Oleh :
Bella Pratiwi Anzani
Meylita Zahra R. E
Natasha Naomi H. P
Tania Matalauta S
Setiawan Prayogi
Preceptor :
dr. Rasyidah, Sp. Rad
Secara geografis penyakit ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema
utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di negara-
negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang.
Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura
terutama disebabkan oleh gagal jantung kongestif dan pneumonia bakteri.
Menurut Depkes RI, kasus efusi pleura mencapai 2,7 % dari penyakit infeksi
saluran napas lainnya. WHO memperkirakan 20% penduduk kota dunia pernah
menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak
penduduk yang berisiko tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi
pleura.
Efusi menunjukkan tanda dan gejala yaitu sesak nafas, bunyi pekak atau datar
pada saat perkusi di atas area yang berisi cairan, bunyi nafas minimal atau tak
terdengar dan pergeseran trachea menjauhi tempat yang sakit. Umumnya pasien
datang dengan gejala sesak nafas, nyeri dada, batuk, dan demam. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan abnormalitas dengan bunyi redup pada
perkusi, penurunan fremitus pada palpasi, dan penurunan bunyi napas pada
auskultasi paru bila cairan efusi sudah melebihi 300 ml. Foto toraks dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi terjadinya efusi pleura.
Deteksi awal adanya efusi pleura dapat ditegakkan dengan pemeriksaan rontgen
thoraks. Pemeriksaan ini dapat mengetahui adanya cairan dalam cavum plaura
walaupun cairan masih sedikit pada efusi pleura ringan. Karena cairan bersifat
lebih padat daripada udara, maka cairan yang mengalir bebas tersebut pertama
sekali akan menumpuk di bagian paling bawah dari rongga pleura, ruang
subpulmonik dan sulkus kostofrenikus lateral. Efusi pleura biasanya terdeteksi
pada foto toraks postero anterior posisi tegak jika jumlah cairan sampai 200 – 250
ml. Foto toraks lateral dapat mendeteksi efusi pleura sebesar 50 – 75 ml.
Berdasarkan hal di atas penulis tertarik untuk mempelajari lebih lanjut mengenai
foto konvensional terutama foto thoraks pada kasus efusi pleura.
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Penderita
Nomor rekam medik : 58.10.43
Nama Pasien : Ny. AD
Umur : 27 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tanjung Karang
Tanggal Masuk : 02 Februari 2019
II. Anamnesis
Dilakukan autoanamnesis pada pasien
1. Keluhan utama: Sesak nafas yang memberat 1 hari SMRS.
2. Keluhan tambahan : Batuk dan tidak nafsu makan
3. Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang ke Rumah Sakit dengan keluhan sesak nafas sejak 3 bulan
SMRS dan memberat 1 hari SMRS. Sesak nafas juga disertai batuk-batuk
dan tidak nafsu makan. Pasien mengatakan lebih nyaman jika dalam
posisi duduk karena jika berbaring akan terasa lebih sesak. Sebelumnya
pasien pernah mengalami keluhan seperti ini dan dirawat pada tanggal 24
Januari 2019 karena efusi pleura. Saat itu sudah dilakukan pengambilan
cairan pleura yang didapatkan sebanyak ±1000 ml. Beberapa hari setelah
pulang dari Rumah Sakit, pasien mengatakan sesak muncul kembali dan
tidak membaik sehingga pasien kembali dibawa ke RS.
4. Riwayat penyakit dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya sehingga
dirawat di RSAM pada 24 Januari 2019 karena efusi pleura dan
dilakukan pungsi pleura dengan didapatkan cairan sebanyak ±1000 ml.
5. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat penyakit paru-paru, hipertensi, dan kencing manis disangkal.
6. Riwayat pribadi
Riwayat merokok, minum alkohol, dan pemakaian narkoba disangkal
oleh pasien
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis teraba pulsasi di ICS V midclavicula sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternal dextra
Batas jantung kiri: ICS V linea midclavicula sinistra
Batas pinggang jantung: ICS ll parasternal dextra
Auskultasi : BJ I dan II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
5. Abdomen
Inspeksi : Datar, lesi (-)
Palpasi : Organomegali (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
6. Region lumbal (Flank Area)
Inspeksi : Massa (-), lesi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Nyeri ketok CVA -/-
Auskultasi : Tidak dilakukan
7. Ekstremitas
Superior : Fraktur (-/-), edema (-/-)
Inferior : Fraktur (-/-), edema (-/-)
8. Tulang belakang : Spondilitis(-), kifosis (-), lordosis (-), fraktur
terbuka (-)
Rontgen Thorax :
Nodul opak multipell berbagai ukuran di kedua lapang paru terutama
kiri
Efusi pleura kiri
=========> Metastasis intrapulmonal
Cor sulit dinilai, batas kiri tertutup bayangan opak homogen
V. Diagnosis Banding
- Efusi pleura
- Ateletaksis
- Pneumonia
VII. Terapi
IVFD RL XX gtt/menit
Metilprednisolon 125 mg/12 jam
Furosemide 40 mg 1-0-0
Racikan sesak
- Salbutamol 0,5 mg
- Teofilin 75 mg
- Glycerile Guaiacolate 100 mg
- Cetirizine 5 mg
IX. Prognosis
Qua ad vitam : dubia
Qua ad sanationam : dubia
Qua ad fungsionam : dubia
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Ada 2 macam pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura
parietalis melapisi toraks atau rongga dada sedangkan pleura viseralis
melapisi paru-paru. Kedua pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa
hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yaitu pleura viseralis bagian
permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak
lebih dari 30 μm). Diantara celah - celah sel ini terdapat beberapa sel limfosit.
Di bawah sel-sel mesotelia ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan
kolagen dan serat-serat elastik.
2.2. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari
dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat atau cairan eksudat yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.
Pada keadaan normal rongga pleura hanya mengandung cairan sebanyak 10-
20 ml.
2.3. Etiologi
Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap
yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis
transudat atau eksudat.
2. Transudat
Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler
hidrostatik dan koloid osmotic menjadi terganggu, sehingga terbentuknya
cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorpsi oleh pleura lainnya.
Biasanya hal ini terjadi pada: (1). Meningkatnya tekanan kapiler
sistemik, (2). Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner, (3) Menurunnya
tekanan koloid osmotic dalam pleura, (4) Menurunnya tekanan intra
pleura. Efusi plura transudat dapat terjadi pada :
a. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan
penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena
kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan
tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga
terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu
peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas
reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga
akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongga pleura
dan paru-paru meningkat. Tekanan hidrostatik yang meningkat pada
seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang
bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi
pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan. Terapi ditujukan pada
payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat,
digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-
kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.
b. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi
kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah
dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi
pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
c. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura
melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga
pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk
menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak
dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik.
Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan
pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi)
dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi
pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
d. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-
penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang
dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik,
fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat
rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan
yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena
cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma.
Klinisnya merupakan penyakit kronis.
e. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi
unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisa dari rongga
peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini
terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan
dialisa.
Tabel 2. Penyebab Efusi Pleura Transudat-Eksudat
3. Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar
Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah.
Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit.
Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan
fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera
membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding
dada.
2.4. Patofisiologi
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan dalam rongga pleura
berfungsi untuk melicinkan kedua pleura viseralis dan pleura parietalis yang
saling bergerak karena pernapasan. Dalam keadaan normal juga selalu
terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pleura parietalis
dan diabsorpsi oleh kapiler dan saluran limfe pleura parietalis dengan
kecepatan yang seimbang dengan kecepatan pembentukannya.
Gangguan yang menyangkut proses penyerapan dan bertambahnya
kecepatan proses pembentukan cairan pleura akan menimbulkan
penimbunan cairan secara patologik di dalam rongga pleura. Mekanisme
yang berhubungan dengan terjadinya efusi pleura yaitu;
1. Kenaikan tekanan hidrostatik dan penurunan tekan onkotik pada
sirkulasi kapiler
2. Meningkatnya tekanan intravaskuler pleura
3. Penurunan tekanan kavum pleura
4. Hipoproteinemia
5. Kenaikan permeabilitas kapiler dan penurunan aliran limfe dari rongga
pleura.
Gambar 1. Patofisiologi efusi pleura
2. Pemeriksaan Fisik.
Inspeksi
Pengembangan dada asimetris dengan pengembangan dada yang tidak
terjadi atau terlambat pada sisi yang mengalami efusi
Palpasi
Gerakan dada yang tertinggal dan penurunan fremitus vocal atau taktil
pada sisi yang sakit
Perkusi
Redup pada perkusi
Auskultasi
Penurunan bunyi napas
Jika terjadi inflamasi, maka dapat terjadi friction rub. Apabila terjadi
atelektasis kompresif (kolaps paru parsial) dapat menyebabkan bunyi
napas bronkus. Nyeri dada pada pleuritis : Simptom yang dominan
adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas
dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari
pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari
nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat
terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh
G. Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada
dan abdomen.
Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus
phrenicus menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.
Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani
dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu
daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada
auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada
permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
3. Pemeriksaan Penunjang
Foto thoraks
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang
terdapat dalam rongga pleura akan terlihat meningkatnya opasitas
hemithorax. Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura
akan membentuk bayangan seperti kurva membentuk dengan
permukaan daerah lateral lebih tinggi dari pada bagian medial, tampak
sudut kostrofrenikus menumpul. Pada pemeriksaan foto dada posisi
lateral dekubitus, cairan bebas akan mengikuti posisi gravitasi. Jika
efusi pleura yang terjadi bersifat masif, maka seluruh bagian
hemithoraks akan tampak opak dan jantung serta jantung mungkin
terdorong ke sisi yang normal.Apabila setelah dilakukan x-ray
hasilnya masih tidak jelas apakah densitas merepresentasikan cairan
atau infiltrat parenkim; cairan tersebut loculated atau free-flowing;
Efusi pleura kiri yang moderate dengan classic meniscus sign.
USG Dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan.
Jumlahnya sedikit dalam rongga pleusa. Pemeriksaan ini sangat
membantu sebagai penuntun waktu melakukan aspirasi cairan dalam
rongga pleura. Demikian juga dengan pemeriksaan CT Scan dada.
CT Scan Dada
CT scan dada dapat menunjukkan adanya perbedaan densitas cairan
dengan jaringan sekitarnya sehingga sangat memudahkan dalam
menentukan adanya efusi pleura. CT dapat mendektsi efusi pleura
ringan dengan cairan <10 mL dan jumlah cairan yang sangat sedikit
(2mL) di rongga antara kedua pleura. Selain itu juga bisa
menunjukkan adanya pneumonia, abses paru atau tumor. Hanya saja
pemeriksaan ini tidak banyak dilakukan karena biayanya masih mahal.
Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik
maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk.
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga garis aksilaris
posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran
cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap
aspirasi. Lebih baik mengerjakan aspirasi berulang-ulang daripada
satu kali aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleural shock
(hipotensi) atau edema paru Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan
pemeriksaan:
a. Warna cairan. Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan
(serous-santrokom).Bila agak kemerahan-merahan, dapat terjadi
trauma, infark paru, keganasan dan adanya kebocoran aneurisma
aorta. Bila kunig kehijauan dan agak purulen, ini menunjukkan
empiema. Bila merah coklat menunjukkan abses karena amuba.
b. Biokimia. Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat.
Perbedaannya dapat dilihat pada tabel :
2.6. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan
fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui pungsi percobaan, biopsi
dan analisa cairan pleura.
Gambar 2. Alur diagnosis
2.7. Penatalaksanaan
1. Terapi penyakit dasarnya
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya
dikeluarkan melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga
dimasukkan obat untuk membantu memecahkan bekuan darah
(misalnya streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus
berlanjut atau jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka
perlu dilakukan tindakan pembedahan
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan
saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian
obat antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian
fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari
tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih
besar. Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan
terluar dari pleura (dekortikasi).
d. Pleuritis TB
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan.
Dosis dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis
paru. Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap
kembalai, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat
dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan
sempurna, tapi kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid secara
sistematik (Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis
diturunkan).
2. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis,
aspirasi juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik Torakosentesis
untuk tujuan diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk
tujuan terapeutik pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa
indikasi.
Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada,
perasaan tertekan pada dada.
Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya,
yang dapat menyebabkan kematian secara tiba-tiba.
Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah
melewati masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan
sudah berubah menjadi pyotoraks.
Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati
6 minggu, namun cairan masih tetap banyak
3. Pemasangan WSD
Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks
dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara
lambat dan aman. Pemasangan WSD dilakukan sebagai berikut:
Tempat untuk memasukkan selang toraks biasanya di sela iga 7, 8, 9
linea aksilaris media atau ruang sela iga 2 atau 3 linea
medioklavikuralis.
Setelah dibersihkan dan dianastesi, dilakukan sayatan transversal
selebar kurang lebih 2 cm sampai subkutis.
dibuat satu jahitan matras untuk mengikat selang.
Jaringan subkutis dibebaskan secara tumpul dengan klem sampai
mendapatkan pleura parietalis.
Selang dan trokar dimasukkan ke dalam rongga pleura dan kemudian
trokar ditarik. Pancaran cairan diperlukan untuk memastikan posisi
selang toraks.
Setelah posisi benar, selang dijepit dan luka kulit dijahit serta dibebat
dengan kasa dan plester.
Selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang dihubungkan dengan botol penampung cairan pleura. Ujung
selang diletakkan dibawah permukaan air sedalam sekitar 2 cm, agar
udara dari luar tidak dapat masuk ke dalam rongga pleura.
Gambar 4. Pemasangan jarum WSD
WSD perlu diawasi tiap hari dan jika sudah tidak terlihat undulasi
pada selang, kemungkinan cairan sudah habis dan jaringan paru
mengembang. Untuk memastikan dilakukan foto toraks.
Selang torak dapat dicabut jika produksi cairan/hari <100ml dan
jaringan paru telah mengembang. Selang dicabut pada saat ekspirasi
maksimum.
4. Pleurodesis
Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis,
merupakan penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang
digunakan adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard,
5-fluorourasil, adramisin, dan doksorubisin. Setelah cairan efusi dapat
dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misal; tiotepa 45 mg)
diberikan selang waktu 7-10 hari; pemberian obat tidak perlu
pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis
obliteratif yang menghilangkan rongga pleura, sehingga mencegah
penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.
Obat lain adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini WSD harus
dipasang dan paru dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500 mg
dilarutkan dalam 3050 ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan ke
dalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan
garam faal 1030 ml larutan garam faal untuk membilas selang, serta 10
ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang ditimbulkan obat ini.
Analgetik narkotik diberikan 11,5 jam sebelum pemberian tetrasiklin
juga berguna mengurangi rasa nyeri tersebut. Selang toraks diklem
selama 6 jam dan posisi penderita diubah-ubah agar penyebaran
tetrasiklin merata di seluruh bagian rongga pleura. Apabila dalam waktu
24 jam -48 jam cairan tidak keluar, selang toraks dapat dicabut.
Komplikasi tindakan pleurodesis adalah sedikit sekali dan biasanya
berupa nyeri pleuritik atau demam.
BAB IV
PEMBAHASAN
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah
yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Penumpukan cairan yang
terdapat dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat
berupa cairan transudat atau cairan eksudat. Pada keadaan normal rongga pleura
hanya mengandung cairan sebanyak 10-20 ml. Efusi karena eksudat dapat
disebabkan oleh pleuritis karena virus dan mikoplasma, pleuritis karena bakteri
piogenik pleuritis karena fungi ,pleuritis tuberkulosa, neoplasma dan
parapneumoni. Sedangkan efusi karena transudat dapat disebabkan oleh gangguan
kardiovaskular, hipoalbuminemia, hidrothoraks hepatik, Meig’s syndrome, dialisis
peritoneal dan adanya darah dalam cavum pleura.
Pada pemeriksaan foto thoraks, dilakukan pemeriksaan foto thoraks posisi PA dan
lateral.
Pada foto posisi PA didapatkan gambaran radioopak yang menutupi hampir
seluruh hemithoraks sinistra, sudut costophrenicus tumpul dan perbesaran
jamtung sulit dinilai karena batas jantung tertutupi bayangan opak. Terdapat pula
nodul opak pada hemithoraks dekstra. Bayangan opak yang terlihat dapat
mengindikasikan adanya cairan dalam rongga thoraks. Pada posisi lateral, terlihat
adanya multiple nodul pada hemithoraks sinistra.
Sehingga kesan yang didapatkan dari foto thoraks ini adalah sebagai berikut.
- Nodul opak multipell berbagai ukuran di kedua lapang paru terutama kiri
Efusi pleura kiri
=========> Metastasis intrapulmonal
Cor sulit dinilai, batas kiri tertutup bayangan opak homogen
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada efusi pleura masif adalah sebagai
berikut :
Obati penyakit yang mendasarinya
a. Hemotoraks
Jika darah memasuki rongga pleura hempotoraks biasanya dikeluarkan
melalui sebuah selang. Melalui selang tersebut bisa juga dimasukkan
obat untuk membantu memecahkan bekuan darah (misalnya
streptokinase dan streptodornase). Jika perdarahan terus berlanjut atau
jika darah tidak dapat dikeluarkan melalui selang, maka perlu dilakukan
tindakan pembedahan
b. Kilotoraks
Pengobatan untuk kilotoraks dilakukan untuk memperbaiki kerusakan
saluran getah bening. Bisa dilakukan pembedahan atau pemberian obat
antikanker untuk tumor yang menyumbat aliran getah bening.
c. Empiema
Pada empiema diberikan antibiotik dan dilakukan pengeluaran nanah.
Jika nanahnya sangat kental atau telah terkumpul di dalam bagian
fibrosa, maka pengaliran nanah lebih sulit dilakukan dan sebagian dari
tulang rusuk harus diangkat sehingga bisa dipasang selang yang lebih
besar.Kadang perlu dilakukan pembedahan untuk memotong lapisan
terluar dari pleura (dekortikasi).
d. PleuritisTB.
Pengobatan dengan obat-obat antituberkulosis (Rimfapisin, INH,
Pirazinamid/Etambutol/Streptomisin) memakan waktu 6-12 bulan. Dosis
dan cara pemberian obat seperti pada pengobatan tuberkulosis paru.
Pengobatan ini menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembalai, tapi
untuk menghilangkan eksudat ini dengan cepat dapat dilakukan
torakosentesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi
kadang-kdang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik
(Prednison 1 mg/kgBB selama 2 minggu, kemudian dosis diturunkan).
Torakosintesis
Keluarkan cairan seperlunya hingga sesak - berkurang (lega); jangan lebih
1-1,5 liter pada setiap kali aspirasi. Zangelbaum dan Pare menganjurkan
jangan lebih 1.500 ml dengan waktu antara 20-30 menit. Torakosentesis
ulang dapat dilakukan pada hari berikutnya.Torakosentesis untuk tujuan
diagnosis setiap waktu dapat dikerjakan, sedangkan untuk tujuan terapeutik
pada efusi pleura tuberkulosis dilakukan atas beberapa indikasi.
- Adanya keluhan subjektif yang berat misalnya nyeri dada, perasaan
tertekan padadada.
- Cairan sudah mencapai sela iga ke-2 atau lebih, sehingga akan
mendorong dan menekan jantung dan alat mediastinum lainnya, yang
dapat menyebabkan kematian secaratiba-tiba.
- Suhu badan dan keluhan subjektif masih ada, walaupun sudah melewati
masa 3 minggu. Dalam hal seperti ini biasanya cairan sudah berubah
menjadipyotoraks.
- Penyerapan cairan yang terlambat dan waktu sudah mendekati 6 minggu,
namun cairan masih tetap banyak.
ChestTube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang
selang dada (chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan dengan lambat tapi
sempurna. Tidaklah bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan
sekaligus. Selang dapat diklem selama beberapa jam sebelum 500 ml
lainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan menyebabkan distres
pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru.
Pleurodesis
Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan
mencegah penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan
untuk efusi pleura yang rekuren seperti pada efusi karena keganasan
Sebelum dilakukan pleurodesis cairan dikeluarkan terlebih dahulu melalui
selang dada dan paru dalam keadaan mengembang.Pleurodesis dilakukan
dengan memakai bahan sklerosis yang dimasukkan ke dalam rongga
pleura.Efektifitas dari bahan ini tergantung pada kemampuan untuk
menimbulkan fibrosis dan obliterasi kapiler pleura.
Dinding thorax
Iga dan ruang intercosta : simetris, tidak nampak adanya fraktur,
lesi litik ataupun sklerotik. Jarak antar interkosta simetris.
Klavikula mendatar, sesuai dengan posisi foto PA klavikula
mendatar. Scapula berada didalam lapang paru, seharusnya pada
posisi PA scapula berada diluar lapangan paru. Hal ini dapat
disebabkan oleh kesalahan dari pemosisian pasien saat di lakukan
pengambilan foto CXR.
Tulang vertebrae: nampak jelas hingga VT 3. Tidak nampak
adanya fraktur, lesi litik, lesi sklerotik ataupun kalsifikasi
Soft Tissue, tidak nampak kelainan pada soft tissue
Lapang paru
Nodul opak multipell berbagai ukuran di kedua lapang paru
terutama kiri
Efusi pleura kiri Metastasis intrapulmonal
Cor sulit dinilai, batas kiri tertutup bayangan opak homogen