STROKE ISKEMIK
Disusun Oleh:
dr. Husnaini
Pembimbing:
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Diagnosis appendisitis cukup sulit karena gejala klinis sering atipikal dan tumpang
tindih dengan kondisi lain5. Secara nasional, perkembangan appendisitis belum mendapat
porsi perhatian serius, padahal jika tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan komplikasi
berat seperti perforasihingga 30-70% yang meningkatkan angka severitas dan mortalitas 6.
Risiko lain berupa peritonitis, pembentukan masa periapendikular, abses intra abdominal,
bahkan dapat berakhir kematian8.
World Health Organization (WHO) menyatakan mortalitas akibat appendisitis di
dunia berkisar 0,2-0,8%7. Walaupun mortalitasnya rendah, tetapi appendisitis memiliki
tingkat morbiditas yang tinggi9. Departemen Kesehatan menganggap appendisitis sebagai isu
prioritas kesehatan baik ditingkat lokal maupun nasional akibat dampak besar pada kesehatan
masyarakat10.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada apendiks terdapat 3 tanea coli yang menyatu dipersambungan caecum dan berguna
dalam menandakan tempat untuk mendeteksi apendiks. Posisi apendiks terbanyak adalah
retrocaecal/retrocolic (43,5%), sub-caecal (24,4%), postileal (14,3%), pelvic (9,3%),
paracaecal (5,8%), preileal (2,4%), Selain itu, juga dikenal istilah ectopic atau posisi lain
(0,27%) yang berarti posisi Appendiks vermiformis tidak termasuk dalam kelompok posisi
yang telah dijelaskan13.
Persarafan pada Caecum dan Appendiks vermiformis diatur oleh saraf simpatis dan
parasimpatis dari plexus mesentericus superior. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang
nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri appendicularis,
sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral
pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus. Rasa nyeri dari appendiks kemudian
disalurkan melalui serabut afferen masuk ke medulla spinalis setinggi T1011.
Apendiks mendapat vaskularisasi oleh arteri apendicular yang merupakan cabang dari
arteri ileocolica. Perdarahan arteri berasal dari mesenterium superior lalu ke arteri ileocolica
kemudian ke arteri appendicularis 14. Arteri apendiks termasuk end arteri, Jika arteri ini
tersumbat, misalnya oleh karena trombosis pada infeksi appendiks maka akan mengalami
gangren11 Darah vena dialirkan ke vena ileocolica, selanjutnya ke vena mesenterica superior.
Terdapat pula arteri appendicularis aksesori yang bercabang dari arteri Caecal posterior.
Kerusakan arteri ini dapat menyebabkan perdarahan intraoperatif dan pasca operasi yang
signifikan dan diikat setelah arteri appendicularis utama dikendalikan 14. Aliran limfe dari
Appendiks vermiformis ke nodus lymphatici ileocolici, terus ke nodi lymphatici mesenterici
superiores13.
2. Fisiologi Apendisitis
Secara fisiologis apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir tersebut
normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin
sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA, imunoglobulin tersebut sangat efektif
sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak
mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini sangat kecil jika
dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.11
Secara histologis, pada usia 1 tahun maka seluruh jaringan limfoid telah matang.
Selama masa bayi dan awal masa anak jaringan limfoid perifer mengalami perkembangan
yang cepat hingga masa pubertas sehingga memicu respon imunitas terhadap infeksi berupa
hiperplasia limfoid dan terjadilah obstruksi lumen appendiks15. Pada usia di atas 60 tahun,
tidak ditemukan jaringan limfoid pada appendiks, namun terdapat perubahan pada lapisan
serosa yang lebih elastis dibanding lapisan mukosa sehingga respon terhadap tekanan
intraluminal berbeda dibanding pasien yang lebih muda, mengakibatkan kemampuan
meregang akibat akumulasi sekret intraluminal kurang baik, dapat berlanjut menjadi iskemik
dan gangren stadium awal1.
Submukosa mengandung folikel limfoid yang sangat sedikit saat lahir. Jumlah ini
kemudian secara bertahap meningkat sekitar 200 folikel pada usia 10-20 tahun dan
selanjutnya menurun. Pada orang yang berusia lebih dari 30 tahun, kurang dari setengah
jumlah tersebut ada dan jumlahnya terus menurun sepanjang masa dewasa. Meskipun
demikian, appendisitis dapat terjadi pada segala usia9. Insidens tertinggi pada kelompok usia
20-30 tahun dengan dominasi pria dibandingkan wanita5.
Rata-rata usia anak untuk insidens appendisitis terjadi di usia 10-17 tahun 5. Hiperplasia
limfoid diamati lebih sering diantara bayi dan orang dewasa serta bertanggung jawab
terhadap peningkatan kejadian appendisitis pada kelompok usia ini. Anak-anak yang lebih
muda memiliki tingkat perforasi yang lebih tinggi, berkisar 50-85%. Usia rata-rata
appendektomi adalah 22 tahun. Meskipun jarang terjadi, appendisitis neonatal bahkan
prenatal telah dilaporkan. Dokter harus mempertahankan indeks kecurigaan yang tinggi pada
semua kelompok usia12.
c) Status Gizi
Gizi merupakan salah satu faktor penentu terhadap respon imunitas. Kekurangan salah
satu zat gizi dapat menghambat respon imunitas dan meningkatkan risiko infeksi.
Appendisitis diawali oleh infeksi yang memicu hiperplasia limfoid pada dinding appendiks
yang membuat obstruksi pada lumen proksimal. Jika asupan gizi tidak adekuat dapat
menyebabkan penurunan berat badan, imunitas menurun, kerusakan jaringan mukosa, invasi
patogen, serta adanya gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Oleh karena gizi
yang buruk, anak menjadi kurus, lemah, dan rentan oleh infeksi, terutama karena integritas
struktural, fungsional epitel, dan inflamasi. Ini menunjukkan bahwa malnutrisi dan infeksi
memiliki hubungan erat. Penelitian oleh Nelson dkk, di Southampton, Inggris menunjukkan
perbedaan pada berat dan tinggi badan untuk kelompok anak appendisitis. Anak yang
menderita appendisitis memiliki berat badan lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita
appendisitis, begitu pun tinggi badan anak menunjukkan hasil dalam batas signifikan. Bekele
dkk, melakukan penelitian pada 147 anak dengan usia dibawah 13 tahun di Etiopia,
menunjukkan bahwa lebih dari seperempat anak penderita appendisitis mengalami
underweight dan stunted. Diperlukan peran aktif orang tua guna mengawasi dan
mengarahkan pemilihan makanan pada anak3.
d) Jenis Kelamin
Insidens appendisitis pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada
kelompok usia 20-30 tahun, ketika insidens laki- laki lebih tinggi. Perbandingan angka
kejadian pada remaja dan dewasa muda yaitu 3 : 2 yang didominasi oleh pria. Kejadian
appendisitis pada orang dewasa 1,4 kali lebih banyak pada pria daripada wanita. Risiko
penyakit ini sebanyak 8,6% pada pria dan 6,7% pada wanita1.
Penelitian Indri U, dkk (2014) menyatakan persentase risiko jenis kelamin laki-laki dan
perempuan yakni 72,2% : 27,8%. Fenomena ini dikarenakan laki-laki banyak menghabiskan
waktu di luar rumah untuk bekerja serta cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji.
Kebiasaan tersebut mencuatkan komplikasi atau obstruksi pada usus sehingga timbul lah
masalah pada sistem pencernaan salah satunya adalah appendisitis7.
a) Fekalit sebagai penyebab appendisitis (33%)3 banyak terjadi pada orang dewasa
maupun yang lebih tua. Fekalit terbentuk dari garam kalsium dan debris fekal
yang melapisi kotoran atau feses yang memadat di dalam appendiks14.
b) Hiperplasia limfoid menjadi penyebab terbanyak obstruksi (60%)3. Hiperplasia
limfoid sekunder akibat penyakit radang usus (Kolitis) atau Inflammatory Bowel
Disease (IBD) biasanya terjadi pada remaja dan dewasa muda. Hiperplasia
limfoid dikaitkan dengan berbagai gangguan infeksi dan inflamasi termasuk
penyakit Crohn, Gastroenteritis, Amebiasis, Infeksi Pernapasan, Measles, dan
Mononukleosis/Demam Kelenjar14.
c) Tumor Appendiks/Neoplasma (Tumor, Karsinoma, Metastasis ke Appendiks,
karsinoma Appendiks Primer) menjadi penyebab kurang dari 1% kasus
appendisitis akut16.
d) Infeksi: Bakteri (Misalnya Yersinia sp dan E.histolytica, Mycobacteria sp,
Actinomyces sp), Fungi (Misalnya Histoplasma sp), Virus (Misalnya Adenovirus,
Sitomegalovirus), Parasit (Misalnya Schistosoma sp, Cacing Gelang,
Strongyloides stercoralis)14. Polimikroba harus dipertimbangkan sebagai
penyebab infeksi pada penyakit appendisitis selain itu cakupan antibiotik harus
mampu menanggulangi bakteri tersebut seperti Escherichia coli, Bacteroides
fragilis, Enterococci, Pseudomonas aeruginosa, dan sebagainya. Pemilihan dan
durasi pemberian antibiotik harus sesuai dan terkadang menjadi kontroversi
sehingga dibutuhkan pemeriksaan penunjang berupa kultur17.
e) Benda Asing (Misalnya biji makanan dan barium yang menggumpal) 16 .
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah
rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Perkembangan dari terjadinya obstruksi
menjadi perforasi biasanya berlangsung dalam 72 jam. Jika area periappendikular tertutup
oleh abses yang terbentuk maka nyeri akan terlokalisasi pada daerah abses namun apabila
area tidak tertutup maka cairan akan menyebar ke seluruh peritoneum sehingga nyeri bersifat
umum di seluruh lapang abdomen11.
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
kronik.
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang
mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai
rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual, muntah dan umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri
akan berpindah ke titik Mc.Burney. Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya
sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi.
Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam
lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks menebal, edema, dan kemerahan.
b. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan
ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus
besar berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa
menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
c. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu
sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, apendiks
mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks berwarna ungu, hijau keabuan
atau merah kehitaman, terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal
yangpurulen.
d. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya dapat
dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga membentuk
gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya.
e. Apendisitis abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di
fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvikal.
f. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada
dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik12.
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat
nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik
dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan
ulkus lama di mukosa dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-
5%. Apendisitis kronik kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis
kronik dengan eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan
ikat12.
1) Rovsing Sign
Rovsing Sign merupakan nyeri alih kuadran kanan bawah setelah dilakukan
palpasi atau perkusi pada kuadran kiri bawah14. Kemungkinan terdapat iritasi peritoneal pada
sisi yang berlawanan19.
2) Obturator Sign
Obturator Sign merupakan nyeri pada kuadran kanan bawah dengan rotasi
internal dan eksternal pinggul kanan yang dilipat 13. Kemungkinan ada inflamasi appendiks
yang berlokasi di hemipelvis kanan11. Uji obturator digunakan sebagai cara untuk melihat
apakah appendiks yang meradang kontak dengan musculus obturator internus yang
merupakan dinding panggul kecil19.
3) Psoas Sign
Uji ini untuk mengetahui letak appendiks11. Psoas Sign adalah nyeri kuadran
kanan bawah dengan ekstensi pinggul kanan atau dengan fleksi pinggul kanan melawan
resistensi. Kemungkinan inflamasi appendiks pada sepanjang musculus psoas dextra 14. Uji
Psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas melalui hiperekstensi pada sendi di panggul
kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, selanjutnya paha kanan ditahan. Bila appendiks
yang meradang menempel di otot psoas mayor, hal tersebut akan menimbulkan nyeri11.
4) Dunphy Sign
Dunphy Sign adalah nyeri pada kuadran kanan bawah dengan rangsangan batuk
yang disengaja. Kemungkinan menjadi indikasi lokasi peritonitis14.
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat peristaltik
normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik
usus. Pada pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.
Apendisitis dapat didiagnosis menggunakan skor alvarado yang dapat dilihat pada tabel
2.1.
Tabel 2.1 Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvarado
Interpretasi:
Skor 7-10 = apendisitis akut,
Skor 5-6 = curiga apendisitis akut,
Skor l-4 = bukan apendisitis akut.
2.10 Pemeriksaan Penunjang Apendisitis
Pemeriksaan laboratorium21
a. Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b. Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau terdapat leukosit
dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel
pada ureter atau vesika. Pemeriksaan leukosit meningkat sebagai respon
fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang
menyerang. Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis
yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah
(LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urin rutin penting
untuk melihat apakah terdapat infeksi pada ginjal.
c. Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras BaS04 serbuk
halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 secara peroral dan
diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak
atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh dokter
spesialis radiologi.
d. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi menjadi salah satu modalitas diagnostik non invasif tersering
untuk appendisitis34. Sensitivitas USG dilaporkan dari 78% menjadi 83%,
sedangkan spesifisitasnya berkisar dari 83% hingga 93%. Pada keadaan
normal, appendiks tidak dapat terlihat pada USG. Tetapi, pada appendisitis maka
appendiks dengan posisi tetap dapat terlihat, non-kompresif dengan struktur tubuler
berdiameter 7-9mm. Pemeriksaan ini dapat memvisualisasikan hipertrofi,
gangguan struktur berlapis dinding appendiks, akumulasi cairan purulen, dan
adanya fekalit pada appendiks
1. Anamnesa
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD RSUD dr. Fauziah Bireun pada tanggal 5 November
2021 dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 1 hari SMRS. Pasien
mengatakan nyeri dirasakan hilang timbul, sebelumnya terasa nyeri dan panas pada
ulu hati sejak ± 2 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut kanan
bawah ketika batuk dan bergerak. Pasien juga mengeluhkan tidak nafsu makan, mual
(+), muntah(+) 3 kali, demam (+) . BAB cair 2 hari yang lalu, BAK dalam batas
normal, buang angin (+).
2. Status Generalisata
Kepala : Normochepali
Mata : Refleks pupil +/+ isokhor, konjungtivaanemis+/+
Hidung : Septum deviasi (-), secret (-), rhinorea (-)
Telinga : Secret (-), nyeri tekan tragus (-)
Leher : Trakea Midline (+) Pembesaran KGB (-),Pembesaran kelenjar
thyroid (-)
Thorax
Inspeksi : Bentuk normal, kedua hemithorax bergerak simetris
Palpasi : Stem fremitus kanan dan kiri normal
Perkusi : Seluruh lapang thorax sonor
Auskultasi :vesikular (+/+) normal, Ronkhi (-/-), Wheezing (-/-), BJ I dan II murni
regular, Murmur (-), gallops (-)
3. Status Lokalisata
Regio : Abdomen Quadrant Kanan Bawah ( regio iliaca dextra)
- Inspeksi : Bentuk simetris,
- Palpasi : Nyeri tekan (+) dan nyeri lepas (+) di McBurney, Rovsing’s
sign (-), Blumberg's sign (+), Defense muscular (-).
- Perkusi : Timpani
- Auskultasi : Bising Usus (+) menurun
4. Pemeriksaan Khusus
- Psoas Sign (+)
- Obturator Sign (+)
5. Pemeriksaan Penunjang
Hematologi (5 November 2021)
Radiologi :
No Pemeriksaan Hasil
1 Foto BNO/Abdomen Distensi Usus (-), airfluid level (-),
Scoliosis (-), Komposisi Fraktur (-),
Osteofit (-), penyempitan discus(-).
Kesan : Normal
6. Diagnosa
Diagnosa Banding :
- Apendisitis akut
- Gastroenteritis
- Limfadenitis Mesentrika
Diagnosa Kerja :
- Appendisitis Akut
7. Penatalaksanaan
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Inj. Ondancetron 1 amp/8 jam
Operatif : Appendictomy
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Pada anamnesa didapatkan pasien mengeluh nyeri di perut daerah ulu hati, sekitar
pusar, dan perut kanan bawah. Nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang sifatnya difus,
terletak pada mid-line, sekitar umbilikal, tidak dapat ditunjukkan, bersifat tumpul dan tidak
jelas, tidak menetap. Referred pain sesuai persarafan yang terjadi akibat regangan organ.
Nyeri visceral pada appendicitis ini bermula di sekitar umbilicus sesuai dengan persarafan
dari N.Thorakalis X. Nyeri disebabkan oleh karena obstruksi lumen appendiks yang akan
menyebabkan peningkatan sekresi normal mukus dari mukosa appendiks yang distensi.
Makin lama mucus makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang
meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran
limfe dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan appendiks bertambah (edema).
Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan bawah yang hilang timbul, nyeri tersebut
merupakan nyeri visceral yang berubah menjadi nyeri somatis. Nyeri ini disebabkan oleh
sekresi mukus yang terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Kemudian hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul akan meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif
akut.
Keluhan mual dan muntah pasien disebabkan oleh inflamasi dan tekanan yang
berlebihan pada appendiks yang distensi sehingga pusat muntah akan diaktifkan dari saluran
pencernaan melalui aferen nervus vagus.
Nyeri tekan daerah McBurney terjadi karena translokasi bakteri yang menyebabkan
nyeri somatis.
Illiopsoas sign menunjukkan peradangan dari appendiks yang letaknya dekat dengan
otot psoas. Obturator test juga positif karena gerakan rotasi dari pinggang juga menghasilkan
nyeri pada pasien dengan appendiks yang juga terletak berdekatan dengan otot obturator
eksternus.
Leukositosis yang didapatkan dari pemeriksaan darah lengkap menunjukkan respon
tubuh terhadap infeksi.
Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan tindakan pembedahan dini sesuai Alvarado
score dengan total skor 10, yaitu perlu dilakukan operasi dini bila skor 7-10.
Skor yang
Penilaian Skor Ajuan
Didapat
Gejala -Nyeri beralih 1 1
-Anoreksia 1 1
-Mual / muntah 1 1
Tanda -Nyeri perut kanan bawah 2 2
(Mc Burney point)
-Nyeri lepas 1 1
-Kenaikkan temperature 1 1
(> 37.5 oC)
Laboratoriu -Leukositosis (> 10.000/ul) 2 2
m -Neutrofil bergeser ke kiri 1 1
(> 72%)
Total Skor 10 10
BAB V
KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan pada appendix vermicularis. Appendicitis merupakan
kasus bedah akut abdomen yang paling sering dijumpai. Faktor predisposisi dan etiologinya
bisa bermacam-macam, namun obstruksi lumen adalah penyebab utamanya.
Gejala klinis meliputi nyeri perut kanan bawah tepatnya di titik McBurney disertai
nyeri epigastrium, dapat pula nyeri di seluruh perut pada fase tertentu. Dapat dijumpai mual,
muntah, anoreksia, dan demam. Dapat dilakukan manuver Rovsing’s sign, Blumberg sign,
Illiopsoas sign, dan Obturator test dalam membantu penegakan diagnosis.
Pada pasien ini, berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang dilakukan maka diagnosisnya adalah appendicitis akut. Dari hasil
pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini sudah cukup terpenuhi.
Penatalaksanan pada pasien ini sesuai dengan teori. Kondisi pasien saat pulang telah dalam
keadaan stabil. Prognosis pada pasien ini adalah ad bonam.
DAFTAR PUSTAKA