Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CA RECTI

Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik Keperawatan Medikal Bedah

Oleh :

FEBRI AYU MENTARI

P.1337420917023

PRODI DIV KEPERAWATAN JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

TAHUN AJARAN 2017

2017/ 2018
A. DEFINISI
Ca Rekti adalah kanker yang terjadi pada rektum. Rektum terletak di
anterior sakrum dan coccygeus panjangnya kira kira 15 cm. Rectosigmoid
junction terletak pada bagian akhir mesocolon sigmoid. Bagian sepertiga
atasnya hampir seluruhnya dibungkus oleh peritoneum. Di setengah bagian
bawah rektum keseluruhannya adalah ektraperitoneal.
Kanker rektal adalah suatu tumor malignan yang muncul dari jaringan
epitel dari rectum (Smeltzer, 2002). Kanker merupakan suatu proses
pembelahan sel-sel (proliferasi) yang tidak mengikuti aturan baku proliferasi
yang terdapat dalam tubuh (proliferasi abnormal).
Karsinoma merupakan suatu proses pembelahan sel-sel (proliferasi) yang
tidak mengikuti aturan baku proliferasi yang terdapat dalam tubuh (proliferasi
abnormal). Proliferasi ini di bagi atas non-neoplastik dan neoplastik, non-
neoplastik dibagi atas :
1. Hiperplasia adalah proliferasi sel yang berlebihan. Hal ini dapat normal
karena bertujuan untuk perbaikan dalam kondisi fisiologis tertentu
misalnya kehamilan.
2. Hipertrofi adalah peningkatan ukuran sel yang menghasilkan pembesaran
organ tanpa ada pertambahan jumlah sel.
3. Metaplasia adalah perubahan dari satu jenis tipe sel yang membelah
menjadi tipe yang lain, biasanya dalam kelas yang sama tapi kurang
terspesialisasi.
4. Displasia adalah kelainan perkembangan selular, produksi dari sel
abnormal yang mengiringi hiperplasia dan metaplasia. Perubahan yang
termasuk dalam hal ini terdiri dari bertambahnya mitosis, produksi dari sel
abnormal pada jumlah besar dan tendensi untuk tidak teratur.

B. ANATOMI
Secara anatomi rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3
sampai garis anorektal. Secara fungsional dan endoskopik, rektum dibagi
menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut juga annulus
hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli dari fasia
supra-ani. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis
pada insersi muskulus levator ani. Panjang rektum berkisar 10-15 cm, dengan
keliling 15 cm pada rectosigmoid junction dan 35 cm pada bagian ampula
yang terluas. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan
mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan lapisan
serosa.

Gambar 1. Anatomi Rektum Gambar 2. Lapisan Dinding Rektum

Perdarahan arteri daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis


superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior yang merupakan
kelanjutan dari a. mesenterika inferior, arteri ini bercabang 2 kiri dan kanan.
Arteri hemoroidalis merupakan cabang a. iliaka interna, arteri hemoroidalis
inferior cabang dari a. pudenda interna. Vena hemoroidalis superior berasal
dari 2 plexus hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v.
Mesenterika inferior dan seterusnya melalui v. lienalis menuju v. porta.Vena
ini tidak berkatup sehingga tekanan alam rongga perut menentukan tekanan di
dalamnya. Karsinoma rektum dapat menyebar sebagai embolus vena ke
dalam hati. Vena hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke v. pudenda
interna, v. iliaka interna dan sistem vena kava.
Gambar 3. Pembuluh Darah Arteri dan Vena pada Rektum

Pembuluh limfe daerah anorektum membentuk pleksus halus yang


mengalirkan isinya menuju kelenjar limfe inguinal yang selanjutnya mengalir
ke kelenjar limfe iliaka. Infeksi dan tumor ganas pada daerah anorektal dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh rekrum di atas garis
anorektum berjalan seiring dengan v. Hemoroidalis seuperior dan melanjut ke
kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.
Persarafan rektum terdiri atas sistem simpatik dan parasimpatik. Serabut
simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior yang berasal dari lumbal
2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi emisi air mani dan ejakulasi. Serabut
parasimpatis berasal dari sakral 2, 3, dan 4, serabut ini mengatur fungsi ereksi
penis, klitoris dengan mengatur aliran darah ke dalam jaringan.
Gambar 4.

C. Etiologi
Etiologi kanker kolorektal hingga saat ini masih belum diketahui.
Penelitian saat ini menunjukkan bahwa faktor genetik memiliki korelasi
terbesar untuk kanker kolorektal. Mutasi dari gen APC adalah penyebab
familial adenomatosa poliposis (FAP), yang mempengaruhi individu membawa
resiko hampir 100% mengembangkan kanker usus besar pada usia 40 tahun
(Tomislav Dragovich, 2014). Banyak faktor yang dapat meningkatkan resiko
terjadinya kanker kolorektal, diantaranya adalah :
1. Diet tinggi lemak, rendah serat.
2. Usia lebih dari 50 tahun.
3. Riwayat keluarga satu tingkat generasi dengan riwayat kanker kolorektal
mempunyai resiko lebih besar 3 kali lipat.
4. Familial polyposis coli, Gardner syndrome, dan Turcot syndrome. Pada
semua pasien ini tanpa dilakukan kolektomi dapat berkembang menjadi
kanker rektum.
5. Resiko sedikit meningkat pada pasien Juvenile polyposis syndrome, Peutz-
Jeghers
6. syndrome dan Muir syndrome.
7. Terjadi pada 50 % pasien kanker kolorektal herediter nonpolyposis.
8. Inflammatory bowel disease.
9. Kolitis Ulseratif (resiko 30 % setelah berumur 25 tahun).
10. Crohn disease, berisiko 4 sampai 10 kali lipat.

D. Tanda Gejala

Gejala dan tanda dini kanker kolorektal tidak ada. Umumnya gejala
pertama timbul karena penyulit yaitu gangguan faal usus, obstruksi, perdarahan
atau akibat penyebaran. Kanker kolon kiri dan rektum menyebabkan perubahan
pola defekasi seperti konstipasi. Makin ke distal letak tumor feses makin
menipis atau seperti kotoran kambing, atau lebih cair disertai darah atau lendir.
Perdarahan akut jarang dialami, demikian juga nyeri di daerah panggul berupa
tanda penyakit lanjut. Pada obstruksi penderita merasa lega saat flatus (Price,
2005). Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker kolorektal antara
lain ialah:
1. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses, baik itu darah
segar maupun yang berwarna hitam.
2. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar kosong saat
BAB
3. Feses yang lebih kecil dari biasanya.
4. Keluhan tidak nyaman pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa penuh
pada perut atau nyeri.
5. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya.
6. Mual dan muntah.
7. Rasa letih dan lesu.
8. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan nyeri pada
daerah gluteus.
E. PATOFISIOLOGI
Umumnya kanker rektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polip adenoma. Insiden tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun
umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Pertumbuhan tumor
secara tipikal tidak terdeteksi, menimbulkan beberapa gejala. Pada saat timbul
gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih dalam dari
jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker rektal menyebar
dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa dan
dinding luar usus.
Struktur yang berdekatan seperti hepar, kurvatura mayor, lambung,
duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinari dan dinding
abdomen juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastase ke kelenjar getah bening
regional sering berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi,
bisa saja kelenjar yang jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih
normal (Price, 2006).
Sel-sel kanker dari tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem
limpatik atau sistem sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak,
tulang dan ginjal. Awalnya sebagai nodul, kanker usus sering tanpa gejala
hingga tahap lanjut karena pola pertumbuhan lamban, 5 sampai 15 tahun
sebelum muncul gejala (Price, 2006). Manifestasi tergantung pada lokasi, tipe
dan perluasan serta komplikasi. Perdarahan 6sering sebagai manifestasi yang
membawa pasien datang berobat. Gejala awal yang lain sering terjadi
perubahan kebiasaan buang air besar, diare atau konstipasi. Karekteristik lanjut
adalah nyeri, anoreksia dan kehilangan berat badan. Mungkin dapat teraba
massa di abdomen atau rektum. Biasanya pasien tampak anemis akibat dari
perdarahan.
Prognosis kanker kolorektal tergantung pada stadium penyakit saat
terdeteksi dan penanganannya. Sebanyak 75 % pasien kanker kolorektal
mampu bertahan hidup selama 5 tahun. Daya tahan hidup buruk / lebih rendah
pada usia dewasa tua . Komplikasi primer dihubungkan dengan kanker
kolorektal : (1) obstruksi usus diikuti dengan penyempitan lumen akibat lesi;
(2) perforasi dari dinding usus oleh tumor, diikuti kontaminasi dari rongga
peritoneal oleh isi usus; (3) perluasan langsung tumor ke organorgan yang
berdekatan.
The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan
TNM staging system yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium
(Stadium I-IV).
1. Stadium 0
Kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam rectum yaitu pada
mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
2. Stadium I
Kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan muskularis dan
melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak menyebar ke bagian
terluar dinding rektum ataupun keluar dari rektum. Disebut juga Dukes A
rectal cancer.
3. Stadium II
Kanker telah menyebar keluar rektum ke jaringan terdekat namun tidak
menyebar ke limfonodi. Disebut juga Dukes B rectal cancer.
4. Stadium III
Kanker telah menyebar ke limfonodi terdekat, tapi tidak menyebar ke
bagian tubuh lainnya. Disebut juga Dukes C rectal cancer.
5. Stadium IV
Kanker telah menyebar ke bagian lain tubuh seperti hati, paru atau
ovarium. Disebut juga Dukes D rectal cancer.

Gambar 4. Stadium Ca Rektum


F. PATHWAY
Kebiasaan Makan

(TInggi Karbohidrat
Kolitis
&
Ulceratif
Polimerase Karsinogen

Membuat DNA baru Polip


Faktor Genetik Colon

Kerusakan DNA

Penggabungan DNA
asing dan DNA induk

Sintesis RNA baru

Mitosis dipercepat

Transportasi Kanker

Pertumbuhan sel liar


ganas

Ca Recti
Gangguan Kurang
Citra Pengetahuan
Tubuh

Perdarahan
Per Anus Ansietas

Hemoroid
Perubahan Kebiasaan
PK : Perdarahan Defikasi :
Komstipasi, Diare
PK : Anemi
Nyeri

Nyeri Kronis Anoreksia : Ketidakseimbangan


Resiko Infeksi
Nutrisi dari kebutuhan tubuh, mual
G. KOMPLIKASI
Karsinoma kolon dapat bermetastase dengan jalan
1. Langsung perkontinuitatum dinding usus dan organ disekitarnya
2. Hematogen
3. Linefogen
Metastasis sering terjadi ke kelenjar getah bening dan organ lain, misal ke hati,
paru dan otak.
Komplikasi lainnya ;
1. Pertumbuhan tumor dapat menyebabkan obstruksi usus pertial/lengkap.
2. Pertumbuhan dan ulserasi dapat menyerang pembuluh darah sekitar kolon
yang menyebabkan hemoragi.
3. Perforasi dapat terjadi yang menyebabkan pembentukan abses.
4. Peritonitis /sepsis yang dapat menimbulkan syock.

H. PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
a. Untuk kanker rectum atas dilakukan rekto sigmoidektoid dan dibuat
anastromosis decending kolakteral.
b. Untuk kanker rectum bawah dilakukan protakolektum dan dibuat
anastomosis kolocinal.
2. Radiasi
Setelah dilakukan tindakan pembedahan perlu dipertimbangkan untuk
melakukan radiasi dengan dosis adekuat.
3. Kemoterapi
Kemoterapi yang biasa diberikan ialah 5 florourasil (5FU).

I. Pemeriksaan Penunjang
Tumor kecil pada tahap dini tidak teraba pada palpasi perut, bila teraba
menunjukan keadaan sudah lanjut. Massa pada sigmoid lebih jelas teraba
daripada massa di bagian lain kolon. Karena kanker kolorektal sering
berkembang lamban dan penanganan stadium awal sangat dibutuhkan, maka
organisasi kanker Amerika merekomendasikan prosedur skrining rutin bagi
deteksi awal penyakit. Rekomendasinya sebagai berikut :
1. Pemeriksaan rektal tusse untuk semua orang usia lebih dari 40 tahun.
2. Test Guaiac untuk pemeriksaan darah feses bagi usia lebih dari 50 tahun.
3. Sigmoidoskopi tiap 3-5 tahun untuk tiap orang usia lebih dari 50 tahun.

Mengenai diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto
kolon dengan kontras ganda (De Jong, 2005). Pasien dengan dugaan kanker
kolorektal dapat dilakukan prosedur diagnostik lanjut untuk pemeriksaan fisik.
test laboratorium, radiograpi dan biopsi untuk memastikan.
Test laboratorium yang dianjurkan sebagai berikut :
1. Jumlah sel-sel darah untuk evaluasi anemia. Anemia mikrositik ditandai
dengan sel-sel darah merah yang kecil tanpa terlihat penyebab adalah
indikasi umum untuk test diagnostik selanjutnya untuk menemukan
kepastian kanker rektal.
2. Test Guaiac pada feses untuk mendeteksi bekuan darah di dalam feses,
karena semua kanker rektal mengalami perdarahan intermitten.
3. CEA (carcinoembryogenic antigen) adalah ditemukannya glikoprotein di
membran sel pada banyak jaringan, termasuk kanker kolorektal. Karena tes
ini tidak spesifik bagi kanker kolorektal dan positif pada lebih dari separuh
pasien dengan lokalisasi penyakit, ini tidak termasuk dalam skrining atau
test diagnostik dalam pengobatan penyakit. Ini terutama digunakan sebagai
prediktor pada prognosis postoperatif dan untuk deteksi kekambuhan
mengikuti pemotongan pembedahan.
4. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meningkat, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya
meliputi serum protein, kalsium dan kreatinin.
5. Barium enema sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya
dan lokasi tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam
usus bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus,
konstriksi atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor dan
pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk tumor
kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum.
6. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI) atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah
mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
7. Endoskopi (sigmoidoskopi atau kolonoskopi) adalah test diagnostik utama
digunakan untuk mendeteksi dan melihat tumor. Sekalian dilakukan biopsi
jaringan. Sigmoidoskopi fleksibel dapat mendeteksi 50-65% dari kanker
kolorektal. Pemeriksaan endoskopi dan kolonoskopi direkomendasikan
untuk mengetahui lokasi dan biopsi lesi pada pasien dengan perdarahan
rektum. Bila kolonoskopi dilakukan dan visualisasi sekum, barium enema
mungkin tidak dibutuhkan. Tumor dapat tampak membesar, merah, ulseratif
sentral, seperti penyakit divertikel, ulseratif kolitis dan penyakit Crohn’s
(Smeltzer, 2002).

J. Pengkajian
Riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah :
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
a. Kelemahan, keletihan, kelelahan
b. Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur, misalnya: nyeri, ansietas dan berkeringat malam
hari
c. Pekerjaan/profesi dengan pemajaan karsinogen lingkungan, tingkat stress
tinggi
2. Sirkulasi
Tanda : Dapat terjadi perubahan denyut nadi dan tekanan darah
3. Integritas Ego
Gejala :
a. Faktor stress
b. Masalah terhadap perubahan penampilan
c. Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu,
tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan control, depresi.
Tanda : Menyangkal, menarik diri
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola defekasi, darah pada feses, nyeri pada saat defekasi
Riwayat kesehatan diambil untuk mendapatkan informasi tentang :
a. Perasaan lelah
b. Nyeri abdomen atau rectal dan karakternya (lokasi, frekuensi, durasi,
berhubungan dengan makan atau defekasi)
c. Pola eliminasi terdahulu dan saat ini
d. Deskripsi tentang warna, bau dan konsistensi feses, mencakup adanya
darah atau mucus.
e. Riwayat penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolorektal
f. Riwayat keluarga dari penyakit kolorektal dan terapi obat saat ini
g. Kebiasaan diet ( masukan lemak, serat & konsumsi alcohol ) juga
riwayat penurunan BB.
Pengkajian objekif meliputi :
a. Auskultasi abdomen terhadap bising usus
b. Palpasi abdomen untuk area nyeri tekan, distensi, dan massa padat
c. Inspeksi specimen terhadap karakter dan adanya darah
K. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen miger (SDKI D.0077 Nal


172)
2. Intoleransi aktivitas oerhuoungan gengan ketigakseimoangan
antara suplai gan keoutuhan oksigen (SDKI D.0056 Nal. 128)
3. Konstipasi oerhuoungan gengan penurunan motitilitas
gastrointestinal (SDKI D. 0049 Nal. 113)
4. Defisit nutrisi oerhuoungan gengan famtor psikologis
( keengganan untuk makan ) (SDKI D.0019 Nal 56)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.Vol. 2.


Jakarta:EGC

Doenges at al. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3. Jakarta: EGC.

Gale, Danielle & Charette, Jane, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi,
EGC, Jakarta.

Herdman, T.H. 2012. Nanda International : Diagnosa Keperawatan Definisi dan


Klasifikasi 2012-2014.Jakarta:EGC.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC.

Price, Sylvia A., & Wilson, Lorraine M., 2006, Patofisiologi ; Konsep Klinis
Proses–Proses Penyakit Vol. 1, Edisi 4, EGC, Jakarta.

Samsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku

Smeltzer, Suzanne C. & Bare, Brenda G., 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth Vol. 2, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Sudjatmiko. 2012. Kolon-Rektum dan Anus. Laboratorium Ilmu Bedah, Fakultas


Kedokteran Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai