Anda di halaman 1dari 83

KASUS BESAR

SEORANG PEREMPUAN 54 TAHUN DENGAN CKD STAGE V DENGAN


OEDEM PULMO, CHF NYHA III, HIPERKALEMI BERAT,
PENINGKATAN ENZIM TRANSAMINASE

Oleh:
Ni Nyoman Widyastuti Lestari G99152071
Chrisanty Azzahra Yudyasari

G99152072

Pembimbing:
Fathicati, dr., Sp.PD, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U RAK AR TA
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus Besar Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:
SEORANG PEREMPUAN 54 TAHUN DENGAN CKD STAGE V DENGAN
OEDEM PULMO, CHF NYHA III, HIPERKALEMI BERAT,
PENINGKATAN ENZIM TRANSAMINASE

Oleh:
Ni Nyoman Widyastuti Lestari G99152071
Chrisanty Azzahra Yudyasari

G99152072

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:

Fathicati, dr., Sp.PD, M.Kes

BAB I
STATUS PASIEN
I.

ANAMNESIS
A. Identitas
Nama

: Ny. S

No RM

: 012349XX

Umur
Jenis Kelamin
Alamat

: 54 tahun
: Perempuan
: Sragen, Jawa Tengah

Suku

: Jawa

Pekerjaan
Pendidikan

: Ibu rumah tangga


: SMP

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Tanggal Masuk : 6 November 2016


Tanggal Periksa : 7 November 2016
B.

Data dasar
Auto anamnesis dan alloanamnesis di Bangsal Penyakit Dalam
Melati 1 kamar 1A RS Dr. Moewardi
Keluhan utama:
Diare sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan
diare semenjak 9 jam SMRS. Pasien mengeluh mulai diare setelah
memakan buah mangga. Pasien mengeluh frekuensi BAB > 10 x
dalam 1 hari dengan volume tiap kali BAB sebanyak gelas
belimbing. Konsistensi feces cair, berisi air dengan ampas minimal
berwarna kuning, bercampur lendir. BAB tidak disertai darah. Pasien
mengeluhkan nyeri perut seperti diremas-remas. Nyeri makin lama
makin memberat terutama saat beraktivitas. Diare tidak diikutii
3

dengan mual dan muntah. Demam (-) rasa haus (+). Pasien masih
dapat minum dan makan. Pasien biasa mengonsumsi air minum dari
sumur yang direbus. Pasien sebelumnya mengaku tidak makan
makanan pedas, bersantan, mentah, dan makanan sisa kemarin.
Selain diare, 1 minggu SMRS pasien juga mengeluhkan lemas,
tidak bertenaga, mudah lelah, pusing, serta pandangan berkunangkunang. Keluhan ini sudah dirasakan memberat ketika diare. Keluhan
paling dirasakan ketika berubah dari posisi tidur ke posisi duduk.
Telinga berdenging (-), perdarahan gusi (-), bintik-bintik merah di
kulit (-).
9 jam SMRS, pasien juga mengeluh sesak napas yang semakin
memberat. Sesak napas sebenarnya sudah dirasakan sejak 4 tahun
yang lalu dikarenakan perutnya yang semakin membesar akibat
penyakit ginjal yang diderita, hilang timbul dan memberat 9 jam
SMRS. Sesak dirasakan terutama saat beraktivitas, dan berkurang
dengan istirahat. Pasien mengaku lebih nyaman untuk duduk
dibandingkan dalam posisi tidur. Pasien sering terbangun dari tidurnya
di malam hari karena sesak napas. Sesak tidak dipengaruhi dengan
cuaca, paparan debu maupun psikis, mengi (-). Pasien tidak mengeluh
batuk maupun nyeri dada. Demam (-).
5 tahun SMRS, pasien mengeluh sering minum, sering makan,
dan sering berkemih. Pasien juga mengeluhkan sering pusing, lemas,
dan nyeri pada tengkuk. Penurunan berat badan (-).

Setelah

memeriksakan ke dokter, pasien diberitahukan bahwa dirinya


mempunyai penyakit darah tinggi dan gula. Pasien mendapat obat
untuk penyakit gula sebanyak 1 jenis diminum setiap 3 x sehari
sebelum makan akan tetapi pasien lupa dengan nama obatnya, pasien
tidak rutin kontrol. Untuk darah tingginya, pasien meminum obat
captopril hanya ketika merasa pusing. Pasien juga memiliki riwayat
penyakit gagal ginjal 4 tahun yang lalu. Pasien mengeluhkan perutnya
yang semakin membesar sehingga menyulitkan untuk beraktivitas.
Perut pasien membesar semakin berat sejak 1 tahun yang lalu. Pasien

rutin menjalani cuci darah 1 x dalam seminggu setiap hari Senin sejak
4 tahun yang lalu. Pasien BAK 2x dalam sehari dengan masingmasing - gelas belimbing, berwarna kuning pekat. Nyeri saat
berkemih (-), darah (-). Riwayat minum jamu-jamuan (+)

Riwayat penyakit dahulu :


Penyakit
Riwayat sakit serupa
Riwayat diabetes
mellitus

Tempat

Keterangan

Perawatan
Disangkal

Disangkal
(+), 5 tahun yang

Disangkal

lalu,

tidak

rutin

kontrol
(+), 5 tahun yang
lalu, captopril tab 3

Riwayat hipertensi

Disangkal

diminum

hanya ketika ada


Riwayat sakit liver

Riwayat Penyakit Ginjal

Riwayat sakit jantung


Riwayat alergi

Disangkal
RSUD

keluhan
Disangkal
dr (+), dirawat dengan

Moewardi, rutin sesak,

dan

tensi

HD

post

HD

seminggu drop

sekali
Disangkal
Disangkal
RSUD dr
Moewardi

Riwayat mondok

sebanyak 3x
Disangkal
Disangkal
(+), dirawat dengan
sesak, dan tensi
drop post HD
sebanyak 3x

Riwayat penyakit keluarga :


Penyakit
Riwayat sakit serupa
Riwayat sakit darah tinggi
Riwayat sakit liver

Keterangan
Disangkal
Disangkal
Disangkal
5

Riwayat sakit jantung


Riwayat sakit gula
Riwayat sakit ginjal
Riwayat alergi

Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal

Pohon keluarga pasien:

78 tahun

73 tahun

Keterangan :
Pasien

Riwayat kebiasaan
Makan

Pasien mengaku makan teratur 3 kali sehari


sebanyak 4-5 sendok. Saat sakit, pasien

Merokok
Alkohol
Minum jamu
Obat bebas

makan 3 kali sehari sebanyak 2-3 sendok.


Disangkal
Disangkal
(+)
(+) obat paramex yang dibeli di warung

Riwayat gizi
Pasien sehari-hari makan sebanyak 3 kali sehari. Porsi untuk
sekali makan 4-5 sendok makan dengan nasi, lauk-pauk, dan sayur.
Riwayat sosial ekonomi
Pasien adalah ibu dari 2 orang anak. Pasien tinggal bersama
anak pertamanya. Pasien berobat menggunakan dasilitas BPJS.
7

Anamnesis sistem
1.
2.

Keluhan utama
Kulit

: Diare 9 jam SMRS


: Kering (+), pucat (-), menebal (-),
gatal (-), bercak-bercak kuning (-),
kuning (-), petekie (-), turgor kembali <

3.

Kepala

2 sekon
: Pusing (+), nggliyer (+), kepala terasa
berat (-), perasaan berputar-putar (-),
nyeri kepala (-), rambut mudah

4.

Mata

rontok (-)
: Mata
berkunang-kunang

(+/+),

pandangan kabur (+/+), gatal (-/-),


5.
6.

Hidung

mata kuning (-/-), mata merah (-/-)


: Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar

Telinga

lendir atau air berlebihan (-), gatal (-)


: Telinga berdenging (-/-), pendengaran
berkurang (-/-), keluar cairan atau

7.

Mulut

darah (-/-)
: Bibir kering (+), gusi mudah berdarah

8.

Tenggorokan

(-), sariawan (-), gigi mudah goyah (-)


: Rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk
menelan (-), sakit tenggorokan (-),

9.

Sistem respirasi

suara serak (-)


: Sesak nafas (+), batuk (-), dahak
kuning kental (-), darah (-), nyeri dada

10.

(-), mengi (-)


Sistem kardiovaskuler : Nyeri dada (-), terasa ada yang
menekan

(-),

sering

pingsan

(-),

berdebar-debar (-), keringat dingin (-),


ulu hati terasa panas (-), denyut jantung
meningkat (-), bangun malam karena
sesak nafas (+)

11.

Sistem gastrointestinal : Diare (+), perut mrongkol (-), perut


membesar (+), mual (+), muntah (+),
nafsu makan berkurang (+), nyeri
perut (+), sulit BAB (-), kentut (+),
BAB hitam (-), BAB bercampur air
(+), BAB bercampur darah (-), BAB
bercampur lendir (+), rasa penuh di
perut (-), cepat kenyang (-), perut nyeri
setelah makan (-), berat badan menurun

12.

progresif (-)
Sistem muskuloskeletal: Lemas (-), leher kaku (-), keju-kemeng
(-), kaku sendi (-), nyeri sendi (-),
bengkak sendi (-), nyeri otot (-), kaku

13.

otot (-), kejang (-)


Sistem genitouterinal : Nyeri saat BAK (-), BAK berkurang
(+), panas saat BAK

(-), air kencing

warna seperti teh (-), BAK darah (-),


nanah (-), anyang-anyangan (-), sering
menahan kencing (-), rasa nyeri di
pinggang (-), rasa gatal pada saluran
kencing (-), rasa gatal pada alat
kelamin (-).
14.

Ekstremitas

a.

: Bengkak (-/-), lemah (-/-),luka (-/-),

Atas

kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari


terasa dingin (-/-), nyeri (-/-), lebamlebam kulit (-/-)
b.

Bawah

: Bengkak (+/+), lemah (-/-), luka (-/-),


kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari
terasa dingin (-/-), nyeri (-/-), lebamlebam kulit (-/-)

II. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 7 November 2016 dengan hasil sebagai
berikut:
1.
Keadaan umum

: Tampak sakit berat, compos mentis,


GCS E4V5M6, kesan gizi kurang

2.

3.

4.

Tanda vital

Tensi

Nadi

Frekuensi nafas

Suhu

VAS
Status gizi

: 130/70 mmHg
: 102 kali /menit
: 40 kali /menit
: 36,80C
: 4, abdomen

: 45 kg
: 146 cm
: 20,54 kg/m2 (Normoweight)

Berat Badan
Tinggi Badan
IMT

Kulit

: Warna coklat, turgor (+) normal, hiperpigmentasi (-),


kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (-),

5.

Kepala

ekimosis (-)
: Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok

6.

Mata

(-), luka (-), atrofi m. temporalis(-)


: Mata cekung (-/-), konjungtiva pucat (+/+), sklera
ikterik (-/-), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor
dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+),

7.

Telinga

edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)


: Sekret (-), darah (-), nyeri tekan mastoid (-), nyeri tekan

8.
9.

Hidung
Mulut

tragus (-)
: Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
: Sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), gusi

10.

Leher

berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
: JVP R+4 cm (meningkat), trakea ditengah, simetris,
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar
getah bening leher (-), leher kaku (-), distensi vena-vena

11.

Thorax

leher (-)
: Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan
=

kiri,

retraksi

10

intercostal

(+),

pernafasan

abdominothorakal, sela iga melebar (-), pembesaran


kelenjar getah bening axilla (-/-)
12.

Jantung

Inspeksi
Palpasi

: Ictus kordis tak tampak


: Ictus kordis teraba

di

SIC

VI

linea

medioclavicularis sinistra 2 cm lateral, kuat


angkat

Perkusi
:
Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
-

dekstra
Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah: SIC VI linea

medioclavicularis sinistra 2 cm lateral


Batas jantung kesan melebar ke caudolateral
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-).

13. Pulmo
a.

Depan

Inspeksi
Statis
-

Dinamis

: Normochest, simetris, sela iga tidak


melebar, iga tidak mendatar
: Pengembangan dada simetris kanan =
kiri, sela iga tidak melebar, retraksi

intercostal (-)
Palpasi
Statis
Dinamis

: Simetris
: Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri

Perkusi
Kanan

: Sonor, redup pada batas relatif paruhepar

pada

SIC

VI

linea

medioclavicularis dextra, pekak pada


-

Kiri

batas absolut paru hepar


: Sonor, sesuai batas paru jantung pada
SIC V linea medioclavicularis sinistra

11

Auskultasi
Kanan

: Suara dasar vesikuler meningkat


pada SIC VI linea parasternalis ke
bawah, suara tambahan: wheezing (-),
ronkhi basah kasar (-), ronki basah

Kiri

halus (+) di basal, krepitasi (-)


: Suara dasar vesikuler meningkat
pada SIC VI line parasternalis ke
bawah, suara tambahan: wheezing (-),
ronkhi basah kasar (-), ronki basah
halus (+) di basal, krepitasi (-)

b.

Belakang

Inspeksi
Statis
-

Dinamis

: Normochest, simetris, sela iga tidak


melebar, iga tidak mendatar
: Pengembangan dada simetris kanan =
kiri, sela iga tidak melebar, retraksi
intercostal (-)

Palpasi
Statis
Dinamis

: Simetris
: Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri

Perkusi
Kanan
: Sonor
Kiri
: Sonor
Peranjakan diafragma 5 cm
Auskultasi
Kanan
: Suara dasar vesikuler meningkat,
suara tambahan: wheezing (-), ronkhi
basah kasar (-), ronki basah halus (+),
-

Kiri

krepitasi (-)
: Suara dasar vesikuler meningkat,
suara tambahan: wheezing (-), ronkhi
basah kasar (-), ronki basah halus (+),
krepitasi (-)

13.

Abdomen

12

Inspeksi

: Dinding perut lebih tinggi daripada dinding


thorak, ascites (+), venektasi (-), sikatrik (-), striae

Auskultasi

(-), caput medusae (-), ikterik (-),


: Bising usus (+) 30 x / menit, bruit hepar (-), bising

Perkusi
Palpasi

epigastrium (-)
: timpani (+), pekak alih (-)
: distended (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans
muskuler (-), hepar dan lien tidak teraba, undulasi
(+)

14.

Ekstremitas
Akral

dingin

_
+

_
+

Oedem

Superior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon
nail (-/-), cluhbing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri
tekan dan nyeri gerak (-/-), deformitas (-/-)
Inferior Ka/Ki : Oedem (+/+), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon
nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan
dan nyeri gerak genu bilateral (-/-), deformitas (-/-)

Arteri dorsalis pedis


Arteri tibialis posterior
Arteri popliteal
Arteri femoralis
CRT

KANAN
Teraba kuat
Teraba kuat
Teraba kuat
Teraba kuat
<2 detik

KIRI
Teraba kuat
Teraba kuat
Teraba kuat
Teraba kuat
<2 detik

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG


A. Laboratorium darah
Tanggal: 5 November 2016
Pemeriksaan
Hb
Hct
AL
AT
AE

Hasil
Satuan
HEMATOLOGI RUTIN
9,8
g/dl
30
%
1,7
103/ L
51
103 / L
3,08
106/ L

13

Rujukan
12,0 - 15,6
33 45
4,5 - 11,0
150 450
4,10 - 5,10

Golongan darah
GDS
SGOT
SGPT
Creatinine
Ureum
Albumin
Natrium darah
Kalium darah
Chlorida darah
HbsAg
PH
BE
PCO2
PO2
Hematokrit
HCO3
Total CO2
O2 Saturasi
Arteri

A
KIMIA KLINIK
157
mg/dl
/L
20
/L
17
11,25
mg/dl
239
mg/dl
3,9
g/dl
ELEKTROLIT
136
mmol/L
5.5
mmol/L
102
mmol/L
SEROLOGI HEPATITIS
Nonreactive
ANALISA GAS DARAH
7,390
-9,1
mmol/L
26,0
mmHg
143,0
mmHg
28
%
18,7
mmol/L
16,8
mmol/L
99,0
mmol/L
LAKTAT
3,00
mmol/L

Kesimpulan AGD :
Asidosis metabolic tdak terkompensasi
B. Radiologi
Foto Thorak PA
Tanggal: 6 November 2016

14

60 140
< 31
< 34
0,6 - 1,1
< 50
3,5 5,2
136 -145
3,3 - 5,1
98 - 106
Nonreactive
7,350 7,450
-2 - +3
27,0 41,0
83,0 108,0
27,0 41,0
21,0 28,0
19,0 24,0
94,0 98,0
0,36 - 0,75

Tanggal 6 November 2016


Cor : Kesan membesar (CTR > 50%)
Pulmo Tampak infiltrate di parahiller kanan
Sinus costrophrenicus kanan kiri tumpul
Hemidiaphragma kanan kiri normal
Trakea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan :
Keradangan paru
Efusi pleura bilateral minimal
C. Elektrokardiografi
Tanggal: 6 November 2016

15

Kesimpulan: sinus rhytm, heart rate 98 bpm, normoaxis

16

IV.

RESUME

17

1.

Keluhan utama

2.

Diare semenjak 9 jam SMRS


Anamnesis:
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan
keluhan diare semenjak 9 jam SMRS. Pasien mengeluh mulai
diare setelah memakan buah mangga. Pasien mengeluh
frekuensi BAB > 10 x dalam 1 hari dengan volume tiap kali
BAB sebanyak gelas belimbing. Konsistensi feces cair,
berisi air dengan ampas minimal berwarna kuning, bercampur
lendir. BAB tidak disertai darah. Pasien mengeluhkan nyeri
perut seperti diremas-remas. Nyeri makin lama makin
memberat terutama saat beraktivitas. Demam (-) rasa haus
(+). Pasien masih dapat minum dan makan. Pasien biasa
mengonsumsi air minum dari sumur yang direbus. Pasien
sebelumnya mengaku tidak makan makanan pedas, bersantan,
mentah, dan makanan sisa kemarin.
Selain diare, 1 minggu SMRS pasien juga mengeluhkan
lemas, tidak bertenaga, mudah lelah, pusing, serta pandangan
berkunang-kunang. Keluhan ini sudah dirasakan memberat
ketika diare. Keluhan paling dirasakan ketika berubah dari
posisi tidur ke posisi duduk.
9 jam SMRS, pasien juga mengeluh sesak napas yang
semakin memberat. Sesak napas sebenarnya sudah dirasakan
sejak 4 tahun yang lalu dikarenakan perutnya yang semakin
membesar akibat penyakit ginjal yang diderita, hilang timbul
dan memberat 9 jam SMRS. Sesak dirasakan terutama saat
beraktivitas, dan berkurang dengan istirahat. Pasien mengaku
lebih nyaman untuk duduk dibandingkan dalam posisi tidur.
Pasien sering terbangun dari tidurnya di malam hari karena
sesak napas.
5 tahun SMRS, pasien mengeluh sering minum, sering
makan, dan sering berkemih. Pasien juga mengeluhkan sering
pusing, lemas, dan nyeri pada tengkuk. Penurunan berat
badan (-).

Setelah memeriksakan ke dokter, pasien

diberitahukan bahwa dirinya mempunyai

penyakit darah

tinggi dan gula. Pasien mendapat obat untuk penyakit gula


sebanyak 1 jenis diminum setiap 3 x sehari sebelum makan
akan tetapi pasien lupa dengan nama obatnya, pasien tidak
rutin kontrol. Untuk darah tingginya, pasien meminum obat
18 merasa pusing. Pasien juga memiliki
captopril hanya ketika
riwayat penyakit gagal ginjal 4 tahun yang lalu. Pasien
mengeluhkan perutnya yang semakin membesar sehingga

DIAGNOSIS ATAU PROBLEM

VI.

1.

CHF NYHA III, A(x): LVH, E(x): HHD

2.

CKD stage V

3.

Asidosis metabolik tidak terkompensasi dengan gagal napas tipe 1

4.

Hiperkalemia berat

5.

Peningkatan enzim transaminase

PROGNOSIS
1.

Ad vitam

: dubia ad bonam

2.

Ad sanam

: malam

3.

Ad fungsionam

: malam

19

RENCANA AWAL

No
1.

Diagnosis

Pengkajian

Rencana Awal

(Assesment)

diagnosis

Rencana Terapi

Echocardiography Bedrest total setengah

Rencana

Rencana

Edukasi

Monitoring

Penjelasan

KUVS

kepada pasien

Balance

CHF NYHA III

Anamnesis: Sesak

dengan oedema

napas yang dirasakan

pulmo

terus menerus,tidak

O2 10 lpm NRM

tentang diet,

A(x):

membaik dengan

Inj Furosemid 40 mg/8

obat yang

cardiomegali,

istirahat bertambah berat

E(x): HHD

saat aktivitas pasien

duduk

jam
Amlodipin 10 mg/24

nyaman tidur dengan 2-

jam

3 bantal. Pasien kadang


terbangun malam hari

diminum ,
penyakit pada
pasien, kondisi
dan
komplikasinya

Pemeriksaan fisik:
JVP meningkat R+4
cm
Batas jantung melebar
ke caudolateral
Ronki basah halus (+/

20

cairan

+)
Pemeriksaan
Penunjang:
Rontgen

thoraks:

cardiomegali dan edema


pulmo
EKG: Sinus Rhythm, HR
85 bpm, normoaksis
Framingham:
Kriteria mayor: JVP
meningkat R+4 cm,
kardiomegali pada foto
thoraks, ronki basah
halus (+), terbangun
malam hari karena sesak,
Kriteria minor: sesak
saat aktivitas
2

CKD stage V

Anamnesis:

Urin rutin

Diet ginjal 1700 kkal

21

Penjelasan

KUVS

Pasien merasa BAK

USG Ginjal

diakui sedikit-sedikit
sejak 1 bulan terakhir,
1-2 kali sehari, sebanyak
-1 gelas belimbing,
mual muntah (+), lemas
nggliyer
Pemeriksaan fisik:

kepada pasien

gr/hari rendah garam 3

tentang diet,

keluhan

gr/hari
Infus D5% 16 tpm

obat yang

sesak

diminum ,

mikro
Infus EAS pfrimmer 1

Balance

penyakit pada

fl/24 jam
Inj Furosemid 40 mg/ 8

dan

jam
Tranfusi PRC 2 kolf on

TD : 160/100

HD
CaCO3 1 tab/8 jam
Asam folat 800 mcg/24

Konjungtiva pucat
(+/+)
Pemeriksaan

jam
NAC 600 mg/8 jam
HD CITO

penunjang:
Kreatinin 19,4
Ureum 220
Hb: 7,1
Hct: 20
AE 2,27

22

Observasi

rendah protein 40

pasien, kondisi
komplikasinya

cairan

Penjelasan

Tanda vital

kepada pasien

50 mcg bolus

Observasi

tentang kondisi

selanjutnya 50 mcg

keluhan

dan

penunjang:

dalam 500 cc NaCl 16

sesak

komplikasinya

AGD :

tpm mikro

Asidosis

Anamnesis: -

metabolik

tidak Pemeriksaan fisik:

terkompensasi
dengan

Status: Konsul
anestesi

RR 32x/menit

gagal Pemeriksaan

napas tipe 1

O2 10 lpm NRM
Natrium bicarbonate

Cek AGD
post koreksi

pH 7,266
HCO3 17,6
pCO2 38,3 Normal
pO2: 60,1
4

Hiperkalemia

Anamnesis: -

berat

Pemeriksaan fisik: -

Cek elektrolit

insulin 10 IU bolus

Pemeriksaan

pelan
Inj Ca glukonas 1

penunjang:

amp/8 jam

Kalium: 9,0
6

Infus D40% 2 fl +

Curcuma 1 tab/8 jam

Penjelasan

KUVS

kepada pasien

Cek

tentang kondisi

elektrolit

penyakit dan

post koreksi

komplikasinya

Peningkatan

Anamnesis: -

Cek LFT dan

enzim

Pemeriksaan fisik: -

marker hepatitis :

kepada pasien

transaminase

Pemeriksaan

anti HBc total dan

tentang kondisi

23

Penjelasan

penunjang:

SGOT 314

SGPT 156

anti HCV

penyakit dan
komplikasinya

24

FOLLOW UP PASIEN
Tgl

S
O

7 November 2016
(DPH 1)

8 November 2016 (DPH 2)

sesak (+) mual (-) batuk (+), sesak (+)


demam (-)
KU: Sakit berat, E4V5M6 KU: Sakit sedang E4V5M6
Tensi :105/60 mmHg
Tensi :120/70 mmHg
Resp : 22 kali/menit
Resp : 26 kali/menit
Nadi :104 kali/menit
Nadi :76 kali/menit
Suhu : 37 C
Suhu : 36.3 C
Kulit : Turgor kulit normal
Kulit : Turgor kulit normal
Mata : CA (+/+),SI (-/-)
Mata : CA (+/+),SI (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung Hidung : nafas cuping hidung

9 November
2016
(DPH 3)
sesak (+)

sesak (+)

KU: Sakit

KU: Sakit berat,

berat,

E4V5M6
Tensi :110/70 mmHg
Resp : 28 kali/menit
Nadi :82 kali/menit
Suhu : 37 C
Kulit : Turgor kulit

E4V5M6
Tensi :134/66
mmHg
Resp : 24

kali/menit
(+/+), sekret (-)
(+/+), sekret (-)
Nadi :104
Telinga : sekret (-), darah (-) Telinga : sekret (-), darah (-)
Mulut: mukosa kering,
Mulut: mukosa kering, sianosis kali/menit
Suhu : 36.6 C
sianosis (-)
(-)
Kulit : Turgor
Leher : JVP R+4 cm
Leher : JVP R+4 cm
kulit normal
Thoraks :normothoraks,
Thoraks :normothoraks,
Mata : CA (+/
retraksi (+)
retraksi (+)
+),SI (-/-)
Cor
Cor
Hidung : nafas
I : IC tidak tampak
I : IC tidak tampak
P : IC teraba di SIC VI
P : IC teraba di SIC VI
cuping hidung
linea medioclavicula-

linea medioclavicula-

25

10 November 2016
(DPH 4)

normal
Mata : CA (+/+),SI (-/-)
Hidung : nafas cuping
hidung (+/+), sekret (-)
Telinga : sekret (-),

darah (-)
Mulut: mukosa kering,
sianosis (-)
Leher : JVP R+4 cm
Thoraks :normothoraks,

(+/+), sekret (-) retraksi (+)


Cor

ris sinistra 2 cm
lateral
P : Batas jantung kesan
melebar ke
caudolateral
A : BJ I-II intensitas
normal, reguler
Pulmo
I : Pengembangan dada
kanan=kiri
P : Fremitus raba
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
A : SDV (+/+), RBK (+/+)
Abdomen
I : DP > DD
A : Bising usus (+)

ris sinistra 2 cm lateral Telinga : sekret I : IC tidak tampak


P : Batas jantung kesan
P : IC teraba di
melebar ke

dan oedema di

Mulut: mukosa

caudolateral
kering,
A : BJ I-II intensitas normal,
sianosis (-)
reguler
Leher : JVP
Pulmo
R+4 cm
I : Pengembangan dada
Thoraks
kanan=kiri
:normothoraks,
P : Fremitus raba
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
A : SDV (+/+), RBK (+/+)
Abdomen
I : DP > DD
A : Bising usus (+)
11x/menit
P : Redup, undulasi (+)
P : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral dingin tidak

12x/menit
P : Redup, undulasi (+)
P : Nyeri tekan (+)
Ekstremitas: akral dingin tidak ada
ada

(-), darah (-)

dan oedema di

kedua tungkai

kedua tungkai

retraksi (+)
Cor
I : IC tidak
tampak
P : IC
teraba
di SIC
VI

SIC VI linea
medioclavicula
-ris sinistra 2
cm lateral
P : Batas jantung
kesan melebar
ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas
normal, reguler
Pulmo
I : Pengembangan
dada kanan=kiri
P : Fremitus raba
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
A : SDV (+/+), RBK

linea

(+/+)
Abdomen
medioc
I : DP > DD
lavicul
A : Bising usus (+)
a-ris
sinistra

12x/menit
P : Redup,
undulasi (+)

26

2 cm
lateral
P : Batas
jantun

P : Nyeri tekan (-)


Ekstremitas: akral
dingin tidak ada
dan oedema di kedua

g kesan tungkai
meleba
r ke
caudol
ateral
A : BJ I-II
intensit
as
normal,
reguler
Pulmo
I :
Pengem
bangan
dada
kanan=
kiri
P :

27

Fremitu
s raba
kanan=
kiri
P :
Sonor/s
onor
A : SDV (+/
+), RBK (+/+)
Abdomen
I : DP >
DD
A : Bising
usus
(+)
12x/me
nit
P : Redup,
undula
si (+)
P : Nyeri

28

tekan (+)
Ekstremitas:
akral dingin
tidak ada
dan oedema di
kedua tungkai
Px. Hb: 9,8 g/dl
Penu Ht: 30%
AL: 1.7 ribu/ul
njang
AT: 51 ribu/ul
AE: 3.08 jt/ul
GDS = 157
SGOT = 20
SGPT 17
Creatinine: 12,5mg/dl
Ureum: 239 mg/dl
eGFR: 3,7ml/min/1,73m2
Na: 136 mmol/L
K: 5,5 mmol/L
Ca: 1,02 mmol/L
AGD:
PH = 7.2500
BE= 11,1
PCO2 40
P02 47
HT 29
HCO3 = 16.4
02 SAT 70

29

LAKTAT = 3.7
Asidosis metabolik tidak
terkompensasi
Ass: 1. HCAP dengan sepsis dan
gagal napas tipe I
2. DKD stage V
3. Asidosis metabolik tak
terkompensasi
4. Asites permagna
5. CHF NYHA III a LVH e.
HHD
6. Hiperkalemia ringan (5.5)

1. HCAP dengan

1.

1. HCAP

sepsis
2. Gagal napas tipe I

HC

dengan

AP

sepsis
2. Gagal

(perbaikan)3. DKD
stage V dengan
oedema pulmo HD
rutin
4. GEA watery type
dehidrasi ringan
(perbaikan)
7. Asites permagna
8. CHF NYHA IV a LVH e.
HHD
9. Hiperkalemia ringan (5.5)

den
gan
sep
sis
2.

napas tipe I
(perbaikan)3
. DKD stage
V dengan

Gag

oedema

al

pulmo HD

nap

rutin
4. GEA

as
tipe
I
(per

watery type
dehidrasi
ringan

(perbaikan)
13. Asites permagna
kan 14. CHF NYHA III a
bai
)3.
DK

30

LVH e. HHD
15. Hiperkalemia ringan

D
stag
eV
den
gan
oed
ema
pul
mo
HD
ruti
n
4.
GE
A
wat
ery
typ
e
deh
idra

31

(5.5)

si
ring
an
(per
bai
kan
)
10. Asites
permagna
11. CHF
NYHA III a
LVH e.
HHD
12. Hiperkalem
ia ringan
(5.5)
P

Tx :

Tx :

Tx :

1. Bedrest tidak total


1. Bedrest tidak total
2. O2 8 lpm NRM
13. O2 3 lpm nasal canul
3. Diet DM ginjal 1700 kkal 14. Diet DM ginjal 1700 kkal
rendah protein 40 gr/hari

rendah protein 40 gr/hari

rendah garam 2 gr/hari

rendah garam 2 gr/hari

32

28. Bedrest
tidak total
duduk
29. O2 3 lpm
nasal canul

Tx :
40. Bedrest tidak total
duduk
41. O2 3 lpm nasal
canul

4. IVFD NaCl 0.9% 16 tpm 15. IVFD NaCl 0.9% 16 tpm


5. IVFD D5% 16 tpm
16. IVFD D5% 16 tpm
6. IVFD EAS Pfrimmer 1
17. IVFD EAS Pfrimmer 1
flab/24 jam
7. Inj Furosemid 20 mg/12

flab/24 jam
18. Inj Furosemid 20 mg/12 jam

jam IV
IV
8. Inj ceftriaxone 2gr/24 jam 19. Inj ceftriaxone 2gr/12 jam
9. Inj levofloxacin 500gr/24 20. Inj levofloxacin 750gr/24
jam
10. Inj MP 2gr/8 jam
11. CaCO3 1 tab/8 jam po
12. Asam folat 800 mcg/24
jam po

30. Diet DM

42. Diet DM ginjal

ginjal 1700

1700 kkal rendah

kkal rendah

protein 40 gr/hari

protein 40

rendah garam 2

gr/hari
rendah

gr/hari
43. IVFD NaCl 0.9% 16

garam 2
jam
44.
gr/hari
45.
21. Inj MP 2gr/8 jam
31. IVFD NaCl
22. CaCO3 1 tab/8 jam po
23. Asam folat 800 mcg/24 jam
0.9% 16
po
tpm
46.
24. Inj Vit K 1 amp/8 jam
32. IVFD D5%
25. Inj D40% 2 fl + 10 IU
16 tpm
47.
26. Inj Ca glukonas 1 amp/24
33. IVFD EAS
jam
Pfrimmer 1 48.
27.

Usul paarsinetsis on HD

flab/24 jam
34. Inj
49.
50.
Furosemid
51.
20 mg/12
jam IV
35. Inj
levofloxaci

33

tpm
IVFD D5% 16 tpm
IVFD EAS
Pfrimmer 1 flab/24
jam
Inj Furosemid 20
mg/12 jam IV
Inj ceftriaxone
2gr/24 jam
Inj levofloxacin
500gr/24 jam
Inj MP 2gr/8 jam
Inj Vit K 1 amp/8

Aspilet 8mg/ 24
jam

n 500gr/24
jam
36. Inj MP
2gr/8 jam
37. CaCO3 1
tab/8 jam
po
38. Asam folat
800 mcg/24
jam po
39. Inj Vit K 1
amp/8
Monit
oring

Balans cairan
KUVS

Balans cairan
kuvs

Balans

cairan
DR3

Balans cairan

Dr3, elektrolit,

elektrolit

Tgl
S
O

11 November 2016

12 November 2016

13 November 2016
(DPH 1)

(DPH 7)
sesak (+) mual (-)

KU: Sakit berat,

batuk (+), demam (-) batuk (+), demam (-)


KU: Sakit berat,
KU: Sakit berat,
KU: Sakit sedang

34

Aptt, Ur Cr

14 November 2016

(DPH 6)
sesak berkurang

sesak (+) mual (-)

albumin, PT

(DPH 2)
sesak (+)

E4V5M6
Tensi :130/70 mmHg
Resp : 22 kali/menit
Nadi :88 kali/menit
Suhu : 37 C
Kulit : Turgor kulit

E4V5M6
Tensi :105/60 mmHg
Resp : 22 kali/menit
Nadi :104 kali/menit
Suhu : 37 C
Kulit : Turgor kulit

E4V5M6
Tensi :105/60 mmHg
Resp : 22 kali/menit
Nadi :104 kali/menit
Suhu : 37 C
Kulit : Turgor kulit

E4V5M6
Tensi :120/70 mmHg
Resp : 26 kali/menit
Nadi :76 kali/menit
Suhu : 36.3 C
Kulit : Turgor kulit

normal
Mata : CA (+/+),SI

normal
Mata : CA (+/+),SI

normal
Mata : CA (+/+),SI

normal
Mata : CA (+/+),SI (-/-)
Hidung : nafas cuping

(-/-)
(-/-)
(-/-)
Hidung : nafas cuping Hidung : nafas cuping Hidung : nafas cuping hidung (+/+), sekret (-)
hidung (+/+), sekret hidung (+/+), sekret hidung (+/+), sekret Telinga : sekret (-),
(-)
Telinga : sekret (-),

(-)
Telinga : sekret (-),

(-)
Telinga : sekret (-),

darah (-)

darah (-)

darah (-)

darah (-)

Mulut: mukosa

Mulut: mukosa

Mulut: mukosa

sianosis (-)
Leher : JVP R+4 cm
Thoraks :normothoraks,

Mulut: mukosa kering,

kering, sianosis (-)


kering, sianosis (-)
kering, sianosis (-)
retraksi (+)
Leher : JVP R+4 cm Leher : JVP R+4 cm Leher : JVP R+4 cm
Cor
Thoraks
Thoraks
Thoraks
I : IC tidak tampak
:normothoraks,
:normothoraks,
:normothoraks,
P : IC teraba di
retraksi (+)
Cor
I : IC tidak

retraksi (+)
Cor
I : IC tidak

retraksi (+)
Cor
I : IC tidak

tampak
P : IC teraba di

tampak
P : IC teraba di

tampak
P : IC teraba di

SIC VI linea

SIC VI linea

SIC VI linea

35

SIC VI linea
medioclavicula
-ris sinistra 2
cm lateral
P : Batas jantung

medioclavicul

medioclavicul

medioclavicul

a-ris sinistra 2

a-ris sinistra 2

a-ris sinistra 2

cm lateral
P : Batas jantung

cm lateral
P : Batas jantung

cm lateral
P : Batas jantung

kesan melebar

kesan melebar

kesan melebar

ke

ke

ke

caudolateral
A : BJ I-II

caudolateral
A : BJ I-II

caudolateral
A : BJ I-II

intensitas

intensitas

intensitas

normal, reguler
Pulmo
I : Pengembangan

normal, reguler
Pulmo
I : Pengembangan

kesan melebar
ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas
normal, reguler
Pulmo
I : Pengembangan
dada kanan=kiri
P : Fremitus raba
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
A : SDV (+/+), RBK

normal, reguler
Pulmo
(+/+)
I : Pengembangan Abdomen
I : DP > DD
dada
dada
dada
A : Bising usus (+)
kanan=kiri
kanan=kiri
kanan=kiri
11x/menit
P : Fremitus raba
P : Fremitus raba
P : Fremitus raba
P : Redup,
kanan=kiri
kanan=kiri
kanan=kiri
undulasi (+)
P : Sonor/sonor
P : Sonor/sonor
P : Sonor/sonor
P : Nyeri tekan (-)
A : SDV (+/+), RBK A : SDV (+/+), RBK A : SDV (+/+), RBK
Ekstremitas: akral
(+/-)
(+/+)
(+/+)
dingin tidak ada
Abdomen
Abdomen
Abdomen
I : DP > DD
I : DP > DD
I : DP > DD
dan oedema di kedua
A : Bising usus (+)
A : Bising usus (+)
A : Bising usus (+)
tungkai
12x/menit
12x/menit
12x/menit
P : Redup,
P : Redup,
P : Redup,

36

undulasi (+)
P : Nyeri tekan

undulasi (+)
P : Nyeri tekan

undulasi (+)
P : Nyeri tekan

(+)
Ekstremitas: akral

(+)
Ekstremitas: akral

(+)
Ekstremitas: akral

dingin tidak ada

dingin tidak ada

dingin tidak ada

dan oedema di kedua dan oedema di kedua dan oedema di kedua


tungkai
Px.
Penu
njang

tungkai
tungkai
Hb: 9,8 g/dl
Ht: 30%
AL: 1.7 ribu/ul
AT: 51 ribu/ul
AE: 3.08 jt/ul
GDS = 157
SGOT = 20
SGPT 17
Creatinine: 12,5mg/dl
Ureum: 239 mg/dl
eGFR:

Hb: 9,8 g/dl


Ht: 30%
AL: 1.7 ribu/ul
AT: 51 ribu/ul
AE: 3.08 jt/ul
GDS = 157
SGOT = 20
SGPT 17
Creatinine: 12,5mg/dl
Ureum: 239 mg/dl
eGFR:

3,7ml/min/1,73m2
Na: 136 mmol/L
K: 5,5 mmol/L
Ca: 1,02 mmol/L

3,7ml/min/1,73m2
Na: 136 mmol/L
K: 5,5 mmol/L
Ca: 1,02 mmol/L

AGD:
PH = 7.2500
BE= 11,1
PCO2 40
P02 47

AGD:
PH = 7.2500
BE= 11,1
PCO2 40
P02 47

37

HT 29
HCO3 = 16.4
02 SAT 70
LAKTAT = 3.7
Asidosis metabolik
Ass:

1. HCAP

tidak terkompensasi
23. HCAP dengan

HT 29
HCO3 = 16.4
02 SAT 70
LAKTAT = 3.7
Asidosis metabolik
tidak terkompensasi
30. HCAP dengan

29.

dengan

sepsis dan gagal

sepsis dan gagal

sepsis
2. DKD

napas tipe I
24. DKD stage V
25. Asidosis metabolik

napas tipe I
31. DKD stage V
32. Asidosis metabolik

tak terkompensasi
26. Asites permagna
27. CHF NYHA III a

tak terkompensasi
33. Asites permagna
34. CHF NYHA III a

LVH e. HHD
28. Hiperkalemia

LVH e. HHD
35. Hiperkalemia

stage V
dengan
oedema
pulmo HD
rutin senin
4. GEA

ringan (5.5)

ringan (5.5)

watery type
dehidrasi
ringan
(perbaikan)
16. Asites permagna
17. CHF NYHA III a
LVH e. HHD,
cardiomiiopati DM

38

18. Hiperkalemia
ringan (5.5)
perbaikan (4.7)
19. Pemanjangan PT
(16.7
20. Hipoalbumin
sedang (2.7)
21. Hiponatremia
sedang (126)
22. Hipocalcemia
ringan (1.11)
P

Tx :

Tx :

Tx :

52. Bedrest tidak total 64. Bedrest tidak total


65. O2 8 lpm NRM
duduk
66. Diet DM ginjal
53. O2 3 lpm nasal
1700 kkal rendah
canul
protein 40 gr/hari
54. Diet DM ginjal
rendah garam 2

75. Bedrest tidak total


76. O2 8 lpm NRM
77. Diet DM ginjal
1700 kkal rendah
protein 40 gr/hari
rendah garam 2

1700 kkal rendah

gr/hari
protein 40 gr/hari 67. IVFD NaCl 0.9%
rendah garam 2
gr/hari
55. IVFD NaCl 0.9%

gr/hari
78. IVFD NaCl 0.9%

16 tpm
68. IVFD D5% 16 tpm
69. IVFD EAS

16 tpm
79. IVFD D5% 16 tpm
80. IVFD EAS

39

16 tpm
56. IVFD D5% 16 tpm
57. IVFD EAS

Pfrimmer 1 flab/24

Pfrimmer 1 flab/24

jam
70. Inj Furosemid 20

jam
81. Inj Furosemid 20

Pfrimmer 1 flab/24

mg/12 jam IV
jam
71. Inj levofloxacin
58. Inj Furosemid 20
500gr/24 jam
mg/12 jam IV
72. Inj MP 2gr/8 jam
59. Inj ceftriaxone
73. CaCO3 1 tab/8 jam
2gr/24 jam
60. Inj levofloxacin

mg/12 jam IV
82. Inj ceftriaxone
2gr/24 jam
83. Inj levofloxacin
500gr/24 jam
84. Inj MP 2gr/8 jam
85. CaCO3 1 tab/8 jam

po
74. Asam folat 800

500gr/24 jam
61. Inj Furosemid 20

mcg/24 jam po

po
86. Asam folat 800

gr/ 24 jam
62. Inj MP 2gr/8 jam
63. Inj Vit K 1 amp/8

mcg/24 jam po

Aspilet 8mg/ 24
jam
Monit

Balans cairan

Balans cairan

oring

40

Balans cairan
KUVS

41

Hasil USG Abdomen (Hepar) Lien, Pancreas, Ginjal


Tanggal 8 Oktober 2016
Hepar: ukuran normal, sudut tajam, tepi reguler, intensitas echoparenkim normal,
VH/VP normal, IHBD/EHBD normal, tak tampak nodul/kista/massa
GB: ukuran normal, dinding tidak menebal, tak tampak batu/kista/massa
Lien:

ukuran

normal,

intensitas

echo

parenkim

normal,

tak

tampak

nodul/kista/massa
Pankreas: intensitas echoparenkim normal, tak tampak nodul/kista/massa
Ren dextra: ukuran normal, intensitas echoparenkim meningkat, batas sinus
korteks mengabur, tak tampak ectasis PCS, tak tampak batu/kista/massa
Ren sinistra: ukuran normal, intensitas echoparenkim meningkat, batas sinus
korteks mengabur, tak tampak ectasis PCS, tak tampak batu/kista/massa
Bladder: terisi cukup urin, dinding tak tebal, tampak batu ukuran 1,19 cm, DC (+)
Uterus: ukuran normal, tak tampak massa
Tak tampak limfadenopati di paraaorta
Tampak intensitas echo cairan di cavum pleura dekstra et sinistra dan cavum
abdomen
Kesimpulan:
Chronic kidney disease bilateral
Efusi bilateral dan ascites
Vesicolitiasis
Hepar/GB/Lien/Pankreas/uterus tak tampak kelainan

42

ALUR PEMIKIRAN

CKD Stage V

CHF NYHA III

Asidosis
metabolik

43

Hiperkalemia
berat

Anemia

BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, dapat diperkirakan perjalanan klinis yang
menggambarkan terjadinya renal damage pada penderita > 3 bulan. Selain itu,
dari perhitungan GFR diperoleh
GFR (tanggal 30 November 2010) = 9,74
Sehingga tergolong ke dalam Gagal Ginjal Kronik Stadium 5

44

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. GAGAL GINJAL KRONIS
A, DEFINISI
Menurut The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome
Quality Initiative (KDOQI), kriteria penyakit ginjal kronik sebagai berikut :
1.

Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi 3 bulan, berupa kelainan


struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan
manifestasi : kelainan patologi dan petanda kerusakan ginjal

2.

GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan


ginjal.

B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), agen nefrotik (amino glikosida),
penyakit endokrin (diabetes). (Hunt,2001) Penyebab GGK menurut Price,
dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
b. glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul
pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis
utamanya dapat mengakibatkan berkurangna ekskresi air, natrium dan zatzat nitrogen sehingga timbul edema dan azotemia. Untuk glomerulonefritis
kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat,
akan nampak ginjal mengkerut, jumlah nefron berkurang karena iskemia,
tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri
c. Penyakit

vaskuler

hipertensif

misalnya

nefrosklerosis

benigna,

nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis


d. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif

45

e. Gangguan

kongenital

dan

herediter

misalnya

penyakit

ginjal

polikistik,asidosis tubulus ginjal


Penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista multiple, bilateral
yang mengadakan ekspansi dan menghancurkan parenkim ginjal normal
akibat penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan ekskresi
H+ dari tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR
yang mamadai tetap dipertahankan, akibatnya timbul asidosis metabolic.
f. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
h. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli
neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah:
hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung
kemih dan uretra. (Suhardjono,2001)
C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes
melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan
individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit
ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009).
D. KLASIFIKASI
Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan dengan
nilai Glumerular Filtration Rate (GFR)
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance
Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :

Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut :


a.

Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min)

Pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala
yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan
ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak

46

lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi
ginjalnya dalam stadium ini.
b.

Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min)

Pada stadium 2 juga pasien belum merasakan gejala.


c.

Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min )

Pada tingkat ini akumulasi sisa sisa metabolisme akan menumpuk dalam
darah yang disebut uremia. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan
seperti :
1) Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
2) Kelebihan cairan:
Hal ini membuat penderita akan mengalami
pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan.
Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan
yang berada dalam tubuh.
3) Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, oranye tua, atau merah apabila bercampurdengan
darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
4) Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal
beradandapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah
ginjal seperti polikistik dan infeksi.
5) Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal atau kram.
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
Apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu
dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Gejala yang mungkin dirasakan
pada stadium 4 adalah :
1) Fatique, Kelebihan cairan, perubahan pda urin, sakit pada ginjal, sulit tidur
2) Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
3) Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.

47

4) Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
e. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis)
atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat
timbul pada stadium 5 antara lain :
1) Kehilangan napsu makan
2) Nausea.
3) Sakit kepala.
4) Merasa lelah.
5) Tidak mampu berkonsentrasi.
6) Gatal gatal.
7) Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
8) Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
9) Keram otot
10) Perubahan warna kulit (Whte dan Fine, 2008)
E. PATOFISIOLOGI
Infeksi (ISK, glomerulonephritis, pielonefritis), penyakit vaskuler,
adanya

zat

toksik

serta

penyakit

kongenital

dapat

mempengaruhi

GFR.Khususnya penyakit vaskuler dapat menghambat suplai darah ke


ginjal.Hal ini menyebabkan GFR ginjal menjadi turun. Kondisi ini
menyebabkan kerusakan sebagian nefron.Nefron yang utuh mencoba untuk
meningkatkan reabsorpsi dan filtrasi, sehingga terjadilah hipertropfi nefron.
Yang akan meningkatkan jumlah nefron yang rusak. Selanjutnya karena jumlah
nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa.
Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien menjadi lebih jelas dan
muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah
hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin
clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. (Suwitra, 2006)
Gagal ginjal kronis juga akan mempengaruhi aktivasi RAA. Dimana
renin akan diproduksi dan akan merangsang angiotensin 1 yang selanjutnya
akan diubah menjadi angiotensin 2 dan akan merangsang sekresi aldosterone.
Proses ini akan menyebabkan retensi natrium dan air sehingga terjadi

48

peningkatan tekanan kapiler dan pada akhirnya mempengaruhi volume


interstitial yang meningkat. Pada penderita GGK akan timbul sebagai kondisi
edema yang biasanya terjadi pada area ektremitas.
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan

mempengaruhi

setiap

sistem

tubuh.

Kemudian

timbul

kondisi

perpospatemia yang akan menimbulkan kondisi gatal-gatal dikulit. Sindrom


uremia juga menyebabkan gangguan asam basa dalam metabolism tubuh yang
akan mempangaruhi produksi asam dalam lambung. Produksi asam lambung
ini selanjutnya akan mengiritasi lambung. (Price dan Wilson, 2006)
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a.

Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama

b.

jantung dan edema.


Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara

c.

krekels.
Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan

d.

perdarahan mulut, nafas bau ammonia.


Gangguan muskuloskeletal
Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ),
burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak

e.

kaki ), tremor, miopati ( kelemahan dan hipertropi otot otot ekstremitas).


Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning kuningan akibat

f.

penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.

g.

Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa

49

Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h.

System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik,
dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
(Sukandar, 2006)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Urin
1) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
2) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat

atau urat sedimen kotor, kecoklatan

menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin


3) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat
4) Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal
tubular
5) Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsorbsi natrium
6) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan
kerusakan glomerulus bila
7) SDM dan fragmen juga ada
b.

Darah
1) BUN/ kreatinin: meningkat
2) Ht : menurun pada adanya anemia.
3) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
4) GDA: asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
5) Natrium serum : rendah
6) Kalium: meningkat
7) Magnesium Meningkat
8) Kalsium ; menurun

50

9) Protein (albumin) : menurun


H. PENATALAKSANAAN
a.

Terapi konservatif

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal


secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara
keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006).
1) Peranan diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah
atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat
merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuatn
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif
nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.
3) Kebutuhan cairan .
4) Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung
dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi simtomatik
1) Asidosis metabolik
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum
kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis
metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium
bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau
serum bikarbonat 20 mEq/L.
2) Anemia
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu
pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif.
3) Keluhan gastrointestinal

51

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering


dijumpai pada GG. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program
terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4) Kelainan kulit
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5) Kelainan neuromuskular
Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis
reguler

yang

adekuat,

medikamentosa

atau

operasi

subtotal

paratiroidektomi.
6) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis,ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah
(Kanitkar, 2008)
2) Dialisis peritoneal (DP)
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit

52

sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami


perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal)
dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik
disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu
keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan
sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Mansjoer,
2002).
3) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan
faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:
a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil
alih 70-80% faal ginjal alamiah.
b) Kualitas hidup normal kembali
c) Masa hidup (survival rate) lebih lama
d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan
dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
(Brenner dan Lazarus, 2002)
I. KOMPLIKASI
Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme
dan masukan diit berlebih.
Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah
uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem reninangiotensin-aldosteron.
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah.
Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum
rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium.
Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer,
Hiperuremia (Smeltzer & Bare, 2001)

53

II.

ODEMA PULMO
Edema paru adalah akumulasi cairan di interstisial paru dan air
space paru. Edema paru terjadi dari darah karena adanya aliran cariran
keruang intertsisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, yang melebihi
aliran limfatik. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan
solute dari pembuluh darah ke ruang intertsisial.
Edema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid
seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang
rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-gas yang berbahaya, peradangan seperti
pada pneumonia, atau karena gangguan lokal proses oksigenasi. (Soewondo,
1989).
B. Etiologi
Menurut Ingram dan Braunwald (2005), bahwa klasifikasi edema paru
berdasarkan mekanisme pencetus yaitu sebagai berikut.
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma :
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, proteinlosing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.

54

c.

Peningkatan tekanan negatif intersisial :

Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).


Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas
akut bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
2. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory
Distress Syndrome).
a. Pneumonia (bakteri, virus, parasit).
b. Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone, chlorine, asap Teflon, NO2,
dsb).
c. Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin bakteri, alloxan, alphanaphthyl thiourea).
d. Aspirasi asam lambung.
e. Pneumonitis radiasi akut.
f. Bahan vasoaktif endogen (histamin, kinin).
g. Disseminated Intravascular Coagulation.
h. Imunologi

pneumonitis

hipersensitif,

obat

nitrofurantoin,

leukoagglutinin.
i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j. Pankreatitis Perdarahan Akut.
C.Patogenesis Edema Paru.
1. Edema paru kardiogenik
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya
seperti pompa jantung tidak adekuat.
Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arhythmia dan penyakitpenyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau

55

klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari jumlah
darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada
akhirnya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong
keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
Secara patofisiologis edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi
cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru. Akibat terjadinya
peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Hal ini dapat
diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar di atrium kiri, peningkatan
volume berlebihan di ventrikel kiri atau obstruksi jalur keluar dari ventrikel
kiri. Dampak akhir yang ditimbulkan adlah hipoksia berat.
2. Edema paru non kardiogenik
Ada beberapa keadaan klinik yang berhubungan dengan edema paru
yang disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, misal apa penyakit hati
(sirosis) dan sindrom nefrotik. Tekanan intertsisial yang menurun dengan
cepat akibat pengosongan udara dalam rongga pleaura akan menimbulkan
edema pleura. Demikian pula tekanan intrapleura yang terlalu negatif akan
menimbulkan edema intertsisial. Pembendungan limfe akibat fibrosis
peradangan atau keganasan dapat pula menimbulkan edema paru. Beberapa
penyebab lain misalnya infeksi, aspirasi dan syok, menimbulkan edema paru
difus berhubungan dengan hemodinamika. Beberapa penyebab edema pulmo
non kardiogenik salah satunya adala gagal ginjal. Gagal ginjal dan
ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan
penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas
daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas
yang cepat (tachypnea), pusing, kelemahan.

56

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium.
Meski secara klinik kenyataannya sukar di deteksi:
Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen
akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak
napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan,
kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran
napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh
darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain
turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Diagnosis Edema Paru

Tabel 1. Perbedaan Klinis Edema Paru Kardiak dan Edema Paru Non
Kardiak

57

Edema Paru

Edema Paru Non

Kardiogenik

Kardgeniki

Anamnesis

Pennyakit

Jantung

Akut

Pennyakit

Dasar

di

Jantung Luar

Pemeriksaan klinik
Perifer :

Akral hangat, nadi

S3

Akral dingin

meningkat

(+)

(-)

Meningkat

Tidak meningkat

Ronkhi basah

Ronkhi kering

Iskemia/infark

Biasanya norma

Distribusi edema

Distribusi edeme perifer

perihiler

Biasanya normal

gallop/Kardiomegali:
JVP :
Ronkhi :
Tes Laboratorium
EKG :
Foto thoraks :
Enzim kardiak :

Mungkin meningkat
PCWP :

18 mmHg

Shunt :
Intrapulmoner :

18 mmHg

Sangat meningkat

Meningkat ringan

Cairan :
Edema/protein :

0,7
0,5

JVP : Jugularis Venous Pressure


PCWP :Pulmonary Capilory Wedge Pressure
1. Pemeriksaan Penunjang
1) Foto toraks
Menunjukan hilus yang melebar dan densitas meningkat disertai tanda-tanda
bendungan paru, akibat edema intertsisial atau alveolar.
1. Garis Kerley A : Garis-garis memanjang dari hilus kea rah perifer
2. Garis Kerley B : Garis-garis sejajar dari perifer
3. Garis Kerley C : Garis-garis yang mirip sarang laba-laba pada bagian tengah
paru

58

Hilus berkabut : batas hilus tak jelas


Gambaran berkabut atau kesuraman yang merata dari sentral dan
meluas tersebar seperti kupu-kupu (butterfly pattern) disertai garis kerley A,
B, dan C. Gambaran radiologi seperti terlihat pada kedua tipe edema paru.
Pada edema paru non kardiogenik, gambaran radiologi kadang-kadang
tampak normal.
Pada foto toraks edema paru non-kardiologik nampak infiltrat difus
bilateral yang ringan atau alveolar, bercak-bercak (patchy bilateral) atau
konflurens. Sulit untuk membedakan foto toraks antara ARDS dan edema
paru karena gagal jantung.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
1.

Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)

2.

Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)

3.

Kranialisasi vaskuler

4.

Hilus suram (batas tidak jelas)

5.

Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau


nodul milier)

Gambar 1. Edema intertsisial


Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma
kanan letak tinggi)
59

Gambar 2. Kardiomegali dan edema paru


1. Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
2. Edema Butterfly atau Bats Wing (edema sentral)

Gambar 4. Bats Wing


1. Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang
memiliki kelainan sebelumnya, contoh : emfisema)
2) Elektrokardiografi
biasanya EKG normal atau seringkali didapatkan tanda-tanda isekemik atau
infark biasanya hipertrovi ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru
kardiogenik non iskemik terdapat gambaran gelombang T negatif lebar
dengan QT memanjang dan membaik dalam 24 jam setelah klinis stabil.
3) Ecokardiografi :
Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi ventrikel
(hipertensi), segmental wall motion abnormally (penyakit jantung koroner)
4) Laboraorium :

60

Pada edema paru kardiogenik :

Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.

Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.

Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim
jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.

Kadar BNP (Brain Naturetic peptide) untuk membedakan edema paru


kardiogenik dengan penyakit lain seperti asma bronkial akut
Pada edema paru non kardiogenik / ARDS:

Hasil analisa gas darah normal. Rasio PaO2 terhadap fraksi O2 yang dihirup
(FiO2) menurun < 200 mmHg. Awalnya terdapat alkalosis respirasi yang
kemudian dalam perjalanan penyakit menjadi asidosis respiratorik karena
eleminasi CO2 menurun.

Lekositosis atau leukopenia, anemia, trombositopenia. Jarang terjadi


disseminated intravascular coagulation (DIC),yang dapat terjadi pada keadaan
sepsis, trauma berat atau trauma kepala.

Gangguan faal hati dapat terjadi karena timbulnya multiple organ dysfunction
syndrome (MODS)

B.

Penatalaksanaan
Terapi edema paru kardiak harus segera dimulai setelah diagnosis
ditegakan yaitu sebagai berikut :
1.

Posisi duduk.

2.

Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi
CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.

61

3.

Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

4.

Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 0,6 mg


tiap 5 10 menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan
Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 5 ug/kgBB. Jika tidak memberi hasil
memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai dosis 0,1
ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85
90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau
selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.

5.

Morfin sulfat 3 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg


(sebaiknya dihindari).

6.

Diuretik Furosemid 40 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis


ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.

7.

Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 5


ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.

8.

Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.

9.

Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak


berhasil dengan oksigen.

10. Atasi aritmia atau gangguan konduksi.


11. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae.

Penatalaksanaan edema paru non kardiogenik adalah :


1. Memperbaiki ventilasi dengan:
a. Pemberian O2 sehingga O2 dalam udara inspirasi mencapai 50-100%
b. Intubasi endotrakheal
c. Menggunakan alat bantu nafas (ventilato) bila diperlukan
62

2. Mempertahankan sirkulasi, dengan :


a. Memperbaiki dehidrasi atau mengurangi cairan bila terjadi over hidrasi
3. Diperlukan terapi spesifik untuk hal-hal khusus :
a. Tempat tinggi, dengan oksigen dan transportasi ke daerah yang lebih rendah
b. Bila obat atau racun sebagai penyebab, beri obat antagonis.

III.

GAGAL JANTUNG
Definisi
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat
kelainan struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu
kemampuan pengisian ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tandatanda kardinal dari gagal jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan
pembatasan toleransi aktivitas dan retensi cairan yang berujung pada
kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini mempengaruhi kapasitas dan
kualitas dari pasien gagal jantung. (Siswanto,2011)
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala yang kompleks
dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: gejala gagal
jantung ( nafas pendek yang tipial saat istirahat atau saat melakukan
aktivitas disertai/tidak kelelahan), tanda retensi cairan (kongesti paru atau
edema pergelangan kaki), adanya bukti objektif dari gangguan struktur
atau fungsi jantung saat istirahat. (McFadden, 2001)
Etiologi
Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Hipertensi
c. Cardiomiopathy
d. Kelainan Katup Jantung
e. Aritmia
63

g. Lain-lain
Patogenesis
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung
yang tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard,
gangguan tekanan hemodinamik, overload volume, ataupun kasus
herediter seperti cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan
penurunan kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien
masih menunjukkan asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang
minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh yang
disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri.
(Doughty,2007)
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi ReninAngiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2)
peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac
output tetap normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi
penurunan cardiac output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di
ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal
aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory center yang akan
menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis posterior.
ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga
reabsorbsi air meningkat.
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis
yang menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot
skeletal. Stimulasi simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin.
Peningkatan renin meningkatkan kadar angiotensin II dan aldosteron.
Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan garam melalui
vasokonstriksi

pembuluh

darah

perifer.

Mekanisme

kompensasi

neurohormonal ini berkontribusi dalam perubahan fungsional dan


struktural jantung serta retensi cairan dan garam pada gagal jantung
kongestif yang lebih lanjut. (Mansjoer, 2001)

64

Remodelling ventrikel kiri dapat diartikan sebagai perubahan


massa, volume, bentuk, dan komposisi jantung. Remodelling ventrikel
kiri merubah bentuk jantung menjadi lebih komposisi jantung.
Remodelling ventrikel kiri merubah bentuk jantung menjadi lebih sferis
sehingga beban mekanik jantung menjadi semakin meningkat. Dilatasi
pada ventrikel kiri juga mengurangi jumlah afterload yang mengurangi
stroke volume.
Pada remodelling ventrikel kiri juga terjadi peningkatan enddiastolic

wall

stress

yang

menyebabkan

(1)

hipoperfusi

ke

subendokardium yang akan memperparah fungsi ventrikel kiri (2)


peningkatan stres oksidatif dan radikal bebas yang mengaktivasi
hipertrofi ventrikel.

65

Perubahan struktur jantung akibat remodelling ini yang berperan dalam


penurunan cardiac output, dilatasi ventrikel

kiri dan overload hemodinamik.

Ketiga hal diatas berkontribusi dalam progresivitas penyakit gagal jantung.


Kriteria diagnosis
Berdasarkan studi Framingham, diagnosis gagal jantung kongestif
ditegakkan
apabila diperoleh 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dengan 2 kriteria minor.

66

Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.

Tatalaksana non-farmakologi
Manajemen perawatan mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan
pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala
gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup morbiditas dan prognosis.
Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang
bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.

67

Ketaatan pasien berobat


Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas
hidup pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi
Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua
pasien dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis
(kelas rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)
Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C)
Kehilangan berat badan tanpa rencana
Malnutrisi klinis atau subklinis umum dijumpai pada gagal jantung
berat.Kaheksia jantung (cardiac cachexia) merupakan prediktor penurunan angka
kelangsungan hidup.Jika selama 6 bulan terakhir berat badan > 6 % dari berat
badan stabil sebelumnya tanpa disertai retensi cairan, pasien didefinisikan sebagai
kaheksia. Status nutrisi pasien harus dihitung dengan hati-hati (kelas rekomendasi
I, tingkatan bukti C)
Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil. Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di
rumah sakit atau di rumah (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A)

68

Tata laksana farmakologis


Tujuan diagnosis dan terapi gagal jantung yaitu untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas .Tindakan preventif dan pencegahan perburukan
penyakit jantung tetap merupakan bagian penting dalam tata laksana penyakit
jantung. Sangatlah penting untuk mendeteksi dan mempertimbangkan pengobatan
terhadap kormorbid kardiovaskular dan non kardiovaskular yang sering dijumpai.
Angiotensin-converting enzyme inhibitors
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %.ACEI memperbaiki
fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit
karenaperburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka kelangsungan hidup
(kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A).
ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia,
hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, dengan atau tanpa gejala

Kontraindikasi pemberian ACEI

Riwayat angioedema

Stenosis renal bilateral

Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L

Serum kreatinin > 2,5 mg/dL

Stenosis aorta berat

Penyekat
Kecuali kontraindikasi, penyekat harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. Penyekat
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian penyekat

69

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %

Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)

ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi

Kontraindikasi pemberian penyekat

Asma

Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa


pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)

Antagonis aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia
dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan
hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %

Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)

Dosis optimal penyekat dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron

Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L

Serum kreatinin> 2,5 mg/dL

Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium

Kombinasi ACEI dan ARB

Angiotensin receptor blocker (ARB)


Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung
dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah

70

diberikan ACEI dan penyekat dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternatif
pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian
karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB

Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %

Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI

ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan


hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk
Kontraindikasi pemberian ARB

Sama seperti ACEI, kecuali angioedema

Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan

Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI

Hydralazine dan isosorbid dinitrat


Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %,
kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap
ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN

Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi

Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi

Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,


penyekat dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN

Hipotensi simtomatik

71

Sindroma lupus

Gagal ginjal berat

Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti
penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi
gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup (kelas
rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)
Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat)
dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien,
untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.

III HIPERKALEMIA

A. Definisi
Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih atau
sama dengan 5,5 mEq/L terjadi karena peningkatan masukan kalium, penurunan
ekskresi urine terhadap kalium, atau gerakan kalium keluar dari selsel.Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu segera dikenali
dan ditangani untuk menghindari disritmia dan henti jantung yang fatal.
Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada
konsentrasi kalium yang rendah. Konsentrasi kalium darah yang lebih dari 5.5
mEq/L akan mempengaruhi sistem konduksi listrik jantung. Bila konsentrasi yang
tinggi ini terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan jantung akan
berhenti berdenyut. (Siregar, 2007)

72

B. Etiologi
a. Pengambilan darah vena yang buruk lisis sel darah ion K keluar sel
b. Ekskresi tidak memadai:
1) GGA dan GGK
Gagal ginjal komplit maupun sebagian, bisa menyebabkan
hiperkalemia berat. Karena itu orang-orang dengan fungsi ginjal yang
buruk biasanya harus menghindari makanan yang kaya akan kalium.
2) Insufisiensi adrenal
3) Hipoaldosteronisme
4) Penyakit Addison
Dimana kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon yang
merangsang pembuangan kalium oleh ginjal dalam jumlah cukup.
Penyakit Addison dan penderita AIDS yang mengalami kelainan
kelenjar adrenal semakin sering menyebabkan hiperkalemia.
5) Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium
dengan baik. Penyebab paling sering dari hiperkalemia adalah
penggunaan obat yang menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal,
seperti triamterene, Diuretik hemat kalium (spironolactone) dan ACE
inhibitor.
c. Berpindahnya ion K dari ICF ke ECF
1) Asidosis metabolik (pada gagal ginjal)
2) Kerusakan jaringan (luka bakar luas, cedera remuk berat, perdarahan

4)

internal)
Asupan yang berlebihan:
a) Pemberian cepat larutan infus IV yang mengandung ion K
b) Pemberian cepat transfusi darah yang disimpan
c) Makan pengganti garam pada pasien gagal ginjal
Terlalu banyak asam dalam darah, seperti yang kadang-kadang

5)

terlihat pada diabetes


Diet tinggi kalium (pisang, jeruk, tomat, diet tinggi protein, pengganti

3)

garam, suplemen kalium)


d. Hiperkalemia dapat juga dapat terjadi akibat sejumlah besar kalium
secara tiba-tiba dilepaskan dari cadangannnya di dalam sel. Hal ini bisa
terjadi bila:
1) sejumlah besar jaringan otot hancur (seperti yang terjadi pada cedera
tergilas)
2) terjadi luka bakar hebat
3) overdosis kokain.

73

Banyaknya kalium yang masuk ke dalam aliran darah bisa melampaui


kemampuan ginjal untuk membuang kalium dan menyebabkan hiperkalemia
yang bisa berakibat fatal.
C. Manifestasi Klinis
a. Neuromuskular
o Kelemahan otot yang tidak begitu terlihat biasanya merupakan tanda awal
o

.
Kelemahan otot yang berjalan naik dan berkembang kearah paralisis
flaksid pada tungkai bawah, dan akhirnya pada badan dan lengan

( berat )
o Parestesia pada wajah, lidah, kaki, dan tangan
b. Saluran cerna
o Mual, kolik usus, diare
c. Ginjal
o Oliguria yang berlanjut menjadi anuria
d. Kardiovaskular
o Disritmia jantung, bradikardia, blok jantung komplit, fibrilasi ventrikel atau
o

henti jantung.
Perubahan EKG (selalu terjadi jika K+ serum= 7-8 mEq/L)
D. Komplikasi
Sejauh ini efek hiperkalemia yang paling penting secara klinis adalah

efeknya pada miokardium. Efek pada jantung akibat peningkatan kadar kalium
serum biasanya tidak bermakna dibawah konsentrasi 7mEq/L (SI: 7mmol/L),
tetapi efek ini selalu timbul jika kadarnya adalah 8mEq/L (SI: 8mmol/L) atau lebih
tinggi. Jika konsentrasi kalium plasma meningkat, timbul gangguan pada
konduksi jantung. Perubahan paling dini, sering terjadi pada kadar kalium serum
lebih tinggin dari 6 mEq/L (SI: 6mmol/L), adalah gelombang T yang tinggi, sempit,
depresi ST, dan pemendekan interval QT besar. Jika kadar kalium serum terus
meningkat, interval PR menjadi memanjang dan diikuti dengan menghilangnya
gelombang P. Akhirnya terdapat dekomposisi dan pemanjangan kompleks QRS.
Disritmia ventrikuler dan henti jantung mungkin terjadi kapan saja dalam keadaan
ini.
Hiperkalemia berat menyebabkan kelemahan otot skeletal dan bahkan
paralisis, yang berhubungan dengan blok depolarisasi pada otot. Sama halnya,
konduksi ventrikuler melambat. Meskipun hiperkalemia memiliki efek yang nyata
pada sistem neuromuskuler perifer, hiperkalemia mempunyai efek kecil pada

74

sistem

saraf

pusat.

Kelemahan

yang

cepat

pada

muskular

asenden

mengakibatkan flasid kuadriplegia telah dilaporkan terjadi pada pasien-pasien


dengan kadar kalium serum yang sangat tinggi. Paralisis otot pernapasan dan
otot yang dibutuhkan untuk berbicara juga dapat terjadi.
a.

E. Pemeriksaan Diagnostik
EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit

b.

dan obat jantung.


Elektrokardiogramuntukmencariperubahan EKG yang khas (hiperkalemia:
gelombang T tinggi, interval PR memanjang, blokjantunglengkap,
danasistole atrial; hipokalemia: gelombang T mendataratauterbalik,

c.

gelombang U, dansegmen ST menunjukkan 'sagging')


Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung

d.

sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup


Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu

e.

gerakan dinding dan kemampuan pompa.


Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan

f.

yang menyebabkan disritmia.


Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium

g.

dapat menyebabkan disritmia.


Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya

h.

obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.


GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.
Tujuan penatalaksanaan

F. Penatalaksanaan
adalah mengatasi penyebab

dasar

dan

mengembalikan kadar kalium serum ke normal.Penatalaksanaan ini berbedabeda tergantung dari beratnya ketidakseimbangan.
1.
Subakut
o Kation yang mengubah resin(mis, Kayexalate): diberikan baik secara
oral, nasogastric, atau melalui retensi enema untuk menukar natrium
dengan kalium diusus. Larutan biasanya dikombinasi dengan sorbitol
untuk mencegah konstipasi dari Kayexalatedan karena diare, sehingga
meningkatkan kehilangan kalium diusus.
o Penurunan masukan kalium : Diet menghindari makanan yang
mengandung kalium tinggi.

75

Akut
o IV kalsium glukonat : Untuk meniadakan efek neuromuskular dan
jantung terhadap hiperkalemia. Kadar kalsium serum akan tetap tinggi.
Kalsium klorida juga dapat digunakan.
o IV glukosa dan insulin : untuk memindhkan kalium ke dalam sel-sel.
Penurunan kalium serum ini sementara (kira-kira 6 jam). Biasanya
glukosa hipertonik (ampul D50W atau 250-500ml D10W) diberikan dengan
insulin reguler.
o Bikarbonat natrium : untuk memindahkan kalium kedalam sel-sel.
Penurunan kalium serum sementara (selama kira-kira 1-2 jam).
o Dialisis : Untuk membuang kalium dari tubuh. Dialisis paling efektif untuk
membuang kelebihan kalium.
o Obat-obatan yang mengobati

hiperkalemia

dimaksudkan

untuk

menstabilkan fungsi jantung, meningkatkan pergerakan kalium dari


aliran darah kembali ke dalam sel, dan mendorong ekskresi kalium yang
berlebih. Hemodialisis adalah alat yang paling dapat diandalkan untuk
menghilangkan kalium dari tubuh pada pasien dengan gagal ginjal.
Obatberkaitan Hiperkalemia adalah sebagai berikut.
Kalsium Klorida atau glukonat - meminimalkan efek dari
hiperkalemia pada jantung
Natrium bikarbonat - mempromosikan pergeseran kalium dari
darah ke sel-sel
Agonis beta - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke
sel-sel
Diuretik - menyebabkan ekskresi kalium dari ginjal
Resin Binding - mempromosikan dan pertukaran kalium natrium
dalam sistem pencernaan
Insulin - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke sel-sel

Peningkatan enzim hepar yaitu Alanine Aminotransferase (ALT) atau


Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT), dan Aspartate Aminotransferase
(AST) atau Serum Glutamic Oksaloasetat Transaminase (SGOT), disebabkan
adanya kebocoran enzim yang merupakan salah satu manifestasi penyakit dari
cedera hepatosit (dan sel-sel lain yang menghasilkan SGPT) oleh infeksi virus
yang disebabkan baik secara langsung melalui (1) penyimpangan energi sel (2)

76

sintesis makomolekular sel terhenti (3) kompetisi mRNA virus terhadap ribosom
(4) kompetisi viral promoter dan transcriptional enhancers pada faktor yang
mempengaruhi transkripsi sel yaitu RNA polymerase, inhibisi pertahanan dengan
interferon, dan secara tidak langsung penyebab kerusakan sel adalah genome
virus, induksi mutasi genome host, inflamasi, dan respon imun host, oleh infeksi
virus baik dengue maupun virus lainnya.

BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis, pasien mengeluhkan sesak napas sejak 1 hari SMRS,
keluhan tersebut dirasakan terus menerus. Sesak bertambah berat saat pasien
beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat atau posisi setengah duduk..
Sebelumnya pasien sudah mengeluhkan sesak napas sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dirasakan hilang timbul, sesak bertambah dengan
aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Pasien lebih nyaman tidur dengan 2-3
bantal. Pasien kadang terbangun pada malam hari karena sesak napas. Sesak tidak
dipengaruhi oleh cuaca dan debu. Keluhan-keluhan tersebut mengarah bahwa
pasien ini mengalami gagal jantung. Diagnosis gagal jantung kongestif
membutuhkan adanya minimal 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor.
77

Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspneu

Kriteria Minor
Edema ekstremitas bawah

Distensi vena pada leher

Orthopneu

Cardiomegali

Dyspneu deffort

Edema paru akut

Hepatomegali

S3 (suara jantung ketiga)

Efusi pleura

Hepatojugular refluks

Takikardi

Pada pasien ini didapatkan empat kriteria mayor. Pertama terdapatnya


paroxismal nocturnal dyspneu dari hasil anamnesis. Kedua, dari hasil pemeriksaan
fisik jantung didapatkan adanya pelebaran batas jantung. Dari perkusi didapatkan
batas jantung kiri bawah pada SIC VI 2 cm ke lateral dari linea midclavicularis
sinistra. Hal ini juga didukung dari hasil pemeriksaan foto rontgen yang
didapatkan cardiomegali serta edema paru. Dari pemeriksaan fisik paru juga
didapatkan ronkhi basah halus di kedua lapang paru. Dan yang keempat adalah
didapatkan peningkatan tekanan vena jugularis yaitu R+4 cm.
Sedangkan untuk kriteria minor didapatkan dyspneu deffort dari anamnesis
bahwa pasien merasa semakin bertambah sesak saat pasien berakitivitas. Kedua,
pasien juga mengalami takikardi dengan heart rate mencapai 112x/menit. Dari
penghitungan Skor Framingham diatas, pasien ini kami diagnosis dengan gagal
jantung kongestif NYHA III.
Pada pasien ini didapatkan pembesaran ruang jantung yang dikarenakan
adanya riwayat hipertensi yang diderita. Hipertensi pada pasien tersebut
dikarenakan adanya riwayat kelainan ginjal kronik. Karena pada pasien tidak
didapatkan riwayat darah tinggi sebelumnya maupun pada riwayat penyakit
keluarga. Kelainan ginjal kronik didasarkan pada kondisi penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG) dan azotemia yang dialami pasian lebih dari 3 bulan. Kriteria
dari kelainan ginjal kronik adalah:
1. Kerusakan struktural dan/atau funsional ginjal yang terjadi > 3 bulan,
dengan/tanpa penurunan LFG.
2. LFG < 60 mL/mnt/1,73m2selama 3 bulan, dengan/tanpa kerusakan ginjal.

78

LFG pasien tersebut menurun hingga 0,5 mL/mnt/1,73m2. Nilai LFG


mempunyai manfaat klinis, antara lain:
1. Deteksi dini kerusakan ginjal.
2. Pemantauan progesifitas penyakit.
3. Pemantauan kecukupan terapi ginjal pengganti.
4. Membantu mengoptimalkan terapi dengan obat tertentu.
Sedangkan azotemia adalah peningkatan senyawa yang mengandung
seperti ureum dan creatinin. Hal ini terkait dengan laju filtrasi glomerulus
oleh ginjal. Azotemia memiliki tiga klasifikasi tergantung penyebabnya, yaitu
prerenal, renal, dan postrenal. Semua bentuk azotemia ditandai oleh penurunan
GFR dari ginjal, peningkatan ureum creatinin (Markum, 2009). Adanya
hipoalbumin sendiri tidak serta merta dikarenakan gangguan sekresi pada ginjal,
bisa dimungkinkan karena intake albumin ke dalam tubuh berkurang. Mengingat
pada pasien ini mempunyai kebiasaan makan tidak menentu ditambah dengan
penurunan nafsu makan.
Berdasarkan LFG pasien yang < 15 mL/mnt/1,73m2, maka pasien tersebut
termasuk dalam kelompok gagal ginjal end stage dan memerlukan terapi
pengganti ginjal, seperti; hemodialisa, peritoneal dialisis, atau transplantasi ginjal
(Suwitra, 2009).
Pengurangan

massa

ginjal

akibat

penyakit

ginjal

kronik

akan

mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa


sebagai upaya kompensasi. Hal tersebut menyebabkan hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.
Penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar
ureum dan creatinin. Peningkatan kadar ureum ini karena gangguan sekresi ginjal.
Ureum sendiri akibat pemecahan protein yang berlebihan dalam tubuh sehingga
harus dipecah menjadi ureum dan nitrogen lain. Adapun gejala dan tanda uremia
yang nyata adalah seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan

79

metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Begitu juga dengan hipertensi pasien yang diperberat dengan
adanya efek peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal,
sebagai akibat proses kompensasi terjadinya hiperfiltrasi (Elta, 2003).
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasi
adanya anion gap yang normal maupun peningkatan anion gap. Pada CKD, ginjal
tidak mampu membuat ammonia yang cukup pada tubulus

proksimal untuk

mengekskresikan asam endogen ke dalam urin dalam bentuk ammonium.


Peningkatan anion gap biasanya terjadi pada CKD stadium 5. Anion gap terjadi
karena akumulasi dari fosfat, sulfat, dan anion - anion lain yang tidak terekskresi
dengan baik. Asidosis metabolik pada CKD dapat menyebabkan gangguan
metabolisme protein. Selain itu asidosis metabolic juga merupakan salah satu
faktor dalam perkembangan osteodistrofi ginjal. Asidosis metabolik juga akan
menyebabkan keluarnya kalium dari dalam sel sehingga akan memperberat
kondisi hiperkalemia pada pasien.
Pada pasien juga didapatkan adanya keluhan lemas yang terus-menerus, dan
didapatkan konjungtiva pucat pada kedua mata pasien yang mengarahkan pasien
kepada kondisi anemia. Anemia merupakan suatu kumpulan gejala yang
disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh
karena:
1.

Gangguan

pembentukan

eritrosit oleh sumsum tulang.


2.

Kehilangan

darah

(perdarahan).
3.

Proses penghancuran eritrosit


dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis).
(Bakta, 2009)

80

Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin,


hematokrit, atau hitung eritrosit. Akibatnya fungsi untuk membawa oksigen yang
cukup ke bagian perifer berkurang, sehingga proses metabolisme terganggu dan
pasien merasakan lemas (Baldy, 2006). Pada pasien tersebut didapatkan Hb 8,2
g/dl, Hct 24 %,AE 3,09 juta/ul, sehingga semakin menguatkan kondisi anemia
pada pasien. Anemia pada pasien ini berdasarkan index eritrosit merupakan
anemia normokromik normositik.
MCV:

MCH:

MCHC:

Pada pasien ini anemia yang dialami dimungkinkan karena adanya proses
penyakit kronis akibat gagal ginjal kronis yang dialami pasien.

81

DAFTAR PUSTAKA
1. Hunt SA, Baker DW, Chin MH,.et al. 2001. American College of
Cardiology/American

Heart Association

Task

Force

on

Practice

Guidelines. Circulation;104(24):2996-3007
2. Siswanto BB, Hersunanti N, Erwinanto, Barack R et al. 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia.Jakarta:1-56
3. Doughty RM and White HD.2007. Epidemiology of Heart Failure.
University

of

Auckland

New

Zealand.

Available

from:

http://spinger.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/978184
8001015-c2.pdf.
4. Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis
ProsesProses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.
5. Hogg RJ et al. National Kidney Foundations Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease
in Children and Adolescents: Evaluation, Classification, and Stratification.
Pediatrics 2003;111:1416 1421.
6. Whyte DA, Fine RN. Chronic Kidney Disease in Children. Pediatr. Rev.
2008;29:335-341.
7.
Kanitkar CM. Chronic Kidney Disease in Children: An Indian
Perspective, update. MJAFI 2009;65:45-49.
8. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3
Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
9. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II
Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.
10. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427434.
11. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2006. 581-584.
12. Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah
(PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RSUD Hasan Sadikin.

82

13. Ganiswarna, S.G., dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi FKUI.
14. Siregar, P. 2007. Gangguan Keseimbangan Asam Basa Metabolik. Jakarta.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
15. McFadden Jr. ER. In : Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL, (Eds.). 2001. Harrisons. Principles of Internal
Medicine. Volume 2. 15Th Edition. USA: McGraw-Hill. p.1456-1462
16. Mansjoer A, Dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2001: 518
17. Trisnohadi, H. Hipertensi Essensial. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II
edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI 2006: 1606-1608

83

Anda mungkin juga menyukai