Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi

Splenomegali adalah kondisi pembesaran pada organ limpa. Limpa terletak di


bawah dada, di balik susunan tulang rusuk sebelah kiri. Pada kondisi splenomegali,
limpa yang sewajarnya berukuran sebesar kepalan tangan, dapat menjadi berukuran
antara 11 cm hingga lebih dari 20 cm dengan berat yang mencapai atau lebih dari 1
kg.

Kondisi ini dapat turut memengaruhi fungsi limpa jika tidak segera diobati.
Beberapa fungsi dasar limpa yang dapat ikut terganggu, yaitu kemampuan menyaring
sel darah sehat dari sel darah yang rusak, dan sebagai penyimpanan sel darah merah
dan platelet. Sel darah merah dan platelet berperan dalam proses pembekuan darah.
Jumlah sel darah merah yang berlebihan dalam limpa dapat menyumbat limpa,
merusak, atau menghancurkan beberapa bagian di dalam limpa.
Dengan begitu, splenomegali dapat berujung kepada kondisi lain yang
mengancam kesehatan penderita, seperti mudah terkena infeksi dan pendarahan.

B. Patofisiologi

terjadi destruksi sel darah merah yang berlebihan. Sehingga usia sel darah
merah menjadi lebih pendek (normalnya lebih kurang 120 hari), terbentuk antibodi
yang menimbulkan reaksi antigen sehingga sel-sel rentan terhadap destruksii, dan
terbentuk faktor penghambat pertumbuhan sel darah yang mempengaruhi
penglepasan sel darah dari sumsum tulang. Kejadian ini bisa terjadi pada salah satu
sel darah atau dapat terjadi menyeluruh seperti pada pansplenisme.

merupakan keadaan patologi faal limpa yang mengakibatkan kerusakan dan


gangguan sel darah merah. Gambaran kliniknya terdiri dari trias splenomegali,
pansitopeni, dan hiperplasia kompensasi sumsum merah. Pembagian antara
hipersplenisme primer dan sekunder terbyata kurang tepat dan tidak lagidigunakan.
Hipersplenisme primer adalah hipersplenisme yang belum diketahui penyebabnya,
pembesaran limpa akibat beban kerja yang berlebih akibat sel abnormal yang
melewati limpa yang normal. sedangkan sekunder jika telah diketahui penyebabnya
dimana limpa yang abnormal akan membuang sel darah yang normal maupun yang
abnormal secara berlebihan.

C. Penyebab Splenomegali

Berikut penyakit atau infeksi yang berperan dalam berkembangnya kondisi


splenomegali, antara lain:

 Infeksi virus, misalnya infeksi mononukleosis. Pada negara-negara


berkembang, infeksi mononukleosis adalah penyebab splenomegali yang paling
sering.
 Infeksi parasit, seperti malaria.
 Infeksi bakteri, misalnya penyakit sifilis atau endokarditis.
 Infiltrasi sel-sel kanker ke limfa pada kanker darah (seperti leukemia) dan
limfoma (seperti penyakit Hodgkin).
 Sirosis dan kondisi lain yang berkaitan dengan organ hati.
 Berbagai jenis hemolitik anemia, yaitu kondisi yang menyebabkan hancurnya
sel darah merah.
 Gangguan metabolisme, misalnya penyakit Gaucher dan Niemann-Pick.
 Tekanan atau pembekuan yang terjadi pada pembuluh darah limpa, atau hati.

Selain akibat penyakit dan infeksi, beberapa faktor risiko tambahan juga
dihadapi oleh kelompok tertentu yang menjadikan mereka rentan terkena
splenomegali. Faktor-faktor risiko ini, antara lain:

 Orang-orang yang tinggal di kawasan atau bepergian ke area yang memiliki


riwayat penyebaran epidemi malaria.
 Penderita penyakit Gaucher, Niemann-Pick, atau gangguan metabolisme
turunan lainnya yang dapat berdampak kepada kondisi organ limpa dan hati.
 Anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh,
neoplasia, hemolisis, atau terkena infeksi mononukleosis.

