Anda di halaman 1dari 9

Laporan Kasus Bangsal I

Ika Pratiwi Lestari


Rencana baca :
Kepada Yth. :

Laporan Kasus Bangsal I

Kista Bartholin : Satu Laporan Kasus

Oleh:

Ika Pratiwi Lestari

PEMBIMBING :
dr. Asvina Anis Anwar, Sp.DV
dr. Safruddin Amin, Sp.KK(K), MARS, FINSDV, FAADV
dr. Asnawi Madjid, Sp.KK(K), MARS, FINSDV, FAADV
Dr. dr. Khairuddin Djawad, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
Dr. dr. Anni Adriani, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV
dr. Airin R. Nurdin, Sp.KK(K), M.Kes, FINSDV
dr. Widya Widita, Sp. KK(K), M. Kes
Dr. dr. Muji Iswanty, SH, MH, Sp.KK, M.Kes, C. Med
dr. Suci Budhiani, Sp.KK, M.Kes
Dr. dr. Muhlis, Sp.KK, M.Kes
dr. Andi Nurhaerani Zainuddin, Sp.DV
dr. Andi Hardianty, Sp.DV
dr. Widyawati Djamaluddin, Sp.KK, FINSDV, FAADV

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PPDS I


DEPARTEMEN DERMATOLOGI VENEREOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
Kista Bartolini : Satu Laporan Kasus
Ika Pratiwi Lestari Asvina Anis Anwar, Safruddin Amin, Asnawi Madjid, Khairuddin Djawad,
Airin R. Nurdin, Widya Widita, Muji Iswanty, Suci Budhiani, Muhlis, Andi Nurhaerani Zainuddin,
Andi Hardianty, Widyawati Djamaluddin
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Universitas Hasanuddin Makassar,
Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makassar, Rumah Sakit Pendidikan Universitas
Hasanuddin Makassar

Abstrak
Kelenjar Bartholin merupakan kelenjar berukuran sekitar 0,5 cm yang terletak di dasar
kanan dan kiri introitus vagina. Kelenjar ini biasanya berukuran sebesar kacang dan tidak teraba
kecuali pada keadaan sakit atau infeksi. 1 dari 50 (2%) wanita dapat terjadi kista atau abses karena
alasan yang tidak diketahui. Penyakit yang menyerang kelenjar Bartholin biasanya terjadi pada
wanita antara usia 20 dan 30 tahun. Penyebab dari kelainan kelenjar Bartholin adalah
tersumbatnya bagian distal dari duktus kelenjar yang menyebabkan retensi dari sekresi, sehingga
terjadi pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat terinfeksi, dan selanjutnya
berkembang menjadi abses. Manajemen kista dan abses Bartholin dapat dilakukan dengan
berbagai cara antara lain medikamentosa, insisi dan drainase, pemasangan word catheter,
marsupialisasi, ablasi silver nitrate, terapi laser, dan eksisi.
Dilaporkan sebuah kasus seorang wanita berusia 56 tahun dengan keluhan benjolan pada
kelamin yang nyeri dialami sejak 1 minggu yang lalu. Hasil pemeriksaan kimia darah GDS : 243
mg/dl, antigen SARS-Cov2 (-), dan HBsAg : non reaktif. Pasien kemudian didiagnosis dengan
Kista Bartolin. Pasien dirawat selama 2 hari dan diterapi dengan cairan antibiotik, obat anti
inflamasi non steroid (OAINS), antagonis reseptor histamin H2, serta dilakukan tindakan dengan
teknik marsupialisasi dan pasien mendapatkan perbaikan klinis.

Kata kunci : kista bartolin

Abstract
Bartholin's gland is a gland measuring about 0.5 cm which is located at the base of the
right and left of the vaginal introitus. These are usually the size of a pea and are not palpable
except in the presence of disease or infection. 1 in 50 (2%) women develop a cyst or abscess for
unknown reasons. Diseases that attack the Bartholin's glands usually occur in women between the
ages of 20 and 30. The cause of Bartholin's gland abnormalities is blockage of the distal part of the
gland duct which causes retention of secretions, resulting in widening of the duct and cyst
formation. These cysts can become infected, and subsequently develop into abscesses.
Management of Bartholin's cysts and abscesses can be done in various ways including medical,
incision and drainage, word catheter placement, marsupialization, silver nitrate ablation, laser
therapy, and excision.
We report a case of a 56-year-old woman with complaints of genital discrepancy that
started 1 week ago. Blood test results GDS: 243mg/dl, SARS-Cov2 antigen (-), and HBsAg: non-
reactive. The patient was later diagnosed with a Bartholin's Cyst. The patient was treated for 2
days and treated with antibiotics, non steroid anti inflammation drug (NSAID), dan has performed
marsupialization and gave clinical improvement.

Keywords : kista bartolin

1
PENDAHULUAN
Kelenjar Bartholin merupakan kelenjar berukuran sekitar 0,5 cm yang
terletak di dasar kanan dan kiri introitus vagina. Kelenjar ini mensekresikan
mukus ke dalam duktus yang bermuara di vestibulum vagina dan berperan dalam
lubrikasi vagina.(1),(2)
Kelenjar ini biasanya berukuran sebesar kacang dan tidak teraba kecuali
pada keadaan penyakit atau infeksi.(2) 1 dari 50 (2%) wanita dapat terjadi kista
atau abses karena alasan yang tidak diketahui.(4) Penyakit yang menyerang
kelenjar Bartholin biasanya terjadi pada wanita antara usia 20 dan 30 tahun.(2)
Penyebab dari kelainan kelenjar Bartholin adalah tersumbatnya bagian
distal dari duktus kelenjar yang menyebabkan retensi dari sekresi, sehingga terjadi
pelebaran duktus dan pembentukan kista. Kista tersebut dapat terinfeksi, dan
selanjutnya berkembang menjadi abses.(2)
Pasien dengan abses Bartholin biasanya mengeluhkan nyeri vulva yang
akut, berkembang secara cepat, dan progresif. Diagnosis kista dan abses Bartholin
ditegakkan berdasarkan temuan klinis serta pemeriksaan fisik. Manajemen kista
dan abses Bartholin dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain
medikamentosa, insisi dan drainase, pemasangan word catheter, marsupialisasi,
ablasi silver nitrate, terapi laser, dan eksisi.(3)
Marsupialisasi digunakan untuk kista duktus Bartholin dan abses kelenjar
dan merupakan pengobatan pilihan untuk lesi rekuren. Dilakukan insisi sepanjang
dinding kista. Setelah kista terbuka, lalu dikeringkan dan diirigasi dengan garam.
Dinding kista dan mukosa dijahit terbuka dengan jahitan terputus yang dapat
diserap (2-0 atau 3-0 Vicryl) menggunakan jarum kecil. Sitz baths
direkomendasikan setidaknya setiap hari dimulai pada hari pertama pasca operasi.
Pasien dievaluasi empat minggu setelah prosedur untuk menilai resolusi dan
penyembuhan yang memadai.8

2
Gambar 1. Marsupialisasi
Oleh karena itu, berikut dilaporkan satu kasus Kista Bartolini pada wanita
usia 56 tahun. Pasien kemudian diterapi dengan cairan ringer laktat 30 tetes/menit,
ceftriaxone 1gr/8 jam/intravena, metronidazole 500mg/12 jam/intravena,
ketorolac 30mg/24 jam/intravena, ranitidine 50mg/24 jam/intravena dan
memberikan perbaikan klinis.

LAPORAN KASUS
Seorang wanita usia 56 tahun dengan nomor RM 408090 datang ke IGD
RS Bhayangkara Makassar dengan keluhan adanya benjolan pada kelamin yang
nyeri sejak 1 minggu yang lalu. Gatal terkadang ada dirasakan. Awalnya pasien
merasakan adanya benjolan yg kecil sejak 15 tahun yang lalu, memberat sejak 1
minggu terakhir dan bertambah besar dan nyeri. Riwayat pasien minggu lalu
berobat ke balai kulit dan direncanakan untuk dioperasi. Riwayat selama 1
minggu ini mengkonsumsi obat anti nyeri yang tidak diketahui namanya apa.
Riwayat pasien pernah mengalami keluhan serupa 2x sekitar 10 tahun yang lalu
dan dilakukan operasi oleh dokter kulit. Riwayat tekanan darah tinggi ada
terkontrol. Riwayat kencing manis ada tidak terkontrol. Riwayat alergi obat dan
makanan disangkal.
Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, sakit sedang, kesadaran
pasien komposmentis, status gizi baik (IMT:20,83 kg/m2, Tinggi badan 155 cm,
Berat badan 50 kg), tanda vital: tekanan darah 110/70mmHg, frekuensi nadi
80kali/menit, frekuensi pernapasan 20 kali /menit, suhu dalam batas normal. Pada
status dermatologis pada lokasi regio inguinalis dekstra ditemukan effloresensi
nodul sewarna kulit, konsistensi keras, diameter 10 cm.

