Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN SPLENOMEGALI

1. Pengertian

Splenomegali adalah kondisi pembesaran pada organ limpa. Limpa terletak di


bawah dada, di balik susunan tulang rusuk sebelah kiri. Pada kondisi splenomegali,
limpa yang sewajarnya berukuran sebesar kepalan tangan, dapat menjadi berukuran
antara 11 cm hingga lebih dari 20 cm dengan berat yang mencapai atau lebih dari 1
kg.
Kondisi ini dapat turut memengaruhi fungsi limpa jika tidak segera diobati.
Beberapa fungsi dasar limpa yang dapat ikut terganggu, yaitu kemampuan
menyaring sel darah sehat dari sel darah yang rusak, dan sebagai penyimpanan sel
darah merah dan platelet. Sel darah merah dan platelet berperan dalam proses
pembekuan darah. Jumlah sel darah merah yang berlebihan dalam limpa dapat
menyumbat limpa, merusak, atau menghancurkan beberapa bagian di dalam limpa.
Dengan begitu, splenomegali dapat berujung kepada kondisi lain yang mengancam
kesehatan penderita, seperti mudah terkena infeksi dan pendarahan.
2. Anatomi Fisiologi Lien

Anatomi lien
Lien/ spleen/ limpa merupakan organ RES (Reticuloendothelial system) yang
terletak di cavum abdomen pada regio hipokondrium/ hipokondriaka sinistra. Lien
terletak sepanjang costa IX, X, dan XI sinistra dan ekstremitas inferiornya berjalan
ke depan sampai sejauh linea aksillaris media. Lien juga merupakan organ intra
peritoneal.
Morfologi Lien
Lien memiliki 2 facies, facies diaphragmatica yang berbentuk konvex dan facies
visceralis yang berbentuk lebih datar.
Facies diaphragmatica lien berhadapan dengan diaphragma dan costa IX- XI
sinistra.Sedangkan facies visceralisnya memiliki 3 facies, yaitu facies renalis yang
berhadapan dg ren sinistra, facies gastric yang berhadapan dengan gaster, dan facies
colica yang berhadapan dengan flexura coli sinistra. Ketiga facies tsb bertemu pd
hilus lienalis. Dimana hilus lienalis merupakan tempat keluar dan masuknya dari
vasa.N. lienalis.Pada hilus lienalis, juga merupakan tmp menggantungnya cauda
pancreas.
Lien memiliki 2 margo, yaitu margo anterior dan margo posterior. Selain itu, lien
jg memiliki 2 ekstremitas, yaitu ekstremitas superior, dan ekstremitas inferior.
Penggantung Lien
 Lig. Gastrolienalis yang membentang dari hilus lienalis smp pada curvature
major gaster.
 Lig. Lienorenalis

Vaskularisasi Lien
Lien di vaskularisasi oleh a. lienalis yang merupakan cabang dari truncus coeliacus/
triple hallery bersama a. hepatica communis, dan a. gastric sinistra. Triple hallery
sendiri merupakan cabang dari aorta abdominalis yang dicabangkan setinggi
 Vertebra Thoracal XII
 Vertebrae Lumbal I
Sedangkan v. lienalis meninggalkan hilus lienalis berjalan ke posterior dari cauda
dan corpus pancreas untuk bermuara ke v. portae hepatis bersama dg v. mesenterica
superior dan v. mesenterica inferior.
Innervasi Lien
Lien di innervasi oleh persarafan simpatis oleh n. sympaticus sengmen Thoracal VI
– X dan persarafan parasimpatisnya oleh n. Vagus (n. X)
Fungsi Lien:
- Organ limfoid terbesar
- Tmp pembentukan sel darah saat foetus
- Tempat perombakan Hb
Pemeriksaan Fisik Lien
Pemeriksaan lien dilakukan untuk mengetahui adanya splenomegali, sepeti pada
kasus leukemia, limpoma, dll. Untuk mengetahui ada tidaknya splenomegali, dapat
dilakukan pemeriksaan palpasi dna perkusi, caranya seperti ini.
Palpasi lien
Lien apabila terjadi pembesaran, lien akan membesar kea rah caudomedioanterior.
Oleh karena itu, palpasi lien dilakukan sepanjang garis schuffner, yaitu garis yang
terbentang dari Spina Ischiadica Anterior Superior (SIAS) dextra melewati
umbilicus samapi ke arcus costae sinistra. Untuk mengetahui ukuran
pembesarannya yaitu dg membagi garis schuffner td mjd 8 bagian, yaitu SI berawal
pada arcus costae sinistra, SIV pada umbilicus dan SVIII pada SIAS dextra.
Perkusi Lien
Sedangkan untuk melakukan perkusi pada lien, kita dapat melakukan nya pada area
traube, atau traube’s space.Yaitu merupakan sebuah tempat yg terletak di ICS (Inter
Costae Space/Spatium Inter Costae) terbawah pada linea aksillaris media.
Normalnya akan terdengar bunyi timpani, lalu kita menyuruh pasien untuk menarik
nafas dalam dan ditahan, lalu kita lakukan perkusi kembali. Apabila tidak
didapatkan splenomegali, maka akan terdengar bunyi timpani. Sedangkan bila
didapatkan splenomegali, maka akan didapatkan bunyi redup/pekak saat diperkusi.
3. Etiologi Splenomegali

Berikut penyakit atau infeksi yang berperan dalam berkembangnya kondisi


splenomegali, antara lain:
 Infeksi virus, misalnya infeksi mononukleosis. Pada negara-negara
berkembang, infeksi mononukleosis adalah penyebab splenomegali yang
paling sering.

 Infeksi parasit, seperti malaria.

 Infeksi bakteri, misalnya penyakit sifilis atau endokarditis.

 Infiltrasi sel-sel kanker ke limfa pada kanker darah (seperti leukemia) dan
limfoma (seperti penyakit Hodgkin).

 Sirosis dan kondisi lain yang berkaitan dengan organ hati.

 Berbagai jenis hemolitik anemia, yaitu kondisi yang menyebabkan hancurnya


sel darah merah.

 Gangguan metabolisme, misalnya penyakit Gaucher dan Niemann-Pick.

 Tekanan atau pembekuan yang terjadi pada pembuluh darah limpa, atau hati.
Selain akibat penyakit dan infeksi, beberapa faktor risiko tambahan juga dihadapi
oleh kelompok tertentu yang menjadikan mereka rentan terkena splenomegali.
Faktor-faktor risiko ini, antara lain:
 Orang-orang yang tinggal di kawasan atau bepergian ke area yang memiliki
riwayat penyebaran epidemi malaria.

 Penderita penyakit Gaucher, Niemann-Pick, atau gangguan metabolisme


turunan lainnya yang dapat berdampak kepada kondisi organ limpa dan hati.

 Anak-anak dan remaja yang mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh,


neoplasia, hemolisis, atau terkena infeksi mononukleosis.

4. Tanda dan Gejala Splenomegali

Splenomegali dapat tidak disertai dengan kemunculan gejala pada diri penderita.
Namun, pada sebagian penderita, dapat teraba sebuah benjolan pada area kiri atas
perut dan mungkin menimbulkan rasa sakit. Benjolan ini berisiko melebar ke arah
perut, dada, hingga bahu kiri pasien. Gejala lain yang mungkin dirasakan, antara
lain:
 Merasa kenyang tanpa sebab atau setelah mengonsumsi makanan dalam porsi
kecil. Hal ini disebabkan oleh pembesaran limpa yang menekan area perut.

 Kelelahan.

 Anemia.

 Lebih sering mengalami infeksi akibat terganggunya fungsi organ limpa.

 Lebih mudah mengalami pendarahan.

 Rasa sakit bertambah buruk ketika bernapas.

5. Patofisiologi Splenomegali
Splenomegali akibat proliferasi makrofag terjadi jika terdapat sel-sel mati
(terutama pada sel darah merah) dalam jumlah berlebihan dan perlu dibersihkan
dari sirkulasi. Splenomegali dapat terjadi akibat penimbunan darah dalam limpa,
biasanya merupakan komplikasi hipertensi portal. Splinomegali merupakan
respons terhadap infeksi, baik yang disertai oleh limfadenopati maupun yang tidak
disertai limfadenopati.

Beberapa penyakit yang memicu terjadinya splenomegali, misalnya penyakit


infeksi seperti malaria, tifus abdomen, bruselois, endokarditis bakteri, abses limpa,
dan lain-lain. Selain itu penyakit darah seperti anemi hemolitik dan leukimia. Juga
penyakit neoplasma seperti penyakit hodgkin, limfosarkoma, tumor ganas, atau
kista limpa.

6. Diagnosis Splenomegali

Biasanya dokter dapat merasakan limpa yang membesar pada saat pemeriksaan
fisik. Untuk memastikan penyebab splenomagali, pasien mungkin akan melakukan
tes darah, ultrasound, dan pencitraan organ tubuh untuk mendapatkan dan
memastikan diagnosis splenomegali.

Tes darah dilakukan untuk mengetahui jumlah berbagai jenis sel darah di tubuh,
termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Tes pencitraan tubuh CT
scan atau tes ultrasound mungkin turut dilakukan untuk mengetahui ukuran limpa
dan melihat keadaan organ lain yang tertekan akibat ukuran limpa yang membesar.
Sementara itu, tes MRI scan dapat dilakukan untuk mengetahui seberapa baik aliran
darah dalam limpa.

Tes penunjang lain juga mungkin dilakukan untuk mencari tahu penyebab
splenomegali, seperti tes fungsi organ hati dan uji tulang sumsum untuk
mendapatkan informasi lebih banyak tentang kondisi yang mendasari
splenomegali. Uji tulang sumsum dapat dilakukan dengan prosedur bedah biopsi
atau menyedot (aspirasi) cairan sumsum. Kedua prosedur juga bisa dilakukan
secara bersamaan.

