Anda di halaman 1dari 12

PENERAPAN KONSEP SIMULASI DRK ( DISKUSI REFLEKSI DIRI)

MANAJEMEN KEPERAWATAN

oleh:
Grup H / Kelas A 2015
1. Oktalia Rahmawati Rahayu 152310101003
2. Devi Humairah Irawan 152310101006
3. Aprinia Fajar Sukmawati 152310101017
4. Ranny Dwi Harwati 152310101034
5. Diah Estiningtias 152310101040

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Konsep DRK ( Diskusi Refleksi Kasus)


a. Pengertian DRK
Diskusi reflek kasus merupakan metode pembelajaran dalam merefleksikan
pengalaman perawat yang aktual dan menarik dalam memberikan dan mengelola
asuha keperawatan melalui diskusi kelompok yang diadakan oleh perawat yang
mengacu dala pemahaman standar keperawatan. Dalam DRK ( diskusi refleksi
kasus) membahas hal tengtang masalah keperawatan yang aktual, menarik
maupun yang berlangsung. Melalui DRK ini akan membuat perawat
meningkatkan mutu asuhan keperawatan. Diskusi berdasarkan kasus merupakan
salah satu bentuk pelatihan klinik yang di setting untuk membantu pembelajaran
dalam assesmen dalam tatanan klinik. Tujuan utama dari diskusi berdasarkan
kasus adalah untuk memberikan pembelajaran klinik yang tersturktur dan
pemberian umpan balik terhadap partisipan dalam diskusi tersebut Diskusi
berdasarkan kasus ini merupakan program pembelajaran klinik yang terstuktur
yang mebutuhkan alat bantu (tool) yang digunakan sebagai panduan dari mentor
dalam merefleksikan diskusi yang akan membangun kemampuan keterampilan
klinik (Iqbal et al., 2013) .
b. Posisi DRK dalam Standar Akreditasi 2012

Posisi DRK dalam standar akreditasi 2012 merupakan posisi yang dibutuhkan
dalam alreditasi rumah sakit untuk meningkatkan pelayanan. DRK yang menjadi
gambaran dalam defleksi refleksi kasus yang dapat meningkatkan keselaamatan
dan kualitas asuhan pasien, memastikan lingkungan pelayanan yang aman dan
berkualitas. Akreditasi yang merupakan salah satu sebagai sarana manajemen
dalam mengevaluasi komponen rumah sakit serta pelaayanan rumah sakit tentang
mutu suatu rumah sakit. DRK yang menjadi diskusi tenaga kesehatan khususnya
perawat dalam mengevaluasi hasil kerja dalam pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien, akan menentukan capaian akreditasi suatu rumah sakit yang dapat
meningkatkan mutu kualitas pelayanan (Sutoto, Kuntjoro Adi Purjanto, Suarhatini
Hadad drg Tri Erri Astoeti, SKp, & dr Mary Maryam, 2018).

Akreditasi tahun 2012 yang memiliki komponen penting dalam


meningkatkan pelayanan asuhan kepada pasien memiliki maksud dan tujuan
untuk mennyamakan kebutuhan asuhan pasien dengan pelayanan yang ada di
dalam rumah sakit. Standar akreditasi tahun 2012 yang memiliki versi KARS
yang berfokus pada standar pelayanan pada pasien,manajemen rumah sakit,
keselamatan pasien rumah sakit dan sasaran milineum development goals,
memiliki peranan penting dalam meningkatkan kualitas pelayanan salah satunya
dengan proses DRK yang dilakukan oleh tenaga kesehatan seperti perawat.
Tujuan DRK yang menjadi pengembangan profesionalisme perawat dalam sarana
untuk menyelesaikan masalah yang mengacu pada asuhan keperawatan. Dalam
proses DRK ini akan meningkatkan mutu atau kualitas pelayanan asuhan
keperawatan yang akan berdampak pada akreditasi sebuah rumah sakit. enilaian
internal dilakukan diseluruh komponen rumah sakit salah satunya yaitu dengan
DRK seperti yang jelaskan dalam Keputusan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia 836/MENKES/SK/VI/20054. Mempraktekkan DRK juga dapat
dikatakan sebagai bagian“in-service training ” yang sangat efektif dan sangat
efisien. Kesadaran akan kebutuhan untuk berkembang adalah menjadi salah satu
tanggung jawab perawat terhadap dirinya sendiri dan profesinya.

