Anda di halaman 1dari 28

RESUME

PENATALAKSANAAN TEKNIK INSTRUMENTASI LAPARATOMI BYPASS ILEUS


TRANSVERSUM DENGAN INDIKASI ADENO CA COLON ASCENDEN T3N2AM0 (C18.9) Pada
Ny. S Di Ruang OK 501 RSSA Malang

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pelatihan Kamar Operasi di


Instalasi Bedah Sentral RSUD dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:
Nama: Wahyu Artyningsih

RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG


2023
RESUME
PENATALAKSANAAN TEKNIK INSTRUMENTASI LAPARATOMI BYPASS ILEUS
TRANSVERSUM DENGAN INDIKASI ADENO CA COLON ASCENDEN T3N2AM0 (C18.9) Pada
Ny. S Di Ruang OK 501 RSSA Malang
Untuk memenuhi tugas pelatihan penatalaksanaan perioperative pasien di kamar bedah bagi
perawat bedah Digestif RSSA Malang

Disusun Oleh :
Wahyu Artyningsih

Malang,
Pembimbing OK Digestif

( )
A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar, yakni bagian akhir dari

sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil,

dan kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan Kanker Indonesia, 2018).

Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian

terpanjang dari usus besar) (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

2. Anatomi Fisiologi

Usus besar memanjang dari ujung akhir dari ileum sampai anus. Panjangnya bervariasi sekitar 1.5

m. Ukuran Usus besar berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1.5 m (5 kaki) yang

terbentang dari saekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus

kecil, yaitu sekitar

6.5 cm (2.5 inci). Makin dekat anus diameternya akan semakin kecil.

Usus besar terdiri dari bagian yaitu caecum, kolon asenden, kolontransversum, kolon desenden, kolon

sigmoid dan rektum.


Gambar 2.1 Anatomi Fisiologi

Struktur usus besar:

a. Caecum

Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus besar. Panjang dan lebarnya

kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Saekum terletak pada fossa iliakakanan di atas setengah bagian lateralis

ligamentum inguinale. Biasanya saekum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat bergerak

bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium. Terdapat perlekatan ke fossa iliaka di sebelah medial dan

lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plika caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil,

recessus retrocaecalis.

b. Kolon asenden

Bagian ini memanjang dari saekum ke fossa iliaka kanan sampai ke sebelah kanan abdomen.

Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan dan di hati membelok ke kiri. Lengkungan ini

disebut fleksura hepatika (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum.

c. Kolon Transversum

Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak bebas karena tergantung

pada mesokolon, yang ikut membentuk omentum majus.


Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli dekstra sinistra yang

letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis.Letaknya tidak tepat melintang (transversal) tetapi sedikit

melengkung ke bawah sehingga terletak di regio umbilikus.

d. Kolon desenden

Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri, dari atas ke bawah, dari

depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.

e. Kolon sigmoid

Sering disebut juga kolon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan berbentuk lengkungan huruf

S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior (pelvic brim) sampai peralihan menjadi rektum di

depan vertebra S-3. Tempat peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli dan terletak

+15 cm di atas anus. Kolon sigmoid tergantung oleh mesokolon sigmoideum pada dinding belakang

pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile).

f. Rektum

Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu kolon sigmoid dengan panjang sekitar 15 cm.

Rektum memiliki tiga kurva lateral serta kurva dorsoventral. Mukosa rektum lebih halus dibandingkan

dengan usus besar. Rektum memiliki 3 buah valvula: superior kiri, medial kanan dan inferior kiri. 2/3

bagian distal rektum terletak di rongga pelvik dan terfiksir, sedangkan 1/3 bagian proksimal terletak

dirongga abdomen dan relatif mobile.Kedua bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflektum dimana bagian

anterior lebih panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian terakhir dari

usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani

(eksternal dan internal ) serta otot-otot yang mengatur pasase isi rektum kedunia luar. Spinkter ani eksterna

terdiri dari 3 sling : atas, medial dan depan.


