Oleh :
RYAN EKO PURNOMO SIDDIK
1611400034
2. END TO SITE : vena distal diikat lalu dipotong.arteri dibebaskan lalu ditegel – diklem
dengan sateensky – dibelah – vena dipotong – disambung dengan arteri yang dibelah
3. SITE TO SITE : Vena disayat berlubang, arteri juga disayat berlubang lalu di sambung
1.3. Etiologi
Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak
nefron ginjal. Sebagian besar merupakan penyakit parenkim ginjal difus dan
bilateral.
1. Infeksi, misalnya Pielonefritis kronik.
2. Penyakit peradangan, misalnya Glomerulonefritis.
3. Penyakit vaskuler hipertensif, misalnya Nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna,
stenosis arteri renalis.
4. Gangguan jaringan penyambung, seperti lupus eritematosus sistemik (SLE), poli
arteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misalnya Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubuler
ginjal.
6. Penyakit metabolik, seperti DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.
7. Nefropati toksik, misalnya Penyalahgunaan analgetik, nefropati timbale.
1.4. Klasifikasi
1. Gagal ginjal kronik / Cronoic Renal Failure (CRF) dibagi 3 stadium :
a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal
b. Stadium II : Insufisiensi ginjal
Kadar kreatinin serum meningkat, Nokturia dan poliuri (karena kegagalan
pemekatan)
Ada 3 derajat insufisiensi ginjal:
1) Ringan
40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal
2) Sedang
15% - 40% fungsi ginjal normal
3) Kondisi berat
2% - 20% fungsi ginjal normal
c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia
Kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat, ginjal sudah tidak dapat menjaga
homeostasis cairan dan elektrolit, air kemih/ urin isoosmotis dengan plasma,
dengan BJ 1,010
2. KDOQI (Kidney Disease Outcome Quality Initiative) merekomendasikan pembagian
CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG (Laju Filtrasi Glomerolus) :
a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG
yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2)
b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60 -89
mL/menit/1,73 m2)
c. Stadium 3 : kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m 2)
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m 2)
e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15 mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal
terminal.
1.5. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK adalah untuk mempertahankan
fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta mencegah
atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2001; Rubenstain dkk, 2007).
Terapi konservatif tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat
progres dari penyakit ini karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal
baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
1.8. Deskripsi
Pembuatan AV shunt merupakan tindakan bedah yang dilakukan untuk
mempermudah akses hemodialisa dengan tujuan meningkatkan aliran vena sehingga
dapat dilakukan kanulasi aliran darah ke mesin hemodialisa dengan kecepatan sekitar
200 cc/menit, 3 kali seminggu. Pada dasarnya akses ini harus dipersiapkan sebelum
pasien menjalani hemodialisa sehingga hasil dari AV shunt ini baik, disamping
mempermudah pemilihan arteri dan vena yang sesuai. Syarat AV shunt:
1. Memudahkan akses berulang ke sirkulasi
2. Aliran darah dapat ditutup secara cepat dengan relatif mudah.
3. Tahan lama dalam pemakaian dengan sedikit intervensi.
4. Bebas dari komplikasi mayor.
5. Tahan terhadap infeksi.
Operasi AV shunt yang dilakukan merupakan implementasi dari panduan
Dialisis Outcomes Quality Initiative (DOQI) pada manajemen penatalaksanaan akses
vaskular tahun 1997. Melibatkan berbagai disiplin ilmu antara lain ahli nefrologi,
ahli bedah, dan ahli radiologi intervensi.
Operasi AV shunt dilakukan secara side to side anastomosis atau side to end
anastomosis atau end to end anastomosis antara arteri radialis dan vena cephalica
pada lengan non dominan terlebih dahulu. Operasi dilakukan pada lokasi paling
distal sehingga memungkinkan dilakukan operasi lebih proksimal jika gagal. Dapat
dilakukan pada ekstremitas bawah jika operasi gagal atau tidak dapat dilakukan pada
ekstremitas atas.
2. Teknik operasi
Teknik operasi pada AV shunt meliputi:
a. Pasien terlentang dengan lengan di atas meja operasi.
b. Dinilai keadaan arteri radialis dan vena sefalika, kemungkinan sklerosis,
trombosis, flebitis dan kondisi lokal seperti infeksi kulit.
c. Asepsis dan antisepsis meliputi proksimal lengan sampai jari-jari.
d. Anestesi lokal pada daerah operasi 3 jari proksimal cubiti.
e. Insisi pada radius distal, 3 jari proksimal cubiti transversal, melalui daerah arteri
dan vena, menembus kutis dan subkutis secara tajam dan tumpul.
f. Dilakukan eksplorasi mencari vena dibebaskan dan ditegel proksimal dan distal.
Potong bagian tengah, bagian proximal dimasukkan NGT no. 6 untuk spooling
dengan larutan heparin. Setelah diyakini lancar, vena disimpul sementara dengan
NGT spooling tetap didalam vena. Vena distal di ligasi dengan zeide 3/0.
g. Arteri radialis dikenali, dibebaskan dari jaringan sekitar dan ditegel proksimal
dan distal. Setelah arteri dibebaskan, lakukan klem dengan statinski, berikan
handmess dan mess no. 11 pada operator untuk incisi arteri sebelum dilakukan
penyambungan dengan vena
h. Dilakukan anastomosis end vena ke side arteri, membentuk sudut 30 derajat.
Jahitan continue dengan prolene 7.0. Setelah siap disimpul, tegel vena ditarik
perlahan, tegel simpul arteri dilepaskan agar udara keluar, aliran arteri akan
lancar keluar dan simpul diikat. Dicari kebocoran yang ada, di tekan dengan
kassa kering.
i. Bila kebocoran tidak berhenti dan besar, dicari simpul yang longgar dan
dieratkan dan dijahit tambahan.
j. Dievaluasi adanya thrill pada vena.
k. Luka operasi dibersihkan.
l. Luka operasi ditutup lapis demi lapis.
5. Mortalitas
Angka kematian setelah tindakan AV shunt 0%. Kematian umumnya
dikarenakan penyakit penyebabnya yaitu End Stage Renal Disease.
Diagnosa I
Diagnosa I
Resiko kekurangan cairan b/d perdarahan dan ketidakseimbangan input dan
output cairan
Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria evaluasi :
1. Mempertahankan keseimbangan cairan , adekuat yang dibuktikan dengan
tanda vital stabil, nadi perifer normal, turgor kulit baik dan membran
mukosa lembab.
2. Selama intraoperatif tidak terjadi gangguan hemo dinamik akibat
perdarahan serius
Implementasi Rasional
Kolaborasi dengan Membandingkan keluaran actual dan yang
anastesi :mengawasi diantisipasi membantu dalam evaluasi stastis
pemasukan dan pengeluaran atau kerusakan ginjal
cairan
Diagnosa II
Risiko cedera intraoperatif berhubungan dengan pengaturan posisi bedah,
prosedur invasif bedah
Tujuan : risiko cedera intra operatif sekunder pengaturan posisi bedah, prosedur
invasif bedah tidak terjadi
Kriteria Evaluasi :
1. Pascaoperatif tidak ditemukan cedera tekan dan cedera listrik.
2. Perhitungan kassa, deppers dan instrumen sesuai dengan jumlah yang
dikeluarkan.
3. Tidak ditemukan adanya kram otot.
Implementasi Rasional
Mengkaji ulang identitas pasien. 1. Perawat ruang operasi memeriksa
kembali identitas pasien: melihat
kembali lembar persetujuan tindakan,
riwayat kesehatan, hasil pemeriksaan
fisik, dan berbagai hasil pemeriksaan;
dan memeriksa kembali rencana
perawatan praoperatif yang berkaitan
dengan rencana perawatan intraoperatif.
Diagnosa III
Risiko infeksi intraoperatif berhubungan adanya port de entree prosedur bedah,
penurunan imunitas efek anestesi
DO : Ada luka insisi pada tangan
Tujuan :
optimalisasi tindakan asepsis dapat dilaksanakan selama prosedur intrabedah
Kriteria Evaluasi :
1. Area operasi dan peralatan tetap dalam keadaan steril.
Implementasi Rasional
Mengkaji ulang identitas 1. Perawat ruang operasi memeriksa
pasien dan pemeriksaan kembali riwayat kesehatan, hasil
diagnostic pemeriksaan fisik, dan berbagai hasil
pemeriksaan. Pastikan bahwa alat
protese dan barang berharga telah
dilepas
2. Riwayat kesehatan yang mempunyai
risiko penurunan imunitas seperti pasien
yang memiliki riwayat hipertensi dan
diabetes melitus
3. Hasil pemeriksaan darah albumin untuk
menentukan aktivitas agen-agen obat
dan pertumbuhan jaringan luka
4. Berbagai protase yang masih belum
dilepas akan memberikan akses pajanan
yang mengontaminasi area steril
Menyiapkan sarana scrub Sarana scrub, meliputi tempat cuci tangan
(cuci tangan bedah) atau wastafel khusus cuci tangan bedah,
cairan antiseptik cuci tangan pada
tempatnya, sikat khusus cuci tangan bedah
yang tidak menyebabkan goresan, handuk
tangan steril, gaun yang terdiri dari gaun
kedap air atau skoret, bisa terbuat dari
plastic atau oscar dan baju bedah steril, duk
penutup, dan duk berlubang dalam kondisi
lengkap dan sikap pakai .
Menyiapkan instrumen Manajemen instrumen dari perawat scrub
sesuai jenis pembedahan sebelum pembedahan disesuaikan dengan jenis
pembedahan. Sebagai antisipasi apabila
diperlukan instrumen tambahan, perawat
mempersiapkan alat cadangan dalam suatu
tromol steril yang akan memudahkan
pengambilan apabila diperlukan tambahan alat
instrumen
Melakukan manajemen Manajemen asepsis selalu berhubungan dengan
asepsis prabedah pembedahan dan perawatan perioperatif.
Asepsis prabedah meliputi tekhnik aseptik atau
pelaksanaan scrubbing cuci tangan (lihat
kembali bab manajemen asepsis)
Melakukan manajemen 1. Manajemen asepsis dilakukan untuk
asepsis intraoperasi menghindari kontak dengan zona steril (lihat
kembali manajemen asepsis) meliputi
pemakaian baju bedah, pemakaian sarung
tangan, persiapan kulit, pemasangan duk,
penyerahan alat yang diperlukan petugas
scrub dengan perawat sirkulasi
2. Manajemen asepsis intraoperasi merupakan
tanggung jawab perawat instrumen dengan
mempertahankan integritas lapangan steril
selama pembedahan, dan bertanggung jawab
untuk mengkomunikasikan kepda tim bedah
setiap pelanggaran teknik aseptik atau
kontaminasi yang terjadi selama pembedahan
Menjaga kesterilan alat yang Alat – alat yang terjaga kesterilannya dapat
digunakan operasi menurunkan infeksi luka operasi.
Melakukan teknik handling Teknik handling yang benar dapat
instrumen dengan benar mempersingkat waktu operasi sehingga area
operasi tidak terpapar udara terlalu lama
sehingga dapat menurunkan kejadian infeksi.
Melakukan kolaborasi Antibiotik bisa menekan pertumbuhan bakteri.
dengan dokter dalam
pemberian antibiotik post
operasi
Evaluasi 1. Tidak terjadi infeksi
2. Penyembuhan luka operasi baik
Diagnosa II
Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak, kerusakan neuromuskular
pasca bedah.
Tujuan : dalam waktu 1 jam nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria Evaluasi :
TTV dalam batas normal.
Rasa nyeri berkurang dan pasien terlihat lebih tenang.
Implementasi Rasional
mengkaji kemampuan Banyak faktor fisiologi (motivasi, afektif,
kontrol nyeri pasien kognitif, dan emosional) yang dapat
mempengaruhi persepsi nyeri.
Mengkaji persiapan Persiapan praoperatif yang diterima oleh pasien
pengelolaan nyeri praoperatif (termasuk informasi tentang apa yang
diperkirakan dan dukungan psikologis) adalah
faktor yang signifikan dalam menurunkan
ansietas dan nyeri yang dialami dalam periode
pascaoperatif.
Mengkaji skala nyeri Skala nyeri pascaoperatif tergantung pada
persepsi fisiologis dan psikologis individu,
toleransi yang ditimbulkan untuk nyeri, letak
insisi. Sifat prosedur, dan kedalaman trauma
bedah.
Melakukan manajemen nyeri Istirahat secara fisiologis akan menurunkan
keperawatan. kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk
Mengistirahatkan pasien memenuhi kebutuhan metabolisme basal.
Mengajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga menurunkan
pernapasan dalam saat nyeri nyeri sekunder dari iskemia spina.
muncul
Mengajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
pada saat nyeri menurunkan stimulasi internal.
Memanajemen lingkungan Lingkungan tenang akan menurunkan stimulasi
lingkungan harus tenang, nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung
batasi pengunjung dan akan memebantu meningkatkan kondisi O2
istirahatkan pasien ruangan yang akan berkurang apabila banyak
pengunjung yang berada di ruangan. Istirahat
akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan
perifer.
Melakukan manajemen Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa
sentuhan sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan membantu
suplai darah dan oksigen ke area nyeri.
Meningakatan pengetahuan Pengetahuan membantu mengurangi nyerinya
tentang penyebab nyeri dan dan mengembangkan kepatuhan pasien
menghubungkan berapa lama terhadap rencana terupetik.
nyeri akan berlangsung
Kolaborasi dengan dokter Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga
untuk pemberian analgesik. akan berkurang.
Evaluasi 1. Rasa nyeri berkurang
2. Pasien tenang