OLEH:
Tantia Ismi Nitalia, S.Kep.
NIM 182311101148
Mahasiswa
1.3 Epidemiologi
Efusi pleura banyak terjadi di negara-negara yang sedang berkembang,
salah satunya Indonesia. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh infeski
tuberculosis. Di negara-negara barat, efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal
jantung kongestif, keganasan dan pneumonia bakteri. Di Amerika Serikat, 1,5 juta
kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya. Sementara pada populasi umum secara
internasional, diperkirakan tiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura.
Di Indonesia sendiri, kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit
infeksi saluran napas lainnya. Secara keseluruhan, insidensi efusi pleura sama
antara pria dan wanita. Namun terdapat perbedaan pada kasus-kasus tertentu
dimana penyakit dasarnya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya, hampir dua
pertiga kasus efusi pleura maligna terjadi pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura
maligna paling sering disebabkan oleh kanker payudara dan keganasan
ginekologi. Sama halnya dengan efusi pleura yang berhubungan dengan sistemic
lupus erytematosus, dimana hal ini lebih sering dijumpai pada wanita. Efusi
pleura yang berkaitan dengan pankreatitis kronis insidensinya lebih tinggi pada
pria dimana alkoholisme merupakan etiologi utamanya. Efusi pleura yang
disebabkan oleh TB lebih banyak mengenai pria. Efusi rheumatoid juga
ditemukan lebih banyak pada pria daripada wanita. Efusi pleura kebanyakan
terjadi pada usia dewasa. Namun demikian, efusi pleura belakangan ini cenderung
meningkat pada anak-anak dengan penyebab tersering adalah pneumonia
(Ginting, 2015).
1.4 Etiologi
Pembentukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh banyak
keadaan yang dapat berasal dari kelainan dalam paru sendiri misalnya, infeksi
baik dari bakteri, virus atau jamur, tumor paru, tumor mediastinum, metastasis;
atau disebabkan oleh keadaan kelinan sistemik, antara lain penyakit penyakit yang
mengakibatkan hambatan aliran getah bening, hipoproteinemia pada penyakit
ginjal, hati, dan kegagalan jantung. Tidak jarang disebabkan pula oleh trauma
kecelakaan atau tindakan pembedahan (Sudoyo, 2009). Cairan efusi pleura dapat
berupa:
1. Cairan transudate, terdiri atas cairan yang bening,biasanya ditemukan pada
kegagalan jantung, kegagalan ginjal yang akut atau kronik, keadaan
hipoproteinemia pada kegagalan fungsi hati, pemberian cairan infus yang
berlebihan, dan fibroma ovarii.
2. Cairan eksudat, berisi cairan kekeruh-keruhan, paling sering ditemukan pada
infeksi tuberculosis, atau nanah (empyema) dan penyakit-penyakit kolagen
(lupus eritematosus, rheumatoid artritis)
3. Cairan darah, dapat disebabkan trauma tertutup atau terbuka, infark paru, dan
karsinoma paru.
4. Cairan getah bening: meskipun jarang terjadi tetapi dapat diakibatkan oleh
sumbatan aliran getah bening thoraks, misalnya pada filiariasis atau metastasis
pada kelenjar getah bening dari suatu keganasan.
Peningkatan pembentukan cairan pleura disebabkan oleh (Sudoyo, 2009):
1. peningkatan cairan interstitial paru : gagal jantung kiri, pneumonia, emboli
paru
2. peningkatan tekanan intravaskular pleura : gagal jantung kanan atau kiri,
sindrom vena kava superior
3. peningkatan permeabilitas kapiler pleura : Inflamasi pleura, peningkatan kadar
VEGF
4. peningkatan kadar protein cairan pleura
5. penurunan tekanan pleura : atelektasis, peningkatan rekoil elastik paru
6. peningkatan akumulasi cairan peritoneum : Asites, dialisis peritoneum
Penyebab efusi pleura ada yang dikarenakan infeski dan juga non infeksi,
yaitu :
1. Infeksi
Tuberkulosis, Non tuberkulosis, pneumonia, jamur, pneumonitis, perforasi
esofagus, abses subfrenik, abses paru, parasit, virus.
