BAB I
PENDAHULUAN
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) didefinisikan sebagai proliferasi sel stroma yang
menyebabkan pembesaran ukuran prostat. BPH ini sudah menjadi masalah global pada pria usia lanjut.
Di dunia, hampir 30 juta pria menderita BPH. Pada usia 40 tahun sekitar 40%, usia 60-70 tahun
meningkat menjadi 50%, dan usia lebih dari 70 tahun mencapai 90%. Dan diperkirakan sebanyak 60%
pria usia lebih dari 80 tahun memberikan gejala LUTS. Di Amerika Serikat, hampir 14 juta pria pada
usia lanjut menderita BPH dan prevalesinya meningkat setiap tahunnya. (Gloria,2015).
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di
Indonesia setelah batu saluran kemih. Diperkirakan sekitar 5 juta pria diatas usia 60 tahun atau lebih
menderita BPH dan 2,5 juta pria diantaranya memberikan gejala LUTS. Berdasarkan data yang ada,
sedikitnya gejala yang timbul pada BPH berhubungan dengan umur, pada umur 55 tahun 25% gejala
berkaitan dengan obtruksi yaitu susah untuk buang air kecil. Pada umur 75 tahun, 50% laki- laki
mengeluh kekuatan dan pancaran urine berkurang. (Dewi,2009) Gejala LUTS (Lower Urinary Tract
Symptoms) ini merupakan gejala saluran kemih bagian bawah yang biasanya terjadi pada usia lanjut.
(Keong Tatt Foo).
BPH menjadi masalah serius yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi kualitas hidup
pada pria usia lanjut. Gejala BPH ini dapat menyebabkan disfungsi ereksi dan masalah ejakulasi. Pria
dengan LUTS atau gejala BPH yang berat akan mengalami penurunan libido, mempertahankan ereksi
dan tingkat kepuasan seksual yang akan menurun. (Gloria,2015).
Survey dari Multi-National Aging Men (MSAM) yang dilakukan di eropa dan Amerika
menunjukkan bahwa dari 14.000 pria pada usia 50-80 tahun mengalami masalah seksual akibat BPH.
Data menunjukkan 49% mengalami kesulitan ereksi, mengalami gangguan ejakulasi dan 7%
mengalami nyeri saat berhuungan seksual. Meningat tingginya angka kejadian BPH, maka dari itu
penulis tertarik mengambil laporan kasus untuk mempelajari lebih lanjut mengenai penyakit tersebut.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Tn. M.
Usia : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Ajung
Agama : Islam
Suku Bangsa : Madura
Pekerjaan : Petani
Tgl. Masuk RS : 17 Januari 2021
Tgl. Pemeriksaan : 17 Januari 2021
Anamnesis
KU : Sulit buang air kecil
RPS : Pasien mengeluh sulit buang air kecil sejak 3 bulan yang lalu. Pasien merasakan masih bisa
mengeluarkan kencing (mengejan untuk kencing), kencing keluar hanya menetes, terasa nyeri dan panas
saat kencing, sedang kencing dan setelah kencing. Kencing tidak disertai dengan darah atau nanah.
Pasien mengaku tidak ada riwayat trauma sebelumnya. Pasien mengeluhkan kencing sering sekitar 6-7
kali setiap harinya namun terasa tidak puas saat kencing, terasa ada sisa namun tidak bisa keluar,
pancaran kencing selalu sedikit dan melemah. Pada malam hari pasien tidak sering terbangun untuk
kencing. Pasien tidak pernah kencing keluar batu. Kemudian pasien dibawa ke PKM dan dipasang
selang cateter dan diganti tiap 10 hari. Setelah dipasang kateter, pasien merasa lega.
3
Pemeriksaan Fisik
I. Status Generalis
Rectal Touching
Didapatkan tonus sfingter ani baik, mukosa licin, sulcus medianus teraba
normal, nodul (-), pembesaran prostat grade II dengan konsistensi prostat
kenyal, permukaan licin dan rata, lobus kanan kiri simetris. Nyeri (-), feses (-),
darah (-), lendir (-).
