KOLELITIASIS
Disusun oleh:
Faradini
NIM. 1608437742
Pembimbing
Dr. Suindra, SpB-KBD
2
mual, muntah. Komplikasi yang dapat terjadi adalah kolesistitis, hidrops vesika felea,
ikterus obstruktif, pankreatitis batu empedu, sirosis biliaris, dan keganasan.4
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Gambar 1. Anatomi kandung empedu
2.2 Fisiologi
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit yang akan diangkut melalui duktus
biliaris yang membentuk duktus biliaris komunis hingga nantinya akan sampai ke
duodenum. Lubang duktus biliaris ke dalam duodenum di jaga oleh sfingter Oddi
yang mencegah empedu masuk ke dalam duodenum kecuali sewaktu pencernaan
makanan. Ketika sfingter ini tertutup, sebagian besar empedu yang disekresikan hati
dialihkan balik kedalam kandung empedu. Karena itu, empedu tidak diangkut
langsung dari hati ke kandung empedu. Empedu kemudian disimpan dan dipekatkan
dikandung empedu diantara waktu makan. Setelah makan, empedu masuk kedalam
duodenum akibat efek kombinasi pengosongan kandung empedu dan peningkatan
sekresi empedu oleh hati. Jumlah empdeu yang disekresikan per hari sekitar 250 ml
sampai 1 liter, bergantung pada derajat perangsangan. Jika sekresi kolesterol oleh hati
berbeda jauh dengan sekresi garam empedu dan lesitin (terlalu banyak kolesterol atau
terlalu sedikit garam empedu dan lesitin) maka kelebihan kolesterol dalam empdeu
mengendap menjadi mikrokristal yang dapat menggumpal menjadi batu empedu.6
Vesica biliaris memiliki kemampuan untuk memekatkan empedu dan untuk
membantu proses ini mukosa vesica biliaris memiliki lipatan-lipatan permanen yang
saling berhubungan, sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel
thorak yang terletak pada permukaan mukosa juga mempunyai banyak mikrovilli
yang mempermudah pemekatan. Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat
5
kontraksi dan pengosongan parsial vesica biliaris. Mekanisme ini diawali dengan
masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum. Lemak menyebabkan
pengeluaran hormone kolesistokinin dari tunica mukosa duodenum. Lalu hormone
masuk kedalam darah dan menimbulkan kontraksi vesica biliaris. Pada saat yang
bersamaan otot polos yang terletak diujung distal ductus koledokus dan ampula
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang pekat ke dalam
duodenum. Garam-garam empedu di cairan empedu penting untuk mengelmusikan
lemak didalam usus serta membantu pencernaan dan absorpsi lemak.5
2.4 Epidemiologi
Prevalensi penyakit batu empedu pada suku Indian di Amerika Serikat
mencapai tingkat yang tinggi yaitu sekitar 40–70%. Di Amerika Serikat, insiden batu
empedu diperkirakan 20 juta orang, dengan 70% diantaranya didominasi oleh batu
kolesterol dan 30% sisanya terdiri dari batu pigmen dan komposisi yang bervariasi
sedangkan di Asia, prevalensinya berkisar antara 3-15%, tetapi di Afrika prevalensi
rendah yaitu <5%. Angka kejadian penyakit batu kandung empedu di Indonesia
diduga tidak berbeda jauh dengan angka negara lain yang ada di Asia Tenggara,
hanya saja baru mendapatkan perhatian secara klinis, sementara penelitian batu
empedu masih terbatas. Hasil penelitian mengatakan bahwa di negara Barat 80 %
batu empedu adalah batu kolesterol.3
Berdasarkan penelitian di RSCM Jakarta dari 51 pasien di bagian Hepatologi
ditemukan 73% pasien yang menderita penyakit batu empedu pigmen dan batu
kolesterol pada 27% pasien. Prevalensi bervariasi tergantung pada usia, jenis kelamin,
dan etnis. Beberapa studi menunjukkan bahwa prevalensi meningkat sering
bertambahnya usia. Perempuan memiliki risiko lebih besar daripada laki-laki, dimana
didapatkan angka kejadian yang lebih tinggi pada perempuan.4
6
2.5 Etiologi
1. Batu kolesterol
Batu kolesterol mengandung sekitar 70% kristal kolesterol dan sisanya
kalsium karbonat, kalsium palmitat dan kalsium bilirubinat. Batu kolesterol
terbentuk hampir selalu terbentuk di dalam kandung empedu. Proses
pembentukannya melalui empat tahap, yaitu penjenuhan empedu oleh kolesterol,
pembentukan nidus, kristalisasi, dan pertumbuhan batu. Penjenuhan empedu
disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol pada keadaan obesitas, diet
tinggi kolesterol, dan pemakaian obat yang mengandung estrogen atau terjadi
penurunan relatif asam empedu karena gangguan absorbsi di ileum atau gangguan
daya penggosongan primer kandung empedu. Penjenuhan kolesterol yang
berlebihan tidak akan membentuk batu, kecuali jika ada nidus dan proses lain yang
menimbulkan kristalisasi. Nidus berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir,
bakteri atau benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus, akan
terbentuklah batu. Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol
di atas matriks inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif
pelarutan dan pengendapan. Statis kandung empedu juga berperan dalam
pertumbuhan batu.7
2. Batu bilirubin (pigmen cokelat)
Batu bilirubin sering juga disebut batu pigmen mengandung kalsium
bilirubinat dan kadar kolesterol kurang dari 25%. Umumnya batu pigmen coklat
ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. Batu pigmen
coklat biasanya ditemukan dengan ukuran diameter kurang dari 1 cm, berwarna
coklat kekuningan, lembut dan sering dijumpai di daerah Asia. Batu ini terbentuk
akibat faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan karena
disfungsi sfingter Oddi, striktur duktus, operasi bilier, dan parasit. Pada infeksi
empedu, kelebihan aktivitas β-glucuronidase bakteri memegang peran kunci dalam
patogenesis batu pigmen. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk
bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate.
Enzim β-glucuronidase bakteri berasal dari kuman E.coli dan kuman lainnya di
7
saluran empedu. Biasanya pada pasien batu bilirubin, tidak ditemukan empedu
yang jenuh dengan kolesterol, namun ditemukan konsentrasi bilirubin tak
terkonjugasi yang tinggi.7
3. Batu pigmen hitam
Batu tipe ini banyak dijumpai pada pasien dengan anemia hemolisis kronik
atau sirosis hati. Batu pigmen ini terutama terdiri dari derivat polymerized
bilirubin. Patogenesis terbentuknya batu pigmen ini belum jelas. Umumnya batu
pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. Batu
empedu jenis ini umumnya berukuran kecil, hitam dengan permukaan yang kasar.
Biasanya batu pigmen ini mengandung kurang dari 10% kolesterol.
8
kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi produksi
garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
2.7 Diagnosis
a. Anamnesis
Dua pertiga penderita batu kandung empedu merupakan asimtomatik.
Kolelitiasis asimtomatik biasanya diketahui secara kebetulan, ketika melakukan
pemeriksaan ultrasonografi, foto polos abdomen atau perabaan saat operasi. Keluhan
yang mungkin timbul berupa dispepsia yang kadang disertai intolerans terhadap
makanan berlemak.
Pada penderita simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas atau prekordium. Rasa nyeri adalah kolik belier yang
berlangsung sekitar 15 menit dan menghilang setelah beberapa jam kemudian.
Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, dan dapat menyebar ke punggung
bangian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Jika terjadi
kolesistitis, keluhan nyeri menetap dan bertambah saat menarik napas dalam dan saat
kandung empedu tersentuh ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik napas
yang merupakan tanda perangsangan peritoneum lokal (Murphy’ sign).
9
Jika batu terdapat di duktus koledokus, riwayat nyeri atau kolik di epigastrium
dan perut kanan atas akan disertai tanda sepsis seperti demam dan menggigil bila
terjadi kolangitis. Biasanya terdapat ikterus dan urin yang berwarna gelap yang hilang
timbul. Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif kronis di daerah tungkai.7
b. Pemeriksaan fisik
1. Batu kandung empedu
Biasanya tidak ditemukan kelainan, jika ada hal ini berhubungan dengan
komplikasi seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops
kandung empedu, empiema kandung empedu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
nyeri tekan pada punktum maksimum di lokasi kandung empedu. Tanda murphy
positif apabila nyeri tekan bertambah saat penderita menarik napas panjang karena
kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksan dan pasien
berhenti menarik napas.7
2. Batu saluran empedu
Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang
teraba hati agak membesar dan sklera ikterik. Apabila timbul serangan kolangitis
yang disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis sesuai dengan beratnya
kolangitis tersebut. Kolangitis akut ringan sampai sedang biasanya ditandai tengan
trias Charcot, yaitu demam mengigil, nyeri didaerah hati dan ikterus. Apabila
bertambah berat akan timbul lima gejala pentade Reynold berupa tiga gejala tria
Charcot ditambah syok dan gangguan mental atau penurunan kesadaran.7
c. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut dapat
terjadi leukositosis, biasanya akan diikuti kenaikan ringan bilirubin serum akibat
penekanan duktus koledokus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase alkali
10
serum dan mungkin kadar amylase serum biasanya meningkat sedang setiap kali
terjadi serangan akut.7
2. Pemeriksaan Radiologis8
a. Foto polos abdomen
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena
hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang
kandung empedu yang mengandung empedu berkalsium tinggi dapat dilihat dengan
foto polos abdomen. Foto polos abdomen posisi upright dan supine dapat membantu
dalam menegakkan diagnosis penyakit batu empedu. Pigmen hitam atau batu empedu
campuran mengandung kalsium yang dapat dilihat pada foto polos abdomen. Temuan
udara di saluran empedu pada foto polos dapat mengindikasikan perkembangan
fistula choledochoenteric atau cholangitis dengan organisme pembentuk gas.
