Anda di halaman 1dari 33

Case Report

KOMA HEPATIKUM
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Pembimbing
dr. A. Sentot Suropati, Sp.PD

Disusun oleh :
Efi Dian Pramastuti, S.Ked
J51017045

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
2
CASE REPORT

KOMA HEPATIKUM
Yang diajukan Oleh :

Efi Dian Pramastuti, S.Ked


J510170045

Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Ilmu Penyakit Dalam Bagian
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta

Pembimbing
Nama : dr. A.Sentot Suropati, Sp.PD (.................................)

Dipresentasikan di hadapan
Nama : dr. A.Sentot Suropati, Sp.PD (.................................)

Disahkan Ketua Program Profesi


Nama : dr. Flora Ramona S. P., Sp.KK, (.................................)
NIP/NIK : 100.1540

3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 5
BAB II CASE REPORT ............................................................................................... 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 16
BAB IVPEMBAHASAN KASUS.............................................................................. 31
BAB V KESIMPULAN .............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 33

4
BAB I
PENDAHULUAN

Ensefalopati hepatik (EH) merupakan komplikasi yang sering ditemukanpada

pasien sirosis hepar. EH tidak hanya menyebabkan penurunan kualitashidup, namun

juga memberikan prognosis buruk. Lebih dari sepertiga pasien sirosis menjalani rawat

inapkarena ensefalopati hepatik. Prevalensi terjadinyaensefalopati hepatik adalah

sebesar 30-40% dari pasiensirosis hati sedangkan untuk ensefalopati hepatik minimal

sebanyak 20-80% . Sebanyak 30% pasien ensefalopatihepatik mengalami kematian.

EH terbagi menjadi tiga tipe terkait dengan kelainan hati yang mendasarinya; tipe

A berhubungandengan gagal hati akut dan ditemukan pada hepatitis fulminan, tipe B

berhubungan dengan jalurpintas portal dan sistemik tanpa adanya kelainan intrinsik

jaringan hati, dan tipe C yang berhubungandengan sirosis dan hipertensi portal,

sekaligus paling sering ditemukan pada pasien dengangangguan fungsi

hati.Klasifikasi EH berdasarkan gejalanya dibagi menjadi EH minimal (EHM) danEH

overt. dikatakan EH minimal bila ditemukan adanya defisit kognitif sepertiperubahan

kecepatan psikomotor dan fungsi eksekutif melalui pemeriksaan psikometrik

atauelektrofisiologisedangkan EH overt terbagi lagi menjadi EH episodik (terjadi

dalam waktu singkatdengan tingkat keparahan yang befluktuasi) dan EH persisten

(terjadi secara progresif dengan gejalaneurologis yang kian memberat).

5
BAB II
CASE REPORT

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 61 tahun

Jenis Kelamin : Laki- laki

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Gronong, Mandan-Sukoharjo

Agama : Islam

No RM : 2810XX

MRS :3Juli 2017

KRS : 4 Juli 2017

B. ANAMNESIS

Riwayat penyakit pasien diperoleh secara autoanamnesis dan alloanamnesis.

a. Keluhan Utama

Tidak sadarkan diri

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke RSUD Sukoharjo dalam keadaan tidak sadarkan diri

kurang lebih satu jamsebelum masuk rumah sakit.Saat tidak sadarkan diri

pasien sempat muntah darah sebanyak 1 kali.