Pada kasus tertentu, dokter dapat mengangkat limpa untuk diperiksa di bawah
mikroskop. Tindakan ini bertujuan mencari tahu kemungkinan adanya limfoma
atau penyebab splenomegali lainnya yang tidak terdeteksi oleh pemeriksaan-
pemeriksaan lain yang telah disebutkan sebelumnya.

7. Pengobatan Splenomegali
Mengingat splenomegali dapat dipicu oleh beberapa penyakit yang diderita pasien,
maka fokus utama dari pengobatan splenomegali akan dimulai dengan upaya
penyembuhan penyakit-penyakit yang mendasari tersebut terlebih dahulu.
Misalnya, untuk splenomegali yang disebabkan oleh infeksi bakteri, dokter akan
meresepkan antibiotik sebagai tindakan pengobatan.
Splenomegali yang tidak disertai gejala dan tidak ditemukan penyebabnya dapat
membutuhkan waktu evaluasi yang lebih lama. Dokter akan menyarankan untuk
menunggu sambil mengawasi perkembangan kondisi Anda.

Sebuah tindakan pembedahan juga mungkin diambil ketika splenomegali telah


menyebabkan komplikasi serius, tidak diketahui penyebabnya, ataupun saat
penyebabnya diketahui namun tidak dapat disembuhkan. Alternatif lain dari
prosedur pembedahan ini adalah terapi radiasi untuk mengecilkan limpa.

Penderita splenomegali sebaiknya membatasi kegiatan fisik yang dapat


menyebabkan pecah atau bocornya limpa, seperti sepak bola, hoki, dan kegiatan
fisik lain. Gunakan sabuk pengaman saat berkendara untuk menjaga keselamatan
dan mencegah cedera pada organ limpa. Pastikan Anda telah mendapatkan atau
memperbarui vaksinasi tahunan, seperti vaksinasi flu, tetanus, difteri, dan batuk
rejan (pertusis). Vaksinasi diperlukan karena penderita splenomegali rentan terkena
infeksi. Pasien dapat menanyakan kepada dokter mengenai vaksinasi tambahan lain
yang diperlukan.

Pasien yang organ limpanya telah diangkat tetap dapat hidup aktif dan beraktivitas
dengan normal, namun akan memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena infeksi dan
dapat membahayakan nyawanya. Beberapa langkah berikut dapat membantu
mengurangi risiko infeksi pada pasien yang telah mengalami pengangkatan organ
limpa, yaitu:

 Mengonsumsi penisilin atau antibiotik lainnya setelah operasi atau ketika ada
kemungkinan terjadi infeksi. Selain itu, segera hubungi dokter jika merasa
mengalami demam karena kondisi ini juga bisa dianggap sebagai indikasi
infeksi.

 Mendapatkan vaksinasi sebelum dan sesudah pengangkatan limfa. Beberapa


jenis vaksin yang tersedia, antara lain pneumococcal (yang diberikan tiap lima
tahun semenjak operasi dilakukan), meningococcal, dan haemophilus
influenzae. Vaksin-vaksin ini akan melindungi pasien dari pneumonia,
meningitis, dan infeksi pada tulang, sendi, serta darah.
 Menghindari kunjungan ke daerah-daerah yang memiliki riwayat penyebaran
suatu penyakit, seperti malaria.

8. Komplikasi Splenomegali

Jika tidak segera diobati, splenomegali dapat memicu infeksi atau kondisi anemia
yang disebabkan oleh berkurangnya jumlah sel darah merah, platelet, dan sel darah
putih di dalam aliran darah. Selain itu, limpa berisiko untuk pecah atau bocor
sehingga memicu pendarahan pada rongga perut yang dapat mengancam nyawa.

9. Pencegahan Splenomegali

Pencegahan splenomegali dapat dimulai dengan menghindari melakukan hal-hal


yang dapat memicu terjadinya penyakit penyebab munculnya kondisi ini. Misalnya,
menjalani vaksinasi secara terjadwal dapat menjadi tindakan yang diwajibkan
sebagai pencegah infeksi. Konsultasikan kepada dokter mengenai vaksin apa saja
yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi Anda.
Mengurangi konsumsi alkohol untuk menghindari terkena sirosis hati juga dapat
dilakukan. Selain itu, bila ingin melakukan perjalanan ke daerah yang endemik
malaria, pergilah ke dokter untuk mendapatkan terapi profilaksis.

DAFTAR PUSTAKA

Diktat anatomi, Situs Abdominis, ed. 2011, Laboratorium Anatomi, FK


UNISSULA
Atlas Anatomi Manusia Sobotta, ed. 22, jilid 2, P.Putz dan R. Pabst, EGC
Sumber: Judith M. Wilkinson dan Nancy R. Ahern. Buku Saku DIAGNOSIS
KEPERAWATAN Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria hasil NOC
Edisi 9.
Alih Bahasa Ns. Esti Wahuningsih, S.Kep dan Ns. Dwi Widiarti, S,Kep. EGC.
Jakarta.
Doenges, EM, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai