Anda di halaman 1dari 13

Presentasi Kasus HIRSCHSPRUNG DISEASE

Oleh: dr. Rizka Mardhia Harni

Pendamping: dr. Ari Mulyono dr. Adi Yurmansyah

Wahana: RS. Siti Aisyah Lubuk Linggau

KOMITE INTERNSIP DOKTER INDONESIA PUSAT PERENCANAAN DAN PENDAYAGUNAAAN SDM KESEHATAN BADAN PPSDM KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN RI 2012

HALAMAN PENGESAHAN

Presentasi Kasus dengan judul: HIRSCHSPRUNG DISEASE

Oleh: dr. Rizka Mardhia Harni

Pendamping: dr. Ari Mulyono dr. Adi Yurmansyah

Wahana: RS. Siti Aisyah Lubuk Linggau Telah dipresentasikan dan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti Program Internsip Dokter Indonesia

Lubuk Linggau, 8 Maret 2012 Pendamping

dr. Adi Yurmansyah

dr. Ari Mulyono

LAPORAN KASUS

1. Identifikasi Nama : Bayi J

Jenis Kelamin : Perempuan Umur Alamat Agama Bangsa MRS : 22 hari : Desa Tegal Rejo Dusun 4 Tugu Mulyo : Islam : Indonesia : 1 April 2012

2. Anamnesis Keluhan Utama Perut kembung sejak satu minggu SMRS Riwayat Perjalanan Penyakit Sejak + 15 hari yang lalu, penderita mengalami BAB cair 2 hari sekali, sebanyak satu sendok makan, lendir (-), darah (-), perut belum tampak kembung, muntah tidak ada, demam ada,terus menerus tapi tidak terlalu tinggi, penderita tidak rewel, penderita tidak dibawa berobat. Seminggu SMRS perut penderita tampak semakin kembung, BAB satu kali dalam seminggu, sebanyak satu sendok makan, lendir(-), darah(-), muntah ada, + 5 kali, sebanyak satu sendok , tidak menyemprot, warna kehijauan, demam ada tapi tidak terlalu tinggi, penderita kemudian dibawa berobat ke RS Siti Aisyah dan dirawat. Riwayat: mekoneum keluar saat usia penderita 2 hari

Riwayat Kehamilan cukup bulan lahir dari ibu dengan P1A0 polihidramnion (-) kebiasaan ibu selama hamil : minum alkohol (-),obat-obatan (-), merokok (-) Riwayat Persalinan Presentasi Cara persalinan KPSW Riwayat demam saat persalinan Riwayat ketuban kental, hijau, bau Keadaan bayi saat lahir Jenis kelamin Kelahiran Kondisi saat lahir 3. Pemeriksaan Fisik Status Generalis Sensorium Nadi Pernapasan Temperatur Berat badan : compos mentis : 130 x/menit, isi dan tegangan cukup : 40 x/menit : 37,60C : 3200 gram : perempuan : tunggal : langsung menangis : belakang kepala : spontan : Tidak ada : tidak ada : tidak ada

Panjang badan : 48 cm Aktifitas Reflek isap Tangis Keadaan Spesifik Kepala UUB : rata Mata : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya +/+, mata cekung (-/-) Hidung: nafas cuping hidung (-), epistaksis tidak ada, sekret tidak ada Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening. : Aktif : Kuat : Kuat

Thorax : bentuk simetris, pergerakan simetris, retraksi (-) Cor Pulmo Abdomen : HR=130 x/menit, murmur (-), gallop (-) : vesikuler (+) normal, ronkhi (-), wheezing (-) : lihat status lokalis : pembesaran KGB tidak ada, anus ada

Lipat paha dan genitalia

Ekstremitas : fraktur tidak ada, dislokasi tidak ada Status lokalis Regio Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : cembung : tegang : Tympani : Bising usus (+) normal

Rektal Toucher : TSA baik, ampula rektum kosong, feses menyemprot(+) Sarung tangan : feses (+) 4. Diagnosis Banding

Hirschsprung disease Mekonium Ileus Mekonium Plug SyndroM Invaginasi

5. Diagnosis Kerja Hirschsprung disease

6.

Penatalaksanaan

IVFD D5% x gtt/menit Cefotaxim 2x150 mg Gentamisin 2x 7,5 mg Pemasangan NGT Pemasangan Scorstein

7. Prognosis Quo ad vitam : Bonam Quo ad functionam : Dubia ad bonam

ANALISIS KASUS

Seorang bayi perempuan berusia 22 hari, bertempat tinggal Desa Tegal Rejo Dusun 4 Tugu Mulyo , agama Islam, bangsa Indonesia, MRS 1 April 2012 . Datang dengan keluhan utama perut kembung sejak satu minggu SMRS, BAB satu kali dalam seminggu, sebanyak satu sendok makan, lendir(-), darah(-), muntah ada, + 5 kali, sebanyak satu sendok , tidak menyemprot, warna kehijauan, demam ada tapi terlalu tinggi, dan terdapat riwayat mekoneum keluar saat usia penderita 2 hari. Pada pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal. Pada status lokalis di regio abdomen, inspeksi tampak cembung, pada palpasi tegang, perkusi tympani, auskultasi bising usus (+) normal. Pada rektal toucher didapatkan TSA baik, ampula rektum kosong, feses menyemprot (-), pada sarung tangan feses (+). Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien ini didiagnosa menderita penyakit Hirschsprung. Penatalaksanaan pada penderita di bangsal yaitu IVFD D5% x tidak

gtt/menit, Cefotaxim 2x150 mg, gentamisin 2x 7,5 mg, pemasangan NGT, pemasangan Scorstein dengan kateter. Pada kasus ini, untuk menegakkan diagnosis diperlukan pemeriksaan penunjang yaitu: 1. Foto polos abdomen (BNO) Foto polos abdomen dapat memperlihatkan loop distensi usus dengan penumpukan udara di daerah rektum. Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk membedakan usus halus dan usus besar. 2. Barium enema o Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang panjangnya bervariasi;

Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah daerah dilatasi;

Terdapat daerah pelebaran lumen di proksimal daerah transisi

3. Anal manometri (balon ditiupkan dalam rektum untuk mengukur tekanan dalam rektum) Sebuah balon kecil ditiupkan pada rektum. Ano-rektal manometri mengukur tekanan dari otot sfingter anal dan seberapa baik seorang dapat merasakan perbedaan sensasi dari rektum yang penuh. Pada anak-anak yang memiliki penyakit Hirschsprung otot pada rektum tidak relaksasi secara normal. Selama tes, pasien diminta untuk memeras, santai, dan mendorong. Tekanan otot spinkter anal diukur selama aktivitas. Saat memeras, seseorang mengencangkan otot spinkter seperti mencegah sesuatu keluar. Mendorong, seseorang seolah mencoba seperti pergerakan usus. Tes ini biasanya berhasil pada anak-anak yang kooperatif dan dewasa. 4. Biopsi rektum Ini merupakan tes paling akurat untuk penyakit Hirschsprung. Dokter mengambil bagian sangat kecil dari rektum untuk dilihat di bawah mikroskop. Anak-anak dengan penyakit Hirschsprung akan tidak memiliki sel-sel ganglion pada sampel yang diambil. Pada biopsi hisap, jaringan dikeluarkan dari kolon dengan menggunakan alat penghisap. Karena tidak melibatkan pemotongan jaringan kolon maka tidak diperlukan anestesi. Jika biopsi menunjukkan adanya ganglion, penyakit Hirschsprung tidak terbukti. Jika tidak terdapat sel-sel ganglion pada jaringan contoh, biopsi full-thickness biopsi

diperlukan untuk mengkonfirmasi penyakit Hirschsprung. Pada biopsi full-thickness lebih banyak jaringan dari lapisan yang lebih dalam dikeluarkan secara bedah untuk kemudian diperiksai di bawah mikroskop. Tidak adanya sel-sel ganglion menunjukkan penyakit Hirschsprung. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien ini dibangsal belum tepat. Berdasarkan Principles Of Surgery Edisi 8, penatalaksanaan pada pasien Hirschsprungadalah sebagai berikut: Resusitasi dengan cairan intravena Antibiotik spektrum luas diberikan Pemasangan NGT Decompresi kolon dengan rectal tube, diikuti dengan washout serial menggunakan Nacl 0,9% hangat Direncanakan untuk kolostomi. Setelah dilakukan kolostomi direncanakan untuk anastomosis dan abdominal definitif (Pulltrough) setelah berat badan anak >5 kg (10 pon). Kolostomi dilakukan pada: 1. Pasien neonatus. Tindakan bedah definitif langsung tanpa kolostomi banyak menimbulkan komplikasi dan kematian. Kematian dapat mencapai 28,6% sedangkan pad bayi 1,7%. Kematian ini disebabkan oleh kebocoran anastomosis dan abses dalam rongga pelvis. 2. Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok pasien ini mempunyai kolon yang sangat terdilatasi, yang terlalu besar untuk

dianastomosiskan dengan rektum dalam bedah definitif. Dengan tindakan kolostomi, kolon dilatasi akan mengecil kembali setelah 3 sampai 6 bulan pasca bedah, sehingga anastomosis lebih mudah dikerjakan dengan hasil yang lebih baik. 3. Pasien dengan enterokolitis berat dan dengan keadaan umum yang buruk. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi pasca bedah, dengan kolostomi pasien akan cepat mencapai perbaikan keadaan umum.

b. Tindakan Bedah Definitif ada 3 metode: 1. Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter ani internadan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum.

2. Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yangganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler GIAkemudian dimasukkan melalui anus.

3.Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal aganglioner Prognosis pasien ini quo ad vitam adalah bonam, dan quo ad functionam adalah dubia ad bonam. Setelah operasi pasien-pasien dengan penyakit hirschprung biasanya berhasil baik, walaupun terkadang ada gangguan buang air besar.

DAFTAR PUSTAKA
1. Warner B.W. 2004. Chapter 70 Pediatric Surgery in TOWNSEND SABISTON TEXTBOOK of SURGERY. 17thedition.Elsevier-Saunders. Philadelphia. Page 21132114. 2. Holschneider A., Ure B.M., 2000.Chapter 34 Hirschsprungs Disease in:AshcraftPediatric Surgery 3rd edition W.B. Saunders Company. Philadelphia. page 453-468. 3. Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005.Chapter 38 Pediatric Surgery in: SchwartzsPRINCIPLES OF SURGERY. 8thedition. McGraw-Hill. New York. Page 14961498 4. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. 2003. Chapter 56 Hirschsprung Disease In :Operative PEDIATRIC Surgery. McGraw-Hill. New York. Page 617-640

Anda mungkin juga menyukai