Anda di halaman 1dari 78

LAPORAN KASUS BESAR

SEORANG LAKI-LAKI46 TAHUN DENGAN ENSEFALOPATHY


HEPATIKUM GRADE IV, SIROSIS HEPATIS
DECOMPENSATACHILDPUGH C ET CAUSA HEPATITIS B, MELENA
ET CAUSA VARISES ESOFAGUS GRADE III,
ANEMIA NORMOKROMIK NORMOSITIK
ET CAUSA PERDARAHAN

Oleh:
Annisa Susilowati

G99142026

Silvia Putri Kumalasari S.

G99142027

Aninda Dwi Anggraeni

G99142028

Muhammad Faizal

G99142129

Pembimbing
dr. Diding Heri P, MSi, Sp.PD, MKes.

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
SURAKARTA
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kasus Besar Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:

SEORANG LAKI-LAKI46 TAHUN DENGAN ENSEFALOPATHY


HEPATIKUM GRADE IV,SIROSIS HEPATIS
DECOMPENSATACHILDPUGH C ET CAUSA HEPATITIS B, MELENA
ET CAUSA VARISES ESOFAGUS GRADE III,
ANEMIA NORMOKROMIK NORMOSITIK
ET CAUSA PERDARAHAN

Oleh:
Annisa Susilowati

G99142026

Silvia Putri Kumalasari S.

G99142027

Aninda Dwi Anggraeni

G99142028

Muhammad Faizal

G99142129

Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal:


Oktober 2016

dr. Diding Heri P, MSi, Sp.PD, MKes.

BAB I
STATUS PASIEN
I.

ANAMNESIS
A. Identitas penderita

B.

Nama

: Tn. S

No. RM
Jenis kelamin
Umur

: 01307882xx
: Laki-laki
: 46 tahun

Alamat

: Jaten, Karanganyar

Suku
Pekerjaan
Agama
Status
Masuk RS
Dikasuskan

: Jawa
: Tidak bekerja
: Islam
: Menikah
: 7Oktober 2016
:8 Oktober 2016

Data dasar
Alloanamnesis, dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 8
Oktober 2016.
Keluhan utama:
Penurunan kesadaran
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 5
jam SMRS. Menurut keluarga, sebelum dibawa ke RS pasien masih
bisa diajak bicara namun kesulitan ketika untuk mengingat nama
orang dan tempat. Pelo disangkal oleh keluarga. Pasien juga tampak
mengantuk dan sulit untuk membuka mata. Keluhan terlihat memberat
dalam 2 jam SMRS, pasien tiba-tiba tidak dapat di ajak bicara sama
sekali dan juga tidak bisa dibangunkan.
Keluarga mengatakan sebelumnya pasien muntah sekitar 6 jam
SMRS. Muntah berulang 2 kali dan yang terakhir 3 jam SMRS.
Muntah didahului dengan rasa mual. Muntah berwarna kekuningan

berisi cairan dan sisa makanan. Sekali muntah kurang lebih sebanyak
gelas belimbing. Muntah tidak disertai darah. Muntah tidak
didahului nyeri pada ulu hati atau nyeri perut. Nyeri perut ketika
makan makanan berlemak disangkal.
Keluarga juga mengatakan pasien mengeluhkan badannya lemas
sejak 2 hari SMRS. Lemas dirasakan pada seluruh tubuh hingga
membuat pasien tidak dapat beraktivitas dan banyak di tempat tidur.
Lemah pada separuh anggota tubuh disangkal, pasien masih dapat
berjalan. Keluhan dirasakan terus-menerus dan semakin memberat.
Pasien juga mengaku mengalami gangguan tidur sejak 2 hari SMRS.
Pasien sulit tidur saat malam hari tetapi saat siang mudah tertidur.
Selain itu, sejak 1 bulan SMRS pasien sering mengeluhkan
kepalanya pusing. Pusing dirasakan seperti melayang. Pusing berputar
disangkal, pandangan kabur disangkal, telinga berdenging disangkal.
Pusing dirasakan hilang timbul, namun sangat sering muncul. Pusing
tidak dipengaruh oleh posisi, istirahat ataupun aktivitas.
Sebelumnya pasien pernah mondok di RSDM 1 bulan SMRS
dengan keluhan serupa yaitu pasien tiba-tiba mengalami penurunan
kesadaran, dan dirawat selama 10 hari. Saat perawatan pasien pernah
menjalani pemeriksaan teropong. Dikatakan oleh dokter pasien
mengalami komplikasi dari penyakit liver. Keluarga mengaku
mengetahui pasien memiliki sakit liver sejak 2 tahun dan rutin kontrol
untuk berobat. Namun keluarga pasien tidak mngetahui jenis obatnya.
Menurut keluarga tidak ada keluhan mengenai BAK maupun
BAB pada pasien. BAK berwarna kuning jernih dalam satu hari
kurang lebih 4-5 kali. BAK darah dan berpasir disangkal, BAK tidak
lampias disangkal, nyeri saat BAK disangkal. Tidak ada BAB
darah/hitammenurut keluarga. Sesak nafas dan nyeri dada disangkal.
Demam disangkal. Riwayat penyakit gula dan tekanan darah tinggi
disangkal.

Riwayat penyakit dahulu :


Penyakit
Riwayat sakit serupa
Riwayat sakit liver
Riwayat muntah darah
Riwayat BAB hitam
Riwayat sakit jantung
Riwayat DM
Riwayat hipertensi
Riwayat alergi
Riwayat operasi
Riwayat mondok
Riwayat transfusi

Keterangan
(+) 1 bulan SMRS karena tiba-tiba
tidak sadar
(+) sejak 2 tahun SMRS
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
1 bulan yang lalu di RSDM karena
keluhan serupa
Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Penyakit
Riwayat sakit serupa
Riwayat sakit liver
Riwayat DM
Riwayat Hipertensi
Penyakit Jantung
Riwayat Sakit Ginjal

Keterangan
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal

Pohon Keluarga

Keterangan :
: Pasien

: Anggota keluarga yang meninggal


Riwayat kebiasaan
Merokok
Alkohol
Jamu
Obat bebas
Hubungan seksual

Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal
Disangkal

tidak aman
Membuat tattoo pada Disangkal
tubuh
Riwayat gizi
Sebelum sakit pasien makan teratur 3 kali sehari. Porsi untuk
sekali makan 10-12 sendok makan dengan nasi, lauk pauk, dan sayur
Riwayat sosial ekonomi
Pasien adalah seorang petani namun sudah tidak bekerja. Pasien
tinggal bersama istri dan 3 orang anak. Pasien berobat di RSDM
menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan Kelas III.
Anamnesis sistem
1.

Keluhan utama

: Penurunan kesadaran sejak 5 jam

2.

Kulit

SMRS
: Kering (-), pucat (-), menebal (-), gatal

Kepala

(-), kuning (-)


: Pusing (-),kepala terasa berat (-),

3.

perasaan

berputar-putar

(-),

nyeri

kepala (+)pusing seperti melayang,


4.

Mata

rambut mudah rontok (-)


: Mata
berkunang-kunang

(-/-),

pandangan kabur (-/-), gatal (-/-),mata


kuning

(+/+),

mata

konjungtiva pucat (-/-)

merah

(-/-),

5.

Hidung

: Tersumbat (-), keluar darah (-), keluar

6.

Telinga

lendir atau air berlebihan (-), gatal (-)


: Telinga berdenging (-/-), pendengaran
berkurang (-/-), keluar cairan atau

7.
8.

Mulut

darah (-/-)
: Bibir kering (-), gusi mudah berdarah

Tenggorokan

(-), sariawan (-), gigi mudah goyah (-)


: Rasa kering dan gatal (-), nyeri untuk
menelan (-), sakit tenggorokan (-),
suara serak (-)
: Sesak nafas (-), batuk (-), dahak (-),

9.

Sistem respirasi

10.

darah (-), nyeri dada (-), mengi (-)


Sistem kardiovaskuler : Nyeri dada (-), terasa ada yang
menekan

(-),

sering

pingsan

(-),

berdebar-debar (-), keringat dingin (-),


ulu hati terasa panas (-), denyut jantung
meningkat (-), bangun malam karena
11.

sesak nafas (-)


Sistem gastrointestinal : Muntah (+)
kekuningan

2
berisi

kali

berwarna

cairan

dan

bercampur sisa makanan, diare (-),


perut mrongkol (-), perut membesar
(-),BAB

bercampur air (-), BAB

bercampur darah (-), BAB bercampur


lendir (-), rasa penuh di perut (-), cepat
kenyang (-), sulit BAB (-), nyeri perut
12.

(-), berat badan menurun progresif (-)


Sistem muskuloskeletal: Lemas di seluruh tubuh (+),nyeri di
panggul kanan (-), leher kaku (-),
seluruh badan terasa keju-kemeng (-),
kaku sendi (-), nyeri sendi (-), nyeri

13.

otot (-), kaku otot (-), kejang (-)


Sistem genitouterinal : anyang-anyangan (-), nyeri di kandung
kemih (-), nyeri saat BAK (-), panas
6

saat BAK (-), BAK tidak lampias (-),


BAK menetes (-), sulit menahan BAK
(-), sering buang air kecil (-), air
kencing warna seperti teh (-), BAK
darah (-), nanah (-),rasa pegal di
pinggang (-), rasa gatal pada saluran
kencing (-), rasa gatal pada alat
kelamin (-).
14.

Ekstremitas

a.

: Bengkak (-/-), lemah (-/-),luka (-/-),

Atas

kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari


terasa dingin (-/-), nyeri (-/-), lebamlebam kulit (-/-)
b.

Bawah

: Bengkak (+/+), lemah (-/-), luka (-/-),


kesemutan (-/-), tremor (-/-), ujung jari
terasa dingin (-/-), nyeri (-/-), lebamlebam kulit (-/-)

II.

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 10 Oktober 2016 dengan hasil
sebagai berikut:
1.
Keadaan umum

: Pasien kesan sakit berat, tidak sadar,


GCS: E1V1M4 (koma), gizi kesan
cukup

2.

3.

Tanda vital

Tensi

Nadi

Frekuensi nafas

Suhu

VAS
Status gizi

Berat Badan
Tinggi Badan
IMT

: 110/60 mmHg
: 66 kali/menit
: 20 kali/menit
: 36,20C (per axilla)
: sulit dievaluasi
: 62 kg
: 165 cm
: 22,79 kg/m2

4.

Kesan

Kulit

: Normoweight

: Warna coklat, turgor menurun (-), hiperpigmentasi (-),


kering (-), teleangiektasis (-), petechie (-), ikterik (+),

5.

Kepala

ekimosis (-)
: Bentuk mesocephal, rambut warna hitam, beruban,
mudah

6.

rontok (-), alopesia (-) luka (-), atrofi m.

temporalis (+)
: Mata cekung (-/-), konjungtivapucat (-/-), skleraikterik

Mata

(+/+), perdarahan subkonjugtiva (-/-), pupil isokor


dengan diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+),
7.
8.
9.
10.

Telinga

edema palpebra (-/-), strabismus (-/-)


: Sekret (-), darah (-), nyeritekan mastoid (-), nyeri tekan

Hidung
Mulut

tragus (-)
: Nafas cuping hidung (-), sekret (-), epistaksis (-)
: Sianosis (-), luka pada sudut bibir (-), mukosa bibir

Leher

kering (+)
:JVP tidak meningkat R + 2 cm, trakea ditengah,simetris,
pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran kelenjar
getah beningleher (-), leher kaku (-), distensi vena-vena

11.

Thorax

leher (-)
: Bentuk simetris,retraksi (-), benjolan (-), spider nevi
(+),ikterik (+), ginekomasti (-)

12.

Jantung

Inspeksi
Palpasi

: Ictus kordis tidak tampak


: Ictus kordis tidak kuat angkat,teraba di SIC V 1 cm
ke medial linea medioclavicularis sinistra

Perkusi
:
Batas jantung kanan atas: SIC II linea sternalis dextra
Batas jantung kanan bawah: SIC V linea sternalis dekstra
Batas jantung kiri atas: SIC II linea sternalis sinistra
Batas jantung kiri bawah:SIC V 1 cm ke medial linea
medioklavicularis sinistra
Kesan batas jantung tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni, intensitas normal,
reguler, bising (-), gallop (-).

13. Pulmo
a.

Depan

Inspeksi
Statis

Dinamis

Palpasi
Statis
Dinamis
Perkusi
Kanan
Kiri
Auskultasi
Kanan

: Normochest, simetris
: Pengembangan dada kanan = kiri
:Simetris
: Fremitus raba sulit dievaluasi
: Sonor
: Sonor
: Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),

Kiri

ronkhi basah halus (-)


: Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),
ronkhi basah halus (-)

b.

Belakang

Inspeksi
Statis
Dinamis

Palpasi
Statis
Dinamis

Perkusi
Kanan
Kiri

Auskultasi
Kanan

: Normochest, simetris
: Pengembangan dada kanan = kiri
:Simetris
: Fremitus raba sulit dievaluasi
: Sonor
: Sonor
: Suara dasar vesikuler, suara tambahan:
wheezing (-), ronkhi basah kasar (-),

Kiri

ronkhi basah halus (-)


: Suara dasar vesikuler normal, suara
tambahan: wheezing (-), ronkhi basah
kasar (-), ronkhi basah halus (-)

13.

Abdomen

Inspeksi

: Dinding perut lebih tinggi dari pada dinding


thorax, venektasi (-), sikatrik (-), striae (-), caput

medusae (-), ikterik (+)


Auskultasi : Bising usus (+) normal 10 kali/menit bruit hepar

Perkusi

(-), bising epigastrium (-)


: timpani (+), a. troube pekak (-), pekak alih (+),

Palpasi

undulasi (+)
: Supel (+), nyeri tekansde, hepardan lien tidak
teraba

14.

Ekstremitas
Superior Ka/Ki:

Oedem (-/-), sianosis (-/-),akral dingin (-/-), ikterik


(-/-), luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon nail (-/-),
clubing finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan dan nyeri
gerak (-/-), deformitas (-/-), asterexis (+) flapping

Inferior Ka/Ki:

tremor
Oedem (-/-), sianosis (-/-),akral dingin(-/-), ikterik (-/-),
luka (-/-), kuku pucat (-/-), spoon nail (-/-), clubing
finger (-/-), flat nail (-/-), nyeri tekan dan nyeri gerak
genu bilateral (-/-), deformitas (-/-)

15. Pemeriksaan Neurologis


Meningealsign :
-

Kaku kuduk

: Tidak didapatkan

Tanda Laseque

: (-)

Tanda Kernig

: (-)

Tanda Brudzinsky I

: (-)

Tanda Brudzinsky II

: (-)

Reflek Fisiologis:
-

Reflek biceps

: +2 / +2

Reflek triceps

: +2 / +2

Reflek patella

: +2 / +2

Reflek Achilles

: +2/ +2

Reflek Patologis

: Tidak didapatkan

10

16. Rectal toucher

: Tonus sfingter ani normal, mukosa licin, tidak

berbenjol, prostat tidak teraba membesar, tidak didapatkan darah pada


handscoon, terdapat feses lunak warna hitam lengket.
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium darah (Tanggal 7 Oktober 2016)
Pemeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Trombosit
Eritrosit
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PDW
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
HEMOSTASIS
PT
APTT
INR
GDS
SGOT
SGPT
Creatinin
Ureum
Albumin
Bilirubin Total
Na
K
Ca

Hasil
Satuan
DARAH RUTIN
9,4
g/dl
5,3
ribu/ul
26
%
89
ribu/ul
2.58
juta/ul
INDEX ERITROSIT
80,0
/um
28,0
Pg
33,1
g/dl
14,4
%
7,5
Fl
27
%
HITUNG JENIS
0,80
%
0,10
%
65,80
%
25,30
%
6,00
%
19,2
Detik
39,0
Detik
1,720
KIMIA KLINIK
88
mg/dl
77
u/l
59
u/l
0.9
mg/dl
21
mg/dl
2,5
g/dl
7,13
mg/dl
ELEKTROLIT
130
mmol/L
4.9
mmol/L
1,26
mmol/L

11

Rujukan
13,5 17,5
4,5 11,0
3345
150450
4,505,90
80.0 - 96.0
28.0 33.0
33.0 36.0
11.6 14.6
7.2 - 11.1
25-65
0.0 4.00
0.0 2.00
55.00 80.00
22.00 44.00
0.00 7.00
10,0 - 15,0
20,0 40,0
60 140
<35
<45
1,0-1,7
<50
2,9-4,5
0,00 1,00
132-146
3,7-5,4
1,17-1,29

HbsAg

Reactive

B. Foto thorax PA (Tanggal: 4 September 2016)

Hasil :
Cor : Besar dan bentuk normal
Paru : Tak tampak infiltrate di kedua lapang paru, corakan
bronkovaskuler normal
Sinus costophrenicus kanan kiri tajam

12

Hemidiaphragma kanan kiri normal


Trakhea di tengah
Sistema tulang baik
Kesimpulan:
Cor dan pulmo tak tampak kelainan

C. EKG (Tanggal 7 Oktober 2016)

13

Kesimpulan

: Sinus rhytm HR 62 bpm, normoaxis

D. EGD (14 September 2016)


KESIMPULAN:
- Varises esofagus grade III post
LVE I
- Gastropati hipertensi portal

E.

SARAN:
Medikamentosa
Evaluasi 3 minggu lagi EGD
+LVE

USG Abdomen (7 September 2016)


Hasil :
Hepar : ukuran 7.71 sudut tumpul, tepi ireguler, intensitas echoparenkim
meningkat,

VH/VP

normal,

IHBD/EHBD

normal,

tak

tampak

nodul/kista/massa
GB : ukuran normal, dinding tidak menebal
Lien : ukuran normal, intensitas echoparenkim normal, tak tampak nodul/
kista/ massa
Ren dextra &sinistra : ukuran normal, intensitas echoparenkim normal,
batas sinus-korteks tegas, tak tampak ectasis PCS, tak tampak
batu/kista/massa

14

Vesica urinaria : terisi cukup, dinding tak tebal, tak tampak massa/ batu/
prostat, ukuran normal
Prostat : ukuran normal, tak tampak massa
Tak tampak limfadenopati di paraaorta, parailiaka dan inguinal kanan kiri
Tampak intensitas echo cairan di cavum abdomen
Kesimpulan :
1. Difuse parenchymal liver disease
2. Asites
3. Lien/Pankreas/Ren bilateral/VU/Prostat tak tampak kelainan

15

IV.

RESUME

16

1. Keluhan utama
Penurunan kesadaran
2. Anamnesis:
Pasien mengalami penurunan kesadaran sejak 5 jam SMRS.
Menurut keluarga sebelum dibawa ke RS pasien masih bisa diajak
bicara namun memberat dalam 2 jam SMRS, pasien tiba-tiba tidak
dapat di ajak bicara sama sekali dan juga tidak bisa dibangunkan.
Pasien muntah sekitar 6 jam SMRS. Muntah berulang 2 kali dan
yang terakhir 2 jam SMRS saat perjalanan menuju rumah sakit.
Muntah didahului dengan rasa mual. Muntah berisi sisa makanan,
darah disangkal.
Keluarga juga mengatakan pasien mengeluhkan badannya
lemas sejak 2 hari SMRS. Lemas dirasakan pada seluruh tubuh
hingga membuat pasien tidak dapat beraktivitas dan banyak di
tempat tidur. Selain itu, sejak 1 bulan SMRS pasien sering
mengeluhkan kepalanya pusing. Pusing dirasakan seperti melayang.
Pusing dirasakan hilang timbul, namun sangat sering muncul.
Sebelumnya pasien pernah mondok di RSDM dengan keluhan
serupa yaitu pasien tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran.
Keluarga mengaku mengetahui pasien memiliki sakit liver sejak 2
tahun dan rutin kontrol untuk berobat. Tidak ada BAB darah/hitam
3.

menurut keluarga. Demam (+).


Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum pasien tidak sadar, GCS E1V1M4, gizi kesan
cukup. Tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 66 kali /menit, frekuensi
nafas 20 kali /menit, suhu 36,20C (per axilla), dan VAS: sde.
Pemeriksaan

kepala

didapatkan

atrofi

m.

Temporalis.

Pemeriksaan mata didapatkan sklera ikterik. Pemeriksaan mulut


didapatkan mukosa bibir kering. Pada dinding thorax didapatkan
spider nevi, dan kulit yang ikterik. Pemeriksaan abdomen
didapatkan dinding perut lebih tinggi dari pada dinding thorax,
caput medusa (-), pekak alih (+), undulasi (+). Pada kedua tangan
didapatkan asterexis (+) flapping tremor. Pada pemeriksaan rectal
4.

toucher didapat feses lunak warna hitam lengket.


Pemeriksaan tambahan:
a. Laboratorium darah:
Hb 9,4 g/dl; Hct 26 %; Trombosit 89 ribu/ul; Eritrosit 2.58
juta/ul; PT 19,2 detik; SGOT 77 u/l; SGPT 59 u/l Albumin
2,5 g/dl; Bilirubin 7,13 mg/dl; Natrium darah 130 mmol/L,
17
HbsAg reactive.
b. Foto thorax PA:
Cor dan pulmo tak tampak kelainan

V. PROBLEM
1. Sirosis Hepatis Decompensata Child Pugh C et causa Hepatitis B
2. Encefalophati hepatikum grade IV
3. Melena et causa varises esofagus grade III post LVE I
4. Anemia normokromik normositik et causa perdarahan

18

ALUR PERMASALAHAN

19

RENCANA AWAL

No
1.

Diagnosis

Pengkajian

Rencana Awal

(Assesment)

diagnosis

Rencana

Rencana

Edukasi

Monitoring

Bedrest total

Penjelasan

GCS

datang dengan keluhan

O2 3 lpm nasal canul

kepada pasien

KUVS

penurunan kesadaran

Diet sonde hepar 1700

tentang diet,

BC

Encefalophati

Anamnesis Pasien

hepatikum grade
IV

Rencana Terapi

EEG

sejak 5 jam SMRS,

kkal

pasien sangat mengantuk


dan berat untuk
membuka mata,

IVFD D5% 20 tpm

IVFD BCAA 1 flb/24


jam

memberat dalam 2

jamSMRS pasientiba-

Inj ceftriaxon 2 gr/24


jam

tiba tidak dapat diajak

bicara sama sekali dan

Inj LOLA 2 amp/12


jam

juga tidak bisa

dibangunkan, pasien

Lactulosa 30 cc/8 jam


PO

mengeluh badan lemas 2


hari SMRS pada seluruh

20

obat yang
diberikan,
penyakit pada
pasien, kondisi
dan
komplikasinya

tubuh, gangguan tidur


juga dirasakan sejak 2
hari SMRS, riwayat sakit
liver 2 tahun.
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran E1V1M4,
mata : isokor
(3mm/3mm), reflek
cahaya +/+, asterexis (+)
flapping tremor
Pemeriksaan
Penunjang : Hb 9,4
g/dl, Hct 26%, AT 89
ribu/ul, AE 2,58 juta/ul,
PT 19,2 detik; SGOT 77
u/l; SGPT 59 u/l, Cr 0,9
mg/dl, bilirubin 7,13
2

Sirosis

mg/dl, HbsAg reactive


hepatis Anamnesis :Pasien

Proof ascites

21

Bedrest total

Penjelasan

KUVS

decompensate

mengeluhkan badan

Diet sonde hepar 1700

SPE

child pugh C e.c terasa lemah seluruh


hepatitis B

kkal rendah garam

kepada pasien
tentang diet,

tubuh sejak 2 hari SMRS

IVFD RL 20 tpm

obat yang

dan mengalami

Spironolakton 100

diberikan,

gangguan tidur sejak 2

mg/24 jam PO

hari SMRS.Pasien

Inj metoclorpramid 10

muntah berulang 2 kali,

mg k/p bila muntah

mual (+). Riwayat


memiliki sakit liver sejak
2 tahun dan rutin kontrol
berobat.
Pemeriksaan Fisik :
Kulit : ikterik; Mata :
sclera ikterik (+/+);
Thoraks : spider nevi
(+); Abdomen : Dinding
perut lebih tinggi dari
pada dinding thorax,
pekak alih (+) undulasi

22

penyakit pada
pasien, kondisi
dan
komplikasinya

BC

(+)
Pemeriksaan
Penunjang : Hb 9,4
g/dl, Hct 26%, AT 89
ribu/ul, AE 2,58 juta/ul;
SGOT 77 u/l; SGPT 59
u/l; Albumin 2,5 g/dl;
bilirubin 7,13 mg/dl; PT
19,2 detik; Na 130
mmol/L; HbsAg reaktif
USG Abdomen : Diffuse
parenchymal liver
disease, asites
Komplikasi : varises
esophagus, hemoroid,
peritonitis bacterial
3

sistemik
Melena et causa Anamnesis :Riwayat

Feses rutin

varices esophagus memiliki sakit liver sejak

23

Somatostatin 250 mcg

Penjelasan

KUVS

bolus

kepada pasien

Tanda

grade
LVE I

III

post 2 tahun. Pasien pernah


menjalani pemeriksaan

teropong, didapatkan
komplikasi dari penyakit
liver.

Pemeriksaan

tentang

mcg/jam

penyakit pada

Propanolol 20 mg/12

pasien, kondisi

jam PO

dan

Pemasangan NGT

penanganan

untuk dekompresi

Fisik

:Rectal

toucher

puasa sampai 6 jam

Tonus

bebas perdarahan

sfingter ani normal,

mukosa licin, tidak


berbenjol,

prostat

tidak

teraba

membesar,

tidak

didapatkan

darah

pada

Dilanjutkan SP 250

Endoskopi pro
LVE/STE setelah KU
baik

handscoon,

terdapat feses lunak


warna hitam lengket
Pemeriksaan
Penunjang : EGD :

24

perdarahan

Varises esofagus grade


III post LVE I,
Gastropati hipertensi
4

Anemia

portal
Pemeriksaan

normokromik

Penunjang : Hb 9,4

normositik

Penjelasan

GDT

kepada pasien

et g/dl; MCV 80.0/um;

causa perdarahan

tentang kondisi

MCH 28,0 Pg; MCHC

dan

33,1 g/dl

penanganan

25

KUVS

FOLLOW UP PASIEN
Tgl

8 Oktober 2016 (DPH

1)
Penurunan

(DPH 2)
Penurunan

kesadaran (+), BAB

kesadaran (+), BAB hitam (-), muntah (-)

hitam (+)

hitam (+), muntah

KU: Sakit berat,


E1V1M4
Tensi : 74/51 mmHg
Resp : 22 kali/menit
Nadi :54 kali/menit
Suhu : 36,0 C
VAS : sde
GDS : 148
Kulit : Turgor kulit
normal,ikterik

9 Oktober 2016

(-)
KU: Sakit
berat,E3V3M6
Tensi :113/68 mmHg
Resp : 20 kali/menit
Nadi :73 kali/menit
Suhu : 36,2 C
Kulit : Turgor kulit
normal, ikterik
(+),atrofi m.

10 Oktober 2016
(DPH 3)
Pusing (+),BAB

(DPH 4)
Pusing (+), BAB

12 Oktober 2016
(DPH 5)
Pusing (+)

13 Oktober 2016
(DPH 6)
Tidak ada keluhan

hitam (-)

KU: Sakit

KU: Sakit

KU: Sakit

KU: Sakit

sedang,E4V5M6
Tensi :123/78 mmHg
Resp : 20 kali/menit
Nadi :83 kali/menit
Suhu : 36,3 C
VAS : 2 (kepala)
GDS : 22.00 114 g/dl
05.00 97 g/dl
Kulit : Turgor kulit

sedang,E4V5M6
Tensi :100/60 mmHg
Resp : 20 kali/menit
Nadi :80 kali/menit
Suhu : 36,3 C
VAS : 2 (kepala)
Kulit : Turgor kulit

sedang,E4V5M6
Tensi :110/60 mmHg
Resp : 20 kali/menit
Nadi :84 kali/menit
Suhu : 36,5 C
VAS : 1 (kepala)
Kulit : Turgor kulit

ringan,E4V5M6
Tensi :110/70 mmHg
Resp : 20 kali/menit
Nadi :80 kali/menit
Suhu : 36,4 C
Kulit : Turgor kulit

normal, ikterik

normal, ikterik

(+),atrofi m.

(+),atrofi m.

Temporalis (+)
normal, ikterik
Mata : CA (-/-), SI (+/
(+),atrofi m.
Temporalis (+)
+), pupil isokor
Mata : CA (-/-), SI (+/
Temporalis (+)
(3mm/3mm)
Mata : CA (-/-), SI (+/
+), pupil isokor
Hidung : terpasang
+), pupil isokor
(3mm/3mm)
NGT, nafas cuping
Hidung : terpasang
(3mm/3mm)
(+),atrofi m.

11 Oktober 2016

normal, ikterik
(+),atrofi m.

Temporalis (+)
Temporalis (+)
Temporalis (+)
Mata : CA (-/-), SI (+/
Mata : CA (-/-), SI (+/ Mata : CA (-/-), SI (+/
+), pupil isokor
+), pupil isokor
+), pupil isokor
(3mm/3mm)
(3mm/3mm)
(3mm/3mm)
Hidung : nafas cuping
Hidung : nafas cuping Hidung : nafas cuping
hidung (-)

26

NGT, nafas cuping

hidung (-), terpasang

Hidung : terpasang

hidung (-), terpasang

nasal canul O2 2lpm


Mulut: mukosa basah,

NGT, nafas cuping

nasal canul O2 2lpm


hidung (-), terpasang
Mulut: mukosa basah, papil lidah atrofi
nasal canul O2 2lpm
Leher : JVP +2 cm
papil lidah atrofi
Mulut: mukosa basah,
Thoraks : spider nevi
Leher : JVP +2 cm
papil lidah atrofi
Thoraks : spider nevi (+)
Leher : JVP +2 cm
Cor
(+)
Thoraks : spider nevi
I : IC tidak tampak
Cor
(+)
P : IC tidak kuat
I : IC tidak
Cor
angkat,
tampak
I : IC tidak tampak
P : Batas jantung
P : IC tidak kuat
P : IC tidak kuat
kesan tidak
angkat,
angkat,
P : Batas jantung
melebar
P : Batas jantung
A : BJ I-II
kesan tidak
kesan tidak
intensitas
melebar
melebar
A : BJ I-II
normal, reguler,
A : BJ I-II
Pulmo
intensitas
intensitas
I : Pengembangan
normal,
normal, reguler,
dada kanan=kiri
Pulmo
reguler,
P : Fremitus raba
I : Pengembangan
Pulmo
kanan=kiri
I : Pengembangan
dada kanan=kiri
P : Sonor/sonor
P : Fremitus raba
dada
A :Suara dasar vesikuler
kanan=kiri
kanan=kiri
normal
P : Sonor/sonor

hidung (-)
Mulut: mukosa basah,

hidung (-)
Mulut: mukosa basah,

papil lidah atrofi


Leher : JVP +2 cm
Thoraks : spider nevi

papil lidah atrofi


Leher : JVP +2 cm
Thoraks : spider nevi

(+)
(+)
Cor
Cor
I : IC tidak tampak
I : IC tidak tampak
P : IC tidak kuat
P : IC tidak kuat
angkat,
P : Batas jantung
kesan tidak
melebar
A : BJ I-II
intensitas

angkat,
P : Batas jantung
kesan tidak
melebar
A : BJ I-II
intensitas

normal, reguler,
Pulmo
I : Pengembangan

normal, reguler,
Pulmo
I : Pengembangan

dada kanan=kiri
P : Fremitus raba

dada kanan=kiri
P : Fremitus raba

Mulut: mukosa basah,


papil lidah atrofi
Leher : JVP +2 cm
Thoraks : spider nevi
(+)
Cor
I : IC tidak tampak
P : IC tidak kuat
angkat,
P : Batas jantung
kesan tidak
melebar
A : BJ I-II intensitas
normal, reguler,
Pulmo
I : Pengembangan
dada kanan=kiri
P : Fremitus raba
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
A :Suara dasar vesikuler

kanan=kiri
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
P : Sonor/sonor
normal
A :Suara dasar vesikuler A :Suara dasar vesikuler Abdomen:
I :Dinding
normal
normal
Abdomen:
I :Dinding

27

Abdomen:
I :Dinding

perutsejajar dengan

P : Fremitus raba
kanan=kiri
P : Sonor/sonor
A :Suara dasar
vesikuler normal
Abdomen:
I :Dinding perut
lebih tinggi dari
pada dinding
thorax,
A:Bising usus (+)
normal 10
kali/menit
P :timpani
(+),pekak alih (+),
undulasi (+)
P :Supel (+), nyeri
tekan(-), hepardan
lien tidak teraba
Ekstremitas: akral

Abdomen:
I : Dinding perut
lebih tinggi dari
pada dinding
thorax,,
A : Bising usus (+)

A :Suara dasar vesikuler


normal
Abdomen:
I : Dinding perut
lebih tinggi dari
pada dinding

perutsejajar dengan

perutsejajar dengan

dinding thorax,
A : Bising usus (+)

dinding thorax,
A : Bising usus (+)

normal 10 kali/menit normal 9 kali/menit


P : timpani (+),
P : timpani (+),
P : Supel (+), nyeri P : Supel (+), nyeri
tekan(-), hepardan

normal 12 kali/menit thorax,,


A : Bising usus (+)
P : timpani
(+),pekak alih (+),
undulasi (+)
P : Supel (+), nyeri
tekan(-), hepardan
lien tidak teraba
Ekstremitas: akral
dingin dan oedema

lien tidak teraba


Ekstremitas:
akral
normal 11 kali/menit
P : timpani
dingin dan oedema
(+),pekak alih (+),

tidak ada

undulasi (-)
P : Supel (+), nyeri
tekan(-), hepardan
lien tidak teraba

tidak ada, asterexis

Ekstremitas: akral

(+) flapping tremor

dingin dan oedema


tidak ada

dingin dan oedema


tidak ada, asterexis (+)
flapping tremor

28

tekan(-), hepardan
lien tidak teraba
Ekstremitas: akral
dingin dan oedema
tidak ada

dinding thorax,
A : Bising usus (+)
normal 8 kali/menit
P : timpani (+),
P : Supel (+), nyeri
tekan(-), hepardan
lien tidak teraba
Ekstremitas: akral
dingin dan oedema
tidak ada

Px. Hematologi : Hb 10.8


Penu
g/dl; hct 30%; AL 9.6
njang
ribu/ul; AT 85 ribu/ul;

Feses rutin :

LFT : Gamma GT 24

Konsistensi lunak;

Urinalisa : warna

Lab darah : PT 19.4

u/l; alkali fosfatase

yellow; kejernihan SI

detik; APTT 45.0

warna hitam; darah,

107 u/l; bilirubin total

cloudy; berat jenis

detik; INR 1.700;

AE 2.94 juta/ul;

lender, lemak, pus,

10.30mg/dl; bilirubin

1.019; pH 7.5;

GDS 89 mg/dl;

HbsAg reactive

makanan tidak

direk 3.74 mg/dl;

leukosit 250; nitrit

albumin 2.5 g/dl; Na

tercerna, parasite (-); bilirubin indirek 6.56

(+); protein/ keton/

132 mmol/L; K 4.0

sel epitel, leukosit

bilirubin (-); glukosa

mmol/L; Ca 1.18

(-); eritrosit (+); telur g/dl; albumin 2.3 g.dl;

normal; urobilinogen

cacing, larva cacing,

globulin 3.7 g/dl,

4 mg/dl; eritrosit

mmol/L
EGD : Varises

proglotid cacing,

HBeAg nonreaktif
Urinalisa : warna

0.06 mg/dl; eritrosit

protozoa, yeast (-)

Hasil SPE terlampir

mg/dl; protein total 6.0

69.1/Ul; leukosit

yellow; kejernihan SI

5.9/LPB;

cloudy; berat jenis

epitel/silinder (-);

1.016; pH 7.5; leukosit

bakteri 4554.5/uL;

75; nitrit/ protein/

Kristal 0.1/uL,

keton/ bilirubin (-);

yeast/sperma (-),

glukosa normal;

konduktivitas 14.3

urobilinogen >8 mg/dl;

mS/cm

eritrosit 0.06 mg/dl;


eritrosit 60.3/Ul;
leukosit 3.0/LPB;

29

esophagus gr 2 post
LVE II, gastropati
hipertensi porta
(Hasil terlampir)

epitel/silinder (-);
bakteri 6754.5/uL;
Kristal 0.1/uL,
yeast/sperma (-),
konduktivitas 14.3
Ass: 1.Encefalophati

1. Encefalophati

hepatikum grade IV
2.Sirosis hepatis

hepatikum grade IV

ec hepatitis B
3.Melena et causa

decompensate Cp C

(perbaikan)
decompensate Cp C 2. Sirosis hepatis

varises esophagus
grade III post LVE I
4.Anemia
normokromik
normositikec
perdarahan
5.Hiponatremi ringan
(130)
6.Hipoalbuminemia
(2,5)

ec hepatitis B
3. Melena et causa
varises esophagus

mS/cm
1.Encefalophati
hepatikum grade IV
(perbaikan)
2.Sirosis hepatis
decompensate Cp C
ec hepatitis B
3.Melena et causa
varises esophagus

1.Encefalophati
hepatikum grade IV
(perbaikan)
2.Sirosis hepatis
decompensate Cp C
ec hepatitis B
3. Melena et causa
varises esophagus

1.Encefalophati
hepatikum grade IV
(perbaikan)
2.Sirosis hepatis
decompensate Cp C
ec hepatitis B
3.Melena et causa
varises esophagus

1.Encefalophati
hepatikum grade IV
(perbaikan)
2.Sirosis hepatis
decompensate Cp C
ec hepatitis B
3.Melena et causa
varises esophagus

grade III post LVE I grade III post LVE I


grade III post LVE I
grade III post LVE I
grade III post LVE I
4. Anemia
4.Anemia
4.Anemia
4.Anemia
4.Anemia
normokromik

normokromik

normokromik

normokromik

normokromik

normositikec

normositik ec

normositikec

normositikec

normositik ec

perdarahan
perdarahan
5. Hiponatremi ringan 5.Hiponatremi ringan

perdarahan
5.Hipoalbuminemi

perdarahan
5.Hipoalbuminemi

perdarahan
5.Hipoalbuminemi

(130)
6. Hipoalbuminemia

(2,3)
6.Hiponatremi ringan

(2,3)
6.Hiponatremi ringan

(2,5)
6.Hiponatremi ringan

(2,5)

(130)
6.Hipoalbuminemia
(2,5)

(130)

30

(130)

(132)

Dx : Feses rutin
Tx :
1. Bedrest total
2. Diet sonde hepar
1700 kkal rendah
garam
3. O2 2lpm nasal

Dx : LFT (gamma
GT, Albumin,
Globulin, Bilirubin
total, dir/indir, Alk
fos), HBeAg
Perbaikan KU

EGD
canul
4. IVFD D5% 16 tpm Tx :
5. Loading NaCl
1. Bedrest total
0,9% s/d 1500 cc 2. Diet sonde hepar
6. Inj ceftriaxone 2
gr/24 jam
7. Inj hepamerz 2

1700 kkal rendah


garam
3. O2 2lpm nasal

Dx : SPE
Dx : urinalisa
Dx : cek lab darah (PT, Tx :
Perbaikan KU EGD Perbaikan KU EGD
APTT, GDS, Albumin, 1. Bedrest tidak total
Tx :
Tx :
2. Diet lunak hepar
elektrolit)
1. Bedrest total
1. Bedrest tidak total
EGD
1700 kkal rendah
2. Diet sonde hepar
2. Diet lunak hepar
Tx :
garam
1700 kkal rendah
1700 kkal rendah 1. Bedrest tidak total 3. Inf NaCl 0,9% 20
garam
3. O2 2lpm nasal

garam
3. Inf NaCl 0,9% 20

canul
tpm
4. IVFD D5% 16 tpm 4. Inj ceftriaxone 2
5. Inj ceftriaxone 2
gr/24 jam
gr/24 jam
5. Inf comafuchsin
6. Inj hepamerz 2 amp
hepar 1 fl/24 jam
dalam D5% drip/12 6. Inj vit K 10 mg/8

amp dalam D5%

canul
jam
4.
IVFD
D5%
16
tpm
7.
Inf comafuchsin
7.
drip/12 jam
5.
Inj
ceftriaxone
2
8. Inf comafuchsin
hepar 1 fl/24 jam
gr/24
jam
8.
Inj vit K 10 mg/8 8.
hepar 1 fl/24 jam
6.
Inj
hepamerz
2
amp
9. Inj vit K 10 mg/8
jam
dalam
D5%
drip/12
9.
Lactulac syr 30 cc/8 9.
jam
10. Lactulac syr 30
cc/8 jam
11. Inj metoclorpramid
10 mg k/p bila

jam
7. Inf comafuchsin
hepar 1 fl/24 jam
8. Inj vit K 10 mg/8
jam

2. Diet lunak hepar


1700 kkal rendah

tpm
4. Inj ceftriaxone 2

garam
3. Inf NaCl 0,9% 20

gr/24 jam
5. Inf comafuchsin

tpm
4. Inj ceftriaxone 2

hepar 1 fl/24 jam


6. Inj vit K 10 mg/8

gr/24 jam
5. Inf comafuchsin

jam
7. Lactulac syr 30 cc/

jam
hepar 1 fl/24 jam
Lactulac syr 30 cc/8 6. Inj vit K 10 mg/8 8.
jam
jam
Propanolol 20
7. Lactulac syr 30 cc/8 9.

mg/12 jam PO
Spironolakton 100 8.
jam
mg 1-0-0-0 PO
10. Inj metoclorpramid 10. Capsul garam 1
9.
10 mg k/p bila
muntah
11. Somatostatin SP

cap/8 jam PO
11. Inf albumin 25%
100 cc

31

jam
Propanolol 20
mg/12 jam PO
Spironolakton 100

mg 1-0-0-0 PO
10. Capsul garam 1

8 jam
Propanolol 20
mg/12 jam PO
Spironolakton 100
mg 1-0-0-0 PO

muntah
12. Somatostatin SP
250 mcg/jam

9. Lactulac syr 30 cc/8


jam
10. Inj metoclorpramid
10 mg k/p bila
muntah
11. Somatostatin SP

Monit GCS
oring KUVS
Tanda perdarahan
Balance cairan

250 mcg/jam
GCS
KUVS
Tanda perdarahan
Cek GDS 22, 05

250 mcg/jam
12. Propanolol 10

cap/8 jam PO

mg/12 jam PO
13. Spironolakton 100
mg 1-0-0-0 PO

Usul pindah

ruangan

Pindah ruang
reguler

32

Usul BLPL

Hasil Pemeriksaan SPE (11 Oktober 2016)

Hasil Pemeriksaan EGD (13 Oktober 2016)

Kesimpulan :
Varises esophagus gr 2
post LVE II
Gastropati hipertensi
portal
Saran :
Medikamentosa
Evaluasi 1 bulan
(bila perlu LVE)

33

BAB II
PEMBAHASAN
Pada pasien ini terdapat berbagai temuan klinis yang menuntun pada diagnosis,
sebagai berikut:
Encefalophati Hepatikum Grade IV
Pasien datang dengan keluhan utama penurunan kesadaran. Penurunan
kesadaran dapat terjadi jika ada gangguan pada Ascending Articular Activating
System (ARAS) yang terletak di batang otak dan bertanggung jawab atas
bangkitnya kesadaran, dan/ atau pada korteks serebri, talamus dan saraf saraf
penghubung yang bertanggung jawab atas fungsi kognitif.
Menurut keluarga sebelum dibawa ke RS pasien masih bisa diajak bicara
namun kesulitan untuk mengingat nama orang dan tempat. Pelo disangkal oleh
keluarga.Pasien juga tampak mengantuk dan berat untuk membuka mata. Keluhan
dirasakan memberat dalam 2 jam SMRS, pasien tiba-tiba tidak dapat di ajak
bicara sama sekali dan juga tidak bisa dibangunkan. Sekitar 6 jam SMRS pasien
mual dan muntah sebanyak 2x, muntah warna kuning berisi cairan dan sisa
makanan, sekali muntah gelas belimbing. Dua hari yang lalu pasien merasa
badannya lemas hingga tidak dapat beraktivitas dan hanya di tempat tidur saja.
Terdapat gangguan tidur pada pasien yaitu sulit tidur di malam hari namun siang
hari mudah tidur. Sebelumnya pasien pernah mondok di RSDM dengan keluhan
serupa yaitu pasien tiba-tiba mengalami penurunan kesadaran, dan dirawat selama
10 hari. Saat perawatan pasien pernah menjalani pemeriksaan teropong.Dikatakan
oleh dokter pasien mengalami komplikasi dari penyakit liver.Keluarga mengaku
mengetahui pasien memiliki sakit liver sejak 2 tahun dan rutin kontrol untuk
berobat.
Pada pemeriksaan fisik, didapatkan GCS pasien E1V1M4 yaitu pada saat
diangsang nyeri pasien tidak mampu membuka mata maupun mengucap kata,
namun pasien dapat menghindar dari rangsangan nyeri tersebut. Didapatkan pula
kulit ikterik, slera ikterik, tampak spider nevi pada dinding thorax, adanya ascites

34

yang dibuktikan dengan dinding perut yang lebih tinggi dari dinding dada, dan
adanya pekak alih serta undulasi pada perkusi abdomen.
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan adanya penurunan
kesadaran yang kemungkinan besar disebabkan oleh penyakit hati kronis.
Penegakan diagnosis ensephalopati hepatikum dikonfirmasi dengan pemeriksaan
penunjang. Pada pemeriksaan laboratorium kimia klinik didapatkan peningkatan
SGOT (77 u/l), peningkatan SGPT (59 u/l), penurunan albumin (2,5 g/dl),
peningkatan bilirubin total (7,13 mg/dl), dan didapatkan HbsAg (+). SGOT
(Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) atau juga dinamakan AST (Aspartat
Aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati,
sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan
pankreas. Pada penyakit hati, kadarnya akan meningkat 10 kali lebih dan akan
tetap demikian dalam waktu yang lama. SGPT (Serum Glutamic Pyruvic
Transaminase) atau juga dinamakan ALT (Alanin Aminotransferase) merupakan
enzim yang banyak ditemukan pada sel hati serta efektif untuk mendiagnosis
destruksi hepatoseluler. Peningkatan bilirubin total juga terjadi pada kerusakan
sel-sel hati, dan peningkatan bilirubin total > 2 mg/dl sudah dapat menimbulkan
manifestasi ikterus pada orag dewasa.
Encephalopati hepatikum yang terjadi pada pasien ini dilihat dari deskripsi
klinis merupakan grade IV , berikut tabelnya :

Ensefalopati hepatika sebagian besar timbul akibat penimbunan toksin di


dalam

darah, yang

terjadi apabila

organ hati

gagal

mengubah

atau

mendetoksifikasi toksin toksin tersebut secara adekuat.


Pada pasien ini, diberikan tatalaksana bedrest total, O2 3 lpm nasal canul
untuk memperbaiki oksigenasi jaringan, diet sonde hepar 1700 kkal rendah garam
35

untuk mengelola terap oral pada pasien yang tidak dapat menelan atau memiliki
risiko aspirasi, IVFD D5% 20 tpm untuk menjaga jangan sampai terjadi dehidrasi
pada

pasien.

IVFD

BCAA 1

flb/24

jam.

Pemberian

BCAA untuk

mengimbangangi porses dari metabolisme amonia. Pada saat terjadi sirosis fungsi
dari hepar untuk metabolisme amonia berkurang, kemudian amonia akan lebih
banya di metabolisme oleh otot. Metabolisme amonia di otot memerlukan banyak
BCAA, sedangkan pada sirosis hepatis produksi BCAA berkurang, jadi
diperlukan tambahan BCAA untuk mengimbangi kebutuhan, sehingga mencegah
progresivitas dari sirosis hepatis.
Inj ceftriaxon 2g/8jam sebagai pengganti antibiotik rifaximin yang
penggunaannya terbukti menunjukkan kesetaraan dalam perbaikan kognitif dan
amonia turun. Inj LOLA (L-Ornithine L-Aspartate 2 amp/12 jam, L-Ornithine-LAspartate secara in vivo bekerja pada dua jalur detoksifikasi amonia, yaitu sintesis
urea dan sintesis glutamine, melalui asam amino ornithine dan aspartate. Sintesis
urea berlangsung pada periportal hepatocytes, dimana ornithine berperan sebagai
aktivator dari dua enzim (enzim ornithine carbamoyl transferase dan enzim
carbamoyl phosphatase synthetase) dan sebagai substrat untuk sintesis urea.
Sintesis glutamine terlokalisasi di perivenous hepatocytes. Khusus pada kondisi
patologis, aspartate dan dicarboxylates lainnya, termasuk produk metabolik dari
ornithine, dibawa ke dalam sel yang akan digunakan dalam pembentukkan
glutamine untuk mengikat amonia. Pada psien juga diberikan Lactulosa 15 cc/8
jam PO, lactulose adalah suatu disakarida yang tidak bisa terabsorbsi. Lactulose
menghambat produksi ammonia dari sistem pencernaan dengan berbagai
mekanisme. Konversi lactulose menjadi asam laktat dan asam asetat merupakan
hasil dari pengasaman lumen usus. Hal ini akan mengubah ammonia (NH3)
menjadu ammonium (NH4+), akibat dari impermeabilitas relatif dari membran,
NH4+ tidak mudah diabsorbsi, sehingga sisanya terjebak di dalam kolon,
sehingga terjadi penurunan ammonia plasma. Pengasaman pencernaan juga
menghambat pertumbuhan bakteri coliform ammoniagenic, sehingga bakteri
lactobacili non amoniagenic meningkat. Lactulose juga bekerja sebagai katarsis,
mengurangi beban bakteri kolon.

36

Sirosis Hepatis Decompensata Child Pugh C et causa Hepatitis B


Dari anamnesis, pasien mengeluhkan badan terasa lemah seluruh tubuh
sejak 2 hari SMRS.Pasien muntah berulang 2 kali, mual (+). Riwayat memiliki
sakit liver sejak 2 tahun dan rutin kontrol berobat. Pada Pemeriksaan Fisik
didapatkan Kulit ikterik; sclera ikterik (+/+); spider nevi (+); Dinding perut lebih
tinggi dari pada dinding thorax, pekak alih (+) undulasi (+)
Pemeriksaan Penunjang : Hb 9,4 g/dl, Hct 26%, AT 89 ribu/ul, AE 2,58 juta/ul;
SGOT 77 u/l; SGPT 59 u/l; Albumin 2,5 g/dl; bilirubin 7,13 mg/dl; PT 19,2 detik;
Na 130 mmol/L; HbsAg reaktif. USG Abdomen : Diffuse parenchymal liver
disease, asites
Dari

anamnesis,

pemeriksaan

fisik,

dan

pemeriksaan

penunjang

didapatkan adanya Sirosis hati. Sirosis hati adalah kerusakan pada sel-sel hati
yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel hati yang mati
sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sirosis hati yang diderita
oleh pasien kemungkinan besar disebabkan oleh hepatitis B kronis yang telah
diderita pasien.Secara fungsional, sirosis hati pasien termasuk dalam jenis sirosis
hati dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, karenapada stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus. Berikut
klasifikasi sirosis hati Child Pugh :
Measure

Total bilirubin, mol/L

<34

(mg/dL)

(<2)

Serum albumin, g/dL


Prothrombin time,
prolongation (s)
Ascites

2 points

point

3 points

34-50 (2-3)

>50 (>3)

>3.5

2.8-3.5

<2.8

<4.0

4.0-6.0

> 6.0

Mild (or suppressed

Moderate to Severe

with medication)

(or refractory)

Grade I-II

Grade III-IV

None

Hepatic encephalopathy None

37

Interpretasi
Points Class One year survival Two year survival
5-6

100%

85%

7-9

81%

57%

10-15 C

45%

35%

Pada pasien ini termasuk dalam kategori Child-pugh C dengan skor 13, berikut
hasil rincian penilaiannya:
Measure

Total bilirubin, mol/L

<34

(mg/dL)

(<2)

Serum albumin, g/dL


Prothrombin time,
prolongation (s)
Ascites

2 points

point

3 points

34-50 (2-3)

>50 (>3)

>3.5

2.8-3.5

<2.8

<4.0

4.0-6.0

> 6.0

Mild (or suppressed

Moderate to Severe

with medication)

(or refractory)

Grade I-II

Grade III-IV

None

Hepatic encephalopathy None

Tatalaksana yg diberikan kepada pasien ini adalah Bedrest total, Diet


sonde hepar 1700 kkal yaitu diet rendah garam dan lemak, IVFD RL 20 tpm,
Propanolol 10 mg/24 jam PO dilaporkan dapat menurunkan hepatic venous
pressure gradient (HVPG) sebesar 20% atau lebih serta bisa mengurangi
komplikasi sirosis hati seperti peritoitis bakterial spontan dan infeksi lainnya,
Spironolakton 100 mg/24 jam PO diuretik hemat kalium, karena hipokalemia bisa
memperparah kondisi ensefalopati hepatik pasien.
Melena e.c Varices esophagus grade III post LVE I

38

Pada anamnesis didapatkan riwayat memiliki sakit liver sejak 2 tahun.


Pasien pernah menjalani pemeriksaan teropong, didapatkan komplikasi dari
penyakit liver. Pada pemeriksaan rectal toucher didapatkan feses lunak berwarna
hitam dan lengket. Pada pemeriksaan EGD : Varises esofagus grade III post LVE
I, Gastropati hipertensi portal.
Dari anamnesis dan pemeriksaan penunjang di atas, didapatkan adanya
melena yang dibuktikan dengan pemeriksaan rectal toucher, yang penyebabnya
adalah varises esofagus. Varises esofagus merupakan salah satu komplikasi dari
sirosis hepatis dan adanya hipertensi portal pada pasien. Untuk kemudahan
penggolongan varises, konsensus Inggris dan Beveno I-III menganjurkan
penggunaan klasifikasi seperti berikut :

Tingkat 1 : varises yang kolaps pada saat inflasi esophagus oleh udara

Tingkat 2 : varises antara tingkat 1 dan 3

Tingkat 3 : varises yang cukup untuk menutup lumen esophagus


Pada pasien ini, varises esofagus termasuk grade III. Pada pasien telah

dilakukan LVE (Ligasi Varises secara Endoskopik)

Pada pasien direncakan pemeriksaan feses rutin, dan telah dilakukan pemeriksaan
feses rutin pada tanggal dengan hasil konsistensi feses lunak; warna hitam; darah,
lender, lemak, pus, makanan tidak tercerna, parasite (-); sel epitel, leukosit (-);
eritrosit (+); telur cacing, larva cacing, proglotid cacing, protozoa, yeast (-).
Pasien diberi tatalaksana somatostatin 250 mcg bolus, dilanjutkan SP 250
mcg/jam, pemberian somastostatin bertujuan untuk mengurangi perdarahan pada

39

varises

oesophagus.

Pada

dasarnya

somatostatin

akan

menyebabkan

vasokonstriksi dari pembuluh darah kolateral vena portae . Hal ini secara tidak
langsung akan mengurangi perdarahan.

Anemia normokromik normositik et causa perdarahan


Dari hasil pemeriksaan laboratorium Hb 9,4 g/dl; MCV 80.0/um; MCH
28,0 Pg; MCHC 33,1 g/dl. Anemia adalah keadaan berkurangnya jumlah eritrosit
atau hemoglobin (protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga
tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup
ke jaringan perifer sehingga pengiriman O2 ke jaringan menurun.
Kelompok

Umur

Hemoglobin (g/dl)

Anak

6 bulan 6 tahun
6 tahun 14 tahun
Wanita dewasa
Laki-laki dewasa
Ibu hamil

<11
<12
<12
<13
<11

Dewasa

WHO, 2001
Pada Anemia normositik normokrom terjadi penurunan jumlah eritrosit
tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin (Indeks eritrosit normal
pada anak: MCV 73 101 fl, MCH 23 31 pg , MCHC 26 35 %), bentuk dan
ukuran eritrosit. Anemia normositik normokrom disebabkan oleh karena
perdarahan akut, hemolisis, dan penyakit-penyakit infiltratif metastatik pada
sumsum tulang. Pada pemeriksaan gambaran darah tepi, akan tampak seperti
gambar di bawah.

40

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HEPATIS
A. DEFINISI
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari
kata Khirrosyang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan
warna pada nodul-nodulyang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat
dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari
struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
mengalami fibrosis.
Secara lengkap Sirosis hati adalah Kemunduran fungsi liver yang
permanen yang ditandai dengan perubahan histopatologi. Yaitu kerusakan
pada sel-sel hati yang merangsang proses peradangan dan perbaikan sel-sel
hati yang mati sehingga menyebabkan terbentuknya jaringan parut. Sel-sel
hati yang tidak mati beregenerasi untuk menggantikan sel-sel yang telah mati.
Akibatnya, terbentuk sekelompok-sekelompok sel-sel hati baru (regenerative
nodules) dalam jaringan parut.
B. EPIDEMOLOGI

41

Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40
49 tahun.
C. ETIOLOGI
1. Alkohol
adalah suatu penyebab yang paling umum dari cirrhosis, terutama
didunia barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan
keteraturan dari konsumsi alkohol. Konsumsi alkohol pada tingkat-tingkat
yang tinggi dan kronis melukai sel-sel hati. Tiga puluh persen dari
individu-individu yang meminum setiap harinya paling sedikit 8 sampai
16 ounces minuman keras (hard liquor) atau atau yang sama dengannya
untuk 15 tahun atau lebih akan mengembangkan sirosis. Alkohol
menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati; dari hati berlemak
yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih
serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke
sirosis. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) merujuk pada suatu
spektrum yang lebar dari penyakit hati yang, seperti penyakit hati
alkoholik (alcoholic liver disease), mencakup dari steatosis sederhana
(simple steatosis), ke nonalcoholic Steatohepatitis (NASH), ke sirosis.
Semua tingkatan-tingkatan dari NAFLD mempunyai bersama-sama
akumulasi lemak dalam sel-sel hati. Istilah nonalkoholik digunakan karena
NAFLD terjadi pada individu-individu yang tidak mengkonsumsi jumlahjumlah alkohol yang berlebihan, namun, dalam banyak aspek-aspek,
gambaran mikroskopik dari NAFLD adalah serupa dengan apa yang dapat
terlihat pada penyakit hati yang disebabkan oleh alkohol yang berlebihan.
NAFLD dikaitkan dengan suatu kondisi yang disebut resistensi insulin,
yang pada gilirannya dihubungkan dengan sindrom metabolisme dan
diabetes mellitus tipe 2. Kegemukan adalah penyebab yang paling penting
dari resistensi insulin, sindrom metabolisme, dan diabetes tipe 2. NAFLD

42

adalah penyakit hati yang paling umum di Amerika dan adalah


bertanggung jawab untuk 24% dari semua penyakit hati.
2. Sirosis Kriptogenik,
Cryptogenic cirrhosis (sirosis yang disebabkan oleh penyebabpenyebab yang tidak teridentifikasi) adalah suatu sebab yang umum untuk
pencangkokan

hati.

Di-istilahkan

sirosis

kriptogenik

(cryptogenic

cirrhosis) karena bertahun-tahun para dokter telah tidak mampu untuk


menerangkan mengapa sebagian dari pasien-pasien mengembangkan
sirosis. Dipercaya bahwa sirosis kriptogenik disebabkan oleh NASH
(nonalcoholic steatohepatitis) yang disebabkan oleh kegemukan, diabetes
tipe 2, dan resistensi insulin yang tetap bertahan lama. Lemak dalam hati
dari pasien-pasien dengan NASH diperkirakan menghilang dengan
timbulnya sirosis, dan ini telah membuatnya sulit untuk para dokter
membuat hubungan antara NASH dan sirosis kriptogenik untuk suatu
waktu yang lama. Satu petunjuk yang penting bahwa NASH menjurus
pada sirosis kriptogenik adalah penemuan dari suatu kejadian yang tinggi
dari NASH pada hati-hati yang baru dari pasien-pasien yang menjalankan
pencangkokan hati untuk sirosis kriptogenik. Akhirnya, suatu studi dari
Perancis menyarankan bahwa pasien-pasien dengan NASH mempunyai
suatu risiko mengembangkan sirosis yang serupa seperti pasien-pasien
dengan infeksi virus hepatitis C yang tetap bertahan lama. Bagaimanapun,
kemajuan ke sirosis dari NASH diperkirakan lambat dan diagnosis dari
sirosis secara khas dibuat pada pasien-pasien pada umur kurang lebih 60
tahun.
3. Hepatitis Virus Yang Kronis
Suatu kondisi dimana hepatitis B atau hepatitis C virus menginfeksi
hati bertahun-tahun. Kebanyakan pasien-pasien dengan hepatitis virus
tidak akan mengembangkan hepatitis kronis dan sirosis. Contohnya,
mayoritas dari pasien-pasien yang terinfeksi dengan hepatitis A sembuh
secara penuh dalam waktu berminggu-minggu, tanpa mengembangkan
infeksi yang kronis. Berlawanan dengannya, beberapa pasien-pasien yang

43

terinfeksi dengan virus hepatitis B dan kebanyakan pasien-pasien


terinfeksi dengan virus hepatitis C mengembangkan hepatitis yang kronis,
yang pada gilirannya menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan
menjurus pada sirosis, dan adakalanya kanker-kanker hati.
4. Kelainan-Kelainan Genetik Yang Diturunkan/Diwariskan
berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang
menjurus pada kerusakkan jaringan dan sirosis. Contoh-contoh termasuk
akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit
Wilson).

Pada

hemochromatosis,

pasien-pasien

mewarisi

suatu

kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari


makanan. Melalui waktu, akumulasi besi pada organ-organ yang berbeda
diseluruh tubuh menyebabkan sirosis, arthritis, kerusakkan otot jantung
yang menjurus pada gagal jantung, dan disfungsi (kelainan fungsi) buah
pelir yang menyebabkan kehilangan rangsangan seksual. Perawatan
ditujukan pada pencegahan kerusakkan pada organ-organ dengan
mengeluarkan besi dari tubuh melaui pengeluaran darah. Pada penyakit
Wilson, ada suatu kelainan yang diwariskan pada satu dari protein-protein
yang mengontrol tembaga dalam tubuh. Melalui waktu yang lama,
tembaga berakumulasi dalam hati, mata, dan otak. Sirosis, gemetaran,
gangguan-gangguan psikiatris (kejiwaan) dan kesulitan-kesulitan syaraf
lainnya terjadi jika kondisi ini tidak dirawat secara dini. Perawatan adalah
dengan obat-obat oral yang meningkatkan jumlah tembaga yang
dieliminasi dari tubuh didalam urin.
5. Primary biliary cirrhosis (PBC)
Suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistim
imun yang ditemukan sebagian besar pada wanita-wanita. Kelainan
imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan perusakkan yang kronis
dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh
empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke
usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan

44

penyerapan lemak dalam usus, dan juga campuran-campuran lain yang


adalah produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin. (Bilirubin dihasilkan
dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang
tua). Bersama dengan kantong empedu, pembuluh-pembuluh empedu
membuat saluran empedu. Pada PBC, kerusakkan dari pembuluhpembuluh kecil empedu menghalangi aliran yang normal dari empedu
kedalam usus. Ketika peradangan terus menerus menghancurkan lebih
banyak

pembuluh-pembuluh

empedu,

ia

juga

menyebar

untuk

menghancurkan sel-sel hati yang berdekatan. Ketika penghancuran dari


hepatocytes menerus, jaringan parut (fibrosis) terbentuk dan menyebar
keseluruh area kerusakkan. Efek-efek yang digabungkan dari peradangan
yang progresif, luka parut, dan efek-efek keracunan dari akumulasi
produk-produk sisa memuncak pada sirosis.
6. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)
adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan
pada pasien-pasien dengan radang borok usus besar. Pada PSC, pembuluhpembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit,
dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksiinfeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning)
dan akhirnya menyebabkan sirosis. Pada beberapa pasien-pasien, luka
pada pembuluh-pembuluh empedu (biasanya sebagai suatu akibat dari
operasi) juga dapat menyebabkan rintangan dan sirosis pada hati.
7. Hepatitis Autoimun
adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistim
imun yang ditemukan lebih umum pada wanita-wanita. Aktivitas imun
yang abnromal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan
penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif, menjurus akhirnya
pada sirosis.
8. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary
atresia) dan akhirnya mengembangkan sirosis. Bayi-bayi lain dilahirkan
dengan kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang

45

menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian


yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan
sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
9. Lain-lain
Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksireaksi yang tidak umum pada beberapa obat-obat dan paparan yang lama
pada racun-racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada
bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi
hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling
umum dari penyakit hati dan sirosis.
D. PATOFISIOLOGI
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun
sel-sel hati yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk
menghasilkan dan mengeluarkan unsur-unsur dari darah, mereka tidak
mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan darah, dan ini
mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan
unsur-unsur dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang
bersirosis menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai
suatu akibat dari rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat pada
vena portal, dan tekanan dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang
disebut hipertensi portal. Karena hambatan pada aliran dan tekanan-tekanan
tinggi dalam vena portal, darah dalam vena portal mencari vena-vena lain
untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena dengan tekanan-tekanan yang
lebih rendah yang melewati hati. Hati tidak mampu untuk menambah atau
mengeluarkan unsur-unsur dari darah yang melewatinya.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah
porta dan peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi
jika tekanan dalam sistem vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai
normal tergantung dari cara pengukuran, terapi umumnya sekitar 7 mmHg.
Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan oleh adanya hambatan
aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena splanikus.

46

Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi
vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan
tahanan vaskuler dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra
hepatik) yang dapat terjadi presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan
obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra hepatik).
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan
dengan penyakit hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang
patologis. Tekanan portal normal berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi
portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam sistem portal yang sifatnya
menetap di atas harga normal.
Hipertensi portal dapat terjadi ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra
hepatik. Obstruksi vena porta ekstra hepatik merupakan penyebab 50-70%
hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak spesifik
penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan
supra hepatik lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5
tahun yang tidak mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati
dan saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirosis, canaliculi
adalah abnormal dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak,
tepat seperti hubungan antara sel-sel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid.
Sebagai akibatnya, hati tidak mampu menghilangkan unsur-unsur beracun
secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam tubuh. Dalam suatu
tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim
hati mengandung nodul halus dan kecil yang merata. Sirosis mikronodular
besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang

47

berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan


makronodular.
2. Makronodular
sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul
besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau
terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada
stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya
stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan
stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.
Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh :
Skor/parameter
Bilirubin(mg %)
Albumin(mg %)
Protrombin time

1
< 2,0
> 3,5
> 70

2
2-<3
2,8 - < 3,5
40 - < 70

3
> 3,0
< 2,8
< 40

(Quick %)
Asites

Min. sedang

Banyak (+++)

Tidak ada

(+) (++)
Stadium 1 & 2

Stadium 3 & 4

Hepatic
Encephalopathy

F. MANIFESTASI KLINIS
Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang
terjadi. Sirosis Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling
rendah Child A, Child B, hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni
Child C. Gejala yang biasa dialami penderita sirosis dari yang paling ringan
yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang paling berat yakni bengkak pada
48

perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik pada tubuh
penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.

Palmar Eritem

Spider Naevi

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum


termasuk:
1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin
dalam darah
2. Asites, edema pada tungkai
3. Hipertensi portal
4. Kelelahan
5. Kelemahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Gatal
8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah
oleh hati yang sakit.

49

Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam
amino rantai cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin
digunakan sebagai sumber energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai
sumber energi) dan untuk metabolisme amonia. Dalam hal ini, otot rangka
berperan sebagai organ hati kedua sehingga disarankan penderita sirosis hati
mempunyai massa otot yang baik dan bertubuh agak gemuk. Dengan
demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata
dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.
Penderita sirosis hati harus meringankan beban kerja hati. Aktivitas
sehari-hari disesuaikan dengan kondisi tubuh. Pemberian obat-obatan
(hepatotoksik) harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Penderita harus
melakukan diet seimbang, cukup kalori, dan mencegah konstipasi. Pada
keadaan tertentu, misalnya, asites perlu diet rendah protein dan rendah garam.
G. KOMPLIKASI
1. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjalginjal untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan
air pertama-tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelanganpergelangan kaki dan kaki-kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau
duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. Ketika
sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan
pembengkakkan perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang
meningkat.
2. Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna
untuk

bakteri-bakteri

berkembang.

Secara

normal,

rongga

perut

mengandung suatu jumlah yang sangat kecil cairan yang mampu melawan
infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang masuk ke perut (biasanya

50

dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam vena portal dan
ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul
didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai
tambahan, lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus
kedalam ascites. Oleh karenanya, infeksi didalam perut dan ascites,
dirujuk sebagai spontaneous bacterial peritonitis atau SBP, kemungkinan
terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Beberapa
pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejala-gejala, dimana yang
lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan kelembutan perut,
diare, dan memburuknya ascites.
3. Perdarahan

dari

Varises-Varises

Kerongkongan

(Oesophageal

Varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang
kembali ke jantung dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena
portal (hipertensi portal). Ketika tekanan dalam vena portal menjadi cukup
tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di sekitar hati melalui vena-vena
dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai jantung. Vena-vena
yang paling umum yang dilalui darah untuk melewati hati adalah venavena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan
bagian atas dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan
peningkatan tekanan yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan
yang lebih bawah dan lambung bagian atas mengembang dan mereka
disebut sebagai esophageal dan gastric varices; lebih tinggi tekanan portal,
lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang pasien mendapat
perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus) atau
lambung.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk
dimana saja didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini
adalah jarang. Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien
yang diopname karena perdarahan yang secara aktif dari varices-varices

51

kerongkongan mempunyai suatu risiko yang tinggi mengembangkan


spontaneous bacterial peritonitis.

4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari
pencernaan dan penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara
normal terdapat dalam usus. Bakteri akan memetabolisme protein untuk
fungsil sel mereka dan mengeluarkan unsure metabolisme. Unsur-unsur ini
kemudian dapat diserap kedalam tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini,

52

contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek beracun pada otak.


Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal
ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi
(dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah,
fungsi dari otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic
encephalopathy. Tidur waktu siang hari daripada pada malam hari
(kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara gejala-gejala
paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat
lekas marah, ketidakmampuan untuk konsentrasi atau melakukan
perhitungan-perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkattingkat kesadaran yang tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang
parah/berat menyebabkan koma dan kematian.
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan
hepatorenal syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius
dimana fungsi dari ginjal-ginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan
fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada kerusakn fisik pada ginjalginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam cara darah mengalir melalui ginjal-ginjalnya.
Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari
ginjal-ginjal

untuk

membersihkan

unsur-unsur

dari

darah

dan

menghasilkan jumlah-jumlah urin yang memadai walaupun beberapa


fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti retensi garam,
dipelihara/dipertahankan.
6. Hepatopulmonary syndrome
Jarang, beberapa pasien-pasien dengan sirosis yang berlanjut dapat
mengembangkan hepatopulmonary syndrome. Pasien-pasien ini dapat
mengalami kesulitan bernapas karena hormon-hormon tertentu yang
dilepas pada sirosis yang telah berlanjut menyebabkan paru-paru berfungsi
secara abnormal. Persoalan dasar dalam paru adalah bahwa tidak cukup

53

darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah kecil dalam paru-paru


yang berhubungan dengan alveoli (kantung-kantung udara) dari paru-paru.
Darah yang mengalir melalui paru-paru dilangsir sekitar alveoli dan tidak
dapat mengambil cukup oksigen dari udara didalam alveoli. Sebagai
akibatnya pasien mengalami sesak napas, terutama dengan pengerahan
tenaga.
7. Hyperspleenism
Limpa (spleen) secara normal bertindak sebagai suatu saringan
(filter) untuk mengeluarkan/menghilangkan sel-sel darah merah, sel-sel
darah putih, dan platelet-platelet (partikel-partikel kecil yang penting
uktuk pembekuan darah) yang lebih tua. Darah yang mengalir dari limpa
bergabung dengan darah dalam vena portal dari usus-usus. Ketika tekanan
dalam vena portal naik pada sirosis, ia bertambah menghalangi aliran
darah dari limpa. Darah tersendat dan berakumulasi dalam limpa, dan
limpa membengkak dalam ukurannya, suatu kondisi yang disebut sebagai
splenomegaly. Adakalanya, limpa begitu bengkaknya sehingga ia
menyebabkan sakit perut.
Ketika limpa membesar, ia menyaring keluar lebih banyak dan lebih
banyak sel-sel darah dan platelet-platelet hingga jumlah-jumlah mereka
dalam darah berkurang. Hypersplenism adalah istilah yang digunakan
untuk menggambarkan kondisi ini, dan itu behubungan dengan suatu
jumlah sel darah merah yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih yang
rendah (leucopenia), dan/atau suatu jumlah platelet yang rendah
(thrombocytopenia). Anemia dapat menyebabkan kelemahan, leucopenia
dapat menjurus pada infeksi-infeksi, dan thrombocytopenia dapat
mengganggu pembekuan darah dan berakibat pada perdarahan yang
diperpanjang (lama).
8. Kanker Hati (hepatocellular carcinoma)
Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja meningkatkan risiko
kanker hati utama/primer (hepatocellular carcinoma). Utama (primer)
merujuk pada fakta bahwa tumor berasal dari hati. Suatu kanker hati

54

sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan
menyebar (metastasizes) ke hati.
H. DIAGNOSTIK DAN PENATALAKSANAAN
1. Pemeriksaan Diagnostik
a.

Scan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan


jaringan hati,

b.

Kolesistografi/kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus


empedu yang mungkin sebagai faktor predisposisi.

c.

Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus

d.

Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi


system vena portal,

e.

Pemeriksaan Laboratorium :
Bilirubin serum, AST(SGOT)/ALT(SPGT),LDH, Alkalin fosfotase,
Albumin serum, Globulin, Darh lengkap, masa prototrombin,
Fibrinogen, BUN, Amonia serum, Glukosa serum, Elektrolit, kalsium,
Pemeriksaan nutrient, Urobilinogen urin, dan Urobilinogen fekal.

2. Penatalaksanaan
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
a. Simtomatis
b. Supportif, yaitu :
1) Istirahat yang cukup
2) Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;misalnya : cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
3) Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba
dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan
strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum
pernah mendapatkan pengobatan IFN seperti a) kombinasi IFN
dengan ribavirin, b) terapi induksi IFN, c) terapi dosis IFN tiap
hari.

55

a) Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit
3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat
badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang
diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
b) Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan
dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4
minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
c) Terapi dosis interferon setiap hari.
Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap
hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
c. Pengobatan yang spesifik dari sirosis hati akan diberikan jika telah
terjadi komplikasi seperti
1) Asites
Dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
-

Istirahat

diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan


istirahat dan diet rendah

garam dan penderita dapat berobat

jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.


-

Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani
diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan
berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat
salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah
hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encephalopaty
hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan
dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya
bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal
diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.

2) Spontaneous bacterial peritonitis

56

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III


(Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara
oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis
dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu.
3) Hepatorenal Sindrome
Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian
Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit
seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan
secara konservatif dapat dilakukan berupa : Restriksi cairan,garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
Nefrotoxic.
Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan
Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak
bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil
jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien
yangakan dilakukan transplantasi.
Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan
perbaikan dan fungsiginjal.
4) Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan
etiologi seringdinorduakan, namun yang paling penting adalah
penanganannya lebih dulu. Prinsippenanganan yang utama adalah
tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil,dalam keadaan
ini maka dilakukan :
-

Pasien diistirahatkan dan dipuasakan

Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu


transfusi

Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak


sekali kegunaannyayaitu : untuk mengetahui perdarahan,
cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi darah

57

Pemberian

obat-obatan

berupa

antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin

K,

Vasopressin,

Octriotide dan Somatostatin


-

Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka


menghentikan
Tamponade

perdarahan
dan

misalnya

Pemasangan

TindakanSkleroterapi

Ligasi

Ballon
aatau

Oesophageal Transection.
5) Ensefalopati Hepatik
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
-

mengenali dan mengobati factor pencetus

intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak


serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :

Diet rendah protein

Pemberian antibiotik (neomisin)

Pemberian lactulose/ lactikol

Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter

Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)

Tak langsung (Pemberian AARS)

I. PROGNOSIS
Prognosis sirosis hepatis menjadi buruk apabila:
-

Ikterus yang menetap atau bilirubin darah > 1,5 mg%

Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar

Kadar albumin rendah (< 2,5 gr%)

Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus

Hati mengecil

Perdarahan akibat varises esophagus

Komplikasi neurologis

Kadar protrombin rendah

Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg

58

ENSEFALOPATI HEPATIK

A. DEFINISI
Ensefalopati hepatik (HE) adalah suatu keadaan terjadinya disfungsi
otak yang disebabkan oleh kerusakan hepar. HE bermanifestasi klinis sebagai
bentuk kelainan neurologis dan psikiatri berawal dari perubahan subklinis lalu
akan berubah menjadi koma.
Ensefalopati hepatik merupakan suatu sindrom neuropsikiatrik yang
umumnya terjadi karena kadar protein yang tinggi di saluran pencernaan atau
karena stress metabolik akut (perdarahan saluran pencernaan, infeksi, dan
gangguan elektrolit pada pasien dengan portal-systemic shunting. Gejalagejala yang muncul umumnya gejala neuropsikiatrik diantaranya confusion,
flapping tremor, koma.
Ensefalopati hepatik adalah suatu kompleks suatu gangguan susunan

59

saraf pusat yang paling banyak dijumpai pada pasien dengan gagal hati.
Kelainan ini ditandai oleh gangguan memori dan perubahan kepribadian.
B. ETIOLOGI
Ensefalopati hepatik dapat muncul pada hepatitis fulminan atau yang
disebut dengan gagal hati akut akibat nekrosis hepatosit massif atau gangguan
fungsional hepatosit berat yang disebabkan oleh obat-obatan, atau racun,
namun umumnya muncul pada sirosis atau penyakit kronik lainnya saat terjadi
kolateral portal-sistemik yang besar sebagai komplikasi dari hipertensi portal.
Bahan-bahan yang diserap kedalam aliran darah dari usus, akan melewati hati,
dimana racun-racunnya akan dibuang. Pada ensefalopati hepatic yang terjadi
adalah:
1. Racun-racun yang tidak dibuang karena funsi hati terganggu.
2. Telah terbentuk hubungan antara system portal dan sirkulasi umum
(sebagai akibat dari penyakit hati) sehingga racun tadak melewati hati.
apapun penyebabnya akibatnya adalah sampainya racun di otak dan
mempengaruhi fungsi otak. Tingginya kadar hasil pemecahan protein
dalam darah misalnya ammonia, akan memegang peranan yang penting
dalam terjadinya ensephalopati hepatikum.
Ensepalopati hepatikum dibagi menjadi dua tipe yaitu tipe akut terjadi
keadaan prekoma atau koma hepatikum dalam waktu yang singkat yaitu
kurang dari 8 minggu, sedangkan pada tipe subakut terjadi prekoma atau koma
hepatikum dalam waktu 8 minggu dari gejala awal. Etiologi umumnya adalah
hepatitis akut (fulminan), hepatitis alkoholik, reaksi atau keracunan obat,
bahan kimia. Dapat juga karena penyakit lain, seperti kelainan pembuluh
darah, seperti iskemia hati, veno occlusive disease, heat stroke, infiltrasi
maligna, syok berat atau tanpa sepsis.
Pada Tipe ensepalohepatikum tipe kronik sering terjadi pada sirosis hati
dengan kolateral porto-sistemik yang ekstensif. Di sini didapatkan gejalagejala gangguan mental, emosional atau kelainan neurologik dalam periode
berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Faktor etiologinya :

60

1. Penyakit hati menahun dengan kolateral portal-sistemik yang ekstensif,


diit protein yang berlebihan, aktivitas bakteri usus yang berlebihan.
2. Sirosis hati dengan atau tanpa komplikasi
3. Hepatoma (karsinoma hepatoseluler)
Koma hepatikum tipe kronik dapat timbul pada sirosis hepatis tahap
terminal atau akibat faktor pencetus seperti diuresis yang berlebihan,
perdarahan, parasentesis cairan asites, diare dan muntah berlebihan,
pembedahan, terlalu banyak minum alkohol, pemberian sendatif, infeksi dan
konstipasi.
C. EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian ensephalohepatik di Indonesia sangat sedikit dan jarang
dilakukan penelitian. Ensefalopati hepatic merupakan sindrom yang di
Indonesia sering ditemukan adalah pada pasien dengan sirosis hati. Insidensi
dan prevalensi HE terhubungan dengan keparahan yang mendasari terjadinya
kerusakan hati. Pada pasien dengan sirosis, gejala yang seluruhnya tampak
adalah suatu kejadian yang mendefinisikan fase dekompensasi penyakit,
seperti asites.
Manifestasi HE mungkin dengan diagnosis sirosis hepatis ditemukan
sekitar 10-14%, 16-21% pada orang dengan dekompensasi sirosis dan 10-50%
pasien dengan transjugular interhepatik portosistemik shunt (TIPS).Angka
kumulatif menunjukkan bahwa HE terjadi pada 30% -40% dari mereka
dengan sirosis pada beberapa waktu selama perjalanan klinis dan dalam
pertahanan pada banyak kasus berulang.
D. KLASIFIKASI
Ensefalopati hepatik dapat diklasifikasi berdasarkan 4 faktor :
Grade
Grade I

Klinis
- Kurang kesadaran ringan

Kriteria
Meskipun orientasi waktu dan

Kecemasan

ruang,

Waktu perhatian menjadi beberapa kerusakan kognitif/


pendek

kebiasaan
61

pasien
dengan

terdapat
respon

Grade II

Grade III

Irama tidur terganggu

standar

Subtraksi
Letargi atau apatis

fisik
Disorentasi

Disorentasi waktu

(sediktnya tiga yang salah:

Perubahan personality yang hari pada bulan, hari pada

pemeriksaan
untuk

waktu

nyata

minggu, bulan, musim atau

Kebiasaan tidak pantas

tahun) yang lain disebutkan

Dispraksia

gejala

Asteriksis
Somnolen

menjadi

stupor
-

Grade IV

pada

Kurang

semi disorentasi juga untuk ruang


(sedikitnya

respon

tiga

diikuti

terhadap disampaikan salah: negara,

stimulus

wilayah, kota atau tempat)

Kebingungan

yang lain disebutkan gejala

Disorentasi nyata

- Kebiasaan aneh
Koma

Tidak respon terhadap nyeri

1. Menurut cara terjadinya


a) EH tipe akut : Pada ensepalopati tipe aku terjadi secara tiba-tiba
dengan perjalanan penyakit yang pendek, sangat cepat memburuk
jatuh dalam koma, sering kurang dari 24 jam. Tipe ini antara lain
hepatitis virus fulminan, hepatitis karena obat dan racun, sindroma
reye atau dapat pula pada sirosis hati.
b) EH tipe kronik :Terjadi dalam periode yang lama, berbulan-bulan
sampai dengan bertahun-tahun. Suatu contoh klasik adalah EH yang
terjadi pada sirosis hepar dengan kolateral sistem porta yang ekstensif,
dengan tanda-tanda gangguan mental, emosional atau kelainan
nueurologik yang berangsur-angsur makin berat.
2. Menurut faktor etiologinya
a) EH primer atau Endogen
Pada tipe primer terjadi tanpa adanya faktor pencetus, merupakan
tahap akhir dari kerusakan sel-sel hati yang difus nekrosis sel hati yang
meluas. Pada hepatitis fulminan terjadi kerusakan sel hati yang difus
62

dan cepat, sehingga kesadaran terganggu, gelisah, timbul disorientasi,


berteriak-teriak, kemudian dengan cepat jatuh dalam keadaan koma,
sedangkan pada siridis hepar disebabkan fibrosi sel hati yang meluas
dan biasanya sudah ada sistem kolateral, ascites. Disini gangguan
disebabkan adanya zat racun yang tidak dapat dimetabolisir oleh hati.
Melalui sistem portal atau kolateral mempengaruhi susunan saraf
pusat.
b) EH Sekunder atau Eksogen
Terjadi karena adanya faktor-faktor pencetus pada pederita yang
telah mempunyai kelainan hati factor-faktor tersebut antara lain
adalah: gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan PH, pendarahan
gastrointestinal, operasi besar, infeksi berat, intake protein berlebihan,
konstipasi lama yang berlarut-larut, obat obat narkotik atau hipnotik,
pintas porta sistemik, baik secara alamiah maupun pembedahan, dan
azotemia
E. PATOGENESIS
Ensefalopati hepatika sebagian besar timbul akibat penimbunan toksin di
dalam darah, yang terjadi apabila organ hati gagal mengubah atau
mendetoksifikasi toksin toksin tersebut secara adekuat. Hati yang sakit tidak
hanya gagal mendetoksifikasi darah karena gangguan fungsi hepatosit tetapi
juga hanya mendapatkan sedikit darah untuk mendetoksifikasi dari jumlah
biasanya karena sebagian besar aliran darah porta di alirkan oleh tingginya
resistensi dan hipertensi porta . Tekanan osmotik meningkat karena
penumpukan

toksin

dan

produk

sisa

metabolik,

sehingga

terjadi

pembengkakan otak dan edema serebral . Salah satu toksin yang menumpuk
dan yang diduga merupakan penyebab dari banyak gejala ensefalopati
hepatika adalah amonia. Amonia adalah produk sampingan metabolisme
protein dan kerja bakteri usus. Salah satu fungsi penting hati adalah mengubah
amonia menjadi urea. Tidak seperti amonia, urea mudah diekskresikan oleh
ginjal.

63

Apabila amonia tidak di ubah menjadi urea, maka kadarnya di dalam


darah meningkat dan amonia tersebut akan mencapai otak. Pada penyakit hati
stadium lanjut, zat zat lain misalnya hormon, obat, berperan menyebabkan
ensefalopati hepatika. Ensefalopati hepatik biasanya dipercepat oleh keadaan
seperti: perdarahan saluran cerna, asupan protein berlebihan, obat diuretik,
parasentesis, hipokalemia, infeksi akut, pembedahan, azotemia, dan pemberian
morfin. Beberapa hipotesis yang telah dikemukakan pada pathogenesis
ensefalopati hepatic adalah:
1.

Hipotesis amoniak
Amonia berasal dari mukosa usus sebagai hasil degradasi protein dalam
lumen usus dan dari bakteri yang mengandung urease. Dalam hati amonia
diubah menjadi urea pada sel hati periportal dan menjadi glutamine pada
sel hati perivenus, sehingga jumlah amonia yang masuk ke sirkulasi dapat
dikontrol dengan baik. Glutamin juga diproduksi oleh otot (50%), hati,
ginjal, dan otak (7%). Pada penyakit hati kronis akan terjadi gangguan

2.

metabolisme amonia sebesar 5 10 kali lipat.


Hipotesis toksisitas sinergik
Neurotoksin lain yang mempunyai efek sinergis dengan amonia seperti

3.

merkaptan,asam lemak rantai pendek (oktanoid) ,fenol, dan lain lain.


Hipotesis neurotransmitter palsu
Pada keadaan normal, pada otak terdapat neurotransmitter dopamine dan
nor-adrenalin,

sedangkan

pada

keadaan

gangguan

fungsi

hati,neurotransmitter palsu seperti oktapamin dan feniletanolamin, yang


4.

lebih lemahdibanding dopamine atau nor-adrenalin.


Hipotesis GABA dan benzodiazepine
Ketidakseimbangan antara asam amino neurotransmitter

yang

merangsang dan menghambat fungsi otak merupakan factor yang


berperan pada terjadinya ensefatopati hepatic. Terjadinya penurunan
trasmiter yang memiliki efek merangsang seperti glutamate, aspartat dan
dopamine sebagai akibat meningkatnya amonia dan gama (GABA) yang
menghambat transmisi impuls.Efek GABA yang meningkat bukan karena
influks yang meningkat ke dalam otak tetapi akibat perubahan reseptor

64

GABA dalam otak akibat suatu substansi yang mirip benzodiazepine.


Beberapa bahan toksik yang diduga berperan yaitu:
a. Ammonia
Ammonia merupakan bahan yang paling banyak diselidiki. Zat ini
berasal dari penguraian nitrogen oleh bakteri dalam usus, di samping
itu dihasilkan oleh ginjal, jaringan otot perifer, otak dan lambung.
Secara teori ammonia mengganggu faal otak melalui. Pengaruh
langsung terhadap membran neuron Mempengaruhi metabolisme otak
melalui siklus peningkatan sintesis glutamin dan ketoglutarat, kedua
bahan ini mempengaruhi siklus kreb sehingga menyebabkan
hilangnya molekul ATP yang diperlukan untuk oksidasi sel. Peneliti
lain mendapatkan bahwa kadar ammonia yang tinggi tidak seiring
dengan beratnya kelainan rekaman EEG. Dilaporkan bahwa peran
ammonia pada EH tidak berdiri sendiri. Tetapi bersama-sama zat lain
seperti merkaptan dan asam lemak rantai pendek. Diduga kenaikan
kadar ammonia pada EH hanya merupakan indikator non spesifik dari
metabolisme otak yang terganggu.
b. Asam amino neurotoksik (triptofan, metionin, dan merkaptan)
Triptopan dan metabolitnya serotonin bersifat toksis terhadap SSP.
Metionin dalam usus mengalami metaolisme oleh bakteri menjadi
merkaptan yang toksis terhadap SSP. Di samping itu merkaptan dan
asam lemak bebas akan bekerja sinergistik mengganggu detoksifikasi
ammonia di otak, dan bersama-sama ammonia menyebabkan
timbulnya koma.
c. Gangguan keseimbangan asam amino
Asam Amino Aromatik (AAA) meningkat pada EH karena kegagalan
deaminasi di hati dan penurunan Asan Amino Rantai Cabang (AARC)
akibat katabolisme protein di otot dan ginjal yang terjadi
hiperinsulinemia pada penyakit hati kronik.AAA ini bersaing dengan
AARC untuk melewati sawar otak, yang permeabilitasnya berubah
pada EH. Termasuk AAA adalah metionin, fenilalanin, tirosin,
sedangkan yang termasuk AARC adalah valin, leusin, dan isoleusin.
d. Asam lemak rantai pendek

65

Pada EH terdapat kenaikan kadar asam lemak rantai pendek


seperti asam butirat, valerat, oktanoat, dan kaproat, diduga sebagai
salah satu toksin serebral penyebab EH. Bahan-bahan ini bekerja
dengan cara menekan sistem retikuler otak, menghemat detoksifikasi
ammonia.
e. Neurotramsmitter palsu
Neurotrasmitter palsu yang telah diketahui adalah Gamma
Aminobutyric Acid (GABA), oktapamin, histamin, feniletanolamin,
dan

serotonin.

Neurotransmitter

palsu

merupakan

inhibitor

kompepetif dari true neurotrasmitter (dopamine dan norephinephrine)


pada sinaps di ujung saraf, yang kadarnya menurun pada penderita
PSE maupun FHF.
Penelitian menunjukkan bahwa GABA bekerja secara sinergis
dengan benzodiasepine membentuk suatu kompleks, menempati
reseptor ionophore chloride di otak, yang disebut reseptor GABA/BZ.
Pengikatan reseptor tersebut akan menimbulkan hiperpolarisasi sel
otak, di samping itu juga menekan fungsi korteks dan subkorteks,
rangkaian peristiwa tersebut menyebabkan kesadaran dan koordinasi
motorik terganggu. Hipotesis ini membuka jalan untuk penelitian
5.

lebih lanjut untuk keperluan.


Glukagon
Peningkatan AAA pada EH atau koma hepatik mempunyai
hubungan erat dengan tingginya kadar glukagon. Peninggian glukagon
turut berperan atas peningkatan beban nitrogen. Karena hormon ini
melepas Asam Amino Aromatis dari protein hati untuk mendorong
terjadinya

glukoneogenesis.

Kadar

glukagon

meningkat

akibat

hipersekresi atau hipometabolisme pada penyakit hati terutama bila


6.

terdapat sirkulasi kolateral.


Perubahan sawar darah otak
Pembuluh darah otak dalam keadaan normal tidak permiabel
terhadap berbagai macam substansi. Terdapat hubungan kuat antara
endotel kapiler otak, ini merupakan sawar yang mengatur pengeluaran
bermacam-macam substansi dan menahan beberapa zat essensial seperti

66

neurotrasmitter asli. Pada koma hepatikum khususnya FHF ditemukan


kerusakan kapiler, rusaknya hubungan endotel, terjadi edema serebri
sehingga bahan yang biasanya dikeluarkan dari otak akan masuk dengan
mudah seperi fenilalanin dalam jumlah besar, sehingga kadar asam
amino lainnnya meningkat di dalam otak.
F. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi

ensefalopati

hepatic

menunjukkan

suatu

kelaianan

neurologis dan psikiatris nonspesifik. Pada ekspersi terendah, HE mengubah


hanya tes psikometri yang berorientasi pada perhatian, memori kerja,
kecepatan psikomotor, dan kemampuan visuospatial, serta elektrofisiologi
dan pengukuran fungsi otak lainnya.
Perubahan keperibadian yang di hasilkan pada ensepalohepatikum,
perubahan kepribadian, seperti sikap apatis, mudah tersinggung, dan rasa
malu, dapat dilaporkan oleh kerabat pasien, dan perubahan yang jelas dalam
kesadaran dan fungsi motorik. Gangguan dari siklus tidur-bangun dengan
kantuk di siang hari yang berlebihan, sedangkan pembalikan lengkap siklus
tidur-bangun kurang konsisten diamati. Pasien dapat mengembangkan
disorientasi progresif untuk ruang dan waktu, perilaku yang tidak pantas, dan
tingkat bingung akut dengan agitasi atau somnolen, stupor, dan, akhirnya,
koma.
Asteriksis atau '' flapping tremor '' sering ada pada awal hingga tahap
tengah HE yang didahului stupor atau koma dan, pada kenyataannya, tidak
tremor, tapi mioklonus negatif yang terdiri dari hilangnya nada postural
seperti hiperekstensi pergelangan tangan dengan jari-jari terpisah atau
meremas berirama jari pemeriksa. Namun, asteriksis dapat diamati di daerah
lain, seperti kaki atas bawah, lengan, lidah, dan kelopak mata.
G. DIAGNOSIS

67

Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis riwayat penyakit pemeriksaan


fisik dan laboratorium.
1. Anamnesis
Pada anamnesis dapat di gali untuk riwayat penyakit hati, riwayat
kemungkinan adanya faktor-faktor pencetus dan adakah kelainan
neuropsikiatri seperti perubahan tingkah laku, kepribadian, kecerdasan,
kemampuan bicara dan sebagainya.
2. Keluhan pokok
Terdapat riwayat hepatitis kronis atau sirosis hepatis, anoreksi, mual,
berat badan menurun, demam disertai menggigil, nyeri tumpul perut
kanan atas (sering tidak nyeri), tidak terus menerus, rasa penuh pada
perut kanan atas.
3. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat menentukan tingkat kesadaran atau
tingkat ensefalopati, stigmata penyakit hati (tanda-tanda kegagalan faal
hati dan hipertensi portal), adanya kelainan neuroogik: inkoordinasi
tremor, refleks patologi, kekakuan ,kejang, gejala infeksi berat atau
septicemia,

tanda-tanda

dehidrasi

dan

terdapat

pendarahan

gastrointestinal.
4. Tanda Penting ensepalopati hepatikum
Tanda gejala klinis yang penting dapat dilihat pada ensepalopati
hepatikum diantaranya adalah ikterus, terdapat tanda-tanda sirosis
hepatis, hepatomegali dengan konsistensi keras, permukaan tidak rata,
sering tidak nyeri tekan dan terdapat bising hepar.
5. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium dapat dilihat beberapa komponen
darah mengalami kenaikan seperti: Fosfotase alkali naik, gamma GT
naik,

serum

alfa-feto

protein

lebih

besar

dari

15

g/ml,

hiperkolesterolemi, bilirubin total naik dan pada pemeriksaan


hematologi yang diperlukan diantaranya pemeriksaan hemoglobin,
hematokrit, hitung lekosit-eritrosit-trombosit, hitung jenis leukosit,
PT/APTT, uji faal hati (transaminase, bilirubin, elektroforesis protein,
kolesterol, fosfatase alkali, uji faal ginjal (urea nitrogen, kreatinin
serum) dan kadar amonia darah, pemeriksaan urine dan tinja rutin dan

68

dapat dilakukan pemeriksaan EEG dan CT-Scan, kedua macam


pemeriksaaan ini untuk mendapatkan:
a. EEG (Elektroensefaloram) dengan potensial picu visual (visual
evoked potential) merupakan suatu metode yang baru untuk
menilai perubahan dini yang halus dalam status kejiwaan pada
sirosis.
b. CT Scan pada kepala biasanya dilakukan dalam stadium
ensefalopatia yang parah untuk menilai udema otak dan
menyingkirkan lesi structural (terutama hematoma subdura pada
pecandu alkohol).
c. Pungsi lumbal, umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang
normal, kecuali peningkatan glutamin. Cairan serebrospinal dapat
berwarna zantokromat akibat meningkatnya kadar bilirubin.
Hitung sel darah putih cairan spinal yang meningkat menunjukan
adanya infeksi. Edema otak dapat menyebabkan peningkatan
tekanan.
6. Pemeriksaaan khusus
a. Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk
konfirmasi adanya hipertensi porta.
b. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena
pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun
sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan
USG meliputi sudut hari, permukaan hati, ukuran, homogenitas,
dan adanya massa. Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular, dan adanya peningkatan ekogenitas
parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites,
splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta,
serta skrening adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
c. Tomografi komputerisasi (Computerized Axial Tomography)
informasinya sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena
biayanya relatif mahal.
d. Magnetic resonance imaging-peranannya tidak jelas dalam
mendiagnosis sirosis selain mahal biayanya
e. Test Psikometri

69

f. Pemeriksaan Amonia Darah


pada pemeriksaan ammonia darah didapatkan kadar normal,
amonia dikeluarkan oleh hati dengan pembentukan urea jika hati
rusak terjadi peningkatan konsentrasi amonia darah. Biopsi
hati

untuk

mengkonfirmasikan

diagnosis.

Untuk

biopsi,

digunakan jarum yang kecil untuk memeriksa jaringan parut dan


tanda-tanda lainnya dibawah mikroskop.
g. EEG (Elektroencefalografi).
Dengan pemeriksaan EEG terlihat peninggian amplitudo dan
menurunnya

jumlah

siklus

gelombang

perdetik.

Terjadi

penurunan frekuensi dari gelombang normal Alfa (8-12Hz). Tes


psikometriUHA dapat dipakai untuk menilai tingkat encepalopati
hepatik terutama untuk pasien sirosis hepatik yang rawat jalan.
h. CT Scan Kepala
Biasanya dilakukan dalam stadium koma hepatik yang parah
untuk menilai udema otak dan menyingkirkan lesi structural
(terutama hematoma subdural pada alkoholis).
i. Pungsi lumbal.
Umumnya mengungkapkan hasil-hasil yang normal, kecuali
peningkatan glutamin. Cairan serebrospinal dapat berwarna
zantokromat akibat meningkatnya kadar bilirubin. Hitung sel
darah putih cairan spinal yang meningkat menunjukan adanya
infeksi. Edema otak dapat menyebabkan peningkatan tekanan
H. PENATALAKSANAAN
1. Prinsip Umum
Mengontrol faktor pemicu dalam pengelolaan ensepalopati hepatikum
sangat penting, karena hampir 90% pasien dapat diobati hanya dengan
koreksi faktor pencetus. Secara umum penatalaksanaan pasien dengan
ensefalopati hepatik adalah memperbaiki osigenasi jaringan , pemberian

70

vitamin terutama golongan vitamin B, memperbaiki keseimbangan


elektrolit dan cairan, serta menjaga agar jangan terjadi dehidrasi.
2. Terapi untuk OHE episodik
Selain unsur-unsur lain dari pendekatan empat arah untuk pengobatan
HE, terapi obat tertentu merupakan bagian dari manajemen. Kebanyakan
obat belum diuji oleh penelitian yang ketat acak, terkontrol dan
digunakan berdasarkan observasi mendalam. Agen ini termasuk
disakarida nonabsorbable, seperti laktulosa, dan antibiotik, seperti
rifaximin. Terapi lain, seperti Branched-chain amino acids (BCAA),
intravena (IV) L-ornithine L-aspartat (LOLA), probiotik, dan antibiotik
lain, juga telah digunakan. Di rumah sakit, NGT dapat digunakan untuk
mengelola terap oral pada pasien yang tidak dapat menelan atau memiliki
risiko aspirasi.
a) Disakarida non-absorbable
Laktulosa umumnya digunakan sebagai pengobatan awal untuk HE.
Sebuah meta-analisis besar data percobaan tidak sepenuhnya
mendukung laktulosa sebagai agen terapi untuk pengobatan HE,
tetapi untuk alasan teknis, hal itu tidak termasuk cobaan terbesar dan
agen ini terus digunakan secara luas. Kurangnya efek laktulosa harus
dianjurkan uji klinis untuk faktor pencetus yang belum diakui dan
penyebab kompetitif pada kerusakan otak. Meskipun diasumsikan
bahwa

efek

prebiotik

mempromosikan

(obat

pertumbuhan

menjadi

zat

dicerna

mikroorganisme

yang
yang

menguntungkan di usus) dan sifat mengasamkan dari laktulosa


memiliki manfaat tambahan di luar efek pencahar. Pertimbangan
biaya saja menambah argumen untuk mendukung laktulosa. Di
beberapa pusat, laktitol lebih disukai daripada laktulosa, berdasarkan
meta-analisis kecil pada percobaan yang lebih kecil.
Dalam populasi dengan prevalensi tinggi intoleransi laktosa,
penggunaan

laktosa

telah

disarankan.

Namun,

satu-satunya

percobaan untuk menunjukkan bahwa stool-acidifying enemas


(laktosa dan laktulosa) yang unggul untuk memanfaatkan air enema

71

itu kurang bertenaga. Penggunaan poly etilena glikol membutuhkan


persiapan validasi lebih lanjut.
Dosis laktulosa harus dimulai ketika tiga elemen pertama dari empat
pendekatan cabang selesai, dengan 25 mL sirup laktulosa setiap 12
jam sampai setidaknya dua gerakan lembut atau longgar usus per
hari yang dihasilkan. Selanjutnya, dosis yang dititrasi untuk
mempertahankan 2-3 buang air besar per hari. Pengurangan dosis ini
harus dilaksanakan. Ini adalah kesalahpahaman bahwa kekurangan
efek dalam jumlah yang lebih kecil dari laktulosa yang diatasi
dengan dosis yang jauh lebih besar. Terdapat bahaya jika terlalu
sering menggunakan laktulosa menyebabkan komplikasi, seperti
aspirasi, dehidrasi, hipernatremia, dan iritasi kulit perianal parah, dan
bahkan berlebihan dapat memicu HE.
b) Rifaximin
Rifaximin telah digunakan untuk terapi HE di sejumlah percobaan
dibandingkannya dengan plasebo, antibiotik lain, dan disakarida
nonabsorbable. Percobaan ini menunjukkan pengaruh rifaximin yang
setara atau lebih unggul dibandingkan agen dengan tolerabilitas yang
baik. Terapi siklus jangka panjang lebih dari 3-6 bulan dengan
rifaximin untuk pasien dengan HE juga telah dipelajari dalam tiga
percobaan (dua dibandingkan dengan disakarida nonabsorbable dan
satu melawan neomycin) menunjukkan kesetaraan dalam perbaikan
kognitif dan amonia turun. Sebuah studi multinasional dengan pasien
yang memiliki dua serangan HE sebelumnya untuk mempertahankan
remisi menunjukkan keunggulan rifaximin vs plasebo (di latar
belakang dari 91% menggunakan laktulosa). Tidak ada data yang
solid mendukung penggunaan rifaximin saja.
c) Terapi lain
Banyak obat telah digunakan untuk pengobatan HE, namun data
untuk mendukung penggunaannya terbatas, awal, atau kurang.
Namun, sebagian besar obat-obatan ini dapat dengan aman
digunakan meskipun terbatas keberhasilan mereka terbukti.
1) BCAAs

72

Meta-analisis terbaru dari delapan acak, percobaan dikontrol


(RCT) menunjukkan bahwa formulasi BCAA oral diperkaya
meningkatkan manifestasi episodik HE.
2) Metabolic ammonia scavengers
Agen ini melalui metabolismenya, bertindak sebagai pengganti
urea diekskresikan dalam urin. Obat tersebut telah digunakan
untuk pengobatan pada kesalahan bawaan dari siklus urea
selama bertahun-tahun. Berbagai bentuk tersedia dan saat ini
hadir sebagai agen diteliti menjanjikan. Phenylacetate ornithine
telah dipelajari untuk HE, namun laporan klinis lebih lanjut
ditunggu. Gliseril phenylbutyrate (GPB) diuji dalam RCT barubaru ini pada pasien yang telah mengalami dua atau lebih
episode HE dalam 6 bulan terakhir dan yang dipelihara pada
terapi standar (laktulosa rifaximin). GPB mengalami episode
yang lebih sedikit dari HE dan rawat inap serta waktu lebih lama
untuk kejadian pertama. Studi klinis lebih pada prinsip yang
sama sedang berlangsung dan, jika dikonfirmasi dapat
menyebabkan rekomendasi klinis.
3) L-ornithine L-aspartat (LOLA)
Sebuah RCT pada pasien dengan persisten HE menunjukkan
perbaikan oleh LOLA IV di tes psikometri dan kadar amonia
vena postprandial. Suplementasi oral dengan LOLA tidak
efektif.
4) Probiotik
Sebuah studi open-label terbaru baik laktulosa, probiotik, atau
ada terapi pada pasien dengan sirosis yang pulih dari HE
menemukan episode yang lebih sedikit dari HE dalam laktulosa
atau probiotik dibandingkan dengan plasebo, namun tidak
berbeda antara kedua intervensi. Tidak ada perbedaan dalam
tingkat pendaftaran kembali di salah satu cabang studi.
5) Glutaminasi inhibitor
PSS
mengatur gen glutaminase usus sehingga inhibitor
glutaminase usus mungkin berguna dengan mengurangi jumlah
amonia yang dihasilkan oleh usus.
73

6) Neomicin
Antibiotik ini masih memiliki pendukung dan secara luas
digunakan di masa lalu untuk pengobatan HE. Neomycin
dikenal sebagai glutaminase inhibitor.
7) Metronidazol
Sebagai terapi jangka pendek, metronidazole juga memiliki
pendukung untuk penggunaannya. Namun, ototoksisitas jangka
panjang, nefrotoksisitas, neurotoksisitas dan membuat agen ini
tidak menarik untuk penggunaan jangka panjang yang
berkesinambungan.
8) Flumanezil
Obat ini tidak sering digunakan. Ini secara sementara
meningkatkan status mental di OHE tanpa perbaikan pada
pemulihan atau kelangsungan hidup. Efeknya mungkin penting
dalam situasi marjinal untuk menghindari ventilasi terbantu.
Demikian juga, efeknya mungkin membantu dalam situasi
diagnostik

diferensial

sulit

dengan

mengkonfirmasi

reversibilitas (misalnya, ketika terapi standar tiba-tiba gagal atau


ketika toksisitas benzodiazepin diduga).
9) Laksatif
Pencahar sederhana saja tidak memiliki sifat prebiotik dari
disakarida, dan tidak ada publikasi tentang masalah ini.
10) Albumin
Sebuah RCT terbaru pada pasien HE pada rifaximin diberikan
IV harian albumin atau saline menunjukkan tidak berpengaruh
pada resolusi HE, tetapi terkait dengan lebih baik postdischarge
survival.
I. DIAGNOSIS BANDING
1. Koma intoksikasi obat dan alkohol

74

2. Trauma kepala contohnya kontusio cerebri, komosio cerebri, epidural


hematom, subdural hematom
3. Tumor Otak
4. Koma akibat gangguan metabolisme, seperti Uremia, koma hipoglikemia,
koma hiperglikemia
5. Epilepsi
J. PENCEGAHAN
Beberapa tindakan dapat dilakukan untuk mencegah ensefalopati pada pasien
yang memiliki pirau portakaval atau yang sembuh dari ensefalopati.
Tindakan ini mencakup :
1. Diet dengan protein dalam jumlah sedang
2. Makanan yang diberikan berbentuk jus buah manis atau glukosa
IV.Tindakan ini biasanya berhasil dilakukan bila diberikan pada awal
perjalanan prakoma dan bila kerusakan hati tidak begitu berlanjut.
3. Tidak memberikan obat diuretik yang menurunkan kalium.
4. Upaya suportif dengan memberikan kalori yang cukup serta mengatasi
komplikasi yang mungkin ditemui seperti hipoglikemia, perdarahan
saluran cerna,dan keseimbangan elektrolit.
K. PROGNOSIS
Angka kematian akibat gagal hati akut masih tinggi, beberapa penulis
melaporkan sekitar 50-80%, pada gagal hati sub akut sektar 20-40%,
sedangkan pada gagal hati kronik dengan eksaserbasi akut (sirosis hati
dengan komplikasi) 0-20% asalkan factor pencetus dikelola dengan baik,
tetapi kalau keadaan penyakit sudah terminal angka kematian hampir 100%.
Prognosis sangat tergantung dari:
1. Umur penderita, makin muda prognosis makin baik
2. Faktor penyebab, halotan memberikan prognosis yang jelek, virus
hepatitis A lebih baik dari hepatitis B, sebaliknya hepatitis B lebih baik
dari NANB
3. Keadaan epidemic, kalau terjadi epidemic sering prognosisnya lebih
jelek;
4. Derajat koma
5. Jenis kelamin, wanita lebih jelek dari pria
6. Kemampuan hati untuk melakukan regenerasi.
75

Kematian umumnya disebabkan oleh perdarahan, kegagalan sistem


sirkulasi dan pernapasan. Gagal ginjal, infeksi, hipoglikemi dan pancreatitis.
Perbaikan atau kesembuhan sempurna dapat terjadi bila dilakukan
pengelolaan yang cepat dan tepat. Prognosis penderita EH tergantung dari:
penyakit hati yang mendasarinya, faktor-faktor pencetus, usia, keadaan gizi,
derajat kerusakan parenkim hati, jenis kelamin dan kemampuan untuk
regenerasi hati.
L. KOMPLIKASI
1. Edema otak dapat mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial,
sehingga dapat menyebabkan kematian. Dijumpai pada 30-40% dari
kasus-kasus yang fatal.
2. Gagal ginjal: akibat penurunan perfusi ke korteks ginjal. Terdapat pada
sekitar 40% kasus.
3. Kelainan asam-basa: hampir

selalu terjadi alkalosis respiratorik

hiperventilasi, sedangkan alkalosis metabolik terjadi akibat hipokalemi.


Asidosis metabolik dapat terjadi karena penumpukan asam laktat atau
asam organik lainnya karena gagal ginjal.
4. Hipoksia: sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler di jaringan interstisiil
atau alveoli.
5. Gangguan faal hemostasis dan perdaraahan terjadi pada 40-70% kasus.
6. Gangguan metabolisme (hipoglikemia) dan gangguan keseimbangan
elektrolit (hipokalsemia).
7. Kerentanggan terhadap infeksi: sering terjadi sepsis terutama karena
bakteri gram negatif, peritonitis, infeksi jalan napas atau paru.
8. Gangguan sirkulasi: pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi
maupun henti jantung.

76

DAFTAR PUSTAKA
Amie Vidyani, Denny Vianto, dkk. Faktor Resiko Terkait Pendarahan Varises
Esofagus Berulang Pada Penderita Sirosis Hati. J Peny Dalam, Volume 12
Nomor 3 September 2011
Bacon Bruce R.Cirrhosis and its Complication diambil dari buku Harrisons
Principle of Internal Medicine 18th Edition. Lewis dkk.2011.USA :
McGraw Hill.Halaman 2592-2602
Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Hadi.Sujono, Gastroenterology,Penerbit Alumni / 1995 / Bandung
Hakim Zain.L, Penatalaksanaan Penderita Sirosis Hepatis
Lesmana.L.A, Pembaharuan Strategi Terapai Hepatitis Kronik C, Bagian
IlmuPenyakit Dalam FK UI. RSUPN Cipto Mangunkusumo
Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam
USU.
Nurdjanah S. Sirosis hati diambil dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi 5. Aru W sudoyo dkk.2009. Jakarta : FK UI.Halaman 668-673
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M, Sirosis Hati diambil dari buku Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6,2006,Halaman
493-50
Rosenack,J, Diagnosis and Therapy of Chronic Liver and Biliarry Diseases
Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England Blackwell
1997
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam jilid I, Edisi II, Penerbit Balai FK UI,
Jakarta1987Teguh Karjadi, Felix Firyanto Widjaja. Pencegahan
Perdarahan Berulang pada Pasien Sirosis Hati. J Indon Med Assoc,
Volum: 61, Nomor: 10, Oktober 2011

77

Anda mungkin juga menyukai