Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN

TUTORIAL BLOK 17
SKENARIO B

DISUSUN OLEH

Kelompok Tutorial VI
Tutor : dr. Shalita Dastamur, SpB, SpBA
Dea Fisrtianty Hendarman
Nilam Siti Rahmah
Moulya Halisyah Cempaka
M. Tafta Zani
Jason Liando
Dedi Yanto Husada
Rismitha Andini
Risti Maulani Sindih
Rahma Putri Utami
Bella Bonita
Nina Vella Rizky
Ajeng Mutia Oktrinalida

(04011181320081)
(04011181320083)
(04011381320053)
(04011381320061)
(04011381320013)
(04011181320017)
(04011181320055)
(04011181320097)
(04011181320103)
(04011181320043)
(04011181320051)
(04011181320007)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
SRIWIJAYA
TAHUN PELAJARAN 2015-2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Illahi Robbi, karena berkat limpahan rahmat dan hidayahnya jua-lah
Penyusun bisa menyelesaikan tugas Laporan Tutorial ini dengan baik tanpa aral yang memberatkan.
Laporan ini disusun sebagai bentuk dari pemenuhan tugas Laporan Tutorial Skenario B yang
merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) di Fakultas
Kedokteran Universitas Sriwijaya, khususnya pada Blok 17 yaitu Blok Digestive Gastroenterohepatology.
Terima kasih tak lupa pula Kami haturkan kepada dr. Shalita Dastamur, SpB, SpBA, yang telah
membimbing dalam proses tutorial ini, beserta pihak-pihak lain yang terlibat, baik dalam memberikan
saran, arahan, dan dukungan materil maupun inmateril dalam penyusunan tugas laporan ini.
Penyusun menyadari bahwa laporan ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik yang
membangun sangat Kami harapkan sebagai bahan pembelajaran yang baru bagi Penyusun dan
perbaikan di masa yang akan datang.

Palembang, 10 April 2015


Penyusun

Kelompok Tutorial VI

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
SKENARIO B
I.

Klarifikasi Istilah

II.

Identifikasi Masalah

III.

Analisis Masalah

IV.

Hipotesis Masalah

V.

Analisa Klinis

VI.

Identifikasi Topik Pembelajaran (Learning Issue)


A. Matriks Identifikasi
B. Sintesis Masalah
1. Anatomi & Fisiologi Saluran Empedu
2. Penyakit Pada Empedu & Saluran Empedu

VII.

Kerangka Konsep

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

SKENARIO B
Ny.W , 42 tahun, dIbawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas yang hebat,
disertai demam dan menggiigil. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.W mengeluh nyeri di perut kanan atas
yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah
hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri . Sejak 1 minggu
sebelum masuk RS Ia juga mengeluh demam ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK
seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
Tanda vital ; TD : 110/70 mmHg, Nadi : 106x/menit, RR : 24x/menit, Suhu:390C
BB: 80 kg, TB : 158cm
Pemeriksaan Spesifik:
Kepala: Sklera Ikterik
Leher dan thoraks dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan kanan atas (+) -> Murphys sign
(+), hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu : sulit dinilai
Perkusi : Shifting dullness (-)
Ekstremitas : Palmar eritema (-), akrat pucat, edema perifer (-)
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin = Hb: 12,4g/dl: Ht: 36 vol%, Leukosit : 15.400/mm 3, Trombosit: 329.000mm3, LED :
77mm/jam
Liver Function Test = Bil.total :20,49 mg/dl, Bil.direk: 19.94, Bil. Indirek :0,55 mg/dl, SGOT : 29 u/l,
SGPT : 37u/l, fosfatase alkali :864 u/l.
Amilase : 40unit/L dan Lipase : 50 Unit/L

I. Klarifikasi Istilah
No
.
1.
2.
3.

4.
5.
6.

7.
8.
9.
10.
11.

12.
13.

II.

Istilah

Definisi

Menggigil
Nyeri

Gerakan involunteer sebagai respon terhadap demam.


Sensasi tidak menyenangkan yang terjadi akiba stimulasi saraf
bebas biasanya pada gangguan karena cidera.
Mual
Sensasi tidak menyenangkan yang secara samar mengacu pada
epigastrium dan abdomen, dengan
kecendrungan untuk
muntah.
BAB
seperti Feses yang berwarna pucat, biasanya karena bilirubin yang
dempul
tidak masuk ke saluran cerna
Sklera Ikterik
Perubahan warna jaringan atau pigmentasi kekuningan di
sclera (mukosa)
Murphys Sign
Tanda dari penyakit pada kantung empedu berupa gangguan
pada inhalasi pasien ketika tangan ditekan dalam area arcus
costae kanan.
Shifting dullness
Suara pekak yang berpindah-pindah saat perkusi akibat adanya
cairan.
Palmer eritema
Kemerah-merahan di telapak tangan akibat kongesti kapiler.
Edema perifer
Meningkatnya volume cairan di ekstraseluler pembuluh darah
perifer, biasanya terlihat pada bagian tungkai.
Liver function test Serangkaian pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai fungsi
hati.
Fosfatase Alkali
Enzim yang berada di berbagai jaringan dan sering mengalami
peningkatan pada injury terhadap jaringan tersebut sehingga
sering dijadikan indicator kerusakan jaringan.
Amilase
Enzim yang mengkatalisis hidrolisis zat tepung menjadi
senyawa yang lebih sederhana
Lipase
Enzim yang mengkatalisis pemecahan anion asam lemak dari
trigliserida atau fosfolipid

Identifikasi Masalah
Tabel Identifikasi Masalah
No.
Pernyataan
Problem
1.
Ny.W , 42 tahun, dubawa ke UGD RSMH karena mengalami
p
nyeri perut kanan atas yang hebat, disertai demam dan
menggiigil.
2.
Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.w mengeluh nyeri di perut kanan
p
atas yang menjalar sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai
mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah hebat bila makan
makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang

Concern
***

3.

4.

5.

nyeri .
Sejak 1 minggu sebelum masuk RS Ia juga mengeluh demam
ringan yang hilang timbul, mata dan badan kuning, BAK
seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatal-gatal.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos
mentis,
Tanda vital ; TD : 110/70 mmHg, Nadi : 106x/menit, RR :
24x/menit, Suhu:390C
BB: 80 kg, TB : 158cm
Pemeriksaan Spesifik:
Kepala: Sklera Ikterik
Leher dan thoraks dalam batas normal
Abdomen :
Inspeksi : Datar
Palpasi : Lemas, nyeri tekan kanan atas (+) -> Murphys sign
(+), hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu : sulit dinilai
Perkusi : Shifting dullness (-)
Ekstremitas : Palmar eritema (-), akrat pucat, edema perifer (-)
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin = Hb: 12,4g/dl: Ht: 36 vol%, Leukosit :
15.400/mm3, Trombosit: 329.000mm3, LED : 77mm/jam
Liver Function Test = Bil.total :20,49 mg/dl, Bil.direk: 19.94,
Bil. Indirek :0,55 mg/dl, SGOT : 29 u/l, SGPT : 37u/l, fosfatase
alkali :864 u/l.
Amilase : 40unit/L dan Lipase : 50 Unit/L

**

III. Analisis Masalah


1. Ny.W , 42 tahun, dubawa ke UGD RSMH karena mengalami nyeri perut kanan atas
yang hebat, disertai demam dan menggiigil.
a. Organ apa saja yang berada di regio kanan atas abdomen ?
Pada regio kanan atas abdomen terdapat lobus dextra hepar, kantung empedu,
duodenum, pankreas, colon ascendens, colon transversum, kelenjar suprarenal
kanan, dan ginjal kanan
b. Apa korelasi antara usia dan jenis kelamin terhadap keluhan yang dialami ?
Biasanya gambaran gangguan pada gallbladder dan salurannya disingkat
dengan 4F: Fertile, female, forties, fat.
Insidensi gangguan kantung empedu sering terjadi pada wanita akibat
perubahan hormonal, terutama estrogen, yang mempengaruhi pengeluaran cairan
empedu. Ny. W paling tidak memenuhi dua dari empat kriteria tersebut sehingga

faktor resikonya untuk menderita gangguan di saluran empedu dan kantung


empedu tinggi.
c. Bagaimana tipe nyeri pada kasus ini ?
Tipe nyeri pada kasus adalah nyeri kolik biliar (spasmodik) nyeri ini khas
pada kelainan yang disebabkan oleh obstruksi kandung empedu atau saat batu
empedu pada duktus cysticus bergerak ke hilir dan tersangkut pada duktus
koledokus.
Tipe nyeri lain yang dicurigai adalah nyeri visceral, dimana sumbatan batu
pada saluran empedu mengakibatkan lumen saluran terdistensi dan menyebabkan
nyeri pada peritoneum visceral. Lapisan peritoneal yang menutupi kapsul hati
juga menerima inervasi sensorik oleh N. Phrenicus (C3-C5) dari Plexus
Cervicalis sehingga Ny.W mengalami nyeri alih sampai ke area bahu kanan.
d. Bagaimana penyebab dan mekanisme nyeri perut kanan atas ?
Pada kasus, Ny. M menderita batu saluran empedu dan kolesistitis. Pada batu
saluran empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica
biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut
saraf yang menpersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus coeliacus
dan nervus splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri alih di kuadran kanan
atau atau daerah epigastrium (dermatome T7,8,9).
e. Apa saja gangguan yang bisa menyebabkan nyeri pada perut kanan atas ?
Nyeri perut kanan atas sering disebabkan oleh kolesistitis (radang empedu),
kolelitiasis, hepatitis, hepatoma, abses hepar, kelainan-kelainan pada pankreas,
dan juga penyakit pada usus besar. organ dan bagian tubuh yang ada di bagian
kanan atas, antara lain:

Empedu, kandung empedu


Hepar (hati)
Ginjal
Kaput pancreas
Duodenum
Diafragma sebelah kanan
Dengan demikian, apapun penyakit yang mengenai organ atau bagianbagian tubuh di perut sebelah kanan atas ini, dapat menyebabkan rasa nyeri
di perut kanan atas.
Batu Empedu. Kantung empedu itu letaknya dibawah hati di perut kanan
bagian atas. Batu dalam kandung empedu atau kolelitiasis dapat
menimbulkan rasa nyeri apabila batu bergerak ke dalam saluran empedu dan
menghambat aliran empedu, yang akan menyebabkan inflamasi (pembengkakan)
kandung empedu. Biasanya nyerinya terasa hebat, disertai dengan demam yang

tidak terlalu tinggi, mual dan muntah. Nah, inflamasi yang disebabkan oleh batu
empedu ini disebut dengan kolesistitis atau radang empedu. Faktor resiko
terjadinya batu empedu itu adalah wanita, subur, berumur 40 tahun ke atas, dan
4F (Female, Fertile, Forty, Fat).
Penyakit Hati. Mengingat hati terletak di perut kanan atas. Beberapa penyakit
hati dapat menyebabkan nyeri perut kanan atas. penyakit- penyakit itu antara
lain, fatty liver (perlemakan hati), kanker hati, abses hati, atau hepatitis akut.
Budd-Chiari syndrome, bekuan darah yang menghambat aliran vena yang
membawa darah dari hati ke vena cava inferior juga dapat menyebabkan nyeri
perut kanan atas.
Penyakit yang berasal dari lambung. Penyakit pada lambung (yang
seyogianya terletak di tengah dan agak ke kiri perut) dapat menimbulkan nyeri
yang menjalar ke perut kanan atas. Salah satunya adalah gastritis. Rasa nyeri
dapat disertai dengan mual, muntah, dan kurang nafsu makan. Ulkus peptikum
juga dapat menyebabkan nyeri yang menjalar ke kanan atas. nyeri biasanya
terjadi setelah makan atau pada malam hari. Kanker lambung juga dapat
menyebabkan nyeri perut kanan atas.
Penyakit pankreas. Pankreas terletak di bawah hati dan di belakang
lambung. Pankreas mengeluarkan enzim untuk membantu pencernaan, dan juga
mengeluarkan insulin yang diperlukan untuk penyerapan glukosa ke dalam sel
dan jaringan. Penyakit pada pankreas dapat menyebabkan nyeri perut kanan atas.
Penyakit pada pankreas antara lain, kanker pankreas, pankreatitis akut atau
kronis. Pankreatitis akut dapat menyebabkan nyeri yang hebat.
Penyakit pada paru-paru. Terutama apabila terjadi yang namanya efusi
pleura, atau disebut dengan nyeru pleuritik. Misalnya, terjadi pneumonia maka
akan adanya inflamasi lapisan paru-paru, yakni lapisan pleura, yang
kemudian dapat menjalar ke diafragma (otot yang memisahkan perut bagian atas
dan paru-paru). Inilah yang dapat menyebabkan nyeri pada perut bagian atas.
Penyakit ginjal. Penyakit-penyakit pada ginjal, baik itu batu ginjal atau
infeksi pada ginjal juga dapat menyebabkan nyeri perut kanan atas. Namun,
kalau disebabkan oleh penyakit ginjal, nyerinya lebih cenderung di bagian
belakang,
f. Bagaimana penyebab dan mekanisme demam dan mengigil ?
Mekanisme demam kurang lebih sama seperti pada kasus demam lainnya
dimana pada Ny.W diduga memiliki cholesistitis / peradangan pada kantung
empedu karena infeksi. Bila terinfeksi oleh bakteri maka sel imun akan beraksi
sehingga tersekresilah zat pirogen seperti IL-1 . BIla IL-1 tersekresi maka akan
merangsang di sekeresikannya asam arakhidonat oleh sel hipotalamus yang
dimana akan membentuk prostalglandin. Bila prostalglandin terbentuk maka
dapat merubah set point suhu normal di hipotalamus sehingga lebih tinggi dari

normal dan hal itu dapat menyebabkan demam. Reaksi fisiologis dari tubuh
untuk mencapai suhu yang baru itu adalh dengan shivering dimana melakukan
aktivitas otot secara tidak sadar untuk mendapatkan suhu interna lebih.
g. Bagaimana hubungan antar keluhan pada kasus ?
Korelasi antar-keluhan timbul sebagai akibat dari obstruksi oleh batu
empedu. Obstruksi ini dapat menimbulkan bakterimia dan menginduksi
terjadinya reaksi infeksi inflamasi sehingga menimbulkan gejala seperti yang ada
pada kasus. Selain itu, gejala yang timbul juga sebagai salah satu mekanisme
kompensasi tubuh.