3
A B C C

Gambar 1. Perawatan Hari ke-1


(A, B, C, D) : Lokasi : regio Labia minor dekstra, effloresensi : nodul sewarna kulit diameter 10 cm

Pada pemeriksaan penunjang, didapatkan hasil berikut WBC: 8,75


x10^3/ul (normal), RBC: 4,43x10^6/ul (normal) , Hb: 12,5 g/dl (normal), PLT:
314.000/ul x10^3/ul (normal), GDS: 243 mg/dl (normal), Antigen Sars Cov 2 :
negatif (normal), HBsAg : non reaktif (normal).
Pasien kemudian didiagnosis kerja dengan kista bartolini. Dari bagian
dermatologi dan venereologi pasien di lakukan rawat inap dengan pemberian infus
Ringer Laktat sebanyak 30 tetes per menit, ceftriaxone 1 gr / 8 jam / intravena,
metronidazole 500 mg / 12 jam / intravena, ketorolac 30 mg/ 24 jam / intravena,
ranitidine 50 mg / 24 jam / intravena.
Pada perawatan hari ke-2 dilakukan tindakan marsupialisasi terhadap
pasien. Tampak bibir kemaluan kanan sudah mengecil dan benjolan sudah tidak
ada. Nyeri masih dirasakan namun sudah jauh berkurang dibandingkan kemarin.
Gatal masih terkadang dirasakan. Tidak ada benjolan baru yang muncul.
Pada status venerologis didapatkan pada regio labia minor dekstra.
ditemukan effloresensi edema, eritema. Pasien dilakukan pemeriksaan Antigen
SARS COV 2 didapatkan hasil negatif dan dilakukan pemeriksaan HBsAg
didapatkan hasil non reaktif. Pasien kemudian didiagnosis kerja dengan Kista
Bartolin.

4
A B C

Gambar 2. Perawatan Hari ke-2


(A, B, C) : Lokasi : regio Labia minor dekstra, effloresensi : Edema, eritema

Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang yakni pemeriksaan


pewarnaan gram untuk mengidentifikasi spesies bakteri, di dapatkan hasil basil
gram negatif.

A B

Gambar 3. Pewarnaan Gram


(A, B) : Basil gram negatif

Pasien dengan diagnosis kerja Abses Bartholini + Post Tindakan


Marsupialisasi H-1. Dari bagian dermatologi dan venereologi pasien di lanjutkan
pemberian infus Ringer Laktat sebanyak 30 tetes permenit, ketorolac 30mg/24
jam/iv, ranitidine 50mg/24 jam/iv, ceftriaxone 1gr/8 jam/iv dan metronidazole
500mg/12 jam/iv.

DISKUSI
Kelenjar Bartholin atau kelenjar vestibular utama adalah kelenjar pada
wanita yang homolog dengan kelenjar bulbourethral (kelenjar Cowper) pada pria.
Kelenjar mulai berfungsi saat pubertas dan memiliki fungsi memberikan

5
kelembaban.(5) Sekitar 2% wanita usia reproduktif mengalami kista/abses
Bartholin.(1) Kista Bartholin banyak ditemukan saat onset pubertas dan meningkat
seiring pertambahan usia.(2) Involusi kelenjar bartholin terjadi pada usia 30 tahun,
apabila pembesarannya terjadi pada usia 40 tahun maka harus dicurigai terjadinya
keganasan, terutama jika kelenjarnya keras, terfiksasi, atau bentuknya tidak
teratur.1 Pada kasus ditemukan pasien seorang perempuan berusia 56 tahun hal ini
sesuai dengan literatur.
Kista Bartholin kebanyakan terjadi pada perempuan yang aktif melakukan
hubungan seksual karena terjadi obstruksi akibat adanya gesekan pada saat
melakukan hubungan seksual. Organisme oportunistik yang paling umum sebagai
penyebabnya adalah Escherichia coli dan Staphylococcus aureus.(5)
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ditemukan pembengkakan yang
sama disertai dengan tanda-tanda infeksi atau peradangan seperti kemerahan,
bengkak, panas dan nyeri tekan. Baik kista maupun abses dapat menyebabkan
keterbatasan aktivitas, dan abses juga dapat menyebabkan rasa sakit yang luar
biasa.(7) Pada kasus didapatkan benjolan pada kelamin yang nyeri sejak 1 minggu
yang lalu. Gatal terkadang ada dirasakan. Awalnya pasien merasakan adanya
benjolan yg kecil sejak 15 tahun yang lalu dan dalam 1 minggu terakhir
bertambah besar dan nyeri. Pada status dermatologis pada lokasi regio Labia
minor dekstra ditemukan effloresensi nodul sewarna kulit diameter 10 cm.
Abses Bartholin dapat dilakukan dengan modalitas yang berbeda seperti
ultrasound, elastografi, computerized tomography (CT), dan MRI dengan
mayoritas sebagai massa kistik, pencitraan dengan kemampuan multiplane-nya
membuat modalitas ini ideal untuk mengetahui hubungan kista dengan struktur
sekitarnya.(7) Dari pemeriksaan darah rutin pada pasien ditemukan leukosit,
hemoglobin dan platelet dalam batas normal, pemeriksaan gula darah sewaktu
terjadi peningkatan yakni 243 mg/dl. Pemeriksaan Antigen SARS COV 2 (-) dan
HBsAg (-).
Tatalaksana kista Bartholin tergantung ukuran, usia, gejala, dan riwayat
berulang. Kista berukuran kecil tanpa inflamasi umumnya tidak menimbulkan
gejala apapun; kista asimtomatik ini tidak membutuhkan penanganan khusus;

6
dapat secara konservatif menggunakan sitz bath dan analgesik. Apabila
membutuhkan penanganan lebih lanjut, pembedahan merupakan modalitas
terpilih.(1) Pengobatan meliputi aspirasi, kateter Word, eksisi total, marsupialisasi,
aplikasi perak nitrat ke rongga kista, dan laser karbon dioksida.(6)
Metode yang sederhana dan cepat pada pasien abses Bartholin adalah
insisi dan drainase pada area yang terinfeksi. Namun, metode ini rentan terhadap
rekurensi pembentukan kista atau abses. Kebanyakan kista duktus kelenjar
Bartholin dapat ditangani dengan insisi dan drainase (I & D) dan kateter Word
atau dengan marsupialisasi.(10)
Penggunaan terapi pembedahan abses Bartholini dengan prosedur
Marsupialisasi yang dikombinasikan dengan penggunakan antibiotik berspektrum
luas dapat menurunkan tingkat rekurensi infeksi pada kelanjar Bartholini dan
memberikan prognosis yang baik.(2) Marsupialisasi digunakan untuk kista duktus
Bartholin dan abses kelenjar dan merupakan pengobatan pilihan untuk lesi
rekuren. Dilakukan insisi sepanjang dinding kista. Setelah kista terbuka, lalu
dikeringkan dan diirigasi dengan garam. Dinding kista dan mukosa dijahit terbuka
dengan jahitan terputus yang dapat diserap (2-0 atau 3-0 Vicryl) menggunakan
jarum kecil. Sitz baths direkomendasikan setidaknya setiap hari dimulai pada hari
pertama pasca operasi. Pasien dievaluasi empat minggu setelah prosedur untuk
menilai resolusi dan penyembuhan yang memadai.(8) Pada pasien dilakukan
tindakan dengan prosedur marsupialisasi dan diberikan antibiotik sampai pasien
pulang.

7
DAFTAR PUSTAKA

1. Yudianto V, Teola J, Suryoadji K. Tatalaksana Kista dan Abses Bartholin.


Cermin Dunia Kedokteran. 2021. vol. 48 no. 4 th.
2. Male H, Giri N. Management if Bartholin's Gland Abscess in non Pregnan
Woman. Jurnal Medical Profession. 2019. Vol.1, No.1
3. Vaniary T, Martodihardjo S. Studi Retrospektif: Kista dan Abses Bartholin.
Periodical of Dermatology and Venereology. 2017. 29(1).
4. Department of Gynaecology. Bartholin's Cyst/Abscess. Brighton and Sussex
University Hospital.
5. Shariff FO, Septian D, Fajarwati D, Recurrent Bartholin's Cyst: Literature
Review and Case Report. Muhammadiyah Medical Journal. 2022. 3(1).
6. Cetin BA, Bahat PY, Köroğlu N, Bartholin Gland Excision: An Evaluation
of 149 Cases. European Archives Of Medical Research. 2018; 34 (3): 179-
81.
7. Kroese JA, Velde M, Morssink L. Word catheter and marsupialisation in
women with a cyst or abscess of the Bartholin gland (WoMan-trial): a
randomised clinical trial. An International Journal of Obstetrics and
Ginaecology. 2016.
8. Omole F, Kesley R et al. Bartholin Duct Cyst and Gland Abscess: Office
Management. American Family Physician. 2019.
9. Shah AB, Phatak SV, Parihar PS. Infected Bartholin Cyst - Ultrasonography
Doppler, Magnetic Resonance Evaluation. Journal Evolution Medical
Dental Science. 2021. 10 (18)
10. Hoffman, B., Schorge, J., Bradshaw, K., Halvorson, L., Schaffer, J. and
Corton, M., 2016. Williams Gynecology. 3rd ed. New York: McGraw-Hill
Education.

Anda mungkin juga menyukai