2. Non Infeksi
Hipoprotinemia, karsinoma paru, karsinoma pleural, tumor ovarium, gagal
jantung, gagal hati, gagal ginjal, hipotiroididme, emboli paru, hematothoraks.
1.5 Klasifikasi
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme
pembentukan cairan dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau
eksudat. Transudat hasil dari ketidakseimbangan antara tekanan onkotik dengan
tekanan hidrostatik, sedangkan eksudat adalah hasil dari peradangan pleura atau
drainase limfatik yang menurun. Dalam beberapa kasus mungkin terjadi
kombinasi antara karakteristik cairan transudat dan eksudat. Berikut adalah
penjelasan klasifikasi efusi pleura (Puspita dkk, 2017):
1. Efusi pleura transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara tekanan
kapiler hidrostatik dan koloid osmotik, sehingga terbentuknya cairan pada satu
sisi pleura melebihi reabsorpsinya oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi
pada:
a. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
b. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
c. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
d. Menurunnya tekanan intra pleura
Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah gagal jantung kiri
(terbanyak), sindrom nefrotik, obstruksi vena cava superior, asites pada sirosis
hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui saluran getah
bening)
2. Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler yang
permeabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan
protein transudat. Bila terjadi proses peradangan maka permeabilitas kapiler
pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat
atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan ke dalam rongga pleura. Penyebab
pleuritis eksudativa yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis
dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat dalam
cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran
protein getah bening ini (misalnya pada pleuritis tuberkulosis) akan menyebabkan
peningkatan konsentasi protein cairan pleura, sehingga menimbulkan eksudat.
Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain infeksi (tuberkulosis, pneumonia),
tumor pada pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik, radiasi,, penyakit dan
jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Systemic Lupus Eritematosis).
Eksudat
Transudat
Akumulasi cairan di
rongga pleura
EFUSI PLEURA
Energi berkurang
Ketidakefektifan pola nafas
Ketidakseimbangan nutrisi:
Luka (Port de entry
kurang dari kebutuhan tubuh
kuman)
1.9 Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pasien dengan efusi pleura adalah mengeluarkan
isi abnormal di dalam cavum pleura dan berusaha mengembalikan fungsi tekanan
negatif yang terdapat di dalam cavum pleura. Beberapa pilihan untuk terapi pada
efusi pleura adalah sebagai berikut (Ginting, 2015):
1. Water Seal Drainage (tube thoracostomy)
Modalitas terapi yang bekerja dengan menghubungkan cavum pleura berisi
cairan abnormal dengan botol sebagai perangkat WSD yang nantinya akan
menarik keluar isi cairan abnormal yang ada di dalam cavum pleura dan
mengembalikan cavum pleura seperti semula, menyebabkan berkurangnya
kompresi terhadap paru yang tertekan dan paru akan kembali mengembang.
2. Thoracocentesis (Pungsi pleura)
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara melakukan aspirasi menggunakan
jarum yang ditusukkan biasanya pada linea axillaris media spatium
intercostalis. Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum dan spuit, atau
dapat juga menggunakan kateter. Aspirasi dilakukan dengan batas maksimal
1000 – 1500 cc untuk menghindari komplikasi reekspansi edema pulmonum
dan pneumothoraks akibat terapi.
3. Pleurodesis
Modalitas terapi yang bekerja dengan cara memasukkan substansi kimiawi
pada dinding bagian dalam pleura parietal, dengan tujuan merekatkan
hubungan antara pleura visceral dan pleura parietal. Dengan harapan celah
pada cavum pleura akan sangat sempit dan tidak bisa terisi oleh substansi
abnormal. Dan dengan harapan supaya paru yang kolaps bisa segera
mengembang dengan mengikuti gerakan dinding dada.
2.1 Pengkajian
Identitas Klien
1. Nama
2. Umur: Efusi pleura lebih sering terjadi pada usia dewasa namun baru-baru ini
usia anak juga beresiko terjadi efusi pleura dengan penyebab utamanya yaitu
pneumonia
3. Jenis kelamin: Secara keseluruhan, insidensi efusi pleura sama antara pria dan
wanita. Namun terdapat perbedaan pada kasus-kasus tertentu dimana penyakit
dasarnya dipengaruhi oleh jenis kelamin. Misalnya, hampir dua pertiga kasus
efusi pleura maligna terjadi pada wanita. Dalam hal ini efusi pleura maligna
paling sering disebabkan oleh kanker payudara dan keganasan ginekologi.
4. Agama: Tidak ada hubungan antara agama yang dianut dengan kejadian efusi
pleura
5. Pendidikan: Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian
efusi pleura
6. Alamat: Orang yang tinggal di daerah dengan paparan asbestos lebih tinggi
maka meningkatkan resiko kejadian efusi pleura
7. No. RM: Diisi dengan nomor rekam medik yang tertera di buku pasien
8. Pekerjaan: Riwayat pekerjaan seperti paparan yang lama terhadap asbestos
dimana hal ini dapat meningkatkan resiko mesotelioma.
9. Status Perkawinan: Tidak ada hubungan antara status perkawinan dengan
angka kejadian efusi pleura
10. Tanggal MRS: Ditulis sejak klien masuk IGD
11. Tanggal Pengkajian: Ditulis dengan tanggal ketika perawat melakukan
pengkajian pertama kali
12. Sumber Informasi: Sumber informasi bisa didapat dari pasien, keluarga, atau
pasien dan keluarha. Dari pasien biasanya jika pasien tidak ada keluarga, dari
keluarga biasanya jika pasien tidak kooperatif, dan dari pasien dan keluarga
apabila keduanya kooperatif dalam memberikan informasi.
2.1.2 Riwayat Kesehatan
1. Diagnosa Medik:
Efusi Pleura
2. Keluhan Utama:
Adanya sesak nafas yang dirasakan semakin berat disamping itu disertai nyeri
dada yang semakin berat saat inspirasi dan saat miring ke sisi yang sakit.
3. Riwayat penyakit sekarang:
Gejala yang biasanya muncul pada efusi pleura yakni : nafas terasa pendek
hingga sesak nafas yang nyata dan progresif, timbul nyeri khas pleuritik pada
area yang terlibat, khususnya jika penyebabnya adalah keganasan. Nyeri dada
meningkatkan kemungkinan suatu efusi eksudat misal infeksi, mesotelioma
atau infark pulmoner. Batuk kering berulang juga sering muncul, khususnya
jika cairan terakumulasi dalam jumlah yang banyak secara tiba-tiba. Batuk
yang lebih berat dan atau disertai sputum atau darah dapat merupakan tanda
dari penyakit dasarnya seperti pneumonia.
4. Riwayat kesehatan terdahulu:
a. Penyakit yang pernah dialami:
Riwayat penyakit pasien perlu ditanyakan misalnya apakah pada pasien
terdapat hepatitis kronis, sirosis hepatis, pankreatitis, riwayat pembedahan
tulang belakang, riwayat keganasan, dll.
b. Alergi : Kaji alergi klien terhadap makanan, obat, plester, dan lain-lain
c. Imunisasi : Kaji apakah klien mendapatkan imunisasi lengkap atau tidak
2.2 Diagnosa
NO DIAGNOSA
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru tidak
adekuat
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas akibat akumulasi secret (00031)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (00092)
4. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi (00004)
5. Nyeri akut berhubungan dengan adanya peningkatan atau akumulasi cairan
di rongga pleura
6. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nafas pendek
8. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan dan nyeri.
9. Resiko Infeksi berhubungan dengan luka bekas tindakan invasif
2.2 Intervensi/Nursing Care Plan
No. Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Ketidakefektifan pola Tujuan: 3140. Manajemen Jalan nafas
napas (00032) Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam status pola 1. Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
berhubungan dengan nafas klien efektif 2. Motivasi pasien untuk bernafas dalam dan pelan
ekspansi paru inadekuat Kriteria Hasil: 3. Monitor status pernafasan dan oksigenasi
Status Pernafasan sebagaimana mestinya
1. Frekuensi pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5 3320. Terapi Oksigen
2. Kapasitas vital dan volume tidal dari skala 1 1. Bersihkan mulut hidung dan sekresi trakea
menjadi skala 4 dengan tepat
3. Suara auskultasi nafas dari skala 1 menjadi skala 4
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
4. Irama pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5 3. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui
sistem humidifier
4. Berikan oksigen tambahan seperti yang
diperintahkan
5. Monitor alat pemberian oksigen
6. Monitor efektifitas terapi oksigen dengan tepat
2. Ketidakefektifan bersihan Tujuan: 3350. Monitor pernafasan
jalan nafas berhubungan Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam bersihan jalan 1. Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha
dengan obstruksi jalan nafas klien efektif respirasi
nafas akibat akumulasi Kriteria Hasil: 2. Perhatikan gerakan dada, amati simetris,
secret (00031) 1. Frekuensi pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5 penggunaan otot aksesori, retraksi otot
2. mengeluarkan sputum dari skala 1 menjadi skala 3 supraclavicular dan interkostal
3. Irama pernafasan dari skala 1 menjadi skala 5 3. Monitor suara napas tambahan
4. Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea,
hyperventilasi
5. Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi,
wheezing.
6. Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi
dispnea.
7. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; lakukan
penghisapan sesuai keperluan.
8. Anjurkan asupan cairan adekuat.
9. Ajarkan batuk efektif
10. Kolaborasi pemberian oksigen
11. Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai
indikasi.
3. Intoleransi aktivitas Tujuan: 0180 Manajemen Energi
Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam Intoleransi
berhubungan dengan 1 Kaji adanya factor yang menyebabkan
aktivitas klien dapat teratasi
kelelahan
kelemahan (00092) Kriteria Hasil:
2 Monitor nutrisi dan sumber energi yang
1. Tanda Vital dari skala 2 menjadi skala 5
adekuat
2. mentoleransi aktivitas dari skala 2 menjadi skala 5
3 Monitor respon kardivaskuler terhadap
3. Kelelahan dari skala 2 menjadi skala 5
aktivitas
4. Bergerak dengan mudah dari skala 2 menjadi
4 Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat
skala 4
pasien
5 Ajarkan klien mengenai pengelolaan dan
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan
6 Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
mengurangi kelelahan fisik (Farmakologi dan
non farmakologi)
4310 Terapi Aktifitas
1 Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
2 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
3 Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
4. Hipertermi berhubungan Tujuan: 1. Pantau suhu dan tanda vital lainnya
Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam hipertermi 2. Monitor warna kulit
dengan proses inflamasi
klien teratasi 3. Selimuti pasien dengan selimut tipis dan
(00004) Kriteria Hasil: pakaian tipis
1. Penurunan suhu dari skala 3 menjadi skala 5 4. Anjurkan pasien minum banyak air (250ml/ 2
2. Penurunan gelisah (tenang) dari skala 3 menjadi jam)
skala 5 5. Anjurkan pasien banyak istirahat, batasi
3. Melaporkan kenyamanan suhu dari skala 3 aktivitas jika diperlukan
menjadi skala 5 6. Anjurkan memberikan kompres hangat saat
pasien demam
7. Kolaborasi pemberian obat (antipiretik,
antibiotik, dan cairan IV)
8. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (darah
lengkap, urin)
5. Nyeri akut (00132) Tujuan: 2210. Pemberian Analgesik
berhubungan dengan Setelah dilakukan perawatan 3x24 klien sedikit atau 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
peningkatan cairan pleura tidak menunjukkan nyeri keparahan nyeri sebelum mengobati klien
Kriteria Hasil: 2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis,
1605. Kontrol Nyeri dan frekuensi obat analgesik yang diresepkan
4. Mengenali kapan nyeri terjadi dari skala 1 menjadi 3. Cek adanya riwayat alergi obat
skala 3 4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
5. Menggambarkan faktor penyebab nyeri dari skala pemberian analgesik
1 menjadi skala 3 5. Berikan analgesik sesuai dengan waktu
6. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri (tanpa paruhnya
analgesik) dari skala 1 menjadi skala 3 1400. Manajemen Nyeri
7. Melaporkan nyeri terkontrol dari skala 1 menjadi 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif dengan
skala 4 teknik PQRST
2102. Tingkat Nyeri 2. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
1. Nyeri yang dilaporkan dari skala 1 menjadi skala 4 mengetahui pengalaman nyeri
2. Ekspresi wajah nyeri dari skala 1 menjadi skala 3 3. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
4. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
5. Dorong pasien untuk memonitor nyeri dan
menangani nyerinya dengan tepat.
6. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan
tim kesehatan lainnya untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan penurunan
nyeri sesuai kebutuhahan.
6. Ketidakseimbangan Tujuan: 1100. Manajemen Nutrisi
nutrisi: kurang dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 1. Kaji status nutrisi klien
kebutuhan tubuh (00002) jam, kebutuhan nutrisi klien tercukupi 2. Kaji frekuensi mual, durasi, tingkat keparahan,
berhubungan dengan Kriteria Hasil: faktor frekuensi, presipitasi yang menyebabkan
intake inadekuat 1. berat badan dari skala 2 menjadi skala 3 mual.
2. Berat badan ideal dengan tinggi badan dari skala 2 3. Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi
menjadi skala 3 sering.
3. Klien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4. Anjurkan pasien untuk makan selagi hangat
dari skala 2 menjadi skala 4 5. Delegatif pemberian terapi antiemetik
4. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti 6. Diskusikan dengan keluarga dan pasien
dari skala 2 menjadi skala 4 pentingnya intake nutrisi dan hal-hal yang
menyebabkan penurunan berat badan.
7. Gangguan pola tidur Tujuan: 1850. Peningkatan Tidur
(000198) berhubungan Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam 1. Kaji pola tidur dan aktivitas klien.
dengan gangguan diharapkan klien tidak mengalami gangguan pola tidur 2. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama
kenyamanan fisik dengan klien sakit.
Kriteria Hasil: 3. Monitor/catat waktu dan pola tidur klien.
1. Memiliki jam tidur yang teratur 4. Atur lingkungan (misalnya pencahayaan, suara
2. Memiliki pola tidur yang teratur berisik, suhu, kasur, dan tempat tidur) untuk
3. Mengalami tidur yang berkualitas mempermudahkan klien tidur.
4. Merasa segar kembali setelah tidur 5. Minta klien untuk menghindari makanan atau
5. Bangun pada waktu yang tepat minuman yang dapat mempengaruhi tidur.
6. Berikan lingkungan yang nyaman dengan
melakukan pijatan, posisi yang tepat dan
sentuhan afektif.
7. Berikan obat yang dapat membantu klien tidur.
8. Defisit perawatan diri Tujuan: Bantuan perawatan diri: mandi/kebersihan
Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam perawatan diri (1801)
berhubungan dengan
klien efektif 1. Fasilitasi pasien untuk menggosok gigi dengan
kelemahan dan nyeri. Kriteria Hasil:
tepat
1. Menjaga kebersihan untuk kemudahan bernafas
2. Fasilitasi pasien untuk seka dengan tepat
2. Mempertahankan kebersihan mulut
3. Monitor kebersihan kuku
3. Memperhatikan kuku jari tangan
4. Monitor integritas kulit
4. Memperhatikan kuku jari kaki
5. Jaga kebersihan secara berkala
5. Mempertahankan kebersihan tubuh
6. Dukung keluarga berpartisipasi dalam
mempertahankan kebersihan dengan tepat.
9. Resiko Infeksi (00004) Tujuan: 6540. Kontrol Infeksi
berhubungan dengan Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah kegiatan
tindakan invasif diharapkan kondisi klien dapat menunjukkan perawatan klien
Kriteria Hasil: 2. Ganti IV perifer dan tempat saluran penghubung
1. Klien dapat secara konsisten dapat serta balutannya sesuai dengan pedoman CDC
mengidentifikasi faktor risiko infeksi saat ini
2. Tanda dan gejala infeksi teridentifikasi 3. Pastikan tekhnik perawatan luka yang tepat
3. Perubahan status kesehatan termonitor dengan 4. Berikan terapi antibiotic yang sesuai
baik 5. Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai
bagaimana menghindari infeksi
6. Batasi jumlah pengunjung
7. Dorong untuk beristirahat
DAFTAR REFERENSI
Sudoyo AW., Setiyohadi B., Alwi I., Simadibrata M., Setiati S. (2009). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing