Disusun Oleh:
Chrisanty Azzahra Y.
G99152072
BAB I
PENDAHULUAN
Giant Bullae adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh rongga
berukuran besar yang volumenya cukup signifikan. Kriteria radiologi untuk
kelainan tersebut adalah giant bullae di satu atau kedua apeks pulmo yang
mengkompresi parenkim pulmo normal di sekitarnya. Giant bullous lung disease
secara karakteristik ditandai oleh pembesaran satu atau lebih bullae sehingga
memenuhi lebih dari sepertiga hemithorax. Kelainan ini umumnya terjadi pada
laki-laki dewasa muda dengan kebiasaan merokok, dan seringkali dikaitkan
dengan Penyakit Paru Obstruktif kronis (PPOK). (1-6) Persentasi kejadiannya antara
penderita PPOK dengan non-PPOK adalah 80 % dibanding 20 % . Pada anakanak, giant bullous lung disease jarang terjadi. Pada sebagian besar kasus, kedua
pulmo lebih sering terkena dibanding pulmo unilateral. Penanganan kasus giant
bullous lung disease secara cermat berdasarkan data klinis yang diperkuat oleh
pemeriksaan penunjang, dalam hal ini pemeriksaan radiologi, akan sangat
membantu penatalaksanaan pasien. Apabila keluhan sesak semakin memberat,
timbul secondary pneumothorax spontan, infeksi berulang, hemoptysis, dan nyeri
dada
terus
menerus
perlu
dilakukan
prosedur
bulektomi
dengan
STATUS PASIEN
A.
ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama
: Tn. R
Umur
: 36 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Alamat
: Cilacap
Tanggal Masuk
: 5 September 2016
Tanggal Periksa
: 14 September 2016
No. RM
: 01347xxxx
: Udara dingin
Riwayat OAT
: (+),
Pasien
pernah
menggunakan
pengobatan
TB
pengobatan
TB
kategori
II
pasien
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
Riwayat mondok
kuning-merah-nanah-kehitaman
dan
berbau.
3. Pada bulan Juli 2016 pasien dirawat di RS
Cilacap
karena
sesak
napas.
Dilakukan
: disangkal
Riwayat hipertensi
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat TB
: disangkal
VI.
Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok
: (-)
: (+) 30 tahun
: disangkal
: disangkal
: disangkal
VII.
B.
PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK
A PRIMARY SURVEY
1 Airway
: bebas
2 Breathing
:
I : retraksi (-); RR: 20 kali/menit; napas cuping hidung (-), napas
paradoksal (-), pengembangan dada kanan > kiri
P : fremitus raba kanan > kiri
P : sonor/hipersonor di SIC II ke bawah
A : suara dasar vesikuler (+)/suara dasar vesikuler menurun dari SIC II
3
4
5
B SECONDARY SURVEY
1 Keadaan Umum : compos mentis
2 Kepala
: mesocephal
3 Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
4
tragus (-)
Hidung
6
7
8
9
darah (-)
Mulut
: sianosis (-), mukosa basah (+)
Leher
: pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-)
nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat
Thoraks
: retraksi (-/-), krepitasi (-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Palpasi
: fremitus raba kanan > kiri
Perkusi : sonor/hipersonor di SIC II ke bawah
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+)/suara dasar vesikuler menurun
dari SIC II ke bawah, wheezing +/+, RBK -/Pulmo Posterior
Inspeksi : pengembangan dada kanan > kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan > kiri
Perkusi : sonor/hipersonor di SIC II ke bawah
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+)/suara dasar vesikuler menurun
dari SIC II ke bawah, wheezing +/+, RBK -/11 Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-)
12. Ekstremitas
:
-
akral dingin
oedem
C STATUS LOKALIS
Regio Thoraks
Inspeksi : pengembangan dada kanan > kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan > kiri
Perkusi : sonor/hipersonor di SIC II ke bawah
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+)/suara dasar vesikuler menurun
dari SIC II ke bawah, wheezing +/+, RBK -/II ASSESSMENT I
Giant bullae sinistra
III PLAN I
O2 3 lpm
Infus NaCl 0,9%
N.acetylcystein 3x200mg
Cek laboratorium darah
Foto thoraks
IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
A Laboratorium Darah (5 September 2016)
Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Rujukan
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PDW
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Golongan darah
Hemostatis
PT
APTT
INR
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu
Albumin
Creatinine
Ureum
Elektrolit
Natrium darah
Kalium darah
Chlorida darah
Serologi Hepatitis
HBsAg
13.5
41
9.5
353
4.63
g/dL
%
ribu/l
ribu/l
juta/l
13.4 19.8
50 82
5.0 19.5
150 450
3.90 5.90
88.2
29.2
33.1
11.8
9.2
16
/um
Pg
g/dl
%
Fl
%
80.0 - 96.0
28.0 33.0
33.0 36.0
11.6 14.6
7.2 11.1
25 65
1.00
0.40
49.50
39.50
9.60
A
%
%
%
%
%
0.00 4.00
0.00 1.00
18.00 74.00
60.00 66.00
0.00 6.00
15.7
24.2
1.330
Detik
Detik
10.0-15.0
20.0-40.0
98
3.7
0.7
12
mg/dl
g/dl
mg/dl
mg/dl
60-140
3.8-5.4
0.2-0.4
< 42
138
3.4
109
mmol/L
mmol/L
mmol/L
136 145
3.3 5.1
98 106
Reactive
nonreactive
Kesimpulan :
1 Pneumonia
Giant bullae sinistra
ASSESMENT II
1 Asma akut ringan pada asma tidak terkontrol pada asma stage
therapy II (persisten sedang)
VI
PLAN
1 O2 3 lpm
2 Diet TKTP 1700 kkal
3 IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
4 Nebulizer berotec : atroven = 1 mg : 0,25 mg / 6 jam
5 Metil prednisolon 62,5 mg/8jam (iv)
6
Konsul interna
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Penyebab terbanyak bullous lung disease pada dewasa dapat berupa
kebiasaan merokok . Penyebab lain dari bullous lung disease adalah
defisiensi alfa-1 antitripsin, serta penyalahgunaan obat terlarang .Pada
prematur,
BPD
(Bronchopulmonary
Dysplasia),
serta
Giant bullae adalah rongga besar berisi udara yang terperangkap. Pada
foto polos thorax, giant bullae tampak sebagai lesi yang timbul di
parenkim pulmo yang normal, yang dibatasi oleh membran fibrous yang
tipis dan irreguler. Pada keadaan infeksi, selain terisi udara, giant bullae
juga akan terisi cairan. Selain dapat menimbulkan obstruksi pada jaringan
pulmo yang berdekatan, sebuah giant bulla juga dapat menimbulkan
tekanan pada pulmo kontralateral sehingga menggangu fungsinya. Dapat
disimpulkan, bahwa bahkan jaringan pulmo yang tidak terpengaruh
langsung oleh giant bullae, akan menjadi kurang efektif. Sebagian besar
giant bullae membesar dalam waktu lama. Namun terdapat kasus dimana
giant bullae membesar dalam waktu singkat, sehingga secara cepat akan
mempengaruhi parenkim pulmo di sekitarnya. Selain dengan terapi yang
bersifat invasif, bullae dapat menghilang atau mengecil baik secara
spontan atau setelah terjadi infeksi atau perdarahan 1,12
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang paling menonjol pada pasien bula paru-paru adalah
sesak napas, mulai dari derajat ringan sampai derajat berat. Pasien dengan
emfisema bullosa mungkin tidak menunjukkan gejala, pada kondisi ini
diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan foto polos thorax rutin. Dengan
semakin membesarnya ukuran bullae, akan menimbulkan keluhan berupa
sesak napas dan kadang terjadi hemoptisis. Sesak nafas dapat memberat
akibat terjadinya pneumotoraks spontan atau peningkatan ukuran bullae
secara mendadak akibat air trapping. Sesak napas dapat dirasakan mulai
dari derajat ringan sampai derajat berat. Bila bula cukup besar, pasien juga
merasakan rasa nyeri lokal di bagian dada tertentu, sesuai lokasi bula. Baik
sesak napas maupun nyeri ini berhubungan dengan aktifitas. Yang menjadi
kendala dalam pemeriksaan fisik pasien dengan bula pulmonum adalah
apabila bula yang dideritanya sudah mengalami komplikasi berupa
pneumotoraks spontan. Dalam hal ini, sesak napas yang terjadi pada
pasien sulit dibedakan apakah disebabkan oleh pneumotoraks atau karena
adalah
pemeriksaan
penunjang
untuk
CT Scan Thorax
HRCT adalah metode pencitraan yang paling akurat dalam
mendiagnosis giant bullae. Bullae diidentifikasi sebagai area yang
tidak mengandung pembuluh darah (avaskular) dan dibatasi oleh
dengan
jelas
dengan
menggunakan
HRCT.
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat mendeteksi
bullae serta membedakannya dengan pneumotoraks. Pada bullous
disease akan terlihat fenomena comet tail, yaitu pergeseran
jaringan pulmo terhadap pleura selama proses respirasi. Pada
pneumotoraks, jaringan pulmo yang terlibat akan mengalami
kolaps, sehingga fenomena comet tail tidak tampak.
Angiografi
Angiografi
memberikan
merupakan
informasi
area
pulmo
yang
tidak
sementara
yang
munculnya
lambat
akan
berada
di
I. Bulektomi
Bulektomi merupakan prosedur operasi untuk menghilangkan bulla. Bula
yang dibiarkan terus menerus akan mengkompresi parenkim pulmo normal
di sekitarnya. Giant bullae dapat menekan diafragma dan menyebabkan
gangguan kontraktilitas. Bula yang membesar akan menyebabkan dyspnea.
Adapun komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumotoraks dan
akumulasi cairan dalam bula tersebut akibat infeksi. Indikasi dilakukan
bullektomi adalah memburuknya sesak, secondary pneumothorax spontan,
infeksi berulang, hemoptysis, dan nyeri dada. Bula yang luas dikelola
dengan stapler eksisi atau lipatan. Jika beberapa bula ada dan sulit untuk
J. Prognosis
Angka mortalitas post operasi sekitar 0-8% pada kasus giant bullae yang
menyebabkan kompresi jaringan paru normal di sekitarnya relatif rendah.
Morbiditas berkaitan dengan kebocoran udara yang berkepanjangan dan
infeksi paru.
BAB III
KESIMPULAN
Pasien mengeluh sesak napas yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak napas dirasakan terus menerus dan mengganggu aktivitas.
Sesak dipengaruhi udara dingin. Riwayat terbangun malam hari karena sesak (+),
mengi (+). Pasien juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri yang semakin
memberat. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pengembangan dada kiri lebih
tertinggal dari dada kanan, hipersonor di SIC II ke bawah pada dada sebelah kiri
dan suara dasar vesikuler menurun dari SIC II ke bawah, disertai wheezing di
kedua lapang paru. Dari hasil pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran giant
bullae di paru sinistra dengan ukuran >30% dari paru kiri. Dari pemeriksaan hasil
CT Scan lobus superior pulmo sinistra didapatkan Giant bleb apex pulmo sinistra,
bronkiektasis
Giant. bullous lung disease merupakan suatu kondisi klinis yang ditandai
oleh bullae berukuran besar yang volumenya cukup signifikan melebihi 1/3
hemithoraks. Gambaran foto polos thorax giant bullous lung disease meliputi
giant bullae di salah satu atau kedua lobus superior pulmo dan mengisi minimal
sepertiga hemitoraks serta mengompresi parenkim pulmo normal di sekitarnya.
Dengan menggunakan pemeriksaan HRCT akan memberikan gambaran ukuran,
lokasi, serta jumlah bullae dapat tervisualisasi dengan jelas. HRCT adalah metode
pencitraan yang paling akurat dalam mendiagnosis giant bullae. Giant bullous
lung disease harus ditangani secara cermat berdasarkan data klinis yang diperkuat
oleh pemeriksaan penunjang, dalam hal ini radiologi, akan sangat membantu
penatalaksanaan pasien. Penangangan giant bullae sebaiknya segera dilakukan
agar tidak menimbulkan komplikasi seperti keluhan sesak semakin memberat,
timbul secondary pneumothorax spontan, infeksi berulang, hemoptysis, dan nyeri
dada terus menerus. Jika terdapat komplikasi dan keluhan semakin memberat
perlu dilakukan prosedur bulektomi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sokouti M, Golzari S. A Giant Bulla of Lung Mimicking Tension
Pneumothorax. J Cardiovasc Thirac Res. 2010; 2 (2): 41-4.
2.
Stern EJ, Webb WR, Weinacker A, Muller NL. Idiopathic Giant Bullous
Emphysema (Vanishing Lung Syndrome): Imaging Findings in Nine
Patients. AJR. 1994; 162: 279-82.
3.
4.
5.
6.
12. University of Rochester Medical Center. Giant Bullae. [cited 2012 August
2] Available from: www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?
ContentTypeID=22&ContentID=GiantBullae.
13. Shah NN, Bhargava R, Ahmed Z, Pandey DK, Shameem M, Bachh AA, et
al. Unilateral Bullous Emphysema of Lung. Lung India. 2007; 24: 30-2.
14. Ryan S. Postnatal Imaging of Chest Malformations. In: Donoghue V,
editor. Radiological Imaging of the Neonatal Chest. 2nd revised ed.
Germany. Springer; 2008. pp 139-62.
15. Klingman RR, Angelillo VA, DeMeester TR. Cystic and Bullous Lung
Disease. Ann Thorac Surg. 1991; 52: 576-580.
16. Sood N, Sood N. A Rare Case of Vanishing Lung Syndrome. Case Reports
Pulmonology. 2011; 2011: 1-2.