Pemeriksaan IPSS
2. Foto Thorax
Planning Terapi
Inf PZ 14 tpm
levofloxacine 1x500 mg iv
Ramipril 5mg 0 1
Simvast 20mg 0 1
Imocard sr 1x1
Pro Prostatectomy
Prognosis
Ad Vitam : Dubia Ad bonam
Ad Functionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Benign Prostate Hyperplasi merupakan pertumbuhan nodul fibroadenomatosa dalam prostat,
pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa sehingga menyebabkan obstruksi leher kandung kemih
dan uretra prostatika. Pada histopatologi, BPH merupakan nodular hiperplasi yang mempengaruhi zona
transisional dan periuretral. (Keong Tatt Fou,2017). BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi
pada pria umur 50 tahun atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan prostat mengalami atrofi
dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urin. (Anil
Kapoor,2012)
Epidemiologi
Di dunia, hampir 30 juta pria menderita BPH. Pada usia 40 tahun sekitar 40%, usia 60-70
tahun meningkat menjadi 50%, dan usia lebih dari 70 tahun mencapai 90%. Dan diperkirakan sebanyak
60% pria usia lebih dari 80 tahun memberikan gejala LUTS. Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih.
Diperkirakan sekitar 5 juta pria diatas usia 60 tahun atau lebih menderita BPH dan 2,5 juta pria
diantaranya memberikan gejala LUTS. (Gloria,2015)
Faktor- faktor terjadinya BPH masih belum jelas, beberapa penelitian mengarah pada
predisposisi genetic atau perbedaan ras. Kira-kira 60% laki-laki berusia dibawah 60 tahun yang
menjalani operasi. BPH memiliki faktor keturunan yang kemungkinan besar bersifat autosomal
dominan, dimana penderita yang memiliki orang tua menderita BPH memiliki 4 kali lipat lebih besar
dibandingkan dengan yang normal. (Glenn S, 2015).
Anatomi Prostat
Kelenjar prostat adalah salah satu organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-
buli dan membungkus uretra posterior. Prostat berbentuk seperti pyramid terbalik dan merupakan organ
kelenjar fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Bila mengalami pembesaran organ ini
menekan uretra pars prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urin keluar dari buli-buli. Prostat
merupakan kelenjar aksesori terbesar pada pria; tebalnya ± 2 cm dan panjangnya ± 3 cm dengan
lebarnya ± 4 cm, dan berat 20 gram. Prostat mengelilingi uretra pars prostatika dan ditembus di bagian
posterior oleh dua buah duktus ejakulatorius. (Purnomo,2011)
Ke superior: Basis prostatae berlanjut dengan collum vesicae urinaria, otot polos berjalan tanpa
terputus dari satu organ ke organ yang lain. Urethra masuk ke pusat basis prostatae.
Ke inferior : Apex prostatae terletak pada facies superior diaphragma urogenitale. Urethra
meninggalkan Prostat tepat di atas apex facies anteri
Ke anterior : Facies anterior prostatae berbatasan dengan symphisis pubis, dipisahkan oleh lemak
ektraperitoneal yang terdapat di dalam cavum retropubicum (cavum Retzius). Selubung fibrosa
prostat dihubungkan dengan aspek posterior os pubis oleh ligamentum puboprostaticum.
Ligamentum ini terletak di samping kanan dan kiri linea mediana dan merupakan penebalan fascia
pelvis.
Ke posterior : Facies posterior prostatae berhubungan erat dengan facies anterior ampulae recti dan
dipisahkan dari rectum oleh septum rectovesicale (fascia Denonvillier). Septum ini dibentuk pada
masa janin oleh penyatuan dinding ujung bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang awalnya
meluas ke bawah sampai ke corpus perineale.
Ke lateral: Facies lateralis prostatae difiksasi oleh serabut anterior musculus levator ani pada saat
serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.
Struktur Prostat
Kelenjar-kelenjar prostat yang jumlahnya banyak, tertanam di dalam campuran otot polos dan
jaringan ikat dan ductusnya bermuara ke urethra prostatica. Prostat secara tidak sempurna terbagi dalam
lima lobus. Lobus anterior terletak di depan urethra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus
medius atau lobus medianus adalah kelenjar berbentuk baji yang terletak di antara urethra dan urethra
prostatica ductus ejaculatorius. (Sherwood,2011). Facies superior lobus medius berhubungan dengan
trigonum vesicae, bagian ini mengandung banyak kelenjar.
