Anda di halaman 1dari 24

TUGAS ELEKTRONIKA KEDOKTERAN

DEFIBRILLATOR

Oleh Kelompok 5 :
Ahmad Rajif M C.441.18.0003
Ammar Sana Ramadhan C.441.18.0009
M. Rery Himawan C.431.17.0063

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEMARANG
SEMARANG
2019
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 2
1.3 Tujuan dan Manfaat ...................................................................................................... 2
BAB II. LANDASAN TEORI
2.1 Fibrilasi .......................................................................................................................... 4
2.2 Defibrilasi ....................................................................................................................... 5
2.3 Defibrilator ..................................................................................................................... 5
Bab III Pembahasan

3.1 Komponen Defibrilator

3.1.1 Sumber Tegangan ................................................................................................... 15

3.1.2 Kapasitor ................................................................................................................. 16

3.1.3 Switch ..................................................................................................................... 16

3.2 Jenis – Jenis Defibrilator

3.2.1 Defibrilator AC ...................................................................................................... 13

3.2.2 Defibrilator DC Lown ............................................................................................. 14

3.2.3 Defibrilator DC Monopulsa .................................................................................... 17

3.2.4 Defibrilator DC Delay-Linev .................................................................................. 19

3.2.5 Defibrilator DC Trapeziodal ................................................................................... 20

3.3 Analisis Defibrilator...................................................................................................... 21

3.4 Prinsip kerja Defibrilator Secara Umum ...................................................................... 23

Bab IV Penutup

4.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 24

4.2 Saran ............................................................................................................................. 24

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 5

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Elektronika merupakan cabang ilmu pengetahuan yang memiliki banyak potensi
dalam pengembangannya. Salah satunya dibidang Medis.

Penerapan elektronika dalam dunia medis secara umum memanfaatkan


kemampuan tubuh dalam menghasilkan sinyal biopotensial. Dengan adanya sinyal
biopotensial sebagai variable yang diamati, alat elektronik dapat membaca,
mengamati, dan juga membantu jalannya sistem tubuh manusia.
Jantung merupakan sala satu organ tubuh yang sangat penting dalam kehidupan
manusia, apabila jantung berhenti berdetak hanya dalam beberapa detik, maka tubuh
sudah mati dan bisa menyebabkan kematian. Ada berbagai macam penyakit yang
dapat menyerang jantung, salah satu contohnya adalah fibrilasi. Fibrilasi adalah
berdetaknya jantung secara tidak normal antara atrium dan ventrikel. Untuk
mengobati fibrilasi tersebut, dapat menggunakan alat yang disebut defibrilator. Oleh
karena itu, makalah ini akan membahas tentang defibrillator dan karakteristiknya.

1.2. Rumusan Masalah


Pokok permasalahan yang akan dibahas adalah :

1. Bagaimana cara kerja sinyal biopotensial?


2. Apa yang dimaksud dengan fibrilasi?
3. Bagaimana cara kerja defibrillator?

1.3. Tujuan dan Manfaat


Tujuan dibuatnya makalah ini adalah :
1. Menjelaskan Prinsip kerja sinyal biopotensial
2. Menjelaskan Fibrilasi
3. Menjelaskan prinsip kerja defibrilator
4. Menjelaskan penggunaan defibrillator
Manfaat dibuatnya makalah ini adalah :

1. Dapat memahami prinsip kerja sinyal biopotensial


2. Dapat memahami penggunaan sinyal biopotensial pada alat elektronik
3. Dapat memahami prinsip kerja defibrilator

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Fibrilasi
Fibrilasi merupakan masalah pada jantung yang terjadi ketika organ tersebut
berdetak terlalu cepat sehingga frekuensinya idak dapat dihitung. Hal ini disebabkan
oleh impuls listrik yang cepat dan tidak teratur.
Ada 2 jenis fibrilasi:

1. Fibrilasi atrium, fibrilasi yang terjadi di serambi jantung yaitu suatu kondisi
yang terjadi ketika detak jantung menjadi tidak teratur dan tingkat kontraksi
organ tersebut sangat tinggi.

2. Fibrilasi ventrikel, fibrilasi yang terjadi di bilik jantung yaitu keadaan dimana
denyut ventrikel sangat kacau sehingga jantung tidak dapat memompakan
darahnya keluar dan tekanan darah menjadi nol sehingga dapat menyebabkan
kematian mendadak.

4
2.2. Defibrilasi
Untuk mengatasi gangguan fibrilasi tersebut maka diperlukan suatu tindakan
yang seharusnya dilakukan hal ini disebut dengan defibrilasi dimana detak jantung
normal dapat dikembalikan dengan pengiriman kejutan listrik yang dikendalikan.
Kecepatan dalam melakukan defibrilasi/ kardioversi merupakan elemen penting
untuk resusitasi yang berhasil. Tindakan defribrilasi harus segera dilakukan sebelum
intubasi dan pemasangan selang infuse. Defibrilasi dilakukan dengan cara satu
electrode diletakkan pada sisi kanan dada, dibawah klavikula dan yang lain pada sisi
kiri dada sebelah lateral papilla mamma seperti pada gambar.

2.3. Defibrillator
Defibrillator adalah piranti elektronik yang mengalirkan sinyal listrik kejut
(pulsa) ke otot jantung untuk mempertahankan depolarisasi myocardial yang sedang
mengalami fibrillasi kardiak (ventricular fibrillation atau atrial fibrillation).

2.3.1. Mode pemberian energi defibrillator :


 Asinkron : pemberian shock listrik jika jantung sudah tidak berkontraksi
lagi, secara manual setelah pulsa R
 Sinkron : pemberian shock listrik harus disinkronkan dengan sinyal ECG
dalam keadaan berfibrasi, jadi bila tombol discharge ditekan kapanpun
maka akan membuang pulsa R secara otomatis.

5
2.3.2. Jenis-Jenis
Defibrilator yang umum digunakan di rumah sakit adalah M-series
monophasic dan defibrilator biphasic. Unit portable menggabungkan Defibrillator,
ECG, Non-Invasive Transcutaneous Pacing (NTP) dan fungsi pemantauan pasien
yang lainnya. Berbagai jenis defibrilator adalah:

2.3.2.1. DC Defibrilator
DC defibrilator selalu dikalibrasi dalam satuan watt-detik atau joule
sebagai ukuran dari energi listrik yang tersimpan dalam kapasitor. Energi dalam
detik-watt sama dengan satu setengah kapasitansi dalam farad dikalikan dengan
tegangan di yaitu volt kuadrat

Jumlah energi (E) yang diberikan merupakan faktor bagi keberhasilan


defibrilator. Energi yang diberikan kepada pasien dapat diperkirakan dengan
mengasumsikan nilai resistansi yang ditempatkan antara elektroda yang
seterusnya mensimulasi resistansi dari pasien. Kebanyakan defibrilator akan
memberikan 60 - 80% dari energi mereka untuk disimpan ke resistansi
sebanyak 50 Ω

 Defibrilasi eksternal: piringan logam berdiameter 3-5 cm yang melekat pada


pegangan yang sangat terisolasi. Menghasilkan arus besar untuk menstimulasi
kontraksi yang seragam & simultan dari serat otot jantung. Kapasitor hanya
akan menyalurkan energi listrik yang tersimpan apabila kontak defibrilator
dengan tubuh yang baik sudah tercapai
 Internal defibrilasi: besar berbentuk sendok elektroda

2.3.2.2. Advisory Defibrilasi


Mampu dengan akurat menganalisis ECG dan membuat keputusan
menyalurkan kejutan dengan handal. Dirancang untuk mendeteksi fibrilasi
ventrikel atau ventricular fibrillation dengan sensitivitas dan spesifisitas
sebanding dengan paramedis terlatih, kemudian memberikan atau
merekomendasikan seberapa banyak energi sesuai dengan kejutan defibrilasi
tersebut.

6
2.3.2.3. Implan Defibrillator
Biasa digunakan oleh pasien yang berisiko tinggi mengalami ventricular
fibrillation. Implan defibrilator menyimpan rekaman sinyal jantung pasien,
sejarah terapi pasien dan data diagnostik pasien. Implan defibrilator mempunyai
volume kurang dari 70 cc, ia juga mempunyai lebih dari 30 juta transistor dan
menyalurkan kurang dari 20 micro ampere selama beroperasi sebagai
pemantauan konstan. Implan defibrilator sangat tertutup rapat dari lingkungan
sekeliling di dalam tubuh maka ianya sangat bio-kompatible dan mampu
bertahan pada rentang suhu 30 oC hingga 60 oC. Sumber energi untuk
menjalankan implan defibrilator berasal dari baterai Lithium Perak Vanadium
Oksida (LiSVO).

2.3.4. Prinsip Prosedur Pemberian Energi Defribilator ke Jantung


Berikut merupakan Prinsip Prosedur Pemberian Energi Defribilator ke Jantung:

1. Pemilihan besarya energi dan mode


2. Pengisian energi pada kapasitor
3. Pembuangan energi dari kapasitor ke pasien

Maka dari itu terdapat beberapa parameter yang harus ditentukan dalam defibrilasi.
Beberapa parameter tersebut adalah sebagai berikut:

Energi : energy dalam defibrillasi dinyatakan dalam joule. Satu joule merupakan unit
kerja terkait dengan satu ampere arus saat melewati satu ohm hambatan selama satu
detik.

Tegangan: Tegangan yang dibutuhkan untuk defibrilasi biasanya menggunakan


tegangan tinggi. Ini diperlukan supaya energi dari defibrilator dapat menembus
sampai sasaran. Dalam hal ini adalah jantung.

Arus : arus merupakan apa yang sebenarnya mendefibrilasi jantung. Dapat juga
dinyatakan dengan Tegangan/Impedansi.

Impedansi : Resistensi terhadap Arus; ada resistensi di sirkuit listrik itu sendiri serta
pada pasien. Jumlah impedansi pada pasien sulit untuk menentukan yang
berhubungan dengan massa tubuh, suhu, kualitas diaphoresis dari kontak dengan alat
kejut atau bantalan defibrillator. Tetapi berdasarkan tes klinik bahwa 95% impedansi
manusia adalah sekitar 30-90 ohm.

7
2.3.4.1. Prinsip Dasar Defribilator
Rangkaian dasar Defribilator

1. Pemilihan besarnya energi dengan memtar selector pada R3, maka saat
tegangannya diatur maka akan timbul pengisian di kapasitor C1.
2. Jika tombol Charge ditekan maka akan terjadi pengisian di kapasitor C1, dan
tegangan yang timbul dideteksi oleh detector A1, melalui pembagi tegangan
R1 dan R2 yang bersesuaian dengan tegangan C1.
3. Bila tegangan pada pembagi tegangan telah lebih besar dari tegangan R3,
maka A1 keluarannya akan menyebabkan High Voltage DC supply yang tidak
lagi mensuplai tegangan ke kapasitor C1.
4. Bila ditekan tombol discharge maka tegangan pada kapasitor C1 akan
berpindah sehingga jantung akan mendapatkan energi dari kapasitor C1 .

2.3.4.2. Prosedur Pemberian Energi Defibrilasi


Berikut adalah langkah langkah dalam pemberian energi defribrilasi
1. Hidupkan defibrilasi
2. Pilih energi yang diperlukan
3. Pilih paddles (atau lead I, II, III) melalui tombol lead select
4. Oleskan jeli pada paddle
5. Letakan paddle pada apeks dan sternum sesuai petunjuk pada paddle
6. Nilai kembali irama pada monitor apakah masih VF/VT tanpa nadi

8
7. Tekan tombol pengisi energi (charge) pada paddle apeks atau pada unit
defibrilator. Setelah energi yang diharapkan tercapai, berikan abaaba dengan
suara yang jelas agar tidak ada orang lain yang masih menyentuh pasien,
tempat tidur maupun peralatan lain.
8. Beri tekanan kurang lebih 10-12 kg pada kedua paddle
9. Nilai kembali irama pada monitor, apabila tetap VF/VT tanpa nadi tekan
tombol discharge pada kedua padlle 10. Nilai kembali irama pada monitor
apabila masih VF/VT tanpa nadi isi kembali defibrilator. Apabila gambaran
EKG pada monitor meragukan periksa nadi dan sensor/elektroda EKG 11.
Apabila gambaran masihg tetap VF/VT tanpa nadi ulangi tahapan diatas
dengan energi 200 – 300 Joule dan kemudian 360 Joule jika gambaran EKG
tidak berubah. 12. Apabila setelah tindakan defibrilasi terakhir (360 Joule)
irama masih VF/VT tanpa nadi lakukan tahapan ACLS berikutnya yaitu
kardioversi.

2.3.4.3. Hal Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Penggunaan defibrilator


Pada prinsipnya Defribrilasi memberikan energi dalam jumlah banyak dalam
waktu yang sangat singkat (beberapa detik) melalui pedal positif dan negative yang
ditekankan pas dinding dada atau melalui adhesive pads yang ditempelkan pada
sensing dada pasien. Arus listrik yang mengalir sangat singkat ini bukan merupakan
loncatan awal bagi jantung untuk berdetak, tetapi mekanismenya adalah aliran listrik
yang sangat singkat ini akan mendepolarisasi semua miokard, menyebabkan
berhentinya aktivitas listrik jantung atau biasa disebut asistole. Beberapa saat setelah
berhentinya aktivitas listrik ini, sel-sel pace maker akan berrepolarisasi secara
spontan dan memungkinkan jantung untuk pulih kembali. Siklus depolarisasi secara
spontan dan repolarisasi sel-sel pacemaker yang reguler ini memungkinkan jantung
untuk mengkoordinasi miokard untuk memulai aktivitas kontraksi kembali. Faktor-
faktor yang menentukan keberhasilan defibrilasi :

1. Lamanya VF Kesuksesan defibrilasi tergantung dari status metabolisme


miokards dan jumlah miokard yang rusak selama periode hipoksia karena
arrest. Semakin lama waktu yang digunakan untuk memulai defibrilasi
maka semakin banyak persediaan ATP yang digunakan miokard untuk
bergetar sehingga menyebabkan jantung memakai semua tenaga sampai
habis dan keadan ini akan membuat jantung menjadi kelelahan.
2. Keadaan dan kondisi miokard Hipoksia, asidosis, gangguan elektrik,
hipotermi dan penyakit dasar jantung yang berat menjadi penyulit bagi
pemulihan aktivitas kontraksi jantung.

9
3. Makin besar jantung, makin besar energi yang dibutuhkan untuk
defibrilasi.
4. Ukuran pedal Ukuran diameter pedal dewasa yang dianjurkan adalah 8,5-
12 cm dan untuk anak-anak berkisar 4,5-4,8 cm. ukuran pedal terlalu besar
membuat tidak semua permukaan pedal menempel pada dinding dada dan
menyebabkan banyak arus yang tidak sampai ke jantung. Untuk itu,
penggunaan pedal pada anak-anak bisa disesuaikan dengan ukuran
tubuhnya
5. Letak pedal Hal yang sangat penting tetapi sering kali diabaikan adalah
peletakan pedal pada dinding dada saat dilakukan defibrilasi. Pedal atau
pad harus diletakkan pada posisi yang tepat yang memungkinkan
penyabaran arus listrik kesemua arah jantung. - posisi sternal, pedal
diletakkan dibagian kanan atas sternum dibawah klavikula - pedal apeks
diletakkan disebelah kiri papilla mamae digaris midaksilaris. Pada wanita,
posisi pedal apeks ada di spasi interkosta 5-6 pada posisi midaxilaris. Pada
pasien yang terpasang pacemaker permanent, harus dihindari peletakan
padel diatas generator pacemaker, geser pedal setidaknya 1 inchi dari
tempat itu. Defibrilasi langsung ke generator pacemaker dapat
menyebabkan malfungsi pace maker secara temporary atau permanent.
Setelah dilakukan defibrilasi atau kardioversi, PPM harus dicek ambang
pacing dan sensinya serta dilihat apakah alat masih bekerja sesuai dengan
setting program. Hal yang harus diperhatikan pada saat melakukan
defibrilasi adalah posisi pedal atau pads, keduanya tidak boleh saling
menyentuh atau harus benar-benar terpisah.
6. Untuk indikasi tertentu diberikan tingkat energi yang berbeda pula, berikut
adalah indikasi dan tingkat energi yang diberikan
 Ventrikel Fibrilasi (:100 J, 200 J, 300 J, 360 J. )
 Ventrikel Tekikardi : 50 J, 100 J.
 Atrial Flutter : 25 J – 50 J.
 Atrial Fibrilasi : 100 – 200 J.
 Supra Ventrikel Tekikardi : 75 – 100 J.
 Torsade de Pointes 50 – 200 J.
 Energi tidak tergatung berat badan, kecuali anak2 2 J/kg.
 Pasien digitalis , energi 10-50 J.

7. Jelli/Gel Saat menggunakan pedal, jangan lupa memberikan jelli khusus


untuk defibrilasi atau kardioversi pada pedal. Jelli berfungai sebagai
media konduksi untuk penghantar arus listrik. Tujuan dari pemberian gel

10
adalah untuk mengurangi resistensi transtorakal dan mencegah luka bakar
pasien. Yang harus diperhatikan juga adalah jangan sampai gel tersebut
teroles dikulit diantara sternum dan apeks, atau jelli dari salah satu atau
ekdua pedal mengalir menghubungkan keduanya pada saat ditekan ke
dada pasien. Jika ini terjadi akan mengakibatkan arus hanya mengalir
dipermukaan dinding dada, aliran arus ke jantung akan missing
memancarkan bunga api yang menyebabkan sengatan listrik pasien pada
pasien dan alat-alat operator.

BAB III
PEMBAHASAN

Pada umumnya secara singkat prinsip kerja defibrillator adalah berawal dari
arus listrik masuk kerangkaian catu daya yang kemudian arus tersebut disearahkan
menggunakan dioda. Saat tombol charge pada alat ditekan, maka arus akan mengisi
kapasitor. Setelah kapasitor terisih penuh, tombol shock pada alat ditekan akan
melepaskan muatan listrik yang ada di kapastor ke pasien melalui media paddle
sternum (tulang dada) dan paddle apex (puncak/jantung).

Pada dasarnya sirkuit shock dalam defibrillator memiliki tiga komponen


utama: sumber tegangan tinggi, kapasitor dan switch.

3.1. Komponen Defibrillator


3.1.1. Sumber Tegangan
Defibrillator modern menggunakan arus searah (dc) daripada arus bolak
(ac) yang model sebelumnya digunakan. Hal ini menimbulkan masalah bagi
desainer perangkat yang dioperasikan dengan baterai. Transformer tidak dapat
meningkatkan arus searah. Masalah ini dipecahkan sebagai berikut.

11
Konversi Tegangan Defibrilator DC
Sebuah baterai menyuplai rangkaian osilator; Dihasilkan arus yang on dan off
pada frekuensi tinggi (misalnya 1000 kali per detik), meskipun masih akan dalam
satu arah saja (DC). Jika pulsa DC ini dimasukkan ke sebuah transformator yang
cocok, dapat dihasilkan tegangan output sesuai yang diperlukan. Rasio tegangan input
dan output sebanding dengan rasio jumlah lilitan primer dan sekunder trafo. Untuk
Misalnya, jika kumparan input ('primer') memiliki 200 lilitan dan kumparan output
('sekunder') memiliki 20.000 maka tegangan dinaikan dengan factor 100. Sebuah
masukan 5 V maka akan menghasilkan 500 V output.

Tegangan output bolak balik diperbaiki dengan dioda dan dimasukkan ke


dalam kapasitor yang menyimpan muatan tegangan tinggi.

3.1.2. Kapasitor
Sebuah kapasitor terdiri dari dua konduktor datar atau 'piring'
(biasanya dari aluminium foil) dengan isolator diantaranya. Sebuah kutub
konduktor melekat pada setiap piring. Dalam prakteknya seluruh kapasitor
perakitan sering digulung dan dimasukkan dalam 'kaleng' dengan dua koneksi.
Tegangan maksimal pada kapasitor adalah sebesar 5.300VDC dengan umur
pemakaian sebanyak 100.000 kali discharge.

3.1.3. Switch
Gambar rangkaian pada gambar 16 menjelaskan secara singkat prinsip
kerja switch pada defibrillator. Ketika seluruh switch pada kondisi open maka
paddle ditempelkan kepada pasien. Kemudian Switch S1 di tutup guna untuk
mengisi kapasitor, ini disebut kondisi charged. Selanjutnya, S1 akan terbuka
dan S2 akan menutup, dimana menyebabkan kapasitor akan berada pada
kondisi discharged dan tegangan akan dikirimkan ke tubuh pasien, dimana
cara ini digunakan untuk mengembalikan ritme jantung pasien.

3.2. Jenis-Jenis Defibrillator


Pada dasarnya Jenis defibrilator terbagi menjadi 2, yaitu Defibrillator AC
dan Defibrilator DC. Defibrillator DC memiliki beberapa jenis lagi, yaitu
Defibrillator DC Lown, Monopulse, Delay-line, dan Trapezoidal.

3.2.1. Defibrillator
AC Defibrillator AC merupakan defibrillator pertama yang dikenal
sejak sebelum tahun 1960. Defibrillator ini menggunakan arus listrik 5 sampai
6 Ampere, dengan frekuensi 60 Hz yang dipasangkan di dada pasien selama

12
250 sampai 1000 ms. Tingkat keberhasilan defibrillator ac ini agak rendah,
sehingga tak dapat menangani fibrillasi atrial secara baik. Bahkan dalam
kenyataan, pada saat mencoba mengatasi fibrillasi atrial dengan defibrillator
ac seringkali malah menghasilkan fibrillasi ventrikel yang merupakan aritmia
yang lebih serius. Distribusi energi pada defibrillator AC sangatlah sederhana
karena hanya menggunakan tegngan jala-jala (110-240V) yang dinaikkan
dengan transformator step up (menjadi 300-2000 V). Sehingga sinyal yang
dihasilkan oleh defibrilltor AC akan sama dengan sinyal tegangan jala-jala.

3.2.2. Defibrillator DC Lown


Muatan yang dikenakan pada pasien disimpan dalam sebuah kapasitor
yang dihasilkan oleh power supply DC tegangan tinggi. Operator dapat
mengatur level muatan yang akan digunakan pada panel depan dengan tombol
“set energy”. Tombol tersebut mengendalikan tegangan DC yang dihasilkan
oleh power supply tegangan tinggi dan juga dapat mengatur muatan
maksimum pada kapasitor. Energi yang tersimpan dalam kapasitor diberikan
oleh persamaan: U = ½ CV2 U adalah energi dalam satuan Joule (J), C adalah
kapasitansi C1 dalam satuan Farad (F) serta V adalah tegangan pada kapasitor
C1 dalam satuan volt.

13
 Arus akan meningkat dengan cepat
hingga 20A dengan tegangan hingga
3 KV
 Gelombang kemudian meluruh
kembali ke nol dalam waktu 5 ms
dan kemudian menghasilkan sebuah
pulsa negatif yang lebih kecil juga
sekitar 5 ms.
 Pada respon ini defibrilator bersifat
underdamp

14
Energi yang tersimpan ditunjukkan oleh sebuah voltmeter yang dihubungkan
paralel dengan kapasitor C1. Skala voltmemter dikalibrasi dalam satuan energi.
Satuan yang sering digunakan secarai praktis adalah watt-second yang setara dengan
Joule (1 w-s = 1 J). Sejumlah energi akan hilang pada kontak “relay switching” dan
pada resistansi ohmik induktor L1. Muatan kapasitor dikendalikan oleh sebuah
kontak relay (relay switch) K1. Pada model terdahulu digunakan relay jenis SPDT
(Single Pole Double Throw), sedangkan model yang sekarang digunakan relay jenis
DPDT (Double Pole Double Throw) agar isiolasi pada rangkaian pasien terhadap
ground tetap terjaga. Walaupun ada beberapa defibrillator yang portable yang
menggunakan relay tegangan tinggi udara terbuka (open-air high voltage relay), tetapi
umumnya menggunakan special sealed vacuum relay seperti Torr Laboratories TMR-
10. Relay vakum merupakan relay yang telah mendapat pengakuan sebab adanya
penggunaan tegangan tinggi untuk kapasitor C1. Rangkaian pasien untuk defibrillator
Lown terdiri dari induktor 100mH (L1), resistansi ohmik L1 (R1) dan resistansi
ohmik pasien (R2). Energi yang tersimpan dalam medan magnetik kumparan L1
menghasilkan Bentuk gelombang Lown negatif selama 5 ms. Bila kapasitor dalam
keadaan discharge, medan pada kumparan akan habis/hilang, energi terbuang kembali
ke rangkaian. Urutan kerjanya sebagai berikut:

1. Operator mengatur “set energy” (yang mengontrol level yang diinginkan)


dan menekan tombol “charge” (yaitu menutup S2)

15
2. Kapasitor C1 mulai termuati dan akan tetap dimuati hingga tegangan pada
kapasitor sama dengan tegangan sumber (supply).
3. Operator memasang ”paddle electrode” pada dada pasien dan menekan
tombol “discharge” (yaitu S1)
4. Relay K1 memutus hubungan kapasitor dari power supply dan kemudian
menghubungkannya ke rangkaian keluar.
5. Kapasitor C1 mengalami discharge (membuang energi) ke pasien melalui
L1, R1 dan paddle electrode. Keadaan ini berlangsung pada awal 4 sampai
6 ms dan membangkitkan tegangan tinggi simpangan posistif pada bentuk
gelombang (Gambar 18). Medan magnetik terbentuk pada L1 dan
menghasilkan Bentuk gelombang simpangan negatif dan hilang/habis
dalam 5 ms kemudian.

3.2.3. Defibrillator DC Monopulsa

16
Defibrillator DC monopulsa merupakan hasil modifikasi Defibrillator DC
Lown untuk menghasilkan bentuk gelombang tanpa fase negatif. Defibrillator jenis
ini sering dijumpai dalam defibrillator portable. Bentuk rangkaian defibrillator ini
sama dengan defibrillator Lown (Gambar 20), tetapi tanpa induktor L1 (Gambar 22)
untuk menghilangkan pulsa kedua yang negatif. Akibatnya, Bentuk gelombang akan
kembali ke nol dengan cara eksponensial karena hanya ada rangkaian RC saja, dan
respon bersifat criticcally damp (Gambar 23)

17
3.2.4. Defibrillator DC Delay-Line
Defibrillator ini biasa juga dikenal dengan defibrillator Tapered. Berbeda
dengan dua defibrillator DC sebelumnya, yaitu defibrillator DC Delay Line
mempunyai amplitudo rendah (1.2 KV) dan durasi panjang (15 ms) untuk mencapai
level energi yang ditetapkan. Dibuat dengan meletakan dua bagian L-C. Energi yang
ditransfer adalah sebanding dengan luas daerah di bawah kurva persegi empat, yang
juga dapat diperoleh energi yang sama seperti Bentuk gelombang lainnya. Bentuk
rangkaian defibrillator DC delay-line sama dengan Gambar 10, hanya saja pada
defibrillator DC delay-line ditambahkan L2 dan C2.

18
3.2.5. Defibrillator DC Trapezoidal

Defibrillator DC Trapezoidal merupakan defibrillator yang memiliki bentuk


gelombang yang menyerupai trapesium. Ciri defibrillator ini adalah tegangann
keluarannya rendah (500V sampai 800 V) dan durasinya panjang (20 ms).

Kapasitor membuang muatan (discharge) ke tubuh pasien dikendalikan oleh


rangkaian SCR (Silicon-Controlled Rectifier). Bila energi yang diberikan pada pasien
telah cukup, maka shunt SCR bekerja untuk menghubung-singkat (short circuit)
kapasitor dan memutuskan pulsa. Rangkaian ini mengeleminasi/mengurangi ekor
pulsa discharge yang panjang. Keluaran dapat dikontrol dengan mengubah tegangan
pada kapasitor atau durasi \pulsa discharge. Desain ini memberikan beberapa
keuntungan:

1. Arus puncak yang diperlukan lebih kecil


2. Tidak diperlukan induktor
3. Dapat menggunakan kapasitor elektrolit (yang secara fisik kecil)
4. Tidak diperlukan relay.

19
3.3. Analisis Defibrillator
Besar Energi dalam unit Joule dinyatakan dengan rumus :

Di mana C adalah nilai kapasitansi diukur dalam satuan farad dan V adalah
tegangan kapasitor. Jika yang dibutuhkan adalah tegangan 3 KV, energy 400 J, maka
besar nilai kapasitor adalah :

Energy yang dikeluarkan defibrillator pada umumnya adalah kisaran 50-400 J.


Tidak semua energy yang dikeluarkan defibrillator sampai kepada pasien. Beberapa
diserap oleh resistansi dalam (RD) defibrillator, beberapa diserap oleh paddle
defibrillator, dan beberapa diserap oleh resistansi kulit (RE). Untuk menghitung
berapa banyak energy yang diperoleh pasien, resistansi RT dipertinbangkan sebagai
sirkuit ekivalen. Terdapat empat resistor dalam rangkaian ekuivalen.

20
Oleh karena itu, arus pada masing-masing resistor adalah sama. Dan energy
yang diserap oleh masing-masing resistor sebanding dengan energy total, sesuai
dengan hukum pembagi tegangan. Energi yang diserap oleh thorak dinyatakan
dengan rumus :

3.4. Prinsip Kerja Defibrillator Secara Umum


Untuk pengisian kapasitor, selector atau swich diarahkan ke charge, maka arus
dari battery akan masuk ke oscillator sehingga dapat menimbulkan frekwensi,
frekwensi tersebut dimanfaatkan untuk memberi input ke transformer stepUP, output
dari transformer stepUP tersebut berupa voltage yang akan dilipat gandakan dan di
searahkan menggunakan multiplier. Multiplier disini selain di gunakan untuk
penyearah juga digunakan untuk pelipat ganda tegangan yang akan dimasukkan ke
kapasitor, setelah kapasitor terisi penuh, maka luapan kapasitor akan dimanfaatkan
untuk nonaktifkan oscillator sehingga pengisian berhenti.

Untuk pengurangan muatan kapasitor, selector diarahkan ke discharge, maka


supply battery akan masuk kerangkaian discharge, rangkaian tersebut akan
menberikan beban pada kapasitor sehingga muatan kapasitor akan berkurang secara

21
perlahan lahan, setelah tampilan menunjukkan dosis yang di inginkan tercapai,
selector langsung dipindah secara manual keposisi normal.

Pastikan kedua elektroda terhubung pada pasien tanpa ada celah sedikitpun,
karena dapat menimbulkan aliran energi kurang maksimal, set duration berfungsi
sebagai pengatur lamanya saat triger. Jika triger button keduanya di tekan secara
bersamaan, maka muatan dalam kapasitor akan di teruskan ke elektroda melalui
kontaktor relay yang terdapat pada rangkaian set duration.

22
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Defibrillator adalah alat yang digunakan oleh paramedis dibagian perawatan
jantung untuk mengatasi kelaianan jantung (cardioarrhythymia), Pada pengisian
muatan capacitor tergantung dari besar tegangan yang mengisi pada pengisian muatan
capacitor selain juga tergantung pada waktu pengisian. Namun pada defibrillator
karena tegangan yang dihasilkan konstan, jadi besar muatan tergantung pada waktu
pengisian, Untuk mengkalibrasi yang presisi sebaiknya digunakandefianalyzer yang
berguna untuk mengetahui akan meter muatan defibrillator dengan penunjukkan
meter

4.2. Saran
Penggunaan defibrillator harus diawali dengan pelatihan dan keahlian
khusus, agar alat yang digunakan dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.

23
DAFTAR PUSTAKA

Guyton and Hall. (2007). Fisiologi Kedokteran ed. 11. Jakarta : EGC.

Khandpur, R. S. (2005). Biomedical Instrumentaion: Technology and Applications.


New Delhi: McGraw-Hill

Price, A. Sylvia. (2005). Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit ed.6.


Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. (2011). Fisiologi Manusia, dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC.
Diklat Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118.

24

Anda mungkin juga menyukai