Kalsifikasi di dinding kantong empedu (yang disebut kantong empedu porselen)
adalah menandakani kolesistitis kronis yang berat. Peran utama foto polos adalah
untuk mengevaluasi pasien dengan dugaan penyakit batu empedu dan menyingkirkan
penyebab lain dari nyeri perut akut, seperti obstruksi usus, perforasi viseral, batu
ginjal, atau pankreatitis kalsifikasi kronis.
11
untuk mendeteksi batu empedu. Selain itu, sangat sederhana, cepat, dan aman dalam
kehamilan, dan tidak mengekspos pasien terhadap radiasi berbahaya atau kontras
intravena. Sensitivitas bervariasi dan bergantung pada kemampuan operator, namun
secara umum sangat sensitif dan spesifik untuk batu empedu lebih besar dari 2 mm.
Namun kurang sensitif untuk mikrolitiasis. Ultrasonografi sangat berguna untuk
mendiagnosis kolesistitis akut tanpa komplikasi. Gambaran sonografi kolesistitis akut
meliputi penebalan dinding kandung empedu (> 5 mm), cairan pericholecystic,
distensi kandung empedu (> 5 cm). Batu empedu bersifat echogenic di kantong
empedu dan bisa bergerak bebas dengan perubahan posisi. Bila kantong empedu
benar-benar penuh dengan batu empedu, batu-batu itu mungkin tidak terlihat pada
ultrasound. Namun, garis ekogenik ganda (satu dari dinding kandung empedu dan
satu dari batu) dengan bayangan akustik dapat terlihat jelas. Batu yang terdapat di
duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam
usus.
12
d. CT Scan
CT scan kurang sensitif dibanding ultrasonografi untuk mendeteksi batu
empedu dan lebih mahal. Pemeriksaan CT scan lebih unggul dari ultrasonografi untuk
melihat batu empedu di distal CBD. Batu empedu sering ditemukan secara kebetulan
pada pemeriksaan CT scan. Meskipun pemeriksaan pilihan pada kolik empedu, CT
dapat digunakan untuk lebih mengkarakteristik komplikasi penyakit kandung
empedu.
13
Gambar 5. MRCP (kolelitiasis)
14
2.8 Diagnosis banding
Kolesistitis, Kolangitis, Pankreatitis, Hepatitis
2.9 Tatalaksana
1. Non operatif
a. Disolusi Kolesterol
Asam uroksoksikolat (ursodiol) dosis 8-10 mg / kg / hari PO adalah agen
pelarutan batu empedu. Pemberian asam ursodeoksikol jangka panjang mengurangi
kejenuhan kolesterol empedu, baik dengan mengurangi sekresi kolesterol hati dan
dengan mengurangi efek deterjen dari garam empedu di kantong empedu. Desaturasi
empedu mencegah kristal terbentuk dan memungkinkan ekstraksi kolesterol secara
bertahap dari batu yang ada. Intervensi ini biasanya memerlukan waktu 6-18 bulan
dan hanya berhasil dengan batu-batu kecil yang murni kolesterol. Pasien tetap
berisiko mengalami komplikasi batu empedu sampai pemecahan selesai. Tingkat
kekambuhannya adalah 50% dalam waktu 5 tahun. Selain itu, setelah penghentian
pengobatan, sebagian besar pasien membentuk batu empedu baru selama 5-10 tahun
ke depan.
b. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah
disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil.
Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam
empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan
kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah.
2. Operatif.
Tatalaksana operatif yang sering digunakan adalah kolesistektomi. Indikasi
dilakukannya kolesistektomi adalah: (1) batu besar (diameter > 2 cm), karena dapat
menyebabkan kolesistitis akut dan (2) kalsifikasi dari kandung empedu, karena sering
berhubungan dengan karsinoma.
1. Kolesistektomi Terbuka
15
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2 % pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini < 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk
kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut
2. Kolesistektomi Laparoskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasisi simtomatik tanpa adanya
kolesistisis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah
mulai melakukan operasi ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien
dengan batu duktus koledokus. Keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi masa perawatan di RS, pasien dapat cepat
bekerja, rasa nyeri kurang dan perbaikan kosmetik. Masalah adalah keamanan,
yaitu insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang lebih sering.
2.10 Komplikasi
Kompilikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis: 3,4,10
Ikterus obstruksi
16
Kolangitis
Pankreatitis akut
c. Di intestinal
Obstruksi intestinal akut (ileus batu empedu)
2.11 Prognosis
Adanya obstruksi dan infeksi didalam saluran bilier dapat menyebabkan
kematian. Akan tetapi dengan diagnosis dini dan penatalaksanaan yang tepat,
prognosis umumnya baik.
17
BAB III
LAPORAN KASUS
ANAMNESIS
Autoanamnesa
Keluhan utama
18
makanan, warna kuning, darah (-), BAK pasien berwarna seperti teh pekat, darah
(-), nyeri (-), berpasir/batu (-). BAB berwarna sedikit pucat, darah (-).
3 hari SMRS pasien dibawa ke RS Awal bros karena keluhan nyeri perut kanan
atas yang tidak bisa ditahan lagi. Namun ketika sampai di IGD nyeri perut hilang
sehingga pasien dipulangkan. Sorenya, pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas
muncul lagi sehingga pasien dibawa ke RS Awal bros dan dirawat.
1 hari SMRS pasien mengeluhkan kulit dan mata berwarna kuning, gatal-gatal (-).
19
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Komposmentis kooperatif
Tekanan darah : 130/90 mmHg
Nadi : 75x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Nafas : 20x/menit
Suhu : 37ºC
TB : 155 cm
BB : 73 kg
BMI : 30,4 (Overweight)
20
Toraks
Paru :
Inspeksi bentuk dan pergerakan simetris kiri dan kanan
Palpasi vocal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung :
Inspeksi Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi Ictus cordis teraba linea midklavikula sinistra ICS V
Perkusi batas kanan jantung : linea sternalis dextra
batas kiri jantung : linea midklavikula sinistra
Auskultasi S1 dan S2 normal regular, murmur(-), gallop (-)
Abdomen
• Inspeksi : Perut datar simetris, strie (-), caput medusa (-), dilatasi vena
(-), kulit subikterik
• Auskultasi : BU (+) 10x/menit, bruit (-)
• Perkusi : Timpani seluruh lapangan perut
• Palpasi : Nyeri tekan regio epigastrium, hipokondrik dextra (+),
murphy sign (+), hepar dan lien tidak teraba
21
Ekstremitas
Superior dan Inferior : edema (-), nyeri tekan(-), CRT < 2 detik, sianosis (-), akral
hangat
Diagnosis kerja
Suspek kolelitiasis
Diagnosis banding
Koledokolitiasis, kolesistitis, pankreatitis
22
USG abdomen
DIAGNOSIS
Kolelitiasis disertai kolesistitis
Tatalaksana
Non farmakologi :
23
• Bed rest
• IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Farmakologi :
• Tramadol inj 3 x 10 mg
• Ceftriaxone inj 2 x 1 gr
• Omeprazole inj 2 x 40 mg
Operatif
Kolesistektomi
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus dilaporkan wanita usia 32 tahun datang dengan keluhan nyeri
perut kanan atas sejak 1 minggu SMRS. Pasien memiliki BMI overweight yaitu 30,4.
Dari riwayat penyakit keluarga didapatkan bahwa ibu pasien pernah menderita
penyakit batu empedu dan pasien juga jarang berolahraga. Dari kasus ini didapatkan
bahwa pasien memiliki 4 faktor resiko yaitu jenis kelamin wanita, BMI overweight,
memiliki riwayat keluarga dengan batu empedu dan jarang melakukan aktivitas fisik
seperti berolahraga.
