KOMA HEPATIKUM
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
Pembimbing
dr. A. Sentot Suropati, Sp.PD
Disusun oleh :
Efi Dian Pramastuti, S.Ked
J51017045
KOMA HEPATIKUM
Yang diajukan Oleh :
Telah disetujui dan disahkan oleh Tim Pembimbing Ilmu Penyakit Dalam Bagian
Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Pembimbing
Nama : dr. A.Sentot Suropati, Sp.PD (.................................)
Dipresentasikan di hadapan
Nama : dr. A.Sentot Suropati, Sp.PD (.................................)
3
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 5
BAB II CASE REPORT ............................................................................................... 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 16
BAB IVPEMBAHASAN KASUS.............................................................................. 31
BAB V KESIMPULAN .............................................................................................. 32
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 33
4
BAB I
PENDAHULUAN
juga memberikan prognosis buruk. Lebih dari sepertiga pasien sirosis menjalani rawat
sebesar 30-40% dari pasiensirosis hati sedangkan untuk ensefalopati hepatik minimal
EH terbagi menjadi tiga tipe terkait dengan kelainan hati yang mendasarinya; tipe
A berhubungandengan gagal hati akut dan ditemukan pada hepatitis fulminan, tipe B
berhubungan dengan jalurpintas portal dan sistemik tanpa adanya kelainan intrinsik
jaringan hati, dan tipe C yang berhubungandengan sirosis dan hipertensi portal,
5
BAB II
CASE REPORT
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 61 tahun
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
No RM : 2810XX
B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
kurang lebih satu jamsebelum masuk rumah sakit.Saat tidak sadarkan diri
6
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : Diakui
C. ANAMNESIS SISTEM
Sistem Cardiovaskular Akral dingin (-/+), Keringat dingin (-), Sianosis (-), Anemis
7
Sistem Muskuloskeletal Badan lemas (-), Pegal-pegal (-)
Sistem Integumental Perubahan warna kulit (-), Sikatrik (-), Gatal-gatal (-)
D. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Vital sign :
- Suhu : 360C
Thorax :
a. Paru :
gerak(-)
8
- Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru
Wheezing (-/-)
b. Jantung :
sinistra
midclavicularis sinistra
c. Abdomen :
- Perkusi : Tympani
ascites.
9
d. Ekstremitas :
- Ekstremitas superior dextra : hangat (-), oedem (-), palmar eritema (-)
- Ekstremitas superior sinistra : hangat (-), oedem (-), palmar eritema (-)
- Ekstremitas inferior dextra : hangat (-), oedem (+), palmar eritema (-)
- Ekstremitas inferior sinistra : hangat (-), oedem (+), palmar eritema (-)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
PDW 14.2
MPV 11.5
P- LCR 37.1
10
PCT 0.14
IG 1.40
GOLONGAN DARAH O
Barometer 750.1
CT hemoglobin 34.0
FIO2 33
PH 7.55 7.37-7.45
11
BE 0.6 -2-+3
K+ 5.59 3.50-5.10
F. DIAGNOSIS
- Koma hepatikum
G. TERAPI
Awal
Ceftriaxon1g/12jam
H. FOLLOW UP
12
A/ Koma hepatikum
T : 36,0oC
Ranitidin inj. 1 amp/12 jam
HR : 82 kali/menit
Ceftriaxon 1g/12jam
RR : 20 kali/menit
L-Bio 2x1
A/ Koma hepatikum
Curcuma 3x1
13
Jumat, 7 Juli 2017
O/ KU : CM • Ceftriaxon 1g/12jam
O/ KU : CM (2:1) 20 tpm
14
HR : 82 kali/menit L-Bio 2x1
A/ Koma hepatikum
15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI HEPAR
Hepar merupakan organ yang berat rata-rata 1.500 gram atau 2 % dari
berat badan orang dewasa normal. Dengan begitu hepar menjadi organ terbesar
kedua setelah kulit dan merupakan organ paling besar dalah tubuh manusia.
Bentuk hepar seperti prisma dengan dasar menghadap ke kanan dan apeks ke arah
kiri. Hepar memiliki 2 lobus utama, yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Lobus
kanan dibagi menjadi bagian anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan,
sedangkan lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum
falsiformis. Warna hepar kemerahan dengan konsistensi lembut dan kaya vaskuler
(Kapoor, 2015). Hepar dibagi menjadi lobus kanan dan kiri dengan perbandingan
ukuran 60:40 yang dibatasi oleh fisura mayor yang berawal dari fossa vesika felea
didepan vena cava inferior. Pada permukaan bawah hepar terdiri dari fisura yang
tampak seperti huruf H, dimana pada lengan kanan vertical dari huruf H ini
dibentuk oleh kantung empedu pada bagian anterior dan vena cava inferior pada
hepatis pada bagian depan dan ligamentum venosum pada bagian belakang
(Kapoor, 2015).Darah arteri dan vena diarlirkan ke vena sentralis masing- masing
lobuli hepatis untuk memberikan nutrisi melalui sinusoid hepar dan oksigen
16
kepada hepatosit sebelum dialirkan kembali keluar hepar melalui vena hepatica
kanan dan kiri yang kemudian bermuara ke vena kava inferior (Sherwood, 2011)
17
Gambar 2. Permukaan posterior hepar [5]
adalah suatu kelainan dimana fungsi otak mengalami kemunduran akibat zat-zat
racun di dalam darah, yang dalam keadaan normal dibuang oleh hati sering
terjadi pada penyakit hati akut atau kronik berat dengan beragam manifestasi mulai
dari ringan hingga berat mencakup perubahan perilaku, gangguan intelektual, serta
penurunan kesadaran tanpa adanya kelainan pada otak yang mendasari (Hasan , et al.,
2014).
18
C. ETIOLOGI ENSEFALOPATI HEPATIK
(2) Recurrent yaitu jika kejadian EH berulang kurang dari 6 bulan, seperti
Faktor presipitasi lain seperti dehidrasi, diet tinggi protein dan pengaruh obat
yang mempengaruhi sistem saraf pusat serta penyakit lain seperti hepatocelular
yang disebabkan oleh diuretik, opioid, hipnotik dan sedatif: obat yang mengandung
amonium atau senyawa amino, paracentasis dengan hipovolemia yang menyertai, dan
akut maupun kronik, seperti keseimbangan nitrogen positif dalam tubuh (asupan
19
protein yang tinggi, gangguan ginjal, perdarahan varises esofagus dan konstipasi),
infeksi saluran kemih atau infeksi lain) dan lain-lain, seperti pembedahan dan
alkohol.
Faktor tersering yang mencetuskan EH pada sirosis hati adalah infeksi, dehidrasi
didasari pada akumulasi berbagai toksin dalam peredaran darah yang melewati sawar
darah otak. Amonia merupakan molekul toksik terhadap sel yang diyakini berperan
penting dalam terjadinya EH karena kadarnya meningkat pada pasien sirosis hati.
Beberapa studi lain juga mengemukakan faktor pencetus lain penyebab EH seperti
20
E. MANIFESTASI KLINIS
gangguan pada tes psikometrik terkait dengan atensi, memori jangka pendek dan
memperlihatkan perubahan tingkah laku dan kepribdian, seperti apatis, iritabilitas dan
disinhibisi serta perubahan kesadaran dan fungsi motorik yangnyata. Selain itu,
disorientasi waktu dan ruang yang progresif, tingkah laku yang tidak sesuai dan fase
kebingungan akut dengan agitasi atau somnolen, stupor, dan pada akhirnya jatuh ke
dalam koma Kriteria West Haven membagi EH berdasarkan derajat gejalanya (Tabel
21
1). Stadium EH dibagi menjadi grade 0 hingga 4, dengan derajat 0 dan 1 masuk
dalam EH covert serta derajat 2-4 masuk dalam EH overt, seperti pada tabel :
System disebut klasifikasi A jika total skor 5-6,klasifikasi B jika total skor 7-9 dan
Kriteria faktor presipitasi terdiri dari empat hal sebagai berikut, faktor pertama
berupa perdarahan saluran cernaditandai dengan muntah dan berak berwarna hitam,
22
ditandai dengan minimal 2tanda Systemic Inflammatory Response Syndrome
(SIRS)berupa suhu tubuh > 38˚C atau <36˚C, nadi >90x/m,respiratory rate >20x/m,
dari saluran cerna, dan yang terakhir hiponatrium jika kadar natrium <130 mmol/L
Selain gelaja dai EH ditemukan juga gejala sirosis hepatis. Gejala awal sirosis
(kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang,
perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul
Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala klinis yang dapat ditemukan
telapak tangan
23
4. Ginekomastia pada laki-laki
5. Atrofi testis
6. Hepatomegali, bila teraba hepar pada pasien sirosis bisa teraba keras
penyebabnya nonalkoholik
porta
9. Fetor hepatikum
10. Ikterus
24
G. PENEGAKAN DIAGNOSIS
EH. Namun, pemeriksaan MMSE, NCT, CFF masih sulit untuk dilakukan secara
merata di Indonesia. Oleh karena itu, para klinisi diharapkan memberi penjelasan
(EEG) dapat menjadi pilihan pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan lain pada
25
gelombang alfa) aktivitas otak pada pasien dengan EH. Pemeriksaan kadar amonia
tidak dapat dipakai sebagai alat diagnosis pasti EH. Peningkatan kadar amonia dalam
darah (> 100 mg/100 ml darah) dapat menjadi parameter keparahan pasien dengan
Indonesia mengingat pemeriksaan ini belum dapat dilakukan pada setiap rumah sakit
di Indonesia.
F. PENATALAKSANAAN
Penurunan kadar amonia merupakan salah satu strategi yang diterapkan dalam
kolon dan juga mengurangi uptakeglutamin. Selain itu, laktulosa diubah menjadi
pertumbuhan flora normal usus akan menekan bakteri lainyang menghasilkan urease.
Proses ini menghasilkan asam laktat dan juga memberikan ion hidrogenpada amonia
sehingga terjadi perubahan molekul dari amonia (NH3) menjadi ion amonium
(NH4+).
26
metaanalisis yang dilakukan, terlihat bahwa laktulosa tidak lebih baik dalam
minimal.
Dosis laktulosa yang diberikan adalah 2 x 15-30 ml sehari dan dapat diberikan
- Antibiotik
27
- L-Ornithine L-Aspartate (LOLA)
LOLA merupakan garam stabil tersusun atas dua asam amino, bekerja sebagai
substrat yang berperandalam perubahan amonia menjadi urea dan glutamine. LOLA
dalam darah. Selain itu, LOLA juga mengurangiedema serebri pada pasien dengan
EH.LOLA, yang merupakan subtrat perantara pada siklus urea, menurunkan kadar
pemberian LOLA selama 7 hari pada pasien sirosis dengan EHmenurunkan amonia
dan memperbaiki status mental. Akan tetapi, penurunan amonia pada pasienEH yang
kadar amonia dan EH yang ada. Studi metaanalisis terkini menunjukkan manfaat
28
- Probiotik
dalam usus sehingga manipulasi florausus menjadi salah satu strategi terapi EH.
sekunder EH overt.
29
H.PROGNOSIS
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai Selain itu
prognosis pasien juga dilihat dari derajat kerusakannya yang dapat dinilai dengan
Parameter A B C
Bilirubin (mg/dl) <2 2-3 >3
Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Ascites - Ringan, terkontrol Sedang-berat, sulit
dengan diuretic terkontrol dengan
diuretic
Ensefalopati - Grade 1-2 Grade 3-4
(minimal) (berat/koma)
PT ( detik 4 4-6 >6
memanjang)
INR <1,7 (sempurna) 1,7-2,3 (baik) >2,3 (kurang)
Sumber :(Widjaja & Karjadi, 2011)
satu tahun untuk pasien dengan kriteria A adalah sekitar 100 persen atau angka
kelangsungn hidup pada pasien sirosis dengan kriteria C, itu kemungkinan besar
angka harapan hidupnya adalah 45 persen atau sekitar 4-5 bulan (Sudoyo, et al.,
2009).
30
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Pasien datang ke RSUD Sukoharjo dengan tidak sadarkan diri. Pasien tidak
sadarkan diri ± 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelum tidak sadarkan diri pasien
muntah darah sebanyak 1x.Pasien juga mengeluh dadanya sakit pada kedua dadanya.
adanya riwayat hepatitis sejak 1 setengah tahun yang lalu. Kemudian pada
positif.
Untuk terapi awal pasien diberikan inf D 5% : Aminoleban 1:2, furosemid inj 1
31
BAB V
KESIMPULAN
RSUD Sukoharjo dengan tidak sadarkan diri. Pasien tidak sadarkan diri ± 1
jam sebelum masuk rumah sakit. Sebelum tidak sadarkan diri pasien muntah
darah sebanyak 1x. Pasien juga mengeluh dadanya sakit pada kedua dadanya.
lalu. Kemudian pada pemeriksaan fisik ditemukan sklera ikterik dan adanya
ascites.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Hasan, Irsan.dan Araminta, Abirianty P., 2014.Enselopati Hepatik : Apa,
Mengapa dan Bagaimana Jakarta : Medicinus, Vol. 27. No.3.
2. Netter, F. H., 2015. Interactive Atlas of Human Anatomy. 6th Edition ed.
s.l.:Elsevier.
3. Price, S. A. & Wilson, L. M., 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit. 6 ed. Jakarta : EGC : Penerbit Buku Kedokteran.
4. Putz, R. & Pabst, R., 2005. Atlas Anatomi Manusia Sobotta. 21st ed. Jakarta:
EGC.
5. Rubenstein, D., Wayne, D. & Bradley, J., 2007. Lecture Notes : Kedokteran
Klinis. Edisi Keenam ed. Jakarta: Erlangga.
6. Sherwood, L., 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
7. Sudoyo, A. W. et al., 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V ed.
Jakarta: Interna Publishing.
8. Sulistiyani, Asih. dan Anggraini, Dwi Indria., 2016. Ensepalopati Hepati et
causa Sirosis Hepatis Dekompensata pada Laki-laki Usia 57
TahunLampung : J Medula Unila, Vol. 5 No.1.
9. Tsachatzis, E. A., Bosch, J. & Burrhoughs, A. K., 2014. Liver Cirrhosis.
Lancert, Volume 383.
10. Widjaja, F. F. & Karjadi, T., 2011. Pencegahan Perdarahan Berulang Pada
Pasien Sirosis Hati. Jurnal Indonesian Medical Association, 61(10), pp.
417-424.
33