SKENARIO B BLOK 17
Kelompok 9
Tutor : dr. Liniyati D. Oswari M.Sc.
Virdhanitya Vialetha
Dwina Yunita Marsya
Hendri Fauzik
Ha Sakinah Se
Anita Pradiastuti
Shepty Ira Luthfia
Rikka Wijaya
Stefanie Angeline
Chyntia Tiara Putri
Aprilia Kartini
Patima Sitompul
04011381320045
04011381320051
04011181320021
04011181320027
04011281320015
04011281320021
04011281320037
04011381320005
04011181320047
04011181320049
04011181320069
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial skenario B blok 17 ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial,
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok IX tutorial, dan juga
teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan
penyusun lakukan.
Palembang, 17 April 2015
Penyusun
Kelompok Tutorial IX
DAFTAR ISI
2
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................................2
DAFTAR ISI .............................................................................................................3
KEGIATAN TUTORIAL ..........................................................................................4
PEMBAHASAN TUTORIAL...................................................................................5
SKENARIO ...............................................................................................................5
I. KLARIFIKASI ISTILAH ......................................................................................6
II. IDENTIFIKASI MASALAH ...............................................................................8
III. ANALISIS MASALAH ......................................................................................9
IV. SINTESIS ............................................................................................................41
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPATOBILIER...............................................41
2. KOLANGITIS....................................................................................................45
3. KOLEDOKOLITIASIS.......................................................................................49
VI. KERANGKA KONSEP ......................................................................................54
VII. KESIMPULAN .................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................56
KEGIATAN TUTORIAL
Ruang
: Biokimia
Tutor
Moderator
: Elmo Saviro H.
Sekretaris Meja
Pelaksanaan
:
1. 13 April 2014 (Pukul. 13.00-15.30 WIB)
2. 15 April 2014 (Pukul. 13.00-15.30 WIB)
Ny. W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang
hebat, disertai demam dan menggigil. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. W mengeluh nyeri di perut
kanan atas yang menjalar ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan
bertambah berat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny. W minum obat penghilang nyeri.
Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata
dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
Tanda vital; TD: 110/70 mmHg, Nadi: 106x/mnt, RR: 24x/mnt, Suhu: 39,0C
BB: 80 kg, TB: 158 cm
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: Sklera ikterik
Leher dan thoraks dalam batas normal.
Abdomen:
Inspeksi: datar
Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphys sign (+), hepar dan
lien tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai
Perkusi: shifting dullness (-)
I.
KLARIFIKASI ISTILAH
Nyeri
Demam
peningkatan
Menggigil
Mual
sensasi tidak menyenangkan secara samar mengacu pada epigastrium dan abdomen
dengan kecenderungan untuk muntah.
Gatal
sensasi kulit yang tidak nyaman, menimbulkan keinginan untuk menggaruk kulit.
Murphys
sign
Sklera
ikterik
Shifting
dullness
suara pekak yang berpindah-pindah saat perkusi akibat adanya cairan bebas dalam
rongga abdomen.
Palmar
eritema
Akral
ujung-ujung ekstremitas.
Bilirubin
direk
Bilirubin
indirek
bilirubin yang larut dalam lemak yang bersirkulasi dengan asosiasi longgar dengan
protein.
SGOT
SGPT
Fosfatase
Alkali
enzim yang diproduksi terutama oleh sel hati dan osteoblast yang berasal dari usus
dan disekresikan melalui sel empedu.
Amilase
enzim yang mengkatalisis peristiwa hidrolisis zat tepung menjadi yang lebih kecil.
Lipase
enzim yang mengkatalisis pemecahan anion asam lemak dari trigliserida dan
fosfolipid.
suhu
I.
IDENTIFIKASI MASALAH
Masalah
Priorita
s
VVV
Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas
yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual.
Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila makan makanan
berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.
No.
II.
II.
II.
II.
II.
II.
Pemeriksaan fisik:
II.
II.
II.
II.
Pemeriksaan spesifik:
II.
II.
II.
II.
II.
II.
II.
II.
II.
II.
II.
II.
Pemeriksaan laboratorium:
II.
3
II.
Liver Function Test (LFT): Bil.total: 20,49 mg/dl, Bil. Direk: 19,94
mg/dl, Bil.indirek: 0,55 mg/dl, SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 u/l,
Fosfatase alkali: 864 u/l
II.
II.
II.
II.
II.
ANALISIS MASALAH
1. Ny.W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas
yang hebat, disertai demam dan menggigil.
a) Sebutkan regio-regio yang ada di abdomen beserta isinya.
Jawab:
Akibat gangguan hati, radang pada kandung empedu akibat adanya batu, serta
kadang-kadang bisa terjadi radang usus kecil. Nyeri kantung empedu bersifat
nyeri hebat, tetap/konstan, nyeri kuadran kanan atas/ epigastrik dan sering
memburuk setelah makan makanan yang berlemak (fatty foods).
Tetapi kalau tempat nyeri berada agak ditengah dan rasa nyerinya sampai
menembus kebelakang, kemungkinan gangguan ginjal harus dicurigai.
Gangguan ginjal salah satunya menyebabkan kolik renal atau gangguan nyeri
disebabkan gangguan ginjal: nyeri kolik pada sudut tertentu bagian ginjal,
yang nyeri bila ditekan, menjalar ke panggul. Khasnya pasien tidak dapat
menemukan posisi yang dapat mengurangi nyeri. Namun pada kolik ginjal
dapat juga terjadi di bagian sebelah kiri.
Iskemik usus atau usus yang rusak, nyeri bersifat tumpul, hebat,
tetap/konstan, nyeri abdomen kuadran kanan atas yang meningkat saat
makan.
b. demam,
Jawab:
Nyeri perut kanan atas sering disebabkan oleh kolesistitis (radang empedu),
kolelitiasis, hepatitis, hepatoma, abses hepar, kelainan-kelainan pada pankreas,
dan juga penyakit pada usus besar.
Batu Empedu. Kantung empedu itu letaknya dibawah hati di perut kanan bagian
atas. Batu dalam kandung empedu atau kolelitiasis dapat menimbulkan rasa
nyeri apabila batu bergerak ke dalam saluran empedu dan menghambat aliran
empedu, yang akan menyebabkan inflamasi (pembengkakan) kandung empedu.
Biasanya nyerinya terasa hebat, disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi,
mual dan muntah. Nah, inflamasi yang disebabkan oleh batu empedu ini disebut
dengan kolesistitis atau radang empedu. Faktor resiko terjadinya batu empedu itu
adalah wanita, subur, berumur 40 tahun ke atas, dan gemuk atau sering disebut
dengan 4F (Female, Fertile, Forty, Fat). Selain itu, kanker kandung empedu juga
dapat menyebabkan nyeri perut kanan atas.
Pada kasus, Ny. M menderita batu saluran empedu dan kolesistitis. Pada
batu saluran empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica
biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut saraf
yang menpersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan
nervus splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri alih di kuadran kanan atau
atau daerah epigastrium (dermatome T7,8,9).
b. demam,
Jawab:
Substansi penyebab demam adalah pirogen. Pirogen dapat berasal dari
eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh sedangkan
pirogen endogen berasal dari dalam tubuh. Pirogen eksogen, dapat berupa infeksi
atau non-infeksi, akan merangsang sel-sel makrofag, monosit, limfosit, dan
endotel untuk melepaskan interleukin(IL)-1, IL-6, Tumor Necrosing Factor(TNF), dan interferon(IFN)- yang selanjutnya akan disebut pirogen endogen/sitokin.
Pirogen endogen ini, setelah berikatan dengan reseptornya di daerah preoptik
hipotalamus akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2,
yang selanjutnya melepas asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan
kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 (COX-2) akan diubah menjadi
prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan prostaglandin inilah, baik secara langsung
maupun melalui pelepasan AMP siklik, menset termostat pada suhu tubuh yang
11
lebih tinggi. Hal ini merupakan awal dari berlangsungnya reaksi terpadu sistem
saraf autonom, sistem endokrin, dan perubahan perilaku dalam terjadinya demam
(peningkatan suhu).
Pusat panas di hipotalamus dan batang otak kemudian akan mengirimkan
sinyal agar terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sehingga suhu
tubuh naik sampai tingkat suhu baru yang ditetapkan.
c. menggigil?
Jawab:
Diawali dari demam lalu kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh
sesuai dengan yang diatur oleh hipotalamus dan terjadilah menggigil.
d) Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami?
Jawab:
Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan 4F, yaitu Forty, Female,
Fat, Family.
Forty (Usia lanjut) Batu empedu lebih umum pada mereka yang berusia
di atas 40 tahun. Batu empedu jarang sekali menyerang di usia 25 tahun ke
bawah. Sekitar 30% lansia diperkirakan memiliki batu empedu, meskipun
kebanyakan tidak menimbulkan gejala.
Fat (Obesitas) Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko yang kuat
untuk batu empedu, terutama di kalangan wanita. Penelitian menunjukkan
bahwa wanita dengan memiliki BMI lebih dari 32 memiliki risiko tiga kali
lebih besar untuk mengembangkan batu empedu dibandingkan yang memiliki
BMI antara 24 s.d. 25. Risiko meningkat tujuh kali lipat pada wanita dengan
BMI lebih dari 45.
Family (Genetik) Bila keluarga inti pasien (orangtua, saudara dan anakanak) memiliki batu empedu, peluang meningkat 1 kali lebih mungkin
untuk mendapatkan batu empedu.
12
Nyeri visceral.
Nyeri visceral berasal dari organ dalam perut, yang diinervasi oleh
serat saraf autonomik dan merespon terutama ke sensasi distensi dan
kontraksi. Nyerinya tidak terlokalisasi dan cenderung dialihkan ke daerahdaerah yang memiliki asal embrional yang sama dengan daerah yang terkena.
Struktur Foregut (lambung, duodenum, hati, dan pankreas) menyebabkan
nyeri abdomen atas. Struktur Midgut (usus halus, kolon proximal, dan
appendiks) menyebabkan nyeri periumbilical. Struktur Hindgut (kolon distal
dan traktus GU) menyebabkan nyeri abdomen bawah.
Nyeri somatik.
Nyeri somatik berasal dari peritoneum parietal, yang diinervasi oleh
saraf somatik, yang merespon gangguan dari infeksi, zat kimia, atau proses
inflamasi lainnya. Nyeri somatic bersifat tajam dan terlokalisasi.
2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar
sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan
bertambah hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat
penghilang nyeri.
a) Bagaimana mekanisme penjalaran nyeri perut atas sampai ke bahu?
Jawab:
Nyeri pada perut kanan atas dikarenakan implikasi pada saraf yang mempersarafi
vesica felea yaitu, plexus coeliacus. Plexus ini mempunyai hubungan dengan
n.suprascapularis sehingga nyeri pada plexus ini bisa juga dirasakan oleh
n.suprascapularis yang mempersarafi otot pada belikat kanan (bahu sebelah
kanan).
13
bisa menentukan daerah mana yang terasa sakit. Daerah yang terasa sakit berada
di sekitar bagian kuadran kanan atas sampai ke bawah os scapula.
c) Mengapa nyerinya semakin bertambah bila makan makanan berlemak?
Jawab:
Empedu berfungsi untuk mengemulsi lemak. Makanan berlemak akan
merangsang pengeluaran empedu dari kandung empedu dan peningkatan
perilstasis duktus. Adannya batu di saluran empedu menyebabkan terjadinya
obstruksi empedu. Hal ini akan semakin memperberat rasa nyeri pada penderita.
d) Bagaimana penyebab dan mekanisme mual?
Jawab:
Keracunan makanan
Stres, gugup, atau masalah mental lainnya seperti depresi atau gangguan
panik
Serangan jantung
Stroke
Cedera kepala
Mekanisme :
a. Kolik bilier yang mengalami peradangan, menyebabkan nausea melalui
aktivasi aferen dari peregangan/distensi trunkus biliaris. Terdapat berbagai
perubahan aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti
meningkatnya salivasi, menurunnya tonus lambung dan peristalsis. Namun
demikian tidak terdapat bukti yang mengesankan bahwa hal ini
menyebabkan mual.
15
b. Bilirubin
yang
tidak
bisa
disekresikan
ke
duodenum
akibat
Aspirin,
Celecoxib,
Diclofenac,
Etodolac,
Fenoprofen,
acid
Nabumetone,
Naproxen,
Oxaprozin,
Oxyphenbutazone,
Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa
nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan.
Contoh :
Alfentanil,
Benzonatate,
Dextromethorphan
Dezocine,
Buprenorphine,
Difenoxin,
Butorphanol,
Dihydrocodeine,
Codeine,
Diphenoxylate,
16
3. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang
timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan
gatal-gatal.
a) Bagaimana mekanisme dari:
a. demam ringan yang hilang timbul,
Jawab:
Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat
menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan
dinding duktus sistikus dan striktur. Inflamasi yang terjadi akan memicu neutrofil
dan sel-sel radang secara kemotaksis. Neutrofil dan sel-sel radang akan memicu
messenger untuk mengaktifkan sel-sel lain pada system imun kita. Messenger
yang bereaksi adalah Interleukin (IL), dan interferon. Yang paling banyak adalah
IL-1. IL-1 memicu hipotalamus untuk meningkatkan suhu dan memicu keluarnya
fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang akan
memicu keluarnya Prostaglandin (PG).
Efek keluarnya prostaglandin akan mempengaruhi kerja thermostat di
hipotalamus. Hal ini akan menyebabkan kerja thermostat naik yang
menyebabkan kenaikan suhu. Disinilah terjadinya demam.
Demam ringan hilang timbul karena proses inflamasi masih ringan dan
belum terjadi sepsis.
b. mata dan badan kuning,
Jawab:
Kemungkinan penyebabnya adalah peningkatan bilirubin di darah dan jaringan.
Mekanisme: Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi
tidak dapat masuk ke duodenum menumpuk di dalam hati dilepaskan
17
inilah
yang
mewarnai
feses
sehingga
berwarna
kuning
Normal
Interpretasi
<120/<80 mmHg
Normal
Nadi: 106x/mnt
60-100x/mnt
Takikardi
RR: 24x/mnt
16-24x/mnt
Borderline atas
compos mentis
TD: 110/70 mmHg
Suhu 39,0C
BB: 80 kg, TB: 158 cm
Sklera ikterik
Leher dan thoraks dalam batas
normal
18,5 24,9
(-)
Normal
(-)
Abnormal
(-)
Normal
sign (+)
Hepar dan lien tidak teraba
Kandung empedu sulit dinilai
Perkusi: shifting dullness (-)
Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru
lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi
kern ikterus.Ikterus ini memiliki tanda-tanda berikut :
20
Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah Ikterus yang mempunyai dasar patologis
dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Ikterus patologis memiliki tanda-tanda berikut:
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
2. Kadar bilirubin melebihi 10mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
3. Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg per hari
21
Ikterus hemolitik
Yang berat umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang
disebut eritroblastosis etalis atau morbus hemolitikus neonaturum,penyakit
hemolitik ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu
dan bayi.
a)
Inkompatibilitas Rhesus
Sangat jarang di Indonesia karna sering terjadi di negara bagian barat
karna 15 % penduduknya memiliki golongan darah rhesus negatif.Bayi
Rh positif dari ibu Rh negatif tidak selamanya menunjukkan gejalagejala klinik pada waktu lahir (15-20%).Gejala klinik yang dapat
terlihat adalah ikterus yang timbul pada hari pertama dan semakin lama
semakin berat disertai anemia yang berat pula.Bila sebelum kelahiran
terdapat hemolisis berat maka bayi lahir dengan oedema umum disertai
ikterus dan pembesaran hepar. Terapi yang ditujukan adalah dengan
memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebih dalam
serum agar tak menjadi kern ikterus.
b)
Inkompatibilitas ABO
Isoimunisasi ABO biasanya terjadi saat ibu memiliki golongan darah O
dan bayi memiliki golongan darah A atau lebih jarang dijumpai bayi
memiliki golongan darah B.Inkompatibilitas ABO juga diduga
melindungi janin dari inkomptabilitas Rh karena antibodi A dan anti-B
ibu menghancurkan setiap sel janin yang bocor ke dalam sirkulasi
maternal.Akibat
hemoloisis
inkompatibilitas
golongan
darah
ABO.Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua dan bersifat
ringan.Bayi tidak terlihat sakit,anemia ringan dan hepar.Ikterus dapat
menghilang dalam beberapa hari.Kalau hemolisisnya berat seringkali
22
dilakukan
transfusi
tukar
darah
untuk
mencegah
kern
disini
adalah
sterositosis
kongenital,anemia
sel
sabit,eliptositosis herediter
4.
Ikterus Obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan
diluar hepar,akibat obstruksi maka terjadi penumpukan bilirubin tidak
langsung,bila kadarnya melebihi 1 mg% maka dicurigai menyebabkan
obstruksi misalnya pada sepsis,hepatitis neonaturum,pielnefritis,obstruksi
saluran empedu.Penyakit lain yang dapat menyebabkan ikterus obstruktiva
adalah atresia biliaris ekstrahepatika,kista duktus koledokus,fibrosis kistik
pancreas,kelainan-kelainan duodenum adanya pankreas yang menghalangi
pengeluaran bilirubin dalam air kencing dan tinja.
Berdasarkan etiologinya :
1. Prahepatik (Ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada
proses hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik).Peningkatan bilirubin
dapat disebabkan oleh beberapa faktor,diantaranya adalah infeksi,kelainan sel
darah merah dan toksin dari luar tubuh,serta dari tubuh itu sendiri.
2. Pascahepatik (Obstruktif)
Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin
konjugasi akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk kedalam aliran
23
eksresi
bilirubin
kedalam
saluran
pencernaan
3. Hepatoseluler(ikterus hepatik)
Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati mengalami kerusakan,maka
secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin sehingga
bilirubin direct meningkat dalam aliran darah.Bilirubin direct mudah
diekresikan oleh ginjal karena sifatnya yang mudah larut dalam air,namun
sebagian masih tertimbun dalam aliran darah.
Penilaian Apendisitis
d. menentukan daerah yang nyeri dengan meminta pasien untuk batuk terlebih
dahulu
e. jika nyeri di bagian abdomen kanan bawah lakukan pemeriksaan nyeri lepas
dengan beberapa pemeriksaan berikut :
o pemeriksaan pada titik mc burney. titik yang berada pada abdomen
kuadran kanan bawah 1/3 lateral dari garis yang menhubungkan SIAS
kanan dengan umbilikus. minta pasien untuk merespons bila terasa
nyeri pada saat melepaskan penekanan. lakukan penekanan pada titik
tersebut dengan gentle dan lepaskan penekanan dengan cepat.
laporkan jika pemeriksaan +/-.
25
Pemeriksaan Kolesistitis
Dengan menggunakan pemeriksaan Murphys Sign.
f) Mengapa hepar tidak teraba tetapi ada nyeri tekan kanan atas?
Nyeri tekan kanan atas menunjukkan adanya gangguan di hepar atau
vesica felea. Namun hepar tidak mengalami pembesaran sehingga gangguan
tidak terjadi di hepar melainkan di vesica felea. Sehingga nyeri tekan yang timbul
bukan akibat hepar namun vesica felea.
5. Pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin: Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.000/mm 3, Trombosit:
329.000/ mm3, LED: 77 mm/jam
Liver Function Test (LFT): Bil.total: 20,49 mg/dl, Bil. Direk: 19,94 mg/dl,
Bil.indirek: 0,55 mg/dl, SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 u/l, Fosfatase alkali: 864 u/l
26
Normal
12,0 14, 0 g/dl
Interpretasi
Normal
38 48 vol%
Normal
Leukosit 15.000/mm3
5.000 10.000/mm3
Meningkat
Trombosit 329.000/mm3
150.000 350.000/
Normal
Wintrobe: 0 15 mm/jam
Westergreen: 0 20 mm/jam
Meningkat
Meningkat
0 0,4 mg/dl
Meningkat
Normal
5 40 u/l
Normal
SGPT: 37 u/l
0 40 u/l
Normal
35 105 u/l
Meningkat
Amilase: 40 u/l
Normal
Lipase: 50 u/l
Normal
Ht 36 vol%
LED: 77 mm/jam
Pemeriksaan laboratorium
Ureum dan creatinin yang berguna untuk memastikan apakah terdapat komplikasi
hepatorenal.
Prothrombin time yang berguna untuk mengetahui fungsi koagulasi hepar
Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain.USG ini merupakan
gold standar.
saluran empedu dan batu pada system hepatobilier. Tetapi karena mahalnya biaya
pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.
Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras.
b. Amilase
Pankreas menghasilkan enzim amilase dan lipase. Amilase selain
dihasilkan oleh pankreas juga dihasilkan oleh kelenjar ludah dan hati yang
28
b) WD (Working diagnosis)
Jawab:
Diagnosis pada kasus adalah obstructive jaundice et causa kolangitis,
koledokolitiasis, kolesistitis.
Cara Mendiagnosis Ikterus Obstruktif
.
Anamnesis
Jaundice, urin pekat dan pruritus general merupakan ciri ikterus obstruktif.
Ikterus terlihat apabila kadar bilirubin > 2,5 mg/dl. Perubahan warna urin, urin
menjadi gelap seperti warna teh. Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti
dempul minimal 3x pemeriksaan berturut-turut. Pada pasien ini juga timbul
gejala pruritus akibat penumpukan bilirubin direk pada kolestasis. Terkadang
kolelitiasis dapat disertai dengan anemia hemolitik. Nyeri terutama di regio perut
29
kanan atas yang biasnya diakibatkan oleh obstruksi mekanis. Kolik bilier
merupakan gejala yang umum terjadi berupa nyeri hilang timbul pada area
epigastrium yang menjalar ke subcostal dextra, scapula dextra, dan leher. Waktu
munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama diarsakan setelah makan
makanan berlemakyang diikuti mual, muntah. Gejala anoreksia dan kaheksia
lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas atau Ca hepar) daripada
obstruksi batu bilier.
Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang
menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditiampulbulkan
karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang
iontensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula.
Kaadang empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga
sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier)
.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari
tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas
garukan di kulit karena pruritus, serta tanda-tanda asites. Hepar membesar pada
hepatitis, Ca hepar, obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung.
Hepar mengecil pada sirosis. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai
pada pasien anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan
adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering
disebabkan oleh tumor.
Hukum Courvoisier
Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu
kandung empedu. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik
tumor (tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis,
atau limfadenopati portal.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah
letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karenan kandung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik napas. Murphys sign positif pada kolangitis, kolesistisis dan
koledokolitiasis terinfeksi.
30
Pemeriksaan laboratorium
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin
terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat
pada kolestasis.Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu
hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna
ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat
10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai
normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan
kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL,
alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada
karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun
penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak
percabangan hepatobilier lainnya.
Pemeriksaan Radiologis/Penunjang
Tujuan dibuat pencitraan adalah:
a. Memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah
jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),
b. Untuk menentukan level obstruksi,
c. Untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,
d. Memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang
mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi)
31
mendeteksi
dan
staging
tumor
ampula,
deteksi
mikrolitiasis,
koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS
juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik
visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini
terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP.
Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari
ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.
c) Epidemiologi
Jawab:
Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar 10-20%
orang dewasa ( 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah sekitar 13 % kasus
baru dan sekitar 13% nya dari penderita kandung empedu
menimbulkan
32
komplikasi . Kira kira 500.000 orang yang menderita simptom batu empedu
atau batu empedu dengan komplikasi dilakukan kolesistektomi. Batu empedu
bertanggung jawab pada 10.000 kematian
otot
kandung
empedu.
Menyebabkan
penurunan
kecepatan
34
e) Patofisiologi
Jawab:
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk
pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan,
karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer
ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol,
bilirubin, dan berbagai hormon.
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan
komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di
usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi
sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang
mencapai
usus
halus.
Ketiadaan
garam
empedu
dapat
menyebabkan
dan
retensi
fosfolipid
menyebabkan
hiperlipidemia
karena
35
Terapi bedah
37
Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di
Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya.
Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus
diligasi.
Minikolesistektomi
Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung
empedu lewat insisi selebar 4 cm.
Koledokostomi
38
Bedah Kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat
system bilier tidak jelas.
d.
1.
2.
Nutrisi
Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori
dikurangi.
3.
Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
4.
Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.
Pencegahan
Ursodeoxycholic acid
Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah pembentukan batu empedu.
Hal ini telah di lakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat
karena pola makan rendah kalori atau karena pembedahan bariatrik yang
berkaitan dengan risiko tinggi pembentukan batu empedu kolesterol baru (2030% dalam 4 bulan). Kemudian dilakukan pemberian dosis 600 mg
ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan berhasil mengurangi insiden
batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan pola makan berupa
pengurangan konsumsi lemak sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi serangan kolik bilier. Namun, ini tidak dapat mengakibatkan
pengurangan batu empedu.
bahwa
komposisi
makanan
dapat
4. Pankreatitis
5. Gangren kantong empedu
6. Diare
7. Pruritus
8. Hiperkolestrolemia
9. Sindrom malabsorpsi
10.Gall stone ileus
h) Prognosis
Jawab:
Prognosis dilihat berdasarkan riwayat penyakit, berat ringannya penyakit, dan
usia. Dubia ad bonam, jika dilakukan penatalaksanaan dini dan tepat atau
sebaliknya, dubia et malam.
Pada kasus ini, ad vitam dubia ad bonam, ad functionam dubia ad bonam.
i) KDU (Kompetensi Dokter Umum)
Jawab:
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal,
dan merujuk
3A. Non Gawat darurat
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya
pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat memutuskan dan memeberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat
darurat).
III.
SINTESIS
fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan
visceral hati.
Pembuluh darah kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica
mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena
vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica
fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang
perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung
empedu berasal dari plexus coeliacus.
Vascularisasi hepar
1.
Circulasi portal
2.
A. Hepatica communis
3.
4.
Vena hepatica
Arteri hepatica communis berasal dari a.coeliaca. Arteri ini melewati lig. hepatoduodenale
2.
3.
B. FISIOLOGI HEPATOBILIER
a) Hepar
Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hepar yaitu :
1.
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama
lain.Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hepar kemudian hepar
akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa
disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hepar merupakan sumber utama glukosa dalam
tubuh, selanjutnya hepar mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan
41
Hepar tidak hanya membentuk / mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam
lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1.
2.
3.
Pembentukan cholesterol
4.
Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi cholesterol. Di mana
serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
3.
Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hepar juga
mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hepar
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hepar merupakan satu-satunya organ
yang membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea
merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hepar, juga
dibentuk di limpa dan sumsum tulang. globulin hanya dibentuk di dalam hepar. Albumin
mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000.
4.
Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi
darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk
kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup
jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan
ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan
beberapa faktor koagulasi.
5.
6.
Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi,
metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over
dosis.
7.
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses
fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai immune livers
mechanism.
b) Vesica Biliaris
Empedu diproduksi oleh sel hepatosis sebanyak 500-1500 ml per hari. Di luar waktu makan,
empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Dan disini mengalami pemekatan
sekitar 50 persen. Pengaliran cairan empedu di atur tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter koledukus. (Baughman,2000).
Cairan empedu merupakan cairan yang kental yang berwarna kuning keemasan kehijauan yang
dihasilkan secara terus menerus oleh sel hepar + 500-1000 ml sehari. Empedu merupakan zat
esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Cairan empedu merupakan
suatu media untuk menyekresi zat tertentu yang tidak dapat disekresi oleh ginjal. (Syaifuddin,
2009).
Cairan Empedu
Menurut Syaifuddin (2009) unsur-unsur cairan empedu yaitu:
a. Garam-garam empedu
Disintesis oleh hepar, berasal dari kolesterol, suatu alcohol steroid yang banyak dihasilkan
hati dan berfungsi membantu pencernaan lemak dan mengemulsi lemak dengan kelenjar
lipase dari pankreas.
b. Sirkulasi Antero Hepatik
Garam empedu (pigmen) diabsorpsi oleh usus halus masuk ke dalam vena partu di alirkan
ke hati untuk digunakan ulang.
c. Pigmen Empedu
Pigmen empedu merupakan hasil utama dari pemecahan haemoglobin dari plasma
mensekresinya ke dalam empedu.
43
2. KOLANGITIS
Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan obstruksi dari sistem bilier seperti
kelainan anatomi atau benda asing dalam saluran empedu. Dalam keadaan ini terjadi
kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kolangitis akut. Bilamana timbul obstruksi
total dapat terjadi supurasi dan penyakit yang lebih serius.
Penyebab yang paling sering dari kolangitis akut di USA adalah batu koledokus
yang ditemukan pada +10-20% pasien batu kandung empedu.Batu yang terdapat di
44
duktus koledokus adalah batu sekunder yang bermigrasi dari kandung empedu.Sebagai
kontras, kolangiohepatitis oriental, yang berada endemis di Asia Tenggara dikhaskan oleh
kolangitis piogenik rekurens dan batu empedu intra dan ekstrahepatik pada 70-80% dan
kolelitiasis pada 50-70% pasien.
Penyebab kedua kolangitis akut Adalah obstruksi maligna dari saluran empedu
oleh karsinoma pankreas, karsinoma papila Vateri, metastasis dari tumor peri pankreas,
metastasis porta hepatis. Obstruksi saluran empedu dapat pula disebabkan oleh striktur
bilier benigna, pankreatitis kronik atau sebab lain seperti stenosis papiler, hemobili,
koledokokel dan ascaris lumbricoides.Pasien dengan striktur bilier pasca bedah memiliki
insidens bakteribili yang amat tinggi, terutama bila disertai dengan anastomosis
koledokoenterik. Pada obstruksi maligna, lebih jarang terjadi kolangitis akut, tetapi
berpotensi lebih serius.
Kolangitis rekurens dapat pula terjadi pada kolangitis sklerosing primer, tetapi
biasanya tidak mengancam jiwa. Kolangitis akut kriptogenik kadang-kadang ditemukan
pada penyakit sistemik seperti pada syok toksik Kolangitis iatrogenik makin bertambah
pada tahun-tahun terakhir ini dan kini menunjukkan problem penatalaksanaan yang
penting. Pada saat yang lalu keadaan ini terbatas pada striktur pasca bedah atau masalahmasalah manipulasi T-tube; kini lebih sering mengikuti kolangiografi perkutan,
radiologi intervensi dan prosedur endoskopi. Infeksi iatrogenik timbul melalui 3 cara:
benda asing seperti stent yang mengakibatkan obstruksi partial atau total; kedua adalah
infeksi nosokomial akibat prosedur-prosedur intervensi yang mengintroduksi kumankuman seperti pada ERCP, infeksi yang naik melalui T-tube; yang ketiga adalah
mengikuti kolangiografi perkutan, kolangiografi melalui T-tube.
Pada seri dari Nurman, dkk, obstruksi saluran empedu sebagian besar yakni +59%
disebabkan oleh batu saluran empedu, sebagian lagi (26,8%) karena keganasan. (lihat
tabel 1).
Tabel 1. Etiologi obstruksi bilier penyebab kolangitis akut.
Jenis
Jumlah
Batu empedu
62 (59,0)
Keganasan
28 (26,8)
4 (3,6)
Askaris
2 (1,8)
45
Pasca ERCP
4 (3,6)
Jumlah
105 (100,0)
fungsi sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk
mengekstraksi endotoksin dari darah portal. Bilamana kolangitis tidak diobati, dapat
timbul bakteremia sistemik pada sepertigakasus dan pada kasus-kasus yang lanjut, dapat
timbul abses hati.
Gejala klinik
Gejala klinik bervariasi dari yang ringan yang memberikan respons dengan
penatalaksanaan konservatif sehingga memungkinkan intervensi aktif sampai bentuk
berat yang refrakter terhadap terapi medik dan bisa berakibat fatal.Hampir selalu pada
pasien kolangitis akut didapatkan ikterus dan disertai demam, kadang-kadang menggigil.
Pada sebagian kecil kasus ini batu koledokus tidak didapatkan ikterus, hal ini dapat
diterangkan karena batu di dalam duktus koledokus tersebut masih mudah bergerak
sehingga kadang-kadang aliran cairan empedu lancar, sehingga bilirubin normal atau
sedikit saja meningkat. Kadang-kadang tidak jelas adanya demam, tetapi ditemukan
lekositosis.
Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni peningkatan yang
menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat, pada beberapa
pasien bahkan dapat mening-kat secara menyolok menyerupai hepatitis virus akut.
Seringkali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas karena adanya
batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke skapula kanan,
kadang-kadang nyeri bersifat konstan. Trias dari Charcot (demam, nyeri perut bagian atas
atau kanan atas serta ikterus) didapatkan pada 54%.
Diagnosis kolangitis akut
Simptom yang paling sering ditemukan pada kolangitis akut adalah nyeri perut,
demam dan ikterus. Trias yang klasik dari Charcot yakni demam, nyeri abdomen kuadran
atas dan ikterus yang dilukiskan oleh Charcot pada tahun 1877 hanya ditemukan pada 5060% pasien. Kombinasi lekositosis, hiperbilirubinemia dan peningkatan ALT dan AST
dan fosfastase alkali /GGTP serum ditemukan pada kebanyakan pasien kolangitis akut.
Ultrasonografi abdomen menunjukkan pelebaran saluran empedu.
Ultrasonografi dapat membedakan kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik
dengan ketepatan 96% pada kasus-kasus dengan saluran empedu yang melebar. Namun
angka deteksi untuk batu koledokus sangat rendah. CT Scan dapat mendeteksi batu di
saluran empedu sedikit lebih banyak dibandingkan dengan ultrasonografi dan dapat juga
47
menentukan setinggi apa dan pula penyebab obstruksi. Peranan nuclear scintigraphy
seperti TC-HILA belum jelas pada pasie-pasien kolangitis akut. Pada umumnya
diperlukan kolangiografi pada kebanyakan kasus untuk suatu diagnosis yang akurat dan
perencanaan pengobatan. Visualisasi langsung dari saluran empedu dilakukan dengan
cara PTC (Percutaneous Transhepatic Cholangiography) atau ERCP (Endoscopic
Retrograde Cholangio Pancreatography).
Pemilihan PTC atau ERCP tergantung pada adanya fasilitas tersebut dan
kemampuan melaksanakannya. Pada umumnya mula-mula dilakukankolangiografi
melalui ERCP dan apabila gagal dilakukan PTC.
Penatalaksanaan
Setiap pasien dengan ikterus apapun penyebabnya yang disertai dengan demam
haruslah diwaspadai akan keberadaan kolangitis akut.
Tindakan utama adalah melancarkan aliran bilier untuk mengatasi infeksi serta untuk
memperbaiki fungsi hati, dan pemberian antibiotika yang adekuat. Melancarkan aliran bilier bisa
dilakukan secara operatif atau non operatif yakni per endoskopi atau perkutan bilamana memiliki
fasilitas tersebut. Ekstraksi batu dengan endoskopi sesudah dilakukan sfingterotomi dilakukan
langsung sesudah dilakukan kolangiografi. Bilamana usaha pengeluaran batu empedu gagal,
mutlak pula dipasang pipa nasobilier untuk sementara sambil menunggu tindakan yang definitif.
3. KOLEDOKOLITIASIS
Definisi
Choledocholithiasis adalah adanya batu dalam saluran empedu dan merupakan
suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Pada umumnya
komposisi utama batu adalah kolesterol.
Letak batu di saluran empedu yaitu di : saluran empedu utama atau di duktus
choledochus (choledocholithiasis), di saluran sistikus (sistikolitiasis) jarang sekali
ditemukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di
saluran empedu intrahepatal (intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.
Sebagian besar batu yang terletak di duktus choledochus berasal dari kandung
empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran
empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.
Choledocholithiasis biasanya disertai dengan kalkulus cholecystitis. Batu yang ada dapat
tunggal atau ganda, berbentuk bulat atau oval. Batu dapat terletak di ampula vateri.
48
Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Namun,
sering menimbulkan gejala sumbatan sebagian (partial obstruction), dan menimbulkan
gejala kolik. Pada dasarnya dilatasi saluran empedu sangat bergantung pada berat atau
tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami obstruksi
parsial baik disebabkan oleh batu duktus choledochus, tumor papilla vateri atau
cholangitis sklerosis, kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu
sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran yang berkala. Bila menimbulkan
gejala sumbatan, akan timbul tanda cholestasis ekstrahepatal. Di samping itu dapat terjadi
infeksi, timbul gejala cholangitis, dan cairan empedu menjadi kental dan berwarna coklat
tua (biliary mud). Dinding dari duktus choledochus menebal dan mengalami dilatasi
disertai dengan ulserasi pada mukosa terutama di sekitar letak batu dan di ampula vateri.
Insiden dan Epidemiologi
Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20%
penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit
ini menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia
dua dekade pertama. Namun, ada sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50
tahun yang menderita batu empedu kira-kira 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki.
Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita.
Insidensi batu empedu meningkat sering bertambahnya usia. Faktor ras dan familial
tampaknya berkaitan dengan semakin tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang
kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat.
Etiologi
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk
pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori
menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung
empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi
mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu
Anatomi dan Fisiologi
49
Kandung empedu normal berbentuk kista berdinding tipis menempel pada bagian
bawah dan medial dari lobus kanan hepar. Kadang-kadang intrahepatik. Duktus sistikus
berhubungan dengan kandung empedu dan bersama duktus hepatikus membentuk duktus
choledochus.7
50
Pembedahan
pengangkatan
batu
dari
duktus
choledochus
dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar
menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan
melalui mulut bersama skopnya.
Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang
kandungan lemak tinggi. Manajemen terapi :
1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein.
2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan tanda vital
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
5. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
Komplikasi
Choledocholithiasis paling sering disebabkan adanya obstruksi traktus biliaris.
Rata-rata 15% pasien choledocholithiasis, ditemukan batu pada salurannya. Komplikasi
cholelithiasis kadang-kadang dalam bentuk cholangitis, abses hati, pankreatitis atau
sirosis biliaris. Ditegakkannya sebuah diagnostik yang tepat merupakan penting sekali
sebelum diusahakan terapi dalam bentuk apapun.
Batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak
menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi yang
paling sering terjadi adalah infeksi kandung empedu (cholecystitis) dan obstruksi duktus
sistikus atau duktus choledochus. Obstruksi seperti ini dapat bersifat sementara,
intermiten, atau permanen. Kadang-kadang, batu dapat menembus dinding kandung
empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan terjadinya peritonitis,
atau menyebabkan ruptur dinding kandung empedu.
Prognosis
Pada choledocholithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya
kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya
komplikasi.
Jadi
prognosis
choledocholithiasis
tergantung
dari
ada/tidak
dan
berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu
yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun
demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan
biasanya sangat baik.
52
IV.
KERANGKA KONSEP
53
V.
KESIMPULAN
Ny. W, 42 tahun, menderita obstruksi jaundice et causa kolangitis, koledokolitiasis,
kolesistitis.
54
DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.
Ganong WF, 2003, Review of Med. Phys, 21sd Ed.,
Guyton A.C., and Hall JE. 2000. Textbook of Med. Phys, 10th Ed. Saunders Philadelphia.
Guyton A.C., and Hall. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC
Kumar V, Cotran R, Robbins S. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2000. p. 864-8.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dr. H. Y. Kuncara. 2009. Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi
2.Jakarta : EGC.
Ginsberg, gregory C. Et al. 2012. Clinical Gastrointestinal Endoscopy. 2nd ed. Elsevier
Saunders.
Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Bandung : PT. Alumni.
Isselbacher; Braunwald; dkk. 2014. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam , Ed. 13.
Jakarta : EGC.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 10. Jakarta: EGC
Kumar; Cotran. 2012. Robbins : Buku Ajar Patologi, Ed.7. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah De Jong Ed. 3. Jakarta :EGC.
Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.4. Jakarta : Media Aesculapius.
55