Disusun oleh :
Kirana Pawitra Nareswari G991902032
Residen Pembimbing
dr. Wita Prominensa dr. Harsono Sp.PK
Oleh:
2
BAB I
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Tanggal lahir : 27 April 1969 (50 tahun)
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Surakarta
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
Tanggal masuk : 29 Oktober 2019
Tanggal pemeriksaan : 1 November 2019
Nomor rekam medis : 0148xxxx
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Dr. Moewardi dengan keluhan sesak nafas
sejak 1 bulan terakhir. Sesak nafas dirasakan hilang timbul dan mengganggu
aktivitas serta memberat 1 hari SMRS. Sesak tidak dipengaruhi oleh
perubahan posisi, cuaca maupun debu. Pasien nyaman tidur dengan 1 bantal
atau miring serta pasien menyangkal terbangun pada malam hari karena
sesak, pasien tidak pernah menggunakan penggunaan obat semprot (-), nyeri
dada (-).
Pasien mengeluhkan batuk hilang timbul sejak 1 bulan terakhir
dengan dahak berwarna putih kental. Keluhan batuk dirasakan semakin
memberat. Riwayat batuk darah disangkal oleh pasien. Pasien juga
mengeluhkan demam sumer-sumer ± 3 minggu SMRS.
3
Pasien mengalami penurunan nafsu makan serta berat badan ± 5 kg
dalam 1 bulan terakhir (53 kg 48 kg). Mual muntah (+), keringat pada
malam hari (-), benjolan di leher (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
4
5. Riwayat Kebiasaan
Merokok : (+) aktif, 10 batang/hari selama 30
tahun Indeks Brinkman 300 (Sedang)
Minum alkohol : (+)
Memasak dengan kayu bakar : disangkal
Mempunyai binatang peliharaan : disangkal
Kontak dengan binatang : disangkal
Lingkungan asap dan debu : disangkal
Riwayat seks bebas : disangkal
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Pasien tampak sakit sedang, dengan kesadaran compos mentis dengan
GCS E4V5M6.
2. Tanda vital
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Frekuensi pernapasan : 24 x/menit
Frekuensi nadi : 85 x/menit, regular, isi kesan cukup
Suhu : 36,7 °C
SpO2 : 98% (O2 2 lpm)
qSOFA :1
5
c. Mata : konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya
(+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-)
d. Telinga : deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)
e. Hidung : nafas cuping hidung (-/-), deformitas (-), darah (-/-),
sekret (-/-)
f. Mulut : malokasi (-), maksila goyang (-), bibir kering (-), lidah
kotor (-), sianosis (-), lidah simetris, tonsil T1-T1, faring hiperemis
(-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-), papil lidah
atrofi (-)
g. Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), Jugular Venous
Pressure dalam batas normal, nyeri tekan (-), benjolan (-), leher
kaku (-)
h. Thoraks : pengembangan dinding dada kanan sama dengan dinding
dada kiri, tidak didapatkan retraksi dinding dada
i. Pulmo :
1) Paru (anterior)
Inspeksi : pengembangan dada kiri = dada kanan
Palpasi : fremitus taktil kiri (↑) = kanan (↑)
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi :
a) Batas jantung paru kanan : SIC II-III linea parasternalis
b) Batas jantung paru kiri : SIC II-V linea mid clavicula
c) Batas paru-hepar : SIC VI linea mid
clavicularis
Auskultasi : SDV(↓) / SDV(↓)
Suara tambahan : Wheezing (-/-), Ronki basah kasar (+/+),
Ronki basah halus (-/-)
2) Paru (posterior)
a) Inspeksi: permukaan dada kiri =kanan
b) Palpasi : fremitus taktil kiri (↑) = kanan (↑)
6
c) Perkusi : sonor / sonor, Batas paru-diafragma : SIC VII-
VIII linea midscapula penanjakan diafragma 5cm
d) Auskultasi
Suara dasar : SDV(↓) / SDV(↓)
Suara tambahan : Wheezing (-/-), Ronki basah kasar (+/
+), Ronki basah halus (-/-)
j. Cor :
1) Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
2) Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V linea
midclavicularis sinistra, tidak kuat angkat
3) Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
4) Auskultasi : terdengar bunyi jantung I dan II reguler,
bising (-)
k. Abdomen :
1) Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
2) Auskultasi : bising usus (+), dalam batas normal
3) Perkusi : timpani
4) Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak
teraba membesar
l. Ekstremitas :
Akral dingin - - edema - -
- - - -
m. Capillary Refill Time : < 2 detik
7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hasil Pemeriksaan Laboratorium (29 Oktober 2019)
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 11.3 g/dL 14.0-17.5
Hematokrit 34 % 33-45
Leukosit 27.7 ribu/uL 4.5-14.5
Trombosit 264 ribu/uL 150-450
Eritrosit 3.69 juta/uL 4.10-5.10
INDEX ERITROSIT
MCV 91.2 /um 80.0-96.0
MCH 30.6 Pg 28.0-33.0
MCHC 33.4 g/dL 33.0-36.0
RDW 14.5 % 11.6-14.6
MPV 9.1 Fl 7.2-11.1
RDW 16 % 25-65
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.2 % 0.00-4.00
Basofil 0.1 % 0.00-1.00
Neutrofil 82.30 % 55.00-80.00
Limfosit 9.60 % 33.00-48.00
Monosit 9.80 % 0.00 –6.00
KIMIA KLINIK
SGOT 11 u/L < 35
SGPT 14 u/L < 45
Kreatinin 3.7 mg/dl 0.9 – 1.3
Ureum 141 mg/dl <50
ELEKTROLIT
Natrium darah 126 mmol/L 136-145
Kalium darah 3.5 mmol/L 3.3-5.1
8
Chlorida darah 89 mmol/L 98-106
HbsAg Nonreaktif Nonreaktif
HIV Nonreaktif Nonreaktif
9
Yeast like cell 421.4 /uL 0.0-0.0
Small round cell 0.2 /uL 0.0-0.0
Mukus 0.12 /uL 0.0-0.0
Sperma 0.0 /uL 0.0-0.0
Konduktivitas 7.3 mS/cm 3.0-32.0
10
4. Foto thoraks PA dan Lateral (29 Oktober 2019)
E. Daftar Masalah
1. Anamnesis
a. Sesak napas sejak 1 bulan SMRS, dirasakan hilang timbul. Sesak
tidak dipengaruhi oleh aktivitas, cuaca, dan debu.
11
b. Batuk (+) sejak 3 bulan SMRS disertai dahak warna putih
kental.
c. Demam sumer-sumer (+) sejak 3 bulan SMRS.
d. Penurunan nafsu makan (+).
e. Penurunan berat badan (+) 5 kg dalam 1 bulan
f. Riwayat konsumsi OAT (+) Gen Expert MTB detected Medium,
sputum BTA (+)
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda vital
Frekuensi napas : 24 x/menit
SpO2 : 99% (O2 2 lpm)
b. Thoraks : pengembangan dinding dada kanan sama dengan kiri, tidak
didapatkan retraksi dinding dada
c. Pulmo
1) Paru (anterior)
Inspeksi : pengembangan dada kiri = dada kanan
Palpasi : fremitus taktil kiri (↑) = kanan (↑)
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : SDV(↓) / SDV(↓)
2) Paru (posterior)
Inspeksi : permukaan dada kiri = kanan
Palpasi : fremitus taktil kiri (↑) = kanan (↑)
Perkusi : sonor / sonor, Batas paru-diafragma : SIC VII-
VIII linea midscapula penanjakan diafragma 5cm
Auskultasi : SDV(↓) / SDV(↓)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium: Azotemia, hiponatremia, hipokloremia
b. Gen Expert MTB detected Medium, Sputum BTA 3(+)
12
c. Foto thorax: TB paru mixed pneumonia
E. DIAGNOSIS BANDING
1. TB paru
2. Pneumonia komunitas
3. PPOK eksaserbasi akut
4. Bronkietasis
F. DIAGNOSIS KERJA
1. TB paru kasus baru BTA (+) status HIV (-) dalam pengobatan
OAT kategori khusus
2. CAP CURB-65 skor 1
3. Azotemia, hiponatremi dan hikloremia
G. PENATALAKSANAAN
1. Oksigenasi 2 lpm
2. Diet TKTP 1700 kkal
3. IVFD NaCl 0.9% 20tpm
4. Inj. Ampicilin 1 gr/6 jam
5. Paracetamol 4x650 mg
6. N-Acetyl Cysteine 3x200mg
H. PLANNING
1. Rawat bangsal anggrek 1
2. Pemeriksaan sputum BTA, Mo/g/k/r
3. Konsul gizi
4. Cek darah rutin dan elektrolit post koreksi
5. Konsul interna
I. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad sanam : dubia
13
Ad fungsionam : dubia
J. FOLLOW UP
14
Catatan Perkembangan Terintegrasi
29/10/2019 30/10/2019 31/10/2019
DPH 0 DPH 1 DPH 2
23.30 08.00 08.00
S: Sesak (+) ,batuk S: Sesak (+), batuk (+) S: Sesak ↓, batuk (+), Diare
(+), dahak (+) O: (+), mual (+), muntah (+)
O: KU : sakit sedang, CM O:
KU : sakit sedang, CM VS : TD : 120/80 mmHg KU : sakit sedang, CM
VS : TD : 110/70 Nadi : 86x/ menit RR : VS : TD : 130/50 mmHg
mmHg Nadi : 112x/ 22x/ menit SpO2 : 99% Nadi : 106x/ menit RR :
menit RR : 24x/ menit O2 2 lpm 20x/ menit SpO2 : 96% O2 2
SpO2 : 99% O2 2 lpm Kepala : mesocephal lpm
Kepala : mesocephal Mata: CA -/- SI -/- Kepala : mesocephal
Mata: CA -/- SI -/- Pulmo : Mata: CA -/- SI -/-
Pulmo : I : Pengembangan dada Pulmo :
I : Pengembangan dada kanan=kiri I : Pengembangan dada
kanan=kiri P : fremitus taktil kiri (↑) kanan=kiri
P : fremitus taktil kiri = kanan (↑) P : fremitus taktil kiri (↑) =
(↑) = kanan (↑) P : sonor/ sonor kanan (↑)
P : sonor/ sonor A : SDV ↓/ SDV ↓, RBK P : sonor/ sonor
A : SDV ↓/ SDV ↓, (+/+), wheezing (-/-) A : SDV ↓/ SDV ↓, RBK
RBK (+/+), wheezing Cor : BJ 1 2 reguler, (+/+), wheezing (-/-)
(-/-) murmur – Cor : BJ 1 2 reguler,
Cor : BJ 1 2 reguler, Abdomen : supel, NT (-) murmur –
murmur – Ekstremitas : Akral Abdomen : supel, NT (-)
Abdomen : supel, NT dingin -/-/-/-, CRT < 2 Ekstremitas : Akral dingin
(-) detik -/-/-/-, CRT < 2 detik
Ekstremitas : Akral A:
dingin -/-/-/-, CRT < 2 Pemeriksaan penunjang 1. CAP CURB-65 skor 1
detik 2. TB paru kasus baru
A: A: MTB detected medium,
1. CAP CURB-65 1. CAP CURB-65 skor status HIV (-) dalam
skor 1 1 terapi OAT kategori
2. TB paru kasus baru 2. TB paru kasus baru khusus ec azotemia
MTB detected MTB detected 3. Dengan masalah
medium, HIV (-) medium, status HIV underweight, azotemia,
3. Dengan masalah (-) dalam terapi OAT hiponatremia,
azotemia, kategori khusus hipokloremia
15
hiponatremi dan 3. Dengan azotemia, P:
hikloremia hiponatremia, Terapi
hipokloremia 1. O2 2 lpm
1/11/2019 2/11/2019 3/11/2019
DPH 3 DPH 4 DPH 5
07.00 07.00 07.00
S: Sesak ↓, batuk (+), S: Sesak ↓, Diare (+) , S: Sesak ↓, Diare (+), mual
Diare ↓, mual ↓, mual ↓, muntah ↓ ↓, muntah ↓
muntah ↓ O: O:
O: KU : sakit sedang, CM KU : sakit sedang, CM
KU : sakit sedang, CM VS : TD : 110/70 mmHg VS : TD : 110/70 mmHg
VS : TD : 130/50 Nadi : 92x/ menit RR : Nadi : 92x/ menit RR : 20x/
mmHg Nadi : 92x/ 20x/ menit SpO2 : 97% menit SpO2 : 97% O2 2 lpm
menit RR : 24x/ menit O2 2 lpm Kepala : mesocephal
SpO2 : 97% O2 2 lpm Kepala : mesocephal Mata: CA -/- SI -/-
Kepala : mesocephal Mata: CA -/- SI -/- Pulmo :
Mata: CA -/- SI -/- Pulmo : I : Pengembangan dada
Pulmo : I : Pengembangan dada kanan=kiri
I : Pengembangan dada kanan=kiri P : fremitus taktil kiri (↑) =
kanan=kiri P : fremitus taktil kiri (↑) kanan (↑)
P : fremitus taktil kiri = kanan (↑) P : sonor/ sonor
(↑) = kanan (↑) P : sonor/ sonor A : SDV ↓/ SDV ↓, RBK
P : sonor/ sonor A : SDV ↓/ SDV ↓, RBK (+/+), wheezing (-/-)
A : SDV ↓/ SDV ↓, (+/+), wheezing (-/-) Cor : BJ 1 2 reguler,
RBK (+/+), wheezing Cor : BJ 1 2 reguler, murmur –
(-/-) murmur – Abdomen : supel, NT (-)
Cor : BJ 1 2 reguler, Abdomen : supel, NT (-) Ekstremitas : Akral dingin
murmur – Ekstremitas : Akral -/-/-/-, CRT < 2 detik
Abdomen : supel, NT dingin -/-/-/-, CRT < 2 A:
(-) detik 1. CAP CURB-65 skor 1
Ekstremitas : Akral A: 2. TB paru kasus baru
dingin -/-/-/-, CRT < 2 1. CAP CURB-65 skor MTB detected medium,
detik 1 status HIV (-) dalam
A: 2. TB paru kasus baru terapi OAT kategori
1. CAP CURB-65 MTB detected khusus ec azotemia
skor 1 medium, status HIV 3. Dengan masalah
2. TB paru kasus baru (-) dalam terapi OAT azotemia, hiponatremia,
MTB detected kategori khusus hipokloremia
medium, status 3. Dengan masalah P:
HIV (-) dalam azotemia, Terapi
terapi OAT hiponatremia, 1. O2 2 lpm
16
kategori khusus ec hipokloremia 2. IVFD NaCL 0.9% 20
azotemia P: tpm
3. Dengan masalah Terapi 3. Diet TKTP 1700 kkal
BAB III
ANALISIS KASUS
17
Didapatkan penurunan berat badan dalam 1 bulan terakhir, Pasien memiliki
riwayat minum OAT namun hanya 1 hari kemudian tidak lanjut.
18
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. TUBERKULOSIS
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang
penting di dunia ini. Pada tahun 1992, WHO telah mencanangkan TB
sebafai Global Emergency. Perkiraan kasus TB secara global pada tahun
2009 adalah :
19
kemudian terinfeksi kuman TB, maka akan berisiko untuk sakit TB lebih
besar dibanding dengan HIV negatif. Tuberkulosis merupakan penyebab
kematian utama pada penderita HIV. Di Afrika, HIV merupakan satu-
satunya faktor utama menyebabkan peningkatan insidens TB sejak tahun
1990.
1. Etiologi
• Cara penularan
20
o Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman
yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
• Risiko penularan
2. Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB.
Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet
nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini
akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag
alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan
sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag
tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam
makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,
akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni
kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer GOHN.
21
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai
saluran limfe ke lokasi focus primer. Penyebaran ini menyebabkan
terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe
parahilus, sedangkan jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan
terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara focus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis)
dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
22
granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.
23
sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran
hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
24
karena tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi
infeksi TB, misalnya pada balita.
25
dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun
kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.
3. Manifestasi Klinis
Gejala respiratori:
• Batuk ≥2 minggu
• Batuk darah
• Sesak nafas
• Nyeri dada
Gejala sistemik:
• Demam
• Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun.
Gejala TB ekstraparu :
4. Diagnosis
26
* Pemeriksaan fisik.
* Uji tuberkulin.
Diagnosis TB Paru
27
Gambar 1 : Alur Diagnosis Tuberculosis
5. Klasifikasi
1) Tuberkulosis paru
28
2) Tuberkulosis ekstra paru
b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
29
C. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
1) Kasus Baru
30
Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
6) Kasus lain
6. Tatalaksana
1. Pengobatan TB
31
3) Mencegah terjadinya kekambuhan TB.
1) Tahap Awal:
32
pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua
pasien baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan
pengobatan secara teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan
sudah sangat menurun setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.
2) Tahap Lanjutan:
33
Bakterisidal agranulositosis,
Streptomisin
trombositopeni.
(S)
Gangguan penglihatan, buta warna,
bakteriostatik neuritis perifer
Etambutol (E) (Gangguan saraf tepi).
2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)E.
4) Paduan OAT untuk pasien TB Resistan Obat: terdiri dari OAT lini ke-2
yaitu Kanamisin, Kapreomisin, Levofloksasin, Etionamide, Sikloserin,
Moksifloksasin, PAS, Bedaquilin, Clofazimin, Linezolid, Delamanid dan
obat TB baru lainnya serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Paduan OAT kategori anak disediakan dalam bentuk paket obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 3
jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan
pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien untuksatu
34
Obat Anti Tuberkulosis dalam bentuk paket KDT mempunyai beberapa
keuntungan dalam pengobatan TB, yaitu:
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat
menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien.
(R) (8-12)
Pirazinamid 25 35 (30-40)
35
(Z) (20-30)
Etambutol (E) 15 30 (25-35)
(15-20)
Streptomisin 15 15
minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet
36
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet
minggu
30 – 37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38 – 54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55 – 70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
2) Kategori -2
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah
diobati sebelumnya (pengobatan ulang) yaitu:
a. Pasien kambuh.
37
Tahap Lanjutan Setiap hari
Tahap Intensif RHE
Setiap hari (150/75/275)
Berat RHZE (150/75/400/275) + S
Badan
Selama selama 20
Selama 56 hari
28 hari minggu
30-37 kg 2 tab 4KDT 2 tab
+ 500 mg 4KDT 2 tablet
Streptomisin inj.
38-54 kg 3 tab 4KDT 3 tab
+ 750 mg 4KDT 3 tablet
Streptomisin inj.
55-70 kg 4 tab 4KDT 4 tab
4KDT 4 tablet
+ 1000 mg
Streptomisin inj.
≥71 kg 5 tab 4KDT 5 tab
4KDT
+ 1000mg
( > do 5 tablet
Streptomisin inj.
maks )
38
B. PNEUMONIA KOMUNITAS
1. Pneumonia Komuniti
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat.
Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan
angka kematian tinggi di dunia.
2. Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak disebabkan
bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik. Akhir-akhir ini laporan
dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang
ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita pneumonia komuniti adalah
bakteri Gram negatif. Berdasarkan laporan 5 tahun terakhir dari beberapa
pusat paru di Indonesia (Medan, Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar)
dengan cara pengambilan bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi
yang berbeda didapatkan hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut:
Klebsiella pneumoniae 45,18%
Streptococcus pneumoniae 14,04%
Streptococcus viridans 9,21%
Staphylococcus aureus 9%
Pseudomonas aeruginosa 8,56%
39
Steptococcus hemolyticus 7,89%
Enterobacter 5,26%
Pseudomonas spp 0,9%
40
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu atau
lebih' kriteria di bawah ini .
a. Kriteria minor:
• Frekuensi napas > 30/menit
• Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
• Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
• Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
• Tekanan sistolik < 90 mmHg
• Tekanan diastolik < 60 mmHg
41
a. Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif adalah
penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala mayor tertentu
(membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan vasopressor > 4 jam
[syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari
250 mmHg, foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan
sistolik < 90 mmHg). Kriteria minor dan mayor yang lain bukan
merupakan indikasi untuk perawatan Ruang Rawat Intensif.
5. Pneumonia atipik
Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik sering pula
dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering dijumpai adalah
Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae, Legionella spp.
Penyebab lain Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti, virus Influenza tipe A
& B, Adenovirus dan Respiratori syncitial virus.
6. Penatalaksanaan
42
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan
klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat
diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya factor modifikasi yaitu
keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi dengan mikroorganisme
pathogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae . yang resisten penisilin.
Yang termasuk dalam faktor modifikasis adalah:
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
Umur lebih dari 65 tahun
Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir
Pecandu alcohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multiple
Bakteri enterik Gram negative
Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multiple
Riwayat pengobatan antibiotik
43
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari 8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
• Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan elektrolit
d. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
• Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
• Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat
kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di ruang
rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita dirawat di
Ruang Rawat Intensif.
44
Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia
termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang disebabkan
oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah golongan :
Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
Fluorokuinolon respiness
Doksisiklin
d. Terapi Sulih (switch therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan perubahan
obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini untuk
mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial. Perubahan
obat suntik ke oral harus memperhatikan ketersediaan antibiotik yang
diberikan secara iv dan antibiotik oral yang efektivitinya mampu
mengimbangi efektiviti antibiotik iv yang telah digunakan.
Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama),
switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau
berbeda, potensi lebih rendah).
• Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin, gatifloksasin
• Contoh switch over: seftasidin iv ke siprofloksasin oral
• Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke cefiksim
oral. Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3 hari, kemudian
pada hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat berobat jalan.
e. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia
komuniti:
• Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
• Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
• Penderita sudah tidak panas ± 8 jam
• Gejala klinik membaik (mis: frekuensi pernapasan, batuk)
• Leukosit menuju normal/normal
45
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24-72 jam tidak
ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis, faktor-faktor
penderita, obat-obat yang telah diberikan dan bakteripenyebabnya, seperti
dapat dilihat pada gambar 1.
7. Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor penderita,
bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit
pada penderita yang dirawat. Angka kematian penderita pneumonia
komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat jalan , sedangkan penderita
yang dirawat di rumah sakit menjadi 20%. Menurut Infectious Disease
Society Of America (IDSA) angka kematian pneumonia komuniti pada
rawat jalan berdasarkan kelas yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan
pada rawat inap kelas III sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%.
Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian penderita
pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan
pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun
1999 adalah 21%, sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -
35%.
46
8. Pencegahan
• Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
• Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat ini
masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya. Pemberian vaksin
tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi misalnya usia lanjut,
penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung koroner, PPOK, HIV, dll.
Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah > 2 tahun. Efek samping
vaksinasi yang terjadi antara lain reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi
yaitu hipersensitiviti tipe 3.
47
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Pasien laki – laki 50 tahun datang ke IGD RSDM dengan keluhan sesak na
pas, batuk berdahak, demam sumer-sumer, keringat keluar pada malam hari tanpa
aktivitas, penurunan berat badan. Riwayat pasien mengkonsumsi OAT hanya 1
hari FDC kemudian di stop sendiri. Keluhan pasien disebabkan karena pasien men
galami TB paru, demam dan sesak pasien disebabkan karena pneumonia
komunitas. Hal ini didukung dengan hasil pemeriksaan penunjang berupa rontgen
thorax yang memberi gambaran TB paru mixed Pneumonia serta pemeriksaan
Gen Expert dengan hasil MTB detected medium.
B. Saran
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan sudah cukup lengkap untuk
menegakkan diagnosis TB, sangat diperlukan untuk monitoring dengan kultur TB
melalui prosedur kultur dengan media Lowenstein – Jensen dimana kuman m.
tuberculosis diisolasi selama 2 bulan untuk dinilai koloni kuman yang terbentuk
sehingga dapat diprediksi lama terapi berkelanjutan terhadap pasien.
48
DAFTAR PUSTAKA
1. American Thoracic Society. 2001. Guidelines for management of adults with
community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of severity,
antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir Crit.Care Med; 163:
1730-54.
2. PDPI. 2003. Pneumonia Komuniti-Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksaan Di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
3. Fauci, et al,. 2009. Harrison’s Manual Of Medicine. 17th Edition. By The Mc
Graw-Hill Companies In North America.
4. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV. Penerbit
FK UI.
5. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Badan Litbang Depkes RI, Jakarta
2002.
6. Laporan tahunan bagian Pulmonologi FKUI, Jakarta tahun 2002.
13. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
14. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam,
Jilid II, edisi ke-3. Gaya Baru. Jakarta. 2001
15. HANLEY, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in
pulmonary medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.
16. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. EdisiV jilid III. Jakarta : Interna Publishing; 2009. p: 2329-
31
17. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC.
1999
18. Smeltzer suzanne dan Brenda Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddart Edisi 8. Jakarta : EGC
19. Syamsuhidayat R. & Jong W. D (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta :
EGC
49
20. Mitchell, Kuman, Abbas & Fausto. Dasar Patologis Penyakit Edisi : 7.
Jakarta : EGC
50