D. Gejala Splenomegali

Splenomegali dapat tidak disertai dengan kemunculan gejala pada diri


penderita. Namun, pada sebagian penderita, dapat teraba sebuah benjolan pada area
kiri atas perut dan mungkin menimbulkan rasa sakit. Benjolan ini berisiko melebar ke
arah perut, dada, hingga bahu kiri pasien. Gejala lain yang mungkin dirasakan, antara
lain:

 Merasa kenyang tanpa sebab atau setelah mengonsumsi makanan dalam porsi
kecil. Hal ini disebabkan oleh pembesaran limpa yang menekan area perut.
 Kelelahan.
 Anemia.
 Lebih sering mengalami infeksi akibat terganggunya fungsi organ limpa.
 Lebih mudah mengalami pendarahan.
 Rasa sakit bertambah buruk ketika bernapas.

E. Komplikasi Splenomegali

Jika tidak segera diobati, splenomegali dapat memicu infeksi atau kondisi
anemia yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah sel darah merah, platelet, dan sel
darah putih di dalam aliran darah. Selain itu, limpa berisiko untuk pecah atau bocor
sehingga memicu pendarahan pada rongga perut yang dapat mengancam nyawa.
Limpa yang membesar dapat juga menjerat jumlah sel-sel darah yang berlebihan
didalamnya yang menyebabkan:

 anemia (jumlah-jumlah sel darah merah yang berkurang), yang mungkin


menjurus pada kelemahan, sesak napas, dan mudah lelah;
 leukopenia (sel-sel darah putih yang berkurang), yang mungkin menjurus pada
risiko infeksi yang meningkat; dan
 thrombocytopenia (platelet-platelet yang berkurang), yang mungkin menjurus
pada infeksi atau pada persoalan-persoalan perdarahan.

Jika limpa perlu dikeluarkan, ada risiko infeksi yang meningkat, terutama
disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti pneumococcus (Streptococcus pneumoniae),
Hemophilus influenza, dan meningococcus (Neisseria meningitides). Adalah penting
untuk mempertimbangkan pemeliharaan imunisasi-imunisasi sekarang ini (terutama
vaksin pneumococcal, karena kira-kira 50% sampai 90% dari infeksi-infeksi setelah
splenectomy disebabkan oleh encapsulated streptococci) terhadap infkesi-infeksi ini
pada pasien-pasien yang limpanya telah dikeluarkan.
F. Pencegahan Splenomegali

Pencegahan splenomegali dapat dimulai dengan menghindari melakukan hal-


hal yang dapat memicu terjadinya penyakit penyebab munculnya kondisi ini.
Misalnya, menjalani vaksinasi secara terjadwal dapat menjadi tindakan yang
diwajibkan sebagai pencegah infeksi. Konsultasikan kepada dokter mengenai vaksin
apa saja yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi Anda.

Mengurangi konsumsi alkohol untuk menghindari terkena sirosis hati juga dapat
dilakukan. Selain itu, bila ingin melakukan perjalanan ke daerah yang endemik
malaria, pergilah ke dokter untuk mendapatkan terapi profilaksis.

G. Pengobatan Splenomegali

Mengingat splenomegali dapat dipicu oleh beberapa penyakit yang diderita


pasien, maka fokus utama dari pengobatan splenomegali akan dimulai dengan upaya
penyembuhan penyakit-penyakit yang mendasari tersebut terlebih dahulu. Misalnya,
untuk splenomegali yang disebabkan oleh infeksi bakteri, dokter akan meresepkan
antibiotik sebagai tindakan pengobatan.

Splenomegali yang tidak disertai gejala dan tidak ditemukan penyebabnya


dapat membutuhkan waktu evaluasi yang lebih lama. Dokter akan menyarankan
untuk menunggu sambil mengawasi perkembangan kondisi Anda.

Sebuah tindakan pembedahan juga mungkin diambil ketika splenomegali telah


menyebabkan komplikasi serius, tidak diketahui penyebabnya, ataupun saat
penyebabnya diketahui namun tidak dapat disembuhkan. Alternatif lain dari prosedur
pembedahan ini adalah terapi radiasi untuk mengecilkan limpa.

Penderita splenomegali sebaiknya membatasi kegiatan fisik yang dapat


menyebabkan pecah atau bocornya limpa, seperti sepak bola, hoki, dan kegiatan fisik
lain. Gunakan sabuk pengaman saat berkendara untuk menjaga keselamatan dan
mencegah cedera pada organ limpa. Pastikan Anda telah mendapatkan atau
memperbarui vaksinasi tahunan, seperti vaksinasi flu, tetanus, difteri, dan batuk rejan
(pertusis). Vaksinasi diperlukan karena penderita splenomegali rentan terkena infeksi.
Pasien dapat menanyakan kepada dokter mengenai vaksinasi tambahan lain yang
diperlukan.

Pasien yang organ limpanya telah diangkat tetap dapat hidup aktif dan
beraktivitas dengan normal, namun akan memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena
infeksi dan dapat membahayakan nyawanya. Beberapa langkah berikut dapat
membantu mengurangi risiko infeksi pada pasien yang telah mengalami
pengangkatan organ limpa, yaitu:

 Mengonsumsi penisilin atau antibiotik lainnya setelah operasi atau ketika ada
kemungkinan terjadi infeksi. Selain itu, segera hubungi dokter jika merasa
mengalami demam karena kondisi ini juga bisa dianggap sebagai indikasi
infeksi.
 Mendapatkan vaksinasi sebelum dan sesudah pengangkatan limfa. Beberapa
jenis vaksin yang tersedia, antara lain pneumococcal (yang diberikan tiap lima
tahun semenjak operasi dilakukan), meningococcal, dan haemophilus
influenzae. Vaksin-vaksin ini akan melindungi pasien dari pneumonia,
meningitis, dan infeksi pada tulang, sendi, serta darah.
 Menghindari kunjungan ke daerah-daerah yang memiliki riwayat penyebaran
suatu penyakit, seperti malaria.
H. Diagnosis Splenomegali

Biasanya dokter dapat merasakan limpa yang membesar pada saat pemeriksaan
fisik. Untuk memastikan penyebab splenomagali, pasien mungkin akan melakukan
tes darah, ultrasound, dan pencitraan organ tubuh untuk mendapatkan dan
memastikan diagnosis splenomegali.

Tes darah dilakukan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis sel darah di tubuh,
termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Tes pencitraan tubuh CT scan
atau tes ultrasound mungkin turut dilakukan untuk mengetahui ukuran limpa dan
melihat keadaan organ lain yang tertekan akibat ukuran limpa yang membesar.
Sementara itu, tes MRI scan dapat dilakukan untuk mengetahui seberapa baik aliran
darah dalam limpa.

Tes penunjang lain juga mungkin dilakukan untuk mencari tahu penyebab
splenomegali, seperti tes fungsi organ hati dan uji tulang sumsum untuk mendapatkan
informasi lebih banyak tentang kondisi yang mendasari splenomegali. Uji tulang
sumsum dapat dilakukan dengan prosedur bedah biopsi atau menyedot (aspirasi)
cairan sumsum. Kedua prosedur juga bisa dilakukan secara bersamaan.

Pada kasus tertentu, dokter dapat mengangkat limpa untuk diperiksa di bawah
mikroskop. Tindakan ini bertujuan mencari tahu kemungkinan adanya limfoma atau
penyebab splenomegali lainnya yang tidak terdeteksi oleh pemeriksaan-pemeriksaan
lain yang telah disebutkan sebelumnya.
Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan
secaramenyeluruh :
1) Aktivitas / istirahat
Gejala: keletihan, kelemahan.
Tanda:takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau istirahat. Lesu.
Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Bahu menurun, postur lunglai,
berjalan lambat, dan tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2) Sirkulasi
Gejala: riwayat kehilangan darah kronik,
Tanda: TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan tekanan nadi
melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG, depresi segmen ST
dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia. Bunyi jantung : murmur
sistolik. Ekstremitas (warna) : pucat pada kulit dan membrane mukosa
(konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar kuku. Pengisian kapiler melambat
(penurunan aliran darah ke kapiler dan vasokontriksi kompensasi).
3) Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan,
misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4) Eleminasi
Gejala: riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi. Diare
atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah/masukan produk sereal tinggi. Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia.
Adanya penurunan berat badan.
Tanda : lidah tampak merah daging/halus. Membrane mukosa kering, pucat.
Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas. Stomatitis dan
glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut
mulut pecah.
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidak mampuan
berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata.
Kelemahan, keseimbangan buruk
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis. Mental : tak
mampu berespons, lambat dan dangkal.
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen.
8) Pernapasan
Gejala :Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9) Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia. Riwayat terpajan
pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi
kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya.
Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum.
Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10) Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore.
Hilang libido (pria dan wanita) dan Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata
maupun potensial berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan peristaltik yang diatandai dengan
nyeri tekan pada daerah abdomen.
2. Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak adekuatnya pertahanan sekunder
(penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons
inflamasi tertekan)).
3. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna
atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan
untuk pembentukan sel darah merah.
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman)
dan kebutuhan.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan
dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan
(Boedihartono,1994)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).

1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan peristaltik yang diatandai


dengan nyeri tekan pada daerah abdomen.
Tujuan : nyeri berkurang dalam waktu 3x24 jam
Kriteria hasil :
- Pasien menunjukkan tanda dan gejala nyeri berkurang
- Gangguan rasa nyaman (nyeri ) teratasi dengan kriteria :
a. Nyeri abdomen hilang atau kurang
b. Abdomen timpani (perkusi)
c. Perut tidak distensi
d. Peristaltic usus normal
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, lamanya dan 1. Mengetahui jika terjadi hipoksia
intensitasnya sehingga dapat dilakukan intervensi
secara cepat dan tepat
2. Beri buli-buli panas / hangat pada area yang 2. Hangat menyebabkan vasodilatasi dan
sakit meningkatkan sirkulasi darah pada
daerah tersebut
3. Lakukan massage dengan hati-hati pada 3. Membantu mengurangi tegangan otot
area yang sakit
4. Kolaborasi pemberian obat analgetik 4. Mengurangi rasa nyeri dengan menekan
sistem saraf pusat

2. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya


pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan
granulosit (respons inflamasi tertekan)).
Tujuan : Infeksi tidak terjadi dalam 3x24 jam
Kriteria hasil :
– Mengidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
– Meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan
demam.
Intervensi Rasional
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh 1. mencegah kontaminasi silang/kolonisasi
pemberi perawatan dan pasien. bacterial.
2. Pertahankan teknik aseptic ketat pada 2. menurunkan risiko kolonisasi/infeksi
prosedur/perawatan luka. bakteri.
3. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral 3. menurunkan risiko kerusakan kulit/jaringan
dengan cermat. dan infeksi.
4. Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang 4. meningkatkan ventilasi semua segmen paru
sering, latihan batuk dan napas dalam. dan membantu memobilisasi sekresi untuk
mencegah pneumonia.
5. Tingkatkan masukkan cairan adekuat. 5. membantu dalam pengenceran secret
pernapasan untuk mempermudah
6. Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi pengeluaran dan mencegah stasis cairan
bila memungkinkan. tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
6. membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi.
7. Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil Perlindungan isolasi dibutuhkan pada
dan takikardia dengan atau tanpa demam. anemia aplastik, bila respons imun sangat
terganggu.
8. Amati eritema/cairan luka. 7. adanya proses inflamasi/infeksi
membutuhkan evaluasi/pengobatan.
9. Berikan antiseptic topical ; antibiotic 8. indikator infeksi lokal.
sistemik (kolaborasi). 9. mungkin digunakan secara propilaktik
untuk menurunkan kolonisasi atau untuk
pengobatan proses infeksi local.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Tujuan : Peningkatan perfusi jaringandalam waktu 3x24 jam
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
a. CRT <2detik
b. Akral hangat, kering merah
c. Tidak ada sianosis sentral dan perifer
d. Warna kulit tidak pucat
e. Sklera tidak ikterik
f. Bibir tidak kering
Intervensi Rasional
1. Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna 1. memberikan informasi tentang
kulit/membrane mukosa, dasar kuku. derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan
2. Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi. membantu menetukan kebutuhan intervensi.
2. meningkatkan ekspansi paru dan
3. Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan
napas seluler.
3. dispnea, gemericik menununjukkan gangguan
4. Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi. jajntung karena regangan jantung
lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
5. Hindari penggunaan botol penghangat atau botol 4. iskemia seluler mempengaruhi jaringan
air panas. Ukur suhu air mandi dengan miokardial/ potensial risiko infark.
thermometer. 5. termoreseptor jaringan dermal dangkal karena
6. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan gangguan oksigen.
laboraturium. Berikan sel darah merah 6. mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan
lengkap/packed produk darah sesuai indikasi. pengobatan /respons terhadap terapi.
7. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 7. memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan
/absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhidalam 3x24 jam
Kriteria hasil :
– Menunujukkan peningkatan/mempertahankan berat badan dengan nilai
laboratorium normal.
a. Hb : laki-laki = 13gr% - 18gr%; wanita 11,5gr% - 16,5gr%
– Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
a. Mukosa lembab
b. Mata tidak cowong
– Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau
mempertahankan berat badan yang sesuai.
a. Porsi makan habis
b. Patuh terhadap diet
Intervensi Rasional

1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang 1. mengidentifikasi defisiensi, memudahkan


disukai. intervensi.
2. Observasi dan catat masukkan makanan pasien. 2. mengawasi masukkan kalori atau kualitas
3. Timbang berat badan setiap hari. kekurangan konsumsi makanan.
3. mengawasi penurunan berat badan atau
4. Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering efektivitas intervensi nutrisi.
dan atau makan diantara waktu makan. 4. menurunkan kelemahan, meningkatkan
5. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus pemasukkan dan mencegah distensi gaster.
dan dan gejala lain yang berhubungan.
6. Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik 5. gejala GI dapat menunjukkan efek anemia
7. Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet. (hipoksia) pada organ.
8. Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan
laboraturium. 6. meningkatkan nafsu makan dan
9. Kolaborasi ; berikan obat sesuai indikasi. pemasukkan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri
7. membantu dalam rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan individual.
8. meningkatakan efektivitas program
pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi
yang dibutuhkan.
9. kebutuhan penggantian tergantung pada
tipe anemia dan atau adanyan masukkan
oral yang buruk dan defisiensi yang
diidentifikasi.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Tujuan : Dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas dalam 3x24 jam.
Kriteria hasil :
– Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (aktivitas sehari-hari meningkat)
– Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan
tekanan darah masih dalam rentang normal.
a. Nadi : 60– 100 kali per menit
b. Pernafasan : 16 – 24 kali per menit
c. Tekanan darah : 120/80 mmHg
Intervensi Rasional

1. Kaji kemampuan ADL pasien. 1. mempengaruhi pilihan


intervensi/bantuan.
2. Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, 2. menunjukkan perubahan neurology
gaya jalan dan kelemahan otot. karena defisiensi vitamin B12
mempengaruhi keamanan pasien/risiko
3. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah cedera.
aktivitas. 3. manifestasi kardiopulmonal dari upaya
jantung dan paru untuk membawa jumlah
4. Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, oksigen adekuat ke jaringan.
dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring 4. meningkatkan istirahat untuk
bila di indikasikan. menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan
5. Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan menurunkan regangan jantung dan paru.
pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan 5. meningkatkan aktivitas secara bertahap
kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas sampai normal dan memperbaiki tonus
semampunya (tanpa memaksakan diri). otot/stamina tanpa kelemahan.

4. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistemik atau terencana tentang kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan,
dengan melibatkan pasien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
1. Rasa nyeri berkurang
2. Infeksi tidak terjadi.
3. Peningkatan perfusi jaringan.
4. Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
5. Meningkatkan ambulasi/aktivitas

Anda mungkin juga menyukai