3. Etiologi

Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker kolorektal. Beberapa faktor risiko

tersebut ada yang tidak bisa diubah, seperti usia lebih dari 50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat

menderita infeksi usus besar (colitis ulcerative atau penyakit Chron), dan memiliki anggota keluarga yang

mempunyai riwayat polip atau kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak sehat

yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal di usia muda dibawah 40 tahun. Salah satunya adalah

mengonsumsi daging merah dan daging olahan secara berlebihan.

Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal, batasi makanan tinggi lemak termasuk

daging merah. Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolorektal. Diperkirakan, satu dari

lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan

dengan kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan adenoma menjadi kanker

usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah pengonsumsian alkohol. Usus mengubah alkohol menjadi

asetildehida yang meningkatkan risiko kanker kolorektal. Lebih baik konsumsi buah dan sayur yang

mengandung probiotik, karena kandungan seratnya akan mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih

berat sehingga mudah dibuang (Kemenkes RI, 2019).

4. Patofisiologi

Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip adenoma. Insidensi

tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Polip

tumbuh dengan lambat, sebagian besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas.

Ketika polip membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi dinding usus. Tumor di usus

kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada

usus kiri bermula sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada suplai darah (Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari

jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal menyebar dengan perluasan langsung

ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar,

kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding

abdominal juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari

penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar

regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau

sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor

ke area lain dari rongga peritonealdapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan

pembedahan (Black & Hawks, 2014).

Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30 % terjadi di sigmoid

dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak

95%. Tumor pada kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak).

Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):

1) Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya ke abdomen dari kolon

transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.

2) Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-paru, ginjal dan tulang.

3) Tertanam ke rongga abdomen.


5. Bagan 2.1 Pathway Ca
Sumber : (Wahyuningsih, 2018 dan PPNI, 2017)
6. Manisfestasi Klinis

Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):

1) Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi atau perubahan pada lamanya saat buang

air besar, dimana pola ini berlangsung selama beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang perubahan

pola itu terjadi sebagai perubahan bentuk dari feses atau kotoran dari hari ke hari (kadang- kadang keras,

lalu lunak, dan seterusnya)

2) Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses, seringkali hanya dapat dideteksi di

laboratorium

3) Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas atau rasa sakit yang berulang

4) Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah buang air besar

5) Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih

6) Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan sebabnya

7. Klasifikasi

Klasifikasi ca colon menurut American Joint Committee on Cancer 2010 dalam (Komite Penanggulangan

Kanker Nasional, 2015)

1) Tabel 2.1 Penilaian tumor primer (T) pada ca colon

T Penilaian
Tumor
TX Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Tidak ada ditemukan tumor primer

Tis Carsinoma in situ : intraepitelial atau invasi lamina


propria
T1 Tumor invasi sub mukosa

T2 Tumor invasi muscularis propria

T3 Tumor invasi sepanjang muscularis propria

hingga jaringan perikolorektal


T4a Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum visceral

Tumor secara langsung menginvasi atau melengket ke


T4b
organ lain

2) Tabel 2.2 Penilaian penyebaran kelenjar getah

bening (N) pada ca colon

N Kelenjar Getah
Bening
NX Kelenjar Getah Bening regional tidak dapat dinilai

N0 Tidak ada metastasis KGB

N1 Metastasis pada 1 – 3 KGB regional

N1a Metastasis pada 1 KGB regional

N1b Metastasis pada 2 – 3 KGB regional

N1c Deposit tumor pada subserosa, mesentrium, atau pericolic


non

peritoneal atau jaringan perirektal tanpa metastasis KGB


N2 Metastasis pada ≥4 KGB regional

Metastasis pada 4 – 6 KGB


N2a
regional
N2b Metastasis pada ≥7 KGB regional

3) Tabel 2.3 Penilaian metastasis jauh (M) pada ca colon

M Penilaian
Metastasis
M0 Tidak ada metastasis jauh

M1 Metastasis jauh
Metastasis terjadi pada satu organ atau sisi (hati, paru, ovarium,
M1
a KGB non regional)
M1 Metastasis terjadi pada >1 organ / sisi atau di peritoneum
b

4) Tabel 2.4 Stadium ca colon

Stadi T N M Keterangan
um
0 Tis N M Tis: Tumor terbatas
0 0 pada mukosa
I T N M T1: Tumor menyerang

1 0 0 submukosa T1: Tumor

T N M menyerang submukosa

2 0 0

IIA T3 N M T3: Tumor menyerang subserosa atau


0 0 lebih (tanpa

melibatkan organ lain)

IIB T4 N M0 T4a: Tumor melubangi peritoneum


a 0 visceral
IIC T4 N M0 T4b: Tumor menyerang organ yang
b 0 berdekatan
IIIA T1- N1/N1 M N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai 3

T2 c N2a 0 kelenjar getah bening regional. T1 atau

T1 M T2

0 N2a: Sel-sel tumor dalam 4 sampai 6


kelenjar getah

bening regional. T1
IIIB T3- N1/N1 M N1: Sel-sel tumor dalam 1 sampai 3

T4a c N2a 0 kelenjar getah bening regional. T3 atau

T2- N2b M T4

T3 0 N2a: Sel-sel tumor dalam 4 sampai 6

T1- M kelenjar getah bening regional. T2 atau

T2 0 T3

N2b: Sel-sel tumor di 7 atau lebih

kelenjar getah bening regional. T1 atau 2

IIIC T4a N2a M N2a: Sel-sel tumor dalam 4 sampai 6

T3- N2b 0 kelenjar getah bening regional. T4a

T4a N1- M N2b: Sel-sel tumor di 7 atau lebih

T4b N2 0 kelenjar getah bening regional. T3-4a


M N1-2: Sel tumor di setidaknya satu
kelenjar getah
0

bening regional. T4b


IVA Semu Any M1a M1a: Metastasis ke 1 bagian tubuh lain di
N
aT luar usus besar, dubur atau kelenjar getah

bening regional. T apa saja, sembarang N.

IVB Semu Any M1b M1b: Metastasis ke lebih dari 1 bagian


N tubuh lain di
aT luar usus besar, dubur atau kelenjar
getah bening regional. T apa saja,
sembarang N.
Gambar 2.1 (contoh penyebaran stadium kanker kolon)

8. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker kolorektal adalah sebagai berikut (Sayuti

& Nouva, 2018)

1) Pemeriksaan laboratorium klinis

Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk menegakkan diagnosa maupun

monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan

darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia

kemungkinan ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari

pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan rutin diatas, dalam menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal

dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan

pertanda serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum.


Carcinoma Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel yang masuk ke

dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan

untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan

nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum,

bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor

grade 1 dan 2, stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi

CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum baru dapat dikatakan bermakna pada

monitoring berkelanjutan setelah pembedahan.

2) Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi

Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah terhadap bahan yang berasal dari

tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang

merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh karakteristik berbagai

jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini.

3) Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau menggunakan kontras. Teknik

yang sering digunakan adalah dengan memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai

90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama sigmoidoskopi,

merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak

dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang

mempunyai riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema

sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus

digunakan daripada barium enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging

(MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik pencitraan yang digunakan untuk evaluasi,

staging dan tindak lanjut pasien dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.
4) Kolonoskopi

Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon dan rektum. Prosedur

kolonoskopi dilakukan saluran pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur

berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling

akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan

kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%.

Kolonoskopi juga dapat digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari

striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi utama (perdarahan, komplikasi

anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat

berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut divertikulitis, sigmoid

volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih

sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi

utama dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama dari kolonoskopi

diagnostik.

9. Penatalaksanaan

Prinsip tatalaksana kanker kolon pada tabel 2.5 adalah: (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)

Stadium Terap
i
 Eksisi lokal atau polipektomi sederhana
Stadium 0
 Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang
(TisN0M0) tidak memenuhi syarat eksisi lokal

Stadium I  Wide surgical resection dengan anastomosis

(T1- tanpa kemoterapi adjuvan

2N0M0)
Stadium II  Wide surgical resection dengan anastomosis

(T3N0M0,  Terapi adjuvan setelah pembedahan

T4a- pada pasien dengan risiko tinggi

bN0M0)

Stadium III
 Wide surgical resection dengan anastomosis

(T apapun N1-  Terapi adjuvan setelah pembedahan

M0)
 Reseksi tumor primer pada kasus

kanker kolorektal metastasis yang dapat


Stadium IV
direseksi
(T apapun,
 Kemoterapi sistemik pada kasus
N apapun,
kanker kolorektal dengan metastasis yang
M1)
tidak dapat

direseksi dan tanpa gejala


TEKNIK INSTRUMENTASI LAPARATOMI
BYPASS ILEUM TRANSVERSUM

A. PENGERTIAN

Adalah tindakan pembedahan yang dilakukan pada bagian abdomen untuk menguji suatu organ untuk mengetahui
suatu gejala dari penyakit yang diderita pasien. Kemudian dilakukan prosedur bypass atau mengembalikan aliran
darah disekitar abdomen yang tidak mendapat suplai darah.
colon bypass was accomplished
B. INDIKASI
1. Klien dengan Tumor colon yang tidak unrestable atau tidak bisa diambil dengan tindakan pembedahan
laparotomy dan hemicolectomy

C. KONTRAINDIKASI
1. Klien dengan Tumor colon yang masih unrestable atau masih bisa diambil dengan tindakan pembedahan
laparotomy dan hemicolectomy
D. TUJUAN
1. Mengatur alat secara sistematis di meja instrument
2. Memperlancar handling instrument
3. Mempertahankan kesterililan alat – alat instrument selama operasi

E. PERSIAPAN PASIEN
- Identitas pasien

- Pemberian anestesi

 Waktu

 Jenis

 Pemasangan alat alat (ETT, LMA, OPA, O2 Nasal)

- Tindakan pembedahan waktu dimulai

- Posisi operasi

- Lokasi pemasangan patient plate

- Integritas kulit sebelum pemasangan plate

- TTV (suhu, nadi, respirasi, tekanan darah, saturasi)

- Total cairan masuk

- Total cairan keluar


1) Persiapan pasien dan lingkungan (Hipkabi, 2014; RSSA, 2015)
2) Surat Persetujuan Operasi dari dokter bedah dan anesthesi
3) Penandaan Operasi (Site Marking)
4) Puasa 6-8 jam sebelum operasi

F. PERSIAPAN LINGKUNGAN
1) Memastikan mesin couter berfungsi dengan benar
2) Memastikan mesin suction berfungsi dengan benar
3) Memastikan lampu operasi berfungsi dengan benar
4) Memastikan tersedianya tiang infus
5) Menyiapkan tempat sampah medis
6) Menyiapkan peralatan non steril seperti gunting, verband, plat diatermi, dll.
7) Cek kelengkapan alat
8) Menyiapkan meja instrumen, meja mayo, dan troli baskom
G. Persiapan Alat

a. Persiapan di meja mayo

1 Raw hag kecil / langenback 1

2 Pean cantik /sweet clamp 1

3 Arteri klem bengkok 4

4 Handvatt mess no. 4 1

5 Needle holder 2

6 Gunting jaringan 1

7 Gunting benang lurus 1

8 Duk klem 5

9 Pinset cirurgis 2

10 Pinset anatomis 2

11 Arteri klem van kocher 2

12 Mangkok kecil / cucing 1

13 Mangkok sedang / kom 1


14 Gunting metzembum 1
15 Timan 2
16 Klem 90 / right angle 1
18 Klem peritoneum/ mikulitz 4
19 Canule suction 1

b. Persiapan di meja instrument (Extra Set)

1) Duk panjang 3 buah

2) Duk kecil 4 buah

3) Gown 5/6 buah

4) Handuk tangan 5/6 buah

5) Sarung meja mayo 1 buah

6) Duk tebal 3 buah


7) Couter monopolar 1 buah

8) Slang suction 1 buah

c. Bahan Habis Pakai


1) Handscoen steril : sesuai kebutuhan
2) Paragon mess no.22 : 1 buah
3) Spuit 10cc : 2 buah
4) Folley catheter two way no.16 : 1 buah
5) Watches : sesuai kebutuhan
6) Urobag : 2 buah
7) Drain no. 28 : 1 buah
8) Cairan normal saline / NS 0.9 % : 4 buah
9) Underpad steril + non steril : 1 + 1 buah
10) Deppers : 10 buah
11) Kasa steril secukupnya : 10 buah
12) Bigkass : 5 buah
13) Povidone iodine : 150cc
14) Alkohol 70% : 50cc
15) Sofratule : 1 buah
16) Hypafix : sesuai kebutuhan
Benang / suture
17) Mersilk no. 2 – 0 : 2 buah
18) Prolene no. 3 – 0 : 2 buah
19) Polyglactic suture absorbable (Vicryl) no. 3-0 : 2 buah
20) T vio no 1 : 1 buah

d. Prosedur Instek

Sign In

1) Perawat sirkuler mengkonfirmasi ulang identitas pasien , dan mencocokkan dengan gelang serta RM
pasien, SP , site mark
2) Perawat sirkuler menanyakan apakah pasien memiliki riwayat alergi, lalu dicocokkan dengan warna
gelang yang digunakan
3) Setelah pasien dibius dengan spinal / general anestesi oleh tim anestesi, pasang kateter terlebih dahulu
sebelum dilakukan desinfeksi dengan betadine 10% dan pasang underpad on steril.
4) Mengatur posisi pasien supine, daerah femur diganjal bantal.
5) Pasang ground couter pada pangkal paha kaki yang tidak dioperasi.
6) Perawat instrumen, asisten dan operator scrubbing, gowning and gloving.
7) Perawat sirkuler mencuci daerah yang akan dioperasi dengan hibisscrub dan disikat, lalu keringkan
dengan doek steril,
8) Asisten melakukan antiseptis daerah operasi dengan povidone iodine 10% dan deppers memakai
desinfeksi klem, kemudian berikan underpad steril dan taruh dibawah daerah yang akan dioperasi.
9) Kemudian perawat instrumen dan asisten melakukan drapping area operasi. Berikan 1 doek panjang
untuk menutupi bagian bawah kaki (dibawah kaki yang akan dioperasi), berikan 1 doek panjang untuk
menutup bagian atas tubuh, berikan 1 doek tebal untuk menutup bagian samping kanan, berikan 1 doek
tebal untuk menutup bagian samping kiri , berikan 1 doek kecil untuk menutup bagian atas paha, sekitar
area lapangan operasi, fikasasi dengan duk klem .
10) Perawat instrumen mengatur, memasang senur diatermi, slang suction didekat daerah yang akan
dioperasi dengan cara fiksasi terlebih dahulu dengan kassa lalu jepit dengan doek klem.
Time Out (tim operasi perkenalan diri, konfirmasi pemberian antibiotic profilaksis kepada tim anestesi mulai dari nama
obat , dosis dan jam pemberian, konfirmasi kesiapan instrument dan apakah ada perhatian khusus atau tidak, anstisipasi
kejadian kritis, lalu menanyakan apakah ada alat radiologi (CIAM) yang perlu dilakukan)
11) Berikan pinset chirurgis dan cucing yang berisi betadine kepada operator , untuk membuat marking
terlebih dahulu
12) Berikan handvad mess no.4 (handle mess no. 4 paragon mess no. 22) pada operator untuk insisi kulit dan
berikan juga pinset chirugis. Berikan kassa dan mosquito pada asisten untuk merawat perdarahan. Insisi
dilakukan sampai dengan fat.
13) Kemudian berikan couter (cut) dan pinset chirurgis kepada operator dan pinset chirurgis untuk asisten
untuk insisi fasia dan otot lebih dalam sampai terlihat jaringan yang melindungi tulang, rawat perdarahan,
suction.
14) Berikan langenbeck pada asisten untuk memperluas lapang pandang, berikan double kokherr ke operator
untuk memegang dan menjepit fascia , kemudian berikan gunting jaringan untuk perlebar fascia.
15) Berikan double langenback untuk menahan jaringan (memperlebar lapang pandang operasi) dan untuk
menyisihkan musculus
16) Berikan double pinset anatomis untuk memegang peritoneum , berikan gunting metzembaum.
17) Inventaris kassa kecil dan instrument (jauhkan kassa kecil dan instrument yang pendek).
18) Berikan double timan untuk memperluas lapang pandang operasi , berikan bigkass untuk mengcover usus.
19) Operator mengidentifikasi adanya sumbatan/ tumor
20) Setelah tumor didapat berada di dinding hepar, duodenum, dan ileum ,operator melakukan pencucian di
daerah abdomen, untuk melihat sejauh mana tumor menempel diorgan dalam abdomen, kemudian di
evaluasi, dan suction.
21) Karena tumor berada menempel di dinding hepar, duodenum, dan ileum ,operator melakukan bypass
ileum transversum , berikan double klem van pean dan gunting jaringan kasar untuk anastomosis side to
side di ileum transversum, kemudian berikan hecting set (nald voeder + pinset anatomis) dengan benang
mersilk / siede 2- 0 untuk overhecting lumen ileum transversum
22) Kemudian berikan kokher untuk menjepit siede 2 – 0 , kemudian operator membuat simpul , kemudian
berikan asisten klem mosquito untuk menjepit simpul, kemudian berikan gunting jaringan pada operator
untuk menggunting benang.
23) Berikan watches untuk membersihkan lumen colon
24) Berikan hecting set (nald voeder + pinset anatomis) dengan benang vicryl 3 – 0 untuk menjahit lumen
ileum transversum , kemudian berikan siede 2 – 0 untuk jahitan over heating (agar mukosa usus tidak ada
yang keluar) > rawat dan evaluasi perdarahan .
25) Cuci hangat > keluarkan semua big kass > suction , inventaris kassa dan instrument
26) Berikan pean manis untuk membuat jalan drain, berikan rectal tube nomor 28 sebagai drain, kemudian
fiksasi dengan mersilk / siede 2 – 0 , menutup peritoneum > berikan 4 buah klem peritoneum (mikulitz)
untuk menjepit peritoneum sampai fascia , berikan hecting set (nald voeder + jarum round) dengan benang
T – Vio no 1 + pinset anatomis untuk menjahit peritoneum sampai dengan fascia , lapis demi lapis

