Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 17

Kelompok 9
Tutor : dr. Liniyati D. Oswari M.Sc.
Virdhanitya Vialetha
Dwina Yunita Marsya
Hendri Fauzik
Ha Sakinah Se
Anita Pradiastuti
Shepty Ira Luthfia
Rikka Wijaya
Stefanie Angeline
Chyntia Tiara Putri
Aprilia Kartini
Patima Sitompul

04011381320045
04011381320051
04011181320021
04011181320027
04011281320015
04011281320021
04011281320037
04011381320005
04011181320047
04011181320049
04011181320069

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun haturkan kepada Allah SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tutorial skenario B blok 17 ini dapat terselesaikan tepat waktu.
Laporan ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang didapat dari proses belajar tutorial,
yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya.
Penyusun tak lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak- pihak yang terlibat dalam
pembuatan laporan ini, mulai dari tutor pembimbing, anggota kelompok IX tutorial, dan juga
teman- teman lain yang sudah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, saran dan kritik akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan
penyusun lakukan.
Palembang, 17 April 2015
Penyusun

Kelompok Tutorial IX

DAFTAR ISI
2

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................................2
DAFTAR ISI .............................................................................................................3
KEGIATAN TUTORIAL ..........................................................................................4
PEMBAHASAN TUTORIAL...................................................................................5
SKENARIO ...............................................................................................................5
I. KLARIFIKASI ISTILAH ......................................................................................6
II. IDENTIFIKASI MASALAH ...............................................................................8
III. ANALISIS MASALAH ......................................................................................9
IV. SINTESIS ............................................................................................................41
1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPATOBILIER...............................................41
2. KOLANGITIS....................................................................................................45
3. KOLEDOKOLITIASIS.......................................................................................49
VI. KERANGKA KONSEP ......................................................................................54
VII. KESIMPULAN .................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................56

KEGIATAN TUTORIAL

Ruang

: Biokimia

Tutor

: dr. Liniyati D. Oswari M.Sc.

Moderator

: Elmo Saviro H.

Sekretaris Meja

: Dwina Yunita Marsya

Pelaksanaan

:
1. 13 April 2014 (Pukul. 13.00-15.30 WIB)
2. 15 April 2014 (Pukul. 13.00-15.30 WIB)

Peraturan selama tutorial

1. Tidak menggunakan alat telekomunikasi, selain untuk kepentingan kegiatan tutorial


(seperti mencari sumber literatur)
2. Boleh minum, dilarang makan
3. Bila hendak ke WC harus izin terlebih dahulu

Skenario B Blok 17 Tahun 2014

Ny. W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang
hebat, disertai demam dan menggigil. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny. W mengeluh nyeri di perut
kanan atas yang menjalar ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan
bertambah berat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny. W minum obat penghilang nyeri.
Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata
dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
Tanda vital; TD: 110/70 mmHg, Nadi: 106x/mnt, RR: 24x/mnt, Suhu: 39,0C
BB: 80 kg, TB: 158 cm
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: Sklera ikterik
Leher dan thoraks dalam batas normal.
Abdomen:

Inspeksi: datar
Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphys sign (+), hepar dan
lien tidak teraba, kandung empedu: sulit dinilai
Perkusi: shifting dullness (-)

Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)


Pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin: Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.000/mm 3, Trombosit: 329.000/ mm3, LED:
77 mm/jam
Liver Function Test (LFT): Bil.total: 20,49 mg/dl, Bil. Direk: 19,94 mg/dl, Bil.indirek: 0,55
mg/dl, SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 u/l, Fosfatase alkali: 864 u/l
Amilase: 40 unit/L, Lipase: 50 unit/L

I.

KLARIFIKASI ISTILAH

Nyeri

perasaan menderita yang disebabkan oleh rangsangan ujung-ujung saraf khusus.

Demam

peningkatan

Menggigil

tubuh gemetar secara involunter.

Mual

sensasi tidak menyenangkan secara samar mengacu pada epigastrium dan abdomen
dengan kecenderungan untuk muntah.

Gatal

sensasi kulit yang tidak nyaman, menimbulkan keinginan untuk menggaruk kulit.

Murphys
sign

pemeriksaan untuk menunjang cholesistitis.

Sklera
ikterik

warna kekuningan pada sklera akibat penumpukan bilirubin pada jaringan.

Shifting
dullness

suara pekak yang berpindah-pindah saat perkusi akibat adanya cairan bebas dalam
rongga abdomen.

Palmar
eritema

kemerahan pada telapak tangan.

Akral

ujung-ujung ekstremitas.

Bilirubin
direk

bilirubin yang telah diambil oleh sel hati dan terkonjugasi.

Bilirubin
indirek

bilirubin yang larut dalam lemak yang bersirkulasi dengan asosiasi longgar dengan
protein.

SGOT

(serum glutamic-oxaloacetic transaminase) adalah enzim yang terdapat dalam tubuh


terutama jantung dan hati, dapat meningkat pada infark miokard dan kerusakan akut
pada sel hati.

SGPT

(serum glutamic-piruvic transaminase) adalah enzim yang secara normal dijumpai


pada serum dan jaringan tubuh terutama pada hati, dilepaskan ke dalam serum
diakibatkan oleh kerusakan jaringan.

Fosfatase
Alkali

enzim yang diproduksi terutama oleh sel hati dan osteoblast yang berasal dari usus
dan disekresikan melalui sel empedu.

Amilase

enzim yang mengkatalisis peristiwa hidrolisis zat tepung menjadi yang lebih kecil.

Lipase

enzim yang mengkatalisis pemecahan anion asam lemak dari trigliserida dan
fosfolipid.

suhu

tubuh diatas 37,2 C.

I.

IDENTIFIKASI MASALAH

Masalah

Priorita
s

Ny.W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri


perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan menggigil.

VVV

Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas
yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual.
Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila makan makanan
berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri.

No.

Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan


yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua,
BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.

II.
II.
II.
II.
II.
II.

Pemeriksaan fisik:

II.

Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.

II.

Tanda vital: TD 110/70 mmHg, nadi 106 x/mnt, RR 24 x/mnt, suhu


39,0 C

II.

BB: 80 kg, TB: 158 cm

II.

Pemeriksaan spesifik:

II.

II.

II.

Kepala: sklera ikterik

II.

Leher dan thoraks dalam batas normal

II.

Abdomen :Inspeksi: datar

II.

Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+)


Murphys sign (+), hepar dan lien tidak
teraba, kandung empedu sulit dinilai

II.
II.
II.

Perkusi: shifting dullness (-)

II.

Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)


5

II.

II.

Pemeriksaan laboratorium:

II.
3

Darah rutin: Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.000/mm ,


Trombosit: 329.000/ mm3, LED: 77 mm/jam

II.

Liver Function Test (LFT): Bil.total: 20,49 mg/dl, Bil. Direk: 19,94
mg/dl, Bil.indirek: 0,55 mg/dl, SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 u/l,
Fosfatase alkali: 864 u/l

II.

Amilase: 40 unit/L, Lipase: 50 unit/L

II.
II.
II.
II.

ANALISIS MASALAH

1. Ny.W, 42 tahun, dibawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas
yang hebat, disertai demam dan menggigil.
a) Sebutkan regio-regio yang ada di abdomen beserta isinya.
Jawab:

a. Hypochondrium dextra, yaitu regio kanan atas: Hepar, Vesica fellea,


duktus billiaris, dan sebagian kecil kolon ascendens
b. Epigastrium, regio yang berada di ulu hati: Gaster, Hepar, Colon
transversum
c. Hypochondrium sinistra, regio yang berada di kiri atas: Gaster, Hepar,
Colon Transversum
d. Lumbaris dextra, regio sebelah kanan tengah: Colon ascendens
e. Umbilicalis, regio tengah: Intestinum tenue, Colon transversum
f. Lumbaris sinistra, regio sebelah kiri umbilikalis: Intestinum tenue, Colon
descendens
g. Inguinalis dextra, regio kanan bawah: Caecum, Appendix vermiformis
h. Hypogastrium / Suprapubicum, regio di tengah bawah: Appendix
vermiformis, Intestinum tenue, Vesica urinaria
i. Inguinalis sinistra, regio kiri bawah: Intestinum tenue, Colon descendens,
Colon sigmoideum
b) Apa etiologi dari:
a. nyeri perut kanan atas yang hebat?
Jawab:

Kemungkinan penyebab terjadinya nyeri pada organ-organ yang terletak pada


bagian kanan atas adalah :

Akibat gangguan hati, radang pada kandung empedu akibat adanya batu, serta
kadang-kadang bisa terjadi radang usus kecil. Nyeri kantung empedu bersifat
nyeri hebat, tetap/konstan, nyeri kuadran kanan atas/ epigastrik dan sering
memburuk setelah makan makanan yang berlemak (fatty foods).

Tetapi kalau tempat nyeri berada agak ditengah dan rasa nyerinya sampai
menembus kebelakang, kemungkinan gangguan ginjal harus dicurigai.
Gangguan ginjal salah satunya menyebabkan kolik renal atau gangguan nyeri
disebabkan gangguan ginjal: nyeri kolik pada sudut tertentu bagian ginjal,
yang nyeri bila ditekan, menjalar ke panggul. Khasnya pasien tidak dapat
menemukan posisi yang dapat mengurangi nyeri. Namun pada kolik ginjal
dapat juga terjadi di bagian sebelah kiri.

Iskemik usus atau usus yang rusak, nyeri bersifat tumpul, hebat,
tetap/konstan, nyeri abdomen kuadran kanan atas yang meningkat saat
makan.

b. demam,
Jawab:

infeksi (bakteri, virus, parasit)

non infeksi, seperti kanker, tumor

demam fisiologis (penyebab: dehidrasi, suhu udara yang terlalu panas),


demam tanpa penyebab yang jelas

pembentukan panas berlebih, keadaan hipermetabolik

Kemungkinan pada kasus tersebut, Ny. W adanya inflamasi dan infeksi.


c. menggigil?
Jawab:
Etiologi menggigil biasanya mengiringi etiologi dari demam seperti infeksi, atau
suhu udara yang rendah.
c) Bagaimana mekanisme dari:
a. nyeri perut kanan atas yang hebat?
Jawab:
10

Nyeri perut kanan atas sering disebabkan oleh kolesistitis (radang empedu),
kolelitiasis, hepatitis, hepatoma, abses hepar, kelainan-kelainan pada pankreas,
dan juga penyakit pada usus besar.
Batu Empedu. Kantung empedu itu letaknya dibawah hati di perut kanan bagian
atas. Batu dalam kandung empedu atau kolelitiasis dapat menimbulkan rasa
nyeri apabila batu bergerak ke dalam saluran empedu dan menghambat aliran
empedu, yang akan menyebabkan inflamasi (pembengkakan) kandung empedu.
Biasanya nyerinya terasa hebat, disertai dengan demam yang tidak terlalu tinggi,
mual dan muntah. Nah, inflamasi yang disebabkan oleh batu empedu ini disebut
dengan kolesistitis atau radang empedu. Faktor resiko terjadinya batu empedu itu
adalah wanita, subur, berumur 40 tahun ke atas, dan gemuk atau sering disebut
dengan 4F (Female, Fertile, Forty, Fat). Selain itu, kanker kandung empedu juga
dapat menyebabkan nyeri perut kanan atas.
Pada kasus, Ny. M menderita batu saluran empedu dan kolesistitis. Pada
batu saluran empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica
biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut saraf
yang menpersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus dan
nervus splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri alih di kuadran kanan atau
atau daerah epigastrium (dermatome T7,8,9).
b. demam,
Jawab:
Substansi penyebab demam adalah pirogen. Pirogen dapat berasal dari
eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh sedangkan
pirogen endogen berasal dari dalam tubuh. Pirogen eksogen, dapat berupa infeksi
atau non-infeksi, akan merangsang sel-sel makrofag, monosit, limfosit, dan
endotel untuk melepaskan interleukin(IL)-1, IL-6, Tumor Necrosing Factor(TNF), dan interferon(IFN)- yang selanjutnya akan disebut pirogen endogen/sitokin.
Pirogen endogen ini, setelah berikatan dengan reseptornya di daerah preoptik
hipotalamus akan merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2,
yang selanjutnya melepas asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan
kemudian oleh enzim siklooksigenase-2 (COX-2) akan diubah menjadi
prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan prostaglandin inilah, baik secara langsung
maupun melalui pelepasan AMP siklik, menset termostat pada suhu tubuh yang
11

lebih tinggi. Hal ini merupakan awal dari berlangsungnya reaksi terpadu sistem
saraf autonom, sistem endokrin, dan perubahan perilaku dalam terjadinya demam
(peningkatan suhu).
Pusat panas di hipotalamus dan batang otak kemudian akan mengirimkan
sinyal agar terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sehingga suhu
tubuh naik sampai tingkat suhu baru yang ditetapkan.
c. menggigil?
Jawab:
Diawali dari demam lalu kompensasi tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh
sesuai dengan yang diatur oleh hipotalamus dan terjadilah menggigil.
d) Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan yang dialami?
Jawab:
Faktor risiko batu empedu dikenal dengan singkatan 4F, yaitu Forty, Female,
Fat, Family.

Forty (Usia lanjut) Batu empedu lebih umum pada mereka yang berusia
di atas 40 tahun. Batu empedu jarang sekali menyerang di usia 25 tahun ke
bawah. Sekitar 30% lansia diperkirakan memiliki batu empedu, meskipun
kebanyakan tidak menimbulkan gejala.

Female (Wanita) Wanita lebih banyak terkena batu empedu dibandingkan


pria. Pada wanita insidennya sekitar 2 per 1000, dibandingkan hanya 0,6 per
1000 pada pria. Pada wanita hamil, kandung empedu menjadi lebih rendah
dan batu empedu bisa berkembang. Hormon wanita dan penggunaan pil KB
juga diduga ikut berperan.

Fat (Obesitas) Kelebihan berat badan merupakan faktor risiko yang kuat
untuk batu empedu, terutama di kalangan wanita. Penelitian menunjukkan
bahwa wanita dengan memiliki BMI lebih dari 32 memiliki risiko tiga kali
lebih besar untuk mengembangkan batu empedu dibandingkan yang memiliki
BMI antara 24 s.d. 25. Risiko meningkat tujuh kali lipat pada wanita dengan
BMI lebih dari 45.

Family (Genetik) Bila keluarga inti pasien (orangtua, saudara dan anakanak) memiliki batu empedu, peluang meningkat 1 kali lebih mungkin
untuk mendapatkan batu empedu.
12

e) Apa saja tipe-tipe nyeri pada abdomen?


-

Nyeri visceral.
Nyeri visceral berasal dari organ dalam perut, yang diinervasi oleh
serat saraf autonomik dan merespon terutama ke sensasi distensi dan
kontraksi. Nyerinya tidak terlokalisasi dan cenderung dialihkan ke daerahdaerah yang memiliki asal embrional yang sama dengan daerah yang terkena.
Struktur Foregut (lambung, duodenum, hati, dan pankreas) menyebabkan
nyeri abdomen atas. Struktur Midgut (usus halus, kolon proximal, dan
appendiks) menyebabkan nyeri periumbilical. Struktur Hindgut (kolon distal
dan traktus GU) menyebabkan nyeri abdomen bawah.

Nyeri somatik.
Nyeri somatik berasal dari peritoneum parietal, yang diinervasi oleh
saraf somatik, yang merespon gangguan dari infeksi, zat kimia, atau proses
inflamasi lainnya. Nyeri somatic bersifat tajam dan terlokalisasi.

Nyeri alih (Reffered Pain).


Nyeri alih adalah nyeri yang jauh dari sumber lesinya dan hasil dari
konvergensi dari serat saraf di saraf tulang belakang. Contoh yang paling
umum adalah nyeri pada scapula karena kolik bilier, nyeri perut karena kolik
ginjal dan nyeri bahu karena darah atau infeksi pada diafragma.

2. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar
sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan
bertambah hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat
penghilang nyeri.
a) Bagaimana mekanisme penjalaran nyeri perut atas sampai ke bahu?
Jawab:
Nyeri pada perut kanan atas dikarenakan implikasi pada saraf yang mempersarafi
vesica felea yaitu, plexus coeliacus. Plexus ini mempunyai hubungan dengan
n.suprascapularis sehingga nyeri pada plexus ini bisa juga dirasakan oleh
n.suprascapularis yang mempersarafi otot pada belikat kanan (bahu sebelah
kanan).
13

Sebenarnya, nyeri yang terjadi pada penderita obstruksi jaundice merupakan


nyeri yang menyebar atau (reffered pain). Obstruksi jaundice menyebabkan nyeri
yang akan diterima oleh saraf aferen mengikuti saraf simpatis. Nyeri ini akan
berjalan melalui plexus coeliacus dan nervus splanchircus major menuju ke
medula spinalis. Peradangan dapat menyebabkan plexus coeliacus terjepit, maka
nyeri ini bisa menyebar dan mengenai peritoneum parietal dinding anterior
abdomen atau diafragma bagian perifer. Hal ini akan menyebabkan:
1. Nyeri somatik dirasakan di kuadran kanan atas dan berjalan ke punggung
bawah angulus inferior scapula.
2. Radang yang mengenai peritoneum parietal bagian sentral yang dipersarafi
oleh nervus phrenicus (C3, C4, C5), akan menyebabkan nyeri di daerah bahu
sebab kulit di daerah bahu mendapat persarafan dari nervi supraclavicularis (C3,
C4).
b) Mengapa nyerinya hilang timbul?
Jawab:
Terdapat nyeri kuadran kanan atas yang terjadi secara episodik, kadang
menjalar ke daerah punggung kanan belakang. Kondisi ini terjadi akibat obstruksi
batu di daerah leher kandung empedu, atau duktus kistikus. Kolik bilier biasanya
dipengaruhi oleh makanan berlemak dan dapat hilang dengan perubahan posisi
tubuh. Biasanya tidak didapatkan demam dan fungsi hati normal, kecuali bila
disertai infeksi.
Gejala kolik ini terjadi jika terdapat batu yang menyumbat duktus sistikus
atau duktus biliaris komunis untuk sementara waktu, tekanan di duktus biliaris
akan meningkat dan peningkatan kontraksi peristaltik di tempat penyumbatan
mengakibatkan nyeri viscera di daerah epigastrium, mungkin dengan penjalaran
ke punggung yang disertai muntah.
Nyeri di perut kanan atas merupakan nyeri visceral yang bersifat nyeri alih
(reffered pain). Nyeri visceral diawali oleh distensi organ visceral (vesica felea)
akibat penyumbatan yang terjadi di ductus biliaris. Distensi ini menyebabkan
serabut saraf sensorik afferent visceral melanjutkan sensasi ke medulla spinalis
pada segmen T5-T9 sehingga memberikan rasa sakit pada dermatom tersebut.
Selain itu, nyeri somatic juga dirasakan di sekitar lima daerah intercostals
terbawah yang berhubungan dengan otot dan kulit. Saat ini terjadi cortex tidak
14

bisa menentukan daerah mana yang terasa sakit. Daerah yang terasa sakit berada
di sekitar bagian kuadran kanan atas sampai ke bawah os scapula.
c) Mengapa nyerinya semakin bertambah bila makan makanan berlemak?
Jawab:
Empedu berfungsi untuk mengemulsi lemak. Makanan berlemak akan
merangsang pengeluaran empedu dari kandung empedu dan peningkatan
perilstasis duktus. Adannya batu di saluran empedu menyebabkan terjadinya
obstruksi empedu. Hal ini akan semakin memperberat rasa nyeri pada penderita.
d) Bagaimana penyebab dan mekanisme mual?
Jawab:

Penyakit akibat virus, seperti gastroenteritis

Keracunan makanan

Stres, gugup, atau masalah mental lainnya seperti depresi atau gangguan
panik

Obat-obatan seperti antibiotic, pil penunda kehamilan, dan obat jantung

Migrain / sakit kepala sebelah

Serangan jantung

Stroke

Cedera kepala

Alkohol, penyalahgunaan obat atau putus obat

Gangguan makan seperti anoreksia atau bulimia

Efek samping terapi radiasi

Mekanisme :
a. Kolik bilier yang mengalami peradangan, menyebabkan nausea melalui
aktivasi aferen dari peregangan/distensi trunkus biliaris. Terdapat berbagai
perubahan aktivitas saluran cerna yang berkaitan dengan mual, seperti
meningkatnya salivasi, menurunnya tonus lambung dan peristalsis. Namun
demikian tidak terdapat bukti yang mengesankan bahwa hal ini
menyebabkan mual.

15

b. Bilirubin

yang

tidak

bisa

disekresikan

ke

duodenum

akibat

koledokolitiasis mengakibatkan penumpukan kadar bilirubin di dalam


darah sehingga masuk ke sistemik, bilirubin yang mempengaruhi sistemik
ini dapat merangsang pusat muntah mual di hipotalamus sehingga mual.
e) Apa saja yang tergolong obat-obat penghilang nyeri?
Jawab:
1. Obat Analgesik
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri
dan akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita.
a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Secara farmakologis praktis OAINS dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal,
diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaansediaan golongan OAINS
non salisilat ternmasuk derivat as. Arylalkanoat (Gilang, 2010).
Contoh:
Acetaminophen,

Aspirin,

Celecoxib,

Diclofenac,

Etodolac,

Fenoprofen,

Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate,


Mefanamic

acid

Nabumetone,

Naproxen,

Oxaprozin,

Oxyphenbutazone,

Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.


b.

Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika

Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa
nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan adiksi/ketergantungan.
Contoh :
Alfentanil,

Benzonatate,

Dextromethorphan

Dezocine,

Buprenorphine,
Difenoxin,

Butorphanol,

Dihydrocodeine,

Codeine,

Diphenoxylate,

Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone, LAAM, Levopropoxyphene,


Levorphanol Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine, Nalbuphine,
Nalmefene, Naloxone, Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone,
Pentazocine, Propoxyphene , Sufentanil (Anchy, 2011).
2. Obat Antipiretik
Obat antipiretik adalah adalah obat yang dapat menurunkan demam (suhu tubuh
yang tinggi). Pada umumnya (sekitar 90%) analgesik mempunyai efek antipiretik.
Contoh:

16

Parasetamol dalam paramex,panadol, paracetol, paraco, praxion, primadol, santol,


zacoldin, poldan mig, acetaminophen, asetosal atau asam salisilat, salisilamida
(Nick, 2010).
f) Bagaimana hubungan antar gejala pada kasus?
Gejala-gejala yang timbul tersebut seluruhnya menunjukkan adanya batu empedu
yang menyumbat saluran empedu/obstruksi saluran empedu.

3. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS ia juga mengeluh demam ringan yang hilang
timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan
gatal-gatal.
a) Bagaimana mekanisme dari:
a. demam ringan yang hilang timbul,
Jawab:
Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat
menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan
dinding duktus sistikus dan striktur. Inflamasi yang terjadi akan memicu neutrofil
dan sel-sel radang secara kemotaksis. Neutrofil dan sel-sel radang akan memicu
messenger untuk mengaktifkan sel-sel lain pada system imun kita. Messenger
yang bereaksi adalah Interleukin (IL), dan interferon. Yang paling banyak adalah
IL-1. IL-1 memicu hipotalamus untuk meningkatkan suhu dan memicu keluarnya
fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid menjadi asam arakidonat yang akan
memicu keluarnya Prostaglandin (PG).
Efek keluarnya prostaglandin akan mempengaruhi kerja thermostat di
hipotalamus. Hal ini akan menyebabkan kerja thermostat naik yang
menyebabkan kenaikan suhu. Disinilah terjadinya demam.
Demam ringan hilang timbul karena proses inflamasi masih ringan dan
belum terjadi sepsis.
b. mata dan badan kuning,
Jawab:
Kemungkinan penyebabnya adalah peningkatan bilirubin di darah dan jaringan.
Mekanisme: Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi
tidak dapat masuk ke duodenum menumpuk di dalam hati dilepaskan
17

kedalam darah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam plasma mata dan


badan kuning.

c. BAK seperti teh tua,


Jawab:
Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak dapat
masuk ke duodenum regurgitasi cairan cairan empedu ke sistemik, dalam hal
ini termasuk bilirubin terkonjugasi peningkatan bilirubin konjugasi di plasma
ikut terfiltrasi di ginjal urin berwarna teh tua.
d. BAB seperti dempul,
Jawab:
Dalam kondisi normal, bilirubin terkonjugasi yang telah diproses oleh hepatosit
akan disalurkan ke duodenum melalui saluran empedu. Selanjutnya bakteri usus
akan mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi sterkobilin atau urobilinogen.
Sterkobilin

inilah

yang

mewarnai

feses

sehingga

berwarna

kuning

kecoklatan.Feses berwarna dempul menunjukkan tidak adanya sterkobilin. Dalam


kasus ini, terjadi obstruksi saluran empedu komunis yang menyebabkan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat disalurkan ke duodenum sehingga tidak terjadi
pewarnaan feses oleh sterkobilin.
e. gatal-gatal?
Jawab:
Kemungkinan disebabkan oleh peningkatan garam empedu dalam sirkulasi
sistemik dan endapan garam empedu pada saraf di tepi kulit.
Mekanisme:
Obstruksi saluran empedu empedu gagal masuk ke duodenum bendungan
cairan empedu dalam hati regurgutasi empedu (bilirubin, garam empedu,
lipid) ke sirkulasi sistemik peningkatan dan penumpukan garam empedu
dalam sirkulasi merangsang ujung serabut saraf C pruritoseptif impuls
dihantarkan sepanjang serabut saraf sensorik terjadi input eksitasi di kornu
dorsalin susunan saraf tulang belakang diproses di korteks serebri timbul
perasaan gatal.
18

Pruritogen (garam empedu) menyebabkan ujung serabut saraf C


pruritoseptif teraktivasi. Serabut saraf C tersebut kemudian menghantarkan
impuls sepanjang serabut saraf sensoris. Terjadi input eksitasi di Lamina-1 kornu
dorsalis susunan saraf tulang belakang. Hasil dari impuls tersebut adalah akson
refleks mengeluarkan transmiter yang menghasilkan inflamasi neurogenik
(substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah impuls melalui pemrosesan di korteks
serebri, maka akan timbul suatu perasaan gatal dan tidak enak.
b) Bagaimana hubungan antar keluhan pada kasus?
Hubungan antar keluhan pada kasus adalah seluruhnya menunjukkan
adanya obstruksi di saluran empedu.
4. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
Tanda vital: TD 110/70 mmHg, nadi 106 x/mnt, RR 24 x/mnt, suhu 39,0 C
BB: 80 kg, TB: 158 cm
Pemeriksaan spesifik:
Kepala: sklera ikterik; Leher dan thoraks dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi: datar
Palpasi: lemas, nyeri tekan kanan atas (+) Murphys sign (+),
hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu sulit dinilai
Perkusi: shifting dullness (-)
Ekstremitas: palmar eritema (-), akral pucat, edema perifer (-)
a) Apa interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik tersebut?
Jawab:
General Examination
KU: tampak sakit sedang,

Normal

Interpretasi

<120/<80 mmHg

Normal

Nadi: 106x/mnt

60-100x/mnt

Takikardi

RR: 24x/mnt

16-24x/mnt

Borderline atas

compos mentis
TD: 110/70 mmHg

Suhu 39,0C
BB: 80 kg, TB: 158 cm

Sklera ikterik
Leher dan thoraks dalam batas
normal

18,5 24,9
(-)

BMI: 32,05 (Obesitas tingkat


II)
Abnormal
Normal
19

Abdomen: Inspeksi: datar

Normal

Palpasi: lemas, nyeri tekan


kanan atas (+) Murphys

(-)

Abnormal

(-)

Normal

sign (+)
Hepar dan lien tidak teraba
Kandung empedu sulit dinilai
Perkusi: shifting dullness (-)

b) Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik tersebut?


Jawab:
- Sklera ikterik
Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak
dapat masuk ke duodenum menumpuk di dalam hati dilepaskan
kedalam darah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam plasma mata
dan badan kuning.
-

Nyeri tekan kanan atas


Nyeri di perut kanan atas merupakan nyeri visceral yang bersifat nyeri alih
(reffered pain). Nyeri visceral diawali oleh distensi organ visceral (vesica
felea) akibat penyumbatan yang terjadi di ductus biliaris. Distensi ini
menyebabkan serabut saraf sensorik afferent visceral melanjutkan sensasi ke
medulla spinalis pada segmen T5-T9 sehingga memberikan rasa sakit pada
dermatom tersebut. Selain itu, nyeri somatic juga dirasakan di sekitar lima
daerah intercostals terbawah yang berhubungan dengan otot dan kulit. Saat ini
terjadi cortex tidak bisa menentukan daerah mana yang terasa sakit. Daerah
yang terasa sakit berada di sekitar bagian kuadran kanan atas sampai ke
bawah os scapula.

c) Bagaimana klasifikasi ikterik?


1.

Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi baru
lahir, tidak mempunyai dasar patologis sehingga tidak berpotensi menjadi
kern ikterus.Ikterus ini memiliki tanda-tanda berikut :
20

1. Timbul pada hari ke dua dan ketiga setelah bayi lahir


2. Kadar biliburin Indirect tidak lebih dari 10 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg% pada neonatus kurang bulan
3. Kecepatan peningkatan kadar biliburin tidak lebih dari 5 mg% per hari
4. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
5. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
6. Kadar bilirubin direct tidak lebih dari 1 mg%
Ikterus Fisiologis Yang Berlebihan Pada Bayi Prematur
Kondisi ini ditandai dengan kadar bilirubin sebesar 165mol/l (10
mg/dl) atau lebih pada hari ke 3 atau 4 dengan puncak konsentrasi pada hari
ke 5 sampai 7 yang kembali ke kadar noermal setelah bebrapa minggu.Bayi
premature berisiko lebih tinggi untuk mengalami kern ikterus.Faktor
penunjangnya antara lain :
1. Keterlambatan ekspresi enzim UPD-GT
2. Waktu hidup sel darah merah yang lebih singkat
3. Komplikasi seperti hipoksia,asidosis dan hipotermia yang dapat
mengganggu kemamuan mengikat albumin
2.

Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah Ikterus yang mempunyai dasar patologis
dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.
Ikterus patologis memiliki tanda-tanda berikut:
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
2. Kadar bilirubin melebihi 10mg% pada neonatus cukup bulan atau
melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan
3. Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg per hari
21

4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama


5. Kadar bilirubin direct lebih dari 1 mg %
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
3.

Ikterus hemolitik
Yang berat umumnya merupakan suatu golongan penyakit yang
disebut eritroblastosis etalis atau morbus hemolitikus neonaturum,penyakit
hemolitik ini biasanya disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu
dan bayi.
a)

Inkompatibilitas Rhesus
Sangat jarang di Indonesia karna sering terjadi di negara bagian barat
karna 15 % penduduknya memiliki golongan darah rhesus negatif.Bayi
Rh positif dari ibu Rh negatif tidak selamanya menunjukkan gejalagejala klinik pada waktu lahir (15-20%).Gejala klinik yang dapat
terlihat adalah ikterus yang timbul pada hari pertama dan semakin lama
semakin berat disertai anemia yang berat pula.Bila sebelum kelahiran
terdapat hemolisis berat maka bayi lahir dengan oedema umum disertai
ikterus dan pembesaran hepar. Terapi yang ditujukan adalah dengan
memperbaiki anemia dan mengeluarkan bilirubin yang berlebih dalam
serum agar tak menjadi kern ikterus.

b)

Inkompatibilitas ABO
Isoimunisasi ABO biasanya terjadi saat ibu memiliki golongan darah O
dan bayi memiliki golongan darah A atau lebih jarang dijumpai bayi
memiliki golongan darah B.Inkompatibilitas ABO juga diduga
melindungi janin dari inkomptabilitas Rh karena antibodi A dan anti-B
ibu menghancurkan setiap sel janin yang bocor ke dalam sirkulasi
maternal.Akibat

hemoloisis

inkompatibilitas

golongan

darah

ABO.Ikterus dapat terjadi pada hari pertama dan kedua dan bersifat
ringan.Bayi tidak terlihat sakit,anemia ringan dan hepar.Ikterus dapat
menghilang dalam beberapa hari.Kalau hemolisisnya berat seringkali
22

dilakukan

transfusi

tukar

darah

untuk

mencegah

kern

ikterus.Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan kadar bilirubin


serum sewaktu-waktu.
c)

Penyakit hemolitik karena kelainan eritrosit konginetal


Golongan penyakit ini dapat menimbulkan gambaran klinik yang
menyerupai erotroblastosis fetalis akibat iso-imunisasi.Pada penyakit ini
biasanya coombs test biasanya negative.Beberapa penyakit lain yang
termasuk

disini

adalah

sterositosis

kongenital,anemia

sel

sabit,eliptositosis herediter
4.

Ikterus Obstruktiva
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi didalam hepar dan
diluar hepar,akibat obstruksi maka terjadi penumpukan bilirubin tidak
langsung,bila kadarnya melebihi 1 mg% maka dicurigai menyebabkan
obstruksi misalnya pada sepsis,hepatitis neonaturum,pielnefritis,obstruksi
saluran empedu.Penyakit lain yang dapat menyebabkan ikterus obstruktiva
adalah atresia biliaris ekstrahepatika,kista duktus koledokus,fibrosis kistik
pancreas,kelainan-kelainan duodenum adanya pankreas yang menghalangi
pengeluaran bilirubin dalam air kencing dan tinja.

Berdasarkan etiologinya :
1. Prahepatik (Ikterus hemolitik)
Ikterus ini disebabkan karena produksi bilirubin yang meningkat pada
proses hemolisis sel darah merah (ikterus hemolitik).Peningkatan bilirubin
dapat disebabkan oleh beberapa faktor,diantaranya adalah infeksi,kelainan sel
darah merah dan toksin dari luar tubuh,serta dari tubuh itu sendiri.

2. Pascahepatik (Obstruktif)
Adanya obstruktif pada saluran empedu yang mengakibatkan bilirubin
konjugasi akan kembali lagi ke dalam sel hati dan masuk kedalam aliran
23

darah,sebagian masuk dalam ginjal dan dieksresikan dalam urine.Sementara


itu sebagian lagi tertimbun dalam tubuh sehingga kulit dan sclera berwarna
kuning kehijauan serta gatal.sebagai akibat dari obstruksi saluran empedu
menyebabkan

eksresi

bilirubin

kedalam

saluran

pencernaan

berkurang,sehingga feses akan berwarna putih keabu-abuan,liat dan seperti


dempul.

3. Hepatoseluler(ikterus hepatik)
Konjugasi bilirubin terjadi pada sel hati mengalami kerusakan,maka
secara otomatis akan mengganggu proses konjugasi bilirubin sehingga
bilirubin direct meningkat dalam aliran darah.Bilirubin direct mudah
diekresikan oleh ginjal karena sifatnya yang mudah larut dalam air,namun
sebagian masih tertimbun dalam aliran darah.

d) Bagaimana cara pemeriksaan


a. Murphys sign
Dapat ditemukan dengan metode palpasi. Pada pemeriksaan palpasi,
penguji meraba bagian kanan subcostal, dan pasien diinstruksikan untuk
mengambil nafas panjang. Hal ini menyebabkan vesica felea bergerak
menurun akibat dari tekanan cavum thorax, dan penguji dapat merasakan
pergerakannya. Gerakan ini akan menimbulkan rasa sakit pada pasien, yang
berarti tanda Murphy bernilai positif. Rasa sakit ini akan menimbulkan
inspiratory arrest, suatu refleks menahan nafas akibat rasa sakit.
Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang
mengalami inflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam
yang dapat menimbulkan reflek menahan nafas karena rasa nyeri. Bernafas
dalam menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan berat beberapa kali lipat
walaupun tanpa tekanan/palpasi pada pasiendengan inflamasi akut kandung
empedu.Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan
manuver ini dan mungkinakan terjadi penghentian mendadak dari inspirasi
24

(menarik nafas) ketika kandung empedu yang terinflamasi tersentuh jari


pemeriksa.
b. Kantung empedu
Palpasi Kandung Empedu
- Palpasi midklavikularis kanan, dengan cara seperti palpasi hepar.
c. Shifting dullness
Asites atau cairan berlebih dalam tubuh pada tempat yang tidak
semestinya bisa ada di mana saja, termasuk abdomen. Untuk pemeriksaan
cairan di abdomen, dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu Shifting Dullness,
knee chest position, teknik gelombang cairan, dan puddle sign. Pada
pemeriksaan fisik shifting dullness:
- Pasien diminta berbaring dan membuka baju.
- Lakukan perkusi dari umbilikus ke sisi lateral.
- Apabila terdapat perubahan suara dari timpani ke redup, tandai tempat
terjadinya perubahan suara tersebut.
- Minta pasien miring ke arah kontralateral dari arah perkusi. Tunggu 30 - 60
detik.
- Lakukan perkusi kembali pada daerah yang ditandai tadi sampai terjadi
perubahan bunyi dari redup ke timpani.
e) Apa saja jenis-jenis pemeriksaan nyeri abdomen?

Penilaian Apendisitis

d. menentukan daerah yang nyeri dengan meminta pasien untuk batuk terlebih
dahulu
e. jika nyeri di bagian abdomen kanan bawah lakukan pemeriksaan nyeri lepas
dengan beberapa pemeriksaan berikut :
o pemeriksaan pada titik mc burney. titik yang berada pada abdomen
kuadran kanan bawah 1/3 lateral dari garis yang menhubungkan SIAS
kanan dengan umbilikus. minta pasien untuk merespons bila terasa
nyeri pada saat melepaskan penekanan. lakukan penekanan pada titik
tersebut dengan gentle dan lepaskan penekanan dengan cepat.
laporkan jika pemeriksaan +/-.
25

pemeriksaan rovsing sign dan radiasi. (nyeri alih). lakukan penekanan


pada abdomen kuadran kiri bawah maka pasien akan terasa nyeri di
abdomen kuadran kanan bawah akibat oleh adanya tekanan yang
merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan
peritoneum sekitar appendix yang meradang sehingga nyeri dijalarkan
karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan (somatik pain). dan
pada saat tekanan di lepaskan pasien juga merasakan nyeri akibat
radiasi nyeri lepas positif.

o pemeriksaan psoas sign. minta pasien untuk menfleksikan tungkai


kanan melawan tangan anda. jika pasien merasa nyeri pada kuadran
kanan bawah. tanda psoas sign + akibat rangsangan muskulus psoas
oleh apendiks yang meradang.
o pemeriksaan obturator sign. fleksikan tungkai kanan pada artikulatio
coxae dan sendi lutut. minta pasien merespon bila ada nyeri. rotasikan
tungkai pasien ke medial dan ke lateral. laporkan hasil pemeriksaan
obturator sign.

Pemeriksaan Kolesistitis
Dengan menggunakan pemeriksaan Murphys Sign.

f) Mengapa hepar tidak teraba tetapi ada nyeri tekan kanan atas?
Nyeri tekan kanan atas menunjukkan adanya gangguan di hepar atau
vesica felea. Namun hepar tidak mengalami pembesaran sehingga gangguan
tidak terjadi di hepar melainkan di vesica felea. Sehingga nyeri tekan yang timbul
bukan akibat hepar namun vesica felea.
5. Pemeriksaan laboratorium:
Darah rutin: Hb: 12,4 g/dl, Ht: 36 vol%, Leukosit: 15.000/mm 3, Trombosit:
329.000/ mm3, LED: 77 mm/jam
Liver Function Test (LFT): Bil.total: 20,49 mg/dl, Bil. Direk: 19,94 mg/dl,
Bil.indirek: 0,55 mg/dl, SGOT: 29 u/l, SGPT: 37 u/l, Fosfatase alkali: 864 u/l
26

Amilase: 40 unit/L, Lipase: 50 unit/L


a) Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratorium?
Jawab:
Hasil Lab
Hb 12,4 g/dl

Normal
12,0 14, 0 g/dl

Interpretasi
Normal

38 48 vol%

Normal

Leukosit 15.000/mm3

5.000 10.000/mm3

Meningkat

Trombosit 329.000/mm3

150.000 350.000/

Normal

Wintrobe: 0 15 mm/jam
Westergreen: 0 20 mm/jam

Meningkat

Bil.total: 20,49 mg/dl

0,2 1,2 mg/dl

Meningkat

Bil.direk: 19,94 mg/dl

0 0,4 mg/dl

Meningkat

Bil.indirek: 0,55 mg/dl

0,2 0,8 mg/dl

Normal

SGOT: 29,0 u/l

5 40 u/l

Normal

SGPT: 37 u/l

0 40 u/l

Normal

35 105 u/l

Meningkat

Amilase: 40 u/l

<120 u/l atau 17 115 u/l

Normal

Lipase: 50 u/l

<190 u/l atau 13 60 u/l

Normal

Ht 36 vol%

LED: 77 mm/jam

Fosfatase alkali: 864 u/l

b) Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan?


Jawab:

Pemeriksaan laboratorium
Ureum dan creatinin yang berguna untuk memastikan apakah terdapat komplikasi
hepatorenal.
Prothrombin time yang berguna untuk mengetahui fungsi koagulasi hepar

Ultrasonografi
Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk
mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Juga dapat dilihat kandung empedu yang menebal karena
fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain.USG ini merupakan
gold standar.

Tomografi computer (CT scan)


Keunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek
gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain.
Dengan CT scan, kita juga dapat melihat ada atau tidak penebalan dan pelebaran
27

saluran empedu dan batu pada system hepatobilier. Tetapi karena mahalnya biaya
pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama.

Kolesistografi
Foto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang
tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan
sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras.

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakit-penyakit
saluran empedu termasuk batu empedu.Sampai saat ini, endoscopic retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan
terapi choledocholithiasis. Karena ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik
untuk visualisasi lithiasis traktus biliaris.

g) Apa indikasi pemeriksaan


a. Fosfatase alkali
Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang
diproduksi terutama oleh epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang
baru); enzim ini juga berasal dari usus, tubulus proksimalis ginjal, plasenta
dan kelenjar susu yang sedang membuat air susu. Fosfatase alkali disekresi
melalui saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada
saluran empedu (kolestasis). Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui
apakah terdapat penyakit hati (hepatobiliar) atau tulang.
Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati,
sedangkan pada anak-anak sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi
kerusakan ringan pada sel hati, mungkin kadar ALP agak naik, tetapi
peningkatan yang jelas terlihat pada penyakit hati akut. Begitu fase akut
terlampaui, kadar serum akan segera menurun, sementara kadar bilirubin tetap
meningkat. Peningkatan kadar ALP juga ditemukan pada beberapa kasus
keganasan (tulang, prostat, payudara) dengan metastase dan kadang-kadang
keganasan pada hati atau tulang tanpa metastase (isoenzim Regan).

b. Amilase
Pankreas menghasilkan enzim amilase dan lipase. Amilase selain
dihasilkan oleh pankreas juga dihasilkan oleh kelenjar ludah dan hati yang
28

berfungsi mencerna amilum/karbohidrat. Kadar amilase di dalam serum


meningkat pada radang pankreas akut. Pada keadaan tersebut, keadaan
amilase meningkat setelah 2 12 jam dan mencapai puncak 20 30 jam dan
menjadi normal kembali setelah 2 4 hari. Gejala yang timbul berupa nyeri
hebat pada perut. Kadar amilase ini dapat pula meningkat pada penderita batu
empedu dan pasca bedah lambung.
c. Lipase
Lipase adalah enzim yang dihasilkan oleh pankreas yang berfungsi
mencerna lemak. Lipase akan meningkat di dalam darah apabila ada
kerusakan pada pankreas. Peningkatan kadar lipase dan amilase terjadi pada
permulaan penyakit pankreatitis, tetapi lipase serum meningkat sampai 14
hari, sehingga pemeriksaan lipase bermanfaat pada radang pankreas yang akut
stadium lanjut.
6. Template:
a) DD (differemtial diagnosis)
Jawab:
-

Ikterus obstruktif e.c choledocolithiasis


Pankreatitis akut
Keganasan pada sistem bilier (kolangiokarsinoma, Ca caput pankreas, Ca
kandung empedu , limfoma maligna)

b) WD (Working diagnosis)
Jawab:
Diagnosis pada kasus adalah obstructive jaundice et causa kolangitis,
koledokolitiasis, kolesistitis.
Cara Mendiagnosis Ikterus Obstruktif
.

Anamnesis
Jaundice, urin pekat dan pruritus general merupakan ciri ikterus obstruktif.
Ikterus terlihat apabila kadar bilirubin > 2,5 mg/dl. Perubahan warna urin, urin
menjadi gelap seperti warna teh. Perubahan warna feses, menjadi pucat seperti
dempul minimal 3x pemeriksaan berturut-turut. Pada pasien ini juga timbul
gejala pruritus akibat penumpukan bilirubin direk pada kolestasis. Terkadang
kolelitiasis dapat disertai dengan anemia hemolitik. Nyeri terutama di regio perut
29

kanan atas yang biasnya diakibatkan oleh obstruksi mekanis. Kolik bilier
merupakan gejala yang umum terjadi berupa nyeri hilang timbul pada area
epigastrium yang menjalar ke subcostal dextra, scapula dextra, dan leher. Waktu
munculnya nyeri pada obstruksi bilier terutama diarsakan setelah makan
makanan berlemakyang diikuti mual, muntah. Gejala anoreksia dan kaheksia
lebih sering terjadi pada keganasan (Ca caput pankreas atau Ca hepar) daripada
obstruksi batu bilier.
Riwayat demam, kolik bilier, dan jaundice intermiten mungkin diduga
kolangitis/koledokolitiasis. Hilangnya berat badan, massa abdomen, nyeri yang
menjalar ke punggung, jaundice yang semakin dalam, mungkin ditiampulbulkan
karsinoma pankreas. Jaundice yang dalam (dengan rona kehijauan) yang
iontensitasnya berfluktuasi mungkin disebabkan karsinoma peri-ampula.
Kaadang empedu yang teraba membesar pada pasien jaundice juga diduga
sebuah malignansi ekstrahepatik (hukum Couvoissier)
.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi perabaan hati, kandung empedu, limpa, mencari
tanda-tanda stigmata sirosis hepatis, seperti spider naevi, eritema palmaris, bekas
garukan di kulit karena pruritus, serta tanda-tanda asites. Hepar membesar pada
hepatitis, Ca hepar, obstruksi bilier, bendungan hepar akibat kegagalan jantung.
Hepar mengecil pada sirosis. Anemi dan limpa yang membesar dapat dijumpai
pada pasien anemia hemolitik. Kandung empedu yang membesar menunjukkan
adanya sumbatan pada saluran empedu bagian distal yang lebih sering
disebabkan oleh tumor.
Hukum Courvoisier
Kandung empedu yang teraba pada ikterus tidak mungkin disebabkan oleh batu
kandung empedu. Hal ini biasanya menunjukkan adanya striktur neoplastik
tumor (tumor pankreas, ampula, duodenum, CBD), striktur pankreatitis kronis,
atau limfadenopati portal.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah
letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan
bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karenan kandung empedu
yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti
menarik napas. Murphys sign positif pada kolangitis, kolesistisis dan
koledokolitiasis terinfeksi.
30

Pemeriksaan laboratorium
Meningkatnya level serum bilirubin dengan kelebihan fraksi bilirubin
terkonjugasi. Serum gamma glutamyl transpeptidase (GGT) juga meningkat
pada kolestasis.Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu
hiperbilirubinemia lebih rendah dibandingkan pasien dengan obstruksi maligna
ekstra-hepatik. Serum bilirubin biasanya < 20 mg/dL. Alkali fosfatase meningkat
10 kali jumlah normal. Transaminase juga mendadak meningkat 10 kali nilai
normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi dihilangkan.
Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma pankreas dan
kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-40 mg/dL,
alkali fosfatase meningkat 10 kali nilai normal, namun transamin tetap normal.
Penanda tumor seperti CA 19-9, CEA dan CA-125 biasanya meningkat pada
karsinoma pankreas, kolangiokarsinoma, dan karsinoma peri-ampula, namun
penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada penyakit jinak
percabangan hepatobilier lainnya.

Pemeriksaan Radiologis/Penunjang
Tujuan dibuat pencitraan adalah:
a. Memastikan adanya obstruksi ekstrahepatik (yaitu membuktikan apakah
jaundice akibat post-hepatik dibandingkan hepatik),
b. Untuk menentukan level obstruksi,
c. Untuk mengidentifikasi penyebab spesifik obstruksi,
d. Memberikan informasi pelengkap sehubungan dengan diagnosa yang
mendasarinya (misal, informasi staging pada kasus malignansi)
31

USG : memperlihatkan ukuran duktus biliaris, mendefinisikan level obstruksi,


mengidentifikasi penyebab dan memberikan informasi lain sehubuungan dengan
penyakit (mis, metastase hepatik, kandung empedu, perubahan parenkimal
hepatik).
USG : identifikasi obstruksi duktus dengan akurasi 95%, memperlihatkan batu
kandung empedu dan duktus biliaris yang berdilatasi, namun tidak dapat
diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga dapat memperlihatkan tumor,
kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur yang mengelilinginya.
CT : memberi viasualisasi yang baik untuk hepar, kandung empedu, pankreas,
ginjal dan retroperitoneum; membandingkan antara obstruksi intra- dan
ekstrahepatik dengan akurasi 95%. CT dengan kontras digunakan untuk menilai
malignansi bilier.
ERCP dan PTC : menyediakan visualisasi langsung level obstruksi. Namun
prosedur ini invasif dan bisa menyebabkan komplikasi seperti kolangitis,
kebocoran bilier, pankreatitis dan perdarahan.
EUS (endoscopic ultrasound) : memiliki beragam aplikasi, seperti staging
malignansi gastrointestinal, evaluasi tumor submukosa dan berkembang menjadi
modalitas penting dalam evaluasi sistem pankreatikobilier. EUS juga berguna
untuk

mendeteksi

dan

staging

tumor

ampula,

deteksi

mikrolitiasis,

koledokolitiasis dan evaluasi striktur duktus biliaris benigna atau maligna. EUS
juga bisa digunakan untuk aspirasi kista dan biopsi lesi padat.
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan teknik
visualisasi terbaru, non-invasif pada bilier dan sistem duktus pankreas. Hal ini
terutama berguna pada pasien dengan kontraindikasi untuk dilakukan ERCP.
Visualisasi yang baik dari anatomi bilier memungkinkan tanpa sifat invasif dari
ERCP. Tidak seperti ERCP, MRCP adalah murni diagnostik.
c) Epidemiologi
Jawab:
Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar 10-20%
orang dewasa ( 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah sekitar 13 % kasus
baru dan sekitar 13% nya dari penderita kandung empedu

menimbulkan
32

komplikasi . Kira kira 500.000 orang yang menderita simptom batu empedu
atau batu empedu dengan komplikasi dilakukan kolesistektomi. Batu empedu
bertanggung jawab pada 10.000 kematian

per tahun. Di Amerika Serikat,

ditemukan pula sekitar 20003000 kematian disebabkan oleh kanker kandung


empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu empedu disertai dengan
kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia belum dapat diketahui.
d) Etiologi
Jawab:
Aliran empedu dapat terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati
(kanalikulus), sampai ampula vateri, sehingga ikterus obstruktif berdasarkan
lokasi obstruksinya dibedakan atas ikterus obstruktif intrahepatik dan
ekstrahepatik.
Penyebab Ikterus Obstruktif Intrahepatik :
a. Virus Hepatitis, peradangan intrahepatik mengganggu transport bilirubin
terkonyugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A merupakan penyakit
self-limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang timbul secara
akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan pada tahap awal
(akut),tetapi bisa berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan gejala
hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati.
b. Alkohol, bisa mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan
sekresinya,dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alkohol secara terus
menerus bisa menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis, dan sirosis
dengan berbagai tingkat ikterus. Hepatitis karena alkohol biasanya memberi
gejala ikterus sering timbul akut dan dengan keluhan dan gejala yang lebih
berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai dengan peningkatan transaminase
yang tinggi.
c. Infeksi bakteri Entamoeba histolitica, terjadi reaksi radang dan akhirnya
terjadi nekrosis jaringan hepar.
d. Adanya tumor hati maupun tumor yang telah menyebar ke hati dari bagian
tubuh lain.
Penyebab Ikterus Obstruktif Ekstrahepatik :
1. Atresia bilier, ditandai dengan penghapusan atau diskontinuitas dari sistem
bilier ekstrahepatik, sehingga obstruksi aliran empedu. Atresia bilier merupakan
penyebab kolestasis ekstrahepatik tersering pada bayi baru lahir. Gangguan
tersebut merupakan ikterus obstruktif yang paling sering dilakukan pembedahan
yang ditemukan selama periode baru lahir. Jika tidak dikoreksi melalui
33

pembedahan, akan bermanifestasi menjadi sirosis bilier sekunder. Pasien dengan


atresia bilier dapat dibagi lagi menjadi 2 kelompok yang berbeda: mereka
dengan atresia bilier terisolasi (bentuk postnatal), yang menyumbang 65-90%
kasus, dan pasien dengan asosiasi Situs inversus atau polysplenia / asplenia
dengan atau tanpa kelainan kongenital lain (janin / embrio bentuk), yang terdiri
dari 10-35% kasus.
2. Kolelitiasis, Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu
keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika
felea) yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis
jarang pada anak-anak, lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40
tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko,yaitu : obesitas,
usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik.
Etiologi Kolelitiasis :
Kecenderungan keturunan dalam keluarga ( kebiasaan mengkonsumsi
kolesterol yang berlebihan)
Kegemukan ( mungkin disebabkan kelainan metabolisme lemak)
Kehamilan (obat estrogn), pil KB (perubahan hormone dan pelambatan
kontraksi

otot

kandung

empedu.

Menyebabkan

penurunan

kecepatan

pengososngan kandung empedu) angka kejadian meningkat pada wanita yang


hamil berulang.
Pasien dengan kelainan hemolytic darah, penyakit usus (penyakit crohn),
setelah operasi bypass pemotongan jejunum, IDDM.
3. Kolesistitis, adalah peradangan dari dinding kandung empedu, biasanya
merupakan akibat dari adanya batu empedu didalam duktus sistikus, yang secara
tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar biasa.
4. Kista duktus kholedokus, koledukus adalah dilatasi kongenital pada duktus
empedu yang dapat menyebabkan obstruksi bilier progresif dan sirosis bilier.
Kista silinder dan bulat dari duktus ekstrahepatik adalah jenis yang paling
sering. Sekitar 75% kasus munculselama masa anak-anak.
5. Tumor Pankreas, Sekitar 95% tumor yang bersifat kanker (malignant ) pada
pankreas adalah adenocarcinoma. Adenocarcinoma biasanya berasal dari sel
kelenjar yang melapisi saluran pankreas. Kebanyakan adenocarcinoma terjadi di
dalam kepala pankreas, bagian yang paling dekat bagian pertama usus kecil
(duodenum).

34

e) Patofisiologi
Jawab:
Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk
pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan,
karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer
ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol,
bilirubin, dan berbagai hormon.
Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan
komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di
usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi
sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang
mencapai

usus

halus.

Ketiadaan

garam

empedu

dapat

menyebabkan

malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A,


D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis
berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan
osteoporosis atau osteomalasia.
Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin
terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi
garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus.
Kolesterol

dan

retensi

fosfolipid

menyebabkan

hiperlipidemia

karena

malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya


esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak
terpengaruh.
Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik,
disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan
asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas
dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi
mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu
hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal
bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif.
Patogenesis batu empedu, terdapat 3 jenis batu empedu yaitu:
1. Batu Kolesterol
Batu kolestrol merupakan jenis batu yang paling banyak ditemukan dari semua
kasus batu empedu. Tiga faktor utama yang menentukan terbentuknya batu

35

kolesterol adalah supersaturasi kolesterol, nukleasi kristal kolesterol monohidrat,


disfungsi kandung empedu.
Supersaturasi kolesterol
Supersaturasi kolesterol terjadi karena sekresi kolesterol bilier yang berlebihan,
dan atau karena hiposekresi asam empedu. Faktor risiko hipersekresi kolesterol
bilier adalah obesitas.
Nukleasi kolesterol
Protein yang berperan dalam nukleasi kolesterol, antara lain musin, ? 1- acid
glycoprotein, ? 1-antichymotrypsin, dan fosfolipase C. Musin adalah protein
yang mempercepat kristalisasi kolesterol dengan membentuk vesikel kolesterol
multilamelar yang mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mengkristal.
Disfungsi kandung Empedu
Disfungsi terjadi pada epitel mukosa kandung empedu dan dismotilitas kandung
empedu. Kontraksi batu empedu yang tidak baik menyebabkan statis empedu.
Statis empedu ini yang menyebabkan terbentuknya batu empedu karena musin
akan terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam
kandung empedu. Musin akan mengganggu pengosongan kandung empedu.
2. Batu pigmen hitam
Batu pigmen hitam terbentuk dari kalsium bilirubinat yang sebagian besar
berasal dari bilirubin yang tak terkonjugasi. Batu pigmen hitam sering terjadi
pada kondisi hemolitik kronis dan sirosis hepatis. Pada sirosis hepatis terjadi
peningkatan turnover sel darah merah akibat proses pemecahannya di limpa
yang berlebihan.
3. Batu pigmen coklat
Batu pigmen coklat dapat terbentuk di saluran empedu. Batu pigmen coklat
mengandung asam lemak bebas yang cukup besar, terutama palmitat dan stearat.
Batu pigmen coklat terjadi pada proses dismotilitas sistem bilier dan adanya
proses infeksi kronis. Batu pigmen coklat dapat terbentuk sendiri pada saluran
empedu tanpa didahului migrasi dari kandung empedu. Batu ini cukup banyak
ditemukan pada pasien yang sudah dilakukan kolesistektomi yang mengalami
disfungsi Spingter Oddi.
f) Penatalaksanaan dan pencegahan
Jawab:
Tatalaksana secara umum dilakukan tergantung pada tingkatan penyakit.
Idealnya, intervensi pada tingkat litogenik dapat mencegah pembentukan batu
36

empedu. Terapi konseravatif dapat dipertimbangkan pada batu empedu yang


asimptomatik sedangkan pada batu empedu simptomatik pembedahan
merupakan terapi pilihan.
a.
Pengobatan umum seperti istirahat total, pemerian nutrisi parenteral (agar
tidak terjadi gerakan paristaltik vecisa biliaris), diet ringan, obat penghilang rasa
nyeri seperti petidin dan antispasmodic. Pemberian antibiotic penting untuk
mencegah komplikasi. Golongan AB yang dapat digunakan seperti ampisilin,
sefalosporin, dan metramidazol karena biasanya kuman-kuman penyebab adalah
E. coli, s. faecalis, dan klebsiella.
b.
Terapi Non Bedah
Terapi pengobatan untuk batu empedu, digunakan sendiri atau dikombinasikan,
sebagai berikut :
Terapi garam empedu oral (Ursodeoxycholic acid)
Ursodeoxycholic acid diindikasikan untuk batu empedu nonkalsifikasi radio
lucent dengan diameter lebih kecil dari 5 mm ketika kolesistektomi tidak dapat
dilakukan. Ursodeoxycholic acid bekerja sebagai penekan sintesis dan sekresi
kolesterol hepatik serta penghambat absorpsi intestinal. Efek penghambat
sintesis dan sekresi asam endogenous bile kedalam bile tidak mengganggu
sekresi fosfolipid kedalam bile. Ursodeoxycholic acidjuga bekerja dengan
mendispersi kolesterol menjadi cairan kristal di aquous media. Secara
keseluruhan efek dari UDCA adalah untuk meningkatkan level konsentrasi pada
saat saturasi kolesterol terjadi.
Litolisis dengan asam empedu peroral
Asam ursodeoksikolat (AUDK) telah digunakan untuk pelarutan batu empedu.
Asam empedu ini menekan sintesis kolesterol di hati dengan menghambat
hidroksimetil glutaril CoA (HMG-CoA) reduktase dan meningkatkan aktivitas
dari 7a-hidroksilase sehingga meningkatkan sintesis empedu. AUDK juga
menurunkan absorpsi/reabsorpsi kolesterol di usus dan memperpanjang waktu
nukleasi dari empedu.
Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)
ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan
atau pemasukan alat kedalam tubuh pasien. Teknik ini dapat dilakukan untuk
empedu batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal
atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3
batu.
b.

Terapi bedah
37

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatgraphy (ERCP)


ERCP merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan cara kolangiografi dan
pankreatografi langsung secara retrograde. Melalui kanulasi dari papila vateri
disuntikan kontras kedalam saluran bilier atau pankreas.
Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan pasien
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah
yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat
terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu
dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk
menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut.
Pembedahan dapat efektif kalau gejala yang dirasakan klien sudah mereda atau
bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien
mengharuskannya.

Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di
Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya.
Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus
diligasi.

Minikolesistektomi
Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung
empedu lewat insisi selebar 4 cm.

Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)


Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui
dinding abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik,
rongga abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk
membantu pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur
abdomen.

Koledokostomi

38

Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk


mengeluarkan batu.

Bedah Kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat
system bilier tidak jelas.
d.
1.
2.

Nutrisi
Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.
Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori

dikurangi.
3.
Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
4.
Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.
Pencegahan

Ursodeoxycholic acid
Pengobatan ursodeoxycholicacid dapat mencegah pembentukan batu empedu.
Hal ini telah di lakukan pada pasien yang kehilangan berat badan secara cepat
karena pola makan rendah kalori atau karena pembedahan bariatrik yang
berkaitan dengan risiko tinggi pembentukan batu empedu kolesterol baru (2030% dalam 4 bulan). Kemudian dilakukan pemberian dosis 600 mg
ursodeoxycholic acid perhari selama 16 minggu dan berhasil mengurangi insiden
batu empedu tersebut sebesar 80%. Anjuran perubahan pola makan berupa
pengurangan konsumsi lemak sangat diperlukan. Hal ini bertujuan untuk
mengurangi serangan kolik bilier. Namun, ini tidak dapat mengakibatkan
pengurangan batu empedu.

Pola Makan dan Olah Raga


Sedikit bukti yang menunjukkan

bahwa

komposisi

makanan

dapat

mempengaruhi riwayat penyakit batu empedu pada manusia. Pasien obesitas


yang mengikuti program penurunan berat badan cepat atau melakukan
pembedahan bariatric berisiko menderita batu empedu. Pencegahan jangka
pendek dengan Ursodeoxycholic acid perlu dipertimbangkan. Olah raga teratur
mungkin mengurangi kejadian kolesistektomi.
g) Komplikasi
Jawab:
1. Hepatorenal syndrome
2. Severe septis sampai septic shock
3. Kegagalan hati
39

4. Pankreatitis
5. Gangren kantong empedu
6. Diare
7. Pruritus
8. Hiperkolestrolemia
9. Sindrom malabsorpsi
10.Gall stone ileus
h) Prognosis
Jawab:
Prognosis dilihat berdasarkan riwayat penyakit, berat ringannya penyakit, dan
usia. Dubia ad bonam, jika dilakukan penatalaksanaan dini dan tepat atau
sebaliknya, dubia et malam.
Pada kasus ini, ad vitam dubia ad bonam, ad functionam dubia ad bonam.
i) KDU (Kompetensi Dokter Umum)
Jawab:
Tingkat Kemampuan 3: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan awal,
dan merujuk
3A. Non Gawat darurat
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter misalnya
pemeriksaan lab atau x-ray. Dokter dapat memutuskan dan memeberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus gawat
darurat).

III.

SINTESIS

1. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPATOBILIER


A. ANATOMI HEPATOBILIER
Kandung empedu ( Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada
permukaan visceral hepar. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus
berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar, dimana fundus
berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum
dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan
sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi
40

fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan
visceral hati.
Pembuluh darah kandung empedu adalah a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica
mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena
vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.
Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica
fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang
perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung
empedu berasal dari plexus coeliacus.
Vascularisasi hepar
1.

Circulasi portal

2.

A. Hepatica communis

3.

Vena portae hepatis

4.

Vena hepatica
Arteri hepatica communis berasal dari a.coeliaca. Arteri ini melewati lig. hepatoduodenale

(bersamaductus choledochus,v.portae, pembuluh lymphe dan serabut saraf) dan bercabang


menjadi a. hepatica propria dextra dan a.hepatica propria sinistra.
Vena portae hepatis dibentuk oleh v. mesenterica superior dan v.lienalis. Vena ini berjalan
melewatilig. hepatoduodenale, bercabang menjadi ramus dexter dan ramus sinister.
Innervasi hepar
1.

Nn. Splanchnici (simpatis)

2.

N. Vagus dexter et sinister (chorda anterior dan chorda posterior), dan

3.

N. Phrenicus dexter (viscero-afferent)

B. FISIOLOGI HEPATOBILIER
a) Hepar
Hepar merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh
sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hepar yaitu :
1.

Fungsi hepar sebagai metabolisme karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu sama
lain.Hepar mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hepar kemudian hepar
akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa
disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hepar merupakan sumber utama glukosa dalam
tubuh, selanjutnya hepar mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan
41

terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi,


biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon
(3C) yaitu pyruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2.

Fungsi hepar sebagai metabolisme lemak

Hepar tidak hanya membentuk / mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam
lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1.

Senyawa 4 karbon KETON BODIES

2.

Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan


gliserol)

3.

Pembentukan cholesterol

4.

Pembentukan dan pemecahan fosfolipid

Hepar merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi cholesterol. Di mana
serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
3.

Fungsi hepar sebagai metabolisme protein

Hepar mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hepar juga
mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hepar
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hepar merupakan satu-satunya organ
yang membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea
merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hepar, juga
dibentuk di limpa dan sumsum tulang. globulin hanya dibentuk di dalam hepar. Albumin
mengandung 584 asam amino dengan BM 66.000.
4.

Fungsi hepar sehubungan dengan pembekuan darah

Hepar merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi
darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk
kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup
jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan
ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan
beberapa faktor koagulasi.
5.

Fungsi hepar sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hepar khususnya vitamin A, D, E, K


42

6.

Fungsi hepar sebagai detoksikasi

Hepar adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi,
metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over
dosis.
7.

Fungsi hepar sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses
fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi - globulin sebagai immune livers
mechanism.
b) Vesica Biliaris
Empedu diproduksi oleh sel hepatosis sebanyak 500-1500 ml per hari. Di luar waktu makan,
empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Dan disini mengalami pemekatan
sekitar 50 persen. Pengaliran cairan empedu di atur tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,
kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter koledukus. (Baughman,2000).
Cairan empedu merupakan cairan yang kental yang berwarna kuning keemasan kehijauan yang
dihasilkan secara terus menerus oleh sel hepar + 500-1000 ml sehari. Empedu merupakan zat
esensial yang diperlukan dalam pencernaan dan penyerapan lemak. Cairan empedu merupakan
suatu media untuk menyekresi zat tertentu yang tidak dapat disekresi oleh ginjal. (Syaifuddin,
2009).
Cairan Empedu
Menurut Syaifuddin (2009) unsur-unsur cairan empedu yaitu:
a. Garam-garam empedu
Disintesis oleh hepar, berasal dari kolesterol, suatu alcohol steroid yang banyak dihasilkan
hati dan berfungsi membantu pencernaan lemak dan mengemulsi lemak dengan kelenjar
lipase dari pankreas.
b. Sirkulasi Antero Hepatik
Garam empedu (pigmen) diabsorpsi oleh usus halus masuk ke dalam vena partu di alirkan
ke hati untuk digunakan ulang.
c. Pigmen Empedu
Pigmen empedu merupakan hasil utama dari pemecahan haemoglobin dari plasma
mensekresinya ke dalam empedu.
43

d. Bakteri Dalam Usus Halus


Bakteri dalam usus halus mengubah billirubin menjadi urobilin yaitu satu zat yang
direabsorpsi dari usus dan di ubah menjadi sterkobilin yang disekresi dalam feses sehingga
berwarna kuning.
Mekanisme pengaliran cairan empedu: Hepatosit -> canaliculi billiaris -> ductus hepaticus dextra
et sinistra -> ductus hepaticus communis -> ductus cysticus -> vesica fellea (empedu dipekatkan
dan disimpan) -> jika ada makanan (lemak) dalamm duodenum -> hormon CCK
(CholeCitoKinin) -> kontraksi vesica fellea dan relaksasi sphincter oddi -> ductus cysticus ->
ductus choledocus -> ampulla vater -> papilla duodeni major -> duodenum pars descendens.

2. KOLANGITIS
Etiologi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan obstruksi dari sistem bilier seperti
kelainan anatomi atau benda asing dalam saluran empedu. Dalam keadaan ini terjadi
kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan kolangitis akut. Bilamana timbul obstruksi
total dapat terjadi supurasi dan penyakit yang lebih serius.
Penyebab yang paling sering dari kolangitis akut di USA adalah batu koledokus
yang ditemukan pada +10-20% pasien batu kandung empedu.Batu yang terdapat di
44

duktus koledokus adalah batu sekunder yang bermigrasi dari kandung empedu.Sebagai
kontras, kolangiohepatitis oriental, yang berada endemis di Asia Tenggara dikhaskan oleh
kolangitis piogenik rekurens dan batu empedu intra dan ekstrahepatik pada 70-80% dan
kolelitiasis pada 50-70% pasien.
Penyebab kedua kolangitis akut Adalah obstruksi maligna dari saluran empedu
oleh karsinoma pankreas, karsinoma papila Vateri, metastasis dari tumor peri pankreas,
metastasis porta hepatis. Obstruksi saluran empedu dapat pula disebabkan oleh striktur
bilier benigna, pankreatitis kronik atau sebab lain seperti stenosis papiler, hemobili,
koledokokel dan ascaris lumbricoides.Pasien dengan striktur bilier pasca bedah memiliki
insidens bakteribili yang amat tinggi, terutama bila disertai dengan anastomosis
koledokoenterik. Pada obstruksi maligna, lebih jarang terjadi kolangitis akut, tetapi
berpotensi lebih serius.
Kolangitis rekurens dapat pula terjadi pada kolangitis sklerosing primer, tetapi
biasanya tidak mengancam jiwa. Kolangitis akut kriptogenik kadang-kadang ditemukan
pada penyakit sistemik seperti pada syok toksik Kolangitis iatrogenik makin bertambah
pada tahun-tahun terakhir ini dan kini menunjukkan problem penatalaksanaan yang
penting. Pada saat yang lalu keadaan ini terbatas pada striktur pasca bedah atau masalahmasalah manipulasi T-tube; kini lebih sering mengikuti kolangiografi perkutan,
radiologi intervensi dan prosedur endoskopi. Infeksi iatrogenik timbul melalui 3 cara:
benda asing seperti stent yang mengakibatkan obstruksi partial atau total; kedua adalah
infeksi nosokomial akibat prosedur-prosedur intervensi yang mengintroduksi kumankuman seperti pada ERCP, infeksi yang naik melalui T-tube; yang ketiga adalah
mengikuti kolangiografi perkutan, kolangiografi melalui T-tube.
Pada seri dari Nurman, dkk, obstruksi saluran empedu sebagian besar yakni +59%
disebabkan oleh batu saluran empedu, sebagian lagi (26,8%) karena keganasan. (lihat
tabel 1).
Tabel 1. Etiologi obstruksi bilier penyebab kolangitis akut.
Jenis

Jumlah

Batu empedu

62 (59,0)

Keganasan

28 (26,8)

Struktur pasca operasi kandung empedu

4 (3,6)

Askaris

2 (1,8)
45

Pasca ERCP

4 (3,6)

Jumlah

105 (100,0)

Sumber: Nurman, Tjokrosetio, Lesmana dkk


Patofisiologi Kolangitis Akut
Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan
empedu, kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman yang berlebihan. Kuman-kuman ini
berasal dari flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi, dapat juga dari
penyebaran limfogen dari kandung empedu yang meradang akut, penyebaran ke hati
akibat sepsis atau melalui sirkulasi portal dari bakteri usus. Karena tekanan yang tinggi
dari saluran empedu yang tersumbat, kuman akan kembali (refluks) ke dalam saluran
limfe dan aliran darah dan mengakibatkan sepsis. Bakteribili (adanya bakteri disaluran
empedu) didapatkan pada 20% pasien dengan kandung empedu normal.
Walaupun demikian infeksi terjadi pada pasien-pasien dengan striktur pasca bedah atau pada anastomasikoledokoenterik. Lebih dari 80% pasiendengan batu
koledokus terinfeksi, sedangkan infeksi lebih jarang pada keganasan. Kegagalan aliran
yang bebas merupakan hal yang amat penting pada patogenesis kolangitis akut.
Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada kolangitis akut yang sering dijumpai
berturut-turut adalah kuman-kuman aeroba gram (-) enterik E. Coli, Klebsiella, kemudian
Streptococcus faecalisdan akhirnya bakteri anaerob seperti Bacteroidesfragilisdan
Clostridia. Pula kuman-kuman Proteus, Pseudomonas dan Enterobacterenterococcitidak
jarang ditemukan.
Bacteribili tidak akan menimbulkan kolangitis kecuali bila terdapat kegagalan
aliran bilier yang akan memudahkan terjadinya proliferasi kuman pada saluran empedu
yang mengalami stagnasi, dan atau tekanan dalam saluran empedu di dalam hati
meningkat sedemikian rupa sehingga menyebabkan refluks kuman kedalam darah dan
saluran getah bening. Kombinasi dari stagnasi dan peningkatan tekanan tersebut akan
menimbulkan keadaan yang serius pada kolangitis supuratif.
Beberapa dari efek serius kolangitis dapat disebabkan oleh endotoksemia yang
dihasilkan oleh produk pemecahan bahteri gram negatif. Endotoksin diserap di usus lebih
mudah bila terdapat obstruksi bilier, karena ketiadaan garam empedu yang biasanya
mengkhelasi endotoksin sehingga mencegah penyerapannya. Selanjutnya kegagalan
garam empedu mencapai intestin dapat menyebabkan perubahan flora usus. Selain itu
46

fungsi sel-sel Kupfer yang jelek dapat menghambat kemampuan hati untuk
mengekstraksi endotoksin dari darah portal. Bilamana kolangitis tidak diobati, dapat
timbul bakteremia sistemik pada sepertigakasus dan pada kasus-kasus yang lanjut, dapat
timbul abses hati.
Gejala klinik
Gejala klinik bervariasi dari yang ringan yang memberikan respons dengan
penatalaksanaan konservatif sehingga memungkinkan intervensi aktif sampai bentuk
berat yang refrakter terhadap terapi medik dan bisa berakibat fatal.Hampir selalu pada
pasien kolangitis akut didapatkan ikterus dan disertai demam, kadang-kadang menggigil.
Pada sebagian kecil kasus ini batu koledokus tidak didapatkan ikterus, hal ini dapat
diterangkan karena batu di dalam duktus koledokus tersebut masih mudah bergerak
sehingga kadang-kadang aliran cairan empedu lancar, sehingga bilirubin normal atau
sedikit saja meningkat. Kadang-kadang tidak jelas adanya demam, tetapi ditemukan
lekositosis.
Fungsi hati menunjukkan tanda-tanda obstruksi yakni peningkatan yang
menyolok dari GGT atau fosfatase alkali. SGOT/SGPT dapat meningkat, pada beberapa
pasien bahkan dapat mening-kat secara menyolok menyerupai hepatitis virus akut.
Seringkali didapatkan nyeri hebat di epigastrium atau perut kanan atas karena adanya
batu koledokus. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke skapula kanan,
kadang-kadang nyeri bersifat konstan. Trias dari Charcot (demam, nyeri perut bagian atas
atau kanan atas serta ikterus) didapatkan pada 54%.
Diagnosis kolangitis akut
Simptom yang paling sering ditemukan pada kolangitis akut adalah nyeri perut,
demam dan ikterus. Trias yang klasik dari Charcot yakni demam, nyeri abdomen kuadran
atas dan ikterus yang dilukiskan oleh Charcot pada tahun 1877 hanya ditemukan pada 5060% pasien. Kombinasi lekositosis, hiperbilirubinemia dan peningkatan ALT dan AST
dan fosfastase alkali /GGTP serum ditemukan pada kebanyakan pasien kolangitis akut.
Ultrasonografi abdomen menunjukkan pelebaran saluran empedu.
Ultrasonografi dapat membedakan kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik
dengan ketepatan 96% pada kasus-kasus dengan saluran empedu yang melebar. Namun
angka deteksi untuk batu koledokus sangat rendah. CT Scan dapat mendeteksi batu di
saluran empedu sedikit lebih banyak dibandingkan dengan ultrasonografi dan dapat juga
47

menentukan setinggi apa dan pula penyebab obstruksi. Peranan nuclear scintigraphy
seperti TC-HILA belum jelas pada pasie-pasien kolangitis akut. Pada umumnya
diperlukan kolangiografi pada kebanyakan kasus untuk suatu diagnosis yang akurat dan
perencanaan pengobatan. Visualisasi langsung dari saluran empedu dilakukan dengan
cara PTC (Percutaneous Transhepatic Cholangiography) atau ERCP (Endoscopic
Retrograde Cholangio Pancreatography).
Pemilihan PTC atau ERCP tergantung pada adanya fasilitas tersebut dan
kemampuan melaksanakannya. Pada umumnya mula-mula dilakukankolangiografi
melalui ERCP dan apabila gagal dilakukan PTC.
Penatalaksanaan
Setiap pasien dengan ikterus apapun penyebabnya yang disertai dengan demam
haruslah diwaspadai akan keberadaan kolangitis akut.
Tindakan utama adalah melancarkan aliran bilier untuk mengatasi infeksi serta untuk
memperbaiki fungsi hati, dan pemberian antibiotika yang adekuat. Melancarkan aliran bilier bisa
dilakukan secara operatif atau non operatif yakni per endoskopi atau perkutan bilamana memiliki
fasilitas tersebut. Ekstraksi batu dengan endoskopi sesudah dilakukan sfingterotomi dilakukan
langsung sesudah dilakukan kolangiografi. Bilamana usaha pengeluaran batu empedu gagal,
mutlak pula dipasang pipa nasobilier untuk sementara sambil menunggu tindakan yang definitif.
3. KOLEDOKOLITIASIS
Definisi
Choledocholithiasis adalah adanya batu dalam saluran empedu dan merupakan
suatu kondisi umum dan bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Pada umumnya
komposisi utama batu adalah kolesterol.
Letak batu di saluran empedu yaitu di : saluran empedu utama atau di duktus
choledochus (choledocholithiasis), di saluran sistikus (sistikolitiasis) jarang sekali
ditemukan dan biasanya bersamaan dengan batu di dalam kandung empedu, dan di
saluran empedu intrahepatal (intrahepatolitiasis) atau hepatolitiasis.
Sebagian besar batu yang terletak di duktus choledochus berasal dari kandung
empedu, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran
empedu menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.
Choledocholithiasis biasanya disertai dengan kalkulus cholecystitis. Batu yang ada dapat
tunggal atau ganda, berbentuk bulat atau oval. Batu dapat terletak di ampula vateri.
48

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko
penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Namun,
sering menimbulkan gejala sumbatan sebagian (partial obstruction), dan menimbulkan
gejala kolik. Pada dasarnya dilatasi saluran empedu sangat bergantung pada berat atau
tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderita-penderita yang mengalami obstruksi
parsial baik disebabkan oleh batu duktus choledochus, tumor papilla vateri atau
cholangitis sklerosis, kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu
sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran yang berkala. Bila menimbulkan
gejala sumbatan, akan timbul tanda cholestasis ekstrahepatal. Di samping itu dapat terjadi
infeksi, timbul gejala cholangitis, dan cairan empedu menjadi kental dan berwarna coklat
tua (biliary mud). Dinding dari duktus choledochus menebal dan mengalami dilatasi
disertai dengan ulserasi pada mukosa terutama di sekitar letak batu dan di ampula vateri.
Insiden dan Epidemiologi
Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20%
penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit
ini menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia
dua dekade pertama. Namun, ada sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50
tahun yang menderita batu empedu kira-kira 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki.
Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita.
Insidensi batu empedu meningkat sering bertambahnya usia. Faktor ras dan familial
tampaknya berkaitan dengan semakin tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang
kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Batu saluran empedu primer lebih banyak
ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat.
Etiologi
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk
pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori
menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung
empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi
mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu
Anatomi dan Fisiologi
49

Kandung empedu normal berbentuk kista berdinding tipis menempel pada bagian
bawah dan medial dari lobus kanan hepar. Kadang-kadang intrahepatik. Duktus sistikus
berhubungan dengan kandung empedu dan bersama duktus hepatikus membentuk duktus
choledochus.7

Duktus choledochus berjalan ke arah kaudal akhirnya berhubungan dengan duktus


pankreatikus dan berakhir pada papilla vateri di dalam duodenum. Duktus pankreatikus
biasanya bergabung dengan duktus choledochus proksimal dari papilla. Kecuali distal,
duktus biliaris mempunyai jaringan elastik lain dari pada dinding otot. Di distal ada otot
(oddis) sphincter melibatkan duktus dalam area pendek tepat proksimal dari papilla.
Fungsi kandung empedu tempat penyimpangan dan pemekatan empedu.
Kontraksi kandung empedu dan relaksasi sphincter oddi diketengahi oleh hormon
cholecystokinin yang disebabkan oleh dinding duodenum sebagai reaksi dari lemak
intramural dan asam amino.
Patogenesis dan Tipe Batu Empedu
Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu :
1. Tipe kolesterol
2. Tipe pigmen empedu
3. Tipe campuran
Untuk batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor,
yaitu:

50

1) Batu kolesterol di mana komposisi kolesterol melebihi 70%. Terjadinya batu


kolesterol adalah akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan
hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu.
2) Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Cabilirubinate sebagai komponen utama. Tipe pigmen biasanya adalah akibat proses
hemolitik atau infestasi Escherichia coli atau Ascaris lumbricoides ke dalam empedu
yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin
dapat menjadi kristal kalsium bilirubin.
3) Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi.
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol :
1) hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu,
2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan
3) gangguan motilitas kandung empedu dan usus.
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu,
malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim -glucuronidase bakteri dan
manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien
di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak
terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glucuronidase
bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat
dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet
rendah protein dan rendah lemak.
Beberapa faktor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur,
hormon wanita, infeksi (cholecystitis), kegemukan, kehamilan, terapi hormon, kehilangan
berat badan yang cepat, penyakit crohn, trigliserida darah yang meningkat serta faktor
genetik.
Penatalaksanaan
Penderita choledocholithiasis yang mengalami kolik perlu diberi spasmoanalgetik
untuk mengurangi nyeri atau serangan kolik. Bila memperlihatkan peradangan, dapat
diberi antibiotik.
Selanjutnya batu perlu dikeluarkan, dapat secara pembedahan atau endoskopi
sfingterotomi.

Pembedahan

pengangkatan

batu

dari

duktus

choledochus

(choledocholitotomi), yang diharapkan dapat menyembuhkan sekitar 95% kasus. Karena


bila tidak dikeluarkan akan timbul serangan kolik dan peradangan berulangkali, yang
nantinya dapat memperburuk kondisi penderita. Batu di dalam saluran empedu
51

dikeluarkan dengan basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar
menuju lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan
melalui mulut bersama skopnya.
Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang
kandungan lemak tinggi. Manajemen terapi :
1. Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein.
2. Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut
3. Observasi keadaan umum dan pemeriksaan tanda vital
4. Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
5. Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)
Komplikasi
Choledocholithiasis paling sering disebabkan adanya obstruksi traktus biliaris.
Rata-rata 15% pasien choledocholithiasis, ditemukan batu pada salurannya. Komplikasi
cholelithiasis kadang-kadang dalam bentuk cholangitis, abses hati, pankreatitis atau
sirosis biliaris. Ditegakkannya sebuah diagnostik yang tepat merupakan penting sekali
sebelum diusahakan terapi dalam bentuk apapun.
Batu empedu dapat berdiam dengan tenang dalam kandung empedu dan tidak
menimbulkan masalah, atau dapat menyebabkan timbulnya komplikasi. Komplikasi yang
paling sering terjadi adalah infeksi kandung empedu (cholecystitis) dan obstruksi duktus
sistikus atau duktus choledochus. Obstruksi seperti ini dapat bersifat sementara,
intermiten, atau permanen. Kadang-kadang, batu dapat menembus dinding kandung
empedu dan menyebabkan peradangan hebat, sering menyebabkan terjadinya peritonitis,
atau menyebabkan ruptur dinding kandung empedu.
Prognosis
Pada choledocholithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya
kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya
komplikasi.

Jadi

prognosis

choledocholithiasis

tergantung

dari

ada/tidak

dan

berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu
yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun
demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan
biasanya sangat baik.

52

IV.

KERANGKA KONSEP

53

V.

KESIMPULAN
Ny. W, 42 tahun, menderita obstruksi jaundice et causa kolangitis, koledokolitiasis,

kolesistitis.

54

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W. A. Newman.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.
Ganong WF, 2003, Review of Med. Phys, 21sd Ed.,
Guyton A.C., and Hall JE. 2000. Textbook of Med. Phys, 10th Ed. Saunders Philadelphia.
Guyton A.C., and Hall. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC
Kumar V, Cotran R, Robbins S. Buku Ajar Patologi. 7th ed. Jakarta: EGC; 2000. p. 864-8.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. 2006. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dr. H. Y. Kuncara. 2009. Aplikasi klinis patofisiologi: Pemeriksaan dan manajemen, edisi
2.Jakarta : EGC.
Ginsberg, gregory C. Et al. 2012. Clinical Gastrointestinal Endoscopy. 2nd ed. Elsevier
Saunders.
Hadi, Sujono. 2013. Gastroenterologi. Bandung : PT. Alumni.
Isselbacher; Braunwald; dkk. 2014. Harrison : Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam , Ed. 13.
Jakarta : EGC.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik Ed. 10. Jakarta: EGC
Kumar; Cotran. 2012. Robbins : Buku Ajar Patologi, Ed.7. Jakarta : EGC.
Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah De Jong Ed. 3. Jakarta :EGC.
Tanto, Chris. 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Ed.4. Jakarta : Media Aesculapius.

55

Anda mungkin juga menyukai