c. Komponen DRK
Komponen yang harus ada dalam diskusi reflesksi kasus (DRK) meliputi
(Ardian dan Hariyati, 2017):

1) Penyaji
Penyaji merupakan seseorang yang bertanggungjawab dalam mempersipakan
dan menyajikan materi DRK yang berupa refleksi pengalaman. Pada DRK
keperawatan yang menjadi penyaji biasanya adalah perawat dengan syarat
minimal perawat klinik (PK) II atau perawat dengan pengalamana klinik
minimal 5 tahun untuk D3 Keperawatan dan minimal 3 tahun untuk Ners.
Perawat penyaji biasanya mnyajikan materi berupa refleksi atau berbagi
pengalamana dalam memberikan asuhan keperawaatan.
2) Fasilitator
Fasilitator merupakan sesorang yang bertanggung jawab dalam memfasilitasi
dan mengatur jalannya pelaksanaan DRK. Pada DRK keperawataan kriteria
yang biasanya menjadi perawat fasilitator adalah perawat klinik minimal PK
II atau perawat dengan pengalaman klinik minimal 5 tahun untuk D3
Keperawatan dan minimal 3 tahun untuk Ners. Perawat fasilitator biasanya
dijabat oleh kepala ruang.
3) Peserta
Perawat yang berperan sebagai pesesrta DRK harus melakukan active
learning terhadap materi DRK melalui membaca literaratur, jurnal dan
kebijakan terkait.
d. Tahapan DRK

Menurut Ardian dan Hariyati (2017), pelaksanaan DRK di ruangan diawali


dengan penetapan topik DRK dan penyusunan jadwal. Topik DRK ditentukan
melalui diskusi yang dipimpin oleh kepala ruangan. Topik DRK dapat berupa
pengalaman perawat yang berupa keberhasilan ataupun kegagalan dalam
memberikan asuhan keperawatan. Jadwal DRK disusun untuk periode 6 bulan
atau 12 bulan dengan mencantumkan topik dan peran masing masing perawat.
Supervisi DRK dilakukan oleh perawat klinik (PK) dengan level diatasnya
ataupun berdasarkan jenjang struktur dari ketua tim, kepala ruang sampai kepala
bidang keperawatan. Selanjutnya penyaji merefleksikan pengalamannya
menggunkan Model Refleksi Graham Gibbs. Tahapan dari model refleksi Graham
Gibbs adalah sebagai berikut

1) Discription;
Perawat menggambarkan pengalaman saat memberikan asuhan keperawatan
secara detail dan akurat.
2) Feeling
Perawat menggambarkan perasaan dan pikiran yang dirasakan ketika
memberikan asuhan keperawatan.
3) Evaluation
Perawat melakukan penilaian terhadap hal yang baik dan buruk dari
pengalaman yang dialami.
4) Analysis
Perawat memberikan pendapatnya tentang situasi saat itu, melihat secara
kritis hubungan suatu kejadian serta mencari alternatif yang ada.
5) Conclusion
Perawat melakukan penegasan terhadap hal-hal yang seharusnya tidak
dilakukan dan juga mencari halhal yang harus dilakukan.
6) Plan Action
Perawat membuat perencanaan apabila kondisi tersebut terjadi kembali.
Perencanaan ini dapat berupa upaya perbaikan ataupun inovasi. Refleksi yang
dilakukan perawat pada tahap Evaluation, Analysis, Conclusion dan Plan
Action mengacu pada kebijakan, standar, literatur dan hasil riset.

Gambar Model Refleksi Graham Gibbs


JUDUL SOP :

PELAKSANAAN DISKUSI REFLEKSI KASUS DI


RUMAH SAKIT
FKEP
UNIVERSITAS
JEMBER
NO DOKUMEN : NO REVISI : HALAMAN :

TANGGAL DITETAPKAN OLEH :


PROSEDUR TERBIT :
TETAP

1. PENGERTIAN Suatu metode pembelajaran dalam


merefleksikan pengalaman perawat yang
aktual dan menarik dalam memberikan dan
mengelola asuhan keperawatan melalui suatu
diskusi kelompok yang mengacu pemahaman
standar yang ditetapkan
2. TUJUAN 1. Mengembangkan profesionalitas perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan
2. Untuk menyelesaikan masalah dengan
mengacu pada standar keperawatan yang
telah ditetapkan
3. Leader Manajer kasus

4. Stakehelder terkait 1. Kepala ruangan (manajer


personil/perawat)
2. Staf keperawatan (perawat klinis/perawat
pelaksana)
3. Komite keperawatan
5. Alat dan Bahan 1. Dokumentasi asuhan keperawatan
2. Sinopsis tentang ide/gagasan/ informasi
terkait kasus yang dibuat berdasarkan
analisis hasil penelitian
3. Standar asuhan keperawatan sesuai kasus
4. SOP tindakan terkait kasus
5. Hasil audit keperawatan
6. Tool refleksi
6. Output 1. Rekomendasi untuk merubah praktek
sesuai pengetahuan/informasi yang baru
2. Rekomendasi untuk mencari informasi-
informasi tambahan lainnya yang
menguatkan
3. Rekomendasi untuk mempertahankan
praktek yang sudah dilaksanakan karena
sesuai dengan pengetahuan yang baru
SKENARIO
Diah Estiningtias sebagai Kepala Ruangan (Karu)
Devi Humairah Irawan sebagai Manajer Kasus (MK)
Ranny Dwi H sebagai Perawat Pelaksana 1 (PP1)
Oktalia Rahmawati sebagai Ketua Tim (Katim)
Aprinia Fajar S sebagai Perawat Pelaksana 2 (PP2)

Suasana ruang rapat


Karu: Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
(semua): Wa’alaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh
Karu: Apakah semua sudah lengkap?
Katim: Alhamdulillah sudah bu
Karu: Baik jika begitu kita mulai saja diskusi refleksi kasusnya. Bismillah, kita
buka diskusi pada pagi ini dengan pembacaan do’a terlebih dahulu, berdo’a mulai.
Beberapa saat kemudian..
Karu: Berdo’a selesai. Diskusi refleksi kasus pada pagi ini insyaallah akan
dilaksanakan selama kurang lebih 1 jam. Baik untuk memulai diskusi saya akan
membacakan kasus terlebih dahulu:
Kasus Tn X dengan diagnosa medis Kardiomegali, Kardiomiopaty. Pasien
telah dirawat selama 3 hari, kesadaran stupor sejak MRS. Hasil EKG
menunjukkan LV dan LA dilatasi. Pasien terpasang ventilator, hasil
pengkajian tanda-tanda vital yaitu: TD 100/60 mmHg, nadi 78x/menit,
aritmia, CRT >2 detik, RR 18x/menit, Suhu 37°C, pembengkakan pada
pembuluh darah perifer. Diagnosa yang diperoleh yaitu:
1. Ketidakefektifan pola nafas (teratasi)
2. Penurunan curah jantung (belum teratasi)
Karu: Baik, setelah membaca kasus di atas, Apakah pasien sudah mendapatkan
obat-obatan pemacu jantung yang dibutuhkan?
Katim: Saat MRS, pasien telah mendapatkan resep obat Lasix dan Tyarit oleh dr.
Budiman.
Karu: Untuk terapi keperawatannya bagaimana?
PP1: Hari pertama saat MRS telah diberikan posisi semi fowler, kolaborasi
dengan ahli gizi untuk kontrol nutrisinya, dan diskusi dengan keluarga. Menurut
keluarga, selama ini pasien telah mengalami Hipertensi selama 5 tahun terakhir,
pengobatan hanya dilakukan dengan membeli obat-obatan yang dijual di warung.
Karu: Dengan melihat kasus di atas, bagaimana menurut pendapat MK?
MK: Kemungkinan penyebab penurunan curah jantung pasien karena akibat
Hipertensi menahun yang tidak diatas dengan benar. Beberapa penelitian juga
menyeburtan bahwa kejadian Kardiomegali seperti ini akibat lifestyle buruk dan
penyakit jantung seperti hipertensi. Proses aliran darah dari jantung ke seluruh
tubuh dan juga sebaliknya yang selama ini terganggu belum diselesaikan secara
benar oleh pasien. Kita semua sudah paham, bahwa obat-obatan yang dijual bebas
di warung adalah obat-obatan dengan efek samping tertentu dan tidak terkontrol.
Kasus seperti ini memang langka, kemungkinan buruk pun bisa terjadi. Tindakan
yang bisa dilakukan salah satunya dengan kateterisasi jantung, agar jantung bisa
mendapatkan pasokan darah yang cukup. Tentu harus disertai obat-obatan
penunjang untuk mengaktifkan saraf perikardiumnya. Mungkin nanti bisa
dikonsultasikan dengan dr. Budiman.
Karu: Apakah sudah ada rencana tindakan selanjutnya dari dr. Budiman?
PP2: Belum ada Ns, karena kemarin dr. Budiman berhalangan hadir untuk ansit.
Beliau masih ada urusan di luar kota
Karu: Baik, segera dihubungi bagaimana kelanjutan penanganan kasus pasien ini
Katim: Sudah kami hubungi melalui pesan WhatsApp kemarin pagi. Beliau
berpesan agar dilanjutkan dulu pemberian obat-obatannya. Mohon maaf Ns,
karena kasus seperti ini masih langka, jadi kami kurang pengalaman dalam
menyikapi kasus tersebut
Karu: Ya, maklum. Kasus ini adalah kasus gangguan jantung pertama di rumah
sakit kita. Bagaimana MK mungkin ada masukan lagi?
MK: Mohon dipantau terus perkembangan kondisi pasien pada monitor, terutama
pada EKG dan TTV. Segera komunikasikan jika ada perubahan kondisi pasien.
Untuk terapi keperawatan yang bisa dilakukan sementara ini yaitu, tetap posisikan
pasien semi fowler, jika TTV menurun, posisi bisa ditinggikan lagi. Observasi
terus perkembangan pasien secara detail dan harap aktif dalam memberi informasi
kepada keluarga tentang kondisi pasien. Mungkin jam kunjung keluarga bisa
ditambah, yang semula 1 jam, bisa menjadi 2 jam. Karena beberapa penelitian
sebelumnya juga mengatakan bahwa dukungan keluarga sangat berpengaruh
terhadap kondisi pasien. Hal itu juga sudah saya terapkan selama merawat pasien
selama ini.
Karu: Baik, terimakasih perawat MK atas solusinya. Kesimpulan diskusi refleksi
kasus pada pagi hari ini yaitu dengan menghasilkan rencana tindak lanjut:
1. Observasi pasien lebih detail
2. Tetap posisikan pasien semi fowler, jika TTV menurun, posisi bisa
ditinggikan
3. Konsultasikan dengan dokter mengenai kateterisasi jantung
4. Dekatkan keluarga dengan pasien
5. Terus aktif menginformasikan kondisi pasien kepada keluarga
6. Lanjutkan pemberian obat
Karu: Terimakasih atas kerjasamanya, kita tingkatkan lagi kinerja kita untuk
kesembuhan pasien. Kita akhiri diskusi kali ini dengan pembacaan do’a. Berdo’a
mulai, (sesaat kemudia) berdo’a selesai.
Karu: Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
(semua): Wa’alaikumsalam Warohmatullahi Wabarokatuh
DAFTAR PUSTAKA
Ardian, P. dan R. T. S. Hariyati. 2017. Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan

melalui Implementasi Diskusi Refleksi Kasus (DRK): Pilot Study. Jurnal

Kesehatan Holistik (The Journal of Holistic Healthcare). 11(4):234–241.

Iqbal, A., Hamdan, S., Alam, Z., Shahfiq, ur R., Shabir, A., & Wajid, K. (2013).

How Reflective Practice Improves Teachers ’ Classroom Teaching Skill ?

Case of Community Based Schools in District Chitral , Khyber

Pakhtunkhwa. Academic Research International, 4(1), 73–81.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 836. 2005. Pedoman

Pengembangan Manajemen Kinerja Perawat dan Bidan: Jakarta

Maya Ratnasari. 2010. Penerapan Pengembangan Manajemen Kinerja (Pmk)

Klinik Bagi PerawatDan Bidan Pada Sistem Remunerasi.

http://www.fik.ui.ac.id.

Sutoto, dr, Kuntjoro Adi Purjanto, dr, Suarhatini Hadad drg Tri Erri Astoeti,

Mk., SKp, W., & dr Mary Maryam, Mk. S. (2018). Sambutan Ketua

Eksekutif Komisi Akreditasi Rumah Sakit. https://doi.org/362.11

Anda mungkin juga menyukai