Anda di halaman 1dari 16

KATA PENGANTAR

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat tuhan yang Maha Esa karena berkat
rahmat dan hidayahnya kami dapat menyusun makalah Makalah
“DEFIBRILATOR” Selesainya penyusunan ini berkat bantuan dari berbagai
pihak.

Kami menyadari bahwa ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran
yang
bersifat membangun sangat kami harapkan dan sebagai umpan balik yang positif
demi
perbaikan dimana mendatang. Harapan kami, semoga makalah ini bermanfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih dan saya berharap agar makalah ini
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Manokawari,14 Maret 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI ......................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................... 1
PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. LatarBelakang ........................................................................ 1
B. Tujuan..................................................................................... 1
BAB II ................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ................................................................................... 2
A.Definisi ........................................................................................... 2
B.Tipe Defibrilator ........................................................................... 2
C.Perbedaan Monofasik dan Bifasik Defibrilator ............................. 3
Perbedaan Defibrilator Monofasik dan Bifasik......................... 3
D.Sistem Konduksi dan Kelistrikan Jantung ..................................... 6
E.Prinsip Defibrilasi ........................................................................... 7
F. Indikasi Penggunaan Defibrilasi .................................................... 7
G.Faktor-Faktor Yang Menentukan Keberhasilan Defibrilasi .......... 8
H.Urutan Penggunaan AED ............................................................... 9
BAB III................................................................................................ 13
KESIMPULAN ................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 14

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Defibrillator adalah piranti elektronik yang mengalirkan sinyal listrik kejut
(pulsa) ke otot jantung untuk mempertahankan depolarisasi myocardial yang
sedang mengalami fibrillasi kardiak (ventricular fibrillation atau atrial
fibrillation).Fibrillasi kardiak (cardiac fibrillation) adalah suatu keadaan dimana
sel-sel myocardial berkontraksi secara asinkron (tidak sinkron).Ketika fibrillasi ini
terjadi pada ventrikel, hal ini menyebabkan cardiac output (CO) alairan darah
turun secara drastis dan dapat mengakibatkan kematian dalam beberapa menit
kemudian pada firbrillasi atrial CO menurun tetapi tidak terlalu fatal.

B. Tujuan
1. Umum
Supaya mahasiswa mengerti dan tahu bagaimana cara menggunakan serta
mengetahui asal usul defibrillator.
2. Khusus
Untuk mengetahui fungsi defibrillator berkaitan dengan kondisi jantung pasien.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A.Definisi
Defibrilasi merupakan suatu bentuk penatalaksanaan segera dalam
keadaan mengancam jiwa yang disebabkan karena suatu aritmia yang tidak pernah
dialami oleh pasien sebelumnya misalnya seperti fibrilasi ventrikel atau ventrikel
takikardi. Defibrilasi listrik merupakan intervensi penting dalam penatalaksanaan
henti jantung yang disebabkan oleh fibrilasi ventrikel (Ventricular
Fibrillation/VF) atau takikardi ventrikel tanpa denyut nadi (Ventricular
Tachycardia/VT). Banyak bukti ilmiah yang mendukung pentingnya defibrilasi
segera, kejut pertama yang dilakukan terhadap penderita merupakan satu-satunya
penentu penting keberhasilan tindakan defibrilasi. Setiap 1 menit keterlambatan
1-3
tindakan defibrilasi menurunkan angka keberhasilan sebesar 7-10% .

B.Tipe Defibrilator
Terdapat berbagai tipe defibrilator, antara lain :
1. Automated External Defibrillators (AED)
a.Dalam penggunaannya tidak diperlukan tenaga medis yang terlatih
b.Dapat ditemukan di tempat-tempat umum
c.Mampu menganalisa ritme jantung dan melakukan terapi syok bila diperlukan
d.Tidak dapat di nonaktifkan secara manual dan dapat mendeteksi suatu aritmia
setelah 10-20 detik
2. Semi automated AED
a.Mirip seperti halnya AED namun dapat dinonaktifkan secara manual dan
biasanya mampu menggambarkan EKG
b.Biasanya digunakan oleh tenaga medis
c Dapat menjadi alat pacu jantung
3 Defibrilator standar dengan monitor baik monofasik maupun bifasik
4. Defibrilator transvena atau implan

2
C.Perbedaan Monofasik dan Bifasik Defibrilator
a.Pada sistem monofasik hanya terdapat aliran listrik searah.
b.Pada sistem bifasik aliran listrik berjalan dari kutub positif dan berputar
kembali; hal ini berlangsung beberapa kali.
c.Sistem bifasik memberikan satu siklus setiap 10 milidetik.
d.Sistem bifasik mengakibatkan luka bakar dan kerusakan miokardial yang lebih
kecil dibandingkan sitem monofasik.
e.Rata-rata keberhasilan pada terapi kejut listrik pertama sistem monofasik
sebesar 60% dimana pada sistem bifasik meningkat hingga 90%.

Perbedaan Defibrilator Monofasik dan Bifasik

1. Defibrilator Monofasik

Pada gelombang monofasik, tidak terdapat kemampuan untuk impedansi


pasien atau hambatan pada ubuh pasien dan secara umum, direkomendasikan pada
alat ini memberikan energi 360 J pada orang dewasa, untuk memberikan energi
maksimal.

3
2. Defibrilator Bifasik

Pada gelombang bifasik, dimulai dengan defibrilator yang terimplantasi, dan


sekarang menjadi standar pada defibrilator eksterna. Energi yang dikirimkan 200 J
atau tergantung merk dan dapat diatur kadar kekuatan energi shock nya. Berikut
jenisnya:

 Defibrilator terimplantasi : ini menggunakan alat kecil yang ditanam pada


tubuh pasien yang dapat mendeteksi ritme jantung abnormal dan
menterminasinya dengan mengirimkan arus gelombang dalam bentuk bifasik.
 Defibrilator Eksternal : pada alat ini menggunakan alat yang besar yang
mengirimkan gelombang bifasik pada ritme jantung abnormal yang fatal ketika
pasien terhubung dengan alat ini. Ini merupakan alat yang harus ada di IGD
(Instalasi gawat darurat). Gelombang bifasik dapat menghentikan Ventrikuler
fibrilasi lebih baik dibanding defibrilasi monofasik.

4
Pembeda Monofasik Bifasik

Aviabilitas Alat ini lebih tidak Lebih populer, lebih


populer dan lebih dahulu sering digunakan
dikenal serta sudah mulai sekarang baik yang
ditinggalkan implantabel dan
eksternal
Impedansi pasien Tidak dapat pendekatan Dapat mengubah arus
arus berdasarkan pada impedansi
resistensi tubuh pasien pasien sehingga lebih
efektif. Berbeda merk
alat, maka gelombang
bifasik yang
dihasilkan juga
berbeda.
Kekuatan Arus Arus yang di hantarkan Dapat secara manual
sama, yaitu 360 J untuk dan otomatis diatur
menghentikan aritmia kekuatanya, dan lebih
jantung tidak membutuhkan
daya kekuatan
dibandingkan
monofasik.
Efektifitas Lebih tidak efisien Lebih efisien
Risiko kerusakan otot Memiliki risiko besar Berisiko kecil
jantung merusak otot jantung merusak otot jantung
dengan pengiriman arus karena arus
yang besar gelombang yang
dihantarkan relatif
kecil.

5
D.Sistem Konduksi dan Kelistrikan Jantung
Sistem kelistrikan bersumber dan dimulai dari nodus sinoatrial (NSA)
yang terletak diantara pertemuan di antara vena cava superior dan atrium kanan.
Sinyal listrik kemudian disebarkan ke seluruh atrium melalui nodus interatrial
(anterior, media dan posterior) dan ke atrium kiri melalui bundle dari Bachman.
Diantara atrium dan ventrikel pada sulcus atrioventrikuler terdapat suatu struktur
jaringan ikat (cardiac skeleton) yang berfungsi sebagai tempat melekatnya katup
jantung. Secara elektris komponen ini bersifat sebagai penyekat (insulator)
sehingga sinyal listrik tadi tidak dapat lewat ke ventrikel kecuali melalui nodus
atrioventrikular (NAV). NAV terletak di atrium kanan pada bagian bawah septum
interatrial. Saat memasuki NAV impuls mengalami perlambatan yang tergambar
sebagai interval PR pada EKG permukaan. Selanjutnya impuls masuk ke bundle
his yang merupakan bagian pangkal (proksimal) dari sistem his-purkinje yang
bersifat menghantarkan listrik dengan sangat cepat kemudian sinyal listrik ini
diteruskan ke berkas cabang kanan dan kiri dan berakhir pada serabut Purkinje
dan miokard untuk membuat otot jantung berkontraksi.
NSA merupakan pembangkit listrik alamiah yang dominan (automatisasi
dengan laju yang paling cepat) sehingga mengendalikan seluruh pacuan. Bagian
lain dari jantung terutama jaringan konduksi, pada dasarnya juga mampu
membangkitkan impuls listrik. Bila NSA tidak dapat membangkitkan impuls
karena satu dan lain hal maka diambil alih oleh bagian lain seperti atrium, NAV
atau bundle his. Demikian pula bila terjadi blok atrioventrikel (keadaan bila
impuls dari NSA tidak dapat diteruskan ke ventrikel) maka NAV atau bundle his
akan menjadi pembangkit listrik cadangan tentu dengan laju yang lebih lambat
dari NSA.

6
E.Prinsip Defibrilasi
Memberikan energi dalam jumlah banyak dalam waktu yang sangat
singkat (beberapa detik) melalui pedal positif dan negative yang ditekankan pas
dinding dada atau melalui adhesive pads yang ditempelkan pada sensing dada
pasien. Arus listrik yang mengalir sangat singkat ini bukan merupakan loncatan
awal bagi jantung untuk berdetak, tetapi mekanismenya adalah aliran listrik yang
sangat singkat ini akan mendepolarisasi semua miokard, menyebabkan
berhentinya aktivitas listrik jantung atau biasa disebut asistole. Beberapa saat
setelah berhentinya aktivitas listrik ini, sel-sel pace maker akan ber-repolarisasi
secara spontan dan memungkinkan jantung untuk pulih kembali. Siklus
depolarisasi secara spontan dan repolarisasi sel-sel pacemaker yang reguler ini
memungkinkan jantung untuk mengkoordinasi miokard untuk memulai aktivitas
kontraksi kembali.

F. Indikasi Penggunaan Defibrilasi


Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan
pada:
 Ventrikel fibrilasi (VF)
 Ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse)

Meskipun defibrilasi merupakan terapi definitive untuk VF dan VT non-


pulse, penggunaan defibrilasi tidak berdiri sendiri tetapi disertai dengan resusitasi.
kardiopulmonari (RKP). Peran aktif dari penolong atau tenaga kesehatan pada
saat mendapati pasien dengan cardiac arrest, dimana sebagian besar menunjukkan
VF dan VT, untuk bertahan terbukti meningkat.

7
G.Faktor-Faktor Yang Menentukan Keberhasilan Defibrilasi
Lamanya kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme
miokard dan jumlah miokard yang rusak selama periode hipoksia karena arrest.
Semakin lama waktu yang digunakan untuk memulai defibrilasi maka semakin
banyak persediaan ATP yang digunakan miokard untuk bergetar sehingga
menyebabkan jantung memakai semua tenaga sampai habis dan keadan ini akan
membuat jantung menjadi kelelahan.
Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik,
hipotermi dan penyakit dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi pemulihan
aktivitas kontraksi jantung. Besarnya jantung, makin besar jantung, makin besar
energi yang dibutuhkan untuk defibrilasi.
Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-12 cm dan
untuk anak-anak berkisar 4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar membuat tidak
semua permukaan pedal menempel pada dinding dada dan menyebabkan banyak
arus yang tidak sampai ke jantung. Untuk itu, penggunaan pedal pada anak-anak
bisa disesuaikan dengan ukuran tubuhnya. 2
Letak pedal hal yang sangat penting tetapi sering kali diabaikan adalah
peletakan pedal pada dinding dada saat dilakukan defibrilasi. Pedal atau pad harus
diletakkan pada posisi yang tepat yang memungkinkan penyebaran arus listrik
kesemua arah jantung. Posisi sternal, pedal diletakkan dibagian kanan atas
sternum dibawah klavikula. Pedal apeks diletakkan disebelah kiri papilla mamae
digaris midaksilaris. Pada wanita, posisi pedal apeks ada di spasi interkosta 5-6
pada posisi mid-axilaris. Pada pasien yang terpasang pacemaker permanent, harus
dihindari peletakan padel diatas generator pacemaker, geser pedal setidaknya 1
inchi dari tempat itu. Defibrilasi langsung ke generator pacemaker dapat
menyebabkan malfungsi pace maker secara temporary atau permanent. Setelah
dilakukan defibrilasi atau kardioversi harus dicek ambang pacing dan
sensibilitasnya serta dilihat apakah alat masih bekerja sesuai dengan setting
program. Hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan defibrilasi adalah
posisi pedal atau pads, keduanya tidak boleh saling menyentuh atau harus benar-
benar terpisah.

8
Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule,
sedangkan pada defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang
diperlukan adalah 1-2 joule/kg BB, maksimal 3 j/kg BB 2. Jelli/Gel Saat
menggunakan pedal, jangan lupa memberikan jelli khusus untuk defibrilasi atau
kardioversi pada pedal. Jelli berfungai sebagai media konduksi untuk penghantar
arus listrik. Tujuan dari pemberian gel adalah untuk mengurangi resistensi
transtorakal dan mencegah luka bakar pasien. Yang harus diperhatikan juga
adalah jangan sampai gel tersebut teroles dikulit diantara sternum dan apeks, atau
jelli dari salah satu atau ekdua pedal mengalir menghubungkan keduanya pada
saat ditekan ke dada pasien. Jika ini terjadi akan mengakibatkan arus hanya
mengalir dipermukaan dinding dada, aliran arus ke jantung akan missing
dan memancarkan bunga api yang menyebabkan sengatan listrik pasien pada
pasien dan alat-alat operator.

H.Urutan Penggunaan AED


1 Persiapan Sebelum Prosedur Defibrilasi
A. Persiapan Peralatan:
 Defibrillator dengan monitor EKG dan pedalnya
 Jelly
 Obat-obat Emergency (Epinephrine, Lidocain, SA, Procainamid, dll)
 Oksigen
 Face mask
 Papan resusitasi
 Peralatan intubasi dan suction
B. Persiapan Pasien
1.Pastikan pasien dan atau keluarga mengerti prosedur yang akan dilakukan
2.Letakkan pasien diatas papan resusitasi pada posisi supine
3.Jauhkan barang-barang yang tersebut dari bahan metal dan air disekitar pasien
4.Lepaskan gigi palsu atau protesa lain yang dikenakan pasien untuk mencegah
obstruksi jalan nafas

9
5.Lakukan RKP secepatnya jika alat-alat defibrillator belum siap untuk
mempertahankan cardiac output yang akan mencegah kerusakan organ dan
jaringan yang irreversible.
6.Berikan oksigen dengan face masker untuk mempertahankan oksigenasi tetap
adekuat yang akan mengurangi komplikasi pada jantung dan otak
7. Pastikan mode defibrillator pada posisi asyncrone
8. Matikan pace maker (TPM) jika terpasang.

C. Prosedur Defibrilasi
1. Oleskan Jelly pada pedal secara merata
2. Pastikan posisi kabel defibrillator pada posisi yang bisa menjangkau sampai ke
pasien
3. Nyalakan perekaman EKG agar mencetak gambar EKG selama pelaksanaan
defibrilasi
4. Letakkan pedal pada posisi apeks dan sternum
5. Charge pedal sesuai energi yang diinginkan
6. Pastikan semua clear atau tidak ada yang kontak dengan pasien, bed dan
peralatan pada hitungan ketiga (untuk memastika jangan lupa lihat posisi semua
personal penolong)
7. Pastikan kembali gambaran EKG adalah VT atau VF non-pulse
8. Tekan tombol pada kedua pedal sambil menekannya di dinding dada pasien,
jangan langsung diangkat, tunggu sampai semua energi listrik dilepaskan.
9. Nilai gambaran EKG dan kaji denyut nadi karotis
10. Jika kejutan kedua tidak berhasil, lakukan tahapan ACLS berikutnya
11. Bersihkan jelly pada pedal dan pasien
Pemilihan energi yang terlalu besar dalam tindakan defibrilasi dapat
mengakibatkan kerusakan pada sistem konduksi jantung (lebih berpeluang besar
pada AV blok derajat 3).

10
Gelombang fibrilasi dapat halus (fine) atau kasar (coarse). Gelombang yang
halus biasnya kurang berespon dengan defibrilasi. Pemberian epinefrin dapat
meningkatkan amplitudo fibrilasi dan membuat jantung lebih peka terhadap
defibrilasi (DC Shock). Epinefrin diberikan IV sebaanyak 0,5 – 1 ml (1:1000).
Kalsium klorida 10 ml IV mempunyai efek yang sama dengan epinefrin.
Bila setelah DC Shock 400 J diulangi dan fibrilasi ventrikel tetap ada, maka
dapat diberikan lagi epinefrin IV yang dapat diulangi setiap 3 – 5 menit. RKP
tetap dilakukan selama pemberian epinefrin. Respon jantung terhadap DC shock
juga dapat ditingkatkan dengan pemberian lidokain bolus IV 75 mg. Pemberian
lidokain ini dapat diulangi setiap 5 menit, tetapi dosis maksimal tidak boleh
melebihi 200 – 300 mg. Bila dengan DC shock dan lidokain belum berhasil
mengembalikan irama sinus, dapat diberikan propranolol 1 mg IV kemudian
diikuti dengan DC shock berikutnya.
Pada fibrilasi ventrikel karena intoksikasi digitalis, dapat diberikan fenitoin
atau dilantin 100 mg diikuti DC shock. Fenitoin dapat diulangi pemberiannya
dengan dosis maksimal 500 mg.
Biasanya pasien sudah memberi respon dengan 2 sampai 3 kali DC shock,
tetapi kadang-kadang diperlukan 9 kali atau lebih. Bila telah berhasil
dikembalikan ke irama sinus dianjurkan diberikan lidokain per infus dengan dosis
maksimal 4 mg/menit selama 48 – 72 jam, bahkan kalau perlu sampai seminggu,
untuk mencegah serangan ulang fibrilasi ventrikel. Kemudian diteruskan dengan
prokainamid atau quinidin yang diberikan paling kurang 12 jam sebelum lidokain
dihentikan.

11
D. Pasca Defibrilasi
Monitoring Pasien Setelah Defibrilasi
a. Evaluasi status neurology. Orientasikan klien terhadap orang, ruang, dan waktu
b. Monitor status pulmonary (RR, saturasi O2)
c. Monitor status kardiovaskuler (TD, HR, Ritme) setiap 15 menit
d. Monitor EKG
e. Mulai berikan obat anti disritmia intravena yang sesuai
f. Kaji apakah ada kulit yang terbakar
g. Monitor elektrolit (Na. K, Cl)
Dokumentasi dan laporan setelah tindakan
1. Print out EKG sebelum, selama dan sesudah defibrilasi
2. Status neurology, respirasi dan kardioversi sebelum dan sesudah defibrilasi
3. Energi yang digunakan untuk defibrilasi
4. Semua hasil yang tidak diinginkan dan intervensi yang telah diberikan

E. Komplikasi Defibrilasi
1. Henti jantung-nafas dan kematian
2. Anoxia cerebral sampai dengan kematian otak
3. Gagal nafas
4. Asistole
5. Luka bakar
6. Hipotensi
7. Disfungsi pace-maker

12
BAB III

KESIMPULAN

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran


listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda
yang ditempatkan pada permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk
koordinasi aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan
dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.
Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan
pada ventrikel fibrilasi (VF) dan ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse).
Gelombang Bifasik lebih efektif dan menimbulkan lebih sedikit risiko cedera pada
jantung daripada bentuk gelombang Monofasic, bahkan ketika tingkat energi kejut
adalah sama. Inilah sebabnya mengapa produsen defibrillator eksternal sekarang
menggunakan bentuk gelombang bifasik di perangkat mereka.
Defibrillator bifasik menggunakan teknologi gelombang yang berbeda:
baik bifasik terpotong eksponensial (BTE) gelombang atau gelombang Bifasik
kotak Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule,
sedangkan pada defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang
diperlukan adalah 1-2 joule/kg BB, maksimal 3 j/kg BB.
Komplikasi pasca defibrilasi adalah henti jantung-nafas dan kematian,
anoxia cerebral sampai dengan kematian otak, gagal nafas, asistole, luka bakar,
hipotensi, disfungsi pace-maker.

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Ashok K Kondur. Defibrilation and cardioversion


.[internet] 2012 Desember Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/80564-overview, Cited on 27 Mei 2017
2. Karo Karo S, Rahajoe Anna U, Sulistyo Sigit, Kosasih A. Bantuan hidup
Jantung Lanjut Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, 2011 : 24 – 31.
3. Scheidt S . Basic Electrocardiography: Abnormalities of
Electrocardiographic Patterns.Ciba : Ciba Pharmaceutical Company, 1994 ; Vol.
6/36 Page 32 .
4. Goldman MJ . Principles of Clinical Electrocardiography, 12th ed. Los
Altos, Cal : Lange Medical Publications, 1998, 460
5. Rudolph W. Koster. A Randomized Trial Com0paring Monophasic and
Biophasic Waveform Shocks for external Cardioversion of Atrial Fibrillation
.[internet] 2004 Available from :
http://www.medscape.com/viewarticle/477538_4, Cited on 28 July 2013
6. Niemann JT, Walker RG, Rosborough JP. Ischemically Induced Ventricular
Fibrilasi (VF): Sebuah Perbandingan defibrilasi Energi Tetap dan
Meningkat. Acad Pgl Med 2003; 10: 454.
7. Sean C Beinart, MD, FACC, FHRS. Synchronized electical
cardioversion.[internet] 2013 Juni Available from :
http://emedicine.medscape.com/article/1834044-overview#a15, Cited on 28 July
2013

14

Anda mungkin juga menyukai