a. Secara anatomi
Rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal dengan
panjang sekitar 12-13 cm (Sloane, 2004).
b. Secara fungsional dan endoskopik
Rektum dibagi menjadi bagian ampula dan sfingter. Bagian sfingter disebut
juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh muskulus levator ani dan fasia coli
dari fasia supra-ani. Sfingter analinternal otot polos (involunter) dan sfingter
anal eksternal otot rangka (volunter) mengitari anus (Sloane, 2004).
c. Bagian ampula terbentang dari sakrum ke-3 ke difragma pelvis pada insersi
muskulus levator ani. Pada orang dewasa dinding rektum mempunyai 4 lapisan
yaitu mukosa, submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal), dan lapisan
serosa. Mukosa saluran anal tersusun dari kolumna rektal (anal), yaitu lipatan-
lipatan vertikal yang masing-masing berisi arteri dan vena (Sloane, 2004).
8. Komplikasi
Menurut Komite Penanggulangan Kanker Nasional, Kemenkes RI, komplikasi
kanker rektum adalah:
a. Obtruksi/penyumbatan akibat strangulasi, perforasi, pneumatosis intestinal
b. Infeksi
c. Retraksi stoma/mengkerut
d. Prolaps pada stoma
e. Perdarahan
9. Pemeriksaan Penunjang
Berbagai macam skrining untuk kanker kolorektal, antara lain (Willy, 2018):
a. Pemeriksaan tinja, meliputi:
1) Fecal Occult Blood Test (FOBT) atau tes darah samar. Tes ini bertujuan
untuk mengetahui apakah ada darah yang tak terlihat pada feses melalui
mikroskop. FOBT disarankan untuk dilakukan sekali dalam setahun. Tes ini
terdiri dari 2 jenis, yaitu:
2) FIT-DNA test, yaitu tes FIT yang digabungkan dengan tes untuk mendeteksi
perubahan DNA pada feses. Pemeriksaan ini dilakukan tiap 1-3 tahun sekali.
b. Sigmoidoskopi
Prosedur ini memasukkan selang tipis yang dilengkapi lampu dan kamera
(sigmoidoskop) dari anus ke bagian bawah kolon, untuk melihat apakah terdapat
polip atau kanker. Alat ini juga dilengkapi instrumen untuk membuang polip
atau mengambil sampel jaringan guna diperiksa di mikroskop (biopsi). Tes ini
dilakukan tiap 5-10 tahun sekali, disertai tes FIT tiap tahun.
c. Kolonoskopi
Kadar CEA yang tinggi dalam darah dapat menjadi tanda bahwa seseorang
menderita kanker kolorektal. hitung darah lengkap, yaitu penghitungan jumlah
sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), hemoglobin, dan trombosit
(platelet), juga diperlukan untuk menilai kesehatan pasien secara keseluruhan.
10. Penatalaksanaan
Menurut dr. Tjin Willy (2018), penatalaksanaan kanker rektum adalah sebagai
berikut:
a. Prosedur operasi
Operasi merupakan penanganan utama untuk kanker kolorektal.
Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1. Dilakukan reseksi, yaitu memotong bagian kolon atau rektum yang
ditumbuhi kanker.
2. Dilakukan pengangkatan jaringan dan kelenjar getah bening di sekitar
bagian yang terkena kanker.
3. Dilakukan anastomosis, yaitu penyatuan masing-masing ujung
saluran cerna yang sudah dipotong dengan cara dijahit.
Pada kasus kanker di mana bagian yang sehat hanya tersisa sedikit,
anastomosis akan sangat sulit dilakukan. Kondisi ini biasanya ditangani dengan
kolostomi, yaitu pembuatan lubang (stoma) di dinding perut yang dinamakan
kolostomi.
b. Ablasi radiofrekuensi
Terapi ini menggunakan gelombang radio untuk memanaskan dan
menghancurkan sel kanker. Ablasi radiofrekuensi bisa dilakukan dengan
memasukkan elektroda ke dalam kulit dengan didahului pemberian bius lokal.
Bisa juga dengan memasukkan elektroda melalui sayatan di perut, didahului
pemberian bius umum di rumah sakit.
c. Cryosurgery
Cryosurgery adalah prosedur untuk membekukan dan menghancurkan sel
kanker menggunakan nitrogen cair.
d. Kemoterapi dan Radioterapi
Kemoterapi dan radioterapi adalah terapi yang betujuan membunuh sel
kanker dan menghentikan perkembangbiakannya. Kemoterapi bisa diberikan
dalam bentuk obat tablet (misalnya capecitabine) atau bentuk suntik (5-
fluorouracil, irinotecan, oxaliplatin).
Sedangkan radioterapi adalah terapi yang menggunakan radiasi
berkekuatan tinggi. Radioterapi bisa diberikan secara eksternal dengan
menggunakan sinar radiasi, atau secara internal dengan memasukkan kateter
atau kawat yang mengandung radiasi ke dalam area tubuh yang terserang
kanker.
Keduanya juga digunakan sebagai terapi sebelum atau setelah operasi.
Bila dilakukan sebelum operasi, maka tujuannya adalah untuk menyusutkan
tumor agar lebih mudah diangkat. Sedangkan kemoterapi atau radioterapi setelah
operasi bertujuan untuk membunuh sisa-sisa sel kanker yang telah menyebar
dari lokasi utama kanker.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Aktual
1) Nyeri kronis b.d. infiltrasi (penyebaran) tumor
2) Nyeri akut b.d. agens cidera biologis (neoplasma)
3) Mual b.d tumor terlokaliasai, program pengobatan
4) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. kurang asupan
makan (mual)
5) Konstipasi b.d. tumor rectal
6) Gangguan rasa nyaman b.d. gejala terkait penyakit
b. Risiko
1) Risiko infeksi b.d. prosedur infasif
2) Risiko intoleran aktivitas b.d. fisik kurang bugar
3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri kronis b.d. infiltrasi (penyebaran) tumor
-
2) Intervensi dan Rasional
No. Intervensi Rasional
1. (0450) Manajemen Konstipasi 1) Untuk memudahkan
1) Instruksikan penggunaan feses keluar saat kondisi
laksatif dengan cara yang tepat rektum mulai
menyempit karena
tumor
DAFTAR PUSTAKA
Dixon MF. Sistem pencernaan. Dalam: Underwood, J C E: Patologi umum dan sistematik
edisi 2. Jakarta: EGC, 1994; 463-4
Irawan, E. (2013). Pengaruh perawatan paliatif terhadap pasien kanker stadium akhir
(literature review). Jurnal Keperawatan BSI, 1(1).
Rama D. Kanker usus besar. Dalam: mengenal seluk-beluk kanker. Yogyakarta: Katahati,
2007; 133-47.