Anda di halaman 1dari 21

Presentasi Kasus Bedah Thoraks & Kardiovaskuler

SEORANG PRIA USIA 36 TAHUN


DENGAN GIANT BULLAE SINISTRA

Disusun Oleh:
Chrisanty Azzahra Y.

G99152072

Periode : 15 17 September 2016


Pembimbing:
Soebandrijo, dr., Sp.B, Sp.BTKV

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Giant Bullae adalah suatu kondisi klinis yang ditandai oleh rongga
berukuran besar yang volumenya cukup signifikan. Kriteria radiologi untuk
kelainan tersebut adalah giant bullae di satu atau kedua apeks pulmo yang
mengkompresi parenkim pulmo normal di sekitarnya. Giant bullous lung disease
secara karakteristik ditandai oleh pembesaran satu atau lebih bullae sehingga
memenuhi lebih dari sepertiga hemithorax. Kelainan ini umumnya terjadi pada
laki-laki dewasa muda dengan kebiasaan merokok, dan seringkali dikaitkan
dengan Penyakit Paru Obstruktif kronis (PPOK). (1-6) Persentasi kejadiannya antara
penderita PPOK dengan non-PPOK adalah 80 % dibanding 20 % . Pada anakanak, giant bullous lung disease jarang terjadi. Pada sebagian besar kasus, kedua
pulmo lebih sering terkena dibanding pulmo unilateral. Penanganan kasus giant
bullous lung disease secara cermat berdasarkan data klinis yang diperkuat oleh
pemeriksaan penunjang, dalam hal ini pemeriksaan radiologi, akan sangat
membantu penatalaksanaan pasien. Apabila keluhan sesak semakin memberat,
timbul secondary pneumothorax spontan, infeksi berulang, hemoptysis, dan nyeri
dada

terus

menerus

perlu

dilakukan

prosedur

bulektomi

mempertimbangkan komplikasi yang mungkin bisa terjadi pada pasien. (7,8)


.

dengan

STATUS PASIEN
A.
ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama

: Tn. R

Umur

: 36 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Cilacap

Tanggal Masuk

: 5 September 2016

Tanggal Periksa

: 14 September 2016

No. RM

: 01347xxxx

II. Keluhan Utama


Sesak napas
III. Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh sesak napas
yang dirasakan sejak. Sesak napas dirasakan terus menerus dan
mengganggu aktivitas. Sesak dipengaruhi udara dingin. Riwayat terbangun
malam hari karena sesak (+), mengi (+). Pasien masih nyaman tidur
dengan 1 bantal. Sesak tidak dipengaruhi perubahan posisi tidur maupun
miring ke kanan maupun ke kiri. Pasien mempunyai riwayat sesak napas
sejak kurang lebih 2 tahun yang lalu. Sesak napas kambuh-kambuhan.
Sesak napas dirasakan saat pasien merasa lelah. Pasien mempunyai
riwayat asma. Pasien terbiasa menggunakan obat hisap dan obat semprot
(berotec dan seretide disk) secara rutin 2x sehari untuk mengurangi sesak
napas yang dirasakan. Pasien mengeluh nyeri dada di sebelah kiri dan
tidak menjalar. Nyeri dada dirasakan saat sesak
Pasien juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih encer
batuk darah disangkal. Batuk kambuh-kambuhan dan dirasakan saat sesak

napas. Demam sumer-sumer (-), keringat dingin (-), penurunan nafsu


makan (-), penurunan BB (-), mual (-), muntah (-), BAK dan BAB tidak
ada keluhan.
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi : (-)
Riwayat DM
: (-)
Riwayat sakit jantung : (-)
Riwayat asma
: (+)
Riwayat alergi

: Udara dingin

Riwayat OAT

: (+),
Pasien

pernah

menggunakan

pengobatan

TB

kategori II (disuntik di pantat selama 2 bulan) di


RSUD Margono tahun 2014 selama 8 bulan.
Sebelumnya pasien memiliki riwayat TB gagal
pengobatan karena pasien tidak teratur minum obat.
Selesai

pengobatan

TB

kategori

II

pasien

dinyatakan sembuh dan hasil pemeriksaan dahak


BTA (-).
Riwayat operasi

: disangkal

Riwayat trauma

: disangkal

Riwayat mondok

:1. Pasien dirawat selama 2 minggu di RS


Majenang pada tahun 2014 karena sesak napas.
2. RSUD Margono tahun 2014 karena sesak napas.
Dilakukan pemasangan WSD 15 hari di dada
sebelah kiri, keluar cairan sebanyak botol infus
berwarna

kuning-merah-nanah-kehitaman

dan

berbau.
3. Pada bulan Juli 2016 pasien dirawat di RS
Cilacap

karena

sesak

napas.

Dilakukan

pemeriksaan thorax dan didapatkan hasil giant


bullae emfisematous regio hemithorax sinistra.

4. Pada tanggal 20 Juli 12 Agustus 2016 pasien


dirawat di RSUD Moewardi dan dilakukan
pemeriksaan:
BTA sputum 3x (2 Agustus 2016) : (-)
Kultur sputum : Streptococus pneumonia
Sensitifitas : Levofloxacin, amoxicilin
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa

: disangkal

Riwayat hipertensi

: disangkal

Riwayat sakit jantung


Riwayat diabetes mellitus
Riwayat asma
Riwayat alergi

: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal

Riwayat TB

: disangkal

VI.

Riwayat Kebiasaan

Riwayat merokok

: (-)

Riwayat memasak dengan kayu bakar


Minum alkohol
Mempunyai binatang peliharaan
Kontak dengan binatang

: (+) 30 tahun
: disangkal
: disangkal
: disangkal

VII.

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien berobat di RS Dr. Moewardi menggunakan fasilitas BPJS. Pasien


sudah menikah. Pasien bekerja sebagai buruh serabutan
.

B.

PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN FISIK
A PRIMARY SURVEY
1 Airway
: bebas
2 Breathing
:
I : retraksi (-); RR: 20 kali/menit; napas cuping hidung (-), napas
paradoksal (-), pengembangan dada kanan > kiri
P : fremitus raba kanan > kiri
P : sonor/hipersonor di SIC II ke bawah
A : suara dasar vesikuler (+)/suara dasar vesikuler menurun dari SIC II
3

ke bawah, wheezing +/+, RBK -/Circulation


:
Look
: sianosis (-), jugular venous distended (-)
Listen
: bunyi jantung I-II irregular, bising (-), suara jantung
menjauh (-)
Feel
: akral dingin (-), capillary refill time <2 detik, nadi: 92

4
5

x/menit, TD: 120/80 mmHg


Disability
: GCS E4V5M6
reflek cahaya (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), lateralisasi (-)
Exposure
: suhu 36,5o C

B SECONDARY SURVEY
1 Keadaan Umum : compos mentis
2 Kepala
: mesocephal
3 Mata
: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
4

isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+)


Telinga
: secret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri

tragus (-)
Hidung

6
7
8
9

: bentuk simetris, nafas cuping hidung (-), secret (-),

darah (-)
Mulut
: sianosis (-), mukosa basah (+)
Leher
: pembesaran tiroid (-), pembesaran limfonodi (-)
nyeri tekan (-), JVP tidak meningkat
Thoraks
: retraksi (-/-), krepitasi (-)
Jantung
Inspeksi

: ictus cordis tidak tampak.

Palpasi

: ictus cordis kuat angkat.

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar.

Auskultasi :bunyi jantung I-II irreguler, bising (-)


10 Pulmo Anterior
Inspeksi : pengembangan dada kanan > kiri

Palpasi
: fremitus raba kanan > kiri
Perkusi : sonor/hipersonor di SIC II ke bawah
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+)/suara dasar vesikuler menurun
dari SIC II ke bawah, wheezing +/+, RBK -/Pulmo Posterior
Inspeksi : pengembangan dada kanan > kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan > kiri
Perkusi : sonor/hipersonor di SIC II ke bawah
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+)/suara dasar vesikuler menurun
dari SIC II ke bawah, wheezing +/+, RBK -/11 Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi
: supel (+), nyeri tekan (-), pembesaran hepar dan lien (-)
12. Ekstremitas

:
-

akral dingin

oedem

C STATUS LOKALIS
Regio Thoraks
Inspeksi : pengembangan dada kanan > kiri
Palpasi
: fremitus raba kanan > kiri
Perkusi : sonor/hipersonor di SIC II ke bawah
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+)/suara dasar vesikuler menurun
dari SIC II ke bawah, wheezing +/+, RBK -/II ASSESSMENT I
Giant bullae sinistra
III PLAN I
O2 3 lpm
Infus NaCl 0,9%
N.acetylcystein 3x200mg
Cek laboratorium darah
Foto thoraks
IV PEMERIKSAAN PENUNJANG
A Laboratorium Darah (5 September 2016)
Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Rujukan

Hematologi Rutin
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
Index Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PDW
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Golongan darah
Hemostatis
PT
APTT
INR
Kimia Klinik
Glukosa Darah Sewaktu
Albumin
Creatinine
Ureum
Elektrolit
Natrium darah
Kalium darah
Chlorida darah
Serologi Hepatitis
HBsAg

13.5
41
9.5
353
4.63

g/dL
%
ribu/l
ribu/l
juta/l

13.4 19.8
50 82
5.0 19.5
150 450
3.90 5.90

88.2
29.2
33.1
11.8
9.2
16

/um
Pg
g/dl
%
Fl
%

80.0 - 96.0
28.0 33.0
33.0 36.0
11.6 14.6
7.2 11.1
25 65

1.00
0.40
49.50
39.50
9.60
A

%
%
%
%
%

0.00 4.00
0.00 1.00
18.00 74.00
60.00 66.00
0.00 6.00

15.7
24.2
1.330

Detik
Detik

10.0-15.0
20.0-40.0

98
3.7
0.7
12

mg/dl
g/dl
mg/dl
mg/dl

60-140
3.8-5.4
0.2-0.4
< 42

138
3.4
109

mmol/L
mmol/L
mmol/L

136 145
3.3 5.1
98 106

Reactive

B Foto Thoraks PA/Lat (5 September 2016)

nonreactive

Kesimpulan :
1 Pneumonia
Giant bullae sinistra

C CT Scan (2 Agustus 2016)

Kesimpulan: Giant bleb apex pulmo sinistra, bronkiektasis

ASSESMENT II
1 Asma akut ringan pada asma tidak terkontrol pada asma stage
therapy II (persisten sedang)

Giant bullae sinistra pro bulectomy

Bekas TB dengan masalah aritmia cordis, HbsAg reaktif dan


peningkatan enzim transaminase hepar

VI

PLAN
1 O2 3 lpm
2 Diet TKTP 1700 kkal
3 IVFD NaCl 0,9 % 20 tpm
4 Nebulizer berotec : atroven = 1 mg : 0,25 mg / 6 jam
5 Metil prednisolon 62,5 mg/8jam (iv)
6

N asetil sistein 3 x 200 mg

Konsul BTKV pro bulectomy

Konsul Jantung dengan aritmia cordis

Konsul interna

10 AGD sebelum operasi BTKV

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Giant Bullous Lung Disease


Bula adalah ruang berisi udara (diameter mulai dari 1 cm sampai sangat
besar) dalam parenkim paru-paru yang terjadi karena adanya deteriorasi
jaringan alveola. Secara histopatologis, bula tampak mempunyai dinding
fibrosa dengan trabekulasi yang dibentuk oleh sisa-sisa septum alveolar.
Bula paru-paru hampir selalu multiple, tetapi berada dalam satu segmen
atau lobus. Lokasi bula tersering adalah di lobus atas paru-paru. Giant
bullous lung disease (atau vanishing lung syndrome, istilah ini sering
dijumpai pada pasien dewasa) adalah suatu kondisi klinis yang ditandai
oleh bullae berukuran besar yang volumenya cukup signifikan. Kriteria
radiologi untuk kelainan tersebut adalah giant bullae di satu atau kedua
apeks pulmo, meliputi minimal sepertiga hemithorax dan mengkompresi
parenkim pulmo normal di sekitarnya. Bulla adalah rongga berisi udara di
dalam parenkim pulmo, dimana sebagian besar tepi bagian luar bulla
dibatasi oleh pleura viseralis, sementara tepi bagian dalam dibentuk oleh
jaringan fibrous yang berasal dari parenkim pulmo di sekitarnya yang
mengalami kerusakan Bullous lung disease berbeda dengan bullous
emphysema. Bullous lung disease sebagai suatu sindroma klinis yang
karakteristik ditandai oleh adanya bullae di satu atau kedua apeks pulmo
dengan struktur parenkim pulmo yang normal. Sementara bullous
emphysema adalah bullae yang terjadi pada pasien PPOK, dimana telah
terjadi abnormalitas parenkim pulmo yang difus Namun dalam beberapa
literatur, kedua istilah tersebut seringkali dianggap serupa, sehingga istilah
giant bullous lung disease kadang disebut juga sebagai giant bullous
emphysema. 9,10

B. Etiologi
Penyebab terbanyak bullous lung disease pada dewasa dapat berupa
kebiasaan merokok . Penyebab lain dari bullous lung disease adalah
defisiensi alfa-1 antitripsin, serta penyalahgunaan obat terlarang .Pada

anak-anak, bullous lung disease dapat disebabkan oleh beberapa kondisi,


yaitu idiopatik, late sequelae penyakit pulmo kronik yang terkait dengan
kelahiran

prematur,

BPD

(Bronchopulmonary

Dysplasia),

serta

Pulmonary Interstitial Emphysema (PIE). Perubahan emfisematosa pada


BPD dapat asimetris, gambarannya kadang berupa bulla berukuran besar
yang menyerupai pneumotoraks. Pada PIE, terjadi barotrauma akibat
ventilasi tekanan positif, pada foto polos thorax dan CT Scan thorax
tampak sebagai lusensi kistik multipel di interstisial, dapat terjadi
segmental, lobar, unilateral, atau bilateral.
C. Epidemiologi
Giant bullous lung disease sebagian besar menyerang pria perokok usia
muda, walaupun dapat terjadi pada bukan perokok dengan defisiensi alfa-1
antitripsin. Persentasi kejadiannya antara penderita PPOK dengan nonPPOK adalah 80 % dibanding 20 %. Pada anak-anak, giant bullous lung
disease jarang terjadi. Tidak ada literatur yang menyebutkan secara pasti
jumlah atau persentasi kejadiannya. Pada sebagian besar kasus, kedua
pulmo lebih sering terkena dibanding pulmo unilateral.11
D. Patofisiologi
Giant bullae berasal dari pembesaran satu atau lebih bullae yang mengisi
lebih dari sepertiga hemitoraks. Secara anatomis, bullae memiliki dinding
luar yang tipis dengan ketebalan bervariasi yang berisi sisa-sisa distensi
pulmo yang emfisematous. Bullae dapat dibagi menjadi dua kelompok
pada jaringan pulmo yang normal (20% pasien) dan giant bullae pada
jaringan pulmo yang abnormal (80% pasien) .Giant bullae dapat dikatakan
sebagai komplikasi dari emfisema. Emfisema menyebabkan hilangnya
elastisitas dinding alveoli. Pada perjalanannya, dinding alveoli akan
meregang menjadi lebih besar namun kurang efisien dalam proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida selama proses pernafasan
berlangsung. Kesulitan dalam proses ekspirasi akan mengarah pada
terperangkapnya udara di dalam pulmo, yang dikenal sebagai hiperinflasi.

