Oleh:
Ni Nyoman Widyastuti Lestari G99152071
Chrisanty Azzahra Yudyasari
G99152072
Pembimbing:
Fathicati, dr., Sp.PD, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U RAK AR TA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus Besar Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:
SEORANG PEREMPUAN 54 TAHUN DENGAN CKD STAGE V DENGAN
OEDEM PULMO, CHF NYHA III, HIPERKALEMI BERAT,
PENINGKATAN ENZIM TRANSAMINASE
Oleh:
Ni Nyoman Widyastuti Lestari G99152071
Chrisanty Azzahra Yudyasari
G99152072
BAB I
STATUS PASIEN
I.
ANAMNESIS
A. Identitas
Nama
: Ny. S
No RM
: 012349XX
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
: 54 tahun
: Perempuan
: Sragen, Jawa Tengah
Suku
: Jawa
Pekerjaan
Pendidikan
Agama
: Islam
Status
: Menikah
Data dasar
Auto anamnesis dan alloanamnesis di Bangsal Penyakit Dalam
Melati 1 kamar 1A RS Dr. Moewardi
Keluhan utama:
Diare sejak 9 jam sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan
diare semenjak 9 jam SMRS. Pasien mengeluh mulai diare setelah
memakan buah mangga. Pasien mengeluh frekuensi BAB > 10 x
dalam 1 hari dengan volume tiap kali BAB sebanyak gelas
belimbing. Konsistensi feces cair, berisi air dengan ampas minimal
berwarna kuning, bercampur lendir. BAB tidak disertai darah. Pasien
mengeluhkan nyeri perut seperti diremas-remas. Nyeri makin lama
makin memberat terutama saat beraktivitas. Diare tidak diikutii
3
dengan mual dan muntah. Demam (-) rasa haus (+). Pasien masih
dapat minum dan makan. Pasien biasa mengonsumsi air minum dari
sumur yang direbus. Pasien sebelumnya mengaku tidak makan
makanan pedas, bersantan, mentah, dan makanan sisa kemarin.
Selain diare, 1 minggu SMRS pasien juga mengeluhkan lemas,
tidak bertenaga, mudah lelah, pusing, serta pandangan berkunangkunang. Keluhan ini sudah dirasakan memberat ketika diare. Keluhan
paling dirasakan ketika berubah dari posisi tidur ke posisi duduk.
Telinga berdenging (-), perdarahan gusi (-), bintik-bintik merah di
kulit (-).
9 jam SMRS, pasien juga mengeluh sesak napas yang semakin
memberat. Sesak napas sebenarnya sudah dirasakan sejak 4 tahun
yang lalu dikarenakan perutnya yang semakin membesar akibat
penyakit ginjal yang diderita, hilang timbul dan memberat 9 jam
SMRS. Sesak dirasakan terutama saat beraktivitas, dan berkurang
dengan istirahat. Pasien mengaku lebih nyaman untuk duduk
dibandingkan dalam posisi tidur. Pasien sering terbangun dari tidurnya
di malam hari karena sesak napas. Sesak tidak dipengaruhi dengan
cuaca, paparan debu maupun psikis, mengi (-). Pasien tidak mengeluh
batuk maupun nyeri dada. Demam (-).
5 tahun SMRS, pasien mengeluh sering minum, sering makan,
dan sering berkemih. Pasien juga mengeluhkan sering pusing, lemas,
dan nyeri pada tengkuk. Penurunan berat badan (-).
Setelah
rutin menjalani cuci darah 1 x dalam seminggu setiap hari Senin sejak
4 tahun yang lalu. Pasien BAK 2x dalam sehari dengan masingmasing - gelas belimbing, berwarna kuning pekat. Nyeri saat
berkemih (-), darah (-). Riwayat minum jamu-jamuan (+)
Tempat
Keterangan
Perawatan
Disangkal
Disangkal
(+), 5 tahun yang
Disangkal
lalu,
tidak
rutin
kontrol
(+), 5 tahun yang
lalu, captopril tab 3
Riwayat hipertensi
Disangkal
diminum
Disangkal
RSUD
keluhan
Disangkal
dr (+), dirawat dengan
dan
tensi
HD
post
HD
seminggu drop
sekali
Disangkal
Disangkal
RSUD dr
Moewardi
Riwayat mondok
sebanyak 3x
Disangkal
Disangkal
(+), dirawat dengan
sesak, dan tensi
drop post HD
sebanyak 3x
Keterangan
Disangkal
Disangkal
Disangkal
5
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
78 tahun
73 tahun
Keterangan :
Pasien
Riwayat kebiasaan
Makan
Merokok
Alkohol
Minum jamu
Obat bebas
Riwayat gizi
Pasien sehari-hari makan sebanyak 3 kali sehari. Porsi untuk
sekali makan 4-5 sendok makan dengan nasi, lauk-pauk, dan sayur.
Riwayat sosial ekonomi
Pasien adalah ibu dari 2 orang anak. Pasien tinggal bersama
anak pertamanya. Pasien berobat menggunakan dasilitas BPJS.
7
Anamnesis sistem
1.
2.
Keluhan utama
Kulit
3.
Kepala
2 sekon
: Pusing (+), nggliyer (+), kepala terasa
berat (-), perasaan berputar-putar (-),
nyeri kepala (-), rambut mudah
4.
Mata
rontok (-)
: Mata
berkunang-kunang
(+/+),
Hidung
Telinga
7.
Mulut
darah (-/-)
: Bibir kering (+), gusi mudah berdarah
8.
Tenggorokan
9.
Sistem respirasi
10.
(-),
sering
pingsan
(-),
11.
12.
progresif (-)
Sistem muskuloskeletal: Lemas (-), leher kaku (-), keju-kemeng
(-), kaku sendi (-), nyeri sendi (-),
bengkak sendi (-), nyeri otot (-), kaku
13.
Ekstremitas
a.
Atas
Bawah
2.
3.
4.
Tanda vital
Tensi
Nadi
Frekuensi nafas
Suhu
VAS
Status gizi
: 130/70 mmHg
: 102 kali /menit
: 40 kali /menit
: 36,80C
: 4, abdomen
: 45 kg
: 146 cm
: 20,54 kg/m2 (Normoweight)
Berat Badan
Tinggi Badan
IMT
Kulit
5.
Kepala
ekimosis (-)
: Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, mudah rontok
6.
Mata
7.
Telinga
8.
9.
Hidung
Mulut
tragus (-)
: Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
: Sianosis (-), gusi berdarah (-), papil lidah atrofi (-), gusi
10.
Leher
berdarah (-), luka pada sudut bibir (-), oral thrush (-)
: JVP R+4 cm (meningkat), trakea ditengah, simetris,
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar
getah bening leher (-), leher kaku (-), distensi vena-vena
11.
Thorax
leher (-)
: Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada kanan
=
kiri,
retraksi
10
intercostal
(+),
pernafasan
Jantung
Inspeksi
Palpasi
di
SIC
VI
linea
Perkusi
:
Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah: SIC IV linea parasternalis
-
dekstra
Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah: SIC VI linea
13. Pulmo
a.
Depan
Inspeksi
Statis
-
Dinamis
intercostal (-)
Palpasi
Statis
Dinamis
: Simetris
: Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri
Perkusi
Kanan
pada
SIC
VI
linea
Kiri
11
Auskultasi
Kanan
Kiri
b.
Belakang
Inspeksi
Statis
-
Dinamis
Palpasi
Statis
Dinamis
: Simetris
: Pergerakan kanan = kiri, fremitus raba
kanan = kiri
Perkusi
Kanan
: Sonor
Kiri
: Sonor
Peranjakan diafragma 5 cm
Auskultasi
Kanan
: Suara dasar vesikuler meningkat,
suara tambahan: wheezing (-), ronkhi
basah kasar (-), ronki basah halus (+),
-
Kiri
krepitasi (-)
: Suara dasar vesikuler meningkat,
suara tambahan: wheezing (-), ronkhi
basah kasar (-), ronki basah halus (+),
krepitasi (-)
13.
Abdomen
12
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
epigastrium (-)
: timpani (+), pekak alih (-)
: distended (-), nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defans
muskuler (-), hepar dan lien tidak teraba, undulasi
(+)
14.
Ekstremitas
Akral
dingin
_
+
_
+
Oedem
Superior Ka/Ki : Oedem (-/-), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon
nail (-/-), cluhbing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri
tekan dan nyeri gerak (-/-), deformitas (-/-)
Inferior Ka/Ki : Oedem (+/+), sianosis (-/-), pucat (-/-), akral dingin
(-/-), ikterik (-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon
nail (-/-), clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan
dan nyeri gerak genu bilateral (-/-), deformitas (-/-)
KANAN
Teraba kuat
Teraba kuat
Teraba kuat
Teraba kuat
<2 detik
KIRI
Teraba kuat
Teraba kuat
Teraba kuat
Teraba kuat
<2 detik
Hasil
Satuan
HEMATOLOGI RUTIN
9,8
g/dl
30
%
1,7
103/ L
51
103 / L
3,08
106/ L
13
Rujukan
12,0 - 15,6
33 45
4,5 - 11,0
150 450
4,10 - 5,10
Golongan darah
GDS
SGOT
SGPT
Creatinine
Ureum
Albumin
Natrium darah
Kalium darah
Chlorida darah
HbsAg
PH
BE
PCO2
PO2
Hematokrit
HCO3
Total CO2
O2 Saturasi
Arteri
A
KIMIA KLINIK
157
mg/dl
/L
20
/L
17
11,25
mg/dl
239
mg/dl
3,9
g/dl
ELEKTROLIT
136
mmol/L
5.5
mmol/L
102
mmol/L
SEROLOGI HEPATITIS
Nonreactive
ANALISA GAS DARAH
7,390
-9,1
mmol/L
26,0
mmHg
143,0
mmHg
28
%
18,7
mmol/L
16,8
mmol/L
99,0
mmol/L
LAKTAT
3,00
mmol/L
Kesimpulan AGD :
Asidosis metabolic tdak terkompensasi
B. Radiologi
Foto Thorak PA
Tanggal: 6 November 2016
14
60 140
< 31
< 34
0,6 - 1,1
< 50
3,5 5,2
136 -145
3,3 - 5,1
98 - 106
Nonreactive
7,350 7,450
-2 - +3
27,0 41,0
83,0 108,0
27,0 41,0
21,0 28,0
19,0 24,0
94,0 98,0
0,36 - 0,75
15
16
IV.
RESUME
17
1.
Keluhan utama
2.
penyakit darah
VI.
1.
2.
CKD stage V
3.
4.
Hiperkalemia berat
5.
PROGNOSIS
1.
Ad vitam
: dubia ad bonam
2.
Ad sanam
: malam
3.
Ad fungsionam
: malam
19
RENCANA AWAL
No
1.
Diagnosis
Pengkajian
Rencana Awal
(Assesment)
diagnosis
Rencana Terapi
Rencana
Rencana
Edukasi
Monitoring
Penjelasan
KUVS
kepada pasien
Balance
Anamnesis: Sesak
dengan oedema
pulmo
terus menerus,tidak
O2 10 lpm NRM
tentang diet,
A(x):
membaik dengan
obat yang
cardiomegali,
E(x): HHD
duduk
jam
Amlodipin 10 mg/24
jam
diminum ,
penyakit pada
pasien, kondisi
dan
komplikasinya
Pemeriksaan fisik:
JVP meningkat R+4
cm
Batas jantung melebar
ke caudolateral
Ronki basah halus (+/
20
cairan
+)
Pemeriksaan
Penunjang:
Rontgen
thoraks:
CKD stage V
Anamnesis:
Urin rutin
21
Penjelasan
KUVS
USG Ginjal
diakui sedikit-sedikit
sejak 1 bulan terakhir,
1-2 kali sehari, sebanyak
-1 gelas belimbing,
mual muntah (+), lemas
nggliyer
Pemeriksaan fisik:
kepada pasien
tentang diet,
keluhan
gr/hari
Infus D5% 16 tpm
obat yang
sesak
diminum ,
mikro
Infus EAS pfrimmer 1
Balance
penyakit pada
fl/24 jam
Inj Furosemid 40 mg/ 8
dan
jam
Tranfusi PRC 2 kolf on
TD : 160/100
HD
CaCO3 1 tab/8 jam
Asam folat 800 mcg/24
Konjungtiva pucat
(+/+)
Pemeriksaan
jam
NAC 600 mg/8 jam
HD CITO
penunjang:
Kreatinin 19,4
Ureum 220
Hb: 7,1
Hct: 20
AE 2,27
22
Observasi
rendah protein 40
pasien, kondisi
komplikasinya
cairan
Penjelasan
Tanda vital
kepada pasien
50 mcg bolus
Observasi
tentang kondisi
selanjutnya 50 mcg
keluhan
dan
penunjang:
sesak
komplikasinya
AGD :
tpm mikro
Asidosis
Anamnesis: -
metabolik
terkompensasi
dengan
Status: Konsul
anestesi
RR 32x/menit
gagal Pemeriksaan
napas tipe 1
O2 10 lpm NRM
Natrium bicarbonate
Cek AGD
post koreksi
pH 7,266
HCO3 17,6
pCO2 38,3 Normal
pO2: 60,1
4
Hiperkalemia
Anamnesis: -
berat
Pemeriksaan fisik: -
Cek elektrolit
insulin 10 IU bolus
Pemeriksaan
pelan
Inj Ca glukonas 1
penunjang:
amp/8 jam
Kalium: 9,0
6
Infus D40% 2 fl +
Penjelasan
KUVS
kepada pasien
Cek
tentang kondisi
elektrolit
penyakit dan
post koreksi
komplikasinya
Peningkatan
Anamnesis: -
enzim
Pemeriksaan fisik: -
marker hepatitis :
kepada pasien
transaminase
Pemeriksaan
tentang kondisi
23
Penjelasan
penunjang:
SGOT 314
SGPT 156
anti HCV
penyakit dan
komplikasinya
24
FOLLOW UP PASIEN
Tgl
S
O
7 November 2016
(DPH 1)
9 November
2016
(DPH 3)
sesak (+)
sesak (+)
KU: Sakit
berat,
E4V5M6
Tensi :110/70 mmHg
Resp : 28 kali/menit
Nadi :82 kali/menit
Suhu : 37 C
Kulit : Turgor kulit
E4V5M6
Tensi :134/66
mmHg
Resp : 24
kali/menit
(+/+), sekret (-)
(+/+), sekret (-)
Nadi :104
Telinga : sekret (-), darah (-) Telinga : sekret (-), darah (-)
Mulut: mukosa kering,
Mulut: mukosa kering, sianosis kali/menit
Suhu : 36.6 C
sianosis (-)
(-)
Kulit : Turgor
Leher : JVP R+4 cm
Leher : JVP R+4 cm
kulit normal
Thoraks :normothoraks,
Thoraks :normothoraks,
Mata : CA (+/
retraksi (+)
retraksi (+)
+),SI (-/-)
Cor
Cor
Hidung : nafas
I : IC tidak tampak
I : IC tidak tampak
P : IC teraba di SIC VI
P : IC teraba di SIC VI
cuping hidung
linea medioclavicula-
linea medioclavicula-
25
10 November 2016
(DPH 4)
normal
Mata : CA (+/+),SI (-/-)
Hidung : nafas cuping
hidung (+/+), sekret (-)
Telinga : sekret (-),
darah (-)
Mulut: mukosa kering,
sianosis (-)
Leher : JVP R+4 cm
Thoraks :normothoraks,
ris sinistra 2 cm
lateral
P : Batas jantung kesan
melebar ke
caudolateral
A : BJ I-II intensitas
normal, reguler
Pulmo
I : Pengembangan dada
kanan=kiri
P : Fremitus raba
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
A : SDV (+/+), RBK (+/+)
Abdomen
I : DP > DD
A : Bising usus (+)
dan oedema di
Mulut: mukosa
caudolateral
kering,
A : BJ I-II intensitas normal,
sianosis (-)
reguler
Leher : JVP
Pulmo
R+4 cm
I : Pengembangan dada
Thoraks
kanan=kiri
:normothoraks,
P : Fremitus raba
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
A : SDV (+/+), RBK (+/+)
Abdomen
I : DP > DD
A : Bising usus (+)
11x/menit
P : Redup, undulasi (+)
P : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas: akral dingin tidak
12x/menit
P : Redup, undulasi (+)
P : Nyeri tekan (+)
Ekstremitas: akral dingin tidak ada
ada
dan oedema di
kedua tungkai
kedua tungkai
retraksi (+)
Cor
I : IC tidak
tampak
P : IC
teraba
di SIC
VI
SIC VI linea
medioclavicula
-ris sinistra 2
cm lateral
P : Batas jantung
kesan melebar
ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas
normal, reguler
Pulmo
I : Pengembangan
dada kanan=kiri
P : Fremitus raba
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
A : SDV (+/+), RBK
linea
(+/+)
Abdomen
medioc
I : DP > DD
lavicul
A : Bising usus (+)
a-ris
sinistra
12x/menit
P : Redup,
undulasi (+)
26
2 cm
lateral
P : Batas
jantun
g kesan tungkai
meleba
r ke
caudol
ateral
A : BJ I-II
intensit
as
normal,
reguler
Pulmo
I :
Pengem
bangan
dada
kanan=
kiri
P :
27
Fremitu
s raba
kanan=
kiri
P :
Sonor/s
onor
A : SDV (+/
+), RBK (+/+)
Abdomen
I : DP >
DD
A : Bising
usus
(+)
12x/me
nit
P : Redup,
undula
si (+)
P : Nyeri
28
tekan (+)
Ekstremitas:
akral dingin
tidak ada
dan oedema di
kedua tungkai
Px. Hb: 9,8 g/dl
Penu Ht: 30%
AL: 1.7 ribu/ul
njang
AT: 51 ribu/ul
AE: 3.08 jt/ul
GDS = 157
SGOT = 20
SGPT 17
Creatinine: 12,5mg/dl
Ureum: 239 mg/dl
eGFR: 3,7ml/min/1,73m2
Na: 136 mmol/L
K: 5,5 mmol/L
Ca: 1,02 mmol/L
AGD:
PH = 7.2500
BE= 11,1
PCO2 40
P02 47
HT 29
HCO3 = 16.4
02 SAT 70
29
LAKTAT = 3.7
Asidosis metabolik tidak
terkompensasi
Ass: 1. HCAP dengan sepsis dan
gagal napas tipe I
2. DKD stage V
3. Asidosis metabolik tak
terkompensasi
4. Asites permagna
5. CHF NYHA III a LVH e.
HHD
6. Hiperkalemia ringan (5.5)
1. HCAP dengan
1.
1. HCAP
sepsis
2. Gagal napas tipe I
HC
dengan
AP
sepsis
2. Gagal
(perbaikan)3. DKD
stage V dengan
oedema pulmo HD
rutin
4. GEA watery type
dehidrasi ringan
(perbaikan)
7. Asites permagna
8. CHF NYHA IV a LVH e.
HHD
9. Hiperkalemia ringan (5.5)
den
gan
sep
sis
2.
napas tipe I
(perbaikan)3
. DKD stage
V dengan
Gag
oedema
al
pulmo HD
nap
rutin
4. GEA
as
tipe
I
(per
watery type
dehidrasi
ringan
(perbaikan)
13. Asites permagna
kan 14. CHF NYHA III a
bai
)3.
DK
30
LVH e. HHD
15. Hiperkalemia ringan
D
stag
eV
den
gan
oed
ema
pul
mo
HD
ruti
n
4.
GE
A
wat
ery
typ
e
deh
idra
31
(5.5)
si
ring
an
(per
bai
kan
)
10. Asites
permagna
11. CHF
NYHA III a
LVH e.
HHD
12. Hiperkalem
ia ringan
(5.5)
P
Tx :
Tx :
Tx :
32
28. Bedrest
tidak total
duduk
29. O2 3 lpm
nasal canul
Tx :
40. Bedrest tidak total
duduk
41. O2 3 lpm nasal
canul
flab/24 jam
18. Inj Furosemid 20 mg/12 jam
jam IV
IV
8. Inj ceftriaxone 2gr/24 jam 19. Inj ceftriaxone 2gr/12 jam
9. Inj levofloxacin 500gr/24 20. Inj levofloxacin 750gr/24
jam
10. Inj MP 2gr/8 jam
11. CaCO3 1 tab/8 jam po
12. Asam folat 800 mcg/24
jam po
30. Diet DM
ginjal 1700
kkal rendah
protein 40 gr/hari
protein 40
rendah garam 2
gr/hari
rendah
gr/hari
43. IVFD NaCl 0.9% 16
garam 2
jam
44.
gr/hari
45.
21. Inj MP 2gr/8 jam
31. IVFD NaCl
22. CaCO3 1 tab/8 jam po
23. Asam folat 800 mcg/24 jam
0.9% 16
po
tpm
46.
24. Inj Vit K 1 amp/8 jam
32. IVFD D5%
25. Inj D40% 2 fl + 10 IU
16 tpm
47.
26. Inj Ca glukonas 1 amp/24
33. IVFD EAS
jam
Pfrimmer 1 48.
27.
Usul paarsinetsis on HD
flab/24 jam
34. Inj
49.
50.
Furosemid
51.
20 mg/12
jam IV
35. Inj
levofloxaci
33
tpm
IVFD D5% 16 tpm
IVFD EAS
Pfrimmer 1 flab/24
jam
Inj Furosemid 20
mg/12 jam IV
Inj ceftriaxone
2gr/24 jam
Inj levofloxacin
500gr/24 jam
Inj MP 2gr/8 jam
Inj Vit K 1 amp/8
Aspilet 8mg/ 24
jam
n 500gr/24
jam
36. Inj MP
2gr/8 jam
37. CaCO3 1
tab/8 jam
po
38. Asam folat
800 mcg/24
jam po
39. Inj Vit K 1
amp/8
Monit
oring
Balans cairan
KUVS
Balans cairan
kuvs
Balans
cairan
DR3
Balans cairan
Dr3, elektrolit,
elektrolit
Tgl
S
O
11 November 2016
12 November 2016
13 November 2016
(DPH 1)
(DPH 7)
sesak (+) mual (-)
34
Aptt, Ur Cr
14 November 2016
(DPH 6)
sesak berkurang
albumin, PT
(DPH 2)
sesak (+)
E4V5M6
Tensi :130/70 mmHg
Resp : 22 kali/menit
Nadi :88 kali/menit
Suhu : 37 C
Kulit : Turgor kulit
E4V5M6
Tensi :105/60 mmHg
Resp : 22 kali/menit
Nadi :104 kali/menit
Suhu : 37 C
Kulit : Turgor kulit
E4V5M6
Tensi :105/60 mmHg
Resp : 22 kali/menit
Nadi :104 kali/menit
Suhu : 37 C
Kulit : Turgor kulit
E4V5M6
Tensi :120/70 mmHg
Resp : 26 kali/menit
Nadi :76 kali/menit
Suhu : 36.3 C
Kulit : Turgor kulit
normal
Mata : CA (+/+),SI
normal
Mata : CA (+/+),SI
normal
Mata : CA (+/+),SI
normal
Mata : CA (+/+),SI (-/-)
Hidung : nafas cuping
(-/-)
(-/-)
(-/-)
Hidung : nafas cuping Hidung : nafas cuping Hidung : nafas cuping hidung (+/+), sekret (-)
hidung (+/+), sekret hidung (+/+), sekret hidung (+/+), sekret Telinga : sekret (-),
(-)
Telinga : sekret (-),
(-)
Telinga : sekret (-),
(-)
Telinga : sekret (-),
darah (-)
darah (-)
darah (-)
darah (-)
Mulut: mukosa
Mulut: mukosa
Mulut: mukosa
sianosis (-)
Leher : JVP R+4 cm
Thoraks :normothoraks,
retraksi (+)
Cor
I : IC tidak
retraksi (+)
Cor
I : IC tidak
tampak
P : IC teraba di
tampak
P : IC teraba di
tampak
P : IC teraba di
SIC VI linea
SIC VI linea
SIC VI linea
35
SIC VI linea
medioclavicula
-ris sinistra 2
cm lateral
P : Batas jantung
medioclavicul
medioclavicul
medioclavicul
a-ris sinistra 2
a-ris sinistra 2
a-ris sinistra 2
cm lateral
P : Batas jantung
cm lateral
P : Batas jantung
cm lateral
P : Batas jantung
kesan melebar
kesan melebar
kesan melebar
ke
ke
ke
caudolateral
A : BJ I-II
caudolateral
A : BJ I-II
caudolateral
A : BJ I-II
intensitas
intensitas
intensitas
normal, reguler
Pulmo
I : Pengembangan
normal, reguler
Pulmo
I : Pengembangan
kesan melebar
ke caudolateral
A : BJ I-II intensitas
normal, reguler
Pulmo
I : Pengembangan
dada kanan=kiri
P : Fremitus raba
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
A : SDV (+/+), RBK
normal, reguler
Pulmo
(+/+)
I : Pengembangan Abdomen
I : DP > DD
dada
dada
dada
A : Bising usus (+)
kanan=kiri
kanan=kiri
kanan=kiri
11x/menit
P : Fremitus raba
P : Fremitus raba
P : Fremitus raba
P : Redup,
kanan=kiri
kanan=kiri
kanan=kiri
undulasi (+)
P : Sonor/sonor
P : Sonor/sonor
P : Sonor/sonor
P : Nyeri tekan (-)
A : SDV (+/+), RBK A : SDV (+/+), RBK A : SDV (+/+), RBK
Ekstremitas: akral
(+/-)
(+/+)
(+/+)
dingin tidak ada
Abdomen
Abdomen
Abdomen
I : DP > DD
I : DP > DD
I : DP > DD
dan oedema di kedua
A : Bising usus (+)
A : Bising usus (+)
A : Bising usus (+)
tungkai
12x/menit
12x/menit
12x/menit
P : Redup,
P : Redup,
P : Redup,
36
undulasi (+)
P : Nyeri tekan
undulasi (+)
P : Nyeri tekan
undulasi (+)
P : Nyeri tekan
(+)
Ekstremitas: akral
(+)
Ekstremitas: akral
(+)
Ekstremitas: akral
tungkai
tungkai
Hb: 9,8 g/dl
Ht: 30%
AL: 1.7 ribu/ul
AT: 51 ribu/ul
AE: 3.08 jt/ul
GDS = 157
SGOT = 20
SGPT 17
Creatinine: 12,5mg/dl
Ureum: 239 mg/dl
eGFR:
3,7ml/min/1,73m2
Na: 136 mmol/L
K: 5,5 mmol/L
Ca: 1,02 mmol/L
3,7ml/min/1,73m2
Na: 136 mmol/L
K: 5,5 mmol/L
Ca: 1,02 mmol/L
AGD:
PH = 7.2500
BE= 11,1
PCO2 40
P02 47
AGD:
PH = 7.2500
BE= 11,1
PCO2 40
P02 47
37
HT 29
HCO3 = 16.4
02 SAT 70
LAKTAT = 3.7
Asidosis metabolik
Ass:
1. HCAP
tidak terkompensasi
23. HCAP dengan
HT 29
HCO3 = 16.4
02 SAT 70
LAKTAT = 3.7
Asidosis metabolik
tidak terkompensasi
30. HCAP dengan
29.
dengan
sepsis
2. DKD
napas tipe I
24. DKD stage V
25. Asidosis metabolik
napas tipe I
31. DKD stage V
32. Asidosis metabolik
tak terkompensasi
26. Asites permagna
27. CHF NYHA III a
tak terkompensasi
33. Asites permagna
34. CHF NYHA III a
LVH e. HHD
28. Hiperkalemia
LVH e. HHD
35. Hiperkalemia
stage V
dengan
oedema
pulmo HD
rutin senin
4. GEA
ringan (5.5)
ringan (5.5)
watery type
dehidrasi
ringan
(perbaikan)
16. Asites permagna
17. CHF NYHA III a
LVH e. HHD,
cardiomiiopati DM
38
18. Hiperkalemia
ringan (5.5)
perbaikan (4.7)
19. Pemanjangan PT
(16.7
20. Hipoalbumin
sedang (2.7)
21. Hiponatremia
sedang (126)
22. Hipocalcemia
ringan (1.11)
P
Tx :
Tx :
Tx :
gr/hari
protein 40 gr/hari 67. IVFD NaCl 0.9%
rendah garam 2
gr/hari
55. IVFD NaCl 0.9%
gr/hari
78. IVFD NaCl 0.9%
16 tpm
68. IVFD D5% 16 tpm
69. IVFD EAS
16 tpm
79. IVFD D5% 16 tpm
80. IVFD EAS
39
16 tpm
56. IVFD D5% 16 tpm
57. IVFD EAS
Pfrimmer 1 flab/24
Pfrimmer 1 flab/24
jam
70. Inj Furosemid 20
jam
81. Inj Furosemid 20
Pfrimmer 1 flab/24
mg/12 jam IV
jam
71. Inj levofloxacin
58. Inj Furosemid 20
500gr/24 jam
mg/12 jam IV
72. Inj MP 2gr/8 jam
59. Inj ceftriaxone
73. CaCO3 1 tab/8 jam
2gr/24 jam
60. Inj levofloxacin
mg/12 jam IV
82. Inj ceftriaxone
2gr/24 jam
83. Inj levofloxacin
500gr/24 jam
84. Inj MP 2gr/8 jam
85. CaCO3 1 tab/8 jam
po
74. Asam folat 800
500gr/24 jam
61. Inj Furosemid 20
mcg/24 jam po
po
86. Asam folat 800
gr/ 24 jam
62. Inj MP 2gr/8 jam
63. Inj Vit K 1 amp/8
mcg/24 jam po
Aspilet 8mg/ 24
jam
Monit
Balans cairan
Balans cairan
oring
40
Balans cairan
KUVS
41
ukuran
normal,
intensitas
echo
parenkim
normal,
tak
tampak
nodul/kista/massa
Pankreas: intensitas echoparenkim normal, tak tampak nodul/kista/massa
Ren dextra: ukuran normal, intensitas echoparenkim meningkat, batas sinus
korteks mengabur, tak tampak ectasis PCS, tak tampak batu/kista/massa
Ren sinistra: ukuran normal, intensitas echoparenkim meningkat, batas sinus
korteks mengabur, tak tampak ectasis PCS, tak tampak batu/kista/massa
Bladder: terisi cukup urin, dinding tak tebal, tampak batu ukuran 1,19 cm, DC (+)
Uterus: ukuran normal, tak tampak massa
Tak tampak limfadenopati di paraaorta
Tampak intensitas echo cairan di cavum pleura dekstra et sinistra dan cavum
abdomen
Kesimpulan:
Chronic kidney disease bilateral
Efusi bilateral dan ascites
Vesicolitiasis
Hepar/GB/Lien/Pankreas/uterus tak tampak kelainan
42
ALUR PEMIKIRAN
CKD Stage V
Asidosis
metabolik
43
Hiperkalemia
berat
Anemia
BAB II
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, dapat diperkirakan perjalanan klinis yang
menggambarkan terjadinya renal damage pada penderita > 3 bulan. Selain itu,
dari perhitungan GFR diperoleh
GFR (tanggal 30 November 2010) = 9,74
Sehingga tergolong ke dalam Gagal Ginjal Kronik Stadium 5
44
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
I. GAGAL GINJAL KRONIS
A, DEFINISI
Menurut The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome
Quality Initiative (KDOQI), kriteria penyakit ginjal kronik sebagai berikut :
1.
2.
B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), agen nefrotik (amino glikosida),
penyakit endokrin (diabetes). (Hunt,2001) Penyebab GGK menurut Price,
dibagi menjadi delapan kelas, antara lain:
a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik
b. glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul
pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis
utamanya dapat mengakibatkan berkurangna ekskresi air, natrium dan zatzat nitrogen sehingga timbul edema dan azotemia. Untuk glomerulonefritis
kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat,
akan nampak ginjal mengkerut, jumlah nefron berkurang karena iskemia,
tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri
c. Penyakit
vaskuler
hipertensif
misalnya
nefrosklerosis
benigna,
45
e. Gangguan
kongenital
dan
herediter
misalnya
penyakit
ginjal
Pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala
yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan
ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak
46
lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi
ginjalnya dalam stadium ini.
b.
Pada tingkat ini akumulasi sisa sisa metabolisme akan menumpuk dalam
darah yang disebut uremia. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan
seperti :
1) Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia.
2) Kelebihan cairan:
Hal ini membuat penderita akan mengalami
pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan.
Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan
yang berada dalam tubuh.
3) Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan
adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami
perubahan menjadi coklat, oranye tua, atau merah apabila bercampurdengan
darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang
penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam.
4) Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal
beradandapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah
ginjal seperti polikistik dan infeksi.
5) Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur
disebabkan munculnya rasa gatal atau kram.
d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min)
Apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu
dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan
transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau
uremia biasanya muncul pada stadium ini. Gejala yang mungkin dirasakan
pada stadium 4 adalah :
1) Fatique, Kelebihan cairan, perubahan pda urin, sakit pada ginjal, sulit tidur
2) Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
3) Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang
dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya.
47
4) Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi
melalui bau pernafasan yang tidak enak.
e. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min)
Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja
secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis)
atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat
timbul pada stadium 5 antara lain :
1) Kehilangan napsu makan
2) Nausea.
3) Sakit kepala.
4) Merasa lelah.
5) Tidak mampu berkonsentrasi.
6) Gatal gatal.
7) Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali.
8) Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki.
9) Keram otot
10) Perubahan warna kulit (Whte dan Fine, 2008)
E. PATOFISIOLOGI
Infeksi (ISK, glomerulonephritis, pielonefritis), penyakit vaskuler,
adanya
zat
toksik
serta
penyakit
kongenital
dapat
mempengaruhi
48
mempengaruhi
setiap
sistem
tubuh.
Kemudian
timbul
kondisi
Gangguan kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi
perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama
b.
c.
krekels.
Gangguan gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan
d.
e.
f.
penimbunan urokrom, gatal gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
Gangguan endokrin
Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolic lemak dan vitamin D.
g.
49
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium
dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia.
h.
System hematologi
Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin,
sehingga rangsangan eritopoesis pada sumsum tulang berkurang, hemolisis
akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik,
dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
(Sukandar, 2006)
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Urin
1) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria)
2) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, fosfat
Darah
1) BUN/ kreatinin: meningkat
2) Ht : menurun pada adanya anemia.
3) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin
4) GDA: asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2
5) Natrium serum : rendah
6) Kalium: meningkat
7) Magnesium Meningkat
8) Kalsium ; menurun
50
Terapi konservatif
51
yang
adekuat,
medikamentosa
atau
operasi
subtotal
paratiroidektomi.
6) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang
diderita.
c. Terapi pengganti ginjal
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5,
yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa
hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1) Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh
terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan
memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu
indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam
indikasi absolut, yaitu perikarditis,ensefalopati/neuropati azotemik,
bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan
diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic
Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif,
yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah
(Kanitkar, 2008)
2) Dialisis peritoneal (DP)
Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur
lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit
52
53
II.
ODEMA PULMO
Edema paru adalah akumulasi cairan di interstisial paru dan air
space paru. Edema paru terjadi dari darah karena adanya aliran cariran
keruang intertsisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, yang melebihi
aliran limfatik. Dalam keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid dan
solute dari pembuluh darah ke ruang intertsisial.
Edema paru-paru mudah timbul jika terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik dalam kapiler paru-paru, penurunan tekanan osmotik koloid
seperti pada nefritis, atau kerusakan dinding kapiler. Dinding kapiler yang
rusak dapat diakibatkan inhalasi gas-gas yang berbahaya, peradangan seperti
pada pneumonia, atau karena gangguan lokal proses oksigenasi. (Soewondo,
1989).
B. Etiologi
Menurut Ingram dan Braunwald (2005), bahwa klasifikasi edema paru
berdasarkan mekanisme pencetus yaitu sebagai berikut.
1. Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a. Peningkatan tekanan kapiler paru :
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel
kiri (stenosis mitral).
Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi
ventrikel kiri.
Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan
tekanan arteria pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b. Penurunan tekanan onkotik plasma :
Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, proteinlosing enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
54
c.
pneumonitis
hipersensitif,
obat
nitrofurantoin,
leukoagglutinin.
i. Shock Lung oleh karena trauma di luar toraks.
j. Pankreatitis Perdarahan Akut.
C.Patogenesis Edema Paru.
1. Edema paru kardiogenik
Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya
kelainan pada organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya
seperti pompa jantung tidak adekuat.
Gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang
buruk (datang dari beragam sebab-sebab seperti arhythmia dan penyakitpenyakit atau kelemahan dari otot jantung), serangan-serangan jantung, atau
55
klep-klep jantung yang abnormal dapat menjurus pada akumulasi dari jumlah
darah yang biasa dalam pembuluh-pembuluh darah dari paru-paru. Pada
akhirnya, menyebabkan cairan dari pembuluh-pembuluh darah didorong
keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.
Secara patofisiologis edema paru kardiogenik ditandai dengan transudasi
cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru. Akibat terjadinya
peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Hal ini dapat
diakibatkan oleh gangguan pada jalur keluar di atrium kiri, peningkatan
volume berlebihan di ventrikel kiri atau obstruksi jalur keluar dari ventrikel
kiri. Dampak akhir yang ditimbulkan adlah hipoksia berat.
2. Edema paru non kardiogenik
Ada beberapa keadaan klinik yang berhubungan dengan edema paru
yang disebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, misal apa penyakit hati
(sirosis) dan sindrom nefrotik. Tekanan intertsisial yang menurun dengan
cepat akibat pengosongan udara dalam rongga pleaura akan menimbulkan
edema pleura. Demikian pula tekanan intrapleura yang terlalu negatif akan
menimbulkan edema intertsisial. Pembendungan limfe akibat fibrosis
peradangan atau keganasan dapat pula menimbulkan edema paru. Beberapa
penyebab lain misalnya infeksi, aspirasi dan syok, menimbulkan edema paru
difus berhubungan dengan hemodinamika. Beberapa penyebab edema pulmo
non kardiogenik salah satunya adala gagal ginjal. Gagal ginjal dan
ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat menyebabkan
penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat pada
pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
D. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas
daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on exertion), napas
yang cepat (tachypnea), pusing, kelemahan.
56
Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium.
Meski secara klinik kenyataannya sukar di deteksi:
Stadium 1. Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen
akan memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak
napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan,
kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya saluran
napas yang tertutup pada saat inspirasi.
Stadium 2. Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh
darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa
interlobularis menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di
jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran napas kecil,
terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini
merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan intersisial
diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.
Stadium 3. Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat
terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali
dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain
turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita
biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia.
Diagnosis Edema Paru
Tabel 1. Perbedaan Klinis Edema Paru Kardiak dan Edema Paru Non
Kardiak
57
Edema Paru
Kardiogenik
Kardgeniki
Anamnesis
Pennyakit
Jantung
Akut
Pennyakit
Dasar
di
Jantung Luar
Pemeriksaan klinik
Perifer :
S3
Akral dingin
meningkat
(+)
(-)
Meningkat
Tidak meningkat
Ronkhi basah
Ronkhi kering
Iskemia/infark
Biasanya norma
Distribusi edema
perihiler
Biasanya normal
gallop/Kardiomegali:
JVP :
Ronkhi :
Tes Laboratorium
EKG :
Foto thoraks :
Enzim kardiak :
Mungkin meningkat
PCWP :
18 mmHg
Shunt :
Intrapulmoner :
18 mmHg
Sangat meningkat
Meningkat ringan
Cairan :
Edema/protein :
0,7
0,5
58
2.
3.
Kranialisasi vaskuler
4.
5.
60
Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian
hiperkapnia.
Darah rutin, ureum, kreatinin, elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim
jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
Hasil analisa gas darah normal. Rasio PaO2 terhadap fraksi O2 yang dihirup
(FiO2) menurun < 200 mmHg. Awalnya terdapat alkalosis respirasi yang
kemudian dalam perjalanan penyakit menjadi asidosis respiratorik karena
eleminasi CO2 menurun.
Gangguan faal hati dapat terjadi karena timbulnya multiple organ dysfunction
syndrome (MODS)
B.
Penatalaksanaan
Terapi edema paru kardiak harus segera dimulai setelah diagnosis
ditegakan yaitu sebagai berikut :
1.
Posisi duduk.
2.
Oksigen (40 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika
memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi
CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
61
3.
Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
III.
GAGAL JANTUNG
Definisi
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala klinis akibat
kelainan struktural dan fungsional jantung sehingga mengganggu
kemampuan pengisian ventrikel dan pompa darah ke seluruh tubuh. Tandatanda kardinal dari gagal jantung ialah dispnea, fatigue yang menyebabkan
pembatasan toleransi aktivitas dan retensi cairan yang berujung pada
kongesti paru dan edema perifer. Gejala ini mempengaruhi kapasitas dan
kualitas dari pasien gagal jantung. (Siswanto,2011)
Gagal jantung kongestif adalah kumpulan gejala yang kompleks
dimana seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: gejala gagal
jantung ( nafas pendek yang tipial saat istirahat atau saat melakukan
aktivitas disertai/tidak kelelahan), tanda retensi cairan (kongesti paru atau
edema pergelangan kaki), adanya bukti objektif dari gangguan struktur
atau fungsi jantung saat istirahat. (McFadden, 2001)
Etiologi
Beberapa etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif ialah :
a. Penyakit Jantung Koroner
b. Hipertensi
c. Cardiomiopathy
d. Kelainan Katup Jantung
e. Aritmia
63
g. Lain-lain
Patogenesis
Gagal Jantung Kongestif diawali dengan gangguan otot jantung
yang tidak bisa berkontraksi secara normal seperti infark miokard,
gangguan tekanan hemodinamik, overload volume, ataupun kasus
herediter seperti cardiomiopathy. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan
penurunan kapasitas pompa jantung. Namun, pada awal penyakit, pasien
masih menunjukkan asimptomatis ataupun gejala simptomatis yang
minimal. Hal ini disebabkan oleh mekanisme kompensasi tubuh yang
disebabkan oleh cardiac injury ataupun disfungsi ventrikel kiri.
(Doughty,2007)
Beberapa mekanisme yang terlibat diantaranya: (1) Aktivasi ReninAngiotensin-Aldosteron (RAA) dan Sistem Syaraf Adrenergik dan (2)
peningkatan kontraksi miokardium. Sistem ini menjaga agar cardiac
output tetap normal dengan cara retensi cairan dan garam. Ketika terjadi
penurunan cardiac output maka akan terjadi perangsangan baroreseptor di
ventrikel kiri, sinus karotikus dan arkus aorta, kemudian memberi sinyal
aferen ke sistem syaraf sentral di cardioregulatory center yang akan
menyebabkan sekresi Antidiuretik Hormon (ADH) dari hipofisis posterior.
ADH akan meningkatkan permeabilitas duktus kolektivus sehingga
reabsorbsi air meningkat.
Kemudian sinyal aferen juga mengaktivasi sistem syaraf simpatis
yang menginervasi jantung, ginjal, pembuluh darah perifer, dan otot
skeletal. Stimulasi simpatis pada ginjal menyebabkan sekresi renin.
Peningkatan renin meningkatkan kadar angiotensin II dan aldosteron.
Aktivasi RAAS menyebabkan retensi cairan dan garam melalui
vasokonstriksi
pembuluh
darah
perifer.
Mekanisme
kompensasi
64
wall
stress
yang
menyebabkan
(1)
hipoperfusi
ke
65
66
Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan kelainan struktural jantung atau
berdasarkan gejala yang berkaitan dengan kapasitas fungsional NYHA.
Tatalaksana non-farmakologi
Manajemen perawatan mandiri
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan
pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala
gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup morbiditas dan prognosis.
Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang
bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku yang dapat
memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal jantung.
67
68
Riwayat angioedema
Penyekat
Kecuali kontraindikasi, penyekat harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. Penyekat
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup.
Indikasi pemberian penyekat
69
Asma
Antagonis aldosteron
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil
harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal
jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia
dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan kelangsungan
hidup.
Indikasi pemberian antagonis aldosteron
Dosis optimal penyekat dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
70
diberikan ACEI dan penyekat dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung ARB
direkomedasikan sebagai alternatif
pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian
karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI
Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi
Hipotensi simtomatik
71
Sindroma lupus
Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti
penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi
gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup (kelas
rekomendasi IIa, tingkatan bukti B)
Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari
pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat)
dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien,
untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
III HIPERKALEMIA
A. Definisi
Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih atau
sama dengan 5,5 mEq/L terjadi karena peningkatan masukan kalium, penurunan
ekskresi urine terhadap kalium, atau gerakan kalium keluar dari selsel.Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu segera dikenali
dan ditangani untuk menghindari disritmia dan henti jantung yang fatal.
Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada
konsentrasi kalium yang rendah. Konsentrasi kalium darah yang lebih dari 5.5
mEq/L akan mempengaruhi sistem konduksi listrik jantung. Bila konsentrasi yang
tinggi ini terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan jantung akan
berhenti berdenyut. (Siregar, 2007)
72
B. Etiologi
a. Pengambilan darah vena yang buruk lisis sel darah ion K keluar sel
b. Ekskresi tidak memadai:
1) GGA dan GGK
Gagal ginjal komplit maupun sebagian, bisa menyebabkan
hiperkalemia berat. Karena itu orang-orang dengan fungsi ginjal yang
buruk biasanya harus menghindari makanan yang kaya akan kalium.
2) Insufisiensi adrenal
3) Hipoaldosteronisme
4) Penyakit Addison
Dimana kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon yang
merangsang pembuangan kalium oleh ginjal dalam jumlah cukup.
Penyakit Addison dan penderita AIDS yang mengalami kelainan
kelenjar adrenal semakin sering menyebabkan hiperkalemia.
5) Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium
dengan baik. Penyebab paling sering dari hiperkalemia adalah
penggunaan obat yang menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal,
seperti triamterene, Diuretik hemat kalium (spironolactone) dan ACE
inhibitor.
c. Berpindahnya ion K dari ICF ke ECF
1) Asidosis metabolik (pada gagal ginjal)
2) Kerusakan jaringan (luka bakar luas, cedera remuk berat, perdarahan
4)
internal)
Asupan yang berlebihan:
a) Pemberian cepat larutan infus IV yang mengandung ion K
b) Pemberian cepat transfusi darah yang disimpan
c) Makan pengganti garam pada pasien gagal ginjal
Terlalu banyak asam dalam darah, seperti yang kadang-kadang
5)
3)
73
.
Kelemahan otot yang berjalan naik dan berkembang kearah paralisis
flaksid pada tungkai bawah, dan akhirnya pada badan dan lengan
( berat )
o Parestesia pada wajah, lidah, kaki, dan tangan
b. Saluran cerna
o Mual, kolik usus, diare
c. Ginjal
o Oliguria yang berlanjut menjadi anuria
d. Kardiovaskular
o Disritmia jantung, bradikardia, blok jantung komplit, fibrilasi ventrikel atau
o
henti jantung.
Perubahan EKG (selalu terjadi jika K+ serum= 7-8 mEq/L)
D. Komplikasi
Sejauh ini efek hiperkalemia yang paling penting secara klinis adalah
efeknya pada miokardium. Efek pada jantung akibat peningkatan kadar kalium
serum biasanya tidak bermakna dibawah konsentrasi 7mEq/L (SI: 7mmol/L),
tetapi efek ini selalu timbul jika kadarnya adalah 8mEq/L (SI: 8mmol/L) atau lebih
tinggi. Jika konsentrasi kalium plasma meningkat, timbul gangguan pada
konduksi jantung. Perubahan paling dini, sering terjadi pada kadar kalium serum
lebih tinggin dari 6 mEq/L (SI: 6mmol/L), adalah gelombang T yang tinggi, sempit,
depresi ST, dan pemendekan interval QT besar. Jika kadar kalium serum terus
meningkat, interval PR menjadi memanjang dan diikuti dengan menghilangnya
gelombang P. Akhirnya terdapat dekomposisi dan pemanjangan kompleks QRS.
Disritmia ventrikuler dan henti jantung mungkin terjadi kapan saja dalam keadaan
ini.
Hiperkalemia berat menyebabkan kelemahan otot skeletal dan bahkan
paralisis, yang berhubungan dengan blok depolarisasi pada otot. Sama halnya,
konduksi ventrikuler melambat. Meskipun hiperkalemia memiliki efek yang nyata
pada sistem neuromuskuler perifer, hiperkalemia mempunyai efek kecil pada
74
sistem
saraf
pusat.
Kelemahan
yang
cepat
pada
muskular
asenden
E. Pemeriksaan Diagnostik
EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
F. Penatalaksanaan
adalah mengatasi penyebab
dasar
dan
mengembalikan kadar kalium serum ke normal.Penatalaksanaan ini berbedabeda tergantung dari beratnya ketidakseimbangan.
1.
Subakut
o Kation yang mengubah resin(mis, Kayexalate): diberikan baik secara
oral, nasogastric, atau melalui retensi enema untuk menukar natrium
dengan kalium diusus. Larutan biasanya dikombinasi dengan sorbitol
untuk mencegah konstipasi dari Kayexalatedan karena diare, sehingga
meningkatkan kehilangan kalium diusus.
o Penurunan masukan kalium : Diet menghindari makanan yang
mengandung kalium tinggi.
75
Akut
o IV kalsium glukonat : Untuk meniadakan efek neuromuskular dan
jantung terhadap hiperkalemia. Kadar kalsium serum akan tetap tinggi.
Kalsium klorida juga dapat digunakan.
o IV glukosa dan insulin : untuk memindhkan kalium ke dalam sel-sel.
Penurunan kalium serum ini sementara (kira-kira 6 jam). Biasanya
glukosa hipertonik (ampul D50W atau 250-500ml D10W) diberikan dengan
insulin reguler.
o Bikarbonat natrium : untuk memindahkan kalium kedalam sel-sel.
Penurunan kalium serum sementara (selama kira-kira 1-2 jam).
o Dialisis : Untuk membuang kalium dari tubuh. Dialisis paling efektif untuk
membuang kelebihan kalium.
o Obat-obatan yang mengobati
hiperkalemia
dimaksudkan
untuk
76
sintesis makomolekular sel terhenti (3) kompetisi mRNA virus terhadap ribosom
(4) kompetisi viral promoter dan transcriptional enhancers pada faktor yang
mempengaruhi transkripsi sel yaitu RNA polymerase, inhibisi pertahanan dengan
interferon, dan secara tidak langsung penyebab kerusakan sel adalah genome
virus, induksi mutasi genome host, inflamasi, dan respon imun host, oleh infeksi
virus baik dengue maupun virus lainnya.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis, pasien mengeluhkan sesak napas sejak 1 hari SMRS,
keluhan tersebut dirasakan terus menerus. Sesak bertambah berat saat pasien
beraktivitas dan tidak berkurang dengan istirahat atau posisi setengah duduk..
Sebelumnya pasien sudah mengeluhkan sesak napas sejak 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Sesak dirasakan hilang timbul, sesak bertambah dengan
aktivitas dan berkurang dengan istirahat. Pasien lebih nyaman tidur dengan 2-3
bantal. Pasien kadang terbangun pada malam hari karena sesak napas. Sesak tidak
dipengaruhi oleh cuaca dan debu. Keluhan-keluhan tersebut mengarah bahwa
pasien ini mengalami gagal jantung. Diagnosis gagal jantung kongestif
membutuhkan adanya minimal 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor ditambah 2
kriteria minor.
77
Kriteria Mayor
Paroxysmal nocturnal dyspneu
Kriteria Minor
Edema ekstremitas bawah
Orthopneu
Cardiomegali
Dyspneu deffort
Hepatomegali
Efusi pleura
Hepatojugular refluks
Takikardi
78
massa
ginjal
akibat
penyakit
ginjal
kronik
akan
79
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.
Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih infeksi saluran
napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan
air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain
natrium dan kalium. Begitu juga dengan hipertensi pasien yang diperberat dengan
adanya efek peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal,
sebagai akibat proses kompensasi terjadinya hiperfiltrasi (Elta, 2003).
Asidosis metabolik pada pasien CKD biasanya merupakan kombinasi
adanya anion gap yang normal maupun peningkatan anion gap. Pada CKD, ginjal
tidak mampu membuat ammonia yang cukup pada tubulus
proksimal untuk
Gangguan
pembentukan
Kehilangan
darah
(perdarahan).
3.
80
MCH:
MCHC:
Pada pasien ini anemia yang dialami dimungkinkan karena adanya proses
penyakit kronis akibat gagal ginjal kronis yang dialami pasien.
81
DAFTAR PUSTAKA
1. Hunt SA, Baker DW, Chin MH,.et al. 2001. American College of
Cardiology/American
Heart Association
Task
Force
on
Practice
Guidelines. Circulation;104(24):2996-3007
2. Siswanto BB, Hersunanti N, Erwinanto, Barack R et al. 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia.Jakarta:1-56
3. Doughty RM and White HD.2007. Epidemiology of Heart Failure.
University
of
Auckland
New
Zealand.
Available
from:
http://spinger.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/978184
8001015-c2.pdf.
4. Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis
ProsesProses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.
5. Hogg RJ et al. National Kidney Foundations Kidney Disease Outcomes
Quality Initiative Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease
in Children and Adolescents: Evaluation, Classification, and Stratification.
Pediatrics 2003;111:1416 1421.
6. Whyte DA, Fine RN. Chronic Kidney Disease in Children. Pediatr. Rev.
2008;29:335-341.
7.
Kanitkar CM. Chronic Kidney Disease in Children: An Indian
Perspective, update. MJAFI 2009;65:45-49.
8. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3
Edisi 13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443.
9. Mansjoer A, et al.Gagal ginjal Kronik. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II
Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 2002.
10. Suhardjono, Lydia A, Kapojos EJ, Sidabutar RP. Gagal Ginjal Kronik.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta: FKUI, 2001.427434.
11. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI, 2006. 581-584.
12. Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik. Bandung: Pusat Informasi Ilmiah
(PII) Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD/RSUD Hasan Sadikin.
82
13. Ganiswarna, S.G., dkk. 1995. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Bagian
Farmakologi FKUI.
14. Siregar, P. 2007. Gangguan Keseimbangan Asam Basa Metabolik. Jakarta.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
15. McFadden Jr. ER. In : Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL,
Longo DL, Jameson JL, (Eds.). 2001. Harrisons. Principles of Internal
Medicine. Volume 2. 15Th Edition. USA: McGraw-Hill. p.1456-1462
16. Mansjoer A, Dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 2001: 518
17. Trisnohadi, H. Hipertensi Essensial. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II
edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI 2006: 1606-1608
83