Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN


GANGGUAN PERNAPASAN (BRONKIOLITIS)

A. Pengertian
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran
nafas kecil (bronkiolus) yang terjadi pada anak < 2 tahun dengan insidens
tertinggi pada usia sekitar 2-6 bulan dengan penyebab tersering respiratory
sincytial virus (RSV), diikuti dengan parainfluenzae dan adenovirus. Penyakit
ditandai oleh sindrom klinik yaitu, napas cepat, retraksi dada dan wheezing.
Bronkiolitis adalah infeksi akut pada saluran napas kecil atau bronkiolus
yang pada umumnya disebabkan oleh virus, sehingga menyebabkan gejala–
gejala obstruksi bronkiolus. Bronkiolitis ditandai oleh batuk, pilek, panas,
wheezing pada saat ekspirasi, takipnea, retraksi, dan air trapping/hiperaerasi
paru pada foto dada.
Bronkiolitis adalah suatu inflamasi infeksi virus bronkhiolus yang
menyebabkan obstruksi akut jalan nafas dan penurunan pertukaran gas alveoli.
Penyakit ini umumnya disebabkan oleh Respiratory Syncytial Virus (RSV),
biasanya terjadi pada anak usia 2 sampai 12 bulan, terutama musim dingin dan
awal musim semi.
Bronkiolitis merupakan infeksi virus akut dengan efek maksimal pada tingkat
bronkiolus. Infeksi terutama terjadi pada musim dingin dan musim panas, jarang
terjadi pada anak-anak yang berusia lebih dari 2 tahun. RSV berperan atas
sedikitnya setengah dari hospitalisasi anak karena bronkiolitis. Adenovirus dan
parainfluenza dapat juga menyebabkan bronkiolitis akut. Infeksi dimulai pada
akhir musim gugur, mencapai puncaknya di musim dingin , dan menurun
dimusim panas. Penyakit ini mudah menyebar melalui tangan ke mata hidung
atau membran mukosa lainnya.

B. Penyebab
Respiratory Syncytial Virus (RSV) adalah agen yang paling sering yang
ditemukan dalam isoolasi sebanyak 75% pada anak-anak krang dari 2 tahun
yang menderita bronkiolitis dan dirawat dirumah sakit. Penyebab lain yang
menyebabkan bronkiolitis termasuk didalamnya adalah virus influenza tipe 1
dan 3, influenza B, para influenza tipe 2, adenovirus tipe 1,2,5 dan mycoplasma
yang paling sering pada anak-anak usia sekolah. Terdapat pembuktian bahwa
kompleks imunologis yang memainkan peranan penting dari patogenesis dari
bronkiolotis dengan RSV. Reaksi alergi tipe 1 dimediasi oleh antibodi Ig E hal
ini dapat dihitung untuk signifikasi dari bronkiolitis. Bayi yang meminum ASI
dengan colusterum tinggi yang didalamnya terdapat Ig A tampaknya lebih
relaktif terproteksi dari bronkiolitis.

C. Tanda dan Gejala


Mula-mula bayi menderita gejala ISPA atas ringan berupa pilek yang encer
dan bersin. Gejala ini berlangsung beberapa hari, kadang-kadang disertai demam
dan nafsu makan berkurang. Kemudian timbul distres nafas yang ditandai oleh
batuk paroksismal, wheezing, sesak napas. Bayi-bayi akan menjadi rewel,
muntah serta sulit makan dan minum. Bronkiolitis biasanya terjadi setelah
kontak dengan orang dewasa atau anak besar yang menderita infeksi saluran
nafas atas yang ringan. Bayi mengalami demam ringan atau tidak demam sama
sekali dan bahkan ada yang mengalami hipotermi.
Terjadi distres nafas dengan frekuensi nafas lebih dari 60 kali per menit,
kadang-kadang disertai sianosis, nadi juga biasanya meningkat. Terdapat nafas
cuping hidung, penggunaan otot bantu pernafasan dan retraksi.

D. Patofisiologi
Mikroorganisme masuk melalui droplet akan mengadakan kolonisasi dan
replikasi di mukosa bronkioli terutama pada terminal bronkiolus sehingga akan
terjadi kerusakan/nekrosis sel-sel bersilia pada bronkioli. Respon imun tubuh
yang terjadi ditandai dengan proliferasi limfosit, sel plasma dan makrofag.
Akibat dari proses tersebut akan terjadi edema sub mukosa, kongesti serta
penumpukan debris dan mukus (plugging), sehingga akan terjadi penyempitan
lumen bronkioli. Penyempitan ini mempunyai distribusi tersebar dengan derajat
yang bervariasi (total/sebagian). Gambaran yang  terjadi adalah atelektasis yang
tersebar dan distensi yang berlebihan (hyperaerated) sehingga dapat terjadi
gangguan pertukaran gas serius, gangguan ventilasi/perfusi  dengan akibat akan
terjadi hipoksemia (PaO2 turun) dan hiperkapnea (PaCO2 meningkat). Kondisi
yang berat dapat terjadi gagal nafas.
Mukosa bronkiolus membengkak,dan lumina terisi mucus dan eksudat ;
dinding bronkus dan bronkiolus terinfiltrasi dengan sel-sel inflamasi ; dan
biasanya terjadi pneumonitis interstisial peribronkiolus. Berbagai tingkat
obstruksi yang di hasilkan dalam jalan nafas akibat perubahan ini menyebabkan
hiperventilasi ,emfisema obstruktif yang terjadi akibat obstruksi parsial , dan
sebagian dari area atelektaksis. Dilatasi saluran bronkus pada saat inspirasi
memberikan cukup ruang untuk asupan udara, tetapi penyempitan pada saat
ekspirasi mencegah udara keluar paru. Oleh karena itu , udara terperangkap
dibagian distal dari obstruksi dan menyebabkan pemompaan berlebihan yang
progresif ( emfisema ).
Mikroorganisme masuk melalui droplet

Kolonisasi dan replikasi dimukosa bronkiolus

Nekrosis sel-sel

Ploriferasi limfosit, sel plasma, dan makrofag

Edema mukosa→sel goblet memproduksi mukus

Peningkatan Iritasi mukosa Penyempitan lumen


akumulasi sekret bronkus bronkiolus

Batuk produktif, Sesak Penyebaran bakteri/virus Atelektasis


napas, Penuruunan keseluruh tubuh,
kemampuan batuk efektif bakterimia/viremia Gangguan
ventilasi/perfusi
Ketidakefektifan Peningkatan laju
bersihan jalan napas metabolisme umum, intake
hipoksemia
nutrisi tidak adekuat, tubuh
makin kurus, ketergantungan
aktivitas sehari-hari, Gangguan pertukaran
kurangnya pemenuhan gas
istirhat dan tidur, kecemasan,
pemenuhan informasi

 Hipertermi
 Perubahan pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
 Gangguan pemenuhan
ADL
 Kecemasan
 Ketidaktahuan/pemen
uhan informasi
E. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan darah tepi tidak khas. Pada pemeriksaan foto dada AP dan
lateral dapat terlihat gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan diameter
anteroposterior membesar pada foto lateral serta dapat terlihat bercak
konsolidasi yang tersebar. Analisis gas darah dapat menunjukan hiperkarbia
sebagai tanda air trapping, asidosis respiratorik atau metabolik. Bila tersedia,
pemeriksaan deteksi cepat dengan antigen RSV dapat dikerjakan.
Bronkiolitis dimulai dengan ISPA dengan rabas masal serosa yang dapat
disertai dengan demam ringan. Otitis media dan konjungtivitis juga dapat
terjadi. Anak secara bertahap mengalami peningkatan gawat nafas dengan
takipnea, batuk paroksismal, iritabilitas, mengi , retraksi, bronki kasar, dispnea,
dan bunyi nafas hilang. Radiografi dada menunjukkan hiperareasi dan area-are
konsolidasi yang sulit dibedakan dengan pneumonia bakteri.
Apnea dapat menjadi indicator infeksi RSV yang pertama kali terlihat pada
bayi. Penyakit yang berat dapat diikuti dengan peningkatan tekanan
karbondioksida (PaCO2) arteri (hiperkapnia) yang menyebabkan asidosis
respiratorik dan hipoksemia. Identifikasi RSV positif dipastikan dengan uji
enzyme-linked immunosorbent assay ( ELISA) atau immunoflourescent
antibody (IFA) akibat aspirasi langsung dari sekresi nasal atau pembilasan
nasofaringeal.

F. Penatalaksanaan medis
Tata laksana bronkiolitis yang dianjurkan adalah :
1. Pemberian oksigenasi; dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor
dengan pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan
ventilasi mekanik.
2. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan cairan
parenteral). Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status
hidrasi.
3. Koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.
4. Antibiotik dapat diberikan pada keadan umum yang kurang baik, curiga
infeksi sekunder (pneumonia) atau pada penyakit yang berat.
5. Kortikosteroid : deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan dengan 0,5
mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis.
6. Dapat diberikan nebulasi β agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari)
diencerkan dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.

Bronkiolitis ditangani secara simptomatik dengan kelembapan tinggi ,


asupan cairan yang adekuat , dan istirahat. Sebagian besar anak bronkiolitis
dapat dirawat di rumah. Hospitalisasi biasanya dianjurkan untuk anak-anak yang
menderita kondisi yang menyebabkan komplikasi, seperti penyakit paru atau
jantung, atau menderita keadaan yang melemahkan; jika kemampuan pemberi
perawatan diragukan;atau jika anak mengalami takipnea, retraksi berat, tampak
lemah, atau memiliki riwayat asupan cairan yang buruk. Terapi uap biasanya
dikombinasikan dengan oksigen menggunakan hood atau tenda dalam
konsentrasi yang cukup untuk menghilangkan dispnea dan hipoksia, yang
setelah pemberian terapi uap sendiri dapat dilanjutkan untuk mengatasi dispnea
ringan. Pemberian cairan melalui mulut dapat dikontraindikasikan karena
adanya takipnea, kelemahan dan keletihan; oleh karena itu akan lebih baik jika
cairan IV diberikan sampai krisis akut dari penyakit ini terlewati.
Pengkajian klinis , pemantauan oksigen noninvasive dan nilai gas darah
dapat mengarahkan terapi yang di berikan. Terapi medis untuk bronkiolitis
masih controversial. Bronkodilator, kortikosteroid, supresan batuk dan antibiotic
tidak terbukti efektif untuk mengatasi penyakit tanpa komplikasi dan tidak
dianjurkan untuk digunakan secara rutin. Kortikosteroid , teofilin dan furosemid
telah digunakan untuk intubasi dan ventilasi bayi dan anak-anak.
RIBAVIRIN  , sejenis agens anti virus , dapat di gunakan untuk infeksi rsv.
Obat ini berbentuk aerosol; diberikan melalui generator aerosol partikel kecil
(SPAG : SmallParticle Aerosol Generator ) ; dan dapat diberikan dengan
menggunakan hood , tenda oksigen , masker, atau selang ventilator. Akan
tetapi , penggunaan obat ini masih controversial. Karena adanya pertimbangan
biaya , manfaat, keamanan, dan efektivitas klinis yang bervariasi, American
Academi Of Pediatrics (2000) menganjurkan penggunaan ribavirin
dipertimbangkan berdasarkan kasus demi kasus.
G. Komplikasi
1. Atelektasis (akut)
2. Apnea (akut)
3. Keletihan pernapasan atau gagal napas (akut)
4. Infeksi paru kambuhan (jangka panjang)

H. Masalah keperawatan dan Data yang perlu dikaji


Keluhan utama pada klien bronkiolitis meliputi batuk kering dan produktif
dengan sputum purulen, demam dengan suhu tubuh dapat mencapai > 40o C
dans esak nafas.
1. Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit saat ini pada klien dengan bronkiolitis bervariasi
tingkat keparahan dan lamanya. Bermula dari gejala batuk-batuk saja, hingga
penyakit akut dengan manifestasi klinis yang berat. Sebagai tanda-tanda
terjadinya toksemia klien dengan bronkiolitis sering mengeluh malaise,
demam, badan terasa lemah, banyak berkeringat, takikardia, takipnea.
Sebagai tanda terjadinya iritasi, keluhan yang di dapatkan terdiri atas batuk,
ekspektorasi atau peningkatan produksi secret dan rasa sakit di bawah
sternum. Penting ditanyakan oleh perawat mengenai obat-obat yang telah
atau biasa yang di minum klien untuk mengurangi keluhannya dan mengkaji
kembali apakah obat-obat tersebut masih relevan  untuk dipakai kembali.
2. Riwayat penyakit terdahulu
Pada pengkajian riwayat kesehatan terdahulu sering kali mengeluh
pernah mengalami infeksi saluran pernafasan bagian atas dan adanya riwayat
alergi pada pernafasan atas. Perawat harus memperhatikan dan mencatat
baik-baik.
3. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pada pengkajian psikologis klien dengan bronkiolitis di dapatkan klien
sering mengalami kecemasan sesuai dengan keluhan yang dialaminya.
Dimana adanya keluhan batuk, sesak nafas dan demam merupakan stressor
penting yang membuat klien cemas. Perawat perlu memberikan dukungan
moral dan memfasilitasi pemenuhan informasi untuk pemenuhan informasi
mengenai prognosis penyakit dari klien.
Kaji keluhan klien dan keluarga tentang pengobatan yang diberikan
(nama, cara kerja, frekuensi, efek samping, dan tanda-tanda terjadinya
kelebihan dosis). Pengobatan non farmakologi (nonmedicinal interventions)
seperti olahraga secara teratur serta mencegah kontak dengan allergen atau
iritan (jika diketahui penyebab alergi), system pendukung (support system),
kemauan dan tingkat pengetahuan keluarga.
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan bronkiolitis
biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh >40oC, frekuensi nfas
meningkat dari frekuensi nafas normal, nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernafasan, serta biasanya
tidak ada masalah dengan tekanan darah.
a. B1 (Breathing)
Inspeksi: Klien biasanya mengalami peningkatan usaha dan frekuensi
pernafasan , biasanya menggunakan otot bantu pernafasan
Palpasi: Taktil prenitus biasanya normal .
Perkusi: Hasil pengkajian perkusi menunjukkan adanya bunyi resonan
pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Jika abses terisi penuh dengan cairan pus akibat drainase yang
buruk, maka suara nafas melemah. Jika bronkus paten dan drainasenya
baik di tambah dengan adanay konsulidasi di sekitar abses , maka akan
terdengar suara nafas bronchial dan ronkhi basah.
b. B2(Blood)
Sering di dapatkan kelemahan secara umum. Denyut nadi takikardi.
Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan biasanya tidak
di dapatkan berarti tidak mengalami pergeseran.
c. B3 (brain)
Tingkat kesadaran klien biasanya komposmetis apabila tidak ada
komplikasi penyakit yang serius.
d. B4 (bladder)
Pengukuran volume output urin berhubungan erat dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria yang
merupakan salah satu tanda awal dari syok.
e. B5 (bowel)
Klien biasanya sering mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu
makan, dan penurunan berat badan.
f. B6 (bone)
Kelemahan dan kelelahan fisik, secara umum sering menyebabkan klien
memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
sehari hari.

I. Dignosa keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan edema bronkiolus dan
peningkatan produksi mucus.
2. Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan
cairan melalui ekshalasi dan penurunan asupan cairan.
3. Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi.
4. Keletihan yang berhubungan dengan kesukaran pernafasan.
5. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
peningkatan kebutuhan metabolik.
6. Ansietas ( anak dan orang tua) yang berhubungan dengan kurangnya tentang
pengetahuan tentang kondisi anak.
7. Deficit pengetahuan yang berhubungan dengan perawatan di rumah.

J. Rencana keperawatan
1. Dx 1: Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan edema bronkiolus
dan peningkatan produksi mucus.
Tujuan : Gangguan pertukaran gas tidak terjadi
Kriteria hasil : Anak akan meningkat petukaran gas yang ditandai bernafas
secara mudah dan warna kulit merah muda.
Intervensi:
a. Ciptakan lingkungan dengan tinggi kelembabannya dengan cara
menempatkan anak dalam tenda lembab atau alat dengan humidifikasi
yang dingin.
Rasional: Kelembaban yang dingin dari tenda atau Croupette akan
membantu mengencerkan lender dan mengurangi edema bronkiolus
b. Berikan oksigen melalui sungkup muka, kanule hidung, atau oksigen
tenda, sesuai petunjuk.
Rasional: Oksigen akan membantu mengurangi kegelisahan berhubungan
dengan kesukaran pernafasan dan hipoksia
c. Posisikan anak dengan kepala dan dada lebih tinggi dan leher agak
enstensi.
Rasional: Posisi ini mempertahankan terbukanya jalan nafas dan
memudahkan respirasi oleh karena menurnnya tekanan diaphragm
d. Lakukan fisioterapi dada setiap 4 jam, atau sesuai petunjuk.
Rasional: Fisoterapi dada membantu menghilangkan dan mengeluarkan
mukus yang dapat menghambat jalan nafas yang lebih kecil
e. Berikan bronkodilator sesuai petunjuk
Rasional: Walaupun sering digunakan untuk menangani spasme otot,
bronkodilator juga secara efektif mengobati edema bronkiolus
f. Lakukan pengisapan lender sesuai kebutuhan untuk mengeluarkan secret
Rasional: Mengeluarkan lender akan membantu membersih kan
bronkiolus, akan meningkat pertukaran gas.
g. Berikan obat antivirus sesuai petunjuk.
Rasional: Obat anti virus, seperti respiratory syncytial virus immune
globulin (RespiGam), digunakan untuk mengobati RSV, ribavirin
(Virasole) juga digunakan, walaupun kemanjuran dapat dipertanyakan.
h. Berikan istirahat yang adekuat dengan mengurangi kegaduhan dan
pencahayaan dan berikan kehangatan dan kenyamanan
Rasional: Meningkatkan istirahat akan mengurangi kesukaran pernafasan
yang berhubungan dengan bronkiolitis.
i. Kaji frekuensi pernafasan anak dan iramanya setiap jam. Jika anak
mengalami gangguan pernafasan, auskultasi bunyi nafas, lakukan
fisioterapi dada, dan informasikan pengobatan pernafasan
Rasional: Pengkajian yang sering akan menjamin fungsi pernafasan yang
adekuat.
j. Monitor denyut apical pada anak; jika mendeteksi adanya takikardia
(dasarkan pada usia anak), laporkan pada dokter kejadian tersebut
Rasional: Takikardia dapat disebabkan adanya hipoksia atau pengaruh
penggunaan bronkodilator.

2. Dx 2 : Resiko kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan


kehilangan cairan melalui ekshalasi dan penurunan asupan cairan.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Kriteria hasil : anak dapat mempertahankan keseimbangan cairan yang di
tandai dengan haluaran urin 1-2 mL/kg/jam serta turgor kulit baik.
Intervensi:
a. Berikan cairan melalui infuse sesuai petunjuk
Rasional: Cairan via I.V. digunakan untuk hidrasi hingga anak melewati
saat kritis.
b. Yakinkan bahwa anak istirahat adekuat
Rasional: Istirahat memungkinkan frekuensi pernafasan anak kembali
pada batas normal, akan mengurangi jumlah kehilangan cairan melalui
ekshalasi
c. Monitor asupan cairan pada anak dan luaran cairan secara hati-hati
Rasional: Hati-hati melakukan monitoring yang menjamin hidrasi adekuat.
Jika haluaran urine berkurang, anak dapat dipertimbangkan untuk
penambahan cairan
d. Kaji tanda-tanda dehidrasi, termasuk kehilangan berat badan, pucat, turgor
kulit jelek, membrane mukosa kering, oliguria, dan peningkatan frekuensi
nadi.
Rasional: Tanda-tanda ini menunjukkan bahwa anak tidak menerima
cairan yang cukup.
e. Tingkatkan asupan cairan melalui mulut saat serangan akut terjadi.
Rasional: Cairan membantu mengencerkan lendir.

3. Dx 3: Hipertermia yang berhubungan dengan infeksi.


Tujuan: Tidak terjadi hipertermia
Kriteria hasil: anak dapat mempertahankan suhu tubuh kurang dari 37,80C.
(nilai suhu tubuh spesifik bergantung pada metode yang digunakan untuk
mengukurnya.
Intervensi:
1. Pertahankan lingkungan yang sejuk melalui penggunaan piyama sinar
kuat dan selimut dan pertahankan temperature ruangan antara 72º dan
75ºF (22º dan 24º C).
Rasional: Lingkungan yang sejuk akan membantu menurunkan
temperature tubuh melalui kehilangan panas melalui radiasi.
2. Berikan antipiretik sesuai petunjuk.
Rasional: Antipiretika seperti acetaminophen (Tyleno), efektif menurun
kan demam
3. Monitor temperature anak setiap 1 sampai 2 jam bila terjadi peningkatan
secara tiba-tiba
Rasional: Peningkatan temperature secara tiba-tiba akan mengakibatkan
kejang-kejang
4. Berikan antimikroba, jika disarankan
Rasional: Anti mikroba sesuai dengan petunjuk guna mengobati
organism penyebab. Antibiotik biasanya tidak disarankan untuk
mengobati RSV.
5. Berikan kompres pada anak (98,6º F [37ºC]) guna menurunkan demam
Rasional: Kompres air efektif menyebabkan tubuh menjadi dingin
melalui peristiwa konduksi.
DAFTAR PUSTAKA

Lynn, Cecily Betz., & Linda A. Sowden. 2004. Buku Saku Keperawatan pediatri
Ed.5. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif., et all. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran


UI: Media Aescullapius.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuuhan Keperawatan klien dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika

http://www.scribd.com/rrivanda/d/51153575-bst-bronkiolitis

Anda mungkin juga menyukai