Beberapa faktor resiko kolelitiasis adalah jenis kelamin dimana insidensi lebih
tinggi pada perempuan dan beresiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis
dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh
terhadap peningkatan eksresi kolesterol oleh kandung empedu. Selain itu faktor
resiko lainnya adalah orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI
maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi
produksi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu.
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
24
dibandingkan dengan tanpa riwayat keluarga. Kurangnya aktifitas fisik berhubungan
dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh
kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
Pada kasus, dari anamnesis didapatkan sejak 5 bulan SMRS pasien
mengeluhkan nyeri ulu hati. Nyeri dirasakan tidak menentu waktunya dan disertai
mual. Pasien berobat ke dokter dan diberikan obat maag namun keluhan tidak hilang.
3 bulan SMRS pasien mengeluhkan nyeri ulu hati yang menjalar sampai ke punggung
kanan. Nyeri seperti tertusuk jarum dan dirasakan hilang timbul, tidak berkurang
dengan perubahan posisi. 1 minggu SMRS pasien mengeluhkan nyeri di perut kanan
atas, ulu hati dan menjalar kepunggung kanan. Nyeri seperti tertusuk jarum dan
dirasakan hilang timbul dengan durasi setiap nyeri ± 20 menit. Pasien mengatakan
bahwa 1 hari sebelumnya pasien makan bakso, lemak sapi dan mie instan. Keluhan
diserta mual dan muntah ± 4 kali berisi makanan, BAK pasien berwarna seperti teh
pekat. 1 hari SMRS pasien mengeluhkan kulit dan mata berwarna kuning.
Kolelitiasis asimtomatik biasanya memiliki keluhan berupa dispepsia yang
kadang disertai intolerans terhadap makanan berlemak. Pada kasus simtomatik,
keluhan utamanya berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau
prekordium. Rasa nyeri adalah kolik belier yang berlangsung sekitar 15 menit dan
menghilang setelah beberapa jam kemudian. Nyeri dapat menjalar ke punggung
bangian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Jika batu
terdapat di duktus koledokus, biasanya terdapat ikterus dan urin yang berwarna gelap
yang hilang timbul. Pruritus ditemukan pada ikterus obstruktif kronis di daerah
tungkai.
Pada kasus, ditemukan terdapat nyeri tekan pada region epigastrium dan
hipokondrium dextra serta murphy sign (+). Selain itu pada inspeksi di dapatkan
sklera dan kulit pasien ikterik.
Pemeriksaan fisik kolelitiasis akan ditemukan nyeri tekan pada punktum
maksimum di lokasi kandung empedu. Tanda murphy positif apabila nyeri tekan
bertambah saat penderita menarik napas panjang karena kandung empedu yang
meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksan dan pasien berhenti menarik napas.
25
Pada kasus didapatkan diagnosis kerja ikterik suspek kolelitiasis. Untuk dapat
menegakkan dan memastikan diagnosis maka dapat diusulkan pemeriksaan
penunjang seperti darah rutin, total bilirubin dan bilirubin 1, profil lemak, faal hati
dan USG abdomen. Dari pemeriksan penunjang didapatkan peningkatan SGPT dan
SGOT yaitu 424 U/L dan 479 U/L serta pada USG abdomen didapatkan kesan
cholelithiasis, cholesistitis, biliariektasis ringan. Ultrasonografi adalah prosedur
pilihan pada dugaan kandung empedu atau penyakit empedu; Pemeriksaan ini paling
sensitif, spesifik, tidak invasif, dan murah untuk mendeteksi batu empedu. Selain itu,
sangat sederhana, cepat, dan aman dalam kehamilan, dan tidak mengekspos pasien
terhadap radiasi berbahaya atau kontras intravena. Sensitivitas bervariasi dan
bergantung pada kemampuan operator, namun secara umum sangat sensitif dan
spesifik untuk batu empedu lebih besar dari 2 mm. Namun kurang sensitif untuk
mikrolitiasis. Prinsip tatalaksana : Pasien dengan batu asimptomatik tidak
memerlukan terapi bedah, Kolesistektomi laparoskopi jika bergejala. Prinsip
tatalaksana farmakologi : Fungsi kandung empedu : Hasil normal untuk USG
fungsional , karakteristik batu : radiolusen pada radiografi, isodens atau hipodens
pada USG, tidak ada kalsifikasi pada CT scan, single, diameter <6 mm
26
DAFTAR PUSTAKA
27
8. Heuman, DM. Cholelithiasis. 2010 [Diakses tanggal 1 oktober 2017]
http://www.emedicine.com/
28