Anda di halaman 1dari 36

REFLEKSI KASUS

ILEUS OBSTRUKTIF ET CAUSA HERNIA FEMORALIS DEXTRA

Disusun untuk Memenuhi Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Bedah RS Bethesda
pada Program Pendidikan Dokter Tahap Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun oleh :
Desty Ailika Edyaksa Timur (42180263)

Pembimbing :
dr. Jaka Marjono, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RS BETHESDA YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2019
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ 1


DAFTAR ISI .................................................................................................... 2
BAB I :PENDAHULUAN ................................................................................ 3
BAB II :STATUS PASIEN............................................................................... 4
BAB III:TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 13
Definisi ................................................................................................ 13
Epidemiologi ....................................................................................... 13
Etiologi ................................................................................................ 13
Anatomi .............................................................................................. 14
Fisiologi ............................................................................................. 19
Patofisiologi ....................................................................................... 20
Gejala Klinis ....................................................................................... 23
Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 26
Diagnosis Banding .............................................................................. 27
Pemeriksaan Penunjang ...................................................................... 27
Komplikasi .......................................................................................... 29
Penatalaksanaan .................................................................................. 30
Prognosis ............................................................................................. 34
BAB IV:KESIMPULAN ............................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 36

2
BAB I
PENDAHULUAN

Ileus adalah gangguan pasase usus sehingga terjadi akumulasi dari isi usus di bagian
proksimal dari usus yang terkena. Ileus sangat umum ditemukan pada masyarakat luas,
terutama setelah dilakukan operasi pada saluran pencernaan. Adhesi intra abdomen post
operasi abdomen menjadi penyebab utama dari 75% kasus ileus obstruksi. Diperkirakan
lebih dari 300.000 pasien mengikuti prosedur operasi untuk mengatasi ileus obstruksi yang
disebabkan oleh adhesi pertahunnya di Amerika Serikat. Analisis trend selama 20 tahun dari
tahun 1988 hingga 2007 tidak menunjukan penurunan yang berarti pada insidensi ileus.
Penanganan yang tepat dan sesuai indikasi dapat menurunkan prognosis dan angka
morbiditas/mortalitas pasien. Beberapa tindakan pre-operatif, operatif dan post operatif akan
menurunkan angka insidensi dari ileus akibat operatif. Dengan dibuatnya refkas ini, penulis
berharap bahwa masyarakat menjadi paham mengenai Ileus, jenis-jenis, tanda-tanda klinik,
penanganan serta indikasi yang harus dilakukan tindakan pembedahan secara segera.

3
BAB II
STATUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Ny. M
Nomor RM : 02-08-XX-XX
Tanggal Lahir : 31 / 12 / 1947
Usia : 72 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Nglarang RT 05-Mulyodadi, Bambanglipuro, Bantul
HMRS : 05 Desember 2019
Tanggal Periksa : 13 Desember 2019

II. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang : Nyeri perut dirasakan sejak 7 HSMRS. Nyeri perut
dirasakan terus menerus, tidak membaik dengan posisi
apapun, terasa di seluruh bagian perut, skala nyeri yang
dirasakan 7. Nyeri perut disertai kembung, perut
terasa penuh dan sedikit membuncit. Os juga
mengeluhkan tidak bisa buang air besar dan buang
angin pada saat nyeri perut muncul. Mual(+), muntah
(+), demam (-). Benjolan di selangkangan dan paha (-),
Riwayat Penyakit Dahulu : keluhan serupa (-), stroke (+) 1,5 tahun yang lalu
Riwayat Penyakit Keluarga :-
Riwayat Alergi :-
Riwayat Penggunaan Obat :-
Lifestyle : Os adalah seorang wirausaha, sering mengangkat
beban berat untuk memindahkan barang

4
III. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS :E4V5M6
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 150/90 mmHg
Nadi : 84x/menit
Respirasi : 20x/menit
SpO2 : 99%
Suhu : 35,9oC
BB : 50 kg

Status lokalis
Kepala
 Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
 Hidung : Sekret (-/-), deviasi septum (-) konka hiperemis (-/-)
 Telinga : Sekret (-/-), nyeri tekan (-/-)
 Mulut : Mukosa bibir basah, lidah kotor (-), stomatitis aftosa
(-)
 Tenggorok : Faring hiperemis (-), tonsil tidak membesar (-)
Leher : Pembesaran kelenjar limfonodi (-), nyeri tekan KGB (-),
Perbesaran Tiroid (-)
Thorax
Jantung :
 Inspeksi : Iktus cordis terlihat (-)
 Palpasi : Iktus cordis teraba pada SIC 5 mid clavicularis
sinistra.

5
 Perkusi : Batas atas SIC II,batas kanan linea sternalis
dextra,batas kiri linea mid clavikularis SIC V
 Auskultasi : Suara jantung S1>S2 reguler, bising jantung (-)
Paru :
 Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-)
 Palpasi : Fremitus vokal (+/+)
 Perkusi : Sonor kedua lapang paru
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen :
 Inspeksi : Supel, distensi (+), Turner sign (-), Cullen sign (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) 12x/mnt
 Perkusi : Hipertimpani (9 regio abdomen ), Hepatomegali (-) ,
splenomegaly (-) nyeri ketok ginjal (-)
 Palpasi : NT (+) hipocondrium dextra dan epigastric; Murphy sign (-);
hepar, lien, limpa & ginjal tidak teraba
Extremitas : CRT <2 detik, akral hangat, sianosis (-), edema (-/-)
Integumentum : tidak didapatkan UKK pada pasien dan kulit pasien tidak
tampak menguning.

IV. Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
RSU Santa Elisabeth – 5 Desember 2019 – 17.04
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hb 11,6 12,0-16,0
HCT 35,7 35-47
Lekosit 9,1 3,8-10,6
Trombosit 256 150-440
Eritrosit 4,03 3,6-5,8

6
MPV 6,7 7,2-11,1
RDW-SD 13,8 10-15
PDW 13,9 9-13
MCV 88 80-100
MCH 28,8 28-34
MCHC 32,5 32-36
Limfosit% 12,1 30-45
Monosit% 2,5 2-8
Limfosit# 1,10 1,2-3,2
Monosit# 0,20 0-0,8

RS Bethesda 5 Desember 2019 – 22.57


HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Golongan darah O
KIMIA DARAH
GDS (POCT) 123,0 70-140
SGPT (ALT) 8,7 0-55
SGOT (AST) 26,2 5-34
ELEKTROLIT
Natrium 131,7 136-146
Kalium 3,65 3,5-5,1
Chlorida 98,1 98-107
Calcium 8,7 8,8-10

7
RS Bethesda 6 Desember 2019-10.50
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
KIMIA DARAH
Ureum 18,8 20,0-43,0
Creatinin 0,88 0,55-1,02
ELEKTROLIT
Natrium 140,1 136-146
Kalium 3,62 3,5-5,1
Chlorida 97,2 98-107
Calcium 8,5 8,8-10

RS Behesda 9 Desember 2019-14.14


PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,7 11,7-15,5
KIMIA DARAH
Total Protein 6,6 6,40-8,30
Albumin 3,5 3,20-4,60
Globulin 3,1 2,0-3,50
Ureum 20,8 20,0-43,0
Creatinin 0,58 0,55-1,20

ELEKTROLIT
Natrium 140,6 136-146
Kalium 3,22 3,5-5,1
Chlorida 106,1 98-107
Calcium 8,4 8,8-10

8
RS Bethesda 10 Desember 2019-18.37
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Hb 11,8 12,0-16,0
HCT 36,4 35-47

b. Foto Polos Abdomen (AP dan LLD)


RSU Santa Elisabeth 5 Desember 2019

Kesan : Gambaran ileus letak tinggi. Tak tampak pneumoperitoneum.

9
Foto Polos Abdomen (AP dan LLD)
RS Bethesda 5 Desember 2019

Kesan : Gambaran Sentinel Loop Dd sub-ileus di region right lower quadran sugestif
disertai proses inflamasi di region tersebut. Tak tampak tanda pneumoperitoneum.

V. Assesment
Diagnosis Kerja
Ileus Obstruksi ec Hernia Femoralis Dextra (Post Laparotomi)
Diagnosis Banding
Appendisitis
Ileus Paralitik

10
VI. Planning
- O2 NC 3 LPM
- Intake cairan
- Intake cairan
Kebutuhan cairan perhari pasien: 40 ml/kgBB x 50 kg = 2000 mL
o Pasien masih dalam kondisi sadar dan masih mau untuk minum maka 2/3
cairan harian diharapkan secara peroral = 1300 mL
o Cairan intravena sebanyak 700 mL perhari dengan cairan kristaloid (RL)
untuk menjaga status hidrasi pasien.
Rumus tetesan menggunakan Makro set
Tpm = 700 mL x 20 : 60 x 24
Tpm = 14000 : 1440
Tpm = 9,722 tpm  10 tpm
- NGT
- DC
- Farmakoterapi :
o Injeksi Ondansentron
o Injeksi ranitidine
o Injeksi Ceftriaxone 2x1 gr IV
o Injeksi ketorolac 2x3 gr IV
o Injeksi Pantoprazole 1x1 fL IV

VII. Edukasi
 Melakukan edukasi pada pasien terkait penyakit dan alternative
penatalaksanaannya
 Penjelasan pada pasien faktor resiko pada obstruksi usus
 Edukasi terkait pola diet yang tepat dengan makan makanan yang mengandung
banyak serat dan minum air putih yang cukup

11
VIII. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ileus mekanik adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh
sumbatan mekanik sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus
karena ada sumbatan/hambatan yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus
atau luar usus yang menekan.

B. Epidemiologi
Angka kejadian ileus di Amerika mencapai angka 1.47 per 100.000 per tahun. Di
Indonesia berdasarkan data tahun 2004 tercatat 7.024 kasus ileus yang dirawat inap.

C. Etiologi
Ileus mekanik dapat disebabkan oleh :
a. Lesi Intraluminal
Fekalit, benda asing (cacing askariasis), batu empedu
b. Lesi Intramural
 Malignansi/Keganasan  Adanya massa di dalam usus
 Inflamasi/Pembedahan  Terbentuknya jaringan parut
 Kelainan anatomis lain  Diverticulum Merckel, Atresia Ani
c. Lesi Ekstramural
 Volvulus  Terjadinya malrotasi pada usus sehingga terjadi obstruksi
 Intususepsi usus  Segmen usus proksimal ke dalam usus distal
 Adhesi  Pita fibrosis menjepit usus
 Hernia inkarserata  Terjadinya penjepitan usus di dalam pintu hernia

13
Bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut, maka akibat tekanan
intraabdominal yang meninggi, suatu alat tubuh dapat terdorong keluar melalui defek itu.
Misalnya : sebagian lambung dapat terdesak keluar ke rongga perut melalui suatu defek pada
diafragma masuk ke dalam rongga dada. Hernia yang tidak tampak dari luar disebut “internal
hernia”. Ditemukan lebih banyak “ekterna hernia”, yaitu yang tampak dari luar seperti hernia
umbilical, hernia inguinal, dan hernia femoral. Jika liang hernia cukup besar maka isi usus
dapat didorong masuk lagi dan disebut reponibel, jika tidak dapat masuk lagi disebut
incarcerata. Pada keadaan ini terjadi bendungan pembuluh-pembuluh darah yang disebut
dengan strangulasi. Akibat gangguan sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat
yang

D. Anatomi
1. Duodenum
Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus yang berbentuk
seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster dengan jejunum. Duodenum melengkung
di sekitar caput pancreas. Duodenum merupakan bagian terminal/muara dari system
apparatus biliaris dari hepar maupun dari pancreas. Selain itu duodenum juga merupakan
batas akhir dari saluran cerna atas. Dimana saluran cerna dipisahkan menjadi saluran cerna
atas dan bawah oleh adanya ligamentum Treitz (m. suspensorium duodeni) yang terletak
pada flexura duodenojejunales yang merupakan batas antara duodenum dan jejunum. Di
dalam lumen duodenum terdapat lekukan-lekukan kecil yg disebut dengan plica sircularis.
Duodenum terletak di cavum abdomen pada regio epigastrium dan umbilikalis.
Duodenum memiliki penggantung yg disebut dengan mesoduodenum. Duodenum
terdiri atas beberapa bagian yaitu:
a) Duodenum pars Superior
b) Duodenum pars Descendens
c) Duodenum pars Horizontal
d) Duodenum pars Ascendens (Scanlon, 2007).

14
Gambar 1. Anatomi Usus Halus

2. Jejunum dan Ileum


Jejunum dan ileum juga sering disebut dengan usus halus/usus penyerapan
membentang dari flexura duodenojejunales sampai ke juncture ileocacaecalis. Jejunum dan
ileum ini merupakan organ intraperitoneal. Jejunum dan ileum memiliki penggantung yang
disebut dengan mesenterium yang memiliki proyeksi ke dinding posterior abdomen dan
disebut dengan radix mesenterii. Pada bagian akhir dari ileum akan terdapat sebuah katup
yang disebut dengan valvulla ileocaecal (valvulla bauhini) yang merupakan suatu batas yang
memisahkan antara intestinum tenue dengan intestinum crassum. Selain itu, juga berfungsi
untuk mencegah terjadinya refluks fekalit maupun flora normal dalam intestinum crassum
kembali ke intestinum tenue, dan juga untuk mengatur pengeluara zat sisa penyerapan
nutrisi. Berikut adalah perbedaan antara jejunum dan duodenum.

15
Gambar 2. Bagan Perbedaan Jejunum dan Ileum

Gambar 3. Perbedaan Jejunum dan Ileum

Usus besar besar lebih panjang dan lebih besar diameternya dari pada usus halus.
Panjang usus besar mencapai 1,5 m dengan diameter rata-rata 6,5 cm. Semakin mendekati
anus diameter semakin mengecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada
sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum

16
menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol
aliran kimus dari ileum ke sekum (Sherwood, 2014).

Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan sigmoid.
Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior lobus kanan hati,
menduduki regio iliaca dextra. Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri,
membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik). Kolon transversum menyilang abdomen
pada regio umbilikalis dari fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon
transversum, waktu mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura
koli sinistra (fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid
mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia
tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon sigmoid bersatu
dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum
ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan
pelvis dengan menembus dasar pelvis. Di sisi rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan
perineum.

Sistem pencernaan memiliki 2 macam serabut saraf yang dipengaruhi oleh saraf
otonom. Serabut saraf tersebut adalah plexus meissner dan plexus auerbach. Plexus meissner
berada di dalam lapisan submucosa dan berfungsi untuk sekresi, absorbsi dan mengatur
peredaran darah. Plexus auerbach berada pada lapisan muscularis propia di sistem
pencernaan dan mengatur motilitas dari otot pencernaan.

17
Gambar 4. Persarafan pada sistem pencernaan

Plexus auerbach mendapatkan rangsangan dari saraf simpatis dan parasimpatis.


Komponen saraf parasimpatis terletak pada nukleus pada saraf kranialis yaitu NCX (n.
Vagal) dan segment sakral pada medulla spinalis. Nervus vagal menginervasi esophagus,
gaster, pankreas dan sedikit dari usus kecil dan kolon proksimal, sedangkan segment sakral
menginervasi pada bagian distal kolon (sigmoid, rektum dan anus) yang sangat berperan
pada refleks defekasi. Saraf parasimpatis akan meningkatkan motilitas dari sistem
pencernaan. Komponen saraf simpatis terletak pada segmen torako-lumbal di medula spinalis
yang memiliki serabut preganglion menuju pada bagian organ target. Tidak seperti saraf
parasimpatis yang memiliki 2 asal inervasi yang berbeda, saraf simpatis menginervasi
seluruh sistem pencernaan. Saraf simpatis akan berfungsi untuk menghambat motilitas dari
otot pencernaan.

18
Selain melalui saraf otonom, persarafan pada saluran pencernaan juga memiliki
fungsi independent yang dipengaruhi oleh beberapa refleks. Hal ini disebut juga sebagai mini
gut brain. Beberapa refleks yang terdapat di saluran pencernaan yaitu :

 Intestino-intestinal reflex  distensi berlebihan/iritasi mucosa pada usus


 Peritoneo-intestinal reflex  iritasi dari peritoneum
 Reno-intestinal and vesico-intestinal reflex  iritasi dari ginjal dan vesicaurinaria
 Somato-intestinal reflex  iritasi berlebihan pada kulit abdomen
Seluruh refleks ini menyebabkan hipomotilitas pada saluran cerna.

E. Fisiologi
Pada duodenum pars superior secara histologis terdapat adanya sel liberkeuhn yang
berfungsi untuk memproduksi sejumlah basa. Basa ini berfungsi untuk menaikkan pH dari
chymus yang masuk ke duodenum dari gaster, sehingga permukaan duodenum tidak teriritasi
dengan adanya chymus yang asam tadi (Sherwood, 2014).
Selain itu, pada duodenum terjadi proses pencernaan karbohidrat secara enzymatic
yang telah berbentuk disakarida. Duodenum merupakan muara dari ductus pancreaticus,
dimana pada pancreas diproduksi enzyme amilase yang berfungsi untuk memecah
pati/polisakarida menjadi disakarida. Proses pencernaan karbohidrat dilanjutkan oleh enzim
maltase, lactase dan sukrase yang dihasilkan di usus halus. Dimana enzyme maltase akan
berfungsi untuk memecah 1 gugus gula maltose menjadi 2 gugus gula glukosa. Sedangkan
lactase akan merubah 1 gugus gula laktosa menjadi 1 gugus glukosa dan 1 gugus galaktosa.
Sementara itu, enzyme sukrase akan memecah 1 gugus sukrosa menjadi 1 gugus fruktosa dan
1 gugus glukosa. Karbohidrat yang sudah menjadi 1 molekul dapat diserap oleh tubuh di
usus halus. (Sherwood, 2014).
Sementara itu, di dalam duodenum juga terjadi pencernaan lipid secara enzymatic.
Dimana lipid dalam bentuk diasilgliserol akan teremulsi oleh adanya getah empedu yang
dialirkan melalui ductus choledocus dari vesica fellea dan hepar. Lipid akan dirubah menjadi
hidrofilik sehingga dapat tercampur dengan enzim lipase dari pankreas. Setelah itu, emulsi

19
lemak tersebut akan diubah oleh enzyme lipase pancreas menjadi asam lemak dan 2
diasilgliserol. Pencernaan protein juga diperantarai oleh enzim tripsin dari pankreas yang
akan mengubah protein/polipeptida menjadi asam amino yang dapat diserap di vili usus
halus (Sherwood, 2014).
Dilihat secara histologik, jejunum dan ileum memiliki vili vhorialis. Dimana vili
chorialis ini berfungsi utk menyerap zat-zat gizi hasil akhir dr proses pencernaan spt glukosa,
fruktosa, galaktosa, asam amino, asam lemak dan 2 asilgliserol (Sherwood, 2014).

Gambar 5. Traktus Digestifus

F. Patofisiologi
Ileus Mekanik
Pada Ileus mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat adanya
gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan sekresi biliari. Cairan
yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh sirkulasi darah dan sebagian ke
interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga akan memperburuk keadaan

20
pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin
akan berakibat fatal .

Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh darah


vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia dan iskemia pada
jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah ke peritonitis, dan
kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien sebagai akibat dari
perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen. Usus yang terletak di bawah
obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan kosong.

21
Gambar 6. Gangguan pada usus

22
Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak tinggi/obstruksi usus
halus), semakin sedikit distensi dan semakin cepat munculnya muntah. Dan sebaliknya, pada
pasien dengan obstruksi letak rendah (obstruksi usus besar), distensi setinggi pusat abdomen
mungkin dapat dijumpai, dan muntah pada umumnya muncul terakhir sebab diperlukan
banyak waktu untuk mengisi semua lumen usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda
khas dari obstruksi distal. Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari kekurangan cairan.
Dan lemah serta leukositosis merupakan tanda adanya strangulasi. Pada permulaan, bunyi
usus pada umumnya keras, dan frekuensinya meningkat, sebagai usaha untuk mengalahkan
obstruksi yang terjadi (borgoritmi). Apabila obstruksi sudah total maka akan terbentuk
metallic sound, akibat dari memantulnya isi lumen usus ke dinding usus yang mengalami
distensi. Jika suara abdomen menjadi diam, mungkin menandakan suatu perforasi atau
peritonitis dan ini merupakan tanda akhir suatu obstruksi .

G. Gejala Klinis
Gejala utama dari ileus antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah, perut distensi
dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada obstruksi
letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominan adalah nyeri
abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus
menjadi sangat dilatasi (Sjamsuhidajat, 2014).

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus
atau bagian epigastrium. Pada pasien dengan suatu obstruksi sederhana yang tidak
melibatkan pembuluh darah, sakit cenderung menjadi kolik yang pada awalnya ringan, tetapi
semakin lama semakin meningkat, baik dalam frekuensi atau derajat kesakitannya. Sakit
mungkin akan berlanjut atau hilang timbul. Pasien sering berposisi knee-chest, atau
berguling-guling. Pasien dengan peritonitis cenderung kesakitan apabila bergerak.

Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang – kadang dilatasi dari
usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang lebih ringan
dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang berakhir pada

23
obstipasi dan distensi abdomen. Muntah adalah suatu tanda awal pada obstruksi letak tinggi
atau proksimal. Bagaimanapun, jika obstruksi berada di distal usus halus, muntah mungkin
akan tertunda. Pada awalnya muntah berisi semua yang berasal dari lambung, yang mana
segera diikuti oleh cairan empedu, dan akhirnya muntah akan berisi semua isi usus halus
yang sudah basi. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya
muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola
naik turun. Jika obstruksi terletak di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum
dan ileum bagian proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap. Pada pemeriksaan
abdomen didapatkan abdomen tampak distensi, terdapat darm contour (gambaran usus), dan
darm steifung (gambaran gerakan usus), pada auskultasi terdapat hiperperistaltik berlanjut
dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik (klinken) / metallic
sound. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltik akan melemah dan
hilang. Apabila terjadi ileus paralitik, maka akan ditemukan penurunan peristaltik dari usus
hingga suara auskultasi tidak terdengar. Pada palpasi tidak terdapat nyeri tekan, defans
muscular (-), kecuali jika ada peritonitis .

Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan elektrolit,
maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan hipotensi postural. Suhu
tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat meningkat apabila terjadi sepsis atau
peritonitis. Hipovolemia dan kekurangan elektrolit dapat terjadi dengan cepat kecuali jika
pasien mendapat cairan pengganti melalui pembuluh darah (intravena). Derajat tingkat dan
distribusi distensi abdominal dapat mencerminkan tingkatan obstruksi. Pada obstruksi letak
tinggi, distensi mungkin minimal. Sebaliknya, distensi pusat abdominal cenderung
merupakan tanda untuk obstruksi letak rendah (Sjamsuhidajat, 2003).

Tidak ada tanda pasti yang membedakan suatu obstruksi dengan strangulasi dari
suatu obstruksi sederhana: bagaimanapun, beberapa keadaan klinis tertentu dan gambaran
laboratorium dapat mengarahkan kepada tanda-tanda strangulasi (Badash, 2005)

24
a. Obstruksi sederhana

Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari
obstruksi, maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram pada perut,
disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah yang
banyak, yang jarang menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa
berat dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut
bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang dihasilkan semakin fekulen .

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan dehidrasi akibat
kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal sampai demam. Distensi abdomen
dapat dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada
sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic sound” dapat didengar
sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.

b. Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai dengan nyeri
hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila
dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat,

25
menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah
terjadinya nekrosis usus.

Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat sumbatan


biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya
iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan nyeri.
Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplit. Muntah lebih sering
terjadi pada penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup
ileosekal mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus
halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian. Pada
keadaan valvula ilio-caecal (Valvula Bauhini) yang paten, terjadi distensi hebat dan sering
mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih
tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus
akan tampak pada pasien yang kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi.
Nyeri yang terlokasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi.

H. Pemeriksaan Fisik
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab misalnya berupa
adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia. Gejala umum berupa syok,
oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di
usus, hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut
terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi
sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi.
Penderita tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi
tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan
untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Khan,
2012).

Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang air besar
terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada perut bagian bawah.

26
Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya misalnya
pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga terlihat gelombang usus ataupun
kontur usus pada dinding perut. Biasanya distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian
proksimal karena bagian ini mudah membesar.

Pemeriksaan colok dubur juga dapat dilakukan pada penderita ileus untuk
membedakan penyebab dari ileus. Pemeriksaan dilakukan dengan memasukan jari melalui
m. Sphincter ani interna dan meraba bagian rektum. Pada ileus mekanik, ampula recti dalam
keadaan colaps/mencengkram dikarenakan udara tidak dapat masuk ke rektum. Pada ileus
fungsional, rektum akan non-colaps/tidak mencengkram karena udara dapat masuk ke dalam
rectum.

I. Diagnosis Banding
Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan difus, dan
terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan tidak terjadi
ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi akut, akan ada tanda
dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis akut, apendisitis akut, dan
pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus sederhana .

J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium tidak mempunyai ciri-ciri khusus. Pada urinalisa, berat
jenis bisa meningkat dan ketonuria yang menunjukkan adanya dehidrasi dan asidosis
metabolik. Leukosit normal atau sedikit meningkat, jika sudah tinggi kemungkinan sudah
terjadi peritonitis. Kimia darah sering adanya gangguan elektrolit.
Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus
obstruksi.Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar. Posisi datar
perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk melihat batas udara dan air
serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada
usus halus biasanya tidak tampak

27
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air fluid
level,distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada obstruksi usus halus.
Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi usus yang terbatas dengan gambaran
haustra, kadang-kadang gambaran massa dapat terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon yang
mengalami distensi menunjukkan gambaran seperti ‘pigura’ dari dinding abdomen.
Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan pemeriksaan bariumkontras
ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis neoplasma dan bahkan
bisa langsung dilakukan biopsy.

Gambaran Radiologi :
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif dilakukan foto
abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan foto abdomen ini antara lain
1. Ileus obstruksi letak tinggi
- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di ileocecal junction)
dankolaps usus di bagian distal sumbatan.
- Coil spring appearance
- Herring bone appearance
- Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder sign)
2. Ileus obstuksi letak rendh
- Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
- Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada tepi abdomen
- Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada ileus paralitik
gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang menyeluruhdari gaster sampai
rectum

28
Gambar 1. Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan herring bone appearance

Gambar 2. Ileus Paralitik. Tampak dilatasi usus keseluruhan

K. Komplikasi

Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat obstruksi usus.
Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan, hasil-hasil produksi bakteri,
jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami strangulasi mungkin mengalami perforasi
dan menggeluarkan materi tersebut ke dalam rongga peritoneum. Pada obstruksi kolon dapat
terjadi dilatasi progresif pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi

29
pencemaran rongga perut dengan akibat peritonitis umum. Tetapi meskipun usus tidak
mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan masuk ke
dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan shock septic.

L. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi


untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan
penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan
sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh perlengketan. Penderita
penyumbatan usus harus di rawat di rumah sakit.

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,
menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok
bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus
kembali normal.

Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan

30
gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer
laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda – tanda vital dan jumlah
urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric
tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum
bila muntah dan mengurangi distensi abdomen

Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.
Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.

Ileus Mekanik

Operasi dilakukan pada ileus mekanik apabila memenuhi indikasi absolut dari operasi
yaitu strangulasi, iskemia dan tidak bergeraknya seluruh isi usus. Pembedahal juga dapat
dipertimbangkan apabila memenuhi 3 dari 6 point pada faktor resiko strangulasi menurut
Schwenter (70% Sensitif dan 90% Spesifik) yaitu :

 Nyeri perut 4 hari/lebih


 Tanda peritoneal
 CRP >75mg/L
 Leukosit >10.500
 >500 ml pada cairan bebas
 Kontras yang menurun pada dinding usus (tanda pre-perforasi)

Penatalaksaan operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk


mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.

a. Persiapan Operasi

Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga
resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum

31
tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen
dengan pemantauan dan konservatif.

b. Operasi

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah


sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah
yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Operasi dapat dilakukan bila
sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital berfungsi secara memuaskan. Operasi
memiliki 2 metode apabila terdapat karsinoma/keganasan di dalam saluran pencernaan yaitu
dengan operasi tunggal dan operasi berjenjang yang memiliki indikasi masing-masing.

 Operasi tunggal

Operasi tunggal dilakukan dengan memotong bagian yang terkena malignansi dan
menyambung (anastomosis) pada bagian usus tanpa disertai dengan pembuatan
stoma/kolonostomi. Prosedur ini dilakukan apabila pasien sehat, segmen proksimal
hanya sedikit terdilatasi atau stenosis terletak pada colon ascendens/fleksura kanan.

 Operasi berjenjang (pemasangan colonostomy)

Operasi berjenjang dilakukan dengan memotong bagian yang terkena malignansi


lalu membuat stoma sebagai tempat pembuangan feses. Hal ini dilakukan apabila
pasien berada dalam keadaan resiko tinggi untuk dilakukan anastomosis (peritonitis,
immunosupresif atau malnutrisi). Beberapa indikasi lain juga dapat dilakukan seperti
tabel di bawah.

32
c. Pasca Operasi

Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat
bahwa pasca bedah, usus pasien masih dalam keadaan paralitik. Tujuan pengobatan yang
paling utama adalah dekompresi kolon yang mengalami obstruksi sehingga kolon tidak
perforasi, tujuan kedua adalah pemotongan bagian yang mengalami obstruksi
(Sjamsuhidajat, 2014).

Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus halus, operasi
terdiri atas proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi transversal pada pasien yang
sudah lanjut usia. Perawatan sesudah operasi ditujukan untuk mempersiapkan pasien untuk
menjalani reseksi elektif kalau lesi obstruksi pada awalnya memang tidak dibuang.

33
M. Prognosis

Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur, etiologi,
tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun tua maka
toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan sangat rendah
sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon mortalitasnya lebih tinggi
dibandingkan obstruksi usus halus (Khan, 2012).

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai angka


kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang sudah lanjut usia.
Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai angka kematian sekitar 8 %
jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25%
jika operasi diundurkan lebih dari 36 jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka
kematian berkisar antara 15–30 %. Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian
yang masih dapat dihindarkan (Khan, 2012).

34
BAB IV
KESIMPULAN

Ileus merupakan penyakit yang memiliki gambaran luas, sehingga dengan mempelajari
karakteristik dari ileus tersebut maka diharapkan kita dapat memberikan penanganan yang
tepat dan sesuai, sehingga menurunkan angka mortalitas/ morbiditas .

35
DAFTAR PUSTAKA

Adams RD. Principles of neurology. 6th ed vol.2 New York: McGraw Hill, 1997: 874-901

Andradi S. Simposium cedera kranio serebral, 199

Cohadon F. The concept of secondary damage inbrain trauma, in ischemia in head injury.
Proceedings of 10th Europe Congress of Neurosurgery, 1995:1-7

Graham DI. Neuropathology of brain injury in neurology and trauma. Philadelphia : WB


Sounders, 1996: 53-90

Jenneth B. management of head ijnury. Philadelphia; FA Davis, 1981

Judson JA. Management of severe and multiple trauma, in TE Oh(ed). Sydney : Butterworth,
1990: 422-426

Kelly DF. General principles of head injury management. New York: McGraw Hill, 1996

Marshall SB. Neuroscience and critical care, pathophysiology and management.


Philadelphia: WB Sounders, 1990: 169-213

Martin NA et al. Characterization of cerebral hemodynamic phase following sever head


trauma: hypoperfusion, hyperemia and vasospasm. J.neurosurgey, 1997(87): 9-19

Reilly P. Pathophysiology and management of severe close injury. London: Chapman & Hall
Medical, 1997

Robertson et al. Oxygen utilization and cardiovasculer function in head patients.


Neurosurgery 1996 (15):307-314

Teasdale G. Pathological and clinical evidence of ischemic brain damage in brain trauma.
London : Chapman & Hall Medical, 1995:21-29

Thomson WA. Severe head injury, in TEOH (ed) Sydney: Butterworth, 1990: 427-431

36

Anda mungkin juga menyukai