A. Definisi
Kondisi ini dapat turut memengaruhi fungsi limpa jika tidak segera diobati.
Beberapa fungsi dasar limpa yang dapat ikut terganggu, yaitu kemampuan menyaring
sel darah sehat dari sel darah yang rusak, dan sebagai penyimpanan sel darah merah
dan platelet. Sel darah merah dan platelet berperan dalam proses pembekuan darah.
Jumlah sel darah merah yang berlebihan dalam limpa dapat menyumbat limpa,
merusak, atau menghancurkan beberapa bagian di dalam limpa.
Dengan begitu, splenomegali dapat berujung kepada kondisi lain yang
mengancam kesehatan penderita, seperti mudah terkena infeksi dan pendarahan.
B. Patofisiologi
terjadi destruksi sel darah merah yang berlebihan. Sehingga usia sel darah
merah menjadi lebih pendek (normalnya lebih kurang 120 hari), terbentuk antibodi
yang menimbulkan reaksi antigen sehingga sel-sel rentan terhadap destruksii, dan
terbentuk faktor penghambat pertumbuhan sel darah yang mempengaruhi
penglepasan sel darah dari sumsum tulang. Kejadian ini bisa terjadi pada salah satu
sel darah atau dapat terjadi menyeluruh seperti pada pansplenisme.
C. Penyebab Splenomegali
Infiltrasi sel-sel kanker ke limfa pada kanker darah (seperti leukemia) dan
limfoma (seperti penyakit Hodgkin).
Tekanan atau pembekuan yang terjadi pada pembuluh darah limpa, atau hati.
Selain akibat penyakit dan infeksi, beberapa faktor risiko tambahan juga
dihadapi oleh kelompok tertentu yang menjadikan mereka rentan terkena
splenomegali. Faktor-faktor risiko ini, antara lain:
D. Gejala Splenomegali
Splenomegali dapat tidak disertai dengan kemunculan gejala pada diri
penderita. Namun, pada sebagian penderita, dapat teraba sebuah benjolan pada area
kiri atas perut dan mungkin menimbulkan rasa sakit. Benjolan ini berisiko melebar ke
arah perut, dada, hingga bahu kiri pasien. Gejala lain yang mungkin dirasakan, antara
lain:
Merasa kenyang tanpa sebab atau setelah mengonsumsi makanan dalam porsi
kecil. Hal ini disebabkan oleh pembesaran limpa yang menekan area perut.
Kelelahan.
Anemia.
E. Komplikasi Splenomegali
Jika tidak segera diobati, splenomegali dapat memicu infeksi atau kondisi
anemia yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah sel darah merah, platelet, dan sel
darah putih di dalam aliran darah. Selain itu, limpa berisiko untuk pecah atau bocor
sehingga memicu pendarahan pada rongga perut yang dapat mengancam nyawa.
Limpa yang membesar dapat juga menjerat jumlah sel-sel darah yang berlebihan
didalamnya yang menyebabkan:
Jika limpa perlu dikeluarkan, ada risiko infeksi yang meningkat, terutama
disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti pneumococcus (Streptococcus pneumoniae),
Hemophilus influenza, dan meningococcus (Neisseria meningitides). Adalah penting
untuk mempertimbangkan pemeliharaan imunisasi-imunisasi sekarang ini (terutama
vaksin pneumococcal, karena kira-kira 50% sampai 90% dari infeksi-infeksi setelah
splenectomy disebabkan oleh encapsulated streptococci) terhadap infkesi-infeksi ini
pada pasien-pasien yang limpanya telah dikeluarkan.
F. Pencegahan Splenomegali
Mengurangi konsumsi alkohol untuk menghindari terkena sirosis hati juga dapat
dilakukan. Selain itu, bila ingin melakukan perjalanan ke daerah yang endemik
malaria, pergilah ke dokter untuk mendapatkan terapi profilaksis.
G. Pengobatan Splenomegali
Pasien yang organ limpanya telah diangkat tetap dapat hidup aktif dan
beraktivitas dengan normal, namun akan memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena
infeksi dan dapat membahayakan nyawanya. Beberapa langkah berikut dapat
membantu mengurangi risiko infeksi pada pasien yang telah mengalami
pengangkatan organ limpa, yaitu:
Mengonsumsi penisilin atau antibiotik lainnya setelah operasi atau ketika ada
kemungkinan terjadi infeksi. Selain itu, segera hubungi dokter jika merasa
mengalami demam karena kondisi ini juga bisa dianggap sebagai indikasi
infeksi.
H. Diagnosis Splenomegali
Biasanya dokter dapat merasakan limpa yang membesar pada saat pemeriksaan
fisik. Untuk memastikan penyebab splenomagali, pasien mungkin akan melakukan
tes darah, ultrasound, dan pencitraan organ tubuh untuk mendapatkan dan
memastikan diagnosis splenomegali.
Tes darah dilakukan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis sel darah di tubuh,
termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Tes pencitraan tubuh CT scan
atau tes ultrasound mungkin turut dilakukan untuk mengetahui ukuran limpa dan
melihat keadaan organ lain yang tertekan akibat ukuran limpa yang membesar.
Sementara itu, tes MRI scan dapat dilakukan untuk mengetahui seberapa baik aliran
darah dalam limpa.
Tes penunjang lain juga mungkin dilakukan untuk mencari tahu penyebab
splenomegali, seperti tes fungsi organ hati dan uji tulang sumsum untuk mendapatkan
informasi lebih banyak tentang kondisi yang mendasari splenomegali. Uji tulang
sumsum dapat dilakukan dengan prosedur bedah biopsi atau menyedot (aspirasi)
cairan sumsum. Kedua prosedur juga bisa dilakukan secara bersamaan.
Pada kasus tertentu, dokter dapat mengangkat limpa untuk diperiksa di bawah
mikroskop. Tindakan ini bertujuan mencari tahu kemungkinan adanya limfoma atau
penyebab splenomegali lainnya yang tidak terdeteksi oleh pemeriksaan-pemeriksaan
lain yang telah disebutkan sebelumnya.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secaramenyeluruh (Boedihartono, 1994).
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan.
Tanda :takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Lesu.
Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan
lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik,
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi melebar,
hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST dan pendataran
atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur sistolik. Ekstremitas
(warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir)
dan dasar kuku. Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan
vasokontriksi kompensasi).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya
penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi. Diare atau
konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan
produk sereal tinggi. Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat
badan.
Tanda : lidah tampak merah daging/halus. Membrane mukosa kering, pucat. Turgor
kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas. Stomatitis dan glositis (status
defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah.
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidak mampuan berkonsentrasi.
Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan,
keseimbangan buruk
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak mampu
berespons, lambat dan dangkal.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen.
8) Pernapasan
Gejala :Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia. Riwayat terpajan pada
radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker.
Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan
penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie
dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore. Hilang
libido (pria dan wanita) dan Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.dpeningkatan peristaltik yang diatandai dengan
nyeri tekan pada daerah abdomen.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan)).
3. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman)
dan kebutuhan.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
(Boedihartono, 1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).
Intervensi Rasional
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh 1. mencegah kontaminasi silang/kolonisasi
pemberi perawatan dan pasien. bacterial.
2. Pertahankan teknik aseptic ketat pada 2. menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri.
3. menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan dan
prosedur/perawatan luka.
3. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral infeksi.
dengan cermat. 4. meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan
4. Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang
membantu memobilisasi sekresi untuk
sering, latihan batuk dan napas dalam.
mencegah pneumonia.
5. membantu dalam pengenceran secret
5. Tingkatkan masukkan cairan adekuat.
pernapasan untuk mempermudah pengeluaran
dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya
6. Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi
pernapasan dan ginjal.
bila memungkinkan.
6. membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi.
Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia
7. Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil
aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
dan takikardia dengan atau tanpa demam. 7. adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan
evaluasi/pengobatan.
8. Amati eritema/cairan luka.
8. indikator infeksi lokal.
9. mungkin digunakan secara propilaktik untuk
9. Berikan antiseptic topical ; antibiotic
menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan
sistemik (kolaborasi).
proses infeksi local.
Intervensi Rasional
1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna 1. memberikan informasi tentang
kulit/membrane mukosa, dasar kuku. derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
membantu menetukan kebutuhan intervensi.
2. meningkatkan ekspansi paru dan
3. Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi
memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
napas
seluler.
4. Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. 3. dispnea, gemericik menununjukkan gangguan
jajntung karena regangan jantung
5. Hindari penggunaan botol penghangat atau botol
lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
air panas. Ukur suhu air mandi dengan
4. iskemia seluler mempengaruhi jaringan
thermometer.
miokardial/ potensial risiko infark.
6. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan
5. termoreseptor jaringan dermal dangkal karena
laboraturium. Berikan sel darah merah
gangguan oksigen.
lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. 6. mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan
7. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
pengobatan /respons terhadap terapi.
7. memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhidalam 3x24 jam
Kriteria hasil :
Menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai
laboratorium normal.
a. Hb : laki-laki = 13gr% - 18gr%; wanita 11,5gr% - 16,5gr%
Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
a. Mukosa lembab
b. Mata tidak cowong
Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
a. Porsi makan habis
b. Patuh terhadap diet
Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang 1. mengidentifikasi defisiensi, memudahkan
disukai. intervensi.
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien. 2. mengawasi masukkan kalori atau kualitas
3. Timbang berat badan setiap hari. kekurangan konsumsi makanan.
3. mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas
4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering
intervensi nutrisi.
dan atau makan diantara waktu makan. 4. menurunkan kelemahan, meningkatkan
5. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus
pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
dan dan gejala lain yang berhubungan.
6. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik 5. gejala GI dapat menunjukkan efek anemia
7. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
(hipoksia) pada organ.
8. Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan
laboraturium. 6. meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral.
9. Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi.
Menurunkan pertumbuhan bakteri
7. membantu dalam rencana diet untuk memenuhi
kebutuhan individual.
8. meningkatakan efektivitas program pengobatan,
termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
9. kebutuhan penggantian tergantung pada tipe
anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk
dan defisiensi yang diidentifikasi.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan ADL pasien. 1. mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan.
2. menunjukkan perubahan neurology karena
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan,
defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan
gaya jalan dan kelemahan otot.
pasien/risiko cedera.
3. manifestasi kardiopulmonal dari upaya
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah jantung dan paru untuk membawa jumlah
aktivitas. oksigen adekuat ke jaringan.
4. meningkatkan istirahat untuk menurunkan
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung,
kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan
dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring
regangan jantung dan paru.
bila di indikasikan. 5. meningkatkan aktivitas secara bertahap
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan
sampai normal dan memperbaiki tonus
pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan
otot/stamina tanpa kelemahan.
kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas
semampunya (tanpa memaksakan diri).
4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan,
dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. (Lynda Juall
Capenito, 1999:28)
1. Rasa nyeri berkurang
2. Infeksi tidak terjadi.
3. Peningkatan perfusi jaringan.
4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
5. Meningkatkan ambulasi/aktivitas
Laporan Pendahuluan
splenomegali
DISUSUN OLEH
NURDIANA
16.04.057
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) (
)
2017
Asuhan Keperawatan
Pada Tn m Di Ruangan lontara II depan atas
splenomegali
DISUSUN OLEH
NURDIANA
16.04.057
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) (
)
2017