Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ADENOCARSINOMA COLON

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI

Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar, yakni
bagian akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal
dimulai dari sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi
tumor (Yayasan Kanker Indonesia, 2018).Kanker kolon adalah keganasan
yang berasal dari jaringan usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang
dari usus besar) (Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).

2. ETIOLOGI
Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker kolorektal.
Beberapa faktor risiko tersebut ada yang tidak bisa diubah,seperti usia lebih
dari 50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat menderita infeksi usus besar
(colitis ulcerative atau penyakit Chron), dan memiliki anggota keluarga yang
mempunyai riwayat polip atau kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah
pola hidup yang tidak sehat yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal
di usia muda dibawah 40 tahun. Salah satunya adalah mengonsumsi daging
merah dan daging olahan secara berlebihan.Oleh sebab itu, untuk mencegah
timbulnya kanker kolorektal, batasi makanan tinggi lemak termasuk daging
merah. Merokok juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker kolorektal.
Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus besar di Amerika Serikat
dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan dengan kenaikan risiko
terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan adenoma menjadi
kanker usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah pengonsumsian alkohol.
Usus mengubah alkohol menjadi asetildehida yang meningkatkan risiko
kanker kolorektal. Lebih baik konsumsi buah dan sayur yang mengandung
probiotik, karena kandungan seratnya akan mengikat sisa makanan dan
membuat feses lebih berat sehingga mudah dibuang (Kemenkes RI, 2019).

3. PATOFISIOLOGI
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari
polip adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun
umumnya masih terjadi di rektum dan kolon sigmoid. Polip tumbuh dengan
lambat, sebagian besar tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk
menjadi ganas. Ketika polip membesar, polip membesar di dalam lumen dan
mulai menginvasi dinding usus. Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal
dan besar, serta menyebabkan nekrosis dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus
kiri bermula sebagai massa kecil yang menyebabkan ulkus pada suplai darah
(Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan
lebih dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker
kolorektal menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan
usus, submukosa, dan dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti
hepar, kurvatura mayor lambung, duodenum, usus halus, pankreas, limpa,
saluran genitourinary, dan dinding abdominal juga dapat dikenai oleh
perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering berasal dari
penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang jauh
sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari
tumor primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem
sirkulasi ke area sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal.
“Penyemaian” dari tumor ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila
tumor meluas melalui serosa atau selama pemotongan pembedahan (Black &
Hawks, 2014).
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–
30 % terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama
adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada
kolon asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali
lebih banyak). Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks,
2014):
a. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung
misalnya ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung
juga dapat mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai
paru-paru, ginjal dan tulang.
c. Tertanam ke rongga abdomen.

4. KLASIFIKASI
Menurut National Cancer Institute (2006: 12) klasifikasi stadium kanker kolorektal
dapat didefinisikan sebagai berikut :
a. Stadium 0 (Carsinoma in Situ) : kanker hanya pada lapisan terdalam dari kolon
atau rektum.
b. Stadium I : sel kanker telah tumbuh pada dinding dalam kolon atau rektum, tapi
belum menembus ke luar dinding.
c. Stadium II : sel kanker telah menyebar ke dalam lapisan otot dari kolon atau
rektum. Tetapi sel kanker di sekitarnya belum menyebar ke kelenjar getah bening.
d. Stadium III : kanker telah menyebar ke satu atau lebih kelenjar getah bening di
daerah tersebut, tetapi tidak ke bagian tubuh yang lain.
e. Stadium IV : kanker telah menyebar di bagian lain dari tubuh, seperti hati, paru-
paru, atau tulang.

5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):
a. Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi atau
perubahan pada lamanya saat buang air besar, dimana pola ini berlangsung
selama beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang perubahan pola itu
terjadi sebagai perubahan bentuk dari feses atau kotoran dari hari ke hari
(kadang-kadang keras, lalu lunak, dan seterusnya)
b. Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses,
seringkali hanya dapat dideteksi di laboratorium
c. Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram,gas atau
rasa sakit yang berulang
d. Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong sesudah buang air
besar
e. Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih
f. Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan sebabnya

6. KOMPLIKASI
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan (obstruksi) saluran cerna.
Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor yang memenuhi saluran usus.
Adanya sumbatan tersebut menyebabkan penderitanya mengalami konstipasi
dan nyeri perut. Selain obstruksi, tumor juga dapat menyebabkan usus
mengalami kebocoran (perforasi). Perforasi usus dapat menimbulkan gejala
yang berat seperti nyeri perut hebat, perut terlihat membesar dan tegang,
muntah, serta infeksi berat.Tak berhenti di situ, kanker usus juga dapat
menimbulkan perdarahan. Hal tersebut dapat terjadi bila tumor berada di
sekitar rektum, salah satu bagian terakhir usus besar. Perdarahan tumor dapat
menyebabkan penderitanya kehilangan darah yang cukup banyak, sehingga
menimbulkan anemia (kekurangan sel darah merah)
Komplikasi lain dari kanker usus adalah penyebaran sel tumor ke organ yang
lain. Proses yang disebut metastasis ini lazim terjadi pada berbagai jenis
kanker, terutama yang sifatnya ganas. Organ tubuh yang paling sering menjadi
sasaran metastasis sel kanker usus adalah kelenjar getah bening, paru, dan
selaput rongga perut. Metastasis dapat menimbulkan gejala sesuai organ yang
terkena, misalnya benjolan di sekitar leher, sesak napas, dan nyeri perut serta
perut yang semakin membesar (Timurtini, 2019).