SIGN OUT (konfirmasi jumlah kassa, konfirmasi jumlah instrument , mengonfirmasi adanya masalah pada instrument,
konfirmasi adanya permasalahan selama durante operasi, konfirmasi adanya perdarahan)

27) Menutup daerah fat (lemak) , berikan hecting set (nald voeder + jarum cutting) dengan benang vicryl 3 –
0 + pinset anatomis
28) Menutup daerah kulit, berikan nald voeder dan pinset chirugis dan benang prolene no. 3-0.
29) Setelah proses penjahitan selesai, bersihkan area operasi dengan kassa yang dibasahi dengan NS dan
keringkan dengan kassa kering.
30) Tutup luka operasi dengan sofratule, kemudian kassa kering, hypafix
31) Lepas doek klem dan hitung jumlah alat dan kassa (inventaris), lalu bersihkan pasien dan alat – alat.
32) Operasi selesai.
33) Pasien dipindah ke RR
34) Serah terima kelengkapan status
35) Dekontaminasi alat dengan direndam di cairan enzymatic selama 10 menit, kemudian dibilas dan disikat
diair mengalir , kemudian dikeringkan dan di inventaris dan dilakukan packing , macam – macam gunting
dikemas di pouches , kemudian duk klem juga dikemas dengan pouches, lalu kom , cucing, korentang
dibungkus dengan linen , 2 lapis lalu dilabeli .
36) Cek kembali kelengkapan alat dan letakkan pada kotak untuk dikirim kecssd
37) Letakkan linen kotor atau infeksius di kresek kuning dan linen bersihpada kresek bening.
38) Sisa bahan habis pakai kembalikan depo

Malang,

Pembimbing OK 501 (bedah digestif)


DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. S. A., Rafli, R., & Zeffira, L. (2019). Profil dan Kesintasan Penderita
Kanker Kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Health & Medical
Journal, 1(1), 45–49. https://doi.org/10.33854/heme.v1i1.218
Bishehsari, F., Engen, P. A., Voigt, R. M., Swanson, G., Shaikh, M., Wilber, S.,
… Khazaie, K. (2019). Abnormal Eating Patterns Cause Circadian Disruption
and Promote Alcohol-Associated Colon Carcinogenesis. CMGH Cellular and
Molecular Gastroenterology and Hepatology, (November).
https://doi.org/10.1016/j.jcmgh.2019.10.011

Controversies, B., & Obstetrics, I. N. (2013). Prinsip Dasar

Kemoterapi. Dinar, dr. A. (2017). Telapak tangan dan kaki kebas

setelah kemoterapi.
Dinarti & Yuli Muryanti. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi
Keperawatan. 1–172.

