Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTEK KLINIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

(KMB I)

A. DEFINISI

Tumor merupakan suatu pertumbuhan sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom
tanpa kendali pertumbuhan sel normal sehingga memiliki perbedaan jika dibandingkan dengan sel normal pada
umumnya. Tumor adalah suatu benjolan atau struktur yang menempati area tertentu pada tubuh dengan pertumbuhan sel-
sel baru (neoplasma) yang membelah secara tidak terkendali dan tidak memiliki fungsi bagi tubuh. Pertumbuhan
tumor dapat bersifat jinak atau ganas dalam tubuh sehingga tumor dapat membahayakan keselamatan hidup seseorang.
Tumor sigmoid adalah pertumbuhan jaringan abnormal dalam tubuh akibat adanya ketidakseimbangan
pertumbuhan dan regenerasi sel pada daerah kolon sigmoid. Sigmoid merupakan bagian terakhir kolon desenden yang
berbentuk huruf “S” dan berlanjut membentuk rektum dengan bentuk lurus.

B. ETIOLOGI

Penyebab tumor hingga saat ini sulit diketahui. Namun, faktor pencetus tumor diantaranya: usia, jenis kelamin,
respon kekebalan, dan virus. Selain itu, penyebab tumor rektosigmoid pada usus besar telah dikenali dari beberapa faktor
predisposisi yaitu:
 Usia

Resiko terkena kanker kolon meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus terjadi pada orang yang
berusia 60  –  70 tahun. Jarang sekali ada penderita kanker kolon yang usianya di bawah 50 tahun. Kalaupun ada, bisa
dipastikan dalam sejarah keluarganya ada yang terkena kanker kolon juga

 Polip kolon

Polip adalah suatu massa seperti tumor yang menonjol ke dalam lumen usus. Polip dapat terbentuk akibat
pematangan, peradangan atau arsitektur mukosa yang abnormal. Polip ini bersifat nonneoplatik dan tidak
memiliki potensi keganasan. Polip yang terbentuk akibat proliferasi dan displasia epitel disebut polip adenomatosa
atau adenoma.
 Riwayat kanker
Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap kanker kolon (bahkan pernah dirawat untuk kanker kolon)
beresiko tinggi terkena kanker kolon lagi dikemudian hari. Wanita yang pernah mengidap kanker ovarium
(indung telur), kanker uterus, dan kanker payudara juga memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena kanker
kolon.

 Faktor keturunan/genetika

Sejarah adanya kanker kolon dalam keluarga, khususnya pada keluarga dekat. Orang yang keluarganya punya
riwayat penyakit FAP ( Familial Adenomatous Polyposis) atau polip adenomatosa familial memiliki resiko
100% untuk terkena kanker kolon sebelum usia 40 tahun bila FPA-nya tidak diobati. Penyakit lain dalam keluarga
adalah HNPCC (  Hereditary Non Polyposis Colorectal Cancer)  , yakni penyakit kanker kolorektal
nonpolip yang menurun dalam kelurga atau  syndrome Lynch.
 Penyakit kolitis (radang kolon) ulseratif yang tidak terobati
 Pola makan (kebiasaan makan)
Pernah diteliti bahwa kebiasaan makan banyak daging merah (dan sebaliknya sedikit makan buah, sayuran serta
ikan) turut meningkatkan resiko terjadinya kanker kolon. Hal ini karena daging merah banyak mengandung
zat besi yang jika sering dikonsumse akan mengakibatkan kelebihan zat besi.
 Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung pewarna, apalagi jika pewarnanya adalah pewarna
non makanan
 Terlalu banyak mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet
 Kurangnya aktivits fisik
Jika individu tidak aktif secara fisik, maka individu tersebut memilki kesempatan lebih besar terkena tumor
rektosigmoid. Meningkatkan aktivitas fisik adalah salah satu upaya untuk mengurangi risiko terkena penyakit
tumor ini.
 Obesitas
Lebih dari 20 penelitian, mencakup lebih dari 3000 kasus secara konsisten mendukung bahwa terdapat hubungan
yang positif antara obesitas dan kejadian tumor rektosigmoid

 Konsumsi alkohol
Hubungan tumor rektosigmoid dengan konsumsi alkohol tidak jelas. Meskipun kebanyakan hasil penelitian
menunjukkan hubungan yang positif antara konsumsi alkohol dengan kejadian tumor rektosigmoid.

