Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

CA COLON

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Kanker kolon merupakan kanker yang menyerang bagian usus besar, yakni bagian
akhir dari sistem pencernaan. Sebagian besar kasus kanker kolorektal dimulai dari
sebuah benjolan/polip kecil, dan kemudian membesar menjadi tumor (Yayasan
Kanker Indonesia, 2018). Kanker kolon adalah keganasan yang berasal dari jaringan
usus besar, terdiri dari kolon (bagian terpanjang dari usus besar) (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2015).
2. Etiologi
Sebagian orang memang memiliki risiko tinggi terkena kanker kolorektal.
Beberapa faktor risiko tersebut ada yang tidak bisa diubah, 15 seperti usia lebih dari
50 tahun, riwayat menderita polip, riwayat menderita infeksi usus besar (colitis
ulcerative atau penyakit Chron), dan memiliki anggota keluarga yang mempunyai
riwayat polip atau kanker usus besar. Faktor risiko lain adalah pola hidup yang tidak
sehat yang dapat meningkatkan risiko kanker kolorektal di usia muda dibawah 40
tahun. Salah satunya adalah mengonsumsi daging merah dan daging olahan secara
berlebihan. Oleh sebab itu, untuk mencegah timbulnya kanker kolorektal, batasi
makanan tinggi lemak termasuk daging merah. Merokok juga merupakan faktor
risiko terjadinya kanker kolorektal. Diperkirakan, satu dari lima kasus kanker usus
besar di Amerika Serikat dihubungkan dengan rokok. Merokok berhubungan dengan
kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan peningkatan risiko perubahan adenoma
menjadi kanker usus besar. Faktor risiko tinggi lain adalah pengonsumsian alkohol.
Usus mengubah alkohol menjadi asetildehida yang meningkatkan risiko kanker
kolorektal. Lebih baik konsumsi buah dan sayur yang mengandung probiotik, karena
kandungan seratnya akan mengikat sisa makanan dan membuat feses lebih berat
sehingga mudah dibuang (Kemenkes RI, 2019).
3. Manisfestasi Klinis
Manifestasi kanker kolon menurut (Yayasan Kanker Indonesia, 2018):
a. Perubahan pada pola buang air besar termasuk diare, atau konstipasi atau
perubahan pada lamanya saat buang air besar, dimana pola ini berlangsung selama
beberapa minggu hingga bulan. Kadang-kadang perubahan pola itu terjadi sebagai
perubahan bentuk dari feses atau kotoran dari hari ke hari (kadang- kadang keras,
lalu lunak, dan seterusnya)
b. Pendarahan pada buang air besar atau ditemukannya darah di feses, seringkali
hanya dapat dideteksi di laboratorium
c. Rasa tidak nyaman pada bagian abdomen atau perut seperti keram, gas atau rasa
sakit yang berulang d. Perasaan bahwa usus besar belum seluruhnya kosong
sesudah buang air besar
d. Rasa cepat lelah, lesu lemah atau letih
e. Turunnya berat badan secara drastis dan tidak dapat dijelaskan sebabnya
4. Klasifikasi
Klasifikasi ca colon menurut American Joint Committee on Cancer 2010 dalam
(Komite Penanggulangan Kanker Nasional, 2015) ,
a. Penilaian tumor primer (T) pada ca colon :
- TX :Tumor primer tidak dapat dinilai
- T0 :Tidak ada ditemukan tumor primer
- Tis Carsinoma in situ : intraepitelial atau invasi lamina propria
- T1 :Tumor invasi sub mukosa
- T2 : Tumor invasi muscularis propria
- T3 :Tumor invasi sepanjang muscularis propria hingga jaringan perikolorektal
T4a : Tumor penetrasi ke permukaan peritoneum visceral
- T4b : Tumor secara langsung menginvasi atau melengket ke organ lain
b. Penilaian metastasis jauh (M) pada ca colon
- M0 : Tidak ada metastasis jauh
- M1 : Metastasis jauh
- M1a : Metastasis terjadi pada satu organ atau sisi (hati, paru, ovarium, KGB
non regional)
- M1b : Metastasis terjadi pada >1 organ / sisi atau di peritoneum
5. Patofisiologi
Umumnya tumor kolorektal adalah adenokarsinoma yang berkembang dari polip
adenoma. Insidensi tumor dari kolon kanan meningkat, meskipun umumnya masih
terjadi di rektum dan kolon 16 sigmoid. Polip tumbuh dengan lambat, sebagian besar
tumbuh dalam waktu 5-10 tahun atau lebih untuk menjadi ganas. Ketika polip
membesar, polip membesar di dalam lumen dan mulai menginvasi dinding usus.
Tumor di usus kanan cenderung menjadi tebal dan besar, serta menyebabkan nekrosis
dan ulkus. Sedangkat tumor pada usus kiri bermula sebagai massa kecil yang
menyebabkan ulkus pada suplai darah (Black & Hawks, 2014).
Pada saat timbul gejala, penyakit mungkin sudah menyebar ke dalam lapisan lebih
dalam dari jaringan usus dan organ-organ yang berdekatan. Kanker kolorektal
menyebar dengan perluasan langsung ke sekeliling permukaan usus, submukosa, dan
dinding luar usus. Struktur yang berdekatan, seperti hepar, kurvatura mayor lambung,
duodenum, usus halus, pankreas, limpa, saluran genitourinary, dan dinding abdominal
juga dapat dikenai oleh perluasan. Metastasis ke kelenjar getah bening regional sering
berasal dari penyebaran tumor. Tanda ini tidak selalu terjadi, bisa saja kelenjar yang
jauh sudah dikenai namun kelenjar regional masih normal. Sel-sel kanker dari tumor
primer dapat juga menyebar melalui sistem limpatik atau sistem sirkulasi ke area
sekunder seperti hepar, paru-paru, otak, tulang, dan ginjal. “Penyemaian” dari tumor
ke area lain dari rongga peritoneal dapat terjadi bila tumor meluas melalui serosa atau
selama pemotongan pembedahan (Black & Hawks, 2014).
Sebagian besar tumor maligna (minimal 50%) terjadi pada area rektal dan 20–30
% terjadi di sigmoid dan kolon desending. Kanker kolorektal terutama
adenocarcinoma (muncul dari lapisan epitel usus) sebanyak 95%. Tumor pada kolon
asenden lebih banyak ditemukan daripada pada transversum (dua kali lebih banyak).
Tumor bowel maligna menyebar dengan cara (Black & Hawks, 2014):
a. Menyebar secara langsung pada daerah disekitar tumor secara langsung misalnya
ke abdomen dari kolon transversum. Penyebaran secara langsung juga dapat
mengenai bladder, ureter dan organ reproduksi.
b. Melalui saluran limfa dan hematogen biasanya ke hati, juga bisa mengenai paru-
paru, ginjal dan tulang.
c. Tertanam ke rongga abdomen.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan kanker kolorektal adalah
sebagai berikut (Sayuti & Nouva, 2018)
a. Pemeriksaan laboratorium klinis
Pemeriksaan laboratorium terhadap karsinoma kolorektal bisa untuk menegakkan
diagnosa maupun monitoring perkembangan atau kekambuhannya. Pemeriksaan
terhadap kanker ini antara lain pemeriksaan darah, Hb, elektrolit, dan
pemeriksaan tinja yang merupakan pemeriksaan rutin. Anemia dan hipokalemia
kemungkinan ditemukan oleh karena adanya perdarahan kecil. Perdarahan
tersembunyi dapat dilihat dari pemeriksaan tinja. Selain pemeriksaan rutin diatas,
dalam menegakkan diagnosa karsinoma kolorektal dilakukan juga skrining CEA
(Carcinoma Embrionic Antigen). Carcinoma Embrionic Antigen merupakan
pertanda serum terhadap adanya karsinoma kolon dan rektum. Carcinoma
Embrionic Antigen adalah sebuah glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel
yang masuk ke dalam peredaran darah, dan digunakan sebagai marker serologi
untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini
dan metastase ke hepar. Carcinoma Embrionic Antigen terlalu insensitif dan
nonspesifik untuk bisa digunakan sebagai skrining kanker kolorektal.
Meningkatnya nilai CEA serum, bagaimanapun berhubungan dengan beberapa
parameter. Tingginya nilai CEA berhubungan dengan tumor grade 1 dan 2,
stadium lanjut dari penyakit dan adanya metastase ke organ dalam. Meskipun
konsentrasi CEA serum merupakan faktor prognostik independen. Nilai CEA
serum baru dapat dikatakan bermakna pada monitoring berkelanjutan setelah
pembedahan.
b. Pemeriksaan laboratorium Patologi Anatomi
Pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi pada kanker kolorektal adalah
terhadap bahan yang berasal dari tindakan biopsi saat kolonoskopi maupun
reseksi usus. Hasil pemeriksaan ini adalah hasil histopatologi yang merupakan
diagnosa definitif. Dari pemeriksaan histopatologi inilah dapat diperoleh
karakteristik berbagai jenis kanker maupun karsinoma di kolorektal ini.
c. Radiologi
Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu foto polos abdomen atau
menggunakan kontras. Teknik yang sering digunakan adalah dengan memakai
double kontras barium enema, yang sensitifitasnya mencapai 90% dalam
mendeteksi polip yang berukuran >1 cm. Teknik ini jika digunakan bersama-sama
sigmoidoskopi, merupakan cara yang hemat biaya sebagai alternatif pengganti
kolonoskopi untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi kolonoskopi, atau
digunakan sebagai pemantauan jangka panjang pada pasien yang mempunyai
riwayat polip atau kanker yang telah di eksisi. Risiko perforasi dengan
menggunakan barium enema sangat rendah, yaitu sebesar 0,02 %. Jika terdapat
kemungkinan perforasi, maka sebuah kontras larut air harus digunakan daripada
barium enema. Computerised Tomography (CT) scan, Magnetic Resonance
Imaging (MRI), Endoscopic Ultrasound (EUS) merupakan bagian dari teknik
pencitraan yang digunakan untuk evaluasi, staging dan tindak lanjut pasien
dengan kanker kolon, tetapi teknik ini bukan merupakan skrining tes.
d. Kolonoskopi
Kolonoskopi dapat digunakan untuk menunjukan gambaran seluruh mukosa kolon
dan rektum. Prosedur kolonoskopi dilakukan saluran pencernaan dengan
menggunakan alat kolonoskopi, yaitu selang lentur berdiameter kurang lebih 1,5
cm dan dilengkapi dengan kamera. Kolonoskopi merupakan cara yang paling
akurat untuk dapat menunjukkan polip dengan ukuran kurang dari 1 cm dan
keakuratan dari pemeriksaan kolonoskopi sebesar 94%, lebih baik daripada
barium enema yang keakuratannya hanya sebesar 67%. Kolonoskopi juga dapat
digunakan untuk biopsi, polipektomi, mengontrol perdarahan dan dilatasi dari
striktur. Kolonoskopi merupakan prosedur yang sangat aman dimana komplikasi
utama (perdarahan, komplikasi anestesi dan perforasi) hanya muncul kurang dari
0,2% pada pasien. Kolonoskopi merupakan cara yang sangat berguna untuk
mendiagnosis dan manajemen dari inflammatory bowel disease, non akut
divertikulitis, sigmoid volvulus, gastrointestinal bleeding, megakolon non toksik,
striktur kolon dan neoplasma. Komplikasi lebih sering terjadi pada kolonoskopi
terapi daripada diagnostik kolonoskopi, perdarahan merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi terapeutik, sedangkan perforasi merupakan komplikasi utama
dari kolonoskopi diagnostik.
7. Penatalaksanaan
Prinsip tatalaksana kanker kolon pada tabel 2.5 adalah: (Komite Penanggulangan
Kanker Nasional, 2015)

Stadium terapi
Stadium 0 - Eksisi lokal atau polipektomi sederhana
(TisN0M0) - Reseksi en-bloc segmental untuk lesi yang tidak memenuhi
syarat eksisi lokal
Stadium I (T1- - Wide surgical resection dengan anastomosis tanpa kemoterapi
2N0M0) adjuvant
Stadium II - Terapi adjuvan setelah pembedahan pada
(T3N0M0, T4a- - Wide surgical resection dengan anastomosis pasien dengan
bN0M0) risiko tinggi
Stadium III (T - Terapi adjuvan setelah pembedahan
apapun N1-2 - Wide surgical resection dengan anastomosis
M0)
Stadium IV (T - Reseksi tumor primer pada kasus kanker kolorektal metastasis
apapun, N yang dapat direseksi
apapun, M1) - Kemoterapi sistemik pada kasus kanker kolorektal dengan
metastasis yang tidak dapat direseksi dan tanpa gejala

8. Komplikasi
Komplikasi awal yang dapat terjadi adalah sumbatan (obstruksi) saluran cerna.
Sumbatan tersebut tentu diakibatkan tumor yang memenuhi saluran usus. Adanya
sumbatan tersebut menyebabkan penderitanya mengalami konstipasi dan nyeri perut.
Selain obstruksi, tumor juga dapat menyebabkan usus mengalami kebocoran
(perforasi). Perforasi usus dapat menimbulkan gejala yang berat seperti nyeri perut
hebat, perut terlihat membesar dan tegang, muntah, serta infeksi berat. Tak berhenti di
situ, kanker usus juga dapat menimbulkan perdarahan. Hal tersebut dapat terjadi bila
tumor berada di sekitar rektum, salah satu bagian terakhir usus besar. Perdarahan
tumor dapat menyebabkan penderitanya kehilangan darah yang cukup banyak,
sehingga menimbulkan anemia (kekurangan sel darah merah). Komplikasi lain dari
kanker usus adalah penyebaran sel tumor ke organ yang lain. Proses yang disebut
metastasis ini lazim terjadi pada berbagai jenis kanker, terutama yang sifatnya ganas.
Organ tubuh yang paling sering menjadi sasaran metastasis sel kanker usus adalah
kelenjar getah bening, paru, dan selaput rongga perut. Metastasis dapat menimbulkan
gejala sesuai organ yang terkena, misalnya benjolan di sekitar leher, sesak napas, dan
nyeri perut serta perut yang semakin membesar (Timurtini, 2019).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian yang
dilaksanakan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat data dasar
tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan pasien. Pengkajian
yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis yang logis akan mengarah dan
mendukung pada identifikasi masalah-masalah pasien. Pengumpulan data dapat
diperoleh dari data subyektif melalui wawancara dan dari data obyektif melalui
observasi, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Dinarti & Yuli Muryanti,
2017)
a. Pengumpulan Data
1) Identitas pasien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
tempat tinggal
2) Riwayat penyakit sekarang : Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya
keluhan pada area abdomen terjadi pembesaran
3) Riwayat penyakit dahulu : Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita
pasien dengan timbulnya kanker kolon.
4) Riwayat penyakit keluarga : Adakah anggota keluarga yang mengalami
penyakit seperti yang dialami pasien, adakah anggota keluarga yang
mengalami penyakit kronis lainnya
5) Riwayat psikososial dan spiritual : Bagaimana hubungan pasien dengan
anggota keluarga yang lain dan lingkungan sekitar sebelum maupun saat sakit,
apakah pasien mengalami kecemasan, rasa sakit, karena penyakit yang
dideritanya, dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme untuk
menyelesaikan masalah yang dihadapinya
6) Riwayat bio- psiko- sosial- spiritual
a) Pola Nutrisi
Bagaimana kebiasaan makan, minum sehari- hari, jenis makanan apa saja
yang sering di konsumsi, makanan yang paling disukai, frekwensi
makanannya
b) Pola Eliminasi
Kebiasaan BAB, BAK, frekwensi, warna BAB, BAK, adakah keluar darah
atau tidak, keras, lembek, cair ?
c) Pola personal hygiene
Kebiasaan dalam pola hidup bersih, mandi, menggunakan sabun atau
tidak, menyikat gigi. 4) Pola istirahat dan tidur Kebiasaan istirahat tidur
berapa jam ? Kebiasaan – kebiasaan sebelum tidur apa saja yang
dilakukan?
d) Pola aktivitas dan latihan
Kegiatan sehari-hari, olaraga yang sering dilakukan, aktivitas diluar
kegiatan olaraga, misalnya mengurusi urusan adat di kampung dan
sekitarnya.
e) Kebiasaan yang mempengaruhi kesehatan
Kebiasaan merokok, mengkonsumsi minum-minuman keras,
ketergantungan dengan obat-obatan ( narkoba ).
f) Hubungan peran
Hubungan dengan keluarga harmonis, dengan tetangga, temanteman
sekitar lingkungan rumah, aktif dalam kegiatan adat ?
g) Pola persepsi dan konsep diri
Pandangan terhadap image diri pribadi, kecintaan terhadap keluarga,
kebersamaan dengan keluarga.
h) Pola nilai kepercayaan
Kepercayaan terhadapTuhan Yang Maha Esa, keyakinan terhadap agama
yang dianut, mengerjakan perintah agama yang di anut dan patuh terhadap
perintah dan larangan-Nya.
i) Pola reproduksi dan seksual
Hubungan dengan keluarga harmonis, bahagia, hubungan dengan keluarga
besarnya dan lingkungan sekitar.
7) Riwayat pengkajian nyeri
P : Provokatus paliatif: Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang biasa
memperberat dan mengurangi nyeri ?
Q : QuaLity-quantity: Bagaimana gejala dirasakan, sejauh mana gejala
dirasakan ?
R : Region – radiasi: Dimana gejala dirasakan dan apakah gejala yang
dirasakan menyebar?
S : Skala – severity: Berapa tingkat keparahan dirasakan?
T : Time: Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala dirasakan?
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher : Dengan tehnik inspeksi dan palpasi
2) Rambut dan kulit kepala : Pendarahan, pengelupasan, perlukaan, penekanan
3) Telinga : Perlukaan, darah, cairan, bau ?
4) Mata : Perlukaan, pembengkakan, replek pupil, kondisi kelopak mata, adanya
benda asing, skelera putih ?
5) Hidung : Perlukaan, darah, cairan, nafas cuping, kelainan anatomi akibat
trauma ?
6) Mulut : Benda asing, gigi, sianosis, kering ?
7) Bibir : Perlukaan, pendarahan, sianosis, kering ?
8) Rahang : Perlukaan, stabilitas ?
9) Leher : Bendungan vena, deviasi trakea, pembesaran kelenjar tiroid
c. Pemeriksaan dada
1) Inspeksi : Bentuk simetris kanan kiri, inspirasi dan ekspirasi pernapasan,
irama, gerakkan cuping hidung, terdengar suara napas tambahan.
2) Palpasi : Pergerakkan simetris kanan kiri, taktil premitus sama antara kanan
kiri dinding dada.
3) Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada batas
paru dan hepar.
4) Auskultasi : Terdengar adanya suara visikoler di kedua lapisan paru, suara
ronchi dan wheezing
d. Kardiovaskuler
1) Inspeksi: Bentuk dada simetris
2) Palpasi: Frekuensi nadi,
3) Parkusi: Suara pekak
4) Auskultasi: Irama regular, systole/ murmur
e. System pencernaan / abdomen
1) Inspeksi : Pada inspeksi perlu diperliatkan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tapi perut menonjol atau tidak, lembilikus menonjol atau tidak, apakah
ada benjolan benjolan / massa.
2) Palpasi : Adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa ( tumor, teses) turgor
kulit perut untuk mengetahui derajat bildrasi pasien, apakah tupar teraba,
apakah lien teraba?
3) Perkusi : Abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cair akan
menimbulkan suara pekak ( hepar, asites, vesika urinaria, tumor).
4) Auskultasi : Secara peristaltic usus dimana nilai normalnya 5- 35 kali
permenit.
f. Pemeriksaan extremitas atas dan bawah meliputi:
1) Warna dan suhu kulit
2) Perabaan nadi distal
3) Depornitas extremitas alus
4) Gerakan extremitas secara aktif dan pasif
5) Gerakan extremitas yang tak wajar adanya krapitasi
6) Derajat nyeri bagian yang cidera
7) Edema tidak ada, jari-jari lengkap dan utuh
8) Reflek patella
g. Pemeriksaan pelvis/genitalia
1) Kebersihan, pertumbuhan rambut
2) Kebersihan, pertumbuhan rambut pubis, terpasang kateter, terdapat lesi atau
tidak.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan
dengan pasien mengeluh nyeri , tampak meringis, bersikap protektif (waspada,
posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan
darah meningkat.
b. Nausea berhubungan dengan distensi lambung, iritasi lambung dibuktikan dengan
klien mengeluh mual dan ingin muntah, tidak berminat makan
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan dibuktikan dengan
berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, nafsu makan menurun,
otot menelan lemah
d. Konstipasi berhubungan dengan perubahan kebiasaan defekasi dibuktikan dengan
defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama dan sulit, feses
keras, peristaltik menurun
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi dibuktikan
dengan klien menanyakan masalah yang sedang dihadapi, menunjukkan perilaku
tidak sesuai anjuran
f. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan struktur / bentuk tubuh
dibuktikan dengan fungsi / struktur tubuh berubah, menyembunyikan /
menunjukan bagian tubuh secara berlebihan, mengungkapkan perasaan negatif
tentang perubahan tubuh
g. Berduka berhubungan dengan kematian anggota keluarga, antisipasi kematian
keluarga atau orang lain,kehilangan (pekerjaan ,objek, fungsi, bagian tubuh atau
hubungan social), antisipasi kehilangan (pekerjaan, objek fungsi,status, bagian
tubuh atau hubungan social ditandai dengan merasa sedih, merasa bersalah atau
menyalahkan orang lain, merasa tidak ada harapan , menangis, pola tidur berubah
dan tidak mampu berkonsentrasi
3. Intervensi Keperawatan

Paraf/
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
nama

1 Nyeri akut/kronis Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Menentukan pilihan
berhubungan dengan agen keperawatan selama … x 24 durasi, frekuensi, kualitas, intervensi yang diberikan
pencedera fisiologis jam maka tingkat nyeri intensitas nyeri, dan skala nyeri 2. Untuk mengetahui tingkat
dibuktikan dengan pasien menurun, dengan kriteria 2. Identifikasi respon nyeri non ketidaknyamanan
mengeluh nyeri , tampak hasil : verbal dirasakan oleh klien
meringis, bersikap - Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi factor yang 3. Untuk memilih metode
protektif (waspada, posisi - Meringis menurun memperberat dan memperingan untuk mengatasi atau
menghindari nyeri), - Gelisah menurun nyeri mengurangi nyeri
gelisah, frekuensi nadi - Kesulitan tidur 4. Identifikasi pengaruh nyeri pada 4. Untuk mengetahui
meningkat, sulit tidur, menurun kualitas hidup seberapa jauh pengaruh
tekanan darah meningkat. 5. Berikan teknik nonfarmakologis nyeri terhadap kualitas
untuk mengurangi rasa nyeri hidup
(mis. TENS, hypnosis, 5. Untuk mengalihkan
akupresur, terapi music, perhatian pasien dari rasa
biofeedback, terapi pijat, nyeri dan untuk
aromaterapi, teknik imajinasi mengurangi tingkat nyeri
terbimbing, kompres hangat / yang dirasakan klien.
dingin) 6. Lingkungan yang nyaman
6. Kontrol lingkungan yang dapat meringankan rasa
memperberat rasa nyeri (mis. nyeri
suhu ruangan, pencahayaan, 7. Untuk memberikan
kebisingan) pencegahan secara dini
7. Jelaskan penyebab, periode, dan agar rasa nyeri tidak
pemicu nyeri meningkat
8. Kolaborasi pemberian 8. Pemberian analgetik yang
analgetik, jika perlu tepat dapat mengurangi
nyeri dengan cepat
2 Nausea berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi pengalaman mual 1. Mengetahui riwayat
dengan distensi lambung, keperawatan selama ... x 24 2. Identifikasi faktor penyebab mual sebelumnya
iritasi lambung dibuktikan Jam maka tingkat nausea mual 2. Menghindari penyebab
dengan klien mengeluh menurun, dengan kriteria 3. Kendalikan faktor lingkungan mual
mual dan ingin muntah, hasil : penyebab mual 3. Lingkungan yang buruk
tidak berminat makan - Perasaan ingin muntah 4. Beri makanan dalam porsi seperti bau tidak sedap
menurun sedikit dan menarik dapat meningkatkan
- Perasaan asam di 5. Anjurkan istirahat dan tidur mual klien
lambung menurun yang cukup 4. Merangsang nafsu
6. Anjurkan sering membersihkan makan klien
mulut 5. Istirahat yang cukup
7. Kolaborasi dalam pemberian dapat membuat klien
antiemetik tenang
6. Kebersihan mulut dapat
menghindari penyebab
mual
7. Antiemetik dapat
diberikan untuk
mengatasi mual jika
diperlukan
3 Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk mengetahui status
dengan ketidakmampuan keperawatan selama ... x 24 2. Identifikasi alergi dan nutrisi pasien
