Anda di halaman 1dari 29

BAB I

STATUS PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. M

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 70 tahun

Alamat : Bekasi

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : Menikah

Agama : Islam

Tgl. Masuk RS : 11 Maret 2019

Jenis Anamnesis : Autoanamnesis

2. ANAMNESIS

Keluhan Utama :

Sulit BAK

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke Poli RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan sulit BAK sejak 4

hari yang lalu, Pasien ingin BAK tapi tidak bisa sehingga merasa kembung di perut

bawah dan nyeri di perut bawah. BAK berwarna kuning terang, tidak ada darah,

kencing tidak berpasir, sering mengeluh selalu ingin BAK, BAK tidak bisa ditahan,

tapi sulit untuk dikeluarkan. Kadang – kadang keluar hanya menetes saja, sehingga

1
mengeluh kencing tidak puas. Terkadang mengedan saat BAK. Pada malam hari

selalu terbangun ingin BAK.

Riwayat Penyakit Dahulu

Belum pernah mengalami keluhan serupa. Hipertensi (-), DM (-) jantung (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

Keluhan yang sama dalam keluarga disangkal, Hipertensi (-). DM (-) jantung

(-)

Riwayat Pengobatan

4 hari yang lalu pasien dating ke IGD RSIJ pondok kopi dengan keluhan yang

sama lalu dilakukan pemasangan kateter dan USG

Riwayat Alergi

Pasien menyangkal adanya alergi terhadap obat atau makanan tertentu

Riwayat Psikososial

Merokok (+), minum kopi (+)

3. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum

Kesan sakit : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis

GCS : 15 (E4 M6 V5)

2
Tanda Vital

Suhu : 36,5o C

Nadi : 86 x/mnt

Pernapasan : 20 x/mnt

Tekanan Darah : 120/80 mmHg

Status Generalis

Kepala : Normocephal

 Wajah : Simetris

 Mata : Isokor (+/+), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

 Hidung : Sekret (-), septum deviasi (-)

 Mulut : Mukosa bibir pucat (-), kering (-)

 Telinga : Normotia, sekret (-/-)

Leher : Pembesaran KBG (-), pembesaran kel. Tiroid (-), JVP tidak

meningkat

Thorax

Paru

 Inspeksi : Simetris, Retraksi (-), otot napas tambahan (-)

 Palpasi : Focal Fremitus simetris

 Perkusi : Sonor

 Auskultasi : Vesikuler (+/+)

Jantung

 Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

 Palpasi : Ictus cordis teraba

 Perkusi : Redup

3
 Auskultasi : BJ I/II Normal, gallop (-), murmur (-)

Abdomen

 Inspeksi : Datar, abdomen setinggi dada

 Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Palpasi : Supel, nyeri tekan abdomen (+), pembesaran hepar/lien

(-)

 Perkusi : Timpani pada 4 kuadran abdomen (+), CVA (-)

Ekstremitas

 Atas : Akral hangat, RCT < 2detik, sianosis (-), edema(-)

 Bawah: Akral hangat, RCT < 2 detik, sianosis (-), edema (-)

Kulit : Sianosis (-), Ikterik (-), Turgor baik

Pemeriksaan Rectal Touche:

Inspeksi : Hemoroid (-), Peradangan (-), Scar (-)

Palpasi :

Tonus sfingter ani baik

Ampula rectum tidak kolaps, Mukosa rectum licin, tidak berbenjol - benjol

Prostat : teraba masa sekitar jam 11 sampai jam 1 dengan konsistensi kenyal, mobile,

regular, pull atas tidak teraba, nyeri tekan (-)

Handscoon : Feses (+), darah (-), Lendir (-)

Quality of life:

4
IPSS (INTERNATIONAL PROSTATE SYMPTOM SCORE)

4. RESUME

Pasien laki-laki usia 70 tahun, datang ke Poli RSIJ Pondok Kopi dengan keluhan

sulit buang air kecil + 4 bulan yang lalu. pasien sering ingin buang air kecing tetapi

sulit keluar, kadang – kadang hanya setetes. urin berwarna kuning terang.

Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos

mentis, tanda vital dalam batas normal. Status generalis dalam batas normal.

Pada pemeriksaan status lokalis, dilakukan rectal toucher. Hasil yang didapat:

teraba masa sekitar jam 11 sampai jam 1 dengan konsistensi kenyal, mobile, regular,

pull atas tidak teraba.

5. DIAGNOSIS BANDING

1. BPH

2. Ca prostat

5
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Darah rutin

2. Fungsi ginjal

3. urinalisis

4. PSA

5. USG prostat dan buli

Hematology Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 14 g/dl 13.5 – 17.5 g/dl
Hematokrit 43% 40 – 50%
Leukosit 9.700/ul 5000 – 10.000/ul
Trombosit 256.000/ul 150.000 – 400.000/ul
LED 12mm 0 – 10 mm
Eritrosit 5.2/ul 4.5 – 5.8
Diff Count
Basofil 0.3 % 0.0 – 1.0
Eosinofil 3.2 % 1.0 – 3.0
Neutrofil 67.1 % 37.0 – 72.0
Limfosit 24.3 % 20.0 – 40.0
Monosit 5.9 % 2.0 – 8.0
Chemistry
Urea 26 mg/dl 10 – 50
Creatinin 0.9 mg/dl 0.67 – 1.17

6
1. Pemeriksaan USG : Prostat

Interpretasi:

 Interpretasi:

- Buli: besar dan bentuk normal. Dinding tidak menebal. SOL (-) Batu (-)

- Diameter pre void: 6,39x6,59x5,61 cm. Taksiran volume 123,87 cm3

- Diameter post void: tidak diukur karena terpasang cath

- Prostat: membesar, protrude ke intra buli, echo struktur hipoechoic homogen,

kalsifikasi (-). Ukuran : 4,9x4,5x4,63cm. Taksiran volume 53,44 cm3

Kesimpulan:

Prostat Hipertropi

Tanda retensio urin

7. WORKING DIAGNOSIS

Retensio Urin e.c suspek BPH

7
8. PENATALAKSANAAN

Cefixime 2x200 mg

Tamsulosin 1x1

Paracetamol 3x500mg

9. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad fungtionam : bonam

Quo ad sanationam : bonam

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA

A. Definisi

Benign prostate hyperplasia merupakan suatu kondisi terjadinya hiperplasia kelenjar

periureteral yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer sehingga menutup canalis

urethral secara partial maupun complete.

B. Epidemiologi

BPH merupakan tumor jinak yang paling sering pada laki-laki dan insidennya

berdasarkan dari umur. Prevalensi dari hasil studi otopsi BPH menunjukkan peningkatan

kira-kira sebanyak 20% pada pria dengan umur 41-50 tahun, menjadi 50 % pada pria

dengan umur 51-60 tahun dan menjadi > dari 90% pada pria > dari 80 tahun. Walaupun

bukti klinis dari penyakit lebih jarang muncul, gejala dari obstruksi prostat juga

berhubungan dengan umur. Pada umur 55 tahun, kira-kira sebanyak 25% pria

mengeluhkan gejala voiding symptoms (gejala saat berkemih). Pada umur 75 tahun, 50%

dari pria mengeluhkan penurunan dari pancaran dan jumlah dari pembuangan urin. Faktor

resiko dari BPH masih belum terlalu dimengerti. Beberapa hasil studi menyebutkan

predisposisi genetik dan beberapa studi lainny memberi perhatian pada perbedaan ras.

Kira-kira 50% dari pria dibawah umur 60 tahun yang telah menjalani operasi pembedahan

BPH mungkin memiliki suatu bentuk genetika dari penyakit. Bentuk ini paling banyak

merupakan bentuk autosomal dominan trait.

9
C. Anatomi, Fisiologi dan Histologi Prostate

1. Lokasi

Prostat merupakan organ kelenjar fibromuskular yang mengelilingi urethra

pars prostatica. Prostat mempunyai panjang kurang lebih 3 cm dan terletak di antara

collum vesicae (batas superior) dan diaphragm urogenitale (batas inferior).

Prostat dikelilingi oleh capsula fibrosa. Di luar capsula terdapat selubung

fibrosa yang merupakan bagian lapisan visceral fascia pelvis. Prostat yang berbentuk

kerucut mempunyai basis prostatae yang terletak di superior dan berhadapan dengan

collum vesicae dan apex prostatae yang terletak di inferior dan berhadapan dengan

diaphragm urogenitale. Kedua ductus ejaculatorius menembus bagian atas facies

posterior prostatae untuk bermuara ke urethra pars prostatica pada pinggir lateral

utriculus prostaticus.

Hubungan:

 Ke superior : Basis prostatae berhubungan dengan collum vesicae. Otot polos

prostate terus melanjut tanpa terputus dengan otot polos collum vesicae. Urethra

masuk pada bagian tengah basis prostatae

10
 Ke inferior : Apex prostatae terletak pada fascies superior diaphragm urogenitale.

Urethra meninggalkan prostate tepat di atas apex pada fascies anterior

 Ke anterior : Facies anterior prostatae berbatasan dengan symphysis pubica,

dipisahkan oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat di dalam spatium

retropubicum (cavum retzius). Selubung fibrosa prostate dihubungkan dengan

aspek posterior os pubis oleh ligament puboprostatica. Ligamenta ini terletak di

samping kanan dan kiri linea mediana dan merupakan penebalam fascia pelvis

 Ke posterior: Facies posterior prostatae berhubungan erat dengan facies anterior

ampulla recti dan dipisahkan dari rectum oleh septum retrovesicale (fascia

Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung

bawah excavation retrovesicalis peritonealis, yang semula meluas ke bawah

sampai ke corpus perineale.

 Ke lateral : fascies lateralis prostatae difiksasi oleh serabut anterior musculus

levator ani pada saat serabut ini berjalan ke posterior dari pubis.

2. Struktur Prostat

Kelenjar prostat yang jumlahnya banyak tertanam di dalam campuran otot

polos dan jaringan ikat, dan ductusnya bermuara ke urethra pars prostatica.

Prostat secara tidak sempuran terbagi menjadi lima lobus. Lobus anterior

terletak di depan urethra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus medius atau

lobus medianus adalah kelenjar berbentuk baji yang terletak di antara urethra dan

ductus ejaculatorius. Permukaan atas lobus medius berhubungan dengan trigonum

vesicae, bagian ini mengandung banyak kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang

urethra dan di bawah ductus ejaculatorius, juga mengandung kelenjar. Lobi prostatae

dexter dan sinister terletak di samping urethra dan dipisahkan satu dengan yang lain

11
oleh alur vertical dangkal yang terdapat pada fascies posterior prostatae. Lobi laterals

mengandung banyak kelenjar.3

3. Vaskularisasi dan Persarafan

a. Arteriae : Cabang arteria vesicalis inferior dan arteria rectalis media.

b. Vena : Vena membentuk plexus venosus prostaticus, yang terletak di antara

capsula prostatica dan selubung fibrosa. Plexus venosus prostaticus menampung

darah dari vena dorsalis profunda penis dan sejumlah venae vesicales,

selanjutnya bermuara ke vena iliaca interna.

c. Aliran Limfe : Pembuluh limf dari prostate mengalirkan cairan limf ke nodi

iliaci interni.

d. Persarafan : Persarafan prostat berasal dari plexus hypogastricus inferior. Saraf

simpatis merangsang otot polos prostat saat ejakulasi.

4. Fungsi Prostat

Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti susu yang mengandung

asam sitrat dan fosfatase asam. Cairan ini ditambahkan pada semen pada waktu

12
ejakulasi. Bila otot polos pada capsula dan stroma berkontraksi , secret yang berasal

dari banyak kelenjar diperas masuk ke urethra pars prostatica. Sekret prostat bersifat

alkalis dan membantu menetralkan suasana asam di dalam vagina.3

5. Histologi

Menurut konsep terbaru, kelenjar prostat merupakan suatu organ campuran

yang terdiri atas berbagai unsure glandular dan non glandular. Setiap zona glandular

memiliki fitur arsitektur dan stroma yang spesifik. Telah ditemukan lima daerah/zona

tertentu yang berbeda secara histology maupun biologi, yaitu :

a. Zona Anterior

Sesuai dengan lobus anterior, tidak punya kelenjar, terdiri atas stroma

fibromuskular. Zona ini meliputi sepertiga kelenjar prostat.

b. Zona Perifer

Sesuai dengan lobus lateral dan posterior, meliputi 70% massa kelenjar prostat.

Zona ini rentan terhadap inflamasi dan merupakan tempat asal karsinoma

prostat terbanyak.

c. Zona Sentralis

13
Lokasi terletak antara kedua duktus ejakulotarius, sesuai dengan lobus tengah

meliputi 25% massa glandular prostat. Zona ini resisten terhadap inflamasi.

Zona pusat relative tahan terhadap kanker dan penyakit lainnya.

d. Zona transisional

Zona ini bersama-sama dengan kelenjar periuretra disebut juga sebagai kelenjar

preprostatik. Merupakan bagian terkecil dari prostat, yaitu kurang lebih 5%

tetapi dapat melebar bersama jaringan stroma fibromuskular anterior menjadi

benign prostat hyperplasia (BPH)

e. Kelenjar-kelenjar Periuretra

Bagian ini terdiri dari duktus-duktus kecil dan susunan sel-sel asinar abortif

tersebar sepanjang segmen uretra proksimal

Dalam semua zona, baik saluran dan asinus , dipisahkan oleh epitel sekresi.

Dalam setiap zona, terdapat lapisan sel basal di bawah lapisan sekretori, serta

diselingi sel-sel endokrin-parakrin.

D. Etiologi

Hingga sekarang etiologi dari BPH masih belum diketahui secara pasti, tetapi

beberapa penelitian secara laboratorium maupun klinik menyebutkan bahwa terdapat 2

faktor yang erat kaitannya dengan BPH yaitu; peningkatan kadar dihidrotestosteron

(DHT) dan proses aging (menjadi tua). Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab

timbulnya hiperplasia prsostat adalah ; 1) teori dihidrotestoteron, 2) adanya

ketidakseimbangan antara estrogen dan testosteron, 3) interaksi antara sel stroma dan sel

epitel prostat, 4) berkurangnya kematian sel (apoptosis) dan 5) teori stem sel.4

1) Teori Dihidrostestosteron

Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada

pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron didalan sel prostat
14
oleh enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah

terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) yang membentuk kompleks DHT-

RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growth factor yang

menstimulasi pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa

kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal,

hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase dan jumlah reseptor androgen

lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitif

terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat

normal.

2) Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen

relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen : testosteron relatif meningkat.

Telah diketahui bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi

sel-sel kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap

rangsangan hormon androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel

prostat(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan

terbentuknya sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat

yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih

besar.

3) Interaksi sel stroma dan sel epitel

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat

secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui mediator (grwoth factor)

tertentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi DHT dan estradiol, sel-sel

stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel

15
stroma itu sendiri secara intrakrin dan autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel

secara parakrin. Stimulasi itu menyebabkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel

maupun sel stroma.

4) Berkurangnya kematian sel prostat

Program kematian sel prostat (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik

untuk mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi

kondensasi dan fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis

akan difagositosis oleh sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.

Pada jaringan normal, terdapat keseimbangan antara laju proliferasi sel dengan

kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa,

penambahan jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang.

Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah

sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan

pertambahan massa prostat.

5) Teori Sel Stem

Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.

Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu suatu sel yang mempunyai

kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada

keberadaan hormon androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti

yang terjadi pada kastrasi, menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi

sel-sel pada BPH dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga

terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.

E. Patogenesis

16
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan

menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal.

Untuk dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan

tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomic buli-buli

berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel

buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai

keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) .

Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak

terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat

menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter.

Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Pada prostat

normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, sedangkan pada BPH, rasionya

meningkat menjadi 4:1, hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot

polos prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang

menyebabkan obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan

komponen dinamik sebagai penyebab obstruksi prostat.

Gejala iritasi disebabkan karena hipersensitivitas otot destrusor berarti bertambahnya

frekuensi miksi, nokturia, miksi sulit ditahan dan disuria. Gejala obstruksi terjadi karena

destrusor gagal berkontraksi cukup lama sehingga kontraksi terputus-putus. Apabila

vesika menjadi dekompesasi maka akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi

masih ditemukan sisa urin dalam kandung kemih dan rasa tidak tuntas pada akhir miksi.

Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total sehingga penderita

tidak lagi mampu miksi. Karena produksi urin terus terjadi, pada suatu saat vesika tidak

lagi mampu menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila

tekanan vesika lebih tinggi dari tekanan sfincter dan kronik menyebabkan refluks

17
vesikoureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal

dipercepat bila terjadi infeksi. Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan

sehingga lama-kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa

urin, dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah

keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat pula menyebabkan

cyctisis dan bila terjadi refluks dapat menyebabkan pyelonefritis.

↑ Sel Stem ↑ 5-alfa reduktase dan Proses Menua Interaksi Sel Epitel Berkurangnya
reseptor endogen dan Stroma sel yang mati

Ketidakseimbangan hormon
(↓ estrogen dan ↑ testoteron)

Hiperplasia pada epitel dan stroma pada kelenjar prostat

Penyempitan lumen ureter prostatika

Aliran urin terhambat

Retensi urin Peningkatan tekanan intravesika

Hidroureter Hiperirritable pada bladder

Hidronefritis Peningkatan kontraksi otot detrusor dari buli-buli

↓ Fungsi ginjal Hipertropi otot detrusor trabekulasi

Terbentuknya sekula-sekula dan divertikel buli-buli

Frekuensi Intermitten Disuria Urgensi hesistensi Terminal Dribbling

F. Manifestasi Klinis

18
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di

luar saluran kemih. ”Lower Urinary Track Symptom” terdiri atas gejala obstruksi dan

gejala iritatif seperti terlihat pada tabel di bawah.

Obstruksi Iritasi

 Hesitansi (sulit kencing)  Frekuensi (Anyanganyangan)

 Pancaran Miksi Lemah  Nokturia (Sering kencing

 Intermitensi (Kencing tiba-tiba malam hari)

berhenti dan lancar kembali)  Urgensi (Merasa ingin kencing

 Miksi Tidak Puas yang tidak bisa ditahan)

 Menetes setelah miksi  Disuria ( Rasa tidak enak saat

kencing)

G. Diagnosis

The third International consultation on BPH menganjurkan untuk menganamesa

keluhan miksi terhadap setiap pria berumur 50 tahun atau lebih jika ditemukan

prostatismus lakukan pemeriksaan dasar standar kemudian jika perlu dilengkapi dengan

pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan standar meliputi :

1. Hitung skor gejala, dapat ditentukan dengan menggunakan skor IPSS (International

Prostate Symptom Score, IPSS) :

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah

bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara

subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem skoring yang dianjurkan

oleh WHO adalah International Prostatic Symptom Score (I-PSS). Sistem skoring I-

PSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi (LUTS)

19
dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap

pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai 0 sampai dengan 5,

sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup pasien diberi nilai dari 1 hingga

7. Dari skor I-PSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu :

Ringan, Sedang dan berat.

 Ringan : 0 -7 (Watchfull waiting)

 Sedang : 8 - 19 (Medikamentosa)

 Berat : 20 – 35 (Operasi).

2. Riwayat penyakit lain atau pemakai obat yang memungkinkan gangguan miksi.

20
3. Pemeriksaan fisik khususnya colok dubur.

Colok dubur Sisa volume urin Penatalaksanaan


I Penonjolan prostat, batas < 50ml Konservatif

atas mudah diraba


II Penonjolan prostat jelas 50-100ml Pembedahan

batas atas dapat dicapai (transuretra resection)


III Batas atas prostat tidak >100 ml Reseksi endoskopik, bila prostat cukup

dapat diraba besar  pembedahan terbuka

IV Retensi urin total Membebaskan penderita dari retensi urin

(kateter atau sistotomi), terapi definitif

(TUR atau pembedahan terbuka)

4. Pemeriksaan Tambahan :

 Pemeriksaan uroflowmetri (pengukuran pancaran urin pada saat miksi)

Untuk mengukur laju pancaran urin miksi. Laju pancaran urin ditentukan oleh

daya kontraksi otot dekstrusor, tekanan intravesika dan resistensi urethra. Angka

normal laju pancaran urine ialah 10-12 ml/dtk dengan puncak laju pancaran

mendekati 20 mL/dtk. Pada obstruksi ringan, laju pancaran melemah menjadi 6-

8mL/dtk dengan puncaknya sekitar 11-15 mL/dtk. Semakin berat derajat

obstruksi semakin lemah pancaran urin yang dihasilkan.

 Pemeriksaan TRUS-P (Transrectal Ultrasonography of the prostate)

 Pemeriksaan serum PSA (Prostatic spesific antigen)

 Pemeriksaan USG transabdominal

 Pemeriksaan patologi anatomi (diagnosa pasti).

H. Diagnosis Banding

21
Kondisi obstruksi dari saluran kemih bagian bawah seperti :

 striktur uretra dan contracture leher buli-buli : Riwayat melakukan tindakan pada

saluran kemih, radang atau trauma harus ditanyakan untuk menyingkirkan

kemungkinan striktur uretra atau contracture leher buli-buli

 batu buli-buli : Hematuria dan nyeri biasanya berhubungan dengan batu buli-buli.

 karsinoma prostat (CaP) : CaP mungkin dideteksi saat melakukan pemeriksaan

DRE atau elevasi dari kadar penanda tumor PSA.

 Infeksi saluran kemih bisa mirip gejalanya seperti pada iritatif BPH, bisa

diidentifikasi dengan pemeriksaan urinalisa dan kultur urin; bagaimanapun juga

infeksi saluran kemih bisa juga sebagai komplikasi dari BPH.

I. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

Sedimen urine diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi

atau inflamasi pada saluran kemih. Pemeriksaan kultur urine berguna dalam

mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi dan sekaligus menentukan

sensitifitas kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

Faal ginjal diperiksa untuk mencari kemungkinan adanya penyulit yang

mengenai saluran kemih bagian atas, sedangkan gula darah dimaksudkan untuk

,mencari kemungkinan adanya penyakit diabetes melitus yang dapat menimbulkan

kelainan persarafan pada buli-buli (buli-buli neurogenik).

2. Pencitraan

Foto polos abdomen berguna untuk mencari adanya batu opak di saluran

kemih, adanya batu/kalkulosa prostat dan kadangkala dapat menunjukkan

22
bayangan buli-buli yang penuh terisi urine, yang merupakan tanda dari suatu

retensi urine.

Pemeriksaan IVP dapat menerangkan kemungkinan adanya: (1) kelainan pada

ginjal maupun ureter berupa hidroureter atau hidronefrosis, (2) memperkirakan

besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat/”filling

defect” (pendesakan buli-bli oleh kelenjar prostat) atau ureter disebelah distal yang

berbentuk seperti mata kail atau hooked fish dan (3) penyulit yng terjadi pada buli-

buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel, atau sakulasi buli-buli. Pemeriksaan ini

sekarang tidak direkomendasikan pada BPH.

J. Penatalaksanaan

Ada beberapa pilihan terapi BPH, dimana terapi spesifik dapat diberikan untuk pasien

kelompok tertentu. Untuk pasien dengan gejala ringan (symptom score 0-7), dapat dengan

hanya dilakukan watchful waiting. Terapi paling akhir yang dilakukan adalah operasi.

Indikasi absolute dilakukan operasi adalah :

 Retensi urin berulang (berat), yaitu retensi urin yang gagal dengan pemasangan

kateter urin sedikitnya satu kali

 Infeksi saluran kencing berulang

 Gross hematuria berulang

 Batu buli-buli

 Insufisiensi ginjal

 Divertikula buli-buli

1. Watchful waiting

23
Pilihan terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor I-PSS < 7, yaitu

keluhan ringan yang tidak menganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak diberikan

terapi apapun dan hanya diberi penjelasan ,mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat

memperburuk keluhannya, misalnya :

a. Jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam

b. Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau

cokelat)

c. Batasi penggunaan obat-obatan yang mengandung fenilpropanolamin

d. Kurangi makanan pedas dan asin, dan

e. Jangan menahan kencing terlalu lama

Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya

keluhannya apakah menjadi lebih baik, disamping itu dilakukan pemeriksaan

laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek,

perlu dipikirkan memilih terapi lain.

2. Medikamentosa

a. Penghambat Alpha (Alpha Blocker)

Prostat dan dasar buli-buli manusia mengandung adrenoreseptor-ɑ1 , dan

prostat memperlihatkan respon mengecil terhadap agonis. Komponen yang

berperan dalam mengecilnya prostat dan leher buli-buli secara primer diperantarai

oleh reseptor ɑ1a. Penghambatan terhadap alfa telah memperlihatkan hasil berupa

perbaikan subjektif dan objektif terhadap tanda dan gejala BPH pada beberapa

pasien. Penghambat alfa dapat diklasifikasikan berdasarkan selektifitas reseptor

dan waktu paruhnya.

b. Penghambat 5ɑ- Reduktase (5ɑ-Reductase inhibitors)

24
Finasteride adalah penghambat 5ɑ- Reduktase yang bekerja menghambat

testosterone menjadi dyhydratestosteron. Obat ini mempengaruhi komponan

epitel prostat, yang menghasilkan pengurangan kelenjar dan memperbaiki gejala.

Dianjurkan pemberian terapi ini selama 6 bulan, guna melihat efek maksimal

terhadap ukuran prostat (reduksi 20%) dan perbaikan gejala-gejala.4

c. Terapi kombinasi

Terapi kombinasi antara penghambat alfa dan penghambat 5ɑ- Reduktase

memperlihatkan bahwa penurunan symptom score dan peningkatan aliran urin

hanya ditemukan pada pasien yang mendapatkan hanya Terazosin. Penelitian

terapi kombinasi sedang diteliti lebih lanjut.

d. Fitoterapi

Fitoterapi adalah penggunaan tumbuh-tumbuhan dan ekstrak tumbuh-

tumbuhan untuk tujuan medis. Fitoterapi paling umum untuk BPH adalah

palmetto (Serenoa repens), African plumb (pygeum africanum), dan South

African Star Grass (Hypoxis rooperi). Saw Palmetto adalah Phytotherapy paling

sering digunakan untuk LUT. Permixon, sebuah liposterolic ekstrak repens S.

(diekstraksi dari kelapa muda di bagian tenggara Amerika Serikat dan Hindia

Barat) adalah persiapan yang paling banyak dipelajari. Secara tepatnya

mekanisme kerja repens S. masih belum jelas. Namun, penelitian baru

menunjukkan kontraksi epitel, terutama di zona transisi, menunjukkan

kemungkinan

mekanisme aksi, namun perubahan volume prostat atau PSA belum diamati.

Tersedia informasi tentang saw palmetto ekstrak terdiri sebagian besar dari dalam

percobaan in vitro dan penelitian di Eropa, yang banyak telah membatasi nilai

seperti dicatat oleh peneliti. Keterbatasan serupa telah diamati dalam beberapa

25
studi menilai bentuk lain terapi alternatif. Tidak ada data dari yang dirancang

dengan baik, jangka panjang, acak, penelitian plasebo-terkontrol untuk

menunjukkan bahwa terapi alternatif memiliki efek pada jangka panjang hasil

atau perkembangan penyakit.

3. Operasi Konvensional

a. Transurethral resection of the prostate (TURP)

Sembilan puluh lima persen simple prostatectomy dapat dilakukan melalui

endoscopy. Umumnya dilakukan dengan anestesi spinal dan dirawat di rumah

sakit selama 1-2 hari. Perbaikan symptom score dan aliran urin dengan TURP

lebih tinggi dan bersifat invasive minimal. Resiko TURP adalah antara lain

ejakulasi retrograde (75%), impoten (5-10%) dan inkontinensia urin (<1%).

b. Transurethral incision of the prostate

Pasien dengan gejala sedang dan berat, prostat yang kecil sering terjadi

hyperplasia komisura posterior (menaikan leher buli-buli). Pasien dengan

keadaan ini lebih-lebih mendapat keuntungan dengan insisi prostat. Prosedur ini

lebih cepat dan kurang menyakitkan dibandingkan TURP. Retrograde ejakulasi

terjadi pada 25% pasien

c. Open simple prostatectomy

Jika prostat terlalu besar untuk dikeluarkan dengan endoskopi, maka

enukleasi terbuka diperlukan. Kelenjar lebih dari 100 gram biasanya

dipertimbangkan untuk dilakukan enukleasi. Open prostatectomy juga dilakukan

pada BPH dengan divertikulum buli-buli, batu buli-buli dan pada posisi litotomi

tidak memungkinkan. Open prostatectomy dapat dilakukan dengan pendekatan

suprapubik atau retropubik.

26
4. Terapi Minimal Invasive

a. Laser

Dua sumber energy utama yang digunakan pada operasi dengan sinar laser

adalah Nd :YAG dan Holomium : YAG

Keuntungan operasi dengan sinar laser :

 Kehilangan darah minimal

 Sindroma TUR jarang terjadi

 Dapat mengobati pasien yang sedang menggunakan antikoagulan

 Dapat dilakukan out patient procedure

Kerugian operasi laser

 Sedikit jaringan untuk pemeriksaan patologi

 Pemasangan kateter postoperasi lebih lama

 Lebih iritatif

 Biaya besar

b. Transurethral electrovaporization of the prostate

Transurethral electrovaporization of the prostate adalah terapi menggunakan

resekstoskop. Arus tegangan tinggi menyebabkan penguapan jaringan karena

panas, meghasilkan cekungan pada uretra pars prostatika. Prosedurnya lebih

lama dari TUR

c. Hyperthermia

Hipertermia dihantarkan melalui kateter transuretra. Bagian alat lainnya

mendinginkan mukosa uretra. Namun jika suhu lebih rendah dari 45⁰C, alat

pendingin tidak diperlukan

d. Transuretral needle ablation of the prostate

27
Transuretral needle ablation of the prostate menggunakan kateter khusus

yang dimasukan melalui uretra

e. High Intensity Focused Ultrasound

High Intensity Focused Ultrasound berarti melakukan ablasi jaringan dengan

panas. Ultrasound probe ditempatkan pada rectum

f. Intrauteral stents

Intrauteral stents adalah alat yang ditempatkan pada fossa prostatika dengan

endoskopi dan dirancang untuk mempertahankan uretra pars prostatika tetap

paten

g. Transurethtral ballon dilatation of the prostate

Balon dilator prostat ditempatkan dengan kateter khusus yang dapat

melebarkan fossa prostatika dan leher buli-buli. Lebih efektif pada prostat yang

ukurannya kecil. Tehnik ini jarang digunakan sekarang ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Potts, J.M. Essential Urology: A Guide to Clinical Practice. Humana Press

Inc., Totowa, NJ. Pg 191

2. Schwartz.Manual of Surgery,in Urology, Benign Prostatic Hyperplasia.Mc

Graw Hills Companies. 2006. Pg. 1061

3. Snell, Richard S. Clinical Anatomy For Medical Students 6th edition in cavitas

Pelvis Part II.Lippincot William & Wilkins Inc. 2006. USA. Pg.350-352.

4. Presti JC. Smith’s General Urology, in Neoplasm of The Prostate Gland. 16 th

edition. USA : Lange Medical Books/McGraw-Hill Company, 2004. Pg.399-

420

5. WebMD, Men’s Health, Human Anatomy section, topic of Prostate Gland,

Subject of Prostate Picture, Definition, Function, Condition, Test, and

Treatment. Last reviewed on April 28th 2010 by WebMD, di unduh dari

http://men.webmd.com/picture-of-the-prostate p

6. Jr, Presti C Joseph. ,MD. Neoplasms of the Prostate Gland. Page 399-417.

7. Unduh dari http://emedicine.medscape.com/article/437359-overview

8. Wein AJ, kavoussi LR, Novick AC , parin AW, peters CA. 2008. Cambell’s

Urology. Philadelpia: sauders. 9th ed

9. Tanagho EA, McAnnich JW. 2008. Smith’s General urology. San Fransisco:

McGraw Hill. 17th ed.

29

Anda mungkin juga menyukai