C.   PATOFISIOLOGI

Kanker kolon dan rektum (95%) adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel usus). Dimulai sebagai polip jinak
tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel
kanker dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh yang lain (paling sering ke hati).
Pertumbuhan kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus dengan obstruksi dan
ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi kanker dapat menyebabakan perforasi dan abses, serta timbulnya
metastase pada jaringan lain. Prognosis relativ baik bila lesi terbatas pada mukosa dan submukosa pada saat reseks
dilakukan, dan jauh lebih jelek telah terjadi metastase ke kelenjar limfe
Mnenurut Diyono (2013), tingkatan kanker kolorektal dari duke sebagai berikut :
1. Stadium 1 : terbatas hanya pada mukosa kolon (dinding rectum dan kolon)
2. Stadium 2 : menembus dinding otot, belum metastase
3. Stadium 3 : melibatkan kelenjar limfe
4. Stadium 4 : metastase ke kelenjar limfe yang berjauhan dan ke organ lain.

Hampir semua kanker kolorektal ini berkembang dari polip adenoma jenis villous, tubular, dan vilotubular .
Namun dari ketiga jenis adenoma ini, hanya jenis villous dan tubular yang diperkirakan akan menjadi premaglina. Jenis
tubuar berstruktur seperti bola dan bertungkai, sedangkan jenis villous  berstruktur tonjolan seperti jari-jari tangan dan
tidak bertangkai. Kedua jenis ini tumbuh menyerupai bunga kol di dalam kolon sehingga massa tersebut akan
menekan dinding mukosa kolon. Penekanan yang terus menerus ini akan mengalami lesi-lesi ulserasi yang akhirnya akan
menjadi perdarahan kolon. Selain perdarahan, maka obstruski pun kadang dapat terjadi. Hanya saja lokasi tumbuhnya
adenoma tersebut sebagai acuan. Bila adenoma tumbuh di dalam lumen luas (asenden dan tranversum), maka obstruksi
jarang terjadi. Hal ini dikarenakan isi (feses masih mempunyai konsentrasi air cukup) masih dapat melewati lumen tersebut
dengan mengubah bentuk (disesuaikan dengan lekukan lumen karena tonjolan massa). Tetapi bila adenoma tersebut
tumbuh dan berkembang di daerah lumen yang sempit (desendens atau bagian bawah), maka obstruksi akan terjadi
karena tidak dapat melewati lumen yang telah terdesak oleh massa. Namun kejadian obstruksi tersebut dapat menjadi
total atau parsial.

D. MANIFESTASI KLINIK

Gejala sangat ditentukan oleh lokasi tumor, tahap penyakit dan fungsi segmen usus tempat tumor berlokasi tekanan.
a. Adanya perubahan dalam defekasi
b. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses.
c. Konstipasi
d. Perubahan dalam penampilan feses
e. Tenesmus
f. Anemia dan pendarahan rectal merupakan keluhan yang umum terjadi akibat kehilangan darah kronik
g. perubahan defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks.
h. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti pita.
i. Pertumbuhan pada sigmoid atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau vena, menimbulkan
gejala-gejala pada tungkai atau perineum.
j. Nyeri pinggang/abdomen bagian kiri bawah
k. Diare dan sering berkemih dapat timbul sebagai akibat gejala yang sering terjadi.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan pada tumor rektosigmoid diantaranya
1) Laboratorium
a) Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis
b) Kimia darah
c) Tumor marker CEA
2) Pemeriksaan radiologi
Terdapat beberapa macam pemeriksaan penunjang yang terbukti efektif untuk diagnosis karsinoma kolorektal,
yaitu endoskopi, CT Scan, MRI, barium enema, dan CEA.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan (obstruksi) saluran cerna. Sumbatan tersebut tentu diakibatkan
tumor yang memenuhi saluran usus. Adanya sumbatan tersebut menyebabkan penderitanya mengalami konstipasi dan nyeri
perut. Selain obstruksi, tumor juga dapat menyebabkan usus mengalami kebocoran (perforasi). Perforasi usus dapat
menimbulkan gejala yang berat seperti nyeri perut hebat, perut terlihat membesar dan tegang, muntah, serta infeksi berat.
Tak berhenti di situ, kanker usus juga dapat menimbulkan perdarahan. Hal tersebut dapat terjadi bila tumor berada di
sekitar rektum, salah satu bagian terakhir usus besar. Perdarahan tumor dapat menyebabkan penderitanya kehilangan darah
yang cukup banyak, sehingga menimbulkan anemia (kekurangan sel darah merah).
Komplikasi lain dari kanker usus adalah penyebaran sel tumor ke organ yang lain. Proses yang disebut
metastasis ini lazim terjadi pada berbagai jenis kanker, terutama yang sifatnya ganas. Organ tubuh yang paling sering
menjadi sasaran metastasis sel kanker usus adalah kelenjar  getah bening, paru, dan selaput rongga perut. Metastasis
dapat menimbulkan gejala sesuai organ yang terkena, misalnya benjolan di sekitar leher, sesak napas, dan nyeri perut
serta perut yang semakin membesar (Timurtini, 2019).

G. PENATALAKSANAAN

Beberapa penatalaksanaan pada Tumor Rektosigmoid ialah:


1. Pembedahan
Pembedahan merupakan terapi utama untuk kanker rektum. Beberapa metode yang dipakai antara lain :
a. Transanal excision. Metode ini digunakan untuk lesi yang superfisial pada pasein dengan derajat I
atau II.
b. Low anterior resection (LAR). Metode ini digunakan untuk lesi yang terletak di tengah atau 1/3 atas
rektum.
c. Coloanal anastomosis 
d. Abdominal perineal resection (APR)
2. Kemoterapi dan Radioterapi
Kemoterapi dan radioterapi biasa dilakukan pada pasien dengan stadium Dukes C untuk menurunkan tingkat
rekurensi, meningkatkan tingkat keberhasilan operasi, dan memelihara keutuhan sfingter anus. Radioterapi
preoperatif dapat menurunkan angka rekurensi setelah pembedahan dari 27% menjadi 11%, dan meningkatkan
angka keberhasilan jangka panjang dari 48% menjadi 58%. Konsensus The US National Institutes of Health
merekomendasikan kemoradioterapi preoperatif untuk semua stadium II dan III.
3. Penyinaran (radioterapi) : Terapi radiasi menggunakan sinar gelombang partikel berenergi tinggi misalnya
sinar X atau sinar gamma untuk merusak daerah yang ditumbuhi tumor dan merusak genetik sel tumor.

H. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi
dari pasien, membuat data dasar  tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian yang
komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung pada identifikasi masalah-
masalah pasien. Pengumpulan data dapat diperoleh dari data subyektif melalui wawancara dan dari data obyektif melalui
observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017)

a. Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia mudah), pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku bangsa, tanggal dan jam masuk  rumah sakit, no registrasi, diagnosa medis.

b. Riwayat penyakit

1. Riwayat kesehatan: perasaan lelah, nyeri abdomen (PQRST), pola eliminasi terdahulu dan
saat ini, deskripsi tentang warna, bau, dan konsistensi feses, mencakup adanya darah dan
mukus.

2. Riwayat masa lalu

Tentang penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolon, riwayat keluarga dari penyakit kolon
dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet diidentifikasi mencakup masukan lemak dan atau serta
jumlah konsumsi alkohol. Penting dikaji riwayat penurunan berat badan.
c. Pengkajian fokus
1. Breathing (pernapasan): Biasanya ditandai dengan napas pendek  dispnea, ditandai dengan takipne dan frekuensi
napas menurun.
2. Blood (Sirkulasi/kardio): Terdapat takikardi, perubahan perfusi ditandai dengan turgor buruk, kulit pucat.
3. Brain (persarafan): Kesadaran composmentis–coma refleks menurun
4. Blader (perkemihan): Oliguria, inkontenensia, penurunan jumlah urin akibat kurangnya intake cairan, dehidrasi.
5. Bowel (pencernaan): Ditandai dengan anoreksia, mual, muntah, penurunan BB, tidak toleran terhadap diet,
kehilangan nafsu makan, feses bervariasi dari bentuk lunak sampai keras, diare, feses berdarah, menurunnya
bising usus.
6. Bone (muskuloskeletal): Penurunan kekuatan otot, kelemahan, dan malaise.
d. Pemeriksaan fisik
1. Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi
2. Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
3. Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau
4. Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya benda asing, skelera putih
5. Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat trauma
6. Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering
7. Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering
8. Rahang : Perlukaan, stabilitas

9. Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid

10. Pemeriksaan dada

a. Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan, irama, gerakkan cuping
hidung, terdengar suara napas tambahan.
b. Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan kiri
dinding dada.
c. Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas paru dan
hepar.
d. Auskultasi :Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara ronchi dan
wheezing

11. Kardiovaskuler 

a. Inspeksi: Bentuk dada simetris

b. Palpasi: Frekuensi nadi,


c. Parkusi: Suara pekak 

d. Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur 

12. System pencernaan / abdomen

a. Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit atau datar, tapi
perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah ada benjolan / massa.

b. Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, teses) turgor kulit perut
untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah tupar teraba, apakah lien teraba?

c. Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan
menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria, tumor).

d. Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali permenit.


13. Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:

a. Warna dan suhu kulit

b. Perabaan nadi distal

c. Depornitas extremitas alus

d. Gerakan extremitas secara aktif dan pasif


e. Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
f. Derajat nyeri bagian yang cidera
g. Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
h. Reflek patella

14. Pemeriksaan pelvis/genitalia

Kebersihan pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap masalah kesehatan
atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan
untuk mengidentifikasi respon klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(SDKI,2017).
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077
b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit D.0130
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan D.0019
d. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive D.0142

3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis D.0077
TUJUAN INTERVENSI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24
MANAJEMEN NYERI :
jam diharapkan tingkat nyeri menurun dengan kriteria
hasil :
1. Keluhan nyeri menurun Observasi
2. Meringis menurun
 Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
3. Sikap protektif menurun
kualitas, intensitas nyeri
4. Gelisah menurun
 Identifikasi skala nyeri
5. Kesulitan tidur menurun
 Idenfitikasi respon nyeri non verbal
6. Frekuensi nadi membaik
 Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
 Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

 Berikan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi


nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur, terapi
music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi,
Teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

 Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
 Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi
nyeri

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


b. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit D.0130
TUJUAN INTERVENSI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 X 24 MANAJEMEN HIPERTERMIA:
jam diharapkan termoregulasi membaik dengan kriteria
Observasi
hasil :
1. Menggigil menurun  Identifikasi penyebab hipertermia (mis: dehidrasi,
2. Suhu tubuh membaik terpapar lingkungan panas, penggunaan
3. Suhu kulit membaik inkubator)
 Monitor suhu tubuh
 Monitor kadar elektrolit
 Monitor haluaran urin
 Monitor komplikasi akibat hipertermia

Terapeutik

 Sediakan lingkungan yang dingin


 Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Berikan cairan oral
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika
mengalami hyperhidrosis (keringat berlebih)
 Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut
hipotermia atau kompres dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
 Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
 Berikan oksigen, jika perlu

Edukasi

 Anjurkan tirah baring

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit


intravena, jika perlu

c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan D.0019


TUJUAN INTERVENSI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam MANAJEMEN NUTRISI :
diharapkan status nutrisi membaik dengan kriteria hasil :
Observasi
1. Porsi makan yang dihabiskan meningkat
2. Berat badan membaik  Identifikasi status nutrisi
3. Indeks massa tubuh (IMT) membaik  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
 Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika


perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis:
piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu
yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang
nasogastik jika asupan oral dapat
ditoleransi

Edukasi

 Ajarkan posisi duduk, jika mampu


 Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum


makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

d. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive D.0142


TUJUAN INTERVENSI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam PENCEGAHAN INFEKSI
diharapkan tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil:
1. Demam menurun
Observasi
2. Kemerahan menurun
3. Nyeri menurun  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
4. Bengkak menurun sistemik
5. Kadar sel darah putih membaik
Terapeutik

 Batasi jumlah pengunjung


 Berikan perawatan kulit pada area edema
 Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
 Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi

Edukasi

 Jelaskan tanda dan gejala infeksi


 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Ajarkan etika batuk
 Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa jauh keberhasilan

yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap

tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri. Evaluasi
adalah membandingkan secara sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
ditetapkan dengan kenyataan yang ada pada pasien, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan

melibatkan pasien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari

rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Evaluasi disusun menggunakan SOAP yaitu:

S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif  oleh keluarga setelah diberikan
implementasi keperawatan.
O:  Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang
objektif.

A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.


DAFTAR PUSTAKA

Dinarti & Yuli Muryanti. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi Keperawatan. 1–172.

Firdaus, Y. (2017). Penatalaksanaan Pada Setiap Stadium Kanker Kolon.

PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia :


 Definisi dan Indikator Diagnostik (1st ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Sayuti, M., & Nouva. (2018).  Kanker Kolorektal.  Yayasan Kanker Indonesia, 2(April), 60.

SDKI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: DDP Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.

SIKI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan

 Keperawatan (Edisi 1).  Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

SLKI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria

 Hasil Keperawatan (Edisi 1). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai