Anda di halaman 1dari 28

perpustakaan.uns.ac.

id

digilib.uns.ac.id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1.

Diabetes Melitus Tipe 2


Diabetes melitus (DM) tipe 2 adalah gangguan metabolisme yang
ditandai dengan gangguan sekresi dan atau resistensi insulin pada organ
target terutama hati dan otot (Bilous dan Donelly, 2014). Gangguan
tersebut dapat menimbulkan manifestasi klinis berupa hiperglikemia
(Soegondo dan Purnamasari, 2009). Hiperglikemia kronis akan
berhubungan dengan kerusakan jangka panjang dan disfungsi beberapa
organ tubuh seperti mata (retinopati), ginjal (nefropati), saraf (neuropati),
jantung, dan pembuluh darah (Rajesh et al., 2010; Abdul-Ghani et al.,
2011; Nakka dan Guruprasad, 2012).

2. Manajemen Penatalaksanaan DM Tipe 2


Manajemen Penatalaksanaan DM tipe 2 meliputi tiga hal:
a.

Modifikasi gaya hidup untuk menurunkan berat badan dan berhenti


merokok (Hardman dan Dubrey, 2011). Penurunan berat badan dapat
dicapai dengan aktifitas fisik selama > 150 menit per minggu dan
diet rendah lemak serta kalori (Ripsin et al., 2009).

b.

Manajemen faktor risiko penyakit kardiovaskuler seperti hipertensi,


dislipidemia, dan mikroalbuminuria dengan pemberian aspirin,

commit to user
6

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
7

statin, dan angiotensin-converting enzyme inhibitors (Ripsin et al.,


2009).
c.

Kontrol kadar glukosa darah dengan target HbA1C < 6,5% untuk
penderita tanpa penyakit penyerta dan berisiko rendah hipoglikemia
dan > 6,5% bagi penderita dengan penyakit penyerta dan risiko
tinggi hipoglikemia (Garber et al., 2015). HbA1C atau hemoglobin
terglikasi adalah hemoglobin pada sel darah merah yang berikatan
pada glukosa. Glukosa yang berikatan pada hemoglobin akan
menetap selama delapan hingga 12 minggu sesuai dengan masa
hidup sel darah merah (WHO, 2011). Kadar HbA1C ini kemudian
dapat digunakan sebagai parameter kontrol kadar glukosa darah
(Bonora et al., 2011).
Penderita DM tipe 2 seharusnya dapat mencapai kontrol glikemik

adekuat dengan melakukan modifikasi gaya hidup. Kenyataannya


modifikasi gaya hidup hanya berhasil pada kurang dari 10% penderita
sehingga penanganan DM lebih banyak membutuhkan obat anti diabetes
atau OAD (Bilous dan Donelly, 2014). OAD yang telah digunakan di
Indonesia antara lain:
a.

Biguanida atau Metformin


Biguanida atau metformin adalah obat lini pertama yang lazim
digunakan pada pengobatan DM tipe 2 (Ripsin et al., 2009).
Metformin

menurunkan

keluaran

glukosa

hepatik

dengan

mekanisme seluler pengaktifan adenosine monophosphate kinase

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
8

(AMPK). AMPK adalah regulator metabolisme lipid dan glukosa


yang utama di dalam sel (Srivastava et al., 2012). Saat ini ada
beberapa kemungkinan cara metformin mengaktivasi AMPK, dan
yang

paling

umum

yaitu

melalui

penghambatan

respirasi

mitokondria di kompleks I (Ouyang, 2011).


Metformin ditranspor melalui organic cation transporter
(OCT1) di sel hepar (gambar 2.1) dan akan menyebabkan
penghambatan mitochondrial respiratory chain (Rena et al., 2013).
OCT1 adalah transporter yang terekspresi terutama di membran
hepatosit yang mentranspor substrat diantaranya obat antivirus dan
metformin (Nies et al., 2009). Hal ini menyebabkan tubuh
mengalami defisit produksi energi yang berujung pada pengurangan
konsumsi energi di dalam sel terutama pengurangan glukoneogenesis
di hepar. Defisit energi karena pengurangan glukoneogenesis di
hepar pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan AMP (Ouyang
et al., 2010). AMP adalah mediator yang menyebabkan peningkatan
AMPK, supresi adenylate cyclase, dan penghambatan FBPase
(enzim yang penting dalam glukoneogenesis) (Rena et al., 2013).
Hal ini pada akhirnya menyebabkan penurunan produksi glukosa
hepatik dan sintesis lipid atau kolesterol (Zhou et al., 2001).
Metformin tidak menyebabkan hipoglikemia atau penambahan
berat badan (Bilous dan Donelly, 2014; Soegondo 2009). Efek

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
9

samping utama pada penggunaan metformin yaitu mual, anoreksia,


dan diare (Ripsin, Kang and Urban, 2009).

Gambar 2.1 Mekanisme kerja metformin di sel hepar (Rena et al., 2013).

b.

Sulfonilurea
Sulfonilurea berikatan dengan reseptor sulfonilurea (SU) pada
sel beta pankreas sehingga menyebabkan penutupan saluran K+
sensitif ATP yang pada akhirnya akan menstimulasi sel beta
pankreas untuk meningkatkan sekresi insulin (Bilous dan Donelly,
2014). Efek samping utama dari obat ini yaitu hipoglikemia (Ripsin
et al., 2009; Soegondo, 2009). Kejadian hipoglikemia akibat
penggunaan sulfonilurea berkaitan dengan mekanisme kerjanya yang
menstimulasi sel beta pankreas secara langsung (Kunte et al., 2007).
Hal ini sering terjadi pada penggunaan agen sulfonilurea longer

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
10

acting (klorpropamid dan glibenklamid) dan penderita dengan pola


makan yang tidak teratur (Aquilante, 2010). Obat ini juga dapat
menyebabkan penambahan berat badan ringan (Ripsin et al., 2009;
Soegondo, 2009). Hal ini berhubungan dengan peningkatan produksi
insulin dan efek obat terhadap reseptor SU di adiposit yang berperan
dalam pengaturan metabolisme lipid. Sulfonilurea menyebabkan
peningkatan lipogenesis dan antilipolisis di sel adiposit (Shi et al.,
1999).
c.

Inhibitor Alpha Glucosidase (AGi)


AGi

menghambat

enzim-

-glukosidase

yang

menyebabkan glukosa tidak terabsopsi di usus, terutama glukosa


postprandial (Sherwood, 2016). Efek AGi yang maksimal dapat
dicapai dengan pemberian obat segera pada saat makan (Soegondo,
2009). Efek samping utama penggunaan AGi adalah mengenai
saluran gastrointestinal seperti kembung dan diare (Ripsin et al.,
2009; Soegondo, 2009).
d.

Tiazolidindion
Tiazolidindion (TZD) atau

glitazon merupakan agonis

Peroxisome proliferator-activated receptordapat

menurunkan

resistensi

insulin

dengan

meningkatkan

sensitifitas otot dan sel lemak terhadap insulin (Bilous dan Donelly,
2014). Obat ini berpotensi menyebabkan efek samping berupa
retensi cairan, penambahan berat badan, dan edema. Salah satu

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
11

golongan TZD yaitu rosiglitazon juga berhubungan dengan


peningkatan risiko infark miokardium dua sampai tiga kali lipat
dibanding agen antidiabetes lain (Ripsin et al., 2009).
e.

Glinid
Glinid atau nonsulfonylureas insulin secretagogues memiliki
struktur dan mekanisme kerja yang mirip dengan sulfonilurea. Glinid
memiliki masa kerja yang lebih pendek dibandingkan sulfonilurea
sehingga digunakan sebagai obat prandial (Soegondo, 2009).

f.

Inhibitor Dipeptidil Peptidase-4


Inhibitor dipeptidil peptidase-4 (DPP-4) dapat meningkatkan
kadar GLP-1 endogen dan memperpanjang kerjanya yang pada
akhirnya akan meningkatkan produksi insulin (Sherwood, 2016).
Inhibitor ini dapat menurunkan HbA1C pada kadar yang sama
dengan sulfonilurea dengan sedikit sekali kejadian hipoglikemia
(Bilous dan Donelly, 2014). Efek samping yang ditemukan berupa
nasofaringitis, peningkatan risiko infeksi saluran kemih, dan sakit
kepala (Soegondo, 2009). Belum ada studi jangka panjang tentang
keefektifan dan keselamatan obat tersebut terhadap penderita
diabetes yang penting secara klinis (Bilous dan Donelly, 2014).
Hanya kurang dari 40% penderita yang berhasil mencapai target

HbA1C dengan OAD tunggal maupun kombinasi di atas (Ripsin et al.,


2009). Pada akhirnya penderita membutuhkan insulin jika terjadi
kegagalan terapi dengan kombinasi tiga OAD (Lahiri, 2012). Kegagalan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
12

terapi tersebut berkaitan dengan patogenesis DM tipe 2 yang sangat


kompleks dan multifaktorial, diantaranya melibatkan faktor genetik, gaya
hidup, lingkungan, dan stres oksidatif (Sakthiswary et al., 2014). Faktor
genetik, salah satunya adalah modifikasi epigenetik berupa metilasi DNA
pada gen yang mengatur metabolisme energi di otot sangat berkaitan
dengan kegagalan penderita mencapai kontrol glikemik dengan aktivitas
fisik (Stephens dan Sparks, 2014). Modifikasi epigenetik adalah
perubahan fungsi gen tanpa perubahan sekuen DNA seperti variasi
histon, metilasi DNA, modifikasi asam amino pasca translasi, dan RNA
interference (Dupont et al., 2009). Aktivitas fisik seharusnya dapat
meningkatkan ekspresi sebagian besar gen yang meregulasi fungsi
mitokondria dan metabolisme energi seperti peroxisome proliferatoractivated receptor coactivator-1 (PGC1- ), peroxisome proliferatoractivated receptor

(PPAR

), dan pyruvate dehydrogenase kinase

(PDK4) (Egan et al., 2010). Namun beberapa orang dapat mengalami


hipometilasi DNA dari gen tersebut yang berujung kepada resistensi
terhadap aktivitas fisik karena tidak terbentuknya ATP dari glukosa
(Stephens dan Sparks, 2014). Gaya hidup yang tidak sehat seperti
mengkonsumsi minuman manis berlebih, terutama minuman dengan
pemanis gula seperti soft drink
yang kurang (Booth et al., 2012) juga sangat berhubungan dengan
kejadian DM. Faktor lain seperti riwayat penggunaan antibiotik, terutama
antibiotik narrow-spectrum dan bakterisid juga berhubungan dengan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
13

risiko terkena DM (Mikkelsen et al., 2015). Hal ini berkaitan dengan


perubahan

mikrobiota

usus

akibat

penggunaan

antibiotik

yang

mengganggu homeostasis glukosa (Chou et al., 2013).


Patogenesis

DM

tipe

yang

kompleks

mengakibatkan

penatalaksanaan DM tipe 2 pada tiap individu berbeda-beda (Glauber et


al., 2014). Rekomendasi terbaru penanganan DM tipe 2 saat ini
menekankan terapi secara individual atau patient-centered (Inzucchi et
al., 2012). Pertimbangan pemberian terapi harus didasarkan pada kondisi
masing-masing penderita, antara lain terkait risiko hipoglikemia,
penambahan berat badan, kemudahan penggunaan, biaya, keamanan
organ, penyakit hepar, dan lain-lain (Garber et al., 2015).
Saat ini telah ada OAD baru dengan target spesifik di ginjal yaitu
inhibitor sodium glucose co-transporter 2 (SGLT2) (Bailey dan Day,
2014). Inhibitor SGLT2 bekerja dengan menghambat reabsorpsi sekitar
90% glukosa di ginjal sehingga meningkatkan efek glukosuria
(Sherwood, 2015). Obat ini dapat menjadi pilihan pengobatan untuk
penderita DM tipe 2 yang mengalami mutasi SGLT2 di ginjal.
3.

Peran Ginjal dalam Homeostasis Glukosa pada Penderita DM Tipe 2


Fungsi ginjal mengalami perubahan pada penderita DM tipe 2.
Penderita DM tipe 2 mengalami peningkatan pelepasan glukosa selama
periode puasa (100 g : 70 g pada individu normal) dengan 40%
diantaranya dihasilkan oleh ginjal melalui glukoneogenesis (Wilding,
2014). Hal ini berbeda dengan kondisi normal dimana ginjal seharusnya

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
14

hanya berkontribusi melepaskan 20-25% glukosa ke dalam sirkulasi


selama periode puasa (Chao, 2014). Glukoneogenesis oleh ginjal
diregulasi oleh insulin dan katekolamin seperti adrenalin (Wilding,
2014). Insulin membantu mengurangi pelepasan glukosa ke dalam
sirkulasi sementara adrenalin menstimulasi glukoneogenesis (Wilding,
2014; Gerich et al., 2001). Peningkatan resistensi insulin mengakibatkan
penurunan supresi pelepasan glukosa oleh ginjal melalui glukoneogenesis
pada penderita DM tipe 2 (Wilding, 2014).
Selain mengalami peningkatan aktivitas glukoneogenesis, penderita
DM tipe 2 juga mengalami peningkatan aktivitas GLUT dan SGLT di
ginjal, terutama GLUT2 dan SGLT2 (Chao, 2014). Sodium glucose cotransporter (SGLT) dan facilitative glucose transporter (GLUT) adalah
transporter yang berperan dalam reabsorpsi glukosa (Wilding, 2014).
Fungsi SGLT dan GLUT di ginjal pada individu normal dapat dilihat
pada gambar 2.2. SGLT2 mereabsorpsi 90% glukosa dari lumen
intestinal ke sel epitel. Glukosa tersebut selanjutnya akan direabsorpsi ke
dalam darah melalui GLUT2. Sementara itu 10% glukosa direabsorpsi di
distal tubulus proksimal oleh SGLT1 dan masuk ke sirkulasi melalui
GLUT1 (Wilding, 2014). Peningkatan aktivitas GLUT dan SGLT di
ginjal pada penderita DM tipe 2 mengakibatkan reabsorpsi glukosa
mengalami peningkatan sehingga memperburuk keadaan hiperglikemia
(Wilding, 2014; Chao, 2014; Abdul-Ghani et al., 2011).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
15

Gambar 2.2 Transpor glukosa oleh SGLT2 (kiri) dan SGLT1 (kanan) di tubulus
proksimal ginjal (Wilding, 2014).

4.

Sodium Glucose Co-transporter


Sodium glucose co-transporter (SGLT) adalah famili protein yang
secara transport aktif memindahkan glukosa melewati membran sel
(Abdul-Ghani et al., 2011). SGLT termasuk dalam kelompok sodium
substrate co-transporters, the solute carrier family 5A (SLC5A) (Rajesh
et al., 2010) dan setidaknya ada enam varian yang telah berhasil diisolasi
pada manusia (Abdul-Ghani et al, 2011). Perbedaan substrat dan
distribusi varian SGLT dapat dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Spesifikasi substrat dan distribusi varian SGLT (Wright et al., 2011; Rajesh et
al., 2010).
Gen

Protein

Substrat

Distribusi

SLC5A1

SGLT1

Glukosa, galaktosa

Intestinum (terbanyak), trakhea,


ginjal, jantung, otak, testis, prostat

SLC5A2

SGLT2

Glukosa

Ginjal (terbanyak),
tiroid, otot, jantung

commit to user

otak,

hati,

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
16

Gen

Protein

Substrat

Distribusi

SLC5A3

SGLT3

Glucosensor

Intestinum, testis, uterus, paru,


otak, tiroid

SLC5A4

SGLT4

Glukosa, mannosa

Intestinum, ginjal, hati, otak, paru,


trakhea, uterus, pankreas

SLC5A5

SGLT5

Glukosa, galaktosa

Korteks ginjal

SLC5A6

SGLT6

Myo-inositol, xylose dan chiroinositol

Spinal cord, ginjal, otak, intestinum

SGLT2 merupakan kotransporter glukosa berafinitas rendah (Km


0,2mM) namun berkapasitas besar (Tmax = 10 nmol/mg protein per menit)
yang dapat mengangkut glukosa melewati membran luminal masuk ke
intraseluler dengan perbandingan 1 glukosa : 1 Na+ (Chao, 2014; AbdulGhani et al., 2011; Hardman dan Dubrey, 2011). Spesifitas substrat gula
yang ditranspor oleh SGLT adalah gula dengan bentuk heksosa dan Dconfiguration (Kinne dan Castaneda, 2011; Safavi et al., 2013). Interaksi
ikatan hidrogen antara SGLT2 dan gugus hidroksil di C2, C3, dan C4
juga menentukan spesifitas substrat (Safavi et al., 2013). SGLT2 lebih
selektif ketika gugus OH terletak pada C4 dengan afinitas yang lebih
rendah untuk D-galaktosa dibandingkan D-glukosa (Kinne dan
Castaneda, 2011).
Struktur kristal SGLT1 dan SGLT2 belum tersedia sampai saat ini
(Safavi et al., 2013). Struktur kristal yang dianggap homolog dengan
SGLT manusia adalah SGLT yang di kode oleh Vibrio parahaemolyticus
(vSGLT) (Santer dan Calado, 2010). Gambar 2.3 menunjukkan suatu
studi eksperimental dan

in

silico vSGLT

yang memiliki 14

transmembrane helices (TM) dengan terminal N- dan C- berada di

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
17

ekstraseluler (Faham et al., 2012; Wright et al., 2011). Struktur inti


dibentuk oleh inverted repeats dari TM 2-6 dan TM 7-11 dengan sebuah
molekul galaktosa di tengah (Faham et al., 2012). Struktur ini memiliki
grup sentral yang terdiri dari tujuh TM (TM2, 3, 4, 7, 8, 9, dan 11). TM
sentral bersama dengan tujuh TM yang lain membentuk rantai untuk
selektivitas ligan (Santer and Calado, 2010; Faham et al., 2012).

Gambar 2.3 Topologi struktur vSGLT: inverted topology dari TM 2-6 dan TM
7-11 (trapesium merah dan biru), terminal C- (merah), terminal
N- (ungu), dan galaktosa (heksagon abu-abu dengan garis luar
merah) (Faham et al., 2012).

Suatu model homologi SGLT2 dan vSGLT pada gambar 2.4


menunjukkan hanya sedikit perbedaan binding site antara SGLT2 dan
vSGLT. Residu pembentuk sugar binding site pada SGLT2 yaitu Asn75,
Gly79, His80, Phe98, Glu99, Ala102, Val286, Ser287, Tyr290, Trp291,
Lys321, Phe453, dan Gln457 (Nakka dan Guruprasad, 2012).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
18

Gambar 2.4 Struktur superposisi binding site antara vSGLT (ungu) dan SGLT2
(hitam) (Nakka dan Guruprasad, 2012).

5.

Inhibitor SGLT2 pada Terapi DM tipe 2


Inhibitor SGLT2 adalah OAD baru yang berfungsi untuk
menghambat sebagian besar reabsorpsi glukosa di tubulus ginjal (Bailey
dan Day, 2014). Penghambatan reabsorpsi glukosa akan menimbulkan
efek glukosuria sehingga terjadi pengeluaran kelebihan kadar glukosa
darah pada penderita DM (Chao, 2014; Kinne dan Castaneda, 2011).
Efek glukosuria tersebut dapat membantu penurunan berat badan seiring
dengan hilangnya kalori dari glukosa (Bailey dan Day, 2014; Rajesh et
al., 2010; Hardman dan Dubrey, 2011). Pemberian inhibitor SGLT2 juga
dapat menimbulkan efek diuresis osmosis yang membantu sedikit
penurunan tekanan darah (Cefalu dan Riddle, 2015; Bailey dan Day,
2014; Chao, 2014). Obat ini bekerja tanpa dipengaruhi oleh insulin dan
efeknya akan berkurang seiring dengan menurunnya kadar gula darah

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
19

sehingga tidak menyebabkan hipoglikemia (Cefalu dan Riddle, 2015;


Chao, 2014).
Inhibitor SGLT2 memiliki beberapa efek samping. Efek glukosuria
dapat meningkatkan kemungkinan infeksi genital dan saluran kemih
(Chao, 2014; Abdul-Ghani et al., 2011). Sebagian besar infeksi tersebut
tergolong infeksi ringan atau sedang tanpa harus menghentikan
penggunaan obat (Bailey dan Day, 2014). Efek diuresis osmosis dapat
menyebabkan deplesi volume air dan dehidrasi (Bailey dan Day, 2014).
Suatu uji klinis terbaru melaporkan pengobatan dengan inhibitor SGLT2
dapat meningkatkan faktor risiko terjadinya fraktur. Hal ini berhubungan
dengan peningkatan transpor Na+ dengan fosfat sehingga meningkatkan
sekresi hormon paratiroid dan FGF23 (Taylor et al., 2015). Inhibitor
SGLT2 juga dilaporkan dapat menyebabkan euglikemik diabetik
ketoasidosis atau EuDKA (FDA, 2015). EuDKA adalah ketoasidosis
yang terjadi dengan kadar glukosa dalam darah kurang dari 300 mg/dl
(Rosenstock dan Ferrannini, 2015). Hal ini diperkirakan berhubungan
dengan efek glukosuria dari penggunaan inhibitor SGLT2 sebagai respon
dari penurunan kadar glukosa. Penurunan kadar glukosa tersebut
menyebabkan penurunan produksi insulin yang berujung kepada
peningkatan lipolisis. Akhirnya terjadi peningkatan produksi asam lemak
bebas yang dikonversi menjadi badan keton (Ogawa dan Sakaguchi,
2015). Mayoritas efek samping DKA pada penggunaan inhibitor SGLT2
terjadi pada penderita dengan defisiensi insulin seperti pada DM tipe 1,

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
20

DM tipe 2 onset lama, dan latent autoimmune diabetes in adults atau


LADA (AACE, 2015). Keadaan seperti operasi, latihan yang terlalu
berat, infark miokard, stroke, infeksi berat diduga merupakan faktor
pencetus DKA pada penderita DM dengan penggunaan inhibitor SGLT2
(AACE, 2015).
Dapagliflozin adalah inhibitor SGLT2 golongan c-aryl glucoside
yang uji klinisnya paling maju dibandingkan inhibitor SGLT2 yang lain
(Kinne dan Castaneda, 2011). C-aryl glucoside adalah inhibitor SGLT2
generasi kedua yang mengadopsi bentuk glucoside linkage yang resisten
terhadap aktifitas glukosidase (Safavi et al., 2013). Dapagliflozin
memiliki

selektivitas

>1400-fold

lebih

besar

terhadap

SGLT2

dibandingkan SGLT1 (Wilding, 2014).


6.

Tanaman Herbal
a.

Senyawa Tanaman Herbal yang Bermanfaat dalam Pengobatan


Tanaman

herbal

adalah

tanaman

yang sebagian

atau

keseluruhan bagiannya dapat berkhasiat sebagai obat untuk


mempertahankan dan meningkatan status kesehatan manusia (Cancer
Research UK, 2015). Khasiat tanaman herbal sebagai obat
bergantung kepada senyawa kimia yang terkandung di dalamnya.
Senyawa kimia atau senyawa aktif dalam tanaman herbal dibedakan
menjadi dua kelompok yaitu metabolit primer dan metabolit
sekunder (Noviani, 2008). Metabolit primer adalah senyawa yang
dihasilkan untuk pertumbuhan tanaman itu sendiri seperti asam

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
21

amino, protein, karbohidrat, dan lemak (Ramawat et al., 2009).


Sedangkan metabolit sekunder adalah senyawa yang dihasilkan
tumbuhan untuk benteng pertahanan dari pengaruh buruk lingkungan
dan hama (Geetha dan Geetha, 2014). Metabolit sekunder inilah
yang memiliki kerja terapeutik dan digunakan sebagai bahan obat
tradisional (Dewoto, 2007). Senyawa metabolit sekunder tanaman
berdasarkan biosintesisnya dapat dikelompokkan menjadi : 1)
Terpenoid dan steroid, contohnya minyak atsiri, glikosida terpen; 2)
Alkaloid; 3) Senyawa fenolat, contohnya flavonoid, isoflavonoid,
tanin, glikosida flavonoid, antrasena. Manfaat beberapa metabolit
sekunder untuk kesehatan dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Daftar beberapa senyawa metabolit sekunder dan imanfaatnya untuk kesehatan.
Senyawa Metabolit
Sekunder
Flavonoid

Manfaat pada Bidang Kesehatan


-

Antimikroba (Cushnie dan Lamb., 2005)


Antivirus (Zhou et al., 2014)
Antioksidan (Chun et al., 2007)
Menghambat enzim pengubah angiotensin (Balasuriya
dan Rupasinghe, 2011)
Menurunkan agregasi platelet (Hodgson dan Croft, 2010)
Menghambat perdarahan (Romano et al., 2013)
Merangsang pembentukan estrogen (Resende et al., 2011)

Alkaloid

Analgesik dan antipiretik (Semwal et al, 2011)


Antimikroba (Maatalah, 2012)
Sedativa (Li et al., 2013)

Tanin

astringen (Ashok dan Upadhyaya, 2012)

Saponin

menurunkan kolesterol (Vinarova, 2014)

Antrakuinon

Antiseptik
Antibakteri
Antikanker
Pencahar (Rohyani, 2015)

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
22

Senyawa Metabolit
Sekunder
Minyak esensial
(atsiri)

Manfaat pada Bidang Kesehatan


-

Anestesi lokal (Benovit et al., 2015)


Antibakteri (Prabuseenivasan et al., 2006)
Anti muntah (Najaran et al., 2013)
Ekspektoran (Garg, 2005)

b. Pemanfaatan Tanaman Herbal untuk Terapi DM Tipe 2


Saat ini telah ada beberapa tanaman herbal yang dikenal
bermanfaat untuk terapi DM. Tanaman-tanaman herbal tersebut
dapat membantu penurunan kadar gula darah, diantaranya : 1)
Momordica charantia atau pare (Tan et al., 2008); 2) Tinospora
cordifolia atau brotowali (Rajalakshmi et al., 2009); 3) Emblica
officinalis atau pohon malaka (Mehta et al., 2009); 4) Trigonella
foenum-graecum atau kelabat (Hannan et al., 2007); 5) Catharanthus
roseus atau tapak dara (Singh et al., 2001); 6) Azadirachta indica
atau mimba (Bisht dan Sisodia, 2010); 7) Cinnamomum zeylanicum
atau kayu manis (Tailang et al., 2008); 8) Allium cepa atau bawang
merah (Eldin et al., 2010); 9) dan Allium sativum atau bawang putih
(Thomson et al., 2007). Mekanisme penurunan kadar gula darah oleh
tanaman herbal tersebut antara lain dengan membentuk lapisan
pelindung usus (astringent) dan mempercepat metabolisme glukosa
(BPOM, 2004). Di Indonesia pemanfaatan tanaman herbal yang
berkhasiat menurunkan kadar gula darah tersebut dibuat dalam
bentuk jamu. Jamu merupakan ramuan berbahan dasar tanaman
herbal yang belum terstandardisasi. Proses pembuatan jamu belum
melalui proses ekstraksi sehingga senyawa-senyawa kimia dalam

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
23

tanaman herbal masih bercampur dengan kadar yang tidak pasti


(Elfahmi et al., 2014).
Proses ekstraksi dapat dilakukan untuk mendapatkan senyawa
kimia spesifik suatu tanaman herbal yang telah diketahui efek
farmakologisnya (Otvio et al., 2011). Tujuan akhir dari proses ini
adalah mendapatkan struktur kimia senyawa hasil ekstraksi tersebut
untuk ditiru dan dibuat sintetiknya. Metformin merupakan contoh
OAD yang disintesis dari senyawa kimia tanaman herbal. Metformin
merupakan derivat dari biguanida yang didapat dari tanaman Galega
officinalis (Bailey dan Day, 2004).
Eksplorasi senyawa dengan bantuan komputer dapat dilakukan
untuk mendapatkan senyawa kimia dengan efek farmakologis
spesifik

secara

teoritis

seiring dengan

perkembangan

ilmu

pengetahuan dan teknologi (Bielska et al., 2011). Saat ini ribuan


senyawa kimia dari berbagai tanaman herbal Indonesia telah terdata
di dalam basis data herbal Indonesia dan dapat diakses secara bebas
menggunakan komputer (Yanuar et al., 2011). Hal ini dapat
dimanfaatkan untuk memudahkan pencarian inhibitor SGLT2 dari
tanaman herbal Indonesia. Senyawa tanaman herbal Indonesia
sebagai inhibitor SGLT2 ini kemudian dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan terapi alternatif DM.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
24

7.

Penambatan Molekuler
a.

Dasar Penambatan Molekuler


Terdapat dua metode yang berkaitan dengan proses penemuan
obat baru, yaitu high-troughput screening (HTS) dan high-troughput
virtual screening (HTVS atau VS) (Skoda and Hoksza, 2014;
Bielska et al., 2011). Berbeda dengan HTS yang membutuhkan
biaya yang besar dan sangat bergantung pada faktor eksperimental,
VS hanya memanfaatkan komputer (in silico) untuk mencari
senyawa kimia dalam jumlah besar, bahkan senyawa yang purely
theoritical (Kroemer, 2007; Lionta et al., 2014). Dengan hanya
mensintesis molekul hasil VS, akan didapatkan hasil yang lebih
akurat dengan penghematan waktu dan biaya. VS juga dapat
mengidentifikasi adanya negatif palsu dari uji eksperimental (Yadav
dan Singh, 2013; Bielska et al., 2011; Kroemer, 2007).
VS sangat bergantung dengan kualitas dan kuantitas informasi
terkait struktur target dan ligan (Skoda and Hoksza, 2014; Bielska et
al., 2011). Penapisan virtual berbasis struktur protein target atau
structure-based virtual screening (SBVS) dapat dilakukan ketika
struktur tiga dimensi protein target dan ligan telah diketahui (Lionta
et al., 2014; Yadav and Singh, 2013; Bielska et al., 2011; Kroemer,
2007). Molecular docking atau penambatan molekuler adalah
metode SBVS yang memprediksi posisi ikatan dan energi bebas dari
suatu ligan ke makromolekul (protein target) (Yanuar, 2012).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
25

Diharapkan dari proses docking akan didapatkan model struktur


yang akurat dengan prediksi aktivitas yang tepat dan nantinya dapat
diujikan secara in vitro (Lionta et al., 2014; Yanuar, 2012).
Langkah

awal

dalam

penambatan

molekuler

yaitu

memprediksi konformasi dan orientasi ligan terhadap active site dari


protein target (Yadav dan Singh, 2013; Meng et al., 2011). Namun
dikarenakan terlalu banyaknya kemungkinan ikatan protein-ligan
yang bisa terjadi, diperlukan suatu algoritma untuk menghindari
pengeluaran waktu

dan

biaya

berlebihan

jika menjalankan

keseluruhan kemungkinan konformasi (Meng et al., 2011).


Algoritma docking tersebut akan memposisikan ligan pada sisi aktif
protein target dengan konformasi dan urutan pencarian tertentu
(Yanuar, 2012). Terdapat beberapa algoritma yang digunakan pada
molecular docking, diantaranya matching algoritms, incremental
construction, monte carlo simulation, genetics algoritms, molecular
dynamics, simulated annealing, evolutionary programming, distance
geometry, tabu search (Meng et al., 2011; Dias dan DeAzevedo,
2008). Selanjutnya dibutuhkan suatu penilaian (scoring) untuk
mengevaluasi dan mengurutkan afinitas setiap konformasi ikatan
protein-ligan yang terjadi (Yadav and Singh, 2013; Meng et al.,
2011). Secara garis besar dibagi menjadi empat scoring docking,
yaitu force-field-based, empirical, knowledge-based, dan consensus
scoring (Reddy et al., 2007).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
26

Fleksibilitas konformasi protein-ligan adalah bagian penting


dalam metode penambatan molekuler (Reddy et al., 2007). Dikenal
dua teori yang menggambarkan mekanisme ikatan antara protein dan
ligan, yaitu teori lock-and-key oleh Emil Fisher dan teori induced-fit
oleh Koshland (Meng et al., 2011; Brooijmans, 2009). Teori inilah
yang menjadi dasar dari metodologi docking (Meng et al., 2011).
Terdapat tiga metodologi docking berdasarkan fleksibilitas protein
dan ligan: 1) rigid ligand and rigid receptor docking; 2) flexible
ligand and rigid receptor docking; 3) dan flexible ligand and flexible
receptor docking (Meng et al., 2011).
b. Program Penambatan Molekuler : AutoDock Vina
AutoDock Vina adalah salah satu program penambatan
molekuler. Perangkat lunak AutoDock Vina ini tersedia secara bebas
dan gratis melalui laman http://vina.scripps.edu/download.html.
AutoDock Vina menggunakan algoritma Iterated Local Search (ILS)
serta fungsi skoring kombinasi empirical dan knowledge-based
dengan

melibatkan

perhitungan

ikatan

hidrogen,

interaksi

hidrofobik, dan jumlah rotatable bonds (Trott dan Olson, 2010).


Dibandingkan software terdahulunya yaitu AutoDock 4, AutoDock
Vina menggunakan metode grid yang membatasi konformasi
protein-ligan hanya di sisi aktif (Chang et al., 2010). Hal ini
membuat AutoDock Vina memiliki dua perintah lebih cepat dengan

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
27

akurasi yang lebih baik dibandingkan AutoDock 4 (Trott dan Olson,


2010).
c.

Basis Data dan Pemodelan Homologi


Keberadaan basis data (database) struktur molekul menjadi
syarat utama dalam proses rancangan obat dengan bantuan komputer
(Yanuar, 2012). Struktur makromolekul biologi biasanya didapatkan
melalui eksperimen kristalografi sinar-x, spektroskopi nuclear
magnetic resonance (NMR), atau mikroskopi cryo-electron. Dari
hasil eksperimen kemudian dibuatkan model molekul yang paling
sesuai dengan program komputer dan dikumpulkan dalam bentuk
arsip di bank data protein (Protein Data Bank) (Yanuar, 2012).
Research Collaboratory for Structural Biology Protein Data Bank
(RSCB) adalah salah satu anggota anggota Worldwide Protein Data
Bank (wwPDB) yang menjamin arsip protein data bank mengenai
struktur makromolekul secara terbuka dan bebas diakses di
http://www.rcsb.org/pdb/home/home.do

secara

gratis

(Yanuar,

2012).
Tidak semua protein yang telah diketahui sekuensnya memiliki
struktur kristal (Arnold et al., 2006). Dari enam juta sekuens yang
tersedia di situs UniProt (www.uniprot.org), baru sekitar 52.500
struktur kristal yang terdeposit di Protein Data Bank pada tahun
2008 (Bordoli et al., 2008). Hal ini dikarenakan terbatasnya data
eksperimen yang membutuhkan sumber daya berkualitas dan waktu

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
28

yang lama (Bordoli et al., 2008). Salah satu cara untuk memprediksi
model tiga dimensi protein yang baru diketahui sekuen proteinnya
yaitu menggunakan homology modelling (Venselaar et al., 2010).
Homology modelling atau pemodelan homologi adalah metode
pembuatan struktur tiga dimensi protein dengan menggunakan
template (cetakan) dari struktur tiga dimensi protein lain yang mirip
(Biasini et al., 2014). Untuk dapat menghasilkan model homologi
yang berkualitas, template harus memiliki kecocokan yang tinggi
dan alignment (penjajaran) sekuen yang tepat dengan target (Wallner
dan Elofsson, 2005). Batas minimal persamaan identitas protein
target-cetakan untuk menghasilkan model homologi yang dapat
diterima yaitu sebesar 30% (Dalton dan Jackson, 2007). Penjajaran
protein target-cetakan dengan identitas lebih dari 30% dapat
dikatakan memiliki akurasi setara dengan dengan struktur x-ray
resolusi rendah (Xiang, 2006).
Terdapat beberapa program pemodelan homologi, antara lain
SWISS-MODEL, Modeller, SegMod/ENCAD,

3D-JIGSAW, nest,

Builder, dan SCWRL (Wallner dan Elofsson, 2005). SWISS-MODEL


merupakan program pemodelan homologi yang dapat diakses bebas
dan gratis di http://swissmodel.expasy.org/workspace/. Program
berbasis web ini menawarkan mode otomatis tanpa membutuhkan
paket software yang kompleks dan pengunduhan basis data yang
besar (Biasini et al., 2014).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
29

Basis data mikromolekul juga dibutuhkan untuk melaksanakan


penambatan molekuler, antara lain:
1) HerbalDB Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, dapat
diakses

di

http://herbaldb.farmasi.ui.ac.id/v3/.

HerbalDB

merupakan Basis data khusus tanaman obat Indonesia yang


memberikan informasi sekitar 6776 senyawa kimia dari 3825
spesies tanaman herbal Indonesia (Yanuar et al., 2011).
2) ZINC, dapat diakses gratis di http://zinc.docking.org/ (Irwin
dan Shoichet, 2005).
3) PubChem,

dapat

diakses

gratis

melalui

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/ (Yanuar, 2012).


4) Drug Bank, dapat diakses melalui http://www.drugbank.ca/
(Yanuar, 2012).
5) The Chemical Entities of Biological Interest (ChEBI), dapat
diakses melalui https://www.ebi.ac.uk/chebi/ (Fllbeck et al.,
2006).
Basis data berbayar dalam bentuk CD-ROM, DVD, maupun online
juga tersedia selain basis data mikromolekul yang dapat diakses
secara bebas dan gratis (Lionta et al., 2014; Fllbeck et al., 2006).
Beberapa

basis

data

komersial

yang

ada

yaitu

AntiBase

(http://www.wiley-vch.de/stmdata/antibase.php), Chapman & Hall


(www.crcpress.com/), Chemical Abstracts (www.cas.org), dan
RMPP Online (www.roempp.com/thieme-chemistry/np/info).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
30

d.
Senyawa kimia yang tersedia di basis data sangat banyak,
namun tidak semua senyawa yang ada memenuhi kriteria sebagai
obat (Shoichet, 2004). Proses pencarian kandidat obat memanfaatkan
penapisan

virtual

membutuhkan

proses

pre-filtering

berupa

penapisan ligan yang memenuhi kriteria drug-like properties


(Bielska et al., 2011). Salah satu drug-like properties yang harus
dipenuhi suatu ligan adalah memiliki bioavailabilitas yang baik
(Veber et al., 2002). Bioavailabilitas adalah tingkat dan kecepatan
zat aktif dari suatu sediaan obat yang diserap ke dalam sirkulasi
sistemik (FDA, 2014). Faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas
suatu senyawa diantaranya adalah komponen fisikokimia dari
senyawa itu sendiri (Paswan et al., 2013).
Menurut Lipinski et al. (1997), komponen fisikokimia yang
mempengaruhi bioavailibilitas senyawa antara lain berat molekul,
lipofilisitas, ikatan hidrogen donor, dan ikatan hidrogen akseptor.
Semakin besar berat molekul dan semakin banyak ikatan hidrogen
donor dan akseptor suatu senyawa, maka akan semakin berkurang
permeabilitasnya

terhadap

lipid

bilayer

(Pollastri,

2010).

Berdasarkan observasi 2500 obat di World Drug Index yang


menunjukkan bahwa sebagian besar senyawa obat berukuran kecil
dan lipofilik, dirumuskan suatu kriteria yang dikenal dengan
L

yaitu:

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
31

1) Berat molekul kurang dari 500 g/mol


2) Koefisien logaritmik untuk perbandingan oktanol dan air pada
senyawa (Log P) kurang dari 5
3) Ikatan hidrogen donor kurang dari 5
4) Ikatan hidrogen akseptor kurang dari 10 (Lipinski et al., 1997).
Penggunaan kriteria L

untuk penapisan virtual

sangat membantu dalam mendapatkan senyawa yang memenuhi


kriteria sebagai kandidat obat dengan prediksi bioavailabilitas yang
baik (Pollastri, 2010).
e.

Aplikasi Penambatan Molekuler terhadap Pengembangan Obat


Penambatan molekuler telah banyak berhasil membantu
eksplorasi ligan selektif dan poten yang sangat berperan dalam
langkah awal proses pengembangan obat baru (Kubinyi, 2006).
Awal keberhasilan penambatan molekuler salah satunya terkait
revolusi terapi HIV di tahun 1990 an. Saat itu desain obat dengan
bantuan komputer berhasil menemukan inhibitor HIV protease
(enzim yang sangat berperan dalam siklus hidup HIV) yang poten
(Cobb, 2007). Setelah itu banyak ligan selektif dan poten yang
ditemukan dengan metode penambatan molekuler, baik terhadap
reseptor, enzim maupun kanal ion (Kubinyi, 2006). Pada tabel 2.3,
dapat dilihat beberapa contoh obat yang berhasil ditemukan dengan
metode penambatan molekuler.

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
32

Tabel 2.3. Beberapa contoh keberhasilan pengembangan obat dengan


iimetode penambatan molekuler (Bielska et al., 2011).
Program

Contoh keberhasilan

AutoDock dan
AutoDock
Vina

1.
2.
3.
4.

Glutamate Transporter 1 (GLT1) inhibitors


Cdc25 phosphatase inhibitors
D-Ala:D-Ala ligase inhibitors
Cyclodextrin-based receptors

DOCK

1. Hepatitis C virus helicase inhibitors


2. SARS-CoV 3C-like proteinase inhibitors
3. Cyclooxygenase (COX-2) inhibitors

FlexX

1.
2.
3.
4.
5.

Bacterial NAD synthetase inhibitors


Lymphoid phosphatase inhibitors
RNA polymerase inhibitors
ATP phosphoribosyltransferase inhibitors
Human histamine H4 receptor ligands

Beberapa penelitian telah berhasil mengembangkan inhibitor


SGLT2 dengan metode penambatan molekuler. Kumari dan Chetia
(2013) telah menemukan ligan derivat tetrazole N-glycoside dengan
energi ikatan lebih rendah daripada dapagliflozin terhadap vSGLT
(PDB ID: 2XQ2). Nakka dan Guruprasad (2012) juga telah
menemukan ligan analog c-aryl glycoside yang selektif terhadap
binding site model homologi SGLT2 dari vSGLT (PDB ID: 3DH4).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id
33

B. Kerangka Pemikiran

Mutasi SGLT2 pada penderita DM


Tipe 2

Peningkatan aktivitas SGLT2 di


tubulus ginjal
OAD inhibitor SGLT2
Peningkatan reabsorpsi glukosa
Pengembangan alternatif Inhibitor
SGLT2 dari tanaman herbal

Memperparah hiperglikemia

Eksplorasi dari senyawa


aktif tanaman herbal
Indonesia
Penambatan
Molekuler
(Molecular
Docking)

Keterangan :
: berpengaruh
: berhubungan
: dihambat
: dilakukan penelitian

commit to user

Senyawa dengan
aktivitas sebagai
inhibitor SGLT2 secara
in silico

Anda mungkin juga menyukai