Ni Nyoman Widyastuti L
G99152071
Chrisanty Azzahra Y
G99152072
Pembimbing
Dr. dr. Sugiarto, Sp.PD., FINASIM
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Ni Nyoman Widyastuti L
Chrisanty Azzahra Y
G99152071
G99152072
BAB I
PENDAHULUAN
imunologis berkurang, sehingga pada pasien diabetes melitus rentan terjadi kerusakan
jaringan akibat inflamasi atau infeksi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Sedangkan menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah
faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin. 4
2.2 Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA),
2005, yaitu1 :
1
DM TIPE 1:
DM TIPE LAIN :
DM TIPE 2 :
Defisiensi
insulin absolut
relatif :
akibat destuksi
1, defek sekresi
sel beta,
insulin lebih
karena:
dominan daripada
Pankreatektomy
1.autoimun
resistensi insulin.
2. idiopatik
2. resistensi insulin
hipertiroidisme
lebih dominan
daripada defek
sekresi insulin.
insulin
Defisiensi
Prevalensi
World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global
diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366
juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia
dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada
tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada
tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi,
hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita
diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.2
4
Patogenesis
DM
GESTASIONAL
2.5
Manifestasi Klinik
Berdasarkan keluhan klinik, biasanya pasien Diabetes Melitus akan
mengeluhkan apa yang disebut 4P : polifagi dengan penurunan berat badan, Polidipsi
dengan poliuri, juga keluhan tambahan lain seperti sering kesemutan, rasa baal dan
gatal di kulit 1.
Kriteria diagnostik :
Gejala klasik DM ditambah Gula Darah Sewaktu 200 mg/dl. Gula darah sewaktu
merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa memerhatikan waktu
makan terakhir, atau
Kadar Gula Darah Puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan pasien tidak mendapat
kalori tambahan sedikit nya 8 jam, atau
Kadar gula darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl. TTGO dilakukan dengan
standard WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa
anhidrus yang dilarutkan dalam air.8
Gejala tidak klasik ditambah hasil pemeriksaan gula darah abnormal minimal 2x.3
Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.
Berpuasa paling sediikt 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum
air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan ke dalamkelompok TGT (toleransi glukosa terganggu) atau GDPT
(glukosa darah puasa terganggu) dari hasil yang diperoleh
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah pembenanan antara 140-199 mg/dl
1. DM TIPE 1
Sebagian besar kasus Diabetes Melitus tipe 1 terbukti
disebabkan karena destruksi sel beta yang dimediasi
autoimun
(Tipe
1A),
sekitar
10%-20%
kasus
tidak
decarboxylase
(GAD),
ICA-512/IA-2
(homolog
tirosin-
dimana
gen
HLA
III
memproduksi
TNF
yang
sebagai
hasil
dari
tiga
proses:
(1)
peningkatan
resistensi
insulin
umumnya
disebabkan
oleh
akibat
gangguan
mengurangi translokasi
persinyalan
PI-3-kinase
yang
membran plasma.
Gambar B-1 : mekanisme kerja insulin
Ada 3 hal yang berperan dalam resistensi insulin terkait
obesitas, yaitu:
1 Asam lemak bebas (free fatty acids/FFA)
2 Peningkatan
trigliserida
intraselular
dan
produk
3 Adipokin
4 Leptin dan adiponektin meningkatkan kepekaan insulin,
sedangkan resistin meningkatkan resistensi insulin.
5 PPAR (peroxisome proliferator-activated receptor gamma)
dan TZD (thiazolidinediones)
PPAR merupakan reseptor intrasel yang meningkatkan
kepekaan insulin. TZD merupakan antioksidan (antidiabetik)
yang mampu berikatan dengan PPAR sehingga menurunkan
resistensi insulin.
Gambar B-2. Hubungan Obesitas dengan Resistensi Insulin
syndrome,
acromegaly,
pregnancy)
or
prolonged
excess:
contraceptive
glucocorticoids,
agents,
growth
progesterone,
human
hormone,
oral
chorionic
Sekresi
insulin dan sensitivitasnya saling berhubungan. Pada DM tipe
2, sekresi insulin meningkat sebagai respon terhadap resistensi
insulin untuk memperta-hankan toleransi glukosa. Namun,
lama kelamaan sel beta kelelahan mem-produksi insulin
sehingga terjadi kegagalan sel Gambar B-3).
Gambar B-3. Progres Timbulnya DM
Kegagalan sel ini tidak terjadi pada semua penderita DM
tipe 2 sehingga diduga ada pengaruh faktor intrinsik berupa
faktor genetik yaitu gen diabetogenik TCF7L2. 2 Polipeptida
amiloid pada pulau Langerhans (amilin) disekresikan oleh sel
beta dan membentuk deposit fibriler amiloid pada pankreas
penderita DM tipe 2 jangka panjang. Diduga bahwa amiloid ini
bersifat
sitotoksik
terhadap
sel
sehingga
massa
sel
bersifat
kualitatif
(sel
beta
tidak
mampu
terus
menerus
ke
dalam
sirkulasi
darah
insulin
mengakibatkan
hati
terus
menerus
insulin
bersifat
relatif
karena
resistensi
insulin,
penggunaan
glukosa
oleh
output
hiperglikemia.
bertambah
sehingga
menyebabkan
Akumulasi
lipid
dalam
serat
otot
rangka,
yang
mengatur
sensitivitas
insulin.
Peningkatan
kerjanya
yaitu
menurunkan
kandungan
itu,
beberapa
produk
adiposit
dan
adipokin
DM
menggambarkan
tipe
2,
resistensi
kegagalan
insulin
pada
hiperinsulinemia
hati
untuk
tersebut
penderita DM
menyebabkan
dislipidemia
pada
DM
berkurang,
seperti
juga
halnya
daya
adhesi
serta
akan
meningkatkan
produksi
superoksida
pada
mitochondria yang berpotensi mengaktivasi UCP-2 ( uncoupling protein2 ) yang memediasi pemborosan ATP menjadi bentuk panas. Hal inilah
yang berakibat menurunnya ATP/ADP ratio, sehingga proses glucose
stimulated
insulin
secretion
menurun).
Peningkatan
superoksida
A DIAGNOSIS
Kriteria diagnosis untuk diabetes melitus tipe 1 hampir sama sama dengan
diabetes mellitus tipe 2, yaitu ;
1
Gejala klasik diabetes (poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan
tanpa sebab yang jelas) ditambah dengan konsentrasi glukosa darah sewaktu
>200 mg/dl (11,1 mmol/l)
Gula darah 2 jam post prandial > 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama oral glucose
tolerance test (OGTT). Tes dilakukan sesuai prosedur WHO, yaitu
menggunakan glukosa sebanyak 75 g glukosa anhidrat dilarutkan dalam air.
DM tipe 1
DM tipe 2
N
o
Onset usia
Berhubungan dengan
obesitas
Kecenderungan
terjadi ketoasidosis
yang membutuhkan
insulin
sebagai
control dan survive
Kadar insulin dalam
plasma
Umumnya <
tahun
Tidak
30
Ya
Sangat
rendah
mungkin
sampai
tidak terdeteksi
Umumnya > 30
tahun
Ya
Tidak
Variatif ; dapat
rendah, normal,
atau meningkat,
tergantung pada
derajat resistensi
Berhubungan dengan
antigen
HLA-D
spesifik
Antibodi sel islet
pada diagnosis
Patologi sel islet
Ya
Ya
Tidak
Insulitis, kehilangan
sel
beta
secara
selektif
Kecenderungan
terjadi
komplikasi
(retinopati, nefropati,
neuropati,
aterosklerosis, dan
penyakit
cardiovascular)
Respon terhadap obat
oral
antihiperglikemia
Ya
Lebih
kecil,
normal sel islet ;
umumnya
deposisi amyloid
Ya
Tidak
Ya
atau
hiperglikemia
setelah
makan.
Pasien
yang
Kebutuhan lemak dibatasi sampai 30% atau kurang dari total kalori dan
rendah kolesterol
B Aktivitas
Olahraga sangat penting sebagai manajemen pasien diabetes. Pasien
harus dimotivasi untuk olahraga secara teratur. Edukasi terhadap pasien
tentang efek olahraga terhapa kadar gula darah. Olahraga terlalu berlebih
selama 30 menit dapat menimbulkan hipoglikemia pada pasien. Untuk
menghindarinya maka pemberian dosis insulin dikurangi 10-20% atau dengan
pemberian snack tambahan. Pasien juga harus memperhatikan kebutuhan
cairan selama olahraga.
C
D Terapi insulin awal pada pasien dewasa: dosis harian awal dihitung
berdasarkan berat badan pasien. Dosis diberikan terbagi, setengah dosis
diberikan sebelum makan pagi, seperempat dosis diberikan sebelum makan
glukosa
darah.
Pengaturan
dosis
insulin
bertujuan
untuk
darah empat kali atau lebih sehari dan tiga kali atau lebih injeksi insulin atau
dilanjutkan dengan infus, ternyata lebih efektif dibandingkan dengan
pengobatan konvensional (1-2 kali injeksi insulin dengan atau tanpa
monitoring). Akan tetapi terapi intensif lebih sering menimbulkan
hipoglikemia dan kenaikan berat badan. Terapi intensif umumnya efektif
diberikan pada pasien yang dapat mengontrol kesehatan dirinya sendiri
terhadap penyakit ini.
Secara umum, kebanyakan pasien DM tipe 1 dapat memulai dosis
terapi insulin 0,2-0,8 unit/kgBB/hari. Pada pasien dengan obesitas
membutuhkan dosis awal yang lebih tinggi.
Terapi fisiologis yaitu dengan insulin kerja sedang atau kerja panjang
bertujuan untuk mempertahankan kebutuhan glukosa darah basal serta
pemberian insulin kerja cepat atau singkat untuk mempertahankan glukosa
darah postprandial. Terapi ini lebih efektif bila dosis insulin kerja cepat atau
singkat dengan enggunakan sliding scale. Dosis dapat diberikan sebanyak 1-2
unit insulin setiap kenaikan atau penrunan 50 mg/dl (2,7 mmol.l) dari target
glukosa. Terapi ini lebih menguntungkan karena pasien dapat memepercepat
atau mengatur waktu makan dan menjaga keadaan normoglikemia. Belum ada
regimen insulin lain terbukti lebih efektif. Terapi ini direkomendasikan
sebagai inisial terapi DM tipe 1, setelah itu terapi disesuaikan dengan respon
fisiologis tubuh pasien terhadap terapi awal dan tergantung kepada dokter
yang merawat.
515 min
4575 min
35 h
3060 min
24 h
68 h
About 2 h
412 h
1826 h
34 h
812 h
1218 h
48 h
1016 h
1620 h
Glargine
12 h
No peak
24 h
Detemir
12 h
No peak
1424 h
70% NPH/30% R
3060 min
50% NPH/50% R
3060 min
515 min
1016 h
515 min
1016 h
Short-acting
Regular (R)
Intermediate-acting
NPH
Long-acting
Premixed
Sekitar 25% dari total dosis insulin selama sehari diberikan sebagai insulin
kerja sedang saat akan tidur dengan dosis tambahan insulin kerja cepat
setiap sebelum makan. Pasien mungkin membutuhkan tambahan terapi
insulin kerja sedang atau kerja panjang pada pagi hari untuk
mempertahankan glukosa basal selama satu hari penuh. Pasien sebaiknya
mengatur dosis harian mereka berdasarkan monitoring glukosa sebelum
makan dan akan tidur. Pasien juga sebaiknya menkontrol glukosa darah
mereka pada pagi hari paling sedikit sekali seminggu selama beberapa
minggu terapi awal dan setelahnya bila ada indikasi.
H Terapi Pembedahan 12
Pembedahan
yang
dilakukan
adalah
transplantasi
pankreas,
menurunkan
hiperglikemia
postprandial
yang
durasi kerja
insulin
siang
hiperglikemia
membantu
dengan
sedikit
menurunkan
resiko
pre-supper
hipoglikemia
yang
konstan
sesuai
kebutuhan
basal
tubuh
untuk
ini
ditujukan
untuk
remaja
yang
berharap
Dosis
insulin
tergantung
pada
kebutuhan
basal,
intake
dapat
dibuat
berdasarkan
sliding
scale
yaitu
mempengaruhi
jumlah
insulin
yang
paling
mempengaruhi
kadar
gula
darah
darah
yang
merunun
sebelum
snek
malam
untuk
malam
reguler.
