Tumor
TX Tumor primer tidak dapat dinilai
N Kelenjar Getah
Bening
NX Kelenjar Getah Bening regional tidak dapat dinilai
M Penilaian
Metastasis
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Metastasis jauh
Metastasis terjadi pada satu organ atau sisi (hati, paru, ovarium,
M1
a KGB non regional)
M1 Metastasis terjadi pada >1 organ / sisi atau di peritoneum
b
Stadi T N M Keterangan
um
0 Tis N M Tis: Tumor terbatas
0 0 pada mukosa
I T N M T1: Tumor menyerang
T N M menyerang submukosa
2 0 0
T1 M T2
bening regional. T1
IIIB T3- N1/N1 M N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai 3
T2- N2b M T4
T2 0 T3
8. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker kolorektal adalah sebagai berikut (Sayuti
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk menegakkan diagnosa maupun
monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan
darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia
kemungkinan ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari
pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan rutin diatas, dalam menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal
dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan
dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan
untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan
nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum,
bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor
grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi
CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari
tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang
merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai
3) Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau menggunakan kontras. Teknik
yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai
90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi,
merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak
dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang
mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema
sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus
digunakan daripada barium enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging
(MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik pencitraan yang digunakan untuk evaluasi,
staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.
4) Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan rektum. Prosedur
kolonoskopi dilakukan saluran pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur
berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling
akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan
kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.
Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari
striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi
anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat
berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid
volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih
sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi
utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi
diagnostik.
9. Penatalaksanaan
Prinsip tatalaksana kanker kolon pada tabel 2.5 adalah: (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)
Stadium Terap
i
Eksisi lokal atau polipektomi sederhana
Stadium 0
Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang
(TisN0M0) tidak memenuhi syarat eksisi lokal
2N0M0)
Stadium II Wide surgical resection dengan anastomosis
bN0M0)
Stadium III
Wide surgical resection dengan anastomosis
M0)
Reseksi tumor primer pada kasus
A. PENGERTIAN
Adalah tindakan pembedahan yang dilakukan pada bagian abdomen untuk menguji suatu organ untuk mengetahui
suatu gejala dari penyakit yang diderita pasien. Kemudian dilakukan prosedur bypass atau mengembalikan aliran
darah disekitar abdomen yang tidak mendapat suplai darah.
colon bypass was accomplished
B. INDIKASI
1. Klien dengan Tumor colon yang tidak unrestable atau tidak bisa diambil dengan tindakan pembedahan
laparotomy dan hemicolectomy
C. KONTRAINDIKASI
1. Klien dengan Tumor colon yang masih unrestable atau masih bisa diambil dengan tindakan pembedahan
laparotomy dan hemicolectomy
D. TUJUAN
1. Mengatur alat secara sistematis di meja instrument
2. Memperlancar handling instrument
3. Mempertahankan kesterililan alat – alat instrument selama operasi
E. PERSIAPAN PASIEN
- Identitas pasien
- Pemberian anestesi
Waktu
Jenis
- Posisi operasi
F. PERSIAPAN LINGKUNGAN
1) Memastikan mesin couter berfungsi dengan benar
2) Memastikan mesin suction berfungsi dengan benar
3) Memastikan lampu operasi berfungsi dengan benar
4) Memastikan tersedianya tiang infus
5) Menyiapkan tempat sampah medis
6) Menyiapkan peralatan non steril seperti gunting, verband, plat diatermi, dll.
7) Cek kelengkapan alat
8) Menyiapkan meja instrumen, meja mayo, dan troli baskom
G. Persiapan Alat
5 Needle holder 2
6 Gunting jaringan 1
8 Duk klem 5
9 Pinset cirurgis 2
10 Pinset anatomis 2
d. Prosedur Instek
Sign In
1) Perawat sirkuler mengkonfirmasi ulang identitas pasien , dan mencocokkan dengan gelang serta RM
pasien, SP , site mark
2) Perawat sirkuler menanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi, lalu dicocokkan dengan warna
gelang yang digunakan
3) Setelah pasien dibius dengan spinal / general anestesi oleh tim anestesi, pasang kateter terlebih dahulu
sebelum dilakukan desinfeksi dengan betadine 10% dan pasang underpad on steril.
4) Mengatur posisi pasien supine, daerah femur diganjal bantal.
5) Pasang ground couter pada pangkal paha kaki yang tidak dioperasi.
6) Perawat instrumen, asisten dan operator scrubbing, gowning and gloving.