menelan dibuktikan dengan Jam maka status nutrisi intoleransi makanan 2. Menghindari klien dari
berat badan menurun membaik, dengan kriteria 3. Identifikasi makanan yang makanan yang
minimal 10% dibawah hasil : disukai menyebabkan alergi
rentang ideal, nafsu makan - Porsi makanan yang 4. Monitor berat badan 3. Makanan yang disukai
menurun, otot menelan dihabiskan meningkat 5. Sajikan makanan secara dapat meningkatkan
lemah - Kekuatan otot menelan menarik dan suhu yang sesuai nafsu makan
meningkat 6. Berikan makanan tinggi kalori 4. Mengetahui terjadinya
- Verbalisasi keinginan dan tinggi protein peningkatan atau
untuk meningkatkan 7. Ajarkan diet yang penurunan berat badan
nutrisi meningkat diprogramkan 5. Untuk meningkatkan
- Pengetahuan tentang 8. Kolaborasi dalam pemberian nafsu makan
standar asupan nutrisi medikasi sebelum makan (mis. 6. Untuk mencukupi
yang tepat meningkat Analgetik, antiemetik) kebutuhan kalori dan
- Berat badan dan IMT 9. Kolaborasi dengan ahli gizi protein dalam tubuh
meningkat untuk menentukan jumlah 7. Agar mendapatkan berat
- Frekuensi dan nafsu kalori dan jenis nutrien yang badan ideal
makan meningkat dibutuhkan jika perlu 8. Untuk mencegah mual
muntah dan
meningkatkan nafsu
makan
9. Untuk mendapatkan diet
yang tepat
4 Konstipasi berhubungan Setelah dilakukan 1. Identifikasi tanda dan gejala 1. Menentukan tingkat
dengan perubahan intervensi konstipasi konstipasi yang diderita
kebiasaan defekasi keperawatan selama 2. Berikan air hangat setelah klien
dibuktikan dengan defekasi … x 24 jam maka makan 2. Air hangat membantu
kurang dari 2 kali eliminasi fekal 3. Jadwalkan waktu defekasi meningkatkan
seminggu, pengeluaran membaik, dengan bersama pasien kenyamanan klien
feses lama dan sulit, feses kriteria hasil : 4. Jelaskan jenis makanan yang 3. Jadwal defekasi yang
keras, peristaltik menurun - Kontrol pengeluaran membantu meningkatkan teratur dapat mengubah
feses membaik keteraturan peristaltik usus pola defekasi menjadi
- 5Keluhan defekasi 5. Anjurkan mengkonsumsi lebih baik
lama dan sulit menurun makanan yang tinggi serat 4. Makanan tertentu dapat
- Mengejan saat defekasi 6. Anjurkan meningkatkan meningkatkan
menurun aktivitas fisik sesuai toleransi keteraturan peristaltik
- Distensi abdomen 7. Kolaborasi pemberian obat usus sehingga membantu
menurun supositoria mengatasi konstipasi
- Konsistensi feses 5. Makanan tinggi serat
membaik membantu membuat
- Frekuensi BAB konsistensi feses menjadi
membaik lunak
- Peristaltik usus 6. Aktivitas fisik dapat
membaik meningkatkan peristaltik
atau pergerakan usus
7. Obat supositoria dapat
diberikan untuk
membantu pengeluaran
feses dengan cepat

5 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan 1. Identifikasi kesiapan dan 1. Menentukan status


berhubungan dengan intervensi kemampuan menerima kesiapan belajar klien
kurang terpapar informasi keperawatan selama informasi 2. Materi dan media
dibuktikan dengan klien … x …. jam maka 2. Sediakan materi dan media membantu klien
menanyakan masalah yang tingkat pengetahuan pendidikan kesehatan memahami penjelasan
sedang dihadapi, meningkat dengan 3. Jadwalkan pendidikan yang diberikan
menunjukkan perilaku kriteria hasil : kesehatan sesuai kesepakatan 3. Waktu belajar yang
tidak sesuai anjuran - Verbalisasi minat 4. Jelaskan pengertian, penyebab, terjadwal memungkinkan
dalam belajar tanda dan gejala, prognosis klien untuk lebih
- Persepsi yang keliru penyakit dengan bahasa yang memahami materi yang
terhadap masalah sederhana diberikan
menurun 5. Jelaskan kemungkinan 4. Meningkatkan
- Pertanyaan tentang timbulnya komplikasi pemahaman tentang
masalah yang dihadapi 6. Ajarkan cara meredakan atau penyakitnya
menurun mengatasi gejala yang timbul 5. Meningkatkan
- Perilaku sesuai dengan 7. Informasikan kondisi klien saat kewaspadaan klien
pengetahuan meningkat ini terhadap komplikasi
8. Jelaskan faktor risiko yang yang mungkin timbul
harus dihindari oleh klien 6. Meningkatkan
9. Berikan kesempatan kepada kenyamanan klien
klien untuk bertanya 7. Agar klien dapat
menerima kondisinya
saat ini
8. Meningkatkan
pengetahuan dan
kesadaran klien untuk
menghindari faktor risiko
penyakitnya
9. Agar mendapatkan
feedback sejauh mana
pemahaman klien
tentang materi atau
penjelasan yang
diberikan.

6 Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi harapan citra tubuh 1. Untuk mengenal tahapan
berhubungan dengan keperawatan selama …x 24 berdasarkan tahap perkembangan
perubahan struktur / bentuk jam maka citra tubuh perkembangan 2. Untuk menentukan
tubuh dibuktikan dengan meningkat dengan Kriteria 2. Identifikasi budaya, agama, seberapa beda respon
fungsi / struktur tubuh hasil : jenis kelamin, dan umur terkait terhadap citra tubuh dari
berubah, menyembunyikan - Verbalisasi perasaan citra tubuh masing- masing individu
/ menunjukan bagian tubuh negatif tentang 3. Identifikasi perubahan citra yang berbeda
secara berlebihan, perubahan tubuh tubuh yang mengakibatkan 3. Untuk mencegah
mengungkapkan perasaan menurun isolasi sosial terjadinya isolasi sosial
negatif tentang perubahan - Verbalisasi 4. Diskusikan perubahan tubuh 4. Untuk mengetahui fungsi
tubuh kekhawatiran pada terhadap fungsinya tubuh yang mengalami
penolakan / reaksi 5. Diskusikan perbedaan perubahan
orang lain menurun penampilan fisik terhadap harga 5. Untuk mengetahui
- Menyembunyikan diri perbedaan penampilan
bagian tubuh 6. Jelaskan kepada kelurga tentang fisik terhadap harga diri
berlebihan menurun perawatan citra tubuh 6. Agar keluarga ikut serta
- Respon nonverbal pada 7. Anjurkan mengungkapkan dalam perawatan citra
perubahan tubuh gambaran diri terhadap citra tubuh
membaik tubuh 7. Untuk meingkatkan rasa
8. Latih peningkatan penampilan percaya diri
diri 8. Untuk meningkatkan rasa
percaya diri

7 Berduka berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi kehilangan yang 1. Pengkajian data dasar
dengan kematian anggota keperawatan selama ….x 24 dihadapi yang akurat adalah
keluarga, antisipasi jam, diharapkan tingkat 2. Identifikasi proses berduka penting untuk
kematian keluarga atau berduka klien membaik yang dialami perencanaan keperawatan
orang lain,kehilangan dengan kriteria hasil: 3. Tunjukan sikap menerima dan yang efektif bagi klien
(pekerjaan ,objek, fungsi, - Verbalisasi harapan empati atau keluarga yang
bagian tubuh atau meningkat 4. Motivasi untuk menguatkan berduka
hubungan social), - Verbalisasi menerima dukungan keluarga atau orang 2. Rasa percaya merupakan
antisipasi kehilangan kehilangan meningkat terdekat dasar untuk suatu
(pekerjaan, objek - Verbalisasi perasaan 5. Fasilitasi melakukan kebiasaan kebutuhan yang
fungsi,status, bagian tubuh sedih menurun sesuai dengan budaya, agama terapeutik antara perawat
atau hubungan social - Verbalisasi perasaan dan norma sosial dan klien
ditandai dengan merasa bersalah atau 6. Ajarkan klien dan keluarga 3. Pengungkapan perasaan
sedih, merasa bersalah atau menyalahkan orang lain melewati proses berduka secara secara verbal dalam suatu
menyalahkan orang lain, menurun bertahap lingkungan yang tidak
merasa tidak ada harapan , - Menangis menurun 7. Kolaborasi dengan mengancam dapat
menangis, pola tidur - Konsentrasi membaik kerohaniawan sesuai dengan membantu klien atau
berubah dan tidak mampu agama yang dianu keluarga sampai kepada
berkonsentrasi hubungan dengan
persoalan yang belum
terpecahkan.
4. Dukungan dan motivas
keluarga menjadi salah
satu bagian untk bisa
menguatkan pasien
5. Memberikan kesempatan
bagi pasien melakukan
apapunn yang dia sukai
6. Memberikan
pengetahuan tentang
menghadapi proses
kehilangan agar klien dan
keluarga mampu
melewatinya
7. Untuk mencari
pencerahan atau
penguatan diri
4. Evaluasi Keperawatan
a. Dx 1 : Nyeri berkurang/terkontrol
b. Dx 2 : Mual pasien berkurang
c. Dx 3 : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
d. Dx 4 : Pengeluaran feses lancar
e. Dx 5 : Pengetahuan pasien meningkat
f. Dx 6 : Kepercayaan diri pasien meningkat
g. Dx 7 : Perasaan berduka menurun

Anda mungkin juga menyukai