Apabila
gula
darah
<70
mg/dl,
yang
diperkirakan
lain.
terdiri
Distribusi
dari
makronutrien
50%-60%
karbohidrat,
sebaiknya
10%-20%
perlunya
rencana
memperkirakan
makan
jumlah
yang
sehat
karbohidrat
yang
selama
mereka
dimakan
dan
dimodifikasi.
hipoglikemia
lebih
Bahkan,
sering
mereka
dapat
sehingga
mengalami
membutuhkan
minuman
beralkohol
mengandung
menghambat
mengakibatkan
respon
glukoneogenesis
counter-regulatory
ke
dan
arah
dengan
kontrasepsi.
diabetes
Pada
perlu
diberi
umumnya
edukasi
digunakan
kontrasepsi
hormonal
yang
aman
dan
tidak
tentang
manajemen
insulin
intensif
segera
buruk
dan
Follow-up yang cukup dan efektif serta peduli terhadap individu yang
memiliki hasil tes positif
Stres psikologi, biaya bertambah bila dijumpai hasil tes negatif palsu
Komplikasi medis dari tes skrining dan kebutuhan untuk follow-up pada
skrining yang positif
PENDEKATAN SKRINING
a
Skrining populasi
Berkaitan dengan epidemiologi. Dapat digunakan Intolerance Glucose
Impairing dan Oral Glucose Tolerance Test. Srining pada anak dan remaja
penting pada skrining diabetes mellitus tipe 1.
Skrining selektif
Skrining dilakukan pada populasi atau tempat di mana prevalensi terjadinya
diabetes mellitus tipe 1 cukup tinggi.
Skrining oportunistik
Riwayat keluarga
11
Gula darah, HbA1c, kolesterol, tekanan darah, dan berat badan yang
terkontrol sangat penting sebagai faktor penentu prognosis dan perkembangan
penyakit diabetes sendiri terutama komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.
Pasien DM tipe 1 yang dapat survive dalam waktu 10-20 tahun setelah onset tanpa
komplikasi, pasien tersebut memiliki prognosis yang baik. Factor lain yang
berpengaruh terhadap prognosis penyakit ini adalah edukasi dan motivasi,
kesadaran pasien, serta tingkat pendidikan pasien.
Keterangan :
GDP
GDS
GDPT
TGT
Pemeriksaan penyaringan
Pemeriksaan penyaring ditujukan pada mereka yang mempunyai risiko
Diabetes Melitus (DM) namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan
ini bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT (Toleransi Glukosa
Terganggu) maupun GDPT (Glukosa Darah Puasa Terganggu), sehingga dapat
ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai
prediabetes, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut
merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular di
kemudian hari (PERKENI, 2002).
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu faktor
risiko DM sebagai berikut (PERKENI, 2002) :
1. Usia 45 tahun
2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m, yang disertai dengan
faktor risiko:
Kebiasaan tidak aktif
Turunan pertama dari orang tua dengan DM
-
Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4 kg, atau riwayat DM
gestasional
Tabel 3.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM
Belum pasti
DM
Plasma vena
< 110
DM
110-199
> 200
Darah
< 90
90-199
> 200
kapiler
Plasma vena
< 110
110-125
> 126
Darah
< 90
90-199
> 110
sewaktu (mg/dl)
kapiler
Sumber : Soegondo S (2005)
catatan :
Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan pemeriksaan ulangan
tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun.
Tabel 4.
Kriteria diagnostik tersebut harus dikonfirmasi ulang pada hari yang lain, kecuali
untuk keadaan khas hiperglikemia dengan dekompensasi metabolik berat, seperti ketoasidosis,
gejala klasik : poliuri, polidipsi, polifagi dan berat badan menurun cepat.
**
Cara Diagnosis dengan kriteria ini tidak dipakai rutin di klinik, untuk penelitian
epidemiologis pada penduduk dianjurkan memakai kriteria diagnostik kadar glukosa darah
puasa dan dua jam pasca pembebanan. Untuk DM gestasional juga dianjurkan kriteria
diagnostik yang sama.
2.8.
PENATALAKSANAAN
B.Jangka
panjang
tercegah
dan
terhambatnya
progresivitas
penyulit
Edukasi
2.
3.
Latihan jasmani
4.
Intervensi farmakologis
Pengelolaan Diabetes Melitus (DM) dimulai dengan terapi gizi medis dan
latihan jasmani selama beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah
belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO
dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai indikasi.
Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis berat, stres
berat, berat adan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemia
dan cara mengatasinya harus diberikan pada pasien, sedangkan pemantauan kadar
glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus
(PERKENI, 2006)
I.
Edukasi
Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :
Perjalanan penyakit DM
Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
Penyulit DM dan risikonya
Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan
-
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)
A.
Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak,
ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang dan kacangkacangan, tahu, tempe
Sama dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari
3000 mg atau sama dengan 6 7 g (1 sendok teh) garam dapur
Kebutuhan kalori
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan
diabetisi. Diantaranya adalah dengan perhitungan berdasarkan kebutuhan
kalori basal sebesar 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah dan dikurangi
bergantung pada beberapa faktor, yaitu jenis kelamin, umur, aktifitas, berat
badan, dll.
Perhitungan berat badan ideal ( BBI ) menurut Broca yang dimodifikasi
adalah sebagai berikut :
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150 cm, rumus modifikasi menjadi : ( TB dalam cm 100) x 1 kg
BB
Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
BB Kurang
< 18,5
BB Normal
BB lebih
23,0
Dengan risiko
23,0 24,9
Obes I
25,0 29,9
Obes II
30
18,5 22,9
Jenis kelamin
Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dari pada pria. Kebutuhan kalori
wanita sebesar 25 kal / kg BB dan untuk pria sebesar 30 kal / kg BB
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5 % untuk
dekade antara 40 an 59 tahun, dikurangi 10 % untuk usia 60 s/d 69 tahun,
dan dikurangi 20 % untuk usia diatas 70 tahun
Berat badan
- Bila kegemukan dikurangi 20 30 % bergantung pada tingkat
kegemukan
-Bila kurus ditambah 20 30 % sesuai dengan kebutuhan untuk
meningkatkan BB
-Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit
1000 1200 kkal / hari untukwanita dan 1200 1600 kkal / hari untuk
pria
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut di atas
dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi( 20 % ), siang ( 30 % )dan
sore ( 25 % ) serta 2 3 porsi makan ringan ( 10 15 % ) diantaranya.
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan
dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kebiasaan. Untuk diabetisi
yang mengidap penyakit lain, pola pengaturan makan disesuaikan dengan
penyakit penyertanya.
III. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + 30 menit
yang sifatnya CRIPE ( Continous Rhytmical Interval Progressive
Endurace training ).
-
Continous
Rytmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi
dan berelaksasi secara teratur.
-
Interval
Progressive
= 220-umur
Endurance
IV.
Terapi Farmakologis
Intervesi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan TGM dan latihan jasmani (Sudoyo Aru, 2006).
1.
C. Penghambat Glukoneogenesis
1)
METFORMIN
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan perifer.
Terutama dipakai pada diabetisi gemuk. Metformin dikontraindikasikan
pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum > 1,5) dan
Golongan
Sulfonilurea
Glinid
Metformin
Cara kerja
Efeksamping
Penurunan
utama
Meningkatkan
utama
BB naik,
A1C
sekresi insulin
Meningkatkan
hipoglikemia
BB naik,
1,5 2 %
sekresi insulin
Menekan produksi
hipoglikemia
Diare, dyspepsia,
1,5 2 %
asidosis laktat
menambah
1,5 2 %
sensitifitas
Penghambat
glukosidase
Tiazolidindion
Insulin
terhadap insulin
Menghambat
Flatulens, tinja
absorpsi glukosa
Menambah
lembek
Edema
sensitifitas
0,5 1,0 %
1,3%
terhadap insulin
Menekan produksi
Hipoglikemia, BB
glukosa hati,
naik
stimulasi
pemanfaatan
glukosa
Sumber : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2006
Potensial
sampai normal
Tabel 6
Obat Hipoglikemik Oral di Indonesia
Golongan
Generik
Dosis
Lam
haria
n
100-
kerja
241
d
250
Glibenklamid 2,5 - 5
500
2,5 -
36
12-
12
Glipizid
5 - 10
15
5 2-
24
10-
12
Sebelum
Glikuidon
30
30 -
16
6-8
23
makan
1,2,3,4
0,5,1,2
120
4
120
0,5 - 6
1,5 - 6
360
4-8
Klorpropami
Sulfonilurea
Glinid
Tiazolidindio
Glimepirid
Repaglinid
Nateglinid
Rosiglitazon
Mg/tab
100-
24
24
Frek/hari
1
3
3
1
Waktu
Tdk
bergantun
Penghambat
Pioglitazon
15,30
15 -
Acarbose
50-100
45
100-
glukosidase
Biguanid
24
g
jadwal
makan
Bersama
300
Metformin
500-
250-
850
3000
suapan
6-8
1-3
pertama
Bersama/s
esudah
makan
Ketoasidosis diabetik
Efek samping yang lain berupa reaksi imun terhadap insulin yang dapat
menimbulkan alergi insulin atau resistensi insulin
Table 7
Insulin di Indonesia
Nama
Cepat
Buatan
Actrapid
Humulin-R
Menengah
Insulatard
Monotard Human
Humulin-N
Campuran
Mixtard 30
Humulin-30/70
Panjang
Lantus
Aventis
Novopen 3 adalah :
Actrapid Human 100
Insulatard Human 100
Efek puncak
2-4 jam
Lama kerja
6-8 jam
4-12 jam
18-24 jam
1-8
14-15
Tidak ada
24 am
Optipen adalah :
Lantus
Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah,
untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar
glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani,
bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi.
Terapi OHO dengan kombinasi harus dipilih dua macam obat dari
kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar
glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi tiga OHO
dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada
pasien yang disertai alasan klinik dimana insulin tidak memungkinkan
untuk dipakai, dipilih terapi kombinasi dengan tiga OHO.
Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja sedang / panjang)
yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh
kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil.
Dosis awal insulin kerja menengah / panjang adalah 10 unit yang
diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut
dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya.
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih
tidak terkendali, maka obat hpoglikemik oral dihentikan dan diberikan
insulin saja (PERKENI, 2006)
2.9. KOMPLIKASI
Dalam perjalanan penyakit DM, dapat terjadi penyulit akut dan menahun
(Sudoyo Aru, 2006).
I. Penyulit akut
Penyulit akut DM sampai saat ini masih merupakan kegawatan yang
harus ditangani dengan tepat dan benar karena hanya dengan cara itulah
angka kematiannya dapat ditekan serendah mungkin.
Ketoasidosis diabetik
Hiperosmolar nonketotik
Hipoglikemia
II. Penyulit menahun
1. Makroangiopati, yang melibatkan :
Pembuluh darah jantung
Pembuluh darah tepi
Pembuluh darah otak
2. Mikroangiopati:
Retinopati diabetik
Nefropati diabetik
3. Neuropati
2.10.
PENGENDALIAN DM
GD puasa
GD 2 jam pp
A1C
Kolesterol total
LDL
HDL
Trigliserida
IMT
Tekanan darah
Baik
80 - 109
80 - 144
< 6,5
< 200
< 100
>45
< 150
18,5 22,9
< 130/80
Sedang
110 - 125
145 - 179
6,5 8
200 - 239
100 - 129
Buruk
126
180
>8
240
130
150 - 199
23 - 25
130 140 / 80 - 90
200
>25
>140/90
2.11.
PROGNOSIS
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti
orang normal, sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan
kemungkinan untuk meninggal lebih cepat( Mansjoer, 2001).
DAFTAR PUSTAKA
Gustaviani Reno. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2006; 1857-9.
Mansjoer Arif, dkk. Kapita selekta kedokteran ed III jl I.
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.Jakarta : 2001
Yunir Em, Soebardi Suharko. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam 4th. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta: 2006; 1864-7.
Definition, Diagnosis
and Classification
of Diabetes Mellitus
and its Complications
Report of a WHO Consultation
Type 1 Diabetes
ke Lernmark
Clinical Chemistry 45, No. 8(B), 1999
(American
Diabetes
Association,
21
September
2009http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5/T2.expansion.html )
(Crandall, 2007. Diabetes Mellitus.
http://www.merck.com/mmpe/sec12/ch158/ch158b.html. )
Mortensen HB, et al. Multinational study in children and adolescents with newly
diagnosed type 1 diabetes: association of age, ketoacidosis, HLA status, and
autoantibodies on residual beta-cell function and glycemic control 12 months after
diagnosis. Pediatric Diabetes 2010: 11: 218226. 2.
Thomas RC, et al. Autoimmunity and the Pathogenesis of type 1 Diabetes. McGill
University Medical School, Montreal, Canada; 2010; 47(2): 5171
pdpi, pekanbaru, maret 2008 Genetical Abnormality and Glucotoxicity in Diabetes
Mellitus: The Background of Tissue Damage and Infection Asman Manaf Sub Bagian
Metabolik Endokrinologi Bagian I Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas Padang
Perol