Anda di halaman 1dari 109

LAPORAN KASUS

BATU SALURAN KEMIH


“UROLITHIASIS”
Pembimbing:
dr. Lutfi Bagus, Sp.U
OLEH :
R R . H A N N A P U S P I TA N I N G R U M
1820221063
PASIEN 1
BATU SALURAN
KEMIH
“UROLITHIASIS”
PRESENTASI KASUS

• Nama : Ny. E
• Usia : 30 th

• Keluhan Utama : Nyeri pinggang kiri


• Keluhan Tambahan : BAK terputus-putus dan nyeri saat berkemih
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang dengan ke bagian Urologi RS Polri dengan keluhan nyeri pada pinggang kiri
sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri timbul secara tiba-tiba dan hilang timbul. Nyeri seperti ditusuk-
tusuk. Sejak 1 bulan terakhir, nyeri tersebut menjalar ke punggung kiri.
Pasien merasa BAK terputus-putus sejak 2 minggu yang lalu. BAK disertai rasa nyeri namun
tidak ada darah saat berkemih. BAK berwarna jernih. Pasien juga mengeluhkan adanya BAK
yang sering di malam hari. Keluhan tidak tuntas saat BAK disangkal.
Pasien menyangkal adanya penurunan berat badan. Pasien mengatakan adanya rasa mual
namun tidak muntah. Pasien juga sering merasakan sakit kepala.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

• Pasien memiliki riwayat ISK 3 bulan yang lalu


• Riw. Hepatitis B 2 tahun yang lalu (+)
• Hipertensi (-)
• DM (-)
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

• Keluarga belum mengetahui apakah memiliki riwayat Hepatitis seperti pasien


• Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan berkemih seperti pasien
RIWAYAT PENGOBATAN

• Obat maag
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tidak tampak sakit


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/m
Pernafasan : 20 x/m
Suhu : 36,7 C
Nyeri (VAS) : 6
STATUS GENERALIS

• Kepala : Normocephal
• Mata : Pupil bulat , isokor, diameter pupil kanan 3 mm dan diameter pupil kiri 3 mm,
CA -/-, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+
• Telinga : Simetris, sekret (-)
• Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
• Tenggorokan : Faring hiperemis (-), T1/T1
• Leher : Pembesaran KGB (-)
• Ekstremitas : Kekuatan otot 4 4 / 4 4
• Thoraks :
– Inspeksi : Pergerakan dada simetris keadaan statis dan dinamis, jejas (-)
– Palpasi : Fremitus vokal dan taktil simetris
– Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
– Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-.
• Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler. Murmur (-). Gallop (-)
• Abdomen :
– Inspeksi : Datar
– Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) pada regio kiri bawah, pembesaran organ (-)
– Perkusi : Timpani
– Auskultasi : Bising usus (+) normal
STATUS LOKALIS

• Regio Flank :
– Inspeksi : kemerahan (-/-), benjolan (-/-)
– Palpasi : ballottement test (-/-), nyeri tekan (-/-)
– Perkusi : nyeri ketok CVA (+/+)
• Suprapubik :
– Inspeksi : datar, kemerahan (-/-), benjolan (-/-)
– Palpasi : nyeri tekan (-/-)
• Genital : perempuan, tidak terpasang kateter, tidak ada kemerahan pada genital
• DRE : tidak dilakukan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Lab 6/07/20
– Ureum Darah 13 (20-40)
– Kreatinin Darah 1,10 (0.35-0.93)
– eGFR 62

URINALISA
Urin Lengkap
Warna KuningKuning
KejernihanAgak Keruh Jernih
Darah/Hb 1+ Negatif
Leukosit Esterase 1+ Negatif

MIKROSKOPIK
Leukosit 8-10 0-3
Eritrosit 2-4 0-2
Sel Epitel Epitel +1 Negatif
Bakteria 1+ Negatif

IMUNOLOGI
HBsAg Reaktif
• HASIL USG
• HASIL CT SCAN ABDOMEN
• Hasil CT Scan Abdomen
- Ginjal kanan: bentuk dan ukuran normal. Sistem pelviokalises tidak melebar. Lesi hiperdens, diameter +/- 0,7
cm di kortikal ginjal kanan. Tidak tampak massa
- Ginjal kiri: bentuk dan ukuran normal. Sistem pelviokalises melebar. Tampak multiple lesi hiperdens kecil di
papilla pole atas dan bawah ginjal kiri. Tidak tampak massa
- Ureter kanan: bentuk dan ukuran normal. Tidak tampak batu.
- Ureter kiri: lesi hiperdens dengan ukuran +/- 1 x 0,6 x 1,5 cm di ureter proksimal kiri dengan dilatasi ureter di
proksimalnya.
- Buli: bentuk dan ukuran normal. Tidak tampak massa.

Kesan :
-Hidronefrosis dan hidroureter kiri ec. Ureterolithiasis kiri
-Nefrolithiasis kanan
-Kalsifikasi renal papilla kiri
DIAGNOSIS

• Hidronefrosis Sinistra e.c. BSK


• Hepatitis B
TATALAKSANA

• ESWL
• Pro URS Sinistra
BAB I
PENDAHULUAN
BSK  pengendapan substansi yang
terdapat dalam air kemih yang
jumlahnya berlebihan atau karena
faktor lain yang mempengaruhi daya
larut substansi

Di Amerika Serikat, sekitar 250.000


sampai 750.000 penduduknya menderita
BSK setiap tahun, di seluruh dunia rata-
rata terdapat 1 sampai 12%.
Angka
kejadian BSK
Prevalensi tinggi di Indonesia
tahun 2018 
37.636 kasus
baru
ANATOMI
ANATOMI
FISIOLOGI
UROLITHIASIS
DEFINISI
• Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan
oksalat, kalkuli (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah
ginjal.
• Kalkuli dapat terbentuk pada :
▫ Ginjal (Nefrolithiasis)
▫ Ureter (Ureterolithiasis)
▫ Vesica urinaria (Vesicolithiasis)
▫ Uretra (Urethrolithiasis)
UROLITHIASIS
DEFINISI
• Batu ginjal : Kaliks, Infundibulum, Pelvis ginjal, mengisi pelvis serta
seluruh kaliks ginjal. (staghorn)
• Batu kecil dapat didorong oleh peristaltik otot-otot sistem pelvikalises
dan turun ke ureter menjadi batu ureter  berlanjut ke buli menjadi
batu buli
• Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu
menimbulkan dan menyebabkan reaksi keradangan (periureteritis)
serta menimbulkan obstruksi kronis
EPIDEMIOLOGI
UROLITHIASIS
KOMPOSISI
BATU
UROLITHIASIS

JENIS-JENIS
BATU • lebih dari 80% kasus
Batu Kalsium

• berikatan dengan oksalat maupun fosfat

Batu Struvit
• Kuman urea splitter, menjadikan suasana
basa sehingga memudahkan Mg, amonium,
phosphat, dan karbonat untuk membentuk
batu magnesium amonium fosfat (MAP)
UROLITHIASIS BATU ASAM
•URAT
5-10% dari seluruh batu saluran kemih
• Seringa pada pasien penyakit gout, penyakit
mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi
antikanker, obat urikosurik, seperti sulfinpirazone,
thiazide, dan salisilat
• Obesitas, peminum alkohol, dan diet tinggi protein
• halus dan bulat shg sering keluar spontan

Batu jenis lain (Batu sistin, xanthin,


triamteren, silikat )
• Batu sistin karena kelainan metabolisme
sistin
(kelainan absorpsi sistin di mukosa usus)
• Batu xantin karena penyakit bawaan berupa
defisiensi enzim xanthin oksidase
UROLITHIASIS
PATOGENESIS

Teori Pembentukan Kalkuli


Teori Nukleasi Teori Matriks Inhibisi
• Inti (nukleus) benda • Serum/protein Kristalisasi
asing akan urine (albumin, • Zat inhibitor kristal:
diselimuti oleh globulin, dan magnesium, sitrat,
patikel-partikel mukoprotein) pirofosfat,
yang lebih jernih sebagai kerangka mukoprotein, dan
(supersaturasi) beberapa peptida
↓ risiko↓
UROLITHIASIS
PATOFISIOLOGI

BATU

RADAN
STASIS
G
UROLITHIASIS
PATOFISIOLOGI

Supersaturasi

Infeksi
UROLITHIASIS
PATOFISIOLOGI

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh


saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang
sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urine),
yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli.

Semakin besar konsentrasi ion, maka kemungkinan ion


akan mengendap semakin tinggi. Apabila konsentrasi ion
meningkat ion akan mencapai titik yang disebut solubility
product.
UROLITHIASIS
Pembentuk & Pencegah Pembentukan Batu
Proses (supersaturasi) Penghambat pembentukan batu
–  Metastable –  Ion Magnesium – dapat berikatan dengan
–  Perubahan kondisi oksalat, menjadi magnesium oksalat (garam)
menyebabkan presipitasi sehingga pembentukan kalsium oksalat
–  Membentuk inti batu (nukleasi) menurun
–  Agregasi –  Sitrat - dapat membentuk kalsium sitrat
–  Menarik bahan-bahan lain sehingga Kristal (garam) sehingga kalsium oksalat/fosfat
menjadi lebih besar (belum mengobstruksi menurun
karena Kristal masih rapuh) –  Beberapa protein atau senyawa organik lain
–  Batu menempel pada epitel & bahan lain mampu bertindak sebagai inhibitor dengan cara
diendapkan membentuk batu yg lebih kuat menghambat pertumbuhan kristal, menghambat
dan besar agregasi kristal, maupun menghambat retensi
kristal. Senyawa itu antara lain adalah:
glikosaminoglikan (GAG), protein Tamm
Horsfall (THP) atau uromukoid, nefrokalsin,
dan osteopontin.
UROLITHIASIS
BATU KALSIUM
70 – 80 % dari seluruh batu saluran kemih.
Faktor terjadi batu kalsium adalah:
1. Hiperkalsiuri: yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Menurut
Pak (1976) terdapat 3 macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:
• Hiperkalsiuri absobtif yang terjadi karena adanya peningkatan absorbsi kalsium melalui usus.
Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium melalui
tubulus ginjal
• Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak
terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau pada tumor paratiroid
2. Hiperoksaluri: adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 gram per hari. Keadaan ini banyak
dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani pembedahan usus dan
pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan oksalat, diantaranya adalah: teh, kopi
instan, minuman soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.

Journal : S. Jeff, M. William, and P, John, 2005, Urinalysis a Comprehensive


Review, American Family Physician, 15;71(6):1153-1162 Wahington
UROLITHIASIS
BATU KALSIUM
3. Hiperurikosuria: adalah kadar asam urat di dalam urine yang melebihi
850 mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai
inti batu/nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat.

4. Hipositraturia - penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis,


sindrom malabsobsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka
waktu lama.

5. Hipomagnesuria - penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease)


yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi

Journal : S. Jeff, M. William, and P, John, 2005, Urinalysis a Comprehensive


Review, American Family Physician, 15;71(6):1153-1162 Wahington
UROLITHIASIS
BATU KALSIUM
3. Hiperurikosuria: adalah kadar asam urat di dalam urine yang melebihi
850 mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai
inti batu/nidus untuk terbentuknya batu kalsium oksalat.

4. Hipositraturia - penyakit asidosis tubuli ginjal atau renal tubular acidosis,


sindrom malabsobsi, atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka
waktu lama.

5. Hipomagnesuria - penyakit inflamasi usus (inflamatory bowel disease)


yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi

Journal : S. Jeff, M. William, and P, John, 2005, Urinalysis a Comprehensive


Review, American Family Physician, 15;71(6):1153-1162 Wahington
UROLITHIASIS
BATU ASAM URAT
5-10% dari seluruh batu saluran kemih.

Penyakit batu asam urat banyak diderita oleh pasien-pasien penyakit gout,
penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi antikanker, dan
yang banyak mempergunakan obat urikosurik diantaranya adalah
sulfinpirazone, thiazide, dan salisilat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet
tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk mendapatkan
penyakit ini.

Journal : S. Jeff, M. William, and P, John, 2005, Urinalysis a Comprehensive


Review, American Family Physician, 15;71(6):1153-1162 Wahington
UROLITHIASIS
BATU LAINNYA
Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren, dan batu silikat sangat jarang
dijumpai.
• Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme sistin, yaitu kelainan
dalam absorbsi sistin di mukosa usus.
• Batu xanthin terbentuk karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim
xanthin oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin menjadi
xanthin dan xanthin menjadi asam urat.
• Batu silikat - Pemakaian antasida yang mengandung silikat (magnesium
silikat atau aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka waktu
lama

Journal : S. Jeff, M. William, and P, John, 2005, Urinalysis a Comprehensive


Review, American Family Physician, 15;71(6):1153-1162 Wahington
UROLITHIASIS

MANIFESTASI
KLINIS
Nyeri hebat (kolik). Nyeri ini dapat
Batu yang terletak di sebelah distal
menjalar hingga ke perut bagian
ureter dirasakan oleh pasien
depan, perut sebelah bawah,
sebagai nyeri pada saat kencing
daerah inguinal, dan sampai ke
atau sering kencing.
kemaluan.

Batu yang ukurannya kecil (<5


mm) pada umumnya dapat keluar
spontan sedangkan yang lebih
Sering disertai keluhan perut
besar seringkali tetap berada di
kembung, mual, muntah, dan
ureter dan menyebabkan reaksi
peradangan (periureteritis) serta hematuria.
menimbulkan obstruksi kronik
berupa hidroureter/hidronefrosis.
DIAGNOSIS

ANAMNESIS
RPS RPD

PEMERIKSAAN FISIK
Sudut kosto vertebra:
nyeri tekan, nyeri Supra simfisis : nyeri Genitalia eksterna: Colok dubur: teraba
ketok, pembesaran tekan, teraba batu, teraba batu di uretra batu pada buli-buli
ginjal buli-buli penuh (palpasi bimanual)
DIAGNOSIS

Pielonefritis akut
Massa ginjal, ureter, dan
vesika urinaria
Tuberkulosis ginjal
Kolesistitis akut
Appendisitis akut

Urolithiasis
MANAGEMENT
Konservatif & Operasi

Terapi Konservatif ESWL (Extracorporeal


Shockwave Lithotripsi)
• Batu ureter <5 mm bisa keluar • Indikasi ESWL :
spontan.
• Terapi bertujuan untuk mengurangi • Batu saluran kemih
nyeri, memperlancar aliran urin
dengan pemberian diuretikum,
dengan diameter 5-30
berupa: mm
• Minum sehingga diuresis 2 • Fungsi ginjal masih
liter/ hari
baik
• α – blocker • Batu terletak di ginjal
• NSAID dan ureter
• Batas lama terapi konservatif
adalah 6 minggu.
MANAGEMENT
• PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)
• Litotripsi
• Ureteroskopi atau uretero-renoskopi
Endourologi • Ekstraksi Dormia

• Pielolitotomi atau nefrolitotomi : mengambil batu di saluran


ginjal
• Ureterolitotomi : mengambil batu di ureter.
Bedah • Vesikolitotomi : mengambil batu di vesica urinaria
terbuka • Uretrolitotomi : mengambil batu di uretra.
MANAGEMENT ILUSTRA
SI
ESWL URETEROSCOPY

http://pluiyhospital.com/index.php?option=com_contetnt&task=view&id=117&Itemed=1.
MANAGEMENT PEMILIHAN
TERAPI

Batu < 100 mm Batu > 100 mm

SWL Operasi terbuka


Litotripsi Litotripsi
endoskopik endoskopik
Operasi terbuka SWL
KOMPLIKASI

Uremia &
Hidronefrosis Pielonefrosis
Gagal Ginjal

Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034. EGC :
Jakarta.
Daftar Pustaka
1. Tanagho, Emil A, McAninch, Jack W. 2008. Smith’s GENERAL UROLOGY
Seventeenth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved.
Manufactured in the United States of America.
2. Campbell-Walsh Urology. – 10th ed. 2012/ editor-in-chief, Alan J. Wein ; editors, Louis
R. Kavoussi [et al.]. Printed in the United States of America.
3. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5 th ed. US: FA Davis
Company; 2007.
4. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill Companies; 2018.
5. Guyton dan Hall. 2010. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II. EGC: Jakarta
6. Soeparman, dkk. 2017. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai Penerbit FKUI :
Jakarta
Daftar Pustaka
• Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034. EGC : Jakarta.
• Cookson Michael S, MD, et all : Urology, Chapter 73, pp 1659, Sobiston Textbook of
Surgery, 16 ed. Tahun 2010
• ESWL, Alternatif Terapi Penderita Batu GInjal dan Saluran Kemih, Available at :
http://pluiyhospital.com/index.php?option=com_contetnt&task=view&id=117&Itemed=1.
(Accessed September 24, 2019)
• Himawan S : Patologi Khusus, Ginjal hal 252 – 89, Patologi, Edisi 2, Bagian PAtologi
Anatomi FKUI, Jakarta, tahun 2005.
• Rahardjo D : Extracorporal Shock Wave Lithotripsy, Available at :
http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html. akses tanggal 28
September 2019.
• Menon M, R., Martin I. Urinary Lithiasis,
Etiologi and Endourologi, in: Chambell's Urology, 8 th.
W.B. Saunder Company, Philadelphia, 2002. Vol 14: p. 3230-3292
Daftar Pustaka
• Sherwood, L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed. 6. Jakarta: EGC; 2011
• Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung seto: Jakarta
• Turk C, Knoll T, Petrik A, Sarica K, Seitz C, Straub M. Guidelines on Urolithiasis. European Association of
Urology; 2011. P.289-293.
• Sorensen, C. M., & Chandhoke, P. S. (2002). Hyperuricosuric calcium nephrolithiasis. Endocrinology and
metabolism clinics of North America, 31(4), 915-925
• Takahashi, Naoki, Akira Kawashima, Randy D. Ernst, Illya C. Boridy, Stanford M. Goldman, George S. Benson,
and Carl M. Sandler. "Ureterolithiasis: can clinical outcome be predicted with unenhanced helical CT?."
Radiology 208, no. 1 (1998): 97-102.
• Shires, Schwartz. Intisari prinsip – prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC : Jakarta. 588-589
• Knoll T. Epidemioloy, Pathogenesis and Pathophysiology of Urolithiasis. European Urology Supplements 9
(2010). Department of Urology, Sindelfingen-Boeblingen Medical Center, Germany. P.802-806.
• Wein, Kavoussi, Novick, Partin, Peters. Campbell-Walsh Urology. Tenth Edition. Philadelphia; 2012.
• Tanagho E, McAninch J. Smith’s General Urology. 17 th edition. The McGraw-Hill companies; 2008. P.246
• Pearle, S. Margaret. Urolithiasis Medical and Surgical Management. USA: Imforma healthcare ;2009.p.1-6
PASIEN 2

BENIGN PROSTAT
HYPERPLASIA
(BPH)
PRESENTASI KASUS

Nama: Tn. K
Usia: 82 tahun

Keluhan Utama: Tidak bisa BAK


Keluhan Tambahan: BAK mengedan
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang konsultasi ke bagian Urologi RS Polri dengan keluhan tidak
bisa BAK sejak 3 minggu yang lalu. 5 minggu yang lalu pasien merasa
tidak tuntas tiap BAK, BAK sering, sulit untuk memulai BAK (harus
mengedan), pancaran lemah dan kadang hanya menetes, dan sulit istirahat
malam karena terbangun tiap jam untuk BAK. 3 minggu yang lalu pasien
pernah berobat ke RS karena pasien tidak bisa BAK selama 2 hari,
kemudian dipasang kateter dan terdapat perbaikan pada keluhan. Keluhan
disertai dengan adanya rasa nyeri saat berkemih. Keluhan keluar darah
dari saluran kemih disangkal. Riwayat kram otot (-)
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

• Pasien memiliki keluhan yang sama sejak 13 tahun lalu dan sudah
dilakukan tindakan operasi, namun 3 minggu terakhir pasien merasakan
keluhan serupa kembali.
• HT (-)
• DM (-)
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat serupa.


RIWAYAT PENGOBATAN
Disangkal
PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum: Sakit ringan


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84 x/m
Pernafasan : 20 x/m
Suhu : 36,5 C
Nyeri (VAS) :4
STATUS GENERALIS

• Kepala : Normocephal
• Mata : Pupil bulat , isokor, diameter pupil kanan 3 mm dan
diameter pupil kiri 3 mm, CA -/-, SI -/-, RCL +/+, RCTL +/+
• Telinga : Simetris, sekret (-)
• Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-)
• Tenggorokan : Faring hiperemis (-), T1/T1
• Leher : Pembesaran KGB (-)
• Ekstremitas : Kekuatan otot 4 4 / 4 4
STATUS GENERALIS
• Thoraks :
– Inspeksi : Pergerakan dada simetris keadaan statis dan dinamis,
jejas (-)
– Palpasi : Fremitus vokal dan taktil simetris
– Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
– Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-.
• Jantung : Bunyi jantung I dan II reguler. Murmur (-). Gallop (-)
• Abdomen :
– Inspeksi : Datar
– Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), pembesaran organ (-)
– Perkusi : Timpani
– Auskultasi : Bising usus (+) normal
STATUS LOKALIS

• Regio Flank :
– Inspeksi : kemerahan (-/-), benjolan (-/-)
– Palpasi : ballottement test (-/-), nyeri tekan (-/-)
– Perkusi : nyeri ketok CVA (-/-)
• Suprapubik :
– Inspeksi : datar, kemerahan (-/-), benjolan (-/-)
– Palpasi : nyeri tekan (-/-)
• Genital : laki-laki, terpasang kateter, jumlah urin 200 cc sejak pk 10.00-
13.00, warna urin kuning keruh tidak ada darah, skrotum tidak ada benjolan
• DRE : tidak dilakukan
Tn. K, 55 tahun

3
4
3
5 Interpretasi Skor:
4 • 0–7 = Ringan
2 • 8 – 19 = Sedang
• 20 – 35 = Berat

5
26

5
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Lab 29/07/20 – Cl 99 (98 – 100)


– Hb 12.6 (13 – 16) Neutrofil absolut 9.400 (2500-7000)
– Ht 36 (40 – 50) Limfosit absolut 000 (1000-4000)
– Leu 10.600 (5.000-10.000)
– Tromb 166(150 – 400)
– Na 142 (135 – 145)
–K 2,6 L (3,5 – 5,0)
• USG ABDOMEN
• HASIL USG ABDOMEN
– Kandung Kemih : Indentasi posterior (+), BC posisi baik, bentuk ukuran normal
– Prostat : membesar, iso echoic homogen, capsul tipis intact, volume +/- 4,8cm x 5cm x 5,2 cm (124,8
cc). Tak tampak mass/kalsifikasi

KESAN:
- BPH (Volume +/- 124,8cc)
- Hepar, lien, KE, Pancreas, kedua ginjal, KK: Normosonografik
DIAGNOSIS

• Suspect Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Retensio


Urin
TATALAKSANA

• Cek lab PSA


• Pro konsultasi Sp.U
• Open prostektomi
TINJAUAN PUSTAKA
BPH
ANATOMI

• Prostat adalah suatu organ kelenjar fibromuskular yang terletak persis dibawah
kandung kemih. Berat prostat pada orang dewasa normal kira-kira 20 gram.
• Menurut Lowsley kelenjar prostat terbagi atas 5 lobus :
1. Lobus medius
2. Lobus lateralis (2 lobus)
3. Lobus anterior
4. Lobus posterior
Menurut Mcneal Zona Kelenjar Prostat :

1.  Zona Anterior atau Ventral


Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma
fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.
2. Zona Perifer
Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa
kelenjar prostat. Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan
tempat asal karsinoma terbanyak.
3. Zona Sentralis
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulatorius, sesuai dengan
lobus tengah meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten
terhadap inflamasi.
4. Zona Transisional
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar
preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi
dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign
prostatic hyperpiasia (BPH).
5. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif
tersebar sepanjang segmen uretra proksimal.
PEMBULUH DARAH, LIMFE DAN
SARAF
• ARTERI
Arteri vesika inferior, arteri pudendalis interna, arteri hemoroidalis medialis.
• VENA
Dialirkan ke dalam pleksus vena periprostatika yang berhubungan dengan vena dorsalis penis,
kemudian dialirkan ke vena iliaka interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena
presakral.
• NERVUS
Pleksus saraf simpatis dan parasimpatis.
FISIOLOGI PROSTAT
• Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama sekret dari
vesikula seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen
berisi sejumlah asam sitrat sehingga pH nya agak asam (6,5). Selain itu
ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat, fosfatase asam,
enzim-enzim lain dan lipid.
• Cairan prostat merupakan 70% volume cairan ejakulat dan berfungsi
memberikan makanan sperma dan menjaga agar sperma tidak cepat mati di
dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina sangat asam (PH: 3,5-4).
DEFINISI

• Benign prostate hyperplasia adalah pembesaran jinak dari kelenjar prostat akibat hiperplasia
dari epitel dan stroma periuretral.
ETIOPATOGENESIS

1. Teori dihidrotestosteron

2. Ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron


3. Interaksi stroma-epitel

4. Berkurangnya kematian sel prostat


5. Teori stem sel
EPIDEMIOLOGI
• Merupakan tumor jinak paling sering pada laki-laki, dan insidensinya
berhubungan dengan bertambahnya usia.
• Sekitar 20% pada pria usia 41-50 tahun, menjadi 50% pada pria usia 51-60
tahun, dan >90% pada pria usia lebih dari 80 tahun.
MANIFESTASI KLINIS
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
A. Gejala Obstruktif (Voiding symptoms)
B. Gejala Iritasi (Storage symptoms)

2. Keluhan pada saluran kemih bagian atas


Nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari
hidronefrosis), atau demam (yang merupakan tanda adanya infeksi atau
urosepsis).
3. Gejala di luar saluran kemih
DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
1. 1. Anamnesis (IPSS score)
Skor 0-7: bergejala ringan
Skor 8-19: bergejala sedang
Skor 20-35: bergejala berat
2. PEMERIKSAAN FISIK

– Status Urologis
• Ginjal
• Kandung kemih
• Genitalia eksterna
– Colok Dubur (Digital Rectal Examination)
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berperan dalam menentukan ada tidaknya komplikasi.
A.Darah
– Ureum dan Kreatinin
– Elektrolit
– Blood urea nitrogen
– Prostate Specific Antigen (PSA)
– Gula darah
B.Urin
– Kultur urin + sensitifitas test
– Urinalisis dan pemeriksaan mikroskopik
– Sedimen
PEMERIKSAAN PENCITRAAN

• Foto polos abdomen (BNO)


• USG secara transrektal (Transrectal Ultrasonography = TRUS)
• Ureterosistografi
PEMERIKSAAN LAIN

• Uroflowmetri
• Pemeriksaan Volume Residu Urin
• Voiding diary
DIAGNOSIS BANDING

• Karsinoma Prostat
• Prostatitis
• Striktur Uretra
PENATALAKSANAAN DAN TERAPI

Penatalaksanaan
1. Watchful waiting
2. Medikamentosa
A. Alpha-blockers
B. Penghambat 5α-reduktase
3. Pembedahan
-TURP
-laser prostatektomi
-
PEMBEDAHAN
• Indikasi operasi pada BPH Indikasi absolut:
• 1.Gross Hematuri
• 2.Gagal medikamentosa (TIDAK adanya perbaikan skor IPSS (subjektif) atau nilai
uroflowmetri(objektif) setelah penggunaan pengobatan medikamentosa)
• 3.Penurunan fungsi ginjal(ur/cr) / Gagal ginjal
• 4.Vesicolithiasis
• 5.ISK berulang
• 6.Retensi berulang (terjadinya retensi ke 2 setelah retensi pertama kali lalu dilakukan
pemasangan kateter urine disertai pemberian alfa blocker, lalu retensi pada saat
TWOC(trial without catheter/pelepasan FC)
• 7.Divertikel buli
TATALAKSANA KONSERVATIF
• Skor IPSS 0 – 7  watchful waiting
• Edukasi:
– jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam,
– kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada kandung
kemih (kopi atau cokelat),
– batasi penggunaan obat-­­obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin,
– jangan menahan kencing terlalu lama.
– penanganan konstipasi 1
• Kontrol berkala 3-6 bulan atau bila keluhan memburuk dengan cepat
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
• Diberikan pada pasien dengan skor IPSS >7
• Pilihan medikamentosa
– α1-blocker
– 5α-reductase inhibitor
– Antagonis reseptor muskarinik
– Phospodiesterase 5 inhibitor
– Terapi kombinasi
• α1-blocker + 5α-reductase inhibitor
• α1-blocker + antagonis reseptor muskarinik
TATALAKSANA MEDIKAMENTOSA
α1 – BLOCKER

• Menghambat kontraksi otot polos, tidak mengurangi volume prostat


• α1-blocker memiliki selektivitas terhadap α1-adrenoceptor yang terdapat selain di
prostat (buli-buli dan medulla spinalis)
5α-REDUCTASE INHIBITOR

• Menghambat konversi testosterone menjadi metabolit aktif dihidrotestosteron,


mengecilkan ukuran prostat, dan mengurangi pertumbuhan jaringan prostat
• Finasterid bekerja menghambat isoenzim tipe 1
• Dutasterid bekerja menghambat isoenzim tipe 1 dan 2
ANTAGONIS RESEPTOR MUSKARINIK

• Menghambat neurotransmitter asetilkolin di sistem saraf pusat dan perifer


• Menghambat atau mengurangi stimulasi reseptor muskarinik sehingga akan
mengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih
• Kandung kemih mempunyai 5 reseptor kolinergik (M1, M2, M3, M4, M5), didominasi oleh
reseptor M2 dan M3
ANTAGONIS RESEPTOR MUSKARINIK

• Phospodiesterase 5 inhibitor (PDE 5 inhibitor) meningkatkan konsentrasi dan


memperpanjang aktivitas dari cyclic guanosine monophosphate (cGMP) intraseluler,
sehingga dapat mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat, dan uretra
KOMBINASI
α1 – BLOCKER+ 5α-REDUCTASE INHIBITOR

• Terapi kombinasi α1-blocker dengan antagonis reseptor muskarinik bertujuan untuk


memblok α1-adrenoceptor dan cholinoreceptors muskarinik (M2 dan M3) pada saluran
kemih bawah
KOMBINASI
α1 – BLOCKER+ ANTAGONIS RESEPTOR MUSKARINIK

• Terapi kombinasi α1-blocker (alfuzosin, doksazosin, tamsulosin) dan 5α-reductase


inhibitor (dutasteride atau finasteride) bertujuan untuk mendapatkan efek sinergis
• Terapi kombinasi ini diberikan kepada orang dengan keluhan LUTS sedang-berat dan
mempunyai risiko progresi (volume prostat besar, PSA yang tinggi (>1,3 ng/dL), dan usia
lanjut)
• Kombinasi ini hanya direkomendasikan apabila direncanakan pengobatan jangka
panjang (>1 tahun)
PEMBEDAHAN

• Indikasi tindakan pembedahan, yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi,
seperti:
– retensi urine akut
– gagal Trial Without Catheter (TWOC)
– infeksi saluran kemih berulang
– hematuria makroskopik berulang
– batu kandung kemih
– penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh obstruksi akibat BPH
– dan perubahan patologis pada kandung kemih dan saluran kemih bagian atas
TRANSURETHRAL RESECTION OF THE PROSTATE (TURP)

• Secara umum, TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90% dan meningkatkan
laju pancaran urine hingga 100%
• Mekanisme Aksi : TURP Bipolar (TURP-B) perbedaan dengan TURP monopolar dimana pada
bipolar menggunakan normal saline sebagai cairan irigasi
• Komplikasi TURP : disfungsi ereksi, sindroma TUR
LASER PROSTATEKTOMI

• Terdapat 5 jenis energi yang dipakai untuk terapi invasif BPH, yaitu: Nd:YAG,
Holmium:YAG, KTP:YAG, Green Light Laser, Thulium:YAG (Tm:YAG), dan diode
• Kelenjar prostat akan mengalami koagulasi pada suhu 60-65ºC dan mengalami
vaporisasi pada suhu yang lebih dari 100ºC
• Penggunaan laser pada terapi pembesaran prostat jinak dianjurkan khususnya
pada pasien yang terapi antikoagulannya tidak dapat dihentikan
BEDAH

• Melalui transvesikal (Hryntschack atau Freyer) dan retropubik (Millin)


• Pembedahan terbuka dianjurkan pada prostat yang volumenya lebih dari 80 ml
• Prostatektomi terbuka adalah cara operasi yang paling invasif dengan morbiditas
yang lebih besar
• Penyulit dini yang terjadi pada saat operasi dilaporkan sebanyak 7-14% berupa
perdarahan yang memerlukan transfusi
LAIN-LAIN

• Trial Without Catheterization (TWOC)


– Setelah kateter dilepaskan, pasien kemudian diminta dilakukan pemeriksaan pancaran urin
dan sisa urin. TWOC baru dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian α1-blocker selama
minimal 3-7 hari. TWOC umumnya dilakukan pada pasien yang mengalami retensi urine akut
yang pertama kali dan belum ditegakkan diagnosis pasti
• Clean Intermittent Catheterization (CIC)
– CIC dipilih sebelum kateter menetap dipasang pada pasien-pasien yang mengalami retensi
urine kronik dan mengalami gangguan fungsi ginjal ataupun hidronefrosis
• Sistostomi
– Sistostomi dilakukan dengan cara pemasangan kateter khusus melalui dinding abdomen
(supravesika) untuk mengalirkan urine
• Kateter menetap
– Kateterisasi menetap merupakan cara yang paling mudah dan sering digunakan untuk
menangani retensi urine kronik dengan keadaan medis yang tidak dapat menjalani tidakan
operasi
KOMPLIKASI

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
• Inkontinensia Paradoks
• Batu Kandung Kemih
• Hematuria
• Sistitis
• Pielonefritis
• Retensi Urin Akut Atau Kronik
• Refluks Vesiko-Ureter
• Hidroureter
• Hidronefrosis
• Gagal Ginjal
PROGNOSIS
• Tergantung dari lokasi, lama dan kerapatan retensi.
• Keparahan obstruksi yang lamanya 7 hari dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Jika
keparahan obstruksi diperiksa dalam dua minggu, maka akan diketahui sejauh mana
tingkat keparahannya. Jika obstruksi keparahannya lebih dari tiga minggu maka akan
lebih dari 50% fungsi ginjal hilang.
• Prognosis lebih buruk ketika obstruksi komplikasi disertai dengan infeksi.
• Umumnya prognosis lebih bagus dengan pengobatan untuk retensi urin.
DAFTAR PUSTAKA
• Homma Y., Gotoh M., Yokoyama O. et al. 2011. JUA Clinical Guidelines for
Benign Prostatic Hyperplasia. Japan: International Journal of Urology.
• IAUI. 2009. Pedoman Penatalksanaan BPH di Indonesia. Available from :
www.iaui.or.id/ast/filebph.pdf ( Accessed 26 Juli 2015).
• Parnham A dan Ahsanul H. 2013. Benign Prostatic Hyperplasia. England:
Journal of Clinical Urology.
• Presti JC. Neoplasm of The Prostate Glands In: Tanagho Emil A, McAninch Jack
W, Editors. Smith’s General Urology, 17th Edition. USA. Mc-Graw-Hill
Professional. 2007. p. 367-374.
• Purnomo B B. 2000. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : CV Sagung Seto.
• Tanto C. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Keempat Jilid 1. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI.
• Wein A J. 2012. Campbell-Walsh Urology 10 th Edition Vol.1. Philadelphia :
E;sevier Saunders.

Anda mungkin juga menyukai