6
c. Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat Hepatitis : Diakui, sejak 1,5 tahun yang lalu

 Riwayat Hipertensi : Disangkal

 Riwayat Diabetes Melitus : Disangkal

 Riwayat Alergi : Disangkal

 Riwayat Gastritis : Disangkal

 Riwayat Penyakit Ginjal : Disangkal

d. Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat Hepatitis : Diakui

 Riwayat Hipertensi : Diakui

 Riwayat DM : Diakui

 Riwayat Asma : Disangkal

 Riwayat Alergi : Disangkal

C. ANAMNESIS SISTEM

Sistem Cerebrospinal Demam (-), Pusing (-), Kejang (-)

Sistem Cardiovaskular Akral dingin (-/+), Keringat dingin (-), Sianosis (-), Anemis

(-), Tremor (-)

Sistem Respiratorius Batuk (-), Sesak nafas (-)

Sistem Gastrointestinal Mual (-), Muntah (-), BAB Berwarna hitam

Sistem Genitourinarius BAK (+)

7
Sistem Muskuloskeletal Badan lemas (-), Pegal-pegal (-)

Sistem Integumental Perubahan warna kulit (-), Sikatrik (-), Gatal-gatal (-)

D. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

 Keadaan Umum : Sedang

 Kesadaran : Koma (E1V1M1)

 Vital sign :

- Tekanan darah : 122/75 mmHg

- Nadi : 51 kali permenit

- Respirasi : 20 kali permenit

- Suhu : 360C

 Kepala : Normocephal, CA -/-, sklera ikterik +/+, refleks

pupil -/-, bibir sianosis (-)

 Leher : Leher simetris, PKGB (-/-), JVP (+)

 Thorax :

a. Paru :

- Inspeksi : Pengembangan dada kanan=kiri. Ketinggalan

gerak (-), retraksi (-)

- Palpasi : Fremitus dada kanan=kiri, ketinggalan

gerak(-)

8
- Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

- Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), rhonki (-/-),

Wheezing (-/-)

b. Jantung :

- Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak. Dinding dada

Simetris kanan dan kiri.

- Palpasi : Iktus cordis di SIC V linea midclavicularis

sinistra

- Perkusi : Batas atas jantung SIC III linea parasternalis

Sinistra. Batas jantung bawah di SIC V linea

midclavicularis sinistra

- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler. Bising (-)

c. Abdomen :

- Inspeksi : dinding perut sama tinggi dengan dinding dada,

tidak terlihat caput medusa

- Auskultasi : Peristaltik (+),

- Perkusi : Tympani

- Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), turgor elestisitas

Kulit normal, Hepar tidak teraba, terdapat

ascites.

9
d. Ekstremitas :

- Ekstremitas superior dextra : hangat (-), oedem (-), palmar eritema (-)

- Ekstremitas superior sinistra : hangat (-), oedem (-), palmar eritema (-)

- Ekstremitas inferior dextra : hangat (-), oedem (+), palmar eritema (-)

- Ekstremitas inferior sinistra : hangat (-), oedem (+), palmar eritema (-)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan Laboratorium

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN

Lekosit 11.1 3.8- 10.6

Eritrosit 3.53 4.40- 5.90

Hemoglobin 11.7 13.2- 17.3

Hematokrit 31.6 40-52

MCV 89.5 80-100

MCH 33.1 26-35

MCHC 37.0 RNF

Trombosit 123 150-450

RDW- CV 19.5 11.5-14.5

PDW 14.2

MPV 11.5

P- LCR 37.1

10
PCT 0.14

NRBC 00.0 0-1

Neutrofil 68.5 53-75

Limfosit 22.1 24-40

Monosit 7.60 2-8

Eosinofil 1.40 2.00-4.00

Basofil 0.40 0-1

IG 1.40

GOLONGAN DARAH O

Gula Darah Sewaktu 113 70-120

Ureum 141.9 0-31

Creatinin 2.77 0.60-1.10

SGOT 125.09 0-30

SGPT 77.4 0-50

HBs Ag Reaktif Non reaktif

Barometer 750.1

CT hemoglobin 34.0

FIO2 33

PH 7.55 7.37-7.45

PCO2 25.5 23.0-44.0

PO2 120.5 71.0-104.0

11
BE 0.6 -2-+3

Na+ 123.9 135.0-145.0

K+ 5.59 3.50-5.10

F. DIAGNOSIS

- Koma hepatikum

G. TERAPI

Awal

 inf D 5%: Aminoleban  2:1

 Furosemid inj 1 gr / 8jam

 Ranitidin inj. 1gr/ 12jam

 Ceftriaxon1g/12jam

H. FOLLOW UP

Selasa 4Juli 2017

S/ Tidak sadarkan diri T/

O/ KU : koma  inf NaCl 0,9% aminoleban

TD : 122/75 mmHg (2:1) 20 tpm

T : 36,7oC  Ranitidin inj. 1 amp/12 jam

HR : 51 kali/menit  Ceftriaxon 1g/12jam

RR : 20 kali/menit  L-Bio 2x1

GDS = 91  Curcuma 3x1

12
A/ Koma hepatikum

Rabu,5 Juli 2017

S/ Tidak sadarkan diri T/

O/ KU : koma  inf NaCl 0,9% aminoleban (2:1) 20

TD : 130/80 mmHg tpm

T : 36,0oC
 Ranitidin inj. 1 amp/12 jam
HR : 82 kali/menit
 Ceftriaxon 1g/12jam
RR : 20 kali/menit
 L-Bio 2x1
A/ Koma hepatikum
 Curcuma 3x1

Kamis, 6 Juli 2017

S/ pasien sadar, mengeku dadanya sakit T/ • inf NaCl 0,9% 20tpm

O/ KU : CM • inf aminoleban 20tpm

TD : 100/70 mmHg • Ranitidin inj. 1 amp/12 jam

T : 36,7oC • Ceftriaxon 1g/12jam

HR : 82 kali/menit • L-Bio 2x1

RR : 24 kali/menit • Curcuma 3x1

A/ Koma Hepatikum membaik  Ketorolac 1 amp/12 jam

13
Jumat, 7 Juli 2017

S/ Sedikit lemas, nafsu makan membaik, T/ • inf NaCl 0,9% + aminoleban

mual (+), Muntah (-), BAB(-), BAK (2:1) 20 tpm

(+), nyeri tekan (+) • Ranitidin inj. 1 amp/12 jam

O/ KU : CM • Ceftriaxon 1g/12jam

TD : 100/60 mmHg • L-Bio 2x1

T : 36,7oC • Curcuma 3x1

HR : 84 kali/menit  Sucralfat 3x1

RR : 20 kali/menit  Ketorolac 1amp/12jam

A/ Koma hepatikum membaik

Sabtu, 8 Juli 2017

S/ mengeluh dada nya sakit  T/ inf NaCl 0,9% aminoleban

O/ KU : CM (2:1) 20 tpm

TD : 100/60 mmHg  Ranitidin inj. 1 amp/12 jam

T : 36oC  Ceftriaxon 1g/12jam

14
HR : 82 kali/menit  L-Bio 2x1

RR : 22 kali/menit  Curcuma 3x1

A/ Koma hepatikum

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI HEPAR

Hepar merupakan organ yang berat rata-rata 1.500 gram atau 2 % dari

berat badan orang dewasa normal. Dengan begitu hepar menjadi organ terbesar

kedua setelah kulit dan merupakan organ paling besar dalah tubuh manusia.

Bentuk hepar seperti prisma dengan dasar menghadap ke kanan dan apeks ke arah

kiri. Hepar memiliki 2 lobus utama, yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Lobus

kanan dibagi menjadi bagian anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan,

sedangkan lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum

falsiformis. Warna hepar kemerahan dengan konsistensi lembut dan kaya vaskuler

(Kapoor, 2015). Hepar dibagi menjadi lobus kanan dan kiri dengan perbandingan

ukuran 60:40 yang dibatasi oleh fisura mayor yang berawal dari fossa vesika felea

didepan vena cava inferior. Pada permukaan bawah hepar terdiri dari fisura yang

tampak seperti huruf H, dimana pada lengan kanan vertical dari huruf H ini

dibentuk oleh kantung empedu pada bagian anterior dan vena cava inferior pada

bagian posterior. Penampakan huruf H tersebut dibentuk oleh ligamentum teres

hepatis pada bagian depan dan ligamentum venosum pada bagian belakang

(Kapoor, 2015).Darah arteri dan vena diarlirkan ke vena sentralis masing- masing

lobuli hepatis untuk memberikan nutrisi melalui sinusoid hepar dan oksigen

16
kepada hepatosit sebelum dialirkan kembali keluar hepar melalui vena hepatica

kanan dan kiri yang kemudian bermuara ke vena kava inferior (Sherwood, 2011)

Gambar 1. Permukaan anterior hepar[5]

17
Gambar 2. Permukaan posterior hepar [5]

Sumber :(Netter, 2015)

B. DEFINISI SIROSIS HEPATIS

Ensefalopati Hepatikum (Ensefalopati Sistem Portal, Koma Hepatikum)

adalah suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat

racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati sering

ditemukan pada pasien sirosis hepatis.

Ensepalopati hepatik (EH) adalah sindrom disfungsi neuropsikiatri yang

terjadi pada penyakit hati akut atau kronik berat dengan beragam manifestasi mulai

dari ringan hingga berat mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta

penurunan kesadaran tanpa adanya kelainan pada otak yang mendasari (Hasan , et al.,

2014).

18
C. ETIOLOGI ENSEFALOPATI HEPATIK

Faktor-faktor presipitasi yang sering terjadi padaensefalopati hepatik dibagi

menjadi tiga yaitu

(1) Episodic seperti infeksi, perdarahan saluran cerna atas, penggunaan

berlebihan diuretik, kelainan elektrolit, konstipasi dan tidak diketahui

(2) Recurrent yaitu jika kejadian EH berulang kurang dari 6 bulan, seperti

kelainan elektrolit, infeksi, tidak teridentifikasi, konstipasi, penggunaan

diuretik dan perdarahan saluran cerna

(3) Persistent jika perubahan perilaku selalu didapatkan.

Faktor presipitasi lain seperti dehidrasi, diet tinggi protein dan pengaruh obat

yang mempengaruhi sistem saraf pusat serta penyakit lain seperti hepatocelular

carcinoma. Presipitasi lainnya termasuk konstipasi, alkalosis, dan kekurangan kalium

yang disebabkan oleh diuretik, opioid, hipnotik dan sedatif: obat yang mengandung

amonium atau senyawa amino, paracentasis dengan hipovolemia yang menyertai, dan

shunt porto systemic (termasuk transjugular intrahepatic portosystemic

shunt)(Sulistiyani, et al., 2016)

D. PATOFISIOLOGI ENSEPALOPATI HEPATIK

Beberapa kondisi berpengaruh terhadap timbulnya EH pada pasien gangguan hati

akut maupun kronik, seperti keseimbangan nitrogen positif dalam tubuh (asupan

19
protein yang tinggi, gangguan ginjal, perdarahan varises esofagus dan konstipasi),

gangguan elektrolit dan asam basa (hiponatremia, hipokalemia, asidosis dan

alkalosis), penggunaan obat-obatan (sedasi dan narkotika), infeksi (pneumonia,

infeksi saluran kemih atau infeksi lain) dan lain-lain, seperti pembedahan dan

alkohol.

Faktor tersering yang mencetuskan EH pada sirosis hati adalah infeksi, dehidrasi

dan perdarahan gastrointestinal berupa pecahnya varises esofagus. Terjadinya EH

didasari pada akumulasi berbagai toksin dalam peredaran darah yang melewati sawar

darah otak. Amonia merupakan molekul toksik terhadap sel yang diyakini berperan

penting dalam terjadinya EH karena kadarnya meningkat pada pasien sirosis hati.

Beberapa studi lain juga mengemukakan faktor pencetus lain penyebab EH seperti

pada gambar berikut:

20
E. MANIFESTASI KLINIS

Ensefalopati hepatik menghasilkan suatu spektrum luas manifestasi neurologis

dan psikiatrik nonspesifik. Pada tahap yang paling ringan, EH memperlihatkan

gangguan pada tes psikometrik terkait dengan atensi, memori jangka pendek dan

kemampuan visuospasial. Dengan berjalannya penyakit, pasien EH mulai

memperlihatkan perubahan tingkah laku dan kepribdian, seperti apatis, iritabilitas dan

disinhibisi serta perubahan kesadaran dan fungsi motorik yangnyata. Selain itu,

gangguan pola tidur semakin sering ditemukan. Pasien dapat memperlihatkan

disorientasi waktu dan ruang yang progresif, tingkah laku yang tidak sesuai dan fase

kebingungan akut dengan agitasi atau somnolen, stupor, dan pada akhirnya jatuh ke

dalam koma Kriteria West Haven membagi EH berdasarkan derajat gejalanya (Tabel

21
1). Stadium EH dibagi menjadi grade 0 hingga 4, dengan derajat 0 dan 1 masuk

dalam EH covert serta derajat 2-4 masuk dalam EH overt, seperti pada tabel :

Kriteria child classification menggunakan Modified ChildPugh Scoring

System disebut klasifikasi A jika total skor 5-6,klasifikasi B jika total skor 7-9 dan

klasifikasi C jika total skor10-15.

Kriteria faktor presipitasi terdiri dari empat hal sebagai berikut, faktor pertama

berupa perdarahan saluran cernaditandai dengan muntah dan berak berwarna hitam,

lalukonstipasi ditandai adanya perubahan pola dan jenisdefekasi, berikutnya infeksi

22
ditandai dengan minimal 2tanda Systemic Inflammatory Response Syndrome

(SIRS)berupa suhu tubuh > 38˚C atau <36˚C, nadi >90x/m,respiratory rate >20x/m,

leukosit >12.000/μL atau<4.000/μL dengan sumber infeksi dari saluran

pernafasan,pengaruhbersama daribeberapa faktor seperti amonia,saluran kencing atau

dari saluran cerna, dan yang terakhir hiponatrium jika kadar natrium <130 mmol/L

sertahipokalemia jika kadar kalium <3,5mmol/L.(Hasan , et al., 2014)

Selain gelaja dai EH ditemukan juga gejala sirosis hepatis. Gejala awal sirosis

(kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,

perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul

impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas.

Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala klinis yang dapat ditemukan

pada pasien sirosis hepatis adalah :

1. Spider teleangiektasi, yaiitu suatu lesi vascular yang dikelilingi

beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka,

dan lengan atas

2. Eritema Palmaris, warna merah saga pada thenar dan hipothenar

telapak tangan

3. Muchrche, yaitu kelainan pada kuku berupa pita putih horizontal

dipisahkan dengan warna normal kuku

23
4. Ginekomastia pada laki-laki

5. Atrofi testis

6. Hepatomegali, bila teraba hepar pada pasien sirosis bisa teraba keras

dan nodular. Ukurannya bisa normal, mengecil bahkan membesar

7. Splenomegali, sering ditemukan terutama pada sirosis yang

penyebabnya nonalkoholik

8. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi

porta

9. Fetor hepatikum

10. Ikterus

(Sudoyo, et al., 2009)

24
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS

Pemeriksaan Number Connecting Test (NCT), NCT-A dan NCT-B, maupun

Critical Flicker Frequency (CFF) merupakan pemeriksaan lain untuk mendiagnosis

EH. Namun, pemeriksaan MMSE, NCT, CFF masih sulit untuk dilakukan secara

merata di Indonesia. Oleh karena itu, para klinisi diharapkan memberi penjelasan

terhadap pasien beserta keluarganya mengenai tanda-tanda EH, seperti komunikasi,

perubahan pola tidur, penurunan aktivitas sehari-hari pasien hingga tanda-tanda

seperti asteriksis, klonus maupun penurunan kesadaran yang jelas. Pemeriksaan

radiologis berupa Magnetic Resonance Imaging (MRI) serta elektroensefalografi

(EEG) dapat menjadi pilihan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan lain pada

otak. Elektroensefalografi akan menunjukkan perlambatan (penurunan frekuensi

25
gelombang alfa) aktivitas otak pada pasien dengan EH. Pemeriksaan kadar amonia

tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis pasti EH. Peningkatan kadar amonia dalam

darah (> 100 mg/100 ml darah) dapat menjadi parameter keparahan pasien dengan

EH. Pemeriksaan kadar amonia darah belum menjadi pemeriksaan standar di

Indonesia mengingat pemeriksaan ini belum dapat dilakukan pada setiap rumah sakit

di Indonesia.

F. PENATALAKSANAAN

Penurunan kadar amonia merupakan salah satu strategi yang diterapkan dalam

tatalaksana EH. Beberapamodalitas untuk menurunkan kadar amonia dilakukan

dengan penggunaan laktulosa, antibiotik,L-Ornithine L-Aspartate, probiotik, dan

berbagai terapi potensial lainnya.

- Non-absorbable Disaccharides (Laktulosa)

Laktulosa merupakan lini pertama dalam penatalaksanaan EH. Sifatnya yang

laksatif menyebabkanpenurunan sintesis dan uptake amonia dengan menurunkan pH

kolon dan juga mengurangi uptakeglutamin. Selain itu, laktulosa diubah menjadi

monosakarida oleh flora normal yang digunakansebagai sumber makanan sehingga

pertumbuhan flora normal usus akan menekan bakteri lainyang menghasilkan urease.

Proses ini menghasilkan asam laktat dan juga memberikan ion hidrogenpada amonia

sehingga terjadi perubahan molekul dari amonia (NH3) menjadi ion amonium

(NH4+).

Adanya ionisasi ini menarik amonia dari darah menuju lumen.Dari

26
metaanalisis yang dilakukan, terlihat bahwa laktulosa tidak lebih baik dalam

mengurangi amoniadibandingkan dengan penggunaan antibiotik.12 Akan tetapi,

laktulosa memiliki kemampuanyang lebih baik dalam mencegah berulangnya EH dan

secara signifikan menunjukkan perbaikan tespsikometri pada pasien dengan EH

minimal.

Dosis laktulosa yang diberikan adalah 2 x 15-30 ml sehari dan dapat diberikan

3 hingga 6 bulan. Efeksamping dari penggunaan laktulosa adalah menurunnya

persepsi rasa dan kembung. Penggunaanlaktulosa secara berlebihan akan

memperparah episode EH, karena akan memunculkan faktor presipitasilainnya, yaitu

dehidrasi dan hiponatremia.

- Antibiotik

Antibiotik dapat menurunkan produksi amonia dengan menekan pertumbuhan

bakteri yang bertanggungjawab menghasilkan amonia, sebagai salah satu faktor

presipitasi EH. Selain itu, antibiotikjuga memiliki efek anti-inflamasi dan

downregulation aktivitas glutaminase. Antibiotik yangmenjadi pilihan saat ini adalah

rifaximin, berspektrum luas dan diserap secara minimal.Dosis yangdiberikan adalah 2

x 550 mg dengan lama pengobatan 3-6 bulan. Rifaximin dipilih

menggantikanantibiotik yang telah digunakan pada pengobatan HE sebelumnya, yaitu

neomycin, metronidazole,paromomycin, dan vancomycin oral karena rifaximin

memiliki efek samping yang lebih sedikitdibandingkan antibiotik lainnya.

27
- L-Ornithine L-Aspartate (LOLA)

LOLA merupakan garam stabil tersusun atas dua asam amino, bekerja sebagai

substrat yang berperandalam perubahan amonia menjadi urea dan glutamine. LOLA

meningkatkan metabolisme amoniadi hati dan otot, sehingga menurunkan amonia di

dalam darah. Selain itu, LOLA juga mengurangiedema serebri pada pasien dengan

EH.LOLA, yang merupakan subtrat perantara pada siklus urea, menurunkan kadar

amonia dengan merangsangureagenesis. L-ornithine dan L-aspartate dapat

ditransaminase dengan α-ketoglutaratemenjadi glutamat, melalui ornithine

aminotrasnferase (OAT) dan aspartate aminotransferase (AAT),berurutan. Molekul

glutamat yang dihasilkan dapat digunakan untuk menstimulasi glutamine

synthetase,sehingga membentuk glutamin dan mengeluarkan amonia. Meskipun

demikian, glutamindapat dimetabolisme dengan phosphate-activated glutaminase

(PAG), dan menghasilkan amoniakembali.Suatu RCT double blind menunjukkan

pemberian LOLA selama 7 hari pada pasien sirosis dengan EHmenurunkan amonia

dan memperbaiki status mental. Akan tetapi, penurunan amonia pada pasienEH yang

mendapatkan LOLA diperkirakan hanya sementara. Beberapa penelitian RCT

menunjukkan bahwa penggunaan LOLA 20 g/hari secara intravena dapatmemperbaiki

kadar amonia dan EH yang ada. Studi metaanalisis terkini menunjukkan manfaat

LOLA pada pasien EH overt dan EH minimal dalam perbaikan EHdengan

menurunkan konsentrasi amonia serum.

28
- Probiotik

Probiotik didefinisikan sebagai suplementasidiet mikrobiologis hidup yang

bermanfaat untuknutrisi pejamu. Amonia dan substansi neurotoksiktelah lama

dipikirkan berperan pentingdalam timbulnya EH. Amonia juga dihasilkanoleh flora

dalam usus sehingga manipulasi florausus menjadi salah satu strategi terapi EH.

Mekanismekerja probiotik dalam terapi EH dipercayaterkait dengan menekan

substansi untukbakteri patogenik usus dan meningkatkanproduk akhir fermentasi

yang berguna untukbakteri baik melakukan studi terhadap fesespasien EH minimal

dan menemukan pemberiansuplementasi sinbiotik (serat dan probiotik)berhubungan

dengan menurunnya jumlah bakteripatogenik Escherichia coli, Fusobacterium,dan

Staphylococcus dengan peningkatan padaLactobacillus penghasil nonurease.28

Penelitianmetaanalisis dari 9 laporan penelitian menunjukkanprebiotik, probiotik dan

sinbiotik mempunyai manfaat pada pasien EH. Meskipundemikian, penelitian lebih

lanjut masih dibutuhkandalam penggunaan probiotik pada tatalaksanadan prevesi

sekunder EH overt.

29
H.PROGNOSIS

Prognosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi,

beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai Selain itu

prognosis pasien juga dilihat dari derajat kerusakannya yang dapat dinilai dengan

Klasifikasi Child-Pugh yang terlihat pada tabel berikut

Parameter A B C
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Ascites - Ringan, terkontrol Sedang-berat, sulit
dengan diuretic terkontrol dengan
diuretic
Ensefalopati - Grade 1-2 Grade 3-4
(minimal) (berat/koma)
PT ( detik 4 4-6 >6
memanjang)
INR <1,7 (sempurna) 1,7-2,3 (baik) >2,3 (kurang)
Sumber :(Widjaja & Karjadi, 2011)

Berdasarkan kriteria Child-Pugh di atas, angka kelangsungan hidup selama

satu tahun untuk pasien dengan kriteria A adalah sekitar 100 persen atau angka

harapan hidupnya bisa mencapai 1 tahun ke depan, kemudian kriteria B sekitar 80

persen, artinya angka kelangsungan hidupnya adalah sekitar 8 bulan, angka

kelangsungn hidup pada pasien sirosis dengan kriteria C, itu kemungkinan besar

angka harapan hidupnya adalah 45 persen atau sekitar 4-5 bulan (Sudoyo, et al.,

2009).

30
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

Pasien datang ke RSUD Sukoharjo dengan tidak sadarkan diri. Pasien tidak

sadarkan diri ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelum tidak sadarkan diri pasien

muntah darah sebanyak 1x.Pasien juga mengeluh dadanya sakit pada kedua dadanya.

Riwayat menderita Hepatitis B sejak 1 setengah tahun yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum baik, kompos mentis, TD : 122/74

mmHg, T : 36,7oC, HR : 51 kali/menit, RR : 20 kali/menit. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan data yang dikumpulkan dari anamnesis. Dari anamnesis didapatkan

adanya riwayat hepatitis sejak 1 setengah tahun yang lalu. Kemudian pada

pemeriksaan fisik ditemukan sklera ikterik dan adanya ascites.

Selanjutnya diagnosis ditegakkan dengan melakukan pemeriksaan

laboratorium didapatkan peningkatan SGOT, SGPT, ureum, creatinin dan HbsAg

positif.

Untuk terapi awal pasien diberikan inf D 5% : Aminoleban 1:2, furosemid inj 1

gr / 8jam, ranitidin inj. 1gr/ 12jam, ceftriaxon 1g/12jam.

31
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki- laki usia 61 tahun denganPasien datang ke

RSUD Sukoharjo dengan tidak sadarkan diri. Pasien tidak sadarkan diri ± 1

jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelum tidak sadarkan diri pasien muntah

darah sebanyak 1x. Pasien juga mengeluh dadanya sakit pada kedua dadanya.

Riwayat menderita Hepatitis sejak 1 setengah tahun yang lalu

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum baik, kompos mentis, TD :

122/74 mmHg, T : 36,7oC, HR : 51 kali/menit, RR : 20 kali/menit. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan data yang dikumpulkan dari anamnesis. Dari

anamnesis didapatkan adanya riwayat hepatitis sejak 1 setengah tahun yang

lalu. Kemudian pada pemeriksaan fisik ditemukan sklera ikterik dan adanya

ascites.

32
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan, Irsan.dan Araminta, Abirianty P., 2014.Enselopati Hepatik : Apa,
Mengapa dan Bagaimana Jakarta : Medicinus, Vol. 27. No.3.
2. Netter, F. H., 2015. Interactive Atlas of Human Anatomy. 6th Edition ed.
s.l.:Elsevier.
3. Price, S. A. & Wilson, L. M., 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. 6 ed. Jakarta : EGC : Penerbit Buku Kedokteran.
4. Putz, R. & Pabst, R., 2005. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. 21st ed. Jakarta:
EGC.
5. Rubenstein, D., Wayne, D. & Bradley, J., 2007. Lecture Notes : Kedokteran
Klinis. Edisi Keenam ed. Jakarta: Erlangga.
6. Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
7. Sudoyo, A. W. et al., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V ed.
Jakarta: Interna Publishing.
8. Sulistiyani, Asih. dan Anggraini, Dwi Indria., 2016. Ensepalopati Hepati et
causa Sirosis Hepatis Dekompensata pada Laki-laki Usia 57
TahunLampung : J Medula Unila, Vol. 5 No.1.
9. Tsachatzis, E. A., Bosch, J. & Burrhoughs, A. K., 2014. Liver Cirrhosis.
Lancert, Volume 383.
10. Widjaja, F. F. & Karjadi, T., 2011. Pencegahan Perdarahan Berulang Pada
Pasien Sirosis Hati. Jurnal Indonesian Medical Association, 61(10), pp.
417-424.

33

Anda mungkin juga menyukai