Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN CA RECTI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Ca. Recti adalah keganasan jaringan epitel pada daerah rektum. Karsinoma
rekti merupakan keganasan visera yang sering terjadi yang biasanya berasal dari
kelenjar sekretorik lapisan mukosa sebagian besar kanker kolonrektal berawal
dari polip yang sudah ada sebelumnya. Karsinoma Rektum merupakan tumor
ganas yang berupa massa polipoid besar, yang tumbuh ke dalam lumen dan
dapat dengan cepat meluas ke sekitar usus sebagai cincin anular (Price and
Wilson, 2006).
2. Klasifikasi
The American Joint Committee on Cancer (AJCC) memperkenalkan TNM
staging system, yang menempatkan kanker menjadi satu dalam 4 stadium
(Stadium I-IV) antara lain :
a. Stadium 0
Pada stadium 0, kanker ditemukan hanya pada bagian paling dalam
rektum.yaitu pada mukosa saja. Disebut juga carcinoma in situ.
b. Stadium I
Pada stadium I, kanker telah menyebar menembus mukosa sampai lapisan
muskularis dan melibatkan bagian dalam dinding rektum tapi tidak
menyebar kebagian terluar dinding rektum ataupun keluar dari rectum,
disebut juga Dukes A rectal cancer.
c. Stadium II
Pada stadium II, Kanker telah menembus jaringan serosa dan menyebar
keluar dari dinding usus kolon/rektum dan ke jaringan sekitar tetapi belum
menyebar pada kelenjar getah bening, disebut juga Dukes B rectal cancer.
d. Stadium III
Pada stadium III, Kanker telah menyebar pada kelenjar getah bening
terdekat tetapi belum pada organ tubuh lainnya, disebut juga Dukes C rectal
cancer.
e. Stadium IV
Pada stadium IV, kanker telah menyebar kebagian lain tubuh seperti hati,
paru, atau ovarium, disebut juga Dukes D rectal cancer.

Stadium Deskripsi Kanker


Stadiu Deskripsi
m
T1 Massa polypoid Intraluminal; tidak ada penebalan pada dinding rectum
T2 Penebalan dinding rectum >6 mm; tidak ada perluasan ke perirectal
T3a Penebalan dinding rectum dan invasi ke otot dan organ yang berdekatan
T3b Penebalan dinding rectum dan invasi ke pelvic atau dinding abdominal
T4 Metastasis jauh, biasanya ke liver atau adrenal
(The American Joint Committee on Cancer 2006)
Stadium Modified Dukes (Stadium Deskripsi)
TNM Modifed
Stadium Dukes Deskripsi
Stadium
T1 N0 M0 A Tumor terbatas pada submucosa
T2 N0 M0 B1 Tumor terbatas pada muscularis propria
T3 N0 M0 B2 Penyebaran transmural
T2 N1 M0 C1 T2, pembesaran kelenjar mesenteric
T3 N1 M0 C2 T3, pembesaran kelenjar mesenteric
T4 C2 Penyebaran ke organ yang berdekatan
Any T M1 D Metastasis jauh
(The American Joint Committee on Cancer 2006)
Metode penahapan kanker yang digunakan adalah klasifikasi duke sebagai
berikut (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010):
Stadium TNM menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC)
Stadium T N M Duke
0 Tis N0 M0 -
I T1 N0 M0 A
T2 N0 M0
II A T3 N0 M0 B
II B T4 N0 M0
III A T1-T2 N1 M0 C
III B T3-T4 N1 M0
III C Any T N2 M0
IV Any T Any N M1 D
Keterangan:
T : Tumor primer
Tx : Tumor primer tidak  dapat di nilai
T0 : Tidak terbukti adanya tumor primer
Tis : Carcinoma in situ, terbatas pada intraepitelial atau terjadi invasi pada
lamina propria.
T1 : Tumor menyebar pada submucosa
T2 : Tumor menyebar pada muskularis propria
T3 : Tumor menyebar menembus muskularis propria ke dalam subserosa atau
ke dalam  jaringan sekitar kolon atau rektum tapi belum mengenai
peritoneal.
T4 : Tumor menyebar pada organ tubuh lainnya atau menimbulkan perforasi
peritoneum viseral.
N : Kelenjar getah bening regional/node
Nx : Penyebaran pada kelenjar getah bening tidak dapat di nilai.
N0 : Tidak ada penyebaran pada kelenjar getah bening
N1 : Telah terjadi metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional
N2 : Telah terjadi metastasis pada lebih dari 4 kelenjar getah bening
M : Metastasis
Mx : Metastasis tidak dapat di nilai
M0 : Tidak terdapat metastasis
M1 : Terdapat metastasis.

Pembagian derajat keganasan tumor berdasar kriteria yang dianjurkan WHO:


a. GradeI: Tumor berdifferensiasi baik, mengandung struktur glandular >95%.
b. Grade II: Tumor berdifferensiasi sedang, mengandung komponen glandular
50-95%.
c. Grade III: Tumor berdifferensiasi buruk, mengandung komponen glandular 5-
50%, adenokarsinoma musinosum dan signet ring cell carcinoma termasuk
dalam grade III.
d. Grade IV: Tumor tidak berdifferensiasi, kandungan komponen glandular <5%,
adenokarsinoma medular termasuk dalam grade IV.

3. Etiologi
Beberapa faktor risiko/faktor predisposisi terjadinya kanker rectum menurut
Smeltzer, Burke, Hinkle, dan Cheever (2010) sebagai berikut:
a. Diet rendah serat
Kebiasaan diet rendah serat adalah faktor penyebab utama, Bukitt (1971)
dalam Price & Wilson (2012) mengemukakan bahwa diet rendah serat dan
kaya karbohidrat refined mengakibatkan perubahan pada flora feses dan
perubahan degradasi garam-garam empedu atau hasil pemecahan protein
dan lemak, dimana sebagian dari zat-zat ini bersifat karsinogenik. Diet
rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat yang berpotensi
karsinogenik dalam feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu masa
transisi feses meningkat, akibat kontak zat yang berpotensi karsinogenik
dengan mukosa usus bertambah lama.
b. Lemak
Kelebihan lemak diyakini mengubah flora bakteri dan mengubah steroid
menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinogen.
c. Polip di usus (Colorectal polyps)
Polip adalah pertumbuhan pada dinding dalam kolon atau rektum, dan
sering terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas. Sebagian besar polip
bersifat jinak (bukan kanker), tapi beberapa polip (adenoma) dapat menjadi
kanker.
d. Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon
sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Resiko
perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena
kolitis dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif
kolitis.
e. Penyakit Crohn
Pasien dengan kondisi yang menyebabkan peradangan pada kolon
(misalnya colitis ulcerativa atau penyakit Crohn) selama bertahun-tahun
memiliki risiko yang lebih besar. Pasien yang menderita penyakit crohn’s
mempunyai risiko tinggi untuk menderita kanker kolorektal tetapi masih
kurang jika dibandingkan dengan ulseratif kolitis. Keseluruhan insiden dari
kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar 20%. Pasien dengan
striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari adenokarsinoma pada
tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat pada tempat
strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus
dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga
bahwa squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula
kronik pasien dengan crohn’s disease.
f. Riwayat Kanker
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat
kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga
terdekat yang mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan
untuk menderita kanker kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan
dengan seseorang yang tidak memiliki riwayat kanker kolorektal pada
keluarganya.

g. Faktor Gaya Hidup


Pria dan wanita yang merokok kurang dari 20 tahun mempunyai risiko tiga kali
untuk memiliki adenokarsinoma yang kecil, tapi tidak untuk yang besar.
Sedangkan merokok lebih dari 20 tahun berhubungan dengan risiko dua
setengah kali untuk menderita adenoma. Pada berbagai penelitian telah
menunjukkan hubungan antara aktifitas, obesitas dan asupan energi dengan
kanker kolorektal. The Nurses Health Study telah menunjukkan hubungan yang
berkebalikan antara aktifitas fisik dengan terjadinya adenoma, yang dapat
diartikan bahwa penurunan aktifitas fisik akan meningkatkan risiko terjadinya
adenoma.
h. Diet atau Pola Makan
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah serat
berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal.

4. Manifestasi Klinis
Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari
bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan
defekasi atau perdarahan rectal, (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010).
Gejala sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan fungsi segmen
usus tempat kanker berlokasi. Gejala yang paling menonjol adalah (Smeltzer,
Burke, Hinkle, & Cheever, 2010):

1. Perubahan kebiasaan defekasi.


2. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua.
3. Gejala anemi tanpa diketahui penyebabnya.
4. Anoreksia.
5. Penurunan berat badan tanpa alasan.
6. Keletihan.
7. Mual dan muntah-muntah.
8. Usus besar terasa tidak kososng seluruhnya setelah BAB.
9. Feses menjadi lebih sempit (seperti pita).
10. Perut sering terasa kembung atau keram perut.
11. Gejala yang dihubungkan dengan lesi rectal adalah: evakuasi feses yang
tidak lengkap setelah defekasi, konstipasi dan diare bergantian (umumnya
konstipasi), serta feses berdarah.
5. Patofisiologi
Kanker rectum dapat disebabkan karena polip pada usus, pada stadium awal
dapat diangkat dengan mudah. Tetapi seringkali pada stadium awal adenoma
tidak menapakan gejala apapun sehingga tidak terdetekasi dalam waktu yang
relative lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi kanker yang dapat
terjadi pada semua bagian usus besar. Faktor kebiasaan makan (tinggi
karbohidrat, rendah serat) Kelebihan lemak mengubah flora bakteri dan
mengubah steroid menjadi senyawa yang mempunyai sifat karsinoma. Bakteri
dapat mengubah asam empedu, yang dikeluarkan oleh tubuh untuk membantu
pencernaan lemak,menjadi suatu senyawa yang dapat memicu kanker. Faktor
genetik pembawa sel – sel kanker yang menyusup serta merusak jaringan
normal dan meluas kestruktur sekitarnya sehingga mengakibatkan pertumbuhan
(proliferasi) sel – sel yang mengandung DNA baru. Oleh karena pertumbuhan
sel – sel yang tidak terkontrol sehingga mengakibatkan DNA mengalami
kerusakan. DNA yang sudah mengalami kerusakan bergabung dengan DNA
yang normal yang membentuk RNA baru. Terbentuknya RNA abnormal
mengakibatkan munculnya sel – sel ganas (kanker rectum). Ketika telah
menjadi kanker rectum maka tubuh berespon dengan pelepasan protein reseptor
yang mana protein reseptor tersebut akan merangsang saraf pada sistem saraf
pusat yang menyebabkan munculnya sensasi nyeri. Kanker rectum juga
menyebabkan sel – sel point di hipotalamus yang mana hipotalamus akan
berespon dengan stimulus peningkatan suhu tubuh sehingga pasien mengalami
hipertermia. pertumbuhan kanker pada rectum mengakibatkan penyempitan
jalannya feses menuju ke anus dan tidak seimbangnya penyerapan air pada
feses diusus sehingga munculnya konstipasi maupun diare. Kanker rectum juga
dapat menyebabkan penyerapan sari – sari makanan pada usus mengalami
gangguan control syaraf yang mengatur penyerapan sari – sari makanan pada
ileum sehingga kebutuhan ATP tidak terpenuhi yang berdampak pada perasaan
keletihan pada penderita ca rectum. Sel kanker dapat terlepas dari tumor primer
dan menyebar ke bagaian tubuh yang lain (paling sering ke hati).
Penatalaksanaan pasien kanker rectum adalah dengan tindakan anastomosis
(pengangkatan kanker) dan pembuatan kolostomi sementara. Pembedahan
mengakibatkan terjadinya perubahan pola istirahat pasien.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Ada beberapa tes pada daerah rektum dan kolon untuk mendeteksi kanker
rektal, diantaranya ialah :
1. Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan CEA (Carcinoma Embrionik
Antigen) dan Uji faecal occult blood test (FOBT) untuk melihat perdarahan
di jaringan.
2. Digital rectal examination (DRE) dapat digunakan sebagai pemeriksaan
skrining awal. Kurang lebih 75 % karsinoma rektum dapat dipalpasi pada
pemeriksaan rektal, pemeriksaan digital akan mengenali tumor yang terletak
sekitar 10 cm dari rektum, tumor akan teraba keras dan menggaung.

Ada 2 gambaran khas dari pemeriksaan colok dubur, yaitu indurasi dan adanya
suatu penonjolan tepi, dapat berupa :
a. Suatu pertumbuhan awal yang teraba sebagai indurasi seperti cakram yaitu
suatu plateau kecil dengan permukaan yang licin dan berbatas tegas.
b. Suatu pertumbuhan tonjolan yang rapuh, biasanya lebih lunak, tetapi
umumnya mempunyai beberapa daerah indurasi dan ulserasi.
c. Suatu bentuk khas dari ulkus maligna dengan tepi noduler yang menonjol
dengan suatu kubah yang dalam (bentuk ini paling sering).
d. Suatu bentuk karsinoma anular yang teraba sebagai pertumbuhan bentuk
cincin.
3. Barium Enema
Yaitu Cairan yang mengandung barium dimasukkan melalui rektum
kemudian dilakukan seri foto x-rays pada traktus gastrointestinal bawah.
Sering digunakan untuk deteksi atau konfirmasi ada tidaknya dan lokasi
tumor. Bila medium kontras seperti barium dimasukkan kedalam usus
bagian bawah, kanker tampak sebagai massa mengisi lumen usus,
konstriksi, atau gangguan pengisian. Dinding usus terfiksir oleh tumor, dan
pola mukosa normal hilang. Meskipun pemeriksaan ini berguna untuk
tumor kolon, sinar-X tidak nyata dalam mendeteksi rektum
4. Sigmoidoscopy
Yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat sigmoidoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel
jaringan dapat diambil untuk biopsi.
5. Colonoscopy
Yaitu sebuah prosedur untuk melihat bagian dalam rektum dan sigmoid
apakah terdapat polip kanker atau kelainan lainnya. Alat colonoscope
dimasukkan melalui rektum sampai kolon sigmoid, polip atau sampel
jaringan dapat diambil untuk biopsi.
6. Biopsi
Tindakan pengambilan sel atau jaringan abnormal dan dilakukan
pemeriksaan di bawah mikroskop untuk mengidentifikasi matastase dan
menilai reseklabilitas. Jika ditemukan tumor dari salah satu pemeriksaan
diatas, biopsi harus dilakukan. Secara patologi anatomi, adenocarcinoma
merupakan jenis yang paling sering yaitu sekitar 90 sampai 95% dari kanker
usus besar. Jenis lainnya ialah karsinoma sel skuamosa, carcinoid tumors,
adenosquamous carcinomas, dan undifferentiated tumors
7. X -ray dada untuk deteksi metastase tumor ke paru-paru
8. CT (computed tomography) scan, magnetic resonance imaging (MRI), atau
pemeriksaan ultrasonic dapat digunakan untuk mengkaji apakah sudah
mengenai organ lain melalui perluasan langsung atau dari metastase tumor.
9. Pemeriksaan kimia darah alkaline phosphatase dan kadar bilirubin dapat
meninggi, indikasi telah mengenai hepar. Test laboratorium lainnya
meliputi serum protein, kalsium, dan kreatinin.
7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan merupakan terapi yang paling lazim digunakan terutama untuk
stadium I dan II kanker rektal, bahkan pada pasien suspek dalam stadium III
juga dilakukan pembedahan. Meskipun begitu, karena kemajuan ilmu dalam
metode penentuan stadium kanker, banyak pasien kanker rektal
dilakukan pre-surgical treatment dengan radiasi dan kemoterapi.
Penggunaan kemoterapi sebelum pembedahan dikenal sebagai neoadjuvant
chemotherapy, dan pada kanker rektal, neoadjuvant
chemotherapy digunakan terutama pada stadium II dan III. Pada pasien
lainnya yang hanya dilakukan pembedahan, meskipun sebagian besar
jaringan kanker sudah diangkat saat operasi, beberapa pasien masih
membutuhkan kemoterapi atau radiasi setelah pembedahan untuk
membunuh sel kanker yang tertinggal (Anderson, 2006). Tipe pembedahan
tergantung pada lokasi dan ukuran tumor. Prosedur pembedahan pilihan
adalah sebagai berikut (Smeltzer, Burke, Hinkle, & Cheever, 2010):

b. Reseksi segmental dengan anastomosis (pengangkatan tumor dan porsi usus


pada sisi pertumbuhan pembuluh darah, dan nodus limfatik)
c. Reseksi abdominoperineal/ miles dengan kolostomi sigmoid permanen
(pengangkatan tumor dan prosi sigmoid dan semua rectum serta sfingkter
anal)
d. Kolostomi sementara diikuti reanastomosis reseksi segmental dan
anastomisis serta reanastomosis lanjut dari kolostomi (memungkinkan
dekompresi usus awal dan persiapan usus sebelum reseksi)
e. Kolostomi permanen atau ileostomi (untuk menyembuhkan lesi obstruksi
yang tidak dapat direseksi).
f. Sebelum pembedahan, dilakukan radioterapi untuk mencegah sel maligna
bermetastasis dan mengurangi ukuran tumor serta membuatnya lebih mudah
direseksi. Intervensi lokal terhadap tumor setelah pembedahan adalah
implantasi isotop (radium, cesium, dan kobalt) ke dalam area tumor dan
elektrokoagulasi.
2. Kemoterapi
Kemoterapi bertujuan untuk menurunkan metastasis dan mengontrol
manifestasi. Adjuvant chemotherapy (menangani pasien yang tidak terbukti
memiliki penyakit residual tapi beresiko tinggi mengalami kekambuhan),
dipertimbangkan pada pasien dengan tumor yang menembus sangat dalam atau
tumor lokal yang bergerombol (stadium II lanjut dan stadium III).Terapi
standarnya ialah dengan fluorouracil, (5-FU) dikombinasikan dengan
leucovorin dalam jangka waktu enam sampai dua belas bulan. 5-FU merupakan
anti metabolit dan leucovorin memperbaiki respon. Agen lainnya, levamisole
untuk meningkatkan sistem imun dan dapat menjadi substitusi bagi leucovorin.
a. 5 hari Fu (Flouro-Uracil 13,5mg/kg BB/hari).
b. 5 Fu dan Ca Folinat.
3. Radioterapi
Pada Ca stadium II dan III lanjut, radiasi dapat mengecilkan ukuran tumor
sebelum dilakukan pembedahan. Radioterapi dapat menjadi terapi tambahan
untuk pembedahan pada kasus tumor lokal yang sudah diangkat melaui
pembedahan, dan untuk penanganan kasus metastasis jauh tertentu. Terutama
ketika digunakan dalam kombinasi dengan kemoterapi, radiasi yang digunakan
setelah pembedahan menunjukkan telah menurunkan risiko kekambuhan lokal
di pelvis sebesar 46% dan angka kematian sebesar 29%. Pada penanganan
metastasis jauh, radiasi telah berguna mengurangi efek lokal dari metastasis
tersebut, misalnya pada otak. Radioterapi umumnya digunakan sebagai terapi
paliatif pada pasien yang memiliki tumor lokal yang unresectable.

8. Komplikasi
Komplikasi karsinoma rektum menurut Schrock (2001) adalah:
a. Obstruksi usus parsial
b. Obstruksi usus adalah penyumbatan parsial atau lengkap dari usus yang
menyebabkan kegagalan dari isi usus untuk melewati usus.
c. Perforasi atau perlobangan
d. Perdarahan
e. Syok
Syok merupakan keadaan gagalnya sirkulasi darah secara tiba-tiba akibat
gangguan peredaran darah atau hilangnya cairan tubuh secara berlebihan. 
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, penanggung jawab dll
b. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
1) Riwayat diet yang hanya mengkonsumsi makanan karbohidrat
tinggi, lemak dan rendah serat
2) Riwayat menderita kelainan pada colon kolitis ulseratif (polip
kolon).
b) Riwayat kesehatan sekarang
1) Klien mengeluh BAB berdarah dan berlendir.
2) Klien mengeluh tidak BAB tidak ada flahis.
3) Klien mengeluh perutnya terasa sakit (nyeri).
4) Klien mengeluh mual, muntah.
5) Klien mengeluh tidak puas setelah BAB.
6) Klien mengeluh BAB kecil.
7) Klien mengeluh berat badannya turun.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat keluarga dengan Ca. colon/recti.

c. Sirkulasi
a) Takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan
nyeri), kemerahan, ekimosis, hipotesis.
b) Respirasi
Sarak nafas, batuk, ronchi, expansi paru yang terbatas
c) GIT
Anoreksia, mual, muntah, penurunan bising usus, kembung, nyeri
abdomen, perut tegang, nyeri tekan pada kuaran kiri bawah.
d. Eliminasi
BAB berlendir dan berdarah, BAB tidak ada flatur tidak ada, BAB kecil
seperti feses kambing, rasa tidak puas setelah BAB, perubahan pola
BAB/konstiasi/hemoroid, perdarahan peranal, BAB ; oliguria.
e. Aktifitas/istirahat
Kelemahan, keleahan, insomnia, gelisah dan ansietas

f. Pengkajian menurut Gordon


a) Persepsi terhadap kesehatan dan manajemen kesehatan
- Apa pasien ada riwayat merokok, minum alcohol?
- Apa pasien ada pemeriksaan kesehatan rutin?
- Pendapat pasien tentang keadaan kesehatannya saat ini
- Persepsi pasien tentang berat ringannya penyakit.
- Persepsi tentang tingkat kesembuhan.
b) Pola aktivitas
- Rutinitas mandi (kapan, bagaimana, dimana, sabun yang
digunakan?)
- Kebersihan sehari-hari (pakaian dll)
- Aktivitas sehari-hari (jenis pekerjaan, lamanya, dll)
- Kemampuan perawatan diri
c) Pola istirahat dan tidur
- Pola istirahat dan tidur
- Waktu tidur, lama, kualitas (sering terbangun)
- Insomnia, somnambulism?
d) Pola nutrisi metabolik
- Pola kebiasaan makan
- Makanan yang disukai dan tidak disukai
- Adakah suplemen yang dikonsumsi
- umlah makan, minum yang masuk
- Adakah nyeri telan
- Fluktuasi BB 6 bulan terakhir naik / turun
- Diet khusus / makanan pantangan, nafsu makan, mual muntah,
kesulitan menelan
e) Pola eliminasi
- Kebiasaan BAB (frekuensi, kesulitan, ada/tidak darah, penggunaan
obat pencahar)
- Kebiasaan BAK (frekuensi, bau, warna, kesulitan BAK : disuria,
nokturia, inkontinensia)
f) Pola kognitif dan perceptual
- Nyeri (kualitas, intensitas, durasi, skala nyeri, cara mengurangi
nyeri)
- Fungsi panca indra (penglihatan, pendengaran, pengecapan,
penghidu, perasa ), menggunakan alat bantu ?
- Kemampuan bicara
- Kemampuan membaca
g) Pola konsep diri
- Bagaimana klien memandang dirinya
- Hal-hal apa yang disukai klien mengenai dirinya?
- Apakah klien dapat mengidentifikasi kekuatan antara kelemahan
yang ada pada dirinya?
- Hal-hal apa yang dapat dilakukan klien secara baik?
h) Pola koping
- Masalah utama selama masuk RS (keuangan, dll)
- Kehilangan/perubahan yang terjadi sebelumnya
- Takut terhadap kekerasan
- Pandangan terhadap masa depan
- Koping mekanisme yang digunakan saat terjadinya masalah
i) Pola seksual-reproduksi
- Apakah ada kesukaran dalam berhubungan seksual
- Apakah penyakit sekarang mengganggu fungsi seksual
j) Pola peran berhubungan
- Peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
- Apakah klien punya teman dekat
- Siapa yang dipercaya untuk membantu klien jika ada kesulitan
- Apakah klien ikut dalam kegiatan masyarakat? Bagaimana
keterlibatan klien?

k) Pola nilai dan kepercayaan


- Apakah klien menganut suatu agama?
- Menurut agama klien bagaimana hubungan manusia dengan
penciptan-Nya?
- Dalam keadaan sakit apakah klien mengalami hambatan dalam
ibadah?

g. Pemeriksaan fisik
a) Kepala
- Bentuk dan ukuran kepala, pertumbuhan rambut, kulit kepala
- Mata (fungsi penglihatan, pupil, refleks, sklera, konjungtiva,
kebersihan, penggunaan alat bantu)
- Telinga (fungsi pendengaran, bentuk, kebersihan, sekret, nyeri
telinga).
- Hidung (fungsi penghidu, keadaan lubang hidung, sekret, nyeri
sinus, polip)
- Mulut (kemampuan bicara, keadaan bibir, selaput mukosa, warna
lidah, keadaan gigi, bau nafas, dahak).

b) Leher
Bentuk, gerakan, peningkatan JVP, pembesaran tyroid, kelenjar getah
bening, tonsil, nyeri waktu menelan.
c) Dada : paru dan jantung
Paru:
- Inspeksi : Bentuk dada, kelainan bentuk dada, retraksi dada, jenis
pernafasan, pergerakan, keadaan kulit dada, kecepatan, kedalaman.
- Palpasi : kesimetrisan ekspansi dada saat bernafas, nyeri tekan,
massa, taktil fremitus
- Perkusi : bunyi paru
- Auskultasi : suara paru
Jantung:
- Inspeksi : pulsasi aorta, ictus cordis
- Palpasi : point of maxsimum impuls, pulsasi aorta
- Perkusi : batas jantung d. Auskultasi : bunyi jantung ( S1, S2, mur-
mur)
Payudara : Kesimetrisan, luka, hiperpigmentasi, pengeluaran, massa dll.
d) Abdomen
- Inspeksi : bentuk, warna kulit, jejas, ostomi dll
- Auskultasi : frekuensi peristaltik usus
- Perkusi : adanya udara, cairan, organ,
- Palpasi : adanya massa, kekenyalan, ukuran organ, nyeri tekan
e) Genetalia
Terpasang alat bantu, kelainan genetalia, kebersihan.
f) Anus dan Rektum
Pembesaran vena/hemorroid, atresia ani, peradangan, tumor.
g) Ektremitas Atas :kelengkapan anggota gerak, kelainan jari : sindaktili,
polidaktili, tonus otot, kesimetrisan gerak, kekuatan otot, koordinasi,
pergerakan sendi bahu, siku, pergelangan tangan, jari-jari, terpasang infus
h) Bawah :kelengkapan anggota gerak, adanya edema perifer, kekuatan otot,
bentuk kaki, varices, kekuatan ott, koordinasi, pergerakan panggul, lutut,
pergelangan kaki dan jari-jari.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut/kronis berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan
dengan pasien mengeluh nyeri , tampak meringis, bersikap protektif
(waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat,
sulit tidur, tekanan darah meningkat.
b. Nausea berhubungan dengan distensi lambung, iritasi lambung dibuktikan
dengan klien mengeluh mual dan ingin muntah, tidak berminat makan
c. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan dibuktikan
dengan berat badan menurun minimal 10% dibawah rentang ideal, nafsu
makan menurun, otot menelan lemah
d. Konstipasi berhubungan dengan perubahan kebiasaan defekasi dibuktikan
dengan defekasi kurang dari 2 kali seminggu, pengeluaran feses lama dan
sulit, feses keras, peristaltik menurun
e. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
dibuktikan dengan klien menanyakan masalah yang sedang dihadapi,
menunjukkan perilaku tidak sesuai anjuran
f. Berduka berhubungan dengan kematian anggota keluarga, antisipasi
kematian keluarga atau orang lain,kehilangan (pekerjaan ,objek, fungsi,
bagian tubuh atau hubungan social), antisipasi kehilangan (pekerjaan, objek
fungsi,status, bagian tubuh atau hubungan social ditandai dengan merasa
sedih, merasa bersalah atau menyalahkan orang lain, merasa tidak ada
harapan , menangis, pola tidur berubah dan tidak mampu berkonsentrasi
No Diagnose Tujuan dan kriteria hasil Rencana Tindakan Keperawatan Rasional
keperawatan
3. Intervensi Keperawatan

1 Nyeri akut/kronis Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri
berhubungan dengan keperawatan selama … x 24 durasi, frekuensi, kualitas, klien
agen pencedera jam maka tingkat nyeri intensitas nyeri, dan skala nyeri 2. Untuk mengetahui tingkat
fisiologis dibuktikan menurun, dengan kriteria 2. Identifikasi respon nyeri non ketidaknyamanan dirasakan oleh
dengan pasien hasil : verbal klien
mengeluh nyeri , 3. Identifikasi factor yang 3. Untuk memilih metode untuk
- Keluhan nyeri menurun
tampak meringis, memperberat dan memperingan mengatasi atau mengurangi nyeri
- Meringis menurun
bersikap protektif nyeri 4. Untuk mengetahui seberapa jauh
- Gelisah menurun
(waspada, posisi 4. Identifikasi pengaruh nyeri pada pengaruh nyeri terhadap kualitas
- Kesulitan tidur menurun
menghindari nyeri), kualitas hidup hidup
gelisah, frekuensi nadi 5. Berikan teknik nonfarmakologis 5. Untuk mengalihkan perhatian
meningkat, sulit tidur, untuk mengurangi rasa nyeri pasien dari rasa nyeri dan untuk
tekanan darah (mis. TENS, hypnosis, akupresur, mengurangi tingkat nyeri yang
meningkat. terapi music, biofeedback, terapi dirasakan klien.
pijat, aromaterapi, teknik 6. Lingkungan yang nyaman dapat
imajinasi terbimbing, kompres meringankan rasa nyeri
hangat / dingin) 7. Untuk memberikan pencegahan
6. Kontrol lingkungan yang secara dini agar rasa nyeri tidak
memperberat rasa nyeri (mis. meningkat
Suhu ruangan, pencahayaan, 8. Pemberian analgetik yang tepat
kebisingan) dapat mengurangi nyeri dengan
7. Jelaskan penyebab, periode, dan cepat
pemicu nyeri
8. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2 Nausea berhubungan Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi pengalaman mual 1. Mengetahui riwayat mual
dengan distensi keperawatan selama ... x 24 2. Identifikasi faktor penyebab mual sebelumnya
lambung, iritasi Jam maka tingkat nausea 3. Kendalikan faktor lingkungan 2. Menghindari penyebab mual
lambung dibuktikan menurun, dengan kriteria penyebab mual 3. Lingkungan yang buruk seperti
dengan klien hasil : 4. Beri makanan dalam porsi sedikit bau tidak sedap dapat
mengeluh mual dan dan menarik meningkatkan mual klien
- Perasaan ingin muntah
ingin muntah, tidak 5. Anjurkan istirahat dan tidur yang 4. Merangsang nafsu makan klien
menurun
berminat makan cukup 5. Istirahat yang cukup dapat
- Perasaan asam di lambung
6. Anjurkan sering membersihkan membuat klien tenang
menurun
3. Evaluasi Keperawatan
a. Dx 1 : Nyeri berkurang/terkontrl
b. Dx 2 : Mual pasien teratasi
c. Dx 3 : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
d. Dx 4 : Pengeluaran feses lancar
e. Dx 5 : Pengetahuan pasien meningkat
f. Dx 6 : Perasaan berduka/bersedih menurun

Anda mungkin juga menyukai