Giant bullae adalah rongga besar berisi udara yang terperangkap. Pada
foto polos thorax, giant bullae tampak sebagai lesi yang timbul di
parenkim pulmo yang normal, yang dibatasi oleh membran fibrous yang
tipis dan irreguler. Pada keadaan infeksi, selain terisi udara, giant bullae
juga akan terisi cairan. Selain dapat menimbulkan obstruksi pada jaringan
pulmo yang berdekatan, sebuah giant bulla juga dapat menimbulkan
tekanan pada pulmo kontralateral sehingga menggangu fungsinya. Dapat
disimpulkan, bahwa bahkan jaringan pulmo yang tidak terpengaruh
langsung oleh giant bullae, akan menjadi kurang efektif. Sebagian besar
giant bullae membesar dalam waktu lama. Namun terdapat kasus dimana
giant bullae membesar dalam waktu singkat, sehingga secara cepat akan
mempengaruhi parenkim pulmo di sekitarnya. Selain dengan terapi yang
bersifat invasif, bullae dapat menghilang atau mengecil baik secara
spontan atau setelah terjadi infeksi atau perdarahan 1,12
E. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang paling menonjol pada pasien bula paru-paru adalah
sesak napas, mulai dari derajat ringan sampai derajat berat. Pasien dengan
emfisema bullosa mungkin tidak menunjukkan gejala, pada kondisi ini
diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan foto polos thorax rutin. Dengan
semakin membesarnya ukuran bullae, akan menimbulkan keluhan berupa
sesak napas dan kadang terjadi hemoptisis. Sesak nafas dapat memberat
akibat terjadinya pneumotoraks spontan atau peningkatan ukuran bullae
secara mendadak akibat air trapping. Sesak napas dapat dirasakan mulai
dari derajat ringan sampai derajat berat. Bila bula cukup besar, pasien juga
merasakan rasa nyeri lokal di bagian dada tertentu, sesuai lokasi bula. Baik
sesak napas maupun nyeri ini berhubungan dengan aktifitas. Yang menjadi
kendala dalam pemeriksaan fisik pasien dengan bula pulmonum adalah
apabila bula yang dideritanya sudah mengalami komplikasi berupa
pneumotoraks spontan. Dalam hal ini, sesak napas yang terjadi pada
pasien sulit dibedakan apakah disebabkan oleh pneumotoraks atau karena

perburukan fungsi paru-paru akibat bertambah besarnya bula. Anamnesis


yang mendalam mengenai urut-urutan terjadinya sesak napas dan
progresifitasnya sangat penting untuk membantu membedakan kedua
entitas penyakit ini. Meningkatnya frekuensi batuk disertai sputum
umumnya mengindikasikan terjadi infeksi pada bullae13. Temuan pada
pemeriksaan fisik mencerminkan keadaan pulmo secara keseluruhan atau
efek bullae terhadap struktur di sekitarnya. Giant bullae menyebabkan
menurunnya suara nafas dan hipersonor pada pemeriksaan perkusi.
Komplikasi giant bullae adalah pneumotoraks dan infeksi. Infeksi pada
bullae adalah kondisi yang seringkali menyertai giant bullae, umumnya
sekunder dari parenkim pulmo yang mengalami infeksi. Cairan yang
terakumulasi di dalam bullae biasanya steril, bersifat transudatif, dan dapat
menetap selama beberapa minggu sampai beberapa bulan.
F. Pemeriksaan Penunjang
1 Foto Polos Thorax
Foto polos thorax

adalah

pemeriksaan

penunjang

untuk

mengidentifikasi adanya bullae dan progresifitasnya. Bayangan


dinding bullae dari kavitas atau kista di parenkim pulmo sulit
dibedakan. Foto polos dibuat saat ekspirasi maksimal sehingga
dapat membantu menunjukkan adanya bullae, dimana udara yang
terperangkap selama proses ekspirasi akan mempertegas dinding
bullae. Bullae yang berukuran besar dapat mendeviasi mediastinum
dan mengkompresi pulmo ke arah kontralateral. Kriteria radiografi
untuk mendiagnosis giant bullous lung disease dimana salah satu
atau kedua lobus superior pulmo mengisi minimal sepertiga
hemitoraks serta mengompresi parenkim pulmo normal di
sekitarnya.
2

CT Scan Thorax
HRCT adalah metode pencitraan yang paling akurat dalam
mendiagnosis giant bullae. Bullae diidentifikasi sebagai area yang
tidak mengandung pembuluh darah (avaskular) dan dibatasi oleh

dinding yang tegas. Ukuran, lokasi, serta jumlah bullae dapat


tervisualisasi

dengan

jelas

dengan

menggunakan

HRCT.

Visualisasi dinding luar bullae penting untuk membedakannya


dengan pneumothorax. CT Scan merupakan metode pemeriksaan
non invasive terbaik dalam mengevaluasi arsitektur jaringan pulmo
serta mengevaluasi jika terdapat penyakit yang mendasari
timbulnya bullae.

Ultrasonografi (USG)
USG merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat mendeteksi
bullae serta membedakannya dengan pneumotoraks. Pada bullous
disease akan terlihat fenomena comet tail, yaitu pergeseran
jaringan pulmo terhadap pleura selama proses respirasi. Pada
pneumotoraks, jaringan pulmo yang terlibat akan mengalami
kolaps, sehingga fenomena comet tail tidak tampak.

Angiografi
Angiografi
memberikan

merupakan
informasi

pemeriksaan penunjang yang dapat


mengenai

area

pulmo

yang

tidak

terpengaruh oleh bullae. Jika pembuluh darah di sekitar bullae


tampak intak dan ramai memberikan kemungkinan cukup tinggi
untuk membaiknya fungsional jaringan pulmo setelah tindakan
bulektomi. Bila pembuluh darah di sekitar bullae tampak tak intak
dan minimal, akan memberikan ada kemungkinan hasil yang
kurang baik setelah reseksi bullae.
G. Diagnosa Banding
1. Pneumotoraks
Pneumotoraks dapat memberikan adanya gambaran deep sulcus sign
pada pemeriksaan foto polos. Pada pemeriksaan USG, terdapat
gambaran comet tail yang merupakan karakteristik adanya bullae.

Pada pneumotoraks, jaringan pulmo yang terlibat akan mengalami


kolaps, sehingga fenomena comet tail tidak tampak. Pemeriksaan CT
Scan, memberikan gambaran double wall sign yang terbentuk dari
udara yang membatasi dinding bullae yang posisinya paralel dengan
dinding toraks, merupakan gambaran khas bullae
2. Congenital Cyst Adenomatoid Malformation (CCAM)
CCAM pada pulmo biasanya terjadi pada bayi dengan gangguan
pernapasan yang disebabkan oleh efek lesi terhadap jaringan pulmo di
sekitarnya. Sekitar 80 % pasien berusia lebih muda dari 6 bulan,
sementara 17 % dari kasus terdeteksi pada anak-anak yang lebih tua.
Ada tiga tipe CCAM: tipe I yang paling umum, ditandai dengan kista
besar tunggal atau multipel dengan diameter bervariasi > 2 cm. Tipe II
terdiri dari beberapa kista kecil dengan diameter lebih seragam 2 cm;
Tipe III terdiri dari lesi solid besar besar multipel yang secara
mikroskopik berisi multiple kista.
3. Congenital Lobar Emphysema (CLE)
CLE ( Congenital Lobar Emphysema ) merupakan kelainan kongenital
dengan gambaran menyerupai giant bulla, berupa area lusen pada
hemitoraks unilateral sehingga dapat mendeviasi mediastinum ke arah
kontralateral dan menimbulkan kompresi pada jaringan pulmo di
sekitarnya. CLE menunjukkan gejala pada periode awal masa kanakkanakumumnya sebagai distres respirasi, dimana sekitar 50 % kasus
terjadi dalam 2 hari pertama kehidupan. CLE jarang bermanifestasi
pada pada usia dewasa. Lokasi CLE umumnya di lobus superior pulmo
sinistra dan di lobus medius pulmo dextra.
4. Kista bronkogenik,
Penyebab kista bronkogenik biasanya akibat percabangan bronkial yang
abnormal selama proses perkembangan pulmo. Bila terjadi pada awal
proses perkembangan pulmo, kista berada di mediastinum, kadang di
karina,

sementara

yang

munculnya

lambat

akan

berada

di

intraparenkim. Kista berbentuk bulat atau oval, dilapisi oleh mukosa


bronkus dengan atau tanpa kartilago pada dindingnya. Kista
bronkogenik jarang terdeteksi selama periode neonates dan merupakan
kasus insidental.
5. Hernia diafragmatika kongenital
Hernia diafragmatika kongenital memberikan gambaran khas berupa
udara didalam loop usus yang berada di proyeksi supradiafragma (14)
H. Penatalaksanaan
Pada kasus bullae yang tidak menimbulkan gejala (asimptomatik)
umumnya diterapi secara konservatif serta dilakukan observasi rutin
terhadap perkembangan bullae melalui pemeriksaan foto polos thorax.
Bila terjadi infeksi pada bullae, diberikan antibiotik dan fisioterapi.
Bullae yang menimbulkan gejala akibat mass effect, perlu dilakukan
tindakan pembedahan berupa bulektomi. Indikasi pembedahan pada kasus
giant bullae adalah:
(1) ukuran bula meningkat
(2) terjadi pneumotoraks
(3) terjadi insufisiensi pulmonal
(4) terjadi infeksi di dalam bullae.

I. Bulektomi
Bulektomi merupakan prosedur operasi untuk menghilangkan bulla. Bula
yang dibiarkan terus menerus akan mengkompresi parenkim pulmo normal
di sekitarnya. Giant bullae dapat menekan diafragma dan menyebabkan
gangguan kontraktilitas. Bula yang membesar akan menyebabkan dyspnea.
Adapun komplikasi yang dapat terjadi adalah pneumotoraks dan
akumulasi cairan dalam bula tersebut akibat infeksi. Indikasi dilakukan
bullektomi adalah memburuknya sesak, secondary pneumothorax spontan,
infeksi berulang, hemoptysis, dan nyeri dada. Bula yang luas dikelola
dengan stapler eksisi atau lipatan. Jika beberapa bula ada dan sulit untuk

mendefinisikan jaringan sehat maka reseksi perlu dilakukan. Lobektomi


dilakukan jika seluruh lobus paru-paru dipengaruhi. Bulektomi dilakukan
dengan general anestesi. Pasien diposisikan lateral decubitus. Adapun
komplikasi dari prosedur bulektomi adalah perdarahan, pneumonia, gagal
napas post operative, atelectasis, deep venous thrombosis, pulmonary
embolism, sampai dengan aritmia.(15,16)

J. Prognosis
Angka mortalitas post operasi sekitar 0-8% pada kasus giant bullae yang
menyebabkan kompresi jaringan paru normal di sekitarnya relatif rendah.
Morbiditas berkaitan dengan kebocoran udara yang berkepanjangan dan
infeksi paru.

BAB III
KESIMPULAN

Pasien mengeluh sesak napas yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak napas dirasakan terus menerus dan mengganggu aktivitas.
Sesak dipengaruhi udara dingin. Riwayat terbangun malam hari karena sesak (+),

mengi (+). Pasien juga mengeluhkan nyeri dada sebelah kiri yang semakin
memberat. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan pengembangan dada kiri lebih
tertinggal dari dada kanan, hipersonor di SIC II ke bawah pada dada sebelah kiri
dan suara dasar vesikuler menurun dari SIC II ke bawah, disertai wheezing di
kedua lapang paru. Dari hasil pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran giant
bullae di paru sinistra dengan ukuran >30% dari paru kiri. Dari pemeriksaan hasil
CT Scan lobus superior pulmo sinistra didapatkan Giant bleb apex pulmo sinistra,
bronkiektasis
Giant. bullous lung disease merupakan suatu kondisi klinis yang ditandai
oleh bullae berukuran besar yang volumenya cukup signifikan melebihi 1/3
hemithoraks. Gambaran foto polos thorax giant bullous lung disease meliputi
giant bullae di salah satu atau kedua lobus superior pulmo dan mengisi minimal
sepertiga hemitoraks serta mengompresi parenkim pulmo normal di sekitarnya.
Dengan menggunakan pemeriksaan HRCT akan memberikan gambaran ukuran,
lokasi, serta jumlah bullae dapat tervisualisasi dengan jelas. HRCT adalah metode
pencitraan yang paling akurat dalam mendiagnosis giant bullae. Giant bullous
lung disease harus ditangani secara cermat berdasarkan data klinis yang diperkuat
oleh pemeriksaan penunjang, dalam hal ini radiologi, akan sangat membantu
penatalaksanaan pasien. Penangangan giant bullae sebaiknya segera dilakukan
agar tidak menimbulkan komplikasi seperti keluhan sesak semakin memberat,
timbul secondary pneumothorax spontan, infeksi berulang, hemoptysis, dan nyeri
dada terus menerus. Jika terdapat komplikasi dan keluhan semakin memberat
perlu dilakukan prosedur bulektomi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sokouti M, Golzari S. A Giant Bulla of Lung Mimicking Tension
Pneumothorax. J Cardiovasc Thirac Res. 2010; 2 (2): 41-4.

2.

Stern EJ, Webb WR, Weinacker A, Muller NL. Idiopathic Giant Bullous
Emphysema (Vanishing Lung Syndrome): Imaging Findings in Nine
Patients. AJR. 1994; 162: 279-82.

3.

Anonymous. Giant Bullous Emphysema (Vanishing Lung Syndrome)


images, diagnosis, treatment options, answer. 2012 May 25 [cited 2012
July
3].
Available
from:
www.vcuthoracicimaging.com/Historyanswer.aspx?qid=104 &fid=1.

4.

Karkhanis VS, Joshi JM. Autobulectomy in Idiopathic Giant Bullous


Lung Disease. Indian J Chest Dis Alled Sci. 2010; 52: 159-60. 18

5.

Sharma N, Justaniah AM, Kanne JP, Gurney JW, Mohammed TH.


Vanishing Lung Syndrome (Giant Bulloue Emphysema): CT Findings in 7
Patients and a Literature Review. J Thorac Imaging. 2009; 24: 227-30.

6.

Mura M, Zompatori M, Mussoni A, Fasano L, Pacilli AMG, Ferro O, et


al. Bullous Emphysema versus Diffuse Emphysema: a Functional and
Radiologic Comparison. Respiratory Medicine. 2005; 99: 171-8.

7. Goldberg M. Bullous Disease. In: Pearson FG, Cooper JD, Deslauriers J,


Ginsberg RJ, Hiebert CA, Patterson GA, et al., editors. Thoracic Surgery.
2nd Edition. Philadelphia: Churchill Livingstone; 2002
8. De Jong. Buku Ajar lmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005
9. Agarwal R, Aggarwal AN. Bullous Lung Disease or Bullous Enphysema?
Respiratory Care. 2006; 51 (5): 532-4.
10. Venuta F, Giacomo TD. Giant Bullous Emphysema. 2008 August 22 [cited
2013 Feb 23]. Available from: www.ctsnet.org/sections/clinicalresources/
thoracic/expert_tech-11.html.
11. Sharma N, Justaniah AM, Kanne JP, Gurney JW, Mohammed TH.
Vanishing Lung Syndrome (Giant Bulloue Emphysema): CT Findings in 7
Patients and a Literature Review. J Thorac Imaging. 2009; 24: 227-30.

12. University of Rochester Medical Center. Giant Bullae. [cited 2012 August
2] Available from: www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx?
ContentTypeID=22&ContentID=GiantBullae.
13. Shah NN, Bhargava R, Ahmed Z, Pandey DK, Shameem M, Bachh AA, et
al. Unilateral Bullous Emphysema of Lung. Lung India. 2007; 24: 30-2.
14. Ryan S. Postnatal Imaging of Chest Malformations. In: Donoghue V,
editor. Radiological Imaging of the Neonatal Chest. 2nd revised ed.
Germany. Springer; 2008. pp 139-62.
15. Klingman RR, Angelillo VA, DeMeester TR. Cystic and Bullous Lung
Disease. Ann Thorac Surg. 1991; 52: 576-580.
16. Sood N, Sood N. A Rare Case of Vanishing Lung Syndrome. Case Reports
Pulmonology. 2011; 2011: 1-2.

Anda mungkin juga menyukai