2. Sejak 1 minggu sebelum masuk RS Ia juga mengeluh demam ringan yang hilang
timbul, mata dan badan kuning, BAK seperti teh tua, BAB seperti dempul, dan gatalgatal.
a. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari demam ringan yang hilang timbul ?
Infeksi
Infeksi oleh bakteri, virus, jamur, maupun parasit dapat menyebabkan
terjadinya demam.
Non infeksi
Penyakit autoimun dan adanya keganasan juga bisa menyebabkan terjadinya
demam.
Fisiologis
Seperti adanya dehidrasi, suhu yang terlalu tinggi, dan pasca imunisasi juga
bisa menyebabkan demam.
Mekanisme:
Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat
menimbulkan iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan
dinding duktus sistikus dan striktur. Inflamasi yang terjadi akan memicu
neutrofil dan sel-sel radang secara kemotaksis. Neutrofil dan sel-sel radang
akan memicu messenger untuk mengaktifkan sel-sel lain pada system imun
kita. Messenger yang bereaksi adalah Interleukin (IL), dan interferon. Yang
paling banyak adalah IL-1. IL-1 memicu hipotalamus untuk meningkatkan
suhu dan memicu keluarnya fosfolipase yang akan mengubah fosfolipid
menjadi asam arakidonat yang akan memicu keluarnya Prostaglandin (PG).
Efek keluarnya prostaglandin akan mempengaruhi kerja thermostat di
hipotalamus. Hal ini akan menyebabkan kerja thermostat naik yang
menyebabkan kenaikan suhu. Disinilah terjadinya demam. Demam ringan
hilang timbul karena proses inflamasi masih ringan dan belum terjadi sepsis.

b. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari mata dan badan kuning ?


Penyebab dari mata dan badan kuning adalah karena terjadinya obstruksi dan
inflamasi sistem hepatobilier. Ini mengakibatkan gangguan metabolisme
bilirubin sehingga terjadinya akumulasi bilirubin yang melebihi dari kadar
normal yang dapat dilihat pada pemeriksaan fisik yaitu mata dan badan berwarna
kuning.Gejala ikteus sering muncul terlebih dahulu pada mata karena pada sklera
banyakakan jaringan elastin dan sedikit pembuluh darah yang memiliki afinitas
yang tinggi terhadap bilirubin.
c. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari BAK seperti teh tua ?
BAK seperti teh tua disebabkan oleh terdapatnya bilirubin direk didalam
urin. Terdapatnya sumbatan pada aliran empedu pada kasus ini akan
menyebabkan dilatasi progresif dari duktus biliaris intrahepatik dan tekanan
intrabilier pun akan turut meningkat. Akibatnya akan terjadi regurgitasi bilirubin
direk kealiran darah sistemik dan dieksresikan melalui urin
d. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari BAB seperti dempul?
Dalam kondisi normal, bilirubin terkonjugasi yang telah diproses oleh
hepatosit akan disalurkan ke duodenum melalui saluran empedu. Selanjutnya
bakteri usus akan mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi sterkobilin atau
urobilinogen. Sterkobilin inilah yang mewarnai feses sehingga berwarna kuning
kecoklatan.Feses berwarna dempul menunjukkan tidak adanya sterkobilin.Dalam
kasus ini, terjadi obstruksi saluran empedu komunis yang menyebabkan bilirubin
terkonjugasi tidak dapat disalurkan ke duodenum sehingga tidak terjadi
pewarnaan feses oleh sterkobilin.
e. Bagaimana klasifikasi warna BAB ?
Warna tinja hijau
Hal ini disebabkan karena waktu transit kotoran yang sangat singkat di dalam
kolon, sehingga proses pewarnaan kotoran menjadi sangat singkat dan
mengahsilkan warna kehijauan, proses ini bisa disebabkan karena adanya
infeksi bakteri atau gaya hidup vegetarian dimana zat klorofil tidak dapat
dicerna dan ikut terbawa bersama kotoran.

Warna tinja kuning


Hal ini mengindikasikan terdapat banyak kandunga lemak di dalam tinja,
berkaitan dengan gaya hidup diet tinggi lemak sehingga lemak yang berlebih
akan di keluarkan bersama tinja.

Warna tinja merah

Warna tinja yang merah terang mengindikasikan adanya perdarahan pada


bagian lower GI track, sedangkan warna merah yang kehitaman
mengindikasinkan adanya perdarahan pada bagian upper GI track.

Warna tinja putih keabu-abuan atau dempul


Warna tinja yang seperti dempul mengindikaiskan terjadi kerusakan baik
intrahepatik atau posthepatk (obstruksi saluran empedu). Hal ini terjadi jika
bilirubin tidak mampau mewarnai feses.

f. Bagaimana penyebab dan mekanisme dari gatal-gatal ?


Garam empedu berperan sebagai pruritogen. Pada saat terjadi obstruksi,
garam empedu akan ke aliran darah dan mempengaruhi saraf. Pruritogen
menyebabkan ujung serabut saraf C pruritoseptif teraktivasi. Serabut saraf C
tersebut kemudian menghantarkan impuls sepanjang serabut saraf sensoris.
Terjadi input eksitasi di Lamina-1 kornu dorsalis susunan saraf tulang belakang.
Hasil dari impuls tersebut adalah akson refleks mengeluarkan transmiter yang
menghasilkan inflamasi neurogenik (substansi P, CGRP, NKA, dll). Setelah
impuls melalui pemrosesan di korteks serebri, maka akan timbul suatu perasaan
gatal dan tidak enak yang menyebabkan hasrat untuk menggaruk bagian tertentu
tubuh.
g. Bagaimana hubungan antar keluhan pada kasus ?
Batu yang tadinya di kantong empedu turun ke duktus koledokus
Obstruksi total Bilirubin meningkat Badan kuning, Mata kuning. BAK
seperti teh tua
Pada kasus ini kemungkinan terjadi pembentukkan batu empedu pada
kandung empedu terlebih dahulu (batu sekunder) atau terjadi pembentukkan batu
pada ductus intrahepatik (batu primer). Kemudian dua bulan yang lalu, batu
empedu tersebut ikut mengalir bersama cairan empedu mengyumbat di ductus
cysticus yang akan menyebabkan cholesistitis dan kemudian berakhir dengan
menyumbat saluran empedu (duktus choleodocus), disebut juga
choledocolithiasis. Keadaan ini (cholesistitis) menyebabkan munculnya rasa
nyeri pada abdomen kuadran kanan atas dan semakin parah ketika memakan
makanan
berlemak
(karena
adanya
sumbatan
pada
saluran
empedu/choledocolithiasis sehingga saat ada makanan berlemak dan terjadi
kontraksi kantung empedu untuk mengeluarkan cairan empedu terjadilah
peningkatan peristaltik saluran yang mengakibatkan rasa nyeri hilang timbul).
Pada saat itu, kemungkinan sumbatannya masih parsial dan belum terjadi infeksi,
sehingga pada saat itu belum terjadi demam, menggigil, mata dan badan kuning,
perubahan pada feses dan urin. Pada saat ini, kemungkinan rasa sakit hanya
ditimbulkan dari perangsangan peritoneum visceralis dan belum mencapai
peritoneum parietalis (nyeri yang belum berat dan disertai nyeri alih). Kemudian
tanpa adanya terapi, pada 1 minggu yang lalu terjadi obstruksi total dan mulai
terjadi infeksi dan peradangan . Selanjutnya, karena tetap tidak ada terapi, infeksi

dan reaksi peradangannya menjadi lebih parah dan telah terjadi perangsangan
saraf pada peritoneum parietal (nyeri perut yang hebat).

3. Sejak 2 bulan yang lalu, Ny.w mengeluh nyeri di perut kanan atas yang menjalar
sampai ke bahu sebelah kanan dan disertai mual. Nyeri hilang timbul dan bertambah
hebat bila makan makanan berlemak. Biasanya Ny.W minum obat penghilang nyeri .
a. Bagaimana mekanisme obat penghilang nyeri ?
Mekanisme kerja obat analgetik merupakan sebuah mekanisme
fisiologis tubuh terhadap zat-zat tertentu. Obat analgetik bekerja di dua tempat
utama, yaitu di perifer dan sentral. Golongan obat AINS bekerja diperifer
dengan cara menghambat pelepasan mediator sehingga aktifitas enzim
siklooksigenase terhambat dan sintesa prostaglandin tidak terjadi. Sedangkan
analgetik opioid bekerja di sentral dengan cara menempati reseptor di kornu
dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan pelepasan transmitter
dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.
Prostaglandin merupakan hasil bentukan dari asam arakhidonat yang
mengalami metabolisme melalui siklooksigenase. Prostaglandin yang lepas ini
akan menimbulkan gangguan dan berperan dalam proses inflamasi, edema,
rasa nyeri lokal dan kemerahan (eritema lokal). Selain itu juga prostaglandin .
meningkatkan kepekaan ujung-ujung saraf terhadap suatu rangsangan nyeri
(nosiseptif).
Enzim siklooksigenase (COX) adalah suatu enzim yang mengkatalisis
sintesis prostaglandin dari asam arakhidonat. Obat AINS memblok aksi dari
enzim COX yang menurunkan produksi mediator prostaglandin, dimana hal ini
menghasilkan kedua efek yakni baik yang positif (analgesia, antiinflamasi)
maupun yang negatif (ulkus lambung, penurunan perfusi renal dan
perdarahan). Aktifitas COX dihubungkan dengan dua isoenzim, yaitu
ubiquitously dan constitutive yang diekspresikan sebagai COX-1 dan yang
diinduksikan inflamasi COX-2. COX-1 terutama terdapat pada mukosa
lambung, parenkim ginjal dan platelet. Enzim ini penting dalam proses
homeostatik seperti agregasi platelet, keutuhan mukosa gastrointestinal dan
fungsi ginjal. Sebaliknya, COX-2 bersifat inducible dan diekspresikan
terutama pada tempat trauma (otak dan ginjal) dan menimbulkan inflamasi,
demam, nyeri dan kardiogenesis. Regulasi COX-2 yang transien di medulla
spinallis dalam merespon inflamasi pemebdahan munkin penting dalam
sentisasi sentral.
b. Bagaimana mekanisme nyeri yang menjalar sampai ke bahu kanan atas ?
Rasa nyeri akan menyebar berdasarkan distribusi saraf dari segmen medula
spinalis yang mempersyarafi bagian organ yang terkena. Pada kasus ini, rasa
nyeri merupakan gejala kolik biliaris yang mendapat persyarafan dari segmen

dorsalis kedepan medulla spinalis sehingga akan turut dirasakan pada daerah
tepat dibawah angulus inferior scapulae kanan.
c. Bagaimana metabolisme makanan berlemak ?
Tahap pertama dalam pencernaan lemak adalah secara fisik memecahkan
gumpalan lemak menjadi ukurang yang sangat kecil, sehingga enzim perncernaa
yang larut air dapat bekerja pada permukaan gumpalan lemak. Proses ini disebut
emulsifikasi lemak, dan dimulai melalui pergolakan di dalam lambung untuk
mencampur lemak dengan produk pencernaan lambung.
Lalu, kebanyakan proses emulsifikasi tersebut terjadi di dalam duodenum di
bawah pengaruh empedu, sekresi dari hati yang tidak mengandung enzim
pencernaan apapun. Akan tetapi, empedu mengandung sejumlah besar garam
empedu juga fosfolipid lesitin. Keduanya, tetapi terutama lesitin, sannga penting
untuk emulsifikasi lemak. Gugus-gugus polar dari garam empedu dan molekumolekul lesitin sangat larut air, sedangkan sebagian besar sisa gugus-gugus
molekul keduanya sangat larut-lemak. Oleh karena itu, gugus yang laurt lemak
dari secret hati ini terlarut dalam lapisan permukaan gumpalan lemak, sedangkan
gugus polarnya menonjol. Penonjolan gugus polar selanjutnya terlarut dalam
cairan berair di sekitarnya, sehingga sangat menurunkan tegangan antar
permukaan lemak dan membuat lemak tersebut ikut terlarut. Bila tegangan antar
permukaan gumpalan cairan yang tidak bercampur ini rendah, cairan yang tidak
bercampur ini, melalui pengadukan, dapat dipecah menjadi banyak partikel yang
sangat halus secara jauh lebih mudah daripada bila tegangan antar permukaannya
tinggi. Akibatnya, fungsi utama garam empedu dan lesitin, terutama lesitin,
dalam empedu dalah untuk membuat gelembung lemak siap untuk dipecah oleh
pengadukan dengan air di dalam usus halus. Kerja ini sama seperti yang terjadi
pada banyak deterjen yang dipakai pada kebanyakan pembersih rumah tangga
untuk membersihkan noda kotoran.
Empedu + pengadukan

Lemak

Lemak teremulsi

Lipase pankreas

Lemak teremulsi
monogliserida

Asam lemak dan 2-

Setiap kali diameter gumpalan lemak secara signifikan diturunkan sebagai akibat
pengadukan pada usus halus, daerah permukaan lemak total meningkat berlipatlipat. Enzim lipase merupakan senyawa yang larut air dan dapat menyerang
gumpalan lemak hanya pada permukaanya. Akibatnya dapat dimengerti betapa
pentingnya fungsi deterjen garam empedu dan lesitin untuk pencernaan lemak.

Setelah lemak teremulsi dengan makanan lainnya di lambung maka selanjutnya


akan dicerna oleh enzim lipase yang ada di pancreas menjadi asam lemak bebas
dan 2-monogliserida. Setelah dalam bentuk yang kecil tersebut maka akan larut
bersama misel dari garam empedu. Misel tersebut menstranspor lemak tadi ke
permukaan mikrovili brush border sel usus dan lemak segera berdifusi masuk ke
sel epitel pencernaan.

d. Mengapa pada kasus ini Ny.W merasa nyeri yang hilang-timbul apabila makan
makanan yang berlemak ?
Rasa nyeri hilang-timbul dan menjalar kebahu kanan yang semakin hebat bila
makan makanan berlemak yang dialami Nyonya W pada rentang waktu 2 bulan
sebelum beliau pergi berobat ke RSMH merupakan gejala kolik biliaris.
Makanan berlemak yang masuk kedalam usus halus akan merangsang
pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum. Hormon ini akan
menghasilkan kontraksi kantung empedu yang sangat kuat, menurunkan
relaksasi sphincter Oddi, meningkatkan sekresi empedu hati yang pada akhirnya
berujung pada peningkatan aliran kantung empedu keduodenum. Terdapatnya
sumbatan / obstruksi pada duktus koledokus akan menyebabkan usaha yang
berlebihan yang dilakukan oleh tubuh sehingga nyeri akan terasa.
e. Bagaimana penyebab dan mekanisme mual pada kasus ?
Batu empedu yang beralih ke duktus sistikus menyebabkan obstruksi duktus
sistikus. Obstruksi ini akan menyebabkan inflamasi dan edema dari kandung
empedu sehingga terjadi penekanan dan menyebabkan pasien mual.
f. Mengapa nyeri yang dialami Ny.W disertai dengan mual ?
Nyeri yang dialami oleh Ny.W akan mengirimkan impuls iritatif (traktus
gastrointestinal) dan akan diterusakan menuju pusat muntah. Di pusat muntah
sendiri tepatnya di daerah medulla oblongata akan terjadi pengenalan secara
sadar terhadap eksitasi bawah sadar rangsangan (hanya pemaparan impuls).
Karena saling berkaitan, bisanya muntah sering diawali oleh mual.

4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis,
Tanda vital ;

TD : 110/70 mmHg, Nadi : 106x/menit, RR : 24x/menit, Suhu:390C

BB: 80 kg, TB : 158cm


Pemeriksaan Spesifik:
Kepala: Sklera Ikterik

Leher dan thoraks dalam batas normal


Abdomen :

Inspeksi : Datar
Palpasi

: Lemas, nyeri tekan kanan atas (+) -> Murphys sign

(+), hepar dan lien tidak teraba, kandung empedu : sulit dinilai
Perkusi : Shifting dullness (-)
Ekstremitas : Palmar eritema (-), akrat pucat, edema perifer (-)

a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal pada pemeriksaan fisik ?


- Tampak sakit sedang
Interpretasi abnormal. Hal ini tampak sakit sedang merupakan hasil
dari pemeriksaan inspeksi, dan hasil pemeriksaan ini lebih bersifat subjektif
tergantung pemeriksa. Namun kemungkinan dikatakan sakit sedang karena
penderita masih dapat melakukan aktivitas pribadi selama tidak ada serangan
kolik biliaris, namun seluruh tubuh tampak kuning dan butuh istirahat
- Nadi
Pada pemeriksaan fisik Ny. W, didapatkan hasil pemeriksaan fisik nadi
106 x/menit. Hasil ini menunjukkan bahwa Ny. W mengalami takikardi, hal ini
disebabkan karena adanya infeksi yang menyerang sistem hepatobilier.
- Suhu
Adanya batu pada saluran empedu aliran cairan empedu menjadi
terhambat penumpukan cairan empedu pada kandung dan saluran empedu
tekanan pada kandung empedu meningkat dan menjadi tempat yang
potensial untuk perkembangan bakteri difagositosis oleh sel-sel radang
terjadi pelepasan IL-1 dan TNF alfa mempengaruhi pusat pengaturan suhu
di hipotalamus febris (390 C)
- IMT
IMT Ny. W adalah 32. Ini termasuk obesitas dan masuk dalam kategori
obesitas kelas II.
-Sklera Ikterik
Sklera Ikterik merupakan temuan fisik yang abnormal. Skelra ikterik terjadi
akibat meningkatkan kadar bilirubin direk dalam darah sehingga bilirubin sampai
ke jaringan, terutama bagian mukosa mata (yang mudah diamati) dan
menimbulkan pigmentasi warna kekuningan. Peningkatan kadar bilirubin direk di
dalam darah merupakan akibat dari obstruksi saluran empedu sehingga bilirubin
tidak dapat disalurkan secara normal dan diabsorbi kembali ke dalam darah.

-Palpasi : lemas, nyeri kanan atas -> Murphys Sign


Pada obstruksi duktus yang lanjut, nyeri kolisistitis bisa persisten untuk
beberapa jam bahkan beberapa hari. Jika proses inflamasi berlanjut dan
melibatkan permukaan serosa dari vesica felea (gallbladder), maka peritoneum
parietal yang didekatnya teriritasi. Sehingga, nyeri menjadi lebih kuat dan lebih
terlokalisasi dengan jelas pada kuadran kanan atas. Pergerakan dari gallbladder
yang mengalami inflamasi melawan peritoneum parietal selama bernafas akan
dihalangi selama inspirasi yang dalam. Hal ini ditandai dengan murphys sign
positif pada saat pemeriksaan.
Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus
berpindah ke ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total statis
terjadi inflamasi nyeri tekan saat pemeriksaan Murphys Sign
-Akral pucat
Batu empedu di kandung empedu menyumbat ductus syscticus
berpindah ke ductus choledocus (gerakan peristaltik) obstruksi total
regurgitasi bilirubin sirkulasi kulit di ekstremitas (akral) akral kuning
(pucat).
b. Bagaimana cara pemeriksaan kantung empedu ?
a. Ultrasonografi/USG
Pemeriksaan batu empedu yang biasa dilakukan adalah dengan USG
(ultrasonografi). Pemeriksaan standar ini berguna untuk melihat lokasi
keberadaan batu empedu pada hati dan kandung empedu.
Selain itu, metode ini akan membantu dokter melihat apakah juga terjadi
penyumbatan, infeksi atau ruptur pada kandung empedu. Keakuratan pemeriksaan
ini mencapai 95 persen.
Apalagi, jika pemeriksaan dilakukan saat penderita sedang mengeluhkan
gejalanya. Selain biaya yang relatif lebih murah, keunggulan metode ini adalah
tidak adanya efek samping. Sedangkan, kelemahan metode pemeriksaan ini
adalah kesulitan untuk melihat batu jika letaknya berada di saluran dan muara
saluran empedu.
b. Endoscopic Retrograde Cholangio-Pancreatography/ERCP
Metode ERCP digunakan untuk memastikan keberadaan batu, terutama pada
duktus koledokus. Prosedurnya dilakukan dengan memasukan pipa lentur melalui
mulut menuju lambung dan usus dua belas jari.

Setelah mencapai usus dua belas jari, pipa kecil (kanula) dimasukkan menuju
duktus koledokus setelah sebelumnya, zat kontras iodium disemprotkan ketika
pipa berada di pintu masuk duktus koledokus.
Bila keberadaan batu ditemukan dalam duktus koledokus, batu akan langsung
dikeluarkan saat itu juga. Karena itu, selain bersifat diagnostik, ERCP juga
bersifat terapi. Inilah keunggulan utamanya.
Meski begitu, dengan kemajuan yang pesat di bidang radiologi diagnostik,
pemeriksaan Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) lebih
sering digunakan untuk menggantikan metode ERCP sehingga kini, ERCP sering
dilakukan guna terapi saja.
c. Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography/MRCP
Magnetic Resonance Cholangio-Pancreatography (MRCP) merupakan
pemeriksaan pencitraan yang menggunakan resonansi gelombang
elektromagnetik. Pemeriksaan ini bisa mendeteksi batu di kandung empedu dan
saluran empedu dengan sangat baik, bahkan apabila ada kanker pada saluran
empedu.
Tingkat keakuratan metode pemeriksaan ini mencapai 90% dan relatif aman.
Sayangnya, biaya pemeriksaan ini terbilang cukup mahal.
d. Pemeriksaan CT Scan
Pemeriksaan CT Scan yang dilakukan akan memperlihatkan lebih detail lagi
mengenai keberadaan batu, ada atau tidaknya sumbatan, dan pelebaran saluran
empedu serta berbagai komplikasi yang terjadi seperti peradangan maupun
kandung empedu yang pecah (ruptur). Sayangnya, metode pemeriksaan ini lebih
mahal dibandingkan metode pemeriksaan dengan USG.
e. Hepatobilliary Scan/HIDA
HIDA scan sebenarnya tidak secara spesifik diperuntukkan untuk mendeteksi
keberadaan batu empedu, namun hanya digunakan untuk memastikan apakah
terjadi penyumbatan di duktus sistikus atau tidak, baik itu karena adanya batu
maupun peradangan.
Selain itu, dengan metode ini, dokter dapat memastikan bagaimana fungsi
ekskresi hati Anda, misalnya untuk mengetahui apakah ada gangguan dalam
proses pengeluaran garam empedu atau tidak.
Sebagai tambahan, selain berbagai metode pemeriksaan baru empedu di atas,
pemeriksaan laboratorium juga dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang

guna mendeteksi kondisi lain akibat adanya batu seperti radang, gangguan fungsi
hati, gangguan fungsi pankreas dan lainnya.

c. Bagaimana cara pemeriksaan Murphys sign ?


Tanda Murphy (Murphys sign) dapat ditemukan dengan metode
palpasi. Pada pemeriksaan palpasi, penguji meraba bagian kanan subcostal, dan
pasien diinstruksikan untuk mengambil nafas panjang. Hal ini menyebabkan
vesica felea bergerak menurun akibat dari tekanan cavum thorax, dan penguji
dapat merasakan pergerakannya. Gerakan ini akan menimbulkan rasa sakit pada
pasien, yang berarti tanda Murphy bernilai positif. Rasa sakit ini akan
menimbulkan inspiratory arrest, suatu refleks menahan nafas akibat rasa sakit.
Hal ini terjadi karena adanya sentuhan antara kandung empedu yang
mengalami inflamasi dengan peritoneum abdomen selama inspirasi dalam yang
dapat menimbulkan reflek menahan nafas karena rasa nyeri. Bernafas dalam
menyebabkan rasa yang sangat nyeri dan berat beberapa kali lipat walaupun
tanpa tekanan/palpasi pada pasiendengan inflamasi akut kandung
empedu.Pasien dengan kolesistitis biasanya tampak kesakitan dengan manuver
ini dan mungkinakan terjadi penghentian mendadak dari inspirasi (menarik
nafas) ketika kandung empedu yang terinflamasi tersentuh jari pemeriksa.
d. Bagaimana anatomi dari hepatobiliaris dan hubungannya dengan saluran cerna ?
Empedu disekresikan oleh sel-sel hepar, disimpan, dan dipekatkan di dalam
vesica biliaris, kemudian dikeluarkan ke duodenum. Duktus biliaris hepatis
terdiri atas duktus hepaticus dexter dan sinister, ductus hepaticus communis,
ductus choledochus, vesica biliaris dan ductus cysticus.
Cabang-cabang interlobulare ductus choledochus terkecil terdapat di dalam
canalis hepatis; cabang-cabang ini menerima canaliculi biliaris; cabang-cabang
ini saling berhubungan satu sama lain dan secara bertahap membentuk saluran
yang lebih besar, sehingga akhirnya pada porta hepatis membentuk ductus
hepaticus dexter dan sinister. Ductus hepaticus dexter mengalirkan empedu dari
lobus hepatis dexter dan ductus hepaticus sinister mengalirkan empedu dari lobus
hepatis sinister, lobus caudatus, dan lobus quadrates.
a. Ductus Hepaticus.
Ductus Hepaticus dexter dan sinister keluar dari lobus hepatis dexter dan
sinister pada porta hepatis. Keduanya segera bersatu membentuk ductus
hepaticus communis. Ductus ini panjangnya sekitar 4 cm dan berjalan turun di
pinggir bebas omentum minus. Duktus ini bergabung dengan ductus cysticus dari
vesica biliaris yang ada di sisi kanannya membentuk duktus choledochus.
b. Ductus Choledochus.

Panjang ductus ini sekitar 8 cm. Pada bagian pertama perjalannya, ductus ini
terletak di pinggir bebas kanan omentum minus, di depan foramen epiploicum.
Disini ductus choledochus terletak di pinggir kanan vena portae hepatis dan pada
sisi kanan arteria hepatica. Pada bagian kedua perjalanannya, duktus terletak di
belakang pars superior duodenum di sebelah kanan arteria gastroduodenalis.
Pada bagian ketiga perjalanannya, ductus terlteak di dalam sulcus yang terdapat
pada fascia posterior caput pancreatic. Di sini ductus choledochus bersatu
dengan ductus pancreaticus.
Ductus ini berakhir dibawah dengan menembus dinding medial pars descenden
duodenum kira-kira di pertengahan panjangnya. Biasanya ducts choledochus
bergabung dengan ductus pancreaticus, dan bersama-sama bermuara ke dalam
ampulla kecil di dinding duodenum, yaitu ampulla hepatopancreatica. Ampulla
ini bermuara ke dalam lumen duodenum melalui sebuah papilla kecil, yaitu
papilla duodeni mayor. Bagian terminal kedua ductus beserta ampulla dikelilingi
oleh seraut otot sirkuler yang diebut musculus sphincter ampullae. Kadangkadang, ductus choledochus dan ductus pancreaticus bermuara ke dalam
duodenium pada tempat yang berbeda.
c. Vesica Biliaris.
Adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan bawah
hepar. Vesica biliaris mmpunyai kemampuan menampung empedu sebanyak 3050 ml dan menyimpannya, serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi
air. Kantong ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu fundus, corpus, dan collum.
Fundus vesica biliaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah
margoinferior hepar. Corpus vesica biliaris terletak dan berhubungan dengan
fascia visceralis hepar dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum vesica
biliaris melanjutkan diri menjadi ductus cysticus, yang berbelok ke dalam
omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis
untuk membentuk ductus choledochus.

d. Ductus Cysticus.
Panjang ductus ini sekitar 8 cm dan menghubungkan collum vesica biliaris
dengan ductus hepaticus communis untuk membentuk ductus choledochus.
Biasanya ductus ini berbentuk seperti huruf S dan berjalan turun dengan jarak
yang
bervariasi
pada
pinggir
bebas
kanan
omentum
minus.

5. Pemeriksaan Lab
Darah Rutin = Hb: 12,4g/dl: Ht: 36 vol%, Leukosit : 15.400/mm3, Trombosit:
329.000mm3, LED : 77mm/jam
Liver Function Test = Bil.total :20,49 mg/dl, Bil.direk: 19.94, Bil. Indirek :0,55
mg/dl, SGOT : 29 u/l, SGPT : 37u/l, fosfatase alkali :864 u/l.
Amilase : 40unit/L dan Lipase : 50 Unit/L
a. Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari pemeriksaan lab ?
- Leukosit
- Leukositosis (Nilai normal : 5.000-10.000). Peningkatan leukositosis pada
kasus ini dianggap sebagai tanda adanya infeksi.
-

LED
LED (Laju Endap Darah) pada kasus Ny.W meningkat (Nilai Normal 0
20 mm/jam). Peningkatan LED ini diakibatkan karena peningkatan jumlah
sel khususnya sel darah putih (leukosit) akibat reaksi inflamasi yang dialami
oleh Ny.W

Bil total
Adanya obstruksi pada ductus choledokus bilirubin terkonjugasi tidak
dapat masuk ke duodenum menumpuk di hati regurgitasi cairan-cairan
empedu ke sistemik, dalam hal ini termasuk bilirubin terkonjugasi
peningkatan bilirubin konjugasi dan bilirubin total di dalam plasma

Bil direk
Bilirubin direk yang meningkat disebabkan oleh terdapatnya obstruksi posthepatic akibat adanya suatu sumbatan berupa batu pada duktus koledokus.
Sumbatan ini akan menyebabkan regurgitasi balik bilirubin direk kedalam
darah sistemik sehingga terjadilah kongesti.

ALP / Alkaline Fosfatase (


Fosfatase alkali dibuat oleh membran kanalikular hepar dan
disekresikan bersama cairan empedu. Jika terjadi obstruksi total pada duktus
koledokus cairan empedu beserta fosfatase alkali tidak dapat disekresikan
kedalam duodenum regurgitasi ke sistemik peningkatan fosfatase alkali

b. Mengapa bilirubin indirek tidak meningkat padahal bilirubin direk dan total
meningkat ?
Bilirubin indirek tidak meningkat dikarenakan tidak terdapat gangguan baik
dalam hal perombakan heme dan ambilan oleh hati terhadapnya.

c. Dimana kemungkinan lokasi kerusakan / abnormalitas pada kasus Ny.W ?


Keabnormalitasan pada kasus Ny. W berasal dari obstruksi saluran oleh batu
empedu yang dihasilkan di dalam kandung empedu dan menyumbat duktus
cysticus, seiring dengan gerak peristaltic (gravitasi), batu terdorong ke arah distal
sampai menyumbat duktus koledokus.
d. Apa indikasi dari pemeriksaan kadar amylase dan lipase ?
Amilase dan lipase adalah enzim yang berasal dari pancreas. Peningkatan
kadar enzim ini mengindikasikan adanya kerusakan pada pancreas. Lipase dan
amilase dapat meningkat dalam 2-12 jam pada pankratitis akut, namun lipase
dapat meningkat 14 hari setelah episode akut, dimana mailase serum kembali
normal setelah kira-kira 3 hari. Lipase berguna untuk diagnosis akhir pankreatitis
akut.
e. Apa indikasi dari pemeriksaan SGOT dan SGPT ?
Pemeriksaan Serum Glutamic Oxaloasetic Trannsaminase (SGOT) dan
Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) yang merupakan enzim intrasel
yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan skelet. Enzim ini dilepaskan
dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadinya perubahan
permeabilitas sel). Oleh karena itu, pemeriksaan enzim ini digunkana untuk
menilai fungsi hati yang bisanya meningkat pada kerusakan sel hati dan pada
keadaan lain, terutama infark miokardium.

f. Apa perbedaan dari kolesistitis, kolelitiasis , koledokolitiasis dan


kolangitis/koledokitis ? (lokasi obstruksi, gejala)
Kolesistitis dan kolangitis mengacu pada peradangan di sistem bilier.
Kolesistitis terjadi di kantung empedu dan kolangitis terjadi di saluran empedu.
Gejala klinis yang umum dari keduanya adalah nyeri perut kanan atas disertai
mual dan muntah. Gejala lain yang mengikuti adalah jaundice karena kedua
penyakit ini biasanya terjadi akibat obstruksi (terutama karena batu empedu).
Bedanya adalah kolesistitis biasa diawali dengan kolik bilier sehingga nyerinya
sering disebut colicky baru konstan, dan kolangitis lebih sering ditemukan
dengan demam (90% kasus). Trias Charcot digunakan untuk kolangitis dan
menyatakan tiga gejala penting adalah nyeri RUQ, jaundice, dan demam. Bila
mengalami septic shock maka ditambahkan penurunan kesadaran dan hipotensi.
Kolelitiasis dan koledokolitiasis sama sama berarti pembentukan batu.
Bedanya kolelitiasis mengacu pada pembentukan batu di dalam kantung empedu
dan koledokolitiasis adalah pembentukan batu di saluran empedu. Keduanya
biasanya tidak menimbulkan gejala (70%) namun apabila ada gejala maka

manifestasinya serupa dengan kolesistitis yaitu nyeri perut kanan atas, mual
muntah, disertai dengan jaundice. Pada koledokolitiasis, obstruksi lebih hebat
sehingga jaundice lebih kuat (kadar bilirubin direk meningkat tinggi).
Koledokolitiasis juga adalah kegawatdaruratan sehingga manajemennya sering
kali adalah dengan operasi.

Lab

WBC

Transaminases
(AST/ALT)
Bilirubin
(conjugated)
Alkaline
phosphatase
Amylase/lipase

IV.

Laboratory Studies in Biliary Tract Disease


Cholelithiasi
Choledocholithiasi
Acute
s
s
cholecystiti
s
Normal
Normal
Normal
or (if
septic)
Normal or
Normal or slightly
Normal or
slightly
slightly
Normal

Normal or
slightly
Normal or

Normal or
slightly
slightly
Normal
Normal
Normal

Cholangiti
s
Normal
or (if
septic)

Normal or
slightly

Hipotesis Masalah
Ny.W mengalami obstruksi di duktus koledokus.

V.
Analisa Klinis
1. Bagaimana cara menegakkan diagnosis Ny. W?
Anamnesis: mual, muntah, demam, nyeri di abdomen kuadran kanan atas dan midepigastrium yang berat, menetap, dan menyebar sampai ke bahu kanan atas.

Pemeriksaan fisik: nyeri tekan di abdomen kuadrah kanan atas, tanda Murphy positif,
palpasi vesika felea bisa positif, pemeriksaan sklera dan dinding atas cavum oris.

Evaluasi laboratorium: jumlah leukosit meningkat, bilirubin dan AP meningkat positif,


amilase meningkat positif (bahkan tanpa adanya pankreatitis).
Pemeriksaan diagnostik tambahan:
-

Foto polos abdomen


Ultrasonografi (USG)

Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP)


Magnetic Resonance Cholangiopancreaotography (MRCP)
Percutaneus Transhepatik Cholangiography (PTC)
Percutaneus Transhepatic Billiary Drainage (PTBD)
CT-Scan

2. Apa diagnosis kerja pada kasus ini?


Ny.W mengalami icterus obstruktif suspek koledokolitiasis dengan komplikasi
kolangitis dan kolesistitis
3. Apa diagnosis banding pada kasus ini?
Beberapa diagnosis banding pada kasus ini adalah pankreatitis akut, keganasan
pada hati (kolangokarsinoma, Ca caput pankreas, Ca vesica fellea, limfoma maligna)
4. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ini ?
Pemeriksaan Serum Glutamic Oxaloasetic Trannsaminase (SGOT) dan Serum
Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) yang merupakan enzim intrasel yang
terutama berada di jantung, hati, dan jaringan skelet. Enzim ini dilepaskan dari
jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadinya perubahan permeabilitas sel).
Oleh karena itu, pemeriksaan enzim ini digunkana untuk menilai fungsi hati yang
bisanya meningkat pada kerusakan sel hati dan pada keadaan lain, terutama infark
miokardium.

ANALISIS KLINIS
4. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ini ?
Pencitraan
- Foto polos abdomen
- Pemeriksaan ultrasonografi
- Kolesistografi
- Penataan hati dengan HIDA
- Computed Tomografi (CT)
- Percutaneous Transhepatic Cholangiographi (PTC)
- Endoscopic Retrograde Cholangio-pancreatography (ERCP)

5. Bagaimana etiologi kasus?


Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling
penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan
empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.Sementara itu, komponen utama

dari batu empedu adalah kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Jika cairan
empedu menjadi jenuh karena kolesterol, maka kolesterol bisa menjadi tidak larut dan
membentuk endapan di luar empedu.
Batu pada koledokolitiasis dapat berasal dari kandung empedu yang bermigrasi dan
menyumbat di duktus koledukus, atau dapat jugaberasal dari pembentukan batudi duktus
koledukus sendiri.
6. Bagaimana epidemiologi kasus?
Kolesistitis lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria, dan banyak terjadi
setelah usia 40 tahun. Prevalensi meningkat seiring bertambah usia, prevalensi pada
perempuan berkulit putih dua kali lebih besar dibandingkan laki laki. Pengaruh
esterogen (kontrasepsi dan kehamilan ) meningkatkan penyerapan dan sintesis
kolesterol dalam empedu sehingga meningkatkan angka terjadinya batu kandung
empedu.
Epidemiologi batu empedu di Amerika Serikat cukup tinggi sekitar 10-20% orang
dewasa ( 20 juta orang). Setiap tahunnya bertambah sekitar 13 % kasus baru dan
sekitar 13% nya dari penderita kandung empedu menimbulkan komplikasi . Kira
kira 500.000 orang yang menderita simptom batu empedu atau batu empedu dengan
komplikasi dilakukan kolesistektomi. Batu empedu bertanggung jawab pada 10.000
kematian per tahun. Di Amerika Serikat, ditemukan pula sekitar 20003000 kematian
disebabkan oleh kanker kandung empedu dan sekitar 80% dari kejadian penyakit batu
empedu disertai dengan kolesistitis kronik. Sedangkan, epidemiologi di Indonesia
belum dapat diketahui.
7. Bagaimana faktor resiko kasus?
Obesitas
Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes melitus tipe 2,
hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol hepatik yang
kemudian mengakibatkan kadar kolesterol dalam kandung empedu tinggi. Kadar
kolesterol dalam kandung empedu yang tinggi dapat mengurangi garam empedu
serta mengurangi kontraksi atau pengosongan kandung empedu sehingga
meningkatkan resiko terjadinya kolelitiasis.
Obat-obatan
Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam empedu.Obatobat clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi kolesterol melalui sekresi
empedu dan tampaknya meningkatkan resiko terjadinya batu kolesterol
empedu.Sedangkan obat-obat dari analog somatostatin dapat dapat mengurangi
pengosongan kandung empedu.
Kehamilan

Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar
progesteron tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu yang
mengakibatkan retensi memanjang dan konsentrasi tinggi bile dalam kandung
empedu.
Kandung empedu statis
Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan terlalu lama
puasa setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan penurunan berat
badan yang berlebihan.
Keturunan
Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%.Batu empedu terjadi 1 sampai 2
kali lebih umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang Amerika
keturunan Meksiko.Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian, kelaziman batu
empedu mencapai lebih dari 80%.Perbedaan-perbedaan ini mungkin
dipertanggungjawabkan oleh faktor-faktor genetik (yang diturunkan).
Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat sedikit
penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu dengan semakin
bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkanbatuempedu,
sehinggapadausia 90 tahunkemungkinannyaadalah satu dari tiga orang.
Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu kandung
empedu, sementara di Italia 20 % wanitadan 14 % laki-laki. Sementara di Indonesia
jumlahpenderitawanitalebihbanyak dari pada laki-laki.
Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal)mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan
dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
Penyakit usus halus.

Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,


diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi
untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang melewati intestinal.
Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung
empedu.
8. Bagaimana manifestasi klinis kasus?
Umumnya kolelitiasis tidak menimbulkan manifestasi yang nyata. Namun
kolelitiasis sekunder (atau ekstrahepatik) umumnya lebih sering terjadi gangguan.
Komplikasi yang biasa timbul adalah nyeri perut kanan atas, mual muntah, dan icterus.
Obstruksi yang ringan atau parsial menimbulkan gejala yang sering disebut kolik
bilier (meliputi nyeri perut kanan atas dan mual muntah terutama saat makan makanan
berlemak). Progresi dari kolik bilier adalah kolesistitis yang ditandai dengan nyeri yang
lebih hebat dan menjalar, serta jaundice. Perlu diketahui bahwa semakin meningkat
obstruksinya maka jaundice pada pasien akan semakin parah. Apabila kadar bilirubin
>5mg/dl maka perlu dipikirkan lokasi obstruksi di CBD.
9. Bagaimana patogenesis kasus?
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan
kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu. Hati
berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis
dalam hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan
kembali ke dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke
semua sel jaringan tubuh.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam
empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi
kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi
mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal
kolesterol monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan
menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat
jenuh dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori
dan pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan
penumpukan di dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk
menghasilkan cairan empedu. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.
Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu yaitu
supersaturasi kolesterol, pembetukan inti kolesterol dan disfungsi kandung empedu;

1. Supersaturasi kolesterol
Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22% fosfolipid
(terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3% bilirubin.18 Terbentuknya batu
empedu tergantung darimkeseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin.
Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu, akan
membuat kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi
kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu.
Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu juga
meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati mensintesis kolesterol
lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi (menurunkan sintesis garam empedu)
menyebabkan supersaturasi kolesterol.
2. Pembentukan inti kolesterol
Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar dalam
proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol baru dapat
dimetabolisme didalam usus dalam bentuk terlarut air. Dan empedu memainkan peran
tersebut. Kolesterol diangkut dalam bentukmisel dan vesikel. Misel merupakan agregat
yang berisi fosfolipid (terutama lesitin), garam empedu dan kolesterol. Apabila saturasi
kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam bentuk vesikel. Vesikel ibarat sebuah
lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya kolesterol
dapat terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan lingkarannya, sehingga
disebut sebagai vesikel berlapis-lapis (vesicles multilamellar). Pada akhirnya, di dalam
kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung
menjadi vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin akan membentuk
Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem
(disatukan) oleh protein empedu membentuk batu kolesterol.
3. Penurunan fungsi kandung empedu
Menurunnya kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu,
memudahkan seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang
melemah akan menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang
di produksi di kandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu
tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin
pekat sehingga semakin menyulitkan proses pengosongancairan empedu. Bila daya
kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung empedu tersebut sudah ada
Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum. Beberapa
kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu hipomotilitas,
parenteral total (menyebabkan aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera
medulla spinalis dan diabetes melitus.
10. Bagaimana patofisiologi kasus?
Sumbatan pada CBD menyebabkan gagalnya sekresi empedu ke dalam duodenum.
Tanpa ekskresi empedu, bilirubin tidak dapat disalurkan ke tubuh dan menimbulkan
gangguan emulsi lemak, pewarnaan urin, dan pewarnaan feses. Warna urin menjadi

gelap seperti teh tua akibat bilirubin direk yang diekskresikan langsung ke dalam urin,
dan feses berwarna dempul karena tidak terbentuknya sterkobilin sebagai pewarna.
Adapun kegagalan ekskresi empedu ke duodenum bisa menyebabkan penumpukan
bakteri di dalam kantung dan saluran empedu. Bakteri yang lewat biasanya bisa
langsung diekskresikan ke duodenum dan tidak bersarang di kantung empedu, namun
bila menumpuk bisa menjadi sumber infeksi terutama di daerah sekitar obstruksi.
Obstruksi juga mengganggu kerja sistem imun hepatobilier dan menurunkan kadar IgE
(yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh) akibat tekanan yang tinggi di
dalam saluran empedu.
11. Bagaimana penatalaksanaan farmako dan non farmako pada kasus?
Farmakologi:
Terapi cairan dengan cairan kristaloid dan nutrisi
Antibiotika sistemik
Analgetik (NSAID)
Non Farmakologi:
Pembedahan
Bed rest
Diet rendah lemak
Terapi Non Bedah
Terapi pengobatan untuk batu empedu, digunakan sendiri atau dikombinasikan,
sebagai berikut :
- Terapi garam empedu oral (Ursodeoxycholic acid)
Ursodeoxycholic acid diindikasikan untuk batu empedu nonkalsifikasi radio
lucent dengan diameter lebih kecil dari 5 mm ketika kolesistektomi tidak dapat
dilakukan. Ursodeoxycholic acid bekerja sebagai penekan sintesis dan sekresi
kolesterol hepatik serta penghambat absorpsi intestinal. Efek penghambat
sintesis dan sekresi asam endogenous bile kedalam bile tidak mengganggu
sekresi fosfolipid kedalam bile. Ursodeoxycholic acid juga bekerja dengan
mendispersi kolesterol menjadi cairan kristal di aquous media. Secara
keseluruhan efek dari UDCA adalah untuk meningkatkan level konsentrasi
pada saat saturasi kolesterol terjadi.
- Litolisis dengan asam empedu peroral
Asam ursodeoksikolat (AUDK) telah digunakan untuk pelarutan batu empedu.
Asam empedu ini menekan sintesis kolesterol di hati dengan menghambat
hidroksimetil glutaril CoA (HMG-CoA) reduktase dan meningkatkan aktivitas
dari 7a-hidroksilase sehingga meningkatkan sintesis empedu. AUDK juga
menurunkan absorpsi/reabsorpsi kolesterol di usus dan memperpanjang waktu
nukleasi dari empedu.
Efek samping: Diare, bersifat hepatotoksik pada fetus sehingga kontra
indikasi pada ibu hamil.
-

Extracorporeal shockwave lithotripsy (ESWL)

ESWL merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan


atau pemasukan alat kedalam tubuh pasien. Teknik ini dapat dilakukan untuk
empedu batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal
atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3
batu.

b.

Terapi bedah
Terdapat beberapa tindakan bedah yang dapat dilakukan untuk terapi batu empedu,
yaitu:
- Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatgraphy (ERCP)
ERCP merupakan suatu prosedur yang dilakukan dengan cara kolangiografi
dan pankreatografi langsung secara retrograde. Melalui kanulasi dari papila
vateri disuntikan kontras kedalam saluran bilier atau pankreas.
- Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan
kolelitiasis simptomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi
adalah cedera duktus biliaris. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi
adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
- Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya
kolesistitis akut. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur
konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan pasien
dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah
yang belum terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan
dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat
terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
c. Nutrisi
- Rendah lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna.

Cukup kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori
dikurangi.
Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak.
Intake banyak cairan untuk mencegah dehidrasi.

12. Bagaimana komplikasi penyakit pada kasus?


o Ganggren
o Perforasi
o Empiema kandung empedu
o Peritonitis
o Hepatorenal syndrome
o Pankreatitis
o Severe sepsis sampai septic shock
o Kolangitis
o Kegagalan hati

13. Bagaimana prognosis pada kasus?


Dubia ad bonam.
14. Bagaimana tindakan preventif pada kasus?
Karena dalam kasus ini penyebab ikterusnya adalah choledokolitiasis maka tindakan
preventif nya adalah untuk mengehindari terjadinya kolelitiasis
a) membatasi makanan berlemak
b) memperbanyak makanan berserat untuk mencegah pembentukan batu empedu
lebih lanjut.
c) Bila kelebihan berat badan, menurunkan berat badan secara bertahap sangat
penting untuk mencegah dan meminimalkan keluhan batu empedu.
d) Tidak makan sebelum tidur. Karena Makanan kecil sebelum tidur dapat
menaikkan garam empedu dalam kandung empedu.
Membiasakan minum kopi dan makan kacang-kacangan. Selain berbagai manfaat
lainnya ada beberapa bukti bahwa kopi bisa mengurangi risiko mengembangkan batu
empedu, setidaknya pada orang berusia 40 hingga 75 tahun. Dalam sebuah studi
pengamatan yang melacak sekitar 46.000 dokter laki-laki selama 10 tahun, mereka yang
minum dua sampai tiga cangkir kopi berkafein setiap hari mengurangi risiko
pengembangan batu empedu sampai 40%. Dalam studi lain, konsumsi kacang tanah atau
kacang-kacangan lainnya juga berhubungan dengan risiko yang lebih rendah untuk
kolesistektomi.

15. Bagaimana SKDI pada kasus ini?


SKDI pada kasus adalah 3B.

Lulusan Dokter mampu membuat diagnosis klinis dan memberikan terapi pendahuluan
pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan
atau kecacatan pada pasien. Lulusan Dokter mampu menentukan rujukan yang paling
tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan Dokter juga mampu menindaklanjuti
sesudah kembali dari rujukan.

VI. Identifikasi Topik Pembelajaran (Learning Issue)


A. Matriks Identifikasi
Topik

What I know

Anatomi &
Fisiologi Saluran
Empedu

Definisi

Penyakit Empedu
dan Saluran
Empedu

Drfinisi

What I dont know


Korelasi antarorgan
dan mekansime
kompensasi yang
terjadi apabila
terdapat cedera
Patogenesis penyakit,
dan terapi

What I have to
prove
Posisi anatomi
organ dan fungsi
organ
Etiologi dan
manifestasi klinis

How I will
learn
Kamus
kedokteran
KBBI
Jurnal
Internet
Textbook

B. Sintesis Masalah
I. Anatomi dan Fisiologi dari Saluran Empedu
Anatomi Apparatus Billiaris

Apparatus billiaris merupakan suatu system yg terdiri atas vesica fellea, ductus hepaticus,
ductus cysticus, dan ductus choledocus.
Vesica fellea
Merupakan suatu kantung berbentuk spt pear yg
terletak di fossa visceralis di facies visceralis
hepatis. Vesica fellea memiliki ukuran panjang
sekitar 8cm dan memiliki volum 40-50cm.
Vesica fellea terletak di cavum abdomen pada
regio hipokondrium/ hipokondriaka dextra.
Vesica fellea memiliki syntopi pd impressio
biliaris pd facies visceralis lobus hepatis dexter.
Morfologi Vesica Fellea
Vesica fellea memiliki bagian fundus, corpus, dan collum.
Fundus vesica fellea menonjol di margo inferior hepar. Proyeksi nya terletak pd
perpotongan tepi lateral dr m. rectus abdominis (MRA) dan pertengahan dr arcus costa
dextra. Corpus dari vesica fellea bersentuhan dg facies visceralis hepar kearah
superoposterior sinistra. Sedangkan collum dr vesica fellea melanjut sbg ductus cysticus
yg berjalan dalam omentum minus dan akan bersatu dg ductus hepaticus communis dan
membentuk ductus choledocus/ ductis billiaris.

Vesica fellea berfungsi utk menyimpan cairan billiaris yg diproduksi oleh sel hepatosit,
utk kemudian nantinya akan diregulasi ke dalam lumen duodenum utk mengemulsikan
lemak.
Vaskularisasi Vesica Fellea

Vesica fellea divaskularisasi oleh a. cystica yg merupakan cabang dr R.dexter a. hepatica


propria, yg merupakan cabang dr a. hepatica propria, yg merupakan cabang dr a. hepatica
communis, yg merupakan cabang dr truncus coeliacus/ triple hallery yg dicabangkan mll
aorta abdominalis setinggi Vertebrae Thoracal XII Vertebrae Lumbal I. Sedangkan utk
aliran vena nya, mll v. cystic yg akan bermuara ke v. portae hepatis.
Innervasi Vesica Fellea
Vesica fellea diinnervasi secara parasimpatis oleh truncus vagalis anterior (cabang dr n.
Vagus/ n. X), dan persarafan simpatis nya oleh n. spinalis segmen thoracal VI-X.
Ductus hepaticus

Ductus hepaticus dextra et sinistra keluar dr hepar mll porta hepatis, lalu akan bersatu
membentuk ductus hepaticus communis. Ductus hepaticus communis berukuran sekitar 4
cm, dan berjalan di tepi bebas omentum minus. Ductus hepaticus communis akan bersatu
dg ductus cysticus utk membentuk ductus choledocus (billiaris).
Ductus cysticus
Ductus cysticus berukuran sekitar 4cm, berbentuk spt huruf S dan berjalan pd tepi bebas
di kanan dr omentum minus. Ductus cysticus ini menghubungkan antara collum vesica
fellea dg ductus hepaticus communis utk nantinya bersatu membentuk ductus choledocus
(biliaris). Mukosa dr ductus cysticus menonjol berbentuk lipatan spiral yg disebut dg
plica spiralis/ valvulla heister/ valvulla spiralis. Fungsi dr valvulla ini yaitu utk
memperkuat dinding dr ductus cysticus dan jg utk membantu agar lumen dr ductus
cysticus ttp terbuka.
Ductus Choledocus (Billiaris)
Ductus choledocus berukuran sekitar 8cm dan merupakan penyatuan dr ductus cysticus
dan ductus hepaticus communis.
Ductus choledocus pertama terletak pada tepi bebas kanan dr omentum minus di depan
dari foramen epiploica winslow, di depan tepi kanan dr v. portae hepatis dan di sebelah
kanan dari a. hepatica communis. Selanjutnya ductus choledocus terletak di belakang dr
duodenum pars superior, di kanan dari a. gastro duodenalis. Lalu melanjut shg terletak
pada permukaan posterior dari caput
pancreas. Selanjutnya ductus choledocus akan
bersatu dengan ductus pancreaticus major
(ductus wirsungi) dan akan bermuara pada
dinding posteromedial dari pertengahan
duodenum pars descendens, pada suatu lumen
kecil mll papilla duodeni major. Bagian
terminal dari ampulla vater dikelilingi oleh
serabut sirkular yg dikenal sebagai sphincter
oddi.
Mekanisme pengaliran cairan empedu
Hepatosit -> canaliculi billiaris -> ductus
hepaticus dextra et sinistra -> ductus
hepaticus communis -> ductus cysticus -> vesica fellea (empedu dipekatkan dan
disimpan) -> jika ada makanan (lemak) dlm duodenum -> hormon CCK
(CholeCitoKinin) -> kontraksi vesica fellea dan relaksasi sphincter oddi -> ductus
cysticus -> ductus choledocus -> ampulla vater -> papilla duodeni major -> duodenum
pars descendens

Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di
dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan
elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin
yang larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama dalam
empedu) dan dibuang ke dalam empedu.2,7
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktu makan, empedu
disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tidak dapat segera masuk ke
duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus
dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan pembuluh darah
mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam kandung empedu
kira-kira lima kali lebih pekat dibandingkan empedu hati.20,21
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan diantarkan ke
duodenum setelah rangsangan makanan.2 Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor,
yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus.
Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung
empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu
mengalir ke duodenum.3
Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum, yaitu kolesistokinin
(CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan kandung empedu, lemak
merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah dikenal terletak dalam otot polos
dari dinding kandung empedu. Pengosongan maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit
setelah konsumsi makanan. Empedu secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan
elektrolit, yang normalnya disekresi oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam
empedu, kolesterol, dan fosfolipid.7
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan hanya
sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu serangkaian
sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi. Sebagai
akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak, berperan
dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan
kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses
penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu
sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya
dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari tubuh.22
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan
kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik.22 Seluruh
garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap

sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam kolon,
bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok
ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja.22 Hanya sekitar 5% dari asam
empedu yang disekresikan dalam feses.

II. Penyakit Empedu dan Saluran Empedu


A. KOLELITIASIS
Pengertian Kolelitiasis
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian besar batu
empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.
Hati terletak di kuadran kanan atas abdomen di atas ginjal kanan, kolon, lambung,
pankreas, dan usus serta tepat di bawah diafragma. Hati dibagi menjadi lobus kiri dan
kanan, yang berawal di sebelah anterior di daerah kandung empedu dan meluas ke belakang
vena kava. Kuadran kanan atas abdomen didominasi oleh hati serta saluran empedu dan
kandung empedu. Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati.
Kandung empedu adalah sebuah kantung terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang
terbentuk primer di dalam saluran empedu.
Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran
balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa
mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat,
maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran.
Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh
lainnya.
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga
menyebabkan terjadinya statis dan dengan demikian menaikkan batu empedu. Infeksi dapat
disebabkan kuman yang berasal dari makanan. Infeksi bias merambat ke saluran empedu
sampai ke kantong empedu. Penyebab paling utama adalah infeksi di usus. Infeksi ini
menjalar tanpa terasa menyebabkan peradangan pada saluran dan kantong empedu sehingga
cairan yang berada di kantong empedu mengendap dan menimbulkan batu. Infeksi tersebut
misalnya tifoid atau tifus. Kuman tifus apabila bermuara di kantong empedu dapat
menyebabkan peradangan lokal yang tidak dirasakan pasien, tanpa gejala sakit ataupun
demam. Namun, infeksi lebih sering timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding
penyebab terbentuknya batu.

Anatomi dan Fisiologi Kandung Empedu

Anatomi
Kandung empedu bentuknya seperti kantong, organ berongga yang panjangnya
sekitar 10 cm, terletak dalam suatu fosa yang menegaskan batas anatomi antara lobus hati
kanan dan kiri.7 Kandung empedu merupakan kantong berongga berbentuk bulat lonjong
seperti buah advokat tepat di bawah lobus kanan hati. Kandung empedu mempunyai fundus,
korpus, dan kolum. Fundus bentuknya bulat, ujung buntu dari kandung empedu yang sedikit
memanjang di atas tepi hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu.
Kolum adalah bagian yang sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan
daerah duktus sistika.
Empedu yang disekresi secara terus-menerus oleh hati masuk ke saluran empedu
yang kecil dalam hati. Saluran empedu yang kecil bersatu membentuk dua saluran lebih
besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri yang
segera bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan
duktus sistikus membentuk duktus koledokus.
Fisiologi
Fungsi kandung empedu, yaitu:
a. Tempat menyimpan cairan empedu dan memekatkan cairan empedu yang ada di
dalamnya dengan cara mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan
elektrolit yang dihasilkan oleh sel hati.
b. Garam empedu menyebabkan meningkatnya kelarutan kolesterol, lemak danvitamin yang
larut dalam lemak, sehingga membantu penyerapannya dari usus. Hemoglobin yang
berasal dari penghancuran sel darah merah diubah menjadi bilirubin (pigmen utama
dalam empedu) dan dibuang ke dalam empedu.
Kandung empedu mampu menyimpan 40-60 ml empedu. Diluar waktU makan,
empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu. Empedu hati tida dapat segera
masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus empedu masuk ke
duktus sistikus dan ke kandung empedu. Dalam kandung empedu, pembuluh limfe dan
pembuluh darah mengabsorpsi air dari garam-garam anorganik, sehingga empedu dalam
kandung empedu kira-kira lima kali lebih pekat
dibandingkan empedu hati.
Empedu disimpan dalam kandung empedu selama periode interdigestif dan
diantarkan ke duodenum setelah rangsangan makanan.2 Pengaliran cairan empedu diatur
oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan
sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa, empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke
dalam kandung empedu. Setelah makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi,
dan empedu mengalir ke duodenum. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan
hormon duodenum, yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi
pengosongan kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK
telah dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan
maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu secara

primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi oleh
hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.
Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan
hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu
serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi.
Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan makanan.
Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,
berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang berasal
dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu meningkatkan
kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk membantu proses
penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus besar untuk membantu
menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu) dibuang ke dalam empedu
sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan, serta obat dan limbah lainnya
dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari
tubuh.
Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan dialirkan
kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi enterohepatik. Seluruh
garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak 10-12 kali/hari. Dalam setiap
sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam usus besar (kolon). Di dalam
kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur
pokok ini diserap kembali dan sisanya dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam
empedu yang disekresikan dalam feses.

Gambaran Klinis
Batu empedu tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke
dalam duktus sistikus atau duktus koledokus. Bilamana batu itu masuk ke dalam ujung
duktus sistikus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita. Apabila batu itu kecil, ada
kemungkinan batu dengan mudah dapat melewati duktus koledokus dan masuk ke
duodenum.
Batu empedu mungkin tidak menimbulkan gejala selama berpuluh tahun. Gejalanya
mencolok: nyeri saluran empedu cenderung hebat, baik menetap maupun seperti kolik bilier
(nyeri kolik yang berat pada perut atas bagian kanan) jika ductus sistikus tersumbat oleh
batu, sehingga timbul rasa sakit perut yang berat dan menjalar ke punggung atau bahu. Mual
dan muntah sering kali berkaitan dengan serangan kolik biliaris. Sekali serangan kolik
biliaris dimulai, serangan ini cenderung makin meningkat frekuensi dan intensitasnya.
Gejala yang lain seperti demam, nyeri seluruh permukaan perut, perut terasa melilit, perut
terasa kembung, dan lain-lain.

Komplikasi

a. Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat
oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu.
b. Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar
melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh
sebuah batu empedu.
c. Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.
Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang berkaitan dengannya.
Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus sehingga tidak dapat diisi
lagi empedu pada kandung empedu yang normal. Kolesistektomi bersifat kuratif.
d. Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat membahayakan jiwa
dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Lokasi Batu Empedu


Istilah kolelitiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di
dalam kandung empedu, saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Terbentuknya batu
empedu tidak selalu memunculkan gejala pada penderitanya. Gejala yang dirasakan pada
penderita batu empedu tergantung dari lokasi tempat batu empedu berada. Batu empedu
dapat masuk ke dalam usus halus ataupun ke usus besar lalu terbuang melalui saluran cerna
sehingga tidak memunculkan keluhan apapun pada penderitanya.
Jika tidak ditemukan gejala dalam kandung empedu, maka tidak perlu dilakukan
pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari
atau mengurangi makanan berlemak. Namun, jika batu kandung empedu menyebabkan
serangan nyeri berulang meskipun telah dilakukan perubahan pola makan, maka dianjurkan
untuk pemeriksaan lanjut. Batu empedu yang berada dalam kandung empedu bisa
bertambah besar dan berisiko menyumbat saluran empedu serta dapat menimbulkan
komplikasi (kolesistisis, hidrops, dan empiema). Kandung empedu dapat mengalami infeksi.
Akibat infeksi, kandung empedu dapat membusuk dan infeksi membentuk nanah. Bilamana
timbul gejala, biasanya karena batu tersebut bermigrasi ke saluran empedu. Batu empedu
berukuran kecil lebih berbahaya daripada yang besar. Batu kecil berpeluang berpindah
tempat atau berkelana ke tempat lain.
Nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada saluran empedu memiliki sensasi yang
hampir sama dengan nyeri yang muncul akibat penyumbatan pada bagian kandung empedu.
Apabila batu empedu menyumbat di dalam saluran empedu utama, maka akan muncul
kembali sensasi nyeri yang bersifat hilang-timbul. Lokasi nyeri yang terjadi biasanya
berbeda-beda pada setiap penderita, tetapi posisi nyeri paling banyak yang dirasakan adalah

pada perut atas sebelah kanan dan dapat menjalar ke tulang punggung atau bahu. Penderita
seringkali merasakan mual dan muntah. Peradangan pada saluran empedu atau yang disebut
dengan kolangitis dapat terjadi karena saluran empedu tersumbat oleh batu empedu. Jika
terjadi infeksi bersamaan dengan penyumbatan saluran, maka akan timbul demam.

Tipe Batu Empedu


a. Batu Empedu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kolesterol, dan sisanya adalah kalsium
karbonat, kalsium palmitit, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebihbervariasi
dibandingkan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung
empedu, dapat berupa soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau multifaset,
bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei.3,29 Batu Kolesterol terjadi kerena
konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam
darah cukup tinggi. Jika kolesterol dalam kantong empedu tinggi, pengendapan akan
terjadi dan lama kelamaan menjadi batu. Penyebab lain adalah pengosongan cairan
empedu di dalam kantong empedu kurang sempurna, masih adanya sisa-sisa cairan
empedu di dalam kantong setelah proses pemompaan empedu sehingga terjadi
pengendapan.
b. Batu Empedu Pigmen
Penampilan batu kalsium bilirubinat yang disebut juga batu lumpur atau batu pigmen,
tidak banyak bervariasi. Sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil- kecil, dapat
berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat, kemerahan, sampai hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu pigmen terjadi karena bilirubin tak
terkonjugasi di saluran empedu (yang sukar larut dalam air), pengendapan garam
bilirubin kalsium dan akibat penyakit infeksi.
c. Batu Empedu Campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (80%) dan terdiri atas kolesterol,
pigmen empedu, dan berbagai garam kalsium. Biasanya berganda dan sedikit
mengandung kalsium sehingga bersifat radioopaque.

Patogenesis
Empedu adalah satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluarkan kelebihan
kolesterol dari tubuh, baik sebagai kolesterol bebas maupun sebagai garam empedu.1 Hati
berperan sebagai metabolisme lemak. Kira-kira 80 persen kolesterol yang disintesis dalam
hati diubah menjadi garam empedu, yang sebaliknya kemudian disekresikan kembali ke
dalam empedu; sisanya diangkut dalam lipoprotein, dibawa oleh darah ke semua sel
jaringan tubuh.
Kolesterol bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air melalui agregasi garam
empedu dan lesitin yang dikeluarkan bersama-sama ke dalam empedu. Jika konsentrasi

kolesterol melebihi kapasitas solubilisasi empedu (supersaturasi), kolesterol tidak lagi


mampu berada dalam keadaan terdispersi sehingga menggumpal menjadi kristal-kristal
kolesterol monohidrat yang padat.
Etiologi batu empedu masih belum diketahui sempurna. Sejumlah penyelidikan
menunjukkan bahwa hati penderita batu kolesterol mensekresi empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol. Batu empedu kolesterol dapat terjadi karena tingginya kalori dan
pemasukan lemak. Konsumsi lemak yang berlebihan akan menyebabkan penumpukan di
dalam tubuh sehingga sel-sel hati dipaksa bekerja keras untuk menghasilkan cairan empedu.
Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum
dimengerti sepenuhnya.
Patogenesis batu berpigmen didasarkan pada adanya bilirubin tak terkonjugasi di
saluran empedu (yang sukar larut dalam air), dan pengendapan garam bilirubin kalsium.
Bilirubin adalah suatu produk penguraian sel darah merah.

Epidemiologi
Distribusi dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Orang
Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi orang
dewasa lebih tinggi. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggi di Negara Amerika Latin
(20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Batu empedu menimbulkan
masalah kesehatan yang cukup besar, seperti ditunjukkan oleh statistik AS ini:
a. Lebih dari 20 juta pasien diperkirakan mengidap batu empedu, yang total beratnya
beberapa ton.
b. Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap batu empedu per tahun, dengan dua
pertiganya menjalani pembedahan1
Kolelitiasis termasuk penyakit yang jarang pada anak. Menurut Ganesh et al dalam
pengamatannya dari tahun januari 1999 sampai desember 2003 di Kanchikamakoti Child
trust hospital, mendapatkan dari 13.675 anak yang mendapatkan pemeriksaan USG, 43
(0,3%) terdeteksi memiliki batu kandung empedu. Semua ukuran batu sekitar kurang dari 5
mm, dan 56% batu merupakan batu soliter. Empat puluh satu anak (95,3%) dengan gejala
asimptomatik dan hanya 2 anak dengan gejala (Gustawan, 2007).
Distribusi Dan Frekuensi Kolelitiasis Berdasarkan Tempat
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di Amerika Serikat.
Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas usia pubertas, sedangkan pada anak-anak
jarang. Insiden kolelitiasis atau batu kandung empedu di Amerika Serikat diperkirakan 20
juta orang yaitu 5 juta pria dan 15 juta wanita. Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu
kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan autopsy di
Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari penduduk negeri
Belanda mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase
penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50

%. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%. Di
Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian
batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai
keluhan.

Faktor risiko
a. Usia
Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang degan usia yang lebih muda.1,38 Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40
tahun mengidap batu empedu.39 Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu
semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
- Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
- Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.
- Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.40
b. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu.41,42 Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria
menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia,
walaupun umumnya selalu pada wanita.
c. Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk
terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam
kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi
kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk
menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol
yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat
mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat
badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis.
Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.

Pencegahan Kolelitiasis
Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah usaha mencegah timbulnya kolelitiasis pada orang sehat yang
memiliki risiko untuk terkena kolelitiasis. Pencegahan primer yang dilakukan terhadap
individu yang memiliki risiko untuk terkena kolelitiasi adalah dengan menjaga kebersihan
makanan untuk mencegah infeksi, misalnya S.Thyposa, menurunkan kadar kolesterol
dengan mengurangi asupan lemak jenuh, meningkatkan asupan sayuran, buah-buahan, dan
serat makanan lain yang akan mengikat sebagian kecil empedu di usus sehingga
menurunkan risiko stagnasi cairan empedu di kandung empedu , minum sekitar 8 gelas air
setiap hari untuk menjaga kadar air yang tepat dari cairan empedu.
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan dengan melakukan diagnosis dini terhadap penderita
kolelitiasis dan biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita kolelitiasis
agar dapat dilakukan pengobatan dan penanganan yang tepat. Pencegahan sekunder dapat
dilakukan dengan non bedah ataupun bedah. Penanggulangan non bedah yaitu disolusi
medis, ERCP, dan ESWL. Penanggulangan dengan bedah disebut kolesistektomi.
Penanggulangan Non Bedah
a. Disolusi Medis
Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif diantaranya
batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4 batu, fungsi kandung
empedu baik, dan duktus sistik paten.
b. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)
Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik dengan
melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini mulai berkembang sejak tahun 1974
hingga sekarang sebagai standar baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu.
Selanjutnya batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau
balon ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen duodenum
sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran empedu sulit (batu besar,
batu yang terjepit di saluran empedu atau batu yang terletak di atas saluran empedu
yang sempit) diperlukan beberapa prosedur endoskopik tambahan sesudah
sfingterotomi seperti pemecahan batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.
c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu dengan
gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa tahun yang lalu, analisis
biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur ini hanya terbatas pada
pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.
Penanggulangan Bedah

a. Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Kolesistektomi laparoskopik
Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan sekarang ini
sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik. Delapan puluh sampai
sembilan puluh persen batu empedu di Inggris dibuang dengan cara ini. Kandung
empedu diangkat melalui selang yang dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding
perut. Indikasi pembedahan batu kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya
keluhan bilier yang mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah
yang menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,
berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis akut
dibanding dengan batu yang lebih kecil. Kolesistektomi laparoskopik telah menjadi
prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung empedu simtomatik. Kelebihan yang
diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga
nyeri pasca bedah minimal. hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar
dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

Diagnosis Kolelitiasis
a. Anamnesis
Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul
tiba-tiba. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang
setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan
bertambah pada waktu menarik nafas dalam.
b. USG atau Pemeriksaan Ultrasonografi
USG ini merupakan pemeriksaan standard, yang sangat baik untuk menegakkan
diagnosa Batu Kantong Empedu. Kebenaran dari USG ini dapat mencapai 95% di
tangan Ahli Radiologi.
c. CT Scanning.
Pemeriksaan dengan CT Scanning dilakukan bila batu berada di dalam saluran
empedu.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Kadang-kadang diperlukan pemeriksaan ini apabila ada komplikasi sakit kuning.


e. Pemeriksaan laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik, umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Kenaikan ringan bilirubin serum terjadi akibat penekanan duktus
koledokus oleh batu, dan penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan perawatan paliatif dengan tujuan
mempertahankan kualitas hidup penderita dan memperlambat progresifitas penyakit dan
mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain. Pencegahan tersier dapat dilakukan dengan
memerhatikan asupan makanan. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat
(seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

Keluhan Penderita Kolelitiasis Berdasarkan Penatalaksanaan Medis


Indikasi paling umum untuk kolesistektomi (bedah) adalah adanya keluhan bilier yang
mengganggu atau semakin sering atau berat dan adanya komplikasi. Apabila tindakan
kolesistektomi tidak dilakukan, prosedur ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy),
ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography), disolusi medis
(penanggulangan dengan non bedah) dapat
diberikan sebagai alternatif.

Ukuran Batu Empedu Berdasarkan Penatalaksanaan Medis


Jika ukuran batu empedu sudah membesar, yakni sekitar 3-4 cm, sudah selayaknya batu itu
diangkat. Kalau ukuran batu besar, kandung empedu harus cepat diangkat dan segera
dibuang. Tapi, jika ukuran batu empedu masih tergolong kecil atau berkisar 2-3 mm,
langkah operasi pengangkatan kandung empedu tidak perlu dilakukan.

B. Kolesistitis
1. Kolesistitis Akut
Radang akut empedu (kolesistitis akut) adalah reaksi inflamasi akut dinding
kandung empedu yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan, dan
demam.
Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah stasis
cairan empedu, infeksi kuman, dan inskemia dinding kandung empedu. Penyebab
utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu yang terletak di duktus sistikus

yang menyebabkan stasis cairan empedu, sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa
adanya batu empedu (kolesistitis akut akalkulus) (Pridady dalam Sudoyo, 2009: 718).
Gejala Klinis
Keluhan yang agak khas untuk serangan kolesistitis akut adalah kolik perut
sebelah kanan atas, epigastrium, dan nyeri tekan, serta kenaikan suhu tubuh. Kadangkadang rasa sakit menjalar ke pundak atau skalpula kanan dan dapat berlangsung
sampai 60 menit tanpa reda. Pada pemeriksaan fisik teraba masa kandung empedu,
nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis lokal (Murphys sign). Pada 20% kasus
dijumpai ikterus, umummnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila
konsentrasi bilirubin tinggi, perlu dipikirkan kemungkinan adanya batu saluran
empedu ekstra hepatik (Pridady dalam Sudoyo, 2009: 718).
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya leukositosis serta kemungkinan
peninggian serum transaminase dan fosfatase alkali. Apabila keluhan nyeri bertambah
hebat disertai suhu tinggi dan menggigil serta leukositosis berat, kemungkinan terjadi
empiema dan perforasi kandung empedu perlu dipertimbangkan (Pridady dalam
Sudoyo, 2009: 718).
Diagnosis
Sebaiknya dikerjakan pemeriksaan USG secara rutin untuk memperlihatkan
besar, bentuk, penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran ekstra hepatik.
Penatalaksanaan
2. Kolesistitis Kronik
Kolesistitis Kronis adalah peradangan menahun dari dinding kandung empedu,
yang ditandai dengan serangan berulang dari nyeri perut yang tajam dan hebat.
Etiologi
Kolesistitis kronis terjadi akibat serangan berulang dari kolesistitis akut, yang
menyebabkan terjadinya penebalan dinding kandung empedu dan penciutan kandung
empedu. Pada akhirnya kandung empedu tidak mampu menampung empedu. Penyakit
ini lebih sering terjadi pada wanita dan angka kejadiannya meningkat pada usia diatas
40 tahun.
Faktor resiko terjadinya kolesistitis kronis adalah adanya riwayat kolesistitis
akut sebelumnya.
Gejala Kinis
Pridady (dalam Sudoyo, 2009: 719) mengatakan bahwa diagnosis kolesistitis
kronis sering sulit ditegakkan oleh karena gejalanya sangat minimal dan tidak
menonjol seperti dispepsia, rasa penuh di epigastrium dan nausea khususnya setelah
makan makanan berlemak tinggi, yang kadang-kadang hilang setelah bersendawa.
Riwayat penyakit batu empedu di keluarga, ikterus dan kolik berulang, nyeri lokal di
daerah kandung empedu disertai tanda Murphy positif, dapat menyokong penegakkan
diagnosis.
Diagnosis banding seperti intoleransi lemak, ulkus peptik, kolon spastik,
pankreatitis kronik dan kelainan duktus koledokus.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejala dan hasil dari pemeriksaan berikut:
CT scan perut

Kolesistogram oral
USG perut.
Pengobatan
Pada sebagian besar pasien kolesistitis kronik dengan atau tanpa batu empedu yan
simtomatik, dianjurkan untuk kolesistektomi. Keputusan untuk kolesistektomi agak
sulit untuk pasien dengan keluhan minimal atau disertai penyakit lain yang
mempertinggi resiko operasi (Pridady dalam Sudoyo, 2009: 719-720).
C. Kolangitis
Kolangitis adalah inflamasi pada sistem bilier akibat adanya infeksi dan hambatan
aliran empedu.
Epidemiologi
Secara epidemiologis, penyakit ini menunjukkan insidensi yang berbeda-beda di
seluruh dunia. Di Amerika Serikat kolangitis relatif jarang, dan kejadiannya sering
berhubungan dengan penyebab obstruksi dan baktibilia yaitu pada prosedur ERCP (13%) yang sering terjadi akibat injeksi zat kontras secara retrograd. Sedangkan di negaranegara lainnya, oriental cholangio-hepatitis sangat endemik di Asia Tenggara, Cina, dan
Taiwan. Dalam bentuk ini sering timbul "recurrent pyogenic cholangitis" dengan batu
intra & extrahepatal pada 70-80% pasien dan kolelitiasis pada 50-70% pasien.
Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin di dalam insidensi penyakit ini. Mayoritas
pasien berusia antara dekade ke-empat dan lima, serta pada usia yang lebih tua akan lebih
banyak disertai penyakit penyerta lainnya dan tingkat mortalitasnya pun lebih tinggi.
Secara ras terdapat perbedaan insidensi kolangitis. Namun hal ini ternyata lebih
disebabkan oleh pola makanan yang berbeda. Pada bangsa-bangsa di Eropa Utara,
Hispanik, Amerika, dan Pima Indian yang mempunyai kebiasaan untuk mengkonsumsi
diit tinggi lemak, maka kolangitis terjadi berhubungan dengan kolelitiasis yang
disebabkan oleh batu kolesterol. Sebaliknya pada bangsa-bangsa yang banyak
mengkonsumsi makanan tinggi serat seperti di Asia, maka penyebab kolangitis tersering
adalah batu primer pada ductus choledochus yang disebabkan oleh infeksi, stasis
empedu, striktur dan parasit ("recurrent pyogenic cholangitis").
Etiologi
Kolangitis dapat disebabkan oleh berbagai keadaan patologis yang semuanya akan
berakhir dengan stasis aliran cairan empedu dan akhirnya terjadi infeksi oleh bakteri
akibat adanya multiplikasi yang meningkat pada sistem bilier. Berbagai jenis etiologi
kolangitis yaitu sebagai berikut:
Choledocholithiasis
Striktur sistem bilier
Neoplasma pada sistem bilier
Komplikasi iatrogenik akibat manipulasi "CBD" (Common Bile Duct)
Parasit : cacing Ascaris, Clonorchis sinensis
Pankreatitis kronis
Pseudokista atau tumor pankreas
Stenosis ampulla Kista Choledochus kongenital atau penyakit Caroli
Sindroma Mirizzi atau Varian Sindroma Mirizzi
Diverticulum Duodenum

Patofisiologi
Dalam keadaan normal sistem bilier steril dan aliran cairan empedu tidak
mengalami hambatan sehingga tidak terdapat aliran balik ke sistem bilier. Kolangitis
terjadi akibat adanya stasis atau obstruksi di sistem bilier yang disertai oleh bakteria yang
mengalami multiplikasi. Obstruksi terutama disebabkan oleh batu "CBD" , striktur,
stenosis, atau tumor , serta manipulasi endoskopik "CBD". Dengan demikian pasase
empedu menjadi lambat sehingga bakteri dapat berkembang biak setelah mengalami
migrasi ke sistem bilier melalui vena porta, sistem limfatik porta ataupun langsung dari
duodenum. Oleh karena itu akan terjadi infeksi secara asenderen menuju duktus
hepatikus, yang pada akhirnya akan menyebabkan tekanan intrabilier yang tinggi dan
melampaui batas 250 mmH20. Oleh karena itu akan terdapat aliran balik empedu yang
berakibat terjadinya infeksi pada kanalikuli biliaris, vena hepatika dan limfatik
perihepatik, sehingga pada gilirannya akan terjadi bakteriemia yang bisa berlanjut
menjadi sepsis (25-40%). Apa bila pada keadaan tersebut disertai dengan pembentukan
pus maka terjadilah Kolangitis supurativa.
Terdapat berbagai bentuk patologis dan klinis kolangitis yaitu :
1) Kolangitis dengan kolesistitis
Pada keadaan ini tidak ditemukan obstruksi pada sistem bilier, maupun
pelebaran dari duktus intra maupun ekstra hepatal. Keadaan ini sering disebabkan oleh
batu "CBD" yang kecil, kompresi oleh vesica felea/ kelenjar getah bening/ inflamasi
pankreas, edema/ spasme sphincter Oddi, edema mukosa "CBD", atau hepatitis.
2) Acute Non Suppurative Cholangitis
Terdapat baktibilia tanpa pus pada sistem bilier yang biasanya disebabkan oleh
obstruksi parsial.
3) cute suppurative cholangitis
"CBD" berisi pus dan terdapat bakteria, namun tidak terdapat obstruksi total
sehingga pasien tidak dalam keadaan sepsis.
4) Obstructive Acute Suppurative Cholangitis
Di sini terjadi obstruksi total sistem bilier sehingga melampaui tekanan normal
pada sistem bilier yaitu melebihi 250 mmH20 sehingga terjadi bakterimia akibat
reflluk cairan empedu yang disertai dengan influks bakteri ke dalam sistem limfatik
dan vena hepatika.
Apabila bakteriemia berlanjut maka akan timbul berbagai komplikasi yaitu sepsis
berlarut, syok septik, gagal organ ganda yang biasanya didahului oleh gagal ginjal yang
disebabkan oleh sindroma hepatorenal, abses hati piogenik (sering multipel) dan bahkan
peritonitis. Jika sudah terdapat komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Beberapa kondisi yang memperburuk prognosis adalah sebagai berikut :
Faktor yang meningkatkan mortalitas :
Umur
Febris
Lekositosis
Syok Septik

Kultur darah (+)


Gangguan sistem phagositosis
Immunosuppresi
Adanya Neoplasma hepar
Obstruksi intrahepatal multipel
Penyakit hepar kronis
Abses hepar
Bakteriologi
Adanya infeksi bakteri merupakan hal yang penting di dalam patogenesis kolangitis.
Sesuai dengan rute infeksi yang telah diuraikan sebelumnya, maka jenis bakteri yang dapat
ditemukan pada kultur cairan empedu maupun darah adalah yang terbanyak berturut-turut
yaitu bakteri gram negatif, anaerob dan gram positif yang terutama berasal dari usus halus.
Kolesistitis
Kolangitis
Keduanya
Darah
Escherichia coli
31%
26%
44%
26 %
Enterococcus
18%
11%
13%
9%
Klebsiella spp
15%
12%
11%
14%
Pseudomonas spp
6%
5%
5%
9%
Enterobacter spp
2%
5%
4%
1%
Staphylococcus
0.3%
3%
3%
9%
Bacteriodes spp
3%
4%
4%
2%
Clostridium spp
2%
4%
3%
0.3%
Tabel Bakteriologi Kolangitis Akut (Toloza EM & Wilson SF. In: Fry DE (ed).
Surgical Infections 1995).
Faktor-faktor prediktor terjadinya baktibilia :
Umur > 60 tahun
Febris >37.30 C
Bilirubin Total > 8.6 mol/L
Lekositosis > 14.000/mm3
Episode cholecystitis akuta atau Kolangitis yang baru lalu
Kanulasi bilier atau prosedur by pass
Diabetes mellitus
Hyperamylasemia
Obesitas
Diagnosis
Diagnosis kolangitis akut dapat ditegakkan secara klinis yaitu dengan
ditemukannya "Charcots Triad" yang terdiri dari nyeri di kuadran kanan atas, ikterus dan
febris yang dengan/ tanpa menggigil. Namun demikian, kurang dari 50 % kasus
ditemukan ketiganya secara bersamaan. Adapun frekuensi gejala-gejala dan tanda-tanda
yang dapat ditemukan adalah :
Febris >38 C
: 87 - 90 %
Nyeri abdomen
: 40 %
Ikterus
: 65 %
Tidak ditemukannya ketiga tanda tersebut secara bersamaan terutama disebabkan
oleh obstruksi saluran empedu yang tidak komplit. Apabila keadaan penyakit menjadi

lebih berat yaitu disertai oleh sepsis atau syok maka akan ditemukan "Reynolds Pentad"
yang ditandai oleh Charcots triad ditambah dengan "Mental confusion/ Lethargy" dan
syok. Keadaan ini terjadi pada 10 - 23 % pasien. Perubahan tersebut disebabkan oleh
obstruksi total saluran empedu sehingga tekanan yang meningkat menyebabkan refluks
aliran empedu sehingga bakteri dapat mencapai sistem pebuluh darah sistemik dan terjadi
sepsis. Oleh karena itu pada keadaan ini perlu segera dilakukan drainase untuk
mengadakan dekompresi dan pengendalian terhadap sumber infeksi.
Pemeriksaan alat bantu terutama berguna untuk mencari kemungkinan etiologi
Kolangitis yang sangat menentukan jenis terapi yang harus dilakukan sebagai terapi
pembedahan definitif maupun untuk tujuan dekompresi sementara. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah :
USG hepatobilier dan pankreas :
Dapat ditemukan "CBD" yang berdilatasi.
Kemungkinan disertai dengan batu "CBD".
CT Scan lebih sensitif dan spesifik dari pada USG dan memberikan gambaran :
Batu "CBD".
Tumor sistem bilier atau pankreas
Batu pada sistem bilier intrahepatal
Adanya atrofi pada hepar
Abscess pada hepar (biasanya multipel bila penyebab batu)
MRI Cholangiografi : Pemeriksaan ini sangat sensitif dan spesifik, serta akurat, yaitu
masing-masing 91.6 %,: 100 %, dan 96.8 %. Kelebihan alat ini adalah non invasif,
dapat dilakukan hampir semua usia dan dapat membedakan jenis batu cholesterol
dari jenis lainnya secara jelas.
Cholangiography : Menimbulkan morbiditas 1-7 % dan mortalitas 0,25%, oleh
karena itu sebaiknya dihindari, kecuali disertai oleh tindakan dekompresi yang
dilakukan bersama-sama. Dapat dilakukan secara ERCP (Endoscopic Retrograde
Choalngio Pancreatography) ataupun PTC (Percutanues Transhepatic
Cholangiography).
Cholescintigraphy dengan HIDA :
Menunjukkan "Liver uptake"
Tidak terdapat visualisasi kandung empedu, CBD, maupun usus halus oleh karena
adanya obstruksi total.
Laboratorium, menunjukkan perubahan-perubahan sebagai berikut :
Leukositosis > 10.000 / mm3 : 33-80%
Serum bilirubin 2-10 mg / dl : 68-76 %
Alkali phosphatase 2-3x normal pada 90%
C-reactive protein : Biasanya ditemukan peningkatan.
KOLEDOKOLITIASIS
Koledokolitiasis adalah adanya batu dalam saluran empedu dan merupakan suatu
kondisi umum dan bisa menimbulkan berbagai komplikasi. Pada umumnya komposisi
utama batu adalah kolesterol.

Sebagian besar batu yang terletak di duktus koledokus berasal dari kandung empedu,
tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu
menjadi batu saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.
Koledokolitiasis biasanya disertai dengan kalkulus kolesistitis. Batu yang ada dapat tunggal
atau ganda, berbentuk bulat atau oval. Batu dapat terletak di ampula vateri.
Etiologi
Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk
pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori
menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung
empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi
mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi
terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan
komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu.
Insiden dan Epidemiologi
Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20%
penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini
menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua
dekade pertama. Namun, ada sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50 tahun
yang menderita batu empedu kira-kira 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia
50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu
empedu meningkat sering bertambahnya usia. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan
dengan semakin tinggi pada orang Amerika asli.
Patogenesis
Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol : 1)
hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi
kolesterol dan 3) gangguan motilitas kandung empedu dan usus.
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu,
malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim -glucuronidase bakteri dan manusia
(endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara
timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi
yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glucuronidase bakteri berasal
dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh
glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan
rendah lemak.
Tatalaksana
1. Penatalaksanaanbedah
Penangananbedahpadapenyakitkandungempedudanbatuempedudilaksanakan
untukmengurangigejalayangsudahberlangsunglama,untukmenghilangkanpenyebab
kolikbilierdanuntukmengatasikolesistitisakut.Pembedahandapatefektifjikagejala
yangdirasakanpasiensudahmeredaataubisadikerjakansebagaisuatuprosedurdarurat
bilamanakondisipasienmengharuskannya.
Tindakanoperatifmeliputi:
Sfingerotomyendosokopik
PTBD(perkutaneustranshepatikbiliriandrainage)

PemasanganTTubesaluranempedukoledoskop
LaparatomikolesistektomipemasanganTTube
Penatalaksanaanpraoperatif:
PemeriksaansinarXpadakandungempedu
Fotothoraks
Elektrokardiogram
Pemeriksaanfaalhati
VitaminK(diberikanbilakadarprotrombinpasienrendah)
Terapikomponendarah
Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama
suplemenhidrolisatproteinmungkindiperlikanuntukmembantukesembuhanluka
danmencegahkerusakanhati
Pengobatan paliatif untuk pasien ini adalah dengan menghindari makanan yang
kandungan lemak tinggi. Manajemen terapi :
Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein.
Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut
Observasi keadaan umum dan pemeriksaan tanda vital
Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi syok.
Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

VII. Kerangka Konsep

Nyonya W, 42
tahun, obesitas

Faktor
infeksi
bakteri

Kolelitiasis

Faktor
inflamasi
lokal

Batu bermigrasi
ke duktus
koledokus

Koledokolitia
tis

Kolesistitis
akut

Murphy
Sign (+)

Nyeri
Kolik
Bilier

Mual

Mekanisme
kompensasi tubuh

Demam
ringan

Nyeri
Kolik
Bilier

Regurgitasi
aliran
bilirubin
direk
kesistemik

Komplikasi
kolangitis

Triad
Charcot

Bilirubinur
ia
Ikterus

Demam tinggi
dan menggigil

KESIMPULAN
Ny.W mengalami icterus obstruktif suspek koledokolitiasis dengan komplikasi
kolangitis dan kolesistitis

Gatalgatal
Feses
akholik

DAFTAR PUSTAKA
Dorland, W.A. Newman. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta: EGC, 2011
Paulsen, F., & J. Waschke. Sobotta Atlas Anatomi Manusia Jilid 2 Organ-Organ Dalam
Edisi 23. Jakarta: EGC, 2012
Snell, Richard S. Anatomi Klinis berdasarkan Sistem. Jakarta: EGC, 2011
Price, Sylvia Anderson & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 1 Edisi 6. Jakarta: EGC, 2005
Robbins, Sta: nley L. & Vinay Kumar. Buku Ajar Patologi Volume 2 Edisi 7. Jakarta: EGC,
2007
Isselbacher, Kurt. J., dkk. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 4 Edisi
13. Jakarta: EGC, 2000
Pridady, F.X., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Internal
Publishing, 2014
Soeparman, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI 1990, Jakarta, P: 586-588.
Sudoyo, A.W. dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Ed. IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik.

Anda mungkin juga menyukai