Lobus posterior terletak di belakang urethra dan di bawah ductus ejaculatorius dan juga
mengandung jaringan kelenjar. Lobus lateralis dextra dan sinistra terletak di samping urethra dan
dipisahkan satu dengan yang lain oleh alur vertikal dangkal yang terdapat pada permukaan posterior
prostat. Masing-masing lobus lateralis mengandung banyak kelenjar. (Richard., Snellen,2013)
Vaskularisasi
Arterinya dari cabang-cabang arteria vesicalis inferior dan arteria rectalis media
memvaskularisasi prostat. Vena-vena membentuk plexus venosus prostaticus, yang terletak di antara
capsula prostatica dan selubung fibrosa. Plexus prostaticus menampung darah dari vena dorsalis penis
profunda dan sejumlah venae vesicales, serta bermuara ke vena iliaca interna. Persarafan prostat berasal
dari plexus hypogastricus inferior. Saraf simpatik merangsang otot polos prostat selama ejakulasi.
Transition zone
Urethra
d. Zona Transisional.
Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar preprostatik.
Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5% tetapi dapat melebar bersama
jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi benign prostatic hyperpiasia (BPH).
e. Kelenjar-Kelenjar Periuretra
Bagian ini terdiri dan duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif tersebar sepanjang
segmen uretra proksimal.
Etiologi
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya dengan
peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua) . Beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat jinak adalah : (1) Teori Dihidrotestosteron, (2)
Adanya ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron, (3) Interaksi antara sel stroma dan sel epitel
prostat, (4) Berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) Teori Stem sel. (Purnomo,2011)
Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel- sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh enzim 5α-
reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah terbentuk berikatan dengan reseptor
androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti dan sel selanjutnya terjadi sintesis protein
growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor
androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan pada BPH lebih sensitif terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal. (Purnomo,2011).
Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat secara tidak
langsung dikontrol oleh sel- sel stroma melalui suatu mediator (growth factor) tertentu. Setelah sel- sel
stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel- sel stroma mensintesis suatu growth factor
yang selanjutnya mempengaruhi sel- sel stroma itu sendiri secara intrakin dan autokrin, serta
mempengaruhi sel- sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel- sel
epitel maupun stroma. (Purnomo, 2011).
Fisiologi Prostat
Sekret kelenjar prostat adalah cairan seperti susu yang bersama-sama sekret dari vesikula
seminalis merupakan komponen utama dari cairan semen. Semen berisi sejumlah asam sitrat sehingga
pH nya agak asam (6,5). Selain itu dapat ditemukan enzim yang bekerja sebagai fibrinolisin yang kuat,
fosfatase asam, enzim-enzim lain dan lipid. Sekret prostat dikeluarkan selama ejakulasi melalui
kontraksi otot polos. kelenjar prostat juga menghasilkan cairan dan plasma seminalis, dengan
perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi.
Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian
Stilbestrol. (Guyton,2011).
Patofisiologi BPH
Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan
karsinoma prostat berasal dari zona perifer. Pertumbuhan kelenjar ini sangat bergantung pada hormon
testosteron, yang di dalam sel- sel kelenjar prostat hormon akan dirubah menjadi metabolit aktif
dihidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim 5α reduktase. Dihidrotestosteron inilah yang secara
langsung memacu m-RNA di dalam sel- sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein growth factor
yang memacu pertumbuhan kelenjar prostat. ( Keong Tatt Fou, 2017)
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran
urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine,
buli- buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini
menyebabkan perubahan anatomik buli- buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya
selula, sakula, dan divertikel buli- buli. Perubahan struktur pada buli- buli tersebut, oleh pasien
dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)
yang dahulu dikenal dengan gejala prostatimus. (Purnomo,2011)
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali pada
kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urine dari
buli- buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Hiperplasia Prostat
↓ ↓
Buli-buli: Ginjal dan ureter:
Hipertrofi otot detrusor Refluks VU
Trabekulasi Hidroureter
Selula Hidronefrosis
Divertikel buli-buli Gagal ginjal
Hidronefrosis
Hidroureter
Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli- buli untuk mengeluarkan
urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatigue) sehingga jatuh ke dalam fase
dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.
Timbulnya dekompensasi buli-buli ini didahului oleh faktor pencetus antara lain :
1) Volume buli-buli tiba-tiba penuh (cuaca dingin, konsumsi obat-obatan yang mengandung
diuretikum, minum tertalu banyak).
2) Massa prostat tiba-tiba membesar (setelah melakukan aktivitas seksual/ infeksi prostat).
3) Setelah mengkonsumsi obat-obat yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor (golongan
antikolinergik atau adrenergic α).
Sistem skoring I-PSS terdiri atas 7 pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)
dan 1 pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Skor ringan (0-7), sedang (8-19),
berat (≥ 20). (Anil Kapoor,2012)
Keluhan pada saluran kemih bagian atas
Keluhan ini berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang yang
merupakan tanda dari hidronefrosis, atau demam yang merupakan tanda dari infeksi. (Purnomo,2011)
a. Sistoskopi
Dalam pemeriksaan ini, disisipkan sebuah tabung kecil melalui pembukaan urethra di dalam penis.
Prosedur ini dilakukan setelah solusi numbs bagian dalam penis sehingga sensasi semua hilang. Tabung
tersebut disebut sebuah “cystoscope” , berisi lensa dan sistem cahaya yang membantu melihat bagian
dalam uretra dan kandung kemih. Tes ini memungkinkan untuk menentukan ukuran kelenjar dan
mengidentifikasi lokasi dan derajat obstruksi.
4. Pemeriksaan Lain
Pemeriksaan derajat obstruksi prostat dapat diperkirakan dengan cara mengukur:
Residual urin :
Jumlah sisa urin setelah miksi, dengan cara melakukan kateterisasi/USG setelah miksi
Pancaran urin/flow rate :
Dengan menghitung jumlah urine dibagi dengan lamanya miksi berlangsung (ml/detik) atau
dengan alat uroflometri yang menyajikan gambaran grafik pancaran urin. Aliran yang berkurang sering
pada BPH. Pada aliran urin yang lemah, aliran urinnya kurang dari 15mL/s dan terdapat peningkatan
residu urin. Post-void residual mengukur jumlah air seni yang tertinggal di dalam kandung kemih
setelah buang air kecil. PRV kurang dari 50 mL umum menunjukkan pengosongan kandung kemih yang
memadai dan pengukuran 100 sampai 200 ml atau lebih sering menunjukkan sumbatan. Pasien diminta
untuk buang air kecil segera sebelum tes dan sisa urin ditentukan oleh USG atau kateterisasi.
(Purnomo,2011)
Gambar 11. Gambaran Pancaran Urin Normal dan pada BPH Keterangan :
Gambaran aliran urin atas : dewasa muda yang asimtomatik, aliran urin lebih dari 15mL/s, urin residu 9
mL pada ultrasonografi.
Gambaran aliran urin bawah : dewasa tua dengan benigna hyperplasia prostat, terlihat waktu berkemih
memanjang dengan aliran urin kurang dari 10mL/s, pasien ini urin residunya 100 mL.
Scoring IPSS
Skor I-PSS (International Prostate Symptom Score) merupakan skore yang berdasarkan pada
jawaban atas tujuh pertanyaan yang mengangkut gejala miksi dan 1 pertanyaan tentang kualitas
hidupnya. Tiap- tiap pertanyaan yang mengenai gejala miksi ini pasien diizinkan untuk memilih satu
dari enam jawaban yang menunjukkan tingkat keparahan dan peningkatan gejala miksi.
Hasil dari scoring ini adalah
o Mild (symptom score less than of equal to 7)
o Moderate (symptom score range 8-19)
o Severe (symptom score range 20-35)
Penatalaksanaan
Tujuan terapi hyperplasia prostat adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4)
mengembalikan fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu
urine setelah miksi dan (6) mencegah progrefitas penyakit. (Purnomo,2011)
a. Watchful Waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS
dibawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.
Pasien tidak mendapat etrapi namun hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu
hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya (1) jangan
mengkonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam, (2) kurangi konsumsi
makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi/cokelat), (3) batasi
penggunaan obat-obat influenza yang mengandung fenilpropanolamin, (4)
kurangi makanan pedasadan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
(Purnomo,2011)
b. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk : (1) mengurangi
resistansi otot polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi
infravesika dengan obat-obatan penghambat adrenergic alfa (adrenergic alfa
blocker dan (2) mengurangi volume prostat sebagai komponen static dengan cara
menurunkan kadar hormone testosterone/dihidrotestosteron (DHT) melalui
penghambat 5α-reduktase. (Anil Kapoor,2012)
Penghambat reseptor adrenergik α
Mekanisme kerja pada obat ini adalah mengendurkan otot polos prostat dan
leher kandung kemih, yang membantu untuk meringankan obstruksi kemih
disebabkan oleh pembesaran prostat di BPH.
Efek samping dapat termasuk sakit kepala, kelelahan, atau ringan.
Umumnya digunakan alpha blocker BPH termasuk tamsulosin (Flomax),
alfuzosin (Uroxatral), dan obat-obatan yang lebih tua seperti terazosin
(Hytrin) atau doxazosin (Cardura). Obat-obatan ini akan meningkatkan
pancaran urin dan mengakibatkan perbaikan gejala dalam beberapa minggu
dan tidak berpengaruh pada ukuran prostat. (Purnomo,2011)
Penghambat 5 α reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron
(DHT) dari testosterone yang dikatalisis oleh enzim 5 α reduktase di dalam
sel prostat. Menurunnya kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan
replikasi sel-sel prostat menurun. Pembesaran prostat di BPH secara
langsung tergantung pada DHT, sehingga obat ini menyebabkan
pengurangan 25% perkiraan ukuran prostat lebih dari 6 sampai 12 bulan.
(Purnomo,2011)
Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi parsial, tetapi data-data farmakologik
tentang kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat
fisioterapi sampai sata ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
fitofarmaka bekerja sebagai : antiestrogen, antiandrogen, menurunkan
kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast
growth factos (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mengacaukan
metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi, menuruknan outflow
resistance dan memperkecil volume prostat. Diantara fitofarmaka yang
banyak dipasarkan adalah: Pyegeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis
rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya. (Purnomo,2011).
Microwave uretral
d. Pembedahan
Pembedahan Terbuka
Beberapa macam teknik prostatektomi terbuka adalah metode millin, yaitu
melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik
infravesika, sedangkan teknik freyer melalui pendekatan suprapubik
transvesika, atau transperineal. Tindakan ini merupakan tindakan tertua yang
masih banyak dikerjakan saat ini, paling invasif, dan paling efiesien.
Prostatektomi atau pembedahan terbuka dianjurkan untuk prostat yang sangat
besar (>100 gram ). Penyulit yang dapat terjadi adalah inkontinensia uirn
(3%), impotensia (5-10%), ejakulasi retrograde (60-80%) dan kontraktur leher
buli- buli (305%). Perbaikan gejala klinis 85-100%. (Purnomo,2011).
Pilihan terapi
Terapi invasif
Terapi non-invasif
Tes diagnostic
Pressure flow
Uretrosistoskopi
Watchful Terapi medis
USG prostat
Komplikasi
Retensi urine akut – ketidak mampuan untuk mengeluarkan urin, distensi kandung
kemih, nyeri suprapubik
Retensi urine kronik –residu urin > 500ml, pancaran lemah, buli teraba, tidak nyeri
Infeksi traktus urinaria
Batu buli
Hematuri, Hidronefrosis-gangguan pada fungsi ginjal
Inkontinensia-urgensi
Hidroureter (Syamsuhidayat. 2010
DAFTAR PUSTAKA
Sherwood, Laura Lee. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC hal : 553-
569.
Snell, Richard.2013. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 10. Jakarta
: EGC. Hal : 778-799.