7) Perawat sirkuler mencuci daerah yang akan dioperasi dengan hibisscrub dan disikat, lalu keringkan
dengan doek steril,
8) Asisten melakukan antiseptis daerah operasi dengan povidone iodine 10% dan deppers memakai
desinfeksi klem, kemudian berikan underpad steril dan taruh dibawah daerah yang akan dioperasi.
9) Kemudian perawat instrumen dan asisten melakukan drapping area operasi. Berikan 1 doek panjang
untuk menutupi bagian bawah kaki (dibawah kaki yang akan dioperasi), berikan 1 doek panjang untuk
menutup bagian atas tubuh, berikan 1 doek tebal untuk menutup bagian samping kanan, berikan 1 doek
tebal untuk menutup bagian samping kiri , berikan 1 doek kecil untuk menutup bagian atas paha, sekitar
area lapangan operasi, fikasasi dengan duk klem .
10) Perawat instrumen mengatur, memasang senur diatermi, slang suction didekat daerah yang akan
dioperasi dengan cara fiksasi terlebih dahulu dengan kassa lalu jepit dengan doek klem.
Time Out (tim operasi perkenalan diri, konfirmasi pemberian antibiotic profilaksis kepada tim anestesi mulai dari nama
obat , dosis dan jam pemberian, konfirmasi kesiapan instrument dan apakah ada perhatian khusus atau tidak, anstisipasi
kejadian kritis, lalu menanyakan apakah ada alat radiologi (CIAM) yang perlu dilakukan)
11) Berikan pinset chirurgis dan cucing yang berisi betadine kepada operator , untuk membuat marking
terlebih dahulu
12) Berikan handvad mess no.4 (handle mess no. 4 paragon mess no. 22) pada operator untuk insisi kulit dan
berikan juga pinset chirugis. Berikan kassa dan mosquito pada asisten untuk merawat perdarahan. Insisi
dilakukan sampai dengan fat.
13) Kemudian berikan couter (cut) dan pinset chirurgis kepada operator dan pinset chirurgis untuk asisten
untuk insisi fasia dan otot lebih dalam sampai terlihat jaringan yang melindungi tulang, rawat perdarahan,
suction.
14) Berikan langenbeck pada asisten untuk memperluas lapang pandang, berikan double kokherr ke operator
untuk memegang dan menjepit fascia , kemudian berikan gunting jaringan untuk perlebar fascia.
15) Berikan double langenback untuk menahan jaringan (memperlebar lapang pandang operasi) dan untuk
menyisihkan musculus
16) Berikan double pinset anatomis untuk memegang peritoneum , berikan gunting metzembaum.
17) Inventaris kassa kecil dan instrument (jauhkan kassa kecil dan instrument yang pendek).
18) Berikan double timan untuk memperluas lapang pandang operasi , berikan bigkass untuk mengcover usus.
19) Operator mengidentifikasi adanya sumbatan/ tumor
20) Setelah tumor didapat berada di dinding hepar, duodenum, dan ileum ,operator melakukan pencucian di
daerah abdomen, untuk melihat sejauh mana tumor menempel diorgan dalam abdomen, kemudian di
evaluasi, dan suction.
21) Karena tumor berada menempel di dinding hepar, duodenum, dan ileum ,operator melakukan bypass
ileum transversum , berikan double klem van pean dan gunting jaringan kasar untuk anastomosis side to
side di ileum transversum, kemudian berikan hecting set (nald voeder + pinset anatomis) dengan benang
mersilk / siede 2- 0 untuk overhecting lumen ileum transversum
22) Kemudian berikan kokher untuk menjepit siede 2 – 0 , kemudian operator membuat simpul , kemudian
berikan asisten klem mosquito untuk menjepit simpul, kemudian berikan gunting jaringan pada operator
untuk menggunting benang.
23) Berikan watches untuk membersihkan lumen colon
24) Berikan hecting set (nald voeder + pinset anatomis) dengan benang vicryl 3 – 0 untuk menjahit lumen
ileum transversum , kemudian berikan siede 2 – 0 untuk jahitan over heating (agar mukosa usus tidak ada
yang keluar) > rawat dan evaluasi perdarahan .
25) Cuci hangat > keluarkan semua big kass > suction , inventaris kassa dan instrument
26) Berikan pean manis untuk membuat jalan drain, berikan rectal tube nomor 28 sebagai drain, kemudian
fiksasi dengan mersilk / siede 2 – 0 , menutup peritoneum > berikan 4 buah klem peritoneum (mikulitz)
untuk menjepit peritoneum sampai fascia , berikan hecting set (nald voeder + jarum round) dengan benang
T – Vio no 1 + pinset anatomis untuk menjahit peritoneum sampai dengan fascia , lapis demi lapis
SIGN OUT (konfirmasi jumlah kassa, konfirmasi jumlah instrument , mengonfirmasi adanya masalah pada instrument,
konfirmasi adanya permasalahan selama durante operasi, konfirmasi adanya perdarahan)
27) Menutup daerah fat (lemak) , berikan hecting set (nald voeder + jarum cutting) dengan benang vicryl 3 –
0 + pinset anatomis
28) Menutup daerah kulit, berikan nald voeder dan pinset chirugis dan benang prolene no. 3-0.
29) Setelah proses penjahitan selesai, bersihkan area operasi dengan kassa yang dibasahi dengan NS dan
keringkan dengan kassa kering.
30) Tutup luka operasi dengan sofratule, kemudian kassa kering, hypafix
31) Lepas doek klem dan hitung jumlah alat dan kassa (inventaris), lalu bersihkan pasien dan alat – alat.
32) Operasi selesai.
33) Pasien dipindah ke RR
34) Serah terima kelengkapan status
35) Dekontaminasi alat dengan direndam di cairan enzymatic selama 10 menit, kemudian dibilas dan disikat
diair mengalir , kemudian dikeringkan dan di inventaris dan dilakukan packing , macam – macam gunting
dikemas di pouches , kemudian duk klem juga dikemas dengan pouches, lalu kom , cucing, korentang
dibungkus dengan linen , 2 lapis lalu dilabeli .
36) Cek kembali kelengkapan alat dan letakkan pada kotak untuk dikirim kecssd
37) Letakkan linen kotor atau infeksius di kresek kuning dan linen bersihpada kresek bening.
38) Sisa bahan habis pakai kembalikan depo
Malang,
Astuti, N. S. A., Rafli, R., & Zeffira, L. (2019). Profil dan Kesintasan Penderita
Kanker Kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Health & Medical
Journal, 1(1), 45–49. https://doi.org/10.33854/heme.v1i1.218
Bishehsari, F., Engen, P. A., Voigt, R. M., Swanson, G., Shaikh, M., Wilber, S.,
… Khazaie, K. (2019). Abnormal Eating Patterns Cause Circadian Disruption
and Promote Alcohol-Associated Colon Carcinogenesis. CMGH Cellular and
Molecular Gastroenterology and Hepatology, (November).
https://doi.org/10.1016/j.jcmgh.2019.10.011
setelah kemoterapi.
Dinarti & Yuli Muryanti. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi
Keperawatan. 1–172.
Kemenkes RI. (2019b). Kategori Batas Ambang Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk
Indonesia. Retrieved from http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/obesitas/tabel-batas-ambang-indeks-massa-tubuh-imt
Lubis, M. yamin, Abdullah, M., Hasan, I., & Suwarto, S. (2015). ProbabilitasTemuan
Kanker Kolorektal pada Pasien Simtomatik Berdasarkan Unsur- Unsur ϔ
( APCS ). 2(2), 90–95.
Samsarga, G. W., Affandi, Y., Utami, N. M. S., Nugraha, I. M. S. S., I.B, &
WibawaManuaba, T. (2015). Persepsi Negatif Pasien Kanker Payudara
dan Kolorektal Terhadap Kemoterapi Dan Radioterapi Di Rumah Sakit di
Kota Denpasar, Bali. Onkologi, 9.
Sari, M. I., Wahid, I., & Suchitra, A. (2019). Kemoterapi Adjuvan pada Kanker
Kolorektal. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(1), 51–57. Retrieved from
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Sayuti, M., & Nouva. (2018). Kanker Kolorektal. Yayasan Kanker Indonesia,
2(April), 60.
Susanti, E., & Kholisoh, N. (2018). Konstruksi Makna Kualitas Hidup Sehat
(Studi Fenomenologi pada Anggota Komunitas Herbalife Klub Sehat
Ersanddi Jakarta). LUGAS Jurnal Komunikasi, 2(1), 1–12.
https://doi.org/10.31334/jl.v2i1.117
Tim pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Idikator Diagnostik (Cetakan II). Jakarta.
Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, S. (2018b). Persepsi Perawat Pelaksana Tentang
Manajeman Kemoterapi Pada Pasien Kanker Di Rs Ibnu Sina Makassar.
12(2012), 146–152.
Yayasan Kanker Indonesia. (2018). Harapan Terpadu World Cancer Day 2018.
Buletin YKI, 2(April), 1–54.