Firdaus, Y. (2017). Penatalaksanaan Pada Setiap Stadium Kanker Kolon.


Fitriatuzzakiyyah, Sinuraya, & Puspitasari. (2017). Cancer Therapy with
Radiation: The Basic Concept of Radiotherapy and Its Development in
Indonesia. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 6(4), 311–320.
https://doi.org/10.15416/ijcp.2017.6.4.311

Ilham, R., Mohammad, S., & Yusuf, M. N. S. (2019). Hubungan Tingkat


Pengetahuan Dengan Sikap Perawat Tentang Perawatan Paliatif. Jambura
Nursing Journal, 1(2), 96–102.
Kemenkes RI. (2019a). Faktor Risiko Kanker. 21(1), 1–9.

Kemenkes RI. (2019b). Kategori Batas Ambang Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk
Indonesia. Retrieved from http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/obesitas/tabel-batas-ambang-indeks-massa-tubuh-imt

Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2015). Panduan PenatalaksanaanKanker


kolorektal. Panduan Penatalaksanaan Kanker Kolorektal, 76.

Lubis, M. yamin, Abdullah, M., Hasan, I., & Suwarto, S. (2015). ProbabilitasTemuan
Kanker Kolorektal pada Pasien Simtomatik Berdasarkan Unsur- Unsur ϔ
( APCS ). 2(2), 90–95.

National Cancer Institute. (2015). Kemoterapi dan Anda.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar Diagnosis. 103.

Potter, & Perry. (2011). Implementasi keperawatan.


PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Samsarga, G. W., Affandi, Y., Utami, N. M. S., Nugraha, I. M. S. S., I.B, &
WibawaManuaba, T. (2015). Persepsi Negatif Pasien Kanker Payudara
dan Kolorektal Terhadap Kemoterapi Dan Radioterapi Di Rumah Sakit di
Kota Denpasar, Bali. Onkologi, 9.
Sari, M. I., Wahid, I., & Suchitra, A. (2019). Kemoterapi Adjuvan pada Kanker
Kolorektal. Jurnal Kesehatan Andalas, 8(1), 51–57. Retrieved from
http://jurnal.fk.unand.ac.id
Sayuti, M., & Nouva. (2018). Kanker Kolorektal. Yayasan Kanker Indonesia,
2(April), 60.

Simanullang, P. (2019). Pengaruh Progressive Muscle Relaxation ( PMR ) Terhadap


Kecemasan Pada Pasien Kanker Yang Menjalani Kemoterapi DiRsu Martha
Friska Brayan Medan. V(April), 1–8.

Susanti, E., & Kholisoh, N. (2018). Konstruksi Makna Kualitas Hidup Sehat
(Studi Fenomenologi pada Anggota Komunitas Herbalife Klub Sehat
Ersanddi Jakarta). LUGAS Jurnal Komunikasi, 2(1), 1–12.
https://doi.org/10.31334/jl.v2i1.117
Tim pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Idikator Diagnostik (Cetakan II). Jakarta.

Timurtini, S. (2019). Komplikasi Kanker Kolon.


Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, S. (2018a). Pada Pasien Kanker Di Rs Ibnu
Sina Makassar. 12(2012), 146–152.

Usolin, D. N., Falah, F., & Dasong, S. (2018b). Persepsi Perawat Pelaksana Tentang
Manajeman Kemoterapi Pada Pasien Kanker Di Rs Ibnu Sina Makassar.
12(2012), 146–152.

Wahyuningsih, A. (2018). Pathway Ca Colon.

Yayasan Kanker Indonesia. (2018). Harapan Terpadu World Cancer Day 2018.
Buletin YKI, 2(April), 1–54.

Yusra, D. F. (2018). Efek Samping Kemoterapi Pada Pasien Kanker

Anda mungkin juga menyukai