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker kolorektal
adalah sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)
a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk
menegakkan diagnosa maupun monitoring perkembangan atau
kekambuhannya. Pemeriksaan terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan
darah, Hb, elektrolit, dan pemeriksaan tinja yang merupakan pemeriksaan
rutin. Anemia dan hipokalemia kemungkinan ditemukan oleh karena
adanya perdarahan kecil. Perdarahan tersembunyi dapat dilihat dari
pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan rutin diatas, dalam menegakkan
diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA (Carcinoma
Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan pertanda
serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma
Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada
permukaan sel yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan
sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan
untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hepar. Carcinoma
Embrionic Antigen terlalu insensitif dan nonspesifik untuk bisa digunakan
sebagai skrining kanker kolorektal. Meningkatnya nilai CEA serum,
bagaimanapun berhubungan dengan beberapa parameter. Tingginya nilai
CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2, stadium lanjut dari
penyakit dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun konsentrasi
CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA serum
baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah
pembedahan.
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal
adalah terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi
maupun reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi
yang merupakan diagnosa definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah
dapat diperoleh karakteristik berbagai jenis kanker maupun karsinoma di
kolorektal ini.
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen
atau menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan
memakai double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai
90% dalam mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika
digunakan bersama-sama sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat
biaya sebagai alternatif pengganti kolonoskopi untuk pasien yang tidak
dapat mentoleransi kolonoskopi, atau digunakan sebagai pemantauan
jangka panjang pada pasien yang mempunyai riwayat polip atau kanker
yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan menggunakan barium enema
sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat kemungkinan perforasi,
maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada barium enema.
Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance Imaging
(MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik
pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien
dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh
mukosa kolon dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran
pencernaan dengan menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur
berdiameter kurang lebih 1,5 cm dan dilengkapi dengan kamera.
Kolonoskopi merupakan cara yang paling akurat untuk dapat menunjukkan
polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan keakuratan dari pemeriksaan
kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada barium enema yang
keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat digunakan
untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari striktur.
Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi
utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul
kurang dari 0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat
berguna untuk mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel
disease, non akut divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal
bleeding, megakolon non toksik, striktur kolon dan neoplasma.
Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi terapi daripada
diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama dari
kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi diagnostik.
8. PENATALAKSANAAN
Prinsip tatalaksana kanker kolon pada tabel 2.5 adalah: (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015)
Stadium 0
Terapi :  Eksisi lokal atau polipektomi sederhana

 Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang tidak memenuhi syarat


eksisi lokal

Stadium I

Terapi :  Wide surgical resection dengan anastomosis tanpa kemoterapi


adjuvan

Stadium II

Terapi :  Wide surgical resection dengan anastomosis

 Terapi adjuvan setelah pembedahan pada pasien dengan risiko tinggi

Stadium III

Terapi :  Wide surgical resection dengan anastomosis

 Terapi adjuvan setelah pembedahan

Stadium IV

Terapi :  Reseksi tumor primer pada kasus kanker kolorektal metastasis yang
dapat direseksi

 Kemoterapi sistemik pada kasus kanker kolorektal denga metastasis yang


tidak dapat direseksi dan tanpa gejala
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian
yang dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien,
membuat data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang
respons kesehatan pasien. Pengkajian yang komprehensif atau
menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung
pada identifikasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat
diperoleh dari data subyektif melalui wawancara dan dari data
obyektif melalui observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017):
a. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin,pekerjaan,
alamat, tempat tinggal
2) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji
adanya keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran
3) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang
diderita pasien dengan timbulnya kanker kolon.
4) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota
keluarga yang mengalami penyakit kronis lainnya
5) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien
dengan anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum
maupun saat sakit, apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit,
karena penyakit yang dideritanya, dan bagaimana pasien
menggunakan koping mekanisme untuk menyelesaikan masalah yang
dihadapinya.
b. Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual
1) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa
saja yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi
makanannya
2) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar
darah atau tidak, keras, lembek, cair ?
3) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau
tidak, menyikat gigi.
4) Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan istirahat tidur berapa jam ?
Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang dilakukan?
5) Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar
kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan
sekitarnya.
6) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,
ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).
7) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, teman- teman
sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?
8) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga,
kebersamaan dengan keluarga.
9) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap
agama yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan
patuh terhadap perintah dan larangan-Nya.
10) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan
keluarga besarnya dan lingkungan sekitar.
c. Riwayat pengkajian nyeri
P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang
biasa memperberat dan mengurangi nyeri ?
Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala
dirasakan ?
R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah gejala yang
dirasakan menyebar?
S : Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?
T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala
dirasakan?
d. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi
2) Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan,
penekanan
3) Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?
5) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak
mata, adanya benda asing, skelera putih ?
6) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi
akibat trauma ?
7) Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?
8) Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ?
9) Rahang : Perlukaan, stabilitas ?
10) Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar
tiroid
e. Pemeriksaan dada
1) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi
pernapasan, irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas
tambahan.
2) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama
antara kanan kiri dinding dada.
3) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup
pada batas paru dan hepar.
4) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru,
suara ronchi dan wheezing
f. Kardiovaskuler
1) Inspeksi: Bentuk dada simetris
2) Palpasi: Frekuensi nadi,
3) Parkusi: Suara pekak
4) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur
g. System pencernaan / abdomen
1) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen
membuncit atau datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus
menonjol atau tidak, apakah ada benjolan benjolan / massa.
2) Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor,
teses) turgor kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien,
apakah tupar teraba, apakah lien teraba?
3) Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair
akan menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria, tumor).
4) Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35
kali permenit.
h. Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:
1) Warna dan suhu kulit
2) Perabaan nadi distal
3) Depornitas extremitas alus
4) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif
5) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
6) Derajat nyeri bagian yang cidera
7) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
8) Reflek patella
i. Pemeriksaan pelvis/genitalia
1) Kebersihan, pertumbuhan rambut
2) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat
lesi atau tidak.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai seseorang,
keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan
merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan asuhan
keperawatan (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Diagnosa yang
mungkin muncul menurut (PPNI, 2017):
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op
2. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasi kuman
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri post op
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan perubahan intake nutrisi
5. Gangguan citra tubuh efek tindakan/pengobatan
3. Intervensi Keperawatan

NO DX TUJUAN DAN INTERVENSI


. KEPERAWATA KRITERIA
N HASIL
1 Nyeri Tujuan: setelah 1. Identifikasi
akutberhubungan dilakukukan lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,
dengan luka post tindakan kualitas nyeri
op keperawatan 2. Identifikasi skala nyeri
diharapkan 3. Identifikasi factor yang
nyeri berkurang memperberat nyeri
Hasil : 4. Berikan teknik nonfarmakologis
1). Skala nyeri 0 5. Kolaborasikan pemberian
analgetik
2 Resiko infeksi Tujuan : Setelah Intervensi Pencegahan Infeksi
ditandai dengan dilakukan (I.14539):
Efek prosedur tindakan Observasi
invasif (D.0142) keperawatan 1) Monitor tanda dan gejala
diharapkan infeksi sistemik dan local
risiko infeksi Terapeutik
dapat menurun. 1) Batasi jumlah pengunjung
Kriteria Hasil : 2) Cuci tangan sebelum dan
1) Demam sesudah kontak dengan
menurun pasien dan lingkungan
2) Kemerahan pasien Edukasi
menurun 1) Jelaskan tanda dan gejala
3) Nyeri infeksi
menurun 2) Ajarkan cara mencuci
4) Bengkak tangan dengan benar
menurun Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
antibiotik, jika perlu
3 Gangguan pola Tujuan:
tidur Setelah
berhubungan dilakukan 1.Identifikasi pola dan aktivitas
dengan nyeri post tindakan tidur
op keperawatan 2.Identifikasi factor penyebab tidur
diharapkan pola 3.Anjurkan menepati kebiasaan
tidur tidak waktu tidur
terganggu 4.Modifikasi lingkungan
Hasil: 5.Lakukan prosedur meningkatkan
1) Nampak kenyamanan (posisi)
segar
2) Nyeri
menurun
1.
2.
3.
4 Defisit nutrisi Tujuan : setelah Intervensi Manajemen Nutrisi
berhubungan dilakukan (L.03119)
dengan tindakan 1) Identfikasi status nutrisi
perubahan intake keperawatan 2) Identifikasi alergi atau intoleran
nutrisi diharapkan makanan
nutrisi pasien 3) Identifikasi makanan yang
meningkat disukai
Kriteria hasil : 4) Identifikasi kebutuhan kalori dan
1) Porsi jenis nutrient Terapeutik 1)
makanan yang Fasilitasi menentukan pedoman diet
dihabiskan 2) Sajikan makanan secara menarik
meningkat dan suhu yang sesuai 3) Berikan
2) Kekuatan makanan tinggi serat untuk
otot pengunyah mencegah konstipasi
meningkat 4) Berikan suplemen makanan, jika
3) Kekuatan perlu
otot menelan Edukasi
meningkat 1) Ajarkan diet yang
4) Frekuensi diprogramkan Kolaborasi
makan membaik 1) Kolaborasi pemberian
5) Nafsu makan medikasi sebelum makan
membaik (misal. Pereda nyeri,
antiemetik)
2) Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan nutrien
yang dibutuhkan, jika
perlu
5 Gangguan citra Gangguan citra Intervensi Promosi citra tubuh
tubuh berhungan tubuh (I.09305):
dengan berhubungan Observasi
tindakan/pengoba dengan efek 1) Identifikasi harapan citra tubuh
tan tindakan/pengob berdasarkan tahap perkembangan
atan (D.0083) 2) Identifikasi perubahan citra
Tujuan : Setelah tubuh yang mengakibatkan isolasi
dilakukan sosial
tindakan 3) Monitor frekuensi pernyataan
keperawatan kritik terhadap diri sendiri
diharapkan Terapeutik
persepsi tentang 1) Diskusikan perubahan tubuh dan
penampilan fungsinya
pasien dapat 2) Diskusikan perbedaan
meningkat. penampilan fisik terhadap harga diri
Kriteria Hasil : 3) Diskusikan cara mengembangkan
1) Verbalisasi harapan citra tubuh secara realistis
perasaan negatif 4) Diskusikan persepsi pasien dan
tentang keluarga tentang perubahan citra
perubahan tubuh tubuh
menurun Edukasi
2) Verbalisasi 1) Anjurkan mengungkapkan
kekhawatiran gambaran diri terhadap citra tubuh
pada penolakan 2) Latih fungsi tubuh yang dimiliki
atau reaksi 3) Latih peningkatan penampilan
orang lain diri
3)
Menyembunyik
an bagian tubuh
berlebihan
menurun
4) Respon
nonverbal pada
perubahan tubuh
membaik 5)
Hubungan sosial
membaik

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).
Komponen tahap implementasi :
a. Tindakan keperawatan mandiri
b. Tindakan keperawatan kolaboratif
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan.

5. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari
setiap tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan,
tindakan, dan evaluasi itu sendiri (Ali, 2009). Evaluasi adalah
membandingkan secara sistematik dan terencana tentang kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang
ada pada pasien, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan
melibatkan psien dan tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan
merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang
berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah
dilakukan tercapai (Dinarti & Yuli Muryanti, 2017). Evaluasi disusun
menggunakan SOAP yaitu (Suprajitno dalam Wardani, 2013):
S: Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif
oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O: Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif.
A: Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P: Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. S. A., Rafli, R., & Zeffira, L. (2019). Profil dan Kesintasan Penderita
Kanker Kolorektal di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Health & Medical Journal, 1(1),
45–49. https://doi.org/10.33854/heme.v1i1.218

Controversies, B., & Obstetrics, I. N. (2013). Prinsip Dasar Kemoterapi.

Dinar, dr. A. (2017). Telapak tangan dan kaki kebas setelah kemoterapi.

Dinarti & Yuli Muryanti. (2017). Bahan Ajar Keperawatan: Dokumentasi


Keperawatan. 1–172.

Firdaus, Y. (2017). Penatalaksanaan Pada Setiap Stadium Kanker Kolon.

Fitriatuzzakiyyah, Sinuraya, & Puspitasari. (2017). Cancer Therapy with Radiation:


The Basic Concept of Radiotherapy and Its Development in Indonesia. Indonesian
Journal of Clinical Pharmacy, 6(4), 311–320.
https://doi.org/10.15416/ijcp.2017.6.4.311

Ilham, R., Mohammad, S., & Yusuf, M. N. S. (2019). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Dengan Sikap Perawat Tentang Perawatan Paliatif. Jambura Nursing Journal, 1(2),
96–102.

Kemenkes RI. (2019a). Faktor Risiko Kanker. 21(1), 1–9.

Kemenkes RI. (2019b). Kategori Batas Ambang Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk
Indonesia. Retrieved from http://www.p2ptm.kemkes.go.id/infographic-
p2ptm/obesitas/tabel-batas-ambang-indeks-massa-tubuh-imt
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2015). Panduan Penatalaksanaan Kanker
kolorektal. Panduan Penatalaksanaan Kanker Kolorektal, 76.

Lubis, M. yamin, Abdullah, M., Hasan, I., & Suwarto, S. (2015). Probabilitas Temuan
Kanker Kolorektal pada Pasien Simtomatik Berdasarkan Unsur- Unsur ϔ ( APCS ).
2(2), 90–95.

National Cancer Institute. (2015). Kemoterapi dan Anda.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia. (2017). Standar Diagnosis. 103. Potter, &
